Anda di halaman 1dari 27

IMAGING PITUITARY

OLEH :

Widya Hardianti (1602511027)

dr. I Gde Haryo Ganesha, S.Ked


Dept. of Medical Education

FACULTY OF MEDICINE

UDAYANA UNIVERSITY

2017

1
BAB I
PENDAHULUAN

Kelenjar pituitari atau hipofisis merupakan kelenjar kecil yang berbentuk


seperti kacang terletak di bawah otak di dasar tengkorak yang disebut fossa hipofisis
atau sela tursika. Hipofisis berhubungan dengan hipotalamus yang menonjol dari
diensefalon ke inferior. Kelenjar ini juga merupakan kelenjar endokrin yang
menghasilkan berbagai hormon yang mengatur pertumbuhan, reproduksi, dan
metabolisme. Kelenjar ini juga sering disebut sebagai pusat kendali sistem endokrin
atau “master of gland” karena kelenjar inilah yang mengontrol dan mengatur fungsi
dari beberapa kelenjar endokrin lain di dalam tubuh. 1,3
Gangguan kelenjar pituitari merupakan suatu abnormalitas kelenjar pituitari
dalam memproduksi hormon ataupun terdapat lesi dengan adanya beberapa
manifestasi yaitu hipersekresi dan hiposekresi hormon pituitari, pembesaran sela
tursika, adenoma pituitari, dan kerusakan lapang pandang penglihatan. Adanya
gangguan-gangguan tersebut akan mempengaruhi sistem fisiologis tubuh yang
nantinya akan menimbulkan sejumlah penyakit, contohnya seperti akromegali,
Cushing’s syndrome, dan sebagainya. Diperlukan evaluasi pendekatan untuk
mendiagnosa secara dini gangguan kelenjar pituitari agar cepat mendapatkan terapi
yang tepat, salah satunya yaitu gambaran radiologi. 1,2
Gambaran radiologi pituitari selain penting dalam mengkonfirmasi diagnosis
lesi, tetapi juga dapat menentukan diagnosis banding dari lesi selar lainnya.
Gambaran radiografi tengkorak polos atau plain radiographs biasanya sangat sulit
untuk menggambarkan suatu jaringan lunak, sehingga jarang diminta oleh para dokter
untuk penunjang diagnosis dan beralih pada penggunaan gambaran cross-sectional
dari CT Scan dan MRI. 4
Penggunaan CT scan dalam mengevaluasi gangguan kelenjar pituitari saat ini
kurang digunakan. Meskipun begitu, CT scan dapat menggambarkan kalsifikasi
jaringan lunak, kerusakan tulang, dan anatomi tulang pembedahan yang relevan.
Penggunaan CT scan ini sangat baik digunakan, ketika penggunaan MRI

2
kontraindikasi pada keadaan-keadaan tertentu, contohnya seperti pasien dengan
pacemaker atau implan logam di otak atau mata. Namun, kontras jaringan lunak
kurang optimal dan terdapat paparan radiasi. Karena dua hal itulah penggunaan CT
scan jarang digunakan dalam mengevaluasi lesi pituitari.4
Penggunaan MRI saat ini merupakan suatu pilihan untuk mendiagnosa
gangguan pituitari termasuk tumor hipotalamus, patologis selar dan paraselar. Hal
tersebut karena kontras yang dihasilkan pada jaringan lunak sangat baik, kemampuan
multiplanar, serta tidak menimbulkan radiasi. Selain itu, MRI juga memberikan
informasi tentang hubungan kelenjar dengan struktur anatomi yang berdekatan dan
membantu untuk merencanakan strategi medis atau bedah. Penggunaan MRI dalam
mendiagnosa gangguan atau lesi pituitari telah mengalami perkembangan yang sangat
cepat mulai dari MRI non-kontras pada tahun 1980 dan adanya MRI kontras pada
pertengan tahun 1990an.4
Gambaran radiologi dalam mendiagnosa sangat penting untuk diagnosis dini
maupun sebagai evaluasi terapi, sehingga perlu dibahas lebih lanjut mengenai
tinjauan umum kelainan pituitari, gambaran umum CT scan dan MRI sebagai
modalitas radiologi pada kelainan pituitari, serta menjelaskan hasil gambaran
radiologi pada beberapa kelainan pituitari seperti pituitari adenoma, pembesaran selar
tursika, dan penurunan penglihatan lapang pandang.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tinjauan Umum Gangguan Pituitari


Kelenjar pituitari atau hipofisis merupakan salah satu kelenjar pada sistem
endokrin yang berukuran kecil (500-1000 mg), berbentuk seperti kacang merah dan
terletak di dasar tengkorak di bagian tulang sphenoid yang disebut sela tursika
(saddle Turki). Kemudian terdapat optik kiasma, sekitar 5 sampai 10 mm di superior
dari diafragma sela dan bagian anterior dari tangkai hipofisis. Kelenjar pituitari
memiliki dua bagian lobus yaitu bagian lobus anterior dan posterior. Hipofisis
anterior (adenohipofisis) berasal dari kantong Rathke, yaitu sebuah evaginasi
ektodermal dari orofaring, dan bermigrasi untuk bergabung dengan neurohipofisis
yang merupakan bagian posterior dari hipofisis. Adenohipofisis memiliki fungsi
dalam sintesis dan mengeluarkan sejumlah hormon, yang sebagian besar bekerja
untuk mempengaruhi kelenjar endokrin lainnya. Enam hormon utama yang dihasilkan
oleh hipofisis anterior yaitu : growth hormone (GH, atau somatotropin), dua jenis
hormon gonadotropin yaitu follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing
hormone (LH), thyroid-stimulating hormone (TSH), adrenocorticotrophin (ACTH,
atau kortikotropin) dan prolaktin (PRL). Sedangkan bagian posterior dari kelenjar
pituitari atau neurohipofisis berfungsi dalam menyimpan dan mengeluarkan dua
hormon yang disintesis di dalam hipotalamus yaitu, hormon antidiuretik (ADH;
vasopressin) dan oksitosin. Lobus ini secara langsung berhubungan dengan
hipotalamus melalui tangkai hipofisis (infundibulum). 2,5
Berkaitan dengan beberapa hormon yang dihasilkan oleh masing – masing
lobus tersebut, dapat terjadi gangguan atau kelainan secara fungsional maupun non-
fungsional (anatomi) pada kelenjar hipofisis. Berikut akan dijabarkan mengenai
gangguan pada kelenjar pituitari :

4
2.1.1 Hiperpituitarisme
Hiperpituitarisme (hyperpituitarism) adalah aktivitas sekresi yang
berlebihan dari satu atau lebih hormon pada hipofisis. Hal ini paling sering
menyebabkan adenoma fungsional pada lobus anterior kelenjar pituitari.
Adenoma kelenjar pituitari adalah suatu tumor jinak (non-kanker) dengan sel
yang berasal dari sel monoklonal dan merupakan tipe gangguan pituitari yang
paling sering ditemui. Berdasarkan ukurannya, tumor pada kelenjar pituitari
dibagi menjadi dua, jika tumor berukuran 10 mm atau lebih besar (≥ 10 mm)
maka dinamakan sebagai makroadenoma. Sedangkan jika kurang dari 10 mm
(≤ 10 mm) maka disebut dengan mikroadenoma. Mikroadenoma sedikit lebih
sering ditemui dibandingkan makroadenoma (57,4% : 42,6%).6
Patofisilogi dari adenoma pituitari yaitu adanya peningkatan tekanan lokal
dari sela tursika yang menekan perkembangan adenoma kearah superior, hal
ini menimbulkan beberapa efek seperti terjadinya kompresi saraf optik (optik
kiasma) yang menimbulkan gangguan lapang pandang berupa hemianopsia
bitemporal, penekanan massa kearah dura yang menimbulkan sakit kepala,
hipopituitarisme secara kompleks ataupun parsial, distorsi pada bagian otak
tengah yang meningkatkan tekanan intrakranial dan hidrosepalus, terjadinya
kelumpuhan pada CN III, IV dan VI.6
2.1.2 Hipopituitarisme (Insufisiensi Pituitari)
Hipopituitarisme didefinisikan sebagai sekresi hormon hipofisis yang
tidak cukup. Gambaran klinis dari hipopituitarisme ini tergantung pada usia
pasien, jenis hormon dan tingkat keparahan dari kekurangan hormon
tersebut.(1) Hipopituitarisme secara primer disebabkan oleh kerusakan
kelenjar hipofisis anterior atau fenomena sekunder yang dihasilkan dari
defisiensi faktor stimulasi hipotalamus yang biasanya bekerja pada hipofisis.
Secara umum, akan diperoleh hilangnya fungsi dari pituitari anterior
mengikuti rangkaian hormon GH, LH / FSH, TSH, ACTH, dan PRL. 2
Pada anak-anak, perawakan pendek menjadi presentasi klinis yang paling
sering pada disfungsi hipotalamus-hipofisis, sehingga defisiensi GH harus

5
dipertimbangkan. Anak-anak pada defisiensi GH ini adalah mereka yang
mungkin mengalami hipoglikemia puasa dan memiliki perlambatan bertahap
dalam kecepatan pertumbuhan setelah usia 6 sampai 12 bulan.2
2.1.3 Pembesaran Sela Tursika
Pasien dengan pembesaran sela tursika, tercatat pada pasien yang
melakukan radiografi untuk trauma kepala atau pada seri sinus. Pasien-pasien
ini biasanya memiliki sebuah adenoma hipofisis atau sindrom sela kosong.
Penyebab kurang umum lainnya termasuk kraniopharingioma, hipofisitis
limfositik, dan aneurisma arteri karotis. Evaluasi mengenai hal ini harus
mencakup penilaian klinis disfungsi hipofisis, pengukuran PRL, tiroid dan
fungsi adrenal. Fungsi hipofisis biasanya normal pada sindrom sela kosong,
diagnosis ini dapat dikonfirmasi oleh MRI.2
2.1.4 Kerusakan Lapang Pandang (Visual Field Defect)
Pasien dengan hemianopsia bitemporal, cacat visual yang tidak dapat
dijelaskan atau hilangnya penglihatan harus dipertimbangkan memiliki
gangguan hipofisis atau hipotalamus. Kerusakan lapang pandang ini dapat
terjadi karena hubungan letak secara anatomi dari kelenjar pituitari dan optik
kiasma. Dimana optik kiasma terletak sekitar 5 sampai 10 mm di bagian
superior dari diafragma sela dan bagian anterior dari tangkai hipofisis.
Langkah-langkah awal dalam diagnosis harus melakukan evaluasi
neuroradiologi dan studi neuro-oftalmologi dengan MRI, yang akan
mengungkapkan kemungkinan adanya tumor. Pasien-pasien ini juga harus
melakukan pengukuran PRL dan dinilai untuk insufisiensi hipofisis anterior,
yang sangat sering berhubungan dengan adenoma hipofisis ukuran besar.2

2.2 Modalitas Radiologi Pada Gangguan Pituitari


Pemeriksaan radiologi merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang
biasa digunakan untuk membantu dalam penegakan diagnosis. Hampir semua jenis
penyakit memerlukan pemeriksaan radiologi untuk melihat apakah dalam tubuh
pasien terdapat suatu gangguan yang menyebabkan gejala klinis yang dialami oleh

6
pasien. Pemeriksaan radiologi dapat memeriksa organ-organ padat serta lunak di
dalam tubuh yang terdiri dari x-ray atau foto polos, CT scan, MRI, dan lain
sebagainya.
2.2.1 Computed Tomography Scan (CT Scan)
a. Gambaran umum CT Scan
Computed Tomography Scan atau yang lebih dikenal dengan CT scan,
merupakan salah satu teknologi dalam bidang Kedokteran khususnya
Radiologi dalam hal untuk menunjang diagnosa dari suatu penyakit. Dan
sering menjadi pilihan modalitas pertama untuk imaging, tidak hanya untuk
penunjang dalam diagnosa namun juga sebagai panduan untuk melakukan
pengobatan. CT scan adalah prosedur yang menyediakan gambar dari otak
kepada dokter yang memungkinkan untuk mendeteksi gangguan seperti
memar, pembekuan darah dan pembengkakan.7
b. Prinsip kerja CT Scan
Pada dasarnya, konsep kerja CT scan menggunakan x-ray sebagai alat untuk
membuat foto melintang dari tubuh. Foto melintang dari tubuh ini
direkonstruksi dari pengukuran koefisien atenuasi dari x-ray. Prinsip utama
yang diterapkan pada CT scan adalah bahwa densitas atau massa jenis dari
suatu benda dapat dihitung berdasarkan koefisien atenuasi. Untuk
mendapatkan gambar tomografik, hasil scan tersebut akan dihitung secara
kompleks melalui algoritma matematis yang pada akhirnyaakan menghasilkan
rekonstruksi gambar.7
c. Jenis CT scan
Tanpa kontras : pemeriksaan CT scan tanpa menggunakan tambahan
kontras.8
Dengan kontras : bahan kontras merupakan senyawa-senyawa yang
digunakan untuk meningkatkan visualisasi struktur-struktur internal pada
sebuah pemeriksaan diagnostic medik. Bahan kontras dipakai pada
pencitraan dengan sinar-X untuk meningkatkan daya atenuasi dari sinar-X.
Media kontras mampu membedakan jaringan-jaringan pada gambar foto

7
polos yang tidak terlihat dalam radiografi biasa. Dapat tampak karena
perbedaan berat atom bagian tubuh dengan bahan kontras.8
d. Indikasi penggunaan CT Scan
CT Scan otak digunakan sebagai teknik pertama untuk mengetahui kelainan pada
otak ketika MRI tidak tersedia. Pada kondisi akut, CT scan memiliki kemampuan
lebih cepat untuk deteksi perdarahan, hidrosefalus, dan massa pada otak sehingga
rencana terapi lebih cepat bisa ditentukan. Indikasi primer menggunakan CT scan
otak yaitu trauma kepala akut, perdarahan akut intrakranial, vaskulitis, deteksi
atau evaluasi kalsifikasi, perubahan status mental, peningkatan tekanan
intracranial, sakit kepala, defisit neurologi akut, hidrosefalus, infeksi intrakranial,
lesi kongenital, herniasi otak, penilaian gangguan psikiatri, curiga ada massa atau
tumor.
e. Kelebihan dan kekurangan CT Scan
Kelebihan dari CT Scan dilihat dari beberapa aspek CT scan memiliki banyak
keuntungan dibandingkan pemeriksaan imaging lainnya baik yang bersifat
konvesional maupun modern. Hal ini dapat dilihat dari:10
- CT scan dapat digunakan pada saat darurat karena waktu yang diperlukan
sampai memberikan hasil cukup cepat dan akurat dalam mendiagnosis
berbagai patologi selain itu tidak memberikan rasa sakit atau tidak nyaman
pada pasien.
- Dari segi harga, CT scan memiliki harga yang terjangkau dan lebih murah
dari pada MRI.
- CT scan dapat memberikan gambaran 3 dimensi dari bagian yang difoto
seperti tempurung kepala dan pembuluh darah.
Kekurangan dari CT scan meliputi beberapa hal yang perlu diperhatikan dan
dipertimbangkan dan melakukan diagnosis penunjang menggunakan CT scan,
yaitu: 10
- Memiliki paparan radiasi yang lebih kuat dibanding foto polos biasa,
paparan berulang ini dari CT scan dapat memberikan dampak yang
meningkatkan risiko pasien terkena kanker.

8
- Pada beberapa kasus penggunaan CT scan, hindari pada penderita
penyakit ginjal, jantung, asma, diabetes atau tiroid, karena kontras pada
CT scan berdampak buruk pada pasien.
- Penggunaan kontras dapat menimbulkan alergi dan asma baik pada
penderita tersebut atau tidak sama saja dapat menimbulkan reaksi tersebut.

2.2.2 Magnetic Resonance Imaging (MRI)


a. Gambaran umum MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan alat diagnostik untuk
memeriksa dan mendeteksi tubuh dengan menggunakan medan magnet yang
besar dan gelombang frekuensi radio, tanpa penggunaan sinar-x ataupun
bahan radioaktif. MRI menghasilkan rekaman gambar potongan penampang
tubuh atau organ manusia dengan menggunakan medan magnet berkekuatan
antara 0,5-3 T (Tesla) dan resonansi getaran terhadap inti atom hidrogen, serta
merupakan metode rutin yang dipakai dalam diagnosis medis karena hasilnya
sangat akurat. Dengan beberapa faktor kelebihan yang dimilikinya, terutama
kemampuannya membuat potongan koronal, sagital, aksial dan oblik tanpa
banyak memanipulasi posisi tubuh pasien sehingga sangat sesuai untuk
diagnostik jaringan lunak, terutama otak, sumsum tulang belakang dan
susunan saraf pusat dan memberikan gambaran detail tubuh manusia dengan
perbedaan yang kontras, dibandingkan dengan pemeriksaan Computed
Tomography Scan (CT scan) dan x-ray lainnya sehingga anatomi dan patologi
jaringan tubuh dapat dievaluasi secara detail.11,12
b. Prinsip kerja MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) memanfaatkan komposisi molekul jaringan,
terutama air yang sangat sensitif untuk mendeteksi kelainan jaringan lunak jauh
lebih rinci dari Computed Tomography Scan (CT-Scan) dan juga tepat untuk
mengevaluasi perubahan komposisi jaringan dari waktu ke waktu dan
memberikan jalan untuk ketajaman diagnosis penyakit. MRI menggunakan
medan magnet yang sangat kuat untuk memanipulasi aktivitas elektromagnetik

9
dari inti atom dengan cara yang melepaskan energi dalam bentuk Frekuensi Radio
(FR), yang dicatat oleh scanner dan kemudian komputer diproses untuk
membentuk sebuah gambar. Fungsi MRI didasarkan oleh inti hidrogen (yang
mengandung satu proton) karena kelimpahan mereka dalam tubuh manusia.
Setiap proton memiliki muatan listrik positif, dan proton juga memiliki spin
(putaran) dimana terus bergerak. Muatan listrik yang bergerak adalah arus listrik,
dan karena arus listrik menginduksi medan magnet, masing-masing proton
memiliki medan magnetnya sendiri (disebut momen magnetik). Ketika seorang
pasien memasuki scanner MRI, semua mini magnet proton menyelaraskan dengan
lebih kuat ke magnetik eksternal dari MRI.12
c. Jenis-jenis MRI
MRI bila ditinjau dari tipenya terdiri dari: 11
MRI Tesla tinggi (High Field Tesla) memiliki kekuatan di atas 1 -1,5 T.
MRI Tesla sedang (Medium Field Tesla) memiliki kekuatan 0,5 T.
MRI Tesla rendah (Low Field Tesla) memiliki kekuatan di bawah 0,5 T.
d. Indikasi penggunaan MRI
Pemeriksaan MRI bertujuan mengetahui karakteristik morfologi (lokasi, ukuran,
bentuk, perluasan dan lain lain dari keadaan patologis. Tujuan tersebut dapat
diperoleh dengan menilai salah satu atau kombinasi gambar penampang tubuh
aksial, sagittal, koronal atau oblik tergantung pada letak organ dan kemungkinan
patologinya. Biasanya MRI diberikan kontras yaitu sebuah agen paramagnetik
yang mengandung gadolinium. Adapun jenis pemeriksaan MRI sesuai dengan
organ yang akan dilihat, misalnya : 13
Pemeriksaan kepala untuk melihat kelainan pada kelenjar pituitari, lubang
telinga dalam, rongga mata, sinus.
Pemeriksaan otak untuk mendeteksi stroke / infark, gambaran fungsi otak,
pendarahan, infeksi; tumor, kelainanbawaan, kelainan pembuluh darah
sepertianeurisma, angioma, proses degenerasi, atrofi.
Pemeriksaan tulang belakang untuk melihat proses degenerasi (HNP), tumor,
infeksi, trauma, kelainan bawaan.

10
Pemeriksaan muskuloskeletal luntuk organ lutut, bahu, siku, pergelangan
tangan, pergelangan kaki, untuk mendeteksi robekan tulang rawan, tendon,
ligamen, tumor, infeksi/abses dan lain lain.
Pemeriksaan abdomen untuk melihat hati, ginjal, kantong dan saluran
empedu, pakreas, limpa, organ ginekologis, prostat.
Pemeriksaan thorax untuk melihat paru –paru dan jantung.
e. Kelebihan dan kekurangan MRI
Ada beberapa kelebihan MRI dibandingkan dengan pemeriksaan CT scan
yaitu : 11,12
- MRI lebih unggul untuk mendeteksi beberapa kelainan pada jaringan lunak
seperti otak, sumsum tulang serta muskuloskeletal.
- Mampu memberi gambaran detail anatomi dengan lebih jelas.
- Mampu melakukan pemeriksaan fungsional seperti pemeriksaan difusi,
perfusi dan spektroskopi yang tidak dapat dilakukan dengan CT scan.
- Mampu membuat gambaran potongan melintang, tegak, dan miring tanpa
merubah posisi pasien.
- MRI tidak menggunakan radiasi pengion.
- Tidak berbahaya, tidak menimbulkan rasa sakit, tidak terpapar radiasi.
- Diferensiasi yang lebih baik antara abu-abu dan putih.
- Gambaran lebih baik pada medula spinal dan visualisasi lebih baik secara
noninvasif menggunakan MR angiografi.
Kerugian dari penggunaan MRI ini, yaitu : 12
- Biaya cukup mahal.
- Waktu pemeriksaan cukup lama, sehingga terkadang beberapa pasien diberikan
obat penenang khususnya pada penderita claustrophobia.
- Pasien yang memakai alat-alat logam di dalam tubuhnya seperti anting, jam
tangan dan sebagainya, serta pasien yang memakai alat pacu jantung tidak
dapat diperiksa memakai MRI.

11
2.3 Gambaran Radiologi Pada Gangguan Pituitari
2.3.1 Adenoma Pituitari
Adenoma pituitari atau yang biasa disebut dengan tumor hipofisis
merupakan tumor jinak yang berasal dari sel-sel kelenjar hipofisis dan biasanya
memiliki sifat pertumbuhan yang cenderung lambat. Adenoma pituitari juga
dapat diartikan sebagai neoplasma yang terletak di dalam sela Tursika.14
Pasien dengan adenoma pituitari biasanya tidak menyadari bahwa dirinya
sakit sampai gejala-gejala akut muncul. Hal ini disebabkan karena gejala yang
muncul tidak spefisik, seperti sakit kepala, disorientasi tempat dan gangguan
penglihatan yang biasanya diikuti dengan mual, muntah, okular palsi dan juga
meningitis. Untuk mendiagnosis pituitari adenoma ini, dapat dilakukan dengan
pemeriksaan radiologi.15, 16
a. Radiologi CT Scan
Pemeriksaan imaging pada kelenjar hipofisis tidak hanya berguna untuk
diagnosis, tapi juga unutk mengeksklusi penyakit lain dan patokan terapi.
Pemeriksaan radiologi dengan x-ray tidak terlalu efektif dalam melihat tumor
yang merupakan jaringan lunak. Oleh karena itu, pada pasien biasanya
dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI.16
Pemeriksaan dengan CT scan dilakukan biasanya untuk melihat kalsifikasi
jaringan lunak dan kerusakan tulang. Namun tidak hanya itu, CT scan juga
dapat digunakan untuk melihatan perdarahan yang terjadi pada kelenjar
hipofisis. Gambaran yang didapatkan biasanya adanya titik-titik atau bentukan
aliran sungai yang bersifat hiperdense. Sayangnya, gambaran hiperdense tidak
hanya ditemukan pada tumor hipofisis, melainkan dapat pula ditemukan pada
penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan perdarahan. Namun, dengan
memberikan tambahan kontras medium, biasanya akan ditemukan adanya
gambaran hipodense di sela Tursika yang biasanya dikelilingi dengan
peningkatan warna yang dapat digunakan sebagai tanda dari tumor hipofisis. 15
Pemeriksaan menggunakan CT scan akan memberikan gambaran serupa
antara kista atau perubahan degeneratif dengan perdarahan yang subakut pada

12
hipofisis. Hal ini menyebabkan hasil CT scan biasanya akan terlihat normal
pada beberapa kasus seperti pasien dengan tumor hipofisis tanpa perdarahan.
Oleh karena itu, pemeriksaan CT scan biasanya dilakukan untuk mengeksklusi
penyakit-penyakit lainnya atau untuk pasien yang meniliki kontraindikasi untuk
dilakukan MRI, seperti pada pasien dengan pacemaker atau implant besi di otak
ataupun disekitar mata. 15, 16

Gambar 1. Gambaran Pituitary Adenoma dengan menggunaan CT-Scan15


b. Radiologi MRI
Magnetic Resonance Imaging atau MRI merupakan alat yang paling sering
dan penting digunakan dalam mendiagnosis adenoma pituitari. MRI dikatakan
mampu mengidentifikasi adanya adenoma dan degenerasi hemoragiknya. MRI
merupakan diagnosis penunjang yang lebih unggul dari CT scan dalam mendiagnosis
adenoma pituitari dengan sensitivitas mulai dari 88% sampai 90% walaupun biaya
yang butuhkan lebih banyak.25
MRI dapat memberi gambaran lebih jelas terhadap struktur jaringan lunak dan
pembuluh darah. Dengan resolusi tinggi membuat MRI dapat mengenali lesi kecil
dan dapat menampilkan hubungannya dengan struktur sekitar lesi. Biasanya dalam
penggunaan MRI diperlukannya cairan khusus yang diberikan melalui pembuluh
darah untuk dapat membedakan tumor dari jaringan sehat cairan tersebut yang
dinamakan kontras. MRI dapat mudah mengidentifikasi tumor besar atau
makroadenoma dari kelenjar pituitari, dan juga dapat mengidentifikasi tumor paling

13
kecil atau mikroadenoma. Tetapi MRI mungkin tidak dapat mendeteksi banyak
mikroadenoma yang lebih kecil dari 3 mm.25
Pada mikroadenoma, pencitraan atau imaging T1-weighted terlihat sekitar 80-
90% dengan intensitas sinyal yang lebih rendah dibandingkan dengan yang normal
(hypointense) jika diberikan kontras. Kasus-kasus lain dari mikroadenoma bisa
isointense dan akan menjadi tidak terlihat pada gambar T1-weighted sebelum
pemberian kontras. Kelenjar di bawah otak mikroadenoma juga dapat
mengungkapkan intensitas sinyal tinggi pada gambar T1-weighted, hal tersebut
mungkin disebabkan oleh transformasi hemoragik dari adenoma dan ini adalah tanda
yang sering terjadi pada prolaktinoma. 25

Gambar 2. Penampang koronal pada MRI sebelum diberi kontras. (A) T2-
weighted image (B) T1-weighted image.25

14
A B

Gambar 3. Penampang setelah pemberian kontras (A) penampang koronal (B)


penampang sagital.25

Pada makroadenoma dalam gambaran MRI biasanya lebih sederhana karena


ukuran tumor lebih dari 10 mm. Dengan MRI terlihat sangat jelas jika dibandingkan
dengan penggunaan CT scan. Pada makroadenoma biasanya isointense pada T1
weighted image, namun setelah pemberian kontras menunjukkan pola peningkatan
yang berbeda. Pada T2 weighted image mungkin sering terjadi inhomogenous,
dengan penyebarluasan daerah yang intensitas tinggi pada cystic degenaration atau
daerah nekrosis. Sekitar 18% akroadenoma menunjukan komponen sistik, sedangkan
20% menunjukkan gambaran hemoragik. Biasanya secara klinis asimtomatin dan
secara kebetulan terihat pada gambaran MRI. Adenoma pituitari yang besar
cendeerung dapat menumbulkan infark atau hemoragik karena penyediaan darah yang
sedikit dan lemah. 25

15
Gambar 4. Penampang koronal pada T1-weighted sebelum (A) dan sesudah
pemberian kontras (B). Selar dan supraselar makroadenoma menunjukkan
peningkatan kontras, hal ini bukti terjadinya penekanan pada optik kiasma dan
ventrikel 3. 25

2.3.2 Pembesaran Sela Tursika (Sella Turcica Enlargement)


Computed tomography (CT) berguna dalam delinasi dari margin tulang di
sella. Hal ini sangat membantu dalam mengevaluasi perubahan tulang yang
berhubungan dengan proses patologis. CT mungkin satu-satunya pilihan pada
pasien yang tidak dapat memiliki pemeriksaan MRI (misalnya orang-orang
dengan alat pacu jantung, hardware tidak kompatibel dan klaustrophobia
parah). bagian tipis 0,625 mm aksial gambar spiral yang diperoleh dapat
diformat ulang menjadi gambar sagital dan koronal. Pemeriksaan dapat
diperoleh tanpa kontras untuk penilaian tulang. 17
MRI memberikan informasi rinci tentang isi dari selar dan wilayah
paraselar. Ini adalah dasar pra operasi dan paska operasi modalitas
pemeriksaan. Gambar sagital dan koronal dengan permukaan datar kecil di
daerah thin section (≤3 mm) yang diperoleh melalui sela tursika untuk
menyertakan struktur paraselar, termasuk tadah supraselar, sinus kavernosa
dan hipotalamus Meckel. Paska gadolinium urutan ditingkatkan diperoleh
dengan saturasi lemak untuk meningkatkan kontras antara patologi dan
basikranium tersebut.17

16
Pasien yang mengalami pembesaran pada selar dapat dideteksi dengan
menggunakan radiologi. Pembesaran sela tursika ini dapat menjadi penyebab
adenoma hipofisis, empty sella syndrome, craniopharyngioma, lymphocytic
hipophysitis dan carotid artery aneurysm. Evaluasi harus termasuk
pemeriksaan hipofisis (disfungsi hipofisis) kadar PRL, thyroid dan fungsi
adrenal. Diagnosa dapat ditegakkan dengan MRI.
a. Craniopharyngioma adalah tumor jinak yang umum dari wilayah
paraselar. Paling sering mengenai anak-anak. Tumor ini timbul dari sisa-
sisa epitel sumbing Rathke. Patologi secara garis besarnya adalah adanya
variabel tumor yang sama, bisa berupa jaringan yang solid, berbagai jenis
kista, dan kalsifikasi. 18,19
b. Meningioma pada daerah selar (sinus kavernosa, planum sphenoidale,
diaphragma sellae, prosess clinoid) merupakan 20-30% dari semua
meningioma intrakranial. Tumor jinak perlahan-lahan tumbuh dan dapat
mencapai ukuran yang cukup pada saat diagnosis. Untuk membedakan
meningiomas dari neurinomas, meningkatkan kontras dinamik MRI
mungkin berguna, karena meningioma biasanya menunjukkan
peningkatan lebih awal, sementara neurinomas meningkat secara bertahap.
Karena pola pertumbuhan en-plak sering dikaitkan dengan "dural-tail",
demarkasi dari makroadenoma hipofisis biasanya bukan suatu masalah.
Meningioma intrasellar murni, meskipun sangat jarang, mungkin sulit
untuk membedakan dari adenoma. Mereka biasanya berasal dari dorsum
sella. Ketika menyerang ke dalam sinus kavernosus, meningioma
cenderung menyempitkan lumen karotis, yang biasanya tidak dilakukan
adenoma. Mereka sering dapat menyebabkan hiperostosis di situs
lampiran tulang. Pada gambara MRI terlihat isointens dibandingkan
dengan grey matter pada T1-weighted image dan isointens atau sedikit
hiperintens pada T2-weighted image. Setelah pemberian kontras
menunjukkan peningkatam homogen.20,25

17
c. Sindrom sela kosong (empty sella syndrome )
Pada kasus ini terjadi ketika ruang subarachnoid meluas kedalam sela
tursika, setengahnya terisi cairan cerebrospinal. Hal tersebut yang
menyebakannya terjadinya perubahan bntuk dan pembesaran sela tursika
dan mendatarkan kelenjar pituitari. Pada penampang CT scan secara
umum menunjukkan daerah fossa yang terisi dengan CSF. Jika hasil
gambaran tipis, diperoleh infundibulum yang dapat dilihat mengalir
melaui suatu ruangan. Sedangkan, pada MRI juga ditemukan adanya
cairan di sella dan infundibulum juga dapat dilihat melintasi suatu
ruangan, sehingga tidak termasuk massa kistik. Hal ini dinamakan tanda
infundibulum. Selain itu, pada MRI juga didapatkan bahwa kelenjar
pituitari ditekan oleh sela tursika dan membentuk cekungan atau “half
moon” dalam berbagai derajat.25

Gambar 5. Penampang koronal pada craniopharyngioma sebelum


diberikan kontras. (A) T1-weighted image (B) T2-weidhted image.
Terdapat sinyal intensitas tinggi pada kedua gambar tersebut. 25

18
Gambar 6. Penampang koronal MRI meningioma T1 weighted
dengan pemberian kontras. Meningioma pada sinus kavernosa di
bagian kiri terlihat jelas. 25

Gambar 7. Penampang MRI T1 empty sela turcica syndrome sagital


(kiri) dan koronal (kanan) 25

Gambar 8. Penampang CT Scan tanpa kontras sagital (kiri) dan


koronal (kanan) 25

19
2.3.3 Kerusakan Lapang Pandang Penglihatan (Visual Field Defect )
Kelenjar pituitari adalah organ yang terletak di garis tengah di dasar otak
tepatnya di dalam kantong tulang disebut sela tursika. Pituitari (hipofisis) itu
sendiri dikenal sebagai "master kelenjar" karena membantu untuk mengontrol
sekresi hormon dari sejumlah kelenjar lain dan organ target di dalam tubuh.1
Apabila kelenjar pituitari terganggu maka akan mengakibatkan gangguan
sekresi hormon dari kelenjar lain. Salah satu gangguan yang terjadi sering
pada kelenjar pituitari adalah tumor pituitari. Istilah medis untuk jenis yang
paling umum dari tumor hipofisis adalah adenoma hipofisis (adeno berarti
kelenjar, oma berarti tumor). Adanya lesi atau tumor pada kelenjar pituitari
menyebabkan timbulnya beberapa manifestasi yaitu sekresi hormon pituitari
yang belebihan atau sedikit, pembesaran sellar dan gangguan lapang pandang
penglihatan21,22,23.
Pasien dengan tumor pituitari yang kecil (mikroadenoma) biasanya tidak
menyebabkan gangguan visual karena tumor tidak merusak jaringan disekitar.
Namun tumor ini dapat menyebabkan produksi hormon yang abnormal
(hipersekresi atau hiposekresi). Jadi gejala yang timbul berhubungan dengan
jumlah hormon yang diproduksi. Apabila tumor pituitari telah tumbuh lebih
besar atau makroadenoma (biasanya lebih dari 1 cm), selain menyebabkan
produksi hormon yang abnormal, pasien dapat mengalami gangguan
penglihatan di salah satu atau kedua mata.21,23

Gambar 9. Gambaran pemeriksaan MRI menunjukan pituitari adenoma


(microadenoma) tanpa adanya penekanan pada optik chiasm. (A) Sagittal
view. (B) Coronal view 26 20
Kelenjar pituitari terletak di ruang yang disebut sela pituitari, yang hanya
beberapa sentimeter di belakang mata. Untuk melihat secara normal, kita bergantung
pada mata kita untuk mengirim informasi melalui kabel (disebut saraf optik) yang
melakukan perjalanan kembali ke otak. Sebuah tumor pituitari besar dapat menekan
saraf ini, yang mempengaruhi kemampuan mereka untuk mengirim informasi visual
dari mata.3 Kadang-kadang tumor pituitari mempengaruhi saraf optik hanya pada satu
sisi. Dalam kasus lain, hal itu mempengaruhi struktur yang dikenal sebagai "chiasm
optik" di mana saraf optik dari masing-masing mata bergabung bersama. Ketika
tumor pituitari menekan kiasma optikum, hal itu menyebabkan gangguan lapang
pandang di kedua mata.23,24
Jumlah total penglihatan perifer (sisi) yang dilihat oleh setiap mata ketika
melihat lurus ke depan disebut lapang pandang penglihatan setiap mata. Jika kiasma
optik ditekan oleh tumor pituitari, setiap mata kehilangan lapang pandang penglihatan
pada bagian temporal (ear-side). Hal itu disebut hemianopia bitemporal.23,24
Penjelasan untuk ini adalah bahwa serabut saraf yang paling mudah rusak oleh
tekanan pada kiasma optikum adalah serabut saraf persimpangan, yang membawa
informasi visual dari lapang pandang bagian temporal setiap mata. Namun jika salah
satu atau kedua saraf optik yang ditekan, pasien dapat kehilangan penglihatan pada
satu atau kedua mata dengan semua jenis gangguan lapang pandang penglihatan.24

AA

BB

Gambar 10. Letak kelenjar pituitari yang berdekatan dengan


optic kiasma. (A) Coronal view. (B) Sagittal view 27

21
Tumor pituitari juga dapat menyebabkan penglihatan kabur. Jika optik kiasma
dan atau salah satu atau kedua saraf optik yang ditekan oleh pertumbuhan dari tumor
hipofisis, pasien mungkin akan mengalami penglihatan kabur pada satu atau kedua
mata. Beberapa pasien juga menyadari bahwa warna yang dilihat tampaknya tidak
seterang dulu, misalnya terang benda berwarna merah dilihat sebagai warna merah
muda. Hal ini karena penekanan saraf optik atau kiasma sering menyebabkan
hilangnya penglihatan warna sebelum menyebabkan hilangnya tajam penglihatan.
Biasanya penglihatan kabur yang disebabkan oleh tumor hipofisis onsetnya secara
bertahap dan akan memburuk selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.4
Kadang-kadang tumor pituitari tumbuh ke samping menuju area otak yang disebut
sinus kavernosa. Saraf yang mengontrol gerakan mata dijalankan melalui sinus
kavernosa, dan penekanan pada saraf ini akibat tumor menyebabkan penglihatan
ganda (diplopia). Dalam kasus yang tidak biasa, pasien tumor hipofisis bisa datang
dengan penglihatan ganda.23,24

A B

Gambar 11. Gambaran pemeriksaan MRI menunjukan pembesaran tumor


pituitari (makroadenoma) yang menyebabkan penekanan pada optik kiasma.
(A) Sagittal view. (B) Coronal view 28

22
BAB III
SIMPULAN

Gangguan kelenjar pituitari merupakan suatu abnormalitas kelenjar pituitari dalam


memproduksi hormon ataupun terdapat lesi dengan adanya beberapa manifestasi
yaitu hipersekresi dan hiposekresi hormon pituitari, pembesaran sela tursika,
adenoma pituitari, dan kerusakan lapang pandang penglihatan. Pemeriksaan radiologi
untuk penunjang diagnosis gangguan pituitari yang paling sering digunakan yaitu CT
scan dan MRI karena dapat melihat jaringan lunak yang tidak terlihat pada foto polos
x-ray. Penggunaan CT scan ataupun MRI masing-masing mempunyai kelebihan dan
kekurangannya. Interpretasi Ct scan dan MRI biasanya menggunakan kontras ataupun
tanpa kontras. Saat ini, MRI menjadi suatu pilihan radiologi yang lebih sering
digunakan oleh para klinisi untuk interpretasi kelenjar pituitari dan daerah paraselar.
Seiring dengan begitu banyak perubahan patologis maupun klinis dan radiologi yang
berbeda di daerah kelenjar pituitari, sehingga diperlukan pengetahuan yang luas
tentang radiologi untuk diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Chaudhary V, Bano S. Imaging of the pituitary: Recent advances. Indian J


Endocrinol Metab. 2011;15:216–23.
2. Gardner DG, Shoback D. Greenspan ’ s Basic & Clinical Endocrinology. 9th ed.
United States: McGraw Hill; 2011.
3. Gartner LP, Hiatt JL. Concise Histology. In: 4th ed. Philadelphia: Elsevier; 2011.
p. 188–9.
4. Kelly D. Pituitary Disorders [Internet]. Pituitary Network Association. 2013
[cited 2016 Feb 21]. Available from: https://pituitary.org/knowledge-
base/disorders
5. Hammett-Stabler CA, Maygarden SJ. Pathology of the Endocrine System. Pathol
A Mod Case Study [Internet]. 2015;205–28. Available from:
http://mhmedical.com/content.aspx?aid=1115281093
6. Lake MG, Krook LS, Cruz S V. Pituitary adenomas: An overview. Am Fam
Physician. 2013;88(5):319–27.
7. Holmes EJ, Forrest-Hay AC, Misra RR. Interpretation of emergency head CT, A
Practical Handbook. 1st ed. Cambridge. United States of America: Cambridge
University Press; 2009.

8. Knipe H, Gaillard F. Head CT Scan [Internet]. Radiopaedia.[cited 2016 Feb 21]


Available from: http://radiopaedia.org/articles/headctscan

9. Adam A, Dixon AK, Gillard JH, Schaefer-Prokop C, Grainger RG, Allison DJ.
Grainger & Allison’s Diagnostic Radiology. 6th ed. New York: Elsevier Health
Sciences; 2014.

10. Kwong RY, Yucel EK. Computed Tomography Scan and Magnetic Resonance
Imaging. J Am Hear Assoc. 2003;108:104–6

24
11. Keevil SF. Magnetic resonance imaging [Internet]. Magnetic Resonance Imaging.
2011. p. 1–15. Available from: http://www.medicalradiation.com/types-of-
medical-imaging/other-types-of-medical-imaging/magnetic-resonance-imaging/

12. Herring MD W. William Herring-Learning Radiology_Recognizing the Basics-


Elsevier (2016). 2016. 220-227 p.

13. Notosiswoyo M, Suswati S. Pemanfaatan MRI Sebagai Sarana Diagnosa Pasien.


Media Litbang Kesehat. 2004;14(3):9.

14. Hidayat M. ADENOMA HIPOFISIS. 2015;38:130–8.

15. Boellis A, di Napoli A, Romano A, Bozzao A. Pituitary apoplexy: an update on


clinical and imaging features. Insights Imaging. 2014;5(6):753–62.

16. Chaudhary V, Bano S. Imaging of the pancreas: Recent advances. Indian J


Endocrinol Metab. 2011;15(Suppl 1):S25–32.

17. Dubuisson AS, Beckers A, Stevenaert A. Classical pituitary tumour apoplexy:


clinical features, management and outcomes in a series of 24 patients. Clin Neurol
Neurosurg 2006.
18. KulkarniMV, Lee KF, McArdle CB, Yeakley JW, Haar FL. 1.5-TMR imaging of
pituitary microadenomas: technical considerations and CT correlation. AJNR Am
J Neuroradiol 1988;9:5–11.
19. Bartynski WS, Lin L. Dynamic and conventional spin-echo MR of pituitary
microlesions. AJNR Am J Neuroradiol 1997;18:965–72.
20. Rand T, Lippitz P, Kink E, Huber H, Schneider B, Imhof H, et al. Evaluation of
pituitary microadenomas with dynamic MR imaging. Eur J Radiol 2002;41:131–
5.

21. American Cancer Society. Pituitary Tumors [Internet]. American Cancer Society.
Available at http://www.cancer.org/cancer/pituitarytumors/. Accessed: November
11, 2016.

25
22. Marcy G, Linda S, Samya V. Pituitary Adenomas: An Overview. American
Academy of Family Physicians. September 1, 2013; 88(2) : 319-327

23. Sashank Prasad. Visual Problems due to Pituitary Tumors [Internet]. Brigham and
Women’s Hospital Harvard Medical School. 2011. Available at
http://www.brighamandwomens.org/Departments_and_Services/neurology/servic
es/NeuroOphthamology/Images/PatientResources/PituitaryTumor.pdf. Accessed:
November 11, 2016.

24. Anthony Pane. Pituitary Tumours and Vision. Australian Pituitary Foundation
Ltd. January 2013.

25. Bladowska J, Marek S. Diagnostic Imaging of the Pituitary and Parasellar Region.
In: Movaghar VR, editor. Croatia: inTech; 2012. p. 13–31.

26. Razvi S, Perros P. MRI Studies of the Patient’s Pituitary Gland [Internet]. U.S.
National Library of Medicine. 2007 [cited 2016 Nov 22]. Available from:
https://openi.nlm.nih.gov/detailedresult.php?img=PMC1808067_pmed.0040029.g
002&req=4

27. Prasad S. Visual Problems due to Pituitary Tumors [Internet]. Brigham and
Women’s Hospital Division of Neuro-Ophthalmology. 2011 [cited 2016 Nov 22].
Available from:
http://www.brighamandwomens.org/Departments_and_Services/neurology/servic
es/NeuroOphthamology/Images/PatientResources/PituitaryTumor.pdf

28. Weed MC, Longmuir RA, Thurtell MJ. Pituitary Adenoma Causing Compression
of the Optic Chiasm [Internet]. University of IOWA Health Care. 2013 [cited
2016 Nov 22]. Available from:
http://webeye.ophth.uiowa.edu/eyeforum/cases/177-pituitary-adenoma.h

26
27

Anda mungkin juga menyukai