PROLOG
Sebelum kita membahas tentang Perang Salib, aku ingin bercerita tentang
pengalamanku yang menggambarkan pengetahuan umat Islam Indonesia tentang
sejarah agamanya sendiri. Saat itu, keluargaku mengadakan acara akikah anakku yang
pertama dengan mengundang salah satu ustad yang lumayan terkenal di sekitaran
Madiun. Nama Saladin aku berikan kepada anakku untuk penghormatan seorang sultan
yang telah merebut Palestina kembali dari tangan kaum Kristen eropa kembali ke tangan
pangkuan Islam pada abad pertengahan. Dia adalah Shalahuddin Al-Ayubbi, dan orang
barat menyebutnya Saladin.
Konyolnya, sang ustad mengira bahwa nama Saladin adalah akronim dari namaku dan
nama istriku. Memang, itu bisa juga dianggap akronim, tapi ada yang lebih bermakna di
balik nama itu, yaitu nama seorang sultan besar yang menang di Perang Salib, sebuah
perang antara yang haq dan bathil, perang panjang antara Islam dan Kristen. Rasanya
menyedihkan mendapatkan kenyataan bahwa orang Islam tak mengetahui sejarah
agamanya sendiri.
Melihat kenyataan itu, aku ingin sekali bercerita tentang Perang Salib sebagai sebuah
cerita sejarah. Aku menulis seri tulisan ini berdasarkan dari buku yang berjudul Perang
Suci: Dari Perang Salib hingga Perang Teluk karangan Karen Armstrong. Buku ini
bercerita cukup komprehensif dan lengkap, membuka mataku untuk yang pertama
tentang Perang Salib. Buku ini diterbitkan oleh Serambi dengan tebal mencapai 926
halaman. Di seri tulisan ini aku hanya ingin membahas perang salib, bukan perang-
perang suci lainnya sebagai sebuah kisah sejarah yang notabene ditulis oleh ilmuwan
barat sendiri – Karen Armstrong, orang Inggris – sehingga kebenaran ilmiahnya cukup
kuat. Di sana-sini aku juga menambahkan beberapa pendapatku, mencoba untuk
mencari kaitannya dengan kondisi umat Islam di Indonesia di masa sekarang ini.
Akhirnya, aku coba menghibur diri, semoga saja ustad yang memberi tausiah dalam
acara akikah anakku tersebut tak kenal Saladin tapi beliau mengenal Shalahuddin Al-
Ayyubi dengan segala keteladannya.
Pembantaian itu bukan sekedar penaklukan. Tentara salib menyerang kaum mulim di
Yerusalem dan membantai mereka seakan tentara salib itu malaikat penuntut balas yang
melaksanakan hukuman Tuhan. Itu dianggap penyelamatan, sebagaimana
penyelamatan Tuhan di Laut Merah ketika Tuhan membantai seluruh tentara Mesir. Maka
perang salib dianggap sebagai perang suci oleh mereka, sebuah perjalanan suci yang
telah menjadi pertempuran kaum yang benar melawan iblis. Orang-orang Kristen itu
membantai sekitar 40.000 muslimin hanya dalam dua hari. Jumlah yang luar biasa pada
saat itu dan menjadi pembantaian yang selalu diingat orang Islam hingga sekarang.
Anehnya, Paus Paschal II justru menunjukkan sambutannya pada sikap saleh para
tentara salib yang mulai banyak yang pulang sebagai pahlawan.
Setelah Al Quds jatuh, di kota tersebut kemudian berdirilah kerajaan Yerusalem yang
didirikan oleh tentara salib.
BEBASNYA PALESTINA
Pada tahun 1183, Saladin memulai gerakannya untuk membebaskan Palestina dari
tentara Salib. Pasukan Saladin menyeberangi Yordania dan menyerbu Galilea. Guy dari
Lusignan, yang kini menjadi wali Kerajaan Yerusalem, segera saja memobilisasi
tentaranya. Kedua pasukan kemudian berkemah berhadap-hadapan di kolam Goliath.
Kelompok elang mendesak untuk segera menyerang. Usulan kelompok elang ini
ditentang oleh Baldwin yang memerintahkan untuk bertahan. Tindakan menyerang
Saladin lebih dulu adalah konyol mengingat jumlah pasukan Saladin yang jauh lebih
besar dibandingkan tentara Salib. Walau menang jumlah, Saladin tidak akan mampu
mempertahankan keberadaan pasukannya dalam waktu lama di lingkungan yang tidak
ramah. Para tentara Muslim ini harus pulang untuk memanen hasil pertaniannya. Saladin
sebenarnya sudah memancing tentara Kristen untuk bertempur, tapi mereka tetap tenang
sehingga memaksa Saladin dan pasukannya untuk mundur.
Karena dinilai terlalu pasif dalam menangani kepungan kaum Muslim, Guy kemudian
dicopot jabatan wali dan kemudian mengangkat kembali Raymund dari kelompok
merpati. Raja Lepra Baldwin membuat wasiat yang mengangkat Raymund menjadi wali
kerajaan jika penggantinya, Baldwin V, masih berumur di bawah 10 tahun ketika Raja
Lepra Baldwin meninggal.
Pada tahun 1185, Raja Baldwin IV meninggal karena penyakit lepranya. Wasiatnya
segera berlaku. Baldwin V yang masih berumur 7 tahun mewarisi tahta dan Raymund
menjadi walinya. Sebagai wali kerajaan, Raymund meminta Saladin untuk melakukan
gencatan senjata selama 4 tahun. Saladin pun menyetujui gencatan senjata tersebut.
Dalam masa gencatan senjata Kerajaan Yerusalem berusaha membangun kembali
aktifitas perdagangan dan, yang terpenting, membujuk Eropa untuk melancarkan perang
salib.
Secara mengejutkan, Baldwin V meninggal di Acre. Setelah upacara pemakaman
Baldwin V, Joscelin –salah satu menteri- menyarankan Raymund untuk segera ke
Tiberias, menyiapkan suksesi sesuai dengan wasiat Baldwin IV. Tapi ternyata itu semua
telah diatur sedemikian rupa. Ketika Raymund tengah berada di Tiberias, telah terjadi
sebuah kup. Di Makam Suci, Uskup Agung Heraclius menobatkan Guy dan Sibylla
sebagai raja dan ratu Kerajaan Yerusalem. Ini adalah kemenangan besar kelompok elang
atas dominasi kelompok merpati selama ini.
Dengan Guy menjadi raja, kebencian Reynauld seakan-akan terbebaskan. Hanya
beberapa minggu setelah kup, Reynauld menyerang rombongan pedagang dan jamaah
haji ketika mereka sedang menuju ke Mekkah. Reynauld membantai seluruh laki-laki dan
menawan sisanya di kastil miliknya. Salah seorang tawanannya adalah saudara
perempuan Saladin. Menanggapi hal ini Saladin mengatakan, jika Reynauld
membebaskan tawanan dan mengembalikan barang jarahannya, maka Saladin masih
akan menghormati perjanjian gencatan senjata. Ternyata Reynauld menolak dan Saladin
bersumpah akan membunuh Reynauld dengan tangannya sendiri.
Saladin kemudian menyerukan jihad besar-besaran melawan kaum Kristen. Saladin
merasa sudah saatnya kaum Kristen diusir dari tanah Muslim. Seruan Saladin mendapat
sambutan yang luarbiasa. Ribuan kavaleri dan infanteri membanjiri Damaskus dari
seluruh penjuru kerajaan. Damaskus penuh sesak oleh prajurit-prajurit dan bendera-
bendera yang berkibar, dikelilingi oleh ribuan tenda yang menjadi tempat berteduh para
prajurit. Untuk pertamakali selama berabad-abad, kaum Muslim memobilisasi secara
penuh untuk jihad dengan efektif. Kaum Muslim terlihat siap dan mampu untuk
menghancurkan pasukan Kristen.
Raymund merasa kehancuran Kerajaan Yerusalem sudah di depan mata. Raymund
membuat sebuah perjanjian rahasia dengan Saladin yang berjanji tidak akan menyerang
Tripoli dan Galilea. Mendengar hal ini, meluaplah kemarahan kelompok elang dan
mendesak Guy untuk mengirimkan pasukan untuk menghajar Raymund. Melihat ini,
Balian dari Ibelin mengingatkan Guy bahwa bahaya besar mengancam jika menyerang
Raymund karena ini akan mengundang pasukan Saladin yang berjumlah besar untuk
menyerang karena adanya perpecahan. Atas pertimbangan inilah, Guy kemudian
memerintahkan untuk membatalkan serangan ini.
Pada tanggal 30 April, anak Saladin, Al-Afdlal, mendatangi Raymund mengajukan
sebuah permintaan untuk mengirim kelompok penyelidik melalui Galilea. Raymund
mengijinkannya asalkan tidak merusak satupun kota atau desa yang dilewati dan harus
kembali lagi sebelum malam. Al-Afdlal setuju dengan syarat Raymund. Raymund
memerintahkan agar semua orang di Galilea untuk tetap di rumah pada esok harinya.
Keesokan hari, tanggal 1 Mei, Raymund menyaksikan 7000 pasukan muslim berbaris
melalui kastilnya di Tiberias menuju Galilea. Sore harinya, sesuai kesepakatan, pasukan
muslim tersebut meninggalkan wilayah Kristen dengan membawa kepala-kepala para
Ksatria Kuil (Knight of Templar) dan Ksatria Ordo Hospitaler
Rupanya ketika Gerard dari Ridfort mendengar perintah Raymund untuk tidak keluar
rumah menghindari pasukan Muslim, hatinya tidak dapat menerima perintah yang keluar
dari seorang pengkhianat pengecut. Gerard justru memerintahkan seluruh Ksatria Kuil
yang berada di wilayah itu untuk bergabungnya. Sebanyak 90 ksatria dari Ksatria Kuil
ditambah 40 ksatria sekuler dari Nazaret bergabung dengan Gerard. Kelompok kecil
Kristen ini berkeliling untuk mencari tentara Muslim. Saat mereka memberi minum kuda
di mata air Cresson, mereka melihat jumlah pasukan Muslim yang besar. Secara logika
James Maily, komandan Ksatria Kuil, ingin mundur dan menghindar pasukan Muslim.
Tapi Gerard bersikeras untuk tetap menyerang dan menghina James: “Kau terlalu
mencintai kepala pirangmu itu.” James yang telah bersumpah untuk patuh menjawab:
“Aku akan mati dalam pertempuran layaknya seorang pemberani. Sedangkan kau akan
kabur layaknya seorang pengkhianat.” Tentara Kristen itu kemudian menyerang pasukan
Muslim yang berjumlah ribuan. Semua tentara Kristen ini kemudian terbunuh kecuali 3
orang, dan salah satunya adalah Gerard dari Ridfort.
Dengan adanya bencana ini, Raymund kemudian menjadi bahan cacian bagi kaum
Kristen. Raymund sendiri telah terguncang dengan peristiwa ini sehingga dia akhirnya
menyerahkan semua pasukannya menjadi di bawah kendali Raja Yerusalem. Orang
Kristen mulai mengadakan mobilisasi pasukan. Semua pasukan berkumpul di Acre
kemudian berbaris ke Sephoria secara ogah-ogahan. Mereka mengalami demoralisasi.
Sebaliknya justru terjadi di pihak Muslim. Pasukannya mulai tak sabar untuk memulai
jihadnya. Saladin sendiri menyimpulkan bahwa kesempatan ini tak akan disia-siakan.
Pertempuran ini harus dilaksanakan sebelum musim gugur karena tentara mereka harus
kembali untuk memanen lahan pertaniannya.
Saladin kemudian memasang jebakan dan berdoa agar kaum Kristen bisa masuk dalam
perangkapnya. Pada tanggal 1 Juli, Saladin membawa pasukannya melalui Yordania
menuju Galilea. Setengah pasukan berkemah di dekat danau dan setengahnya lagi
menyerang Tiberias yang dapat direbut hanya dalam waktu 1 jam pertempuran. Saat itu
Raymund dan anaknya tengah berada di Sephoria, sedangkan istrinya masih di
rumahnya di Tiberias. Para pimpinan orang Kristen di Sephoria berdebat, apa yag harus
mereka lakukan. Kelompok elang mengusulkan untuk langsung menyerang dan
kelompok merpati yang dipimpin oleh Raymund mengusulkan untuk bertahan. Raymund
tahu rencana Saladin. Walaupun Tiberias adalah kotanya sendiri, Raymund rela
kehilangan untuk sementara waktu. Raymund juga tidak mengkhawatirkan keselamatan
istri dan penduduk Tiberias karena perilaku Saladin yang penuh welas asih. Paling-paling
mereka dibawa ke Damaskus dan bisa ditebus di lain hari. Seperti biasa, Raja Guy
bimbang memutuskan jalan mana yang harus ditempuh. Guy kemudian mendengarkan
Gerard yang berhasil melarikan diri dari serangan bodoh bunuh dirinya di Cresson.
Gerard mencerca Raymund yang sudah dianggapnya sebagai pengkhianat. Guy
memerintahkan pasukannya untuk berbaris menuju Tiberias. Orang Kristen sudah masuk
jebakan yang dipasang oleh Saladin.
Tentara Kristen berjalan menyeberangi lembah-lembah Galilea dalam musim panas yang
terik. Mereka terbebani oleh pakaian dan peralatan tempur yang berat. Perjalanan yang
seharusnya memakan waktu beberapa jam akhirnya harus ditempuh seharian. Saladin
mengirimkan pemanah-pemanah jitu untuk mengikuti mereka dari kejauhan, mengincar
tentara-tentara yang terpisah sendirian. Saladin juga sudah mengeringkan mata air dan
sumur yang akan dilewati tentara Kristen sehingga banyak diantara tentara Kristen ini
menajdi setengah gila karena kehausan. Akhirnya mereka tiba di Galilea dengan kondisi
yang sangat lelah dan menyadari bahwa perkemahan pasukan Muslim telah menutup
akses mereka ke sumber air. Beberapa baron mendesak Raja Guy untuk bergerak
merebut danau dari Saladin, tapi rupanya Raja Guy memutuskan berkemah semalam
karena merasa kasihan melihat penderitaan prajuritnya seharian. Tentara Kristen
berkemah di lereng dekat lembah yang disebut dengan Tanduk Hittin, tempat Yesus
mengkhotbahkan agama damai dalam Khotbah Di atas Bukit. Tentara Kristen
menyangka akan ada satu mata air di lereng bukit tersebut, tapi sesampainya di sana
satu-satunya sumur itu pun sudah kering.
Tak hanya itu, penderitaan dehidrasi mereka bertambah parah karena pasukan Muslim
membuat api unggun yang mengirimkan asapnya ke tentara Kristen yang sedang
berkemah. Belum lagi suara sorak sorai dari pasukan Muslim yang makin menambah
turunnya mental tentara Kristen. Malam itu adalah salah satu dari 10 malam terakhir
Ramadhan, yang bisa saja adalah malam lailatul qodar, malam yang lebih baik dari seribu
bulan. Sebelum malam berakhir, Saladin memerintahkan pasukannya untuk menyebar
secara diam-diam mengepung perkemahan tentara Kristen. Setelah fajar menyingsing,
pasukan Muslim langsung menyerang perkemahan tentara Kristen.
Pasukan infanteri Kristen yang panik dan hanya memikirkan air, bergerak turun setelah
melihat kilauan air laut Galilea. Mereka kemudian dihalau oleh pasukan Muslim dan
menimbulkan banyak korban yang mati dengan mulut menghitam karena kehausan.
Pasukan kavaleri pimpinan Raymund berhasil menembus kepungan pasukan Muslim,
tetapi kepungan kembali rapat setelah Raymund berhasil keluar sehingga pasukan
kavalerinya terpisah dengan pasukan induknya. Raymund berhasil lolos dan terhindar
dari kematian. Balian dari Ibelin juga menjadi salah satu pemimpin Kristen yang lolos.
Kavaleri pasukan Muslim terus menyerang perkemahan tentara Kristen dan akhirnya
Saladin dan anaknya Al-Afdlal melihat kemah Raja Kerajaan Yerusalem Guy, tempat
sang raja berlindung, telah roboh rata dengan tanah. Al-Afdlal berkata, “Ayahku kemudian
turun dari pelana kuda dan kemudian bersujud di tanah, bersyukur kepada Allah dengan
tangis kebahagiaan.” Tentara Kristen kalah telak, dan Kerajaan Kristen Yerusalem telah
tumpas. Saladin berhasil mengusir tentara salib dari bumi Palestina.
Setelah pertempuran berkhir, Saladin mempunyai dua tawanan penting yang langsung
dibawa ke tendanya yaitu Raja Guy dan Reynauld. Kedua tawanan itu benar-benar sudah
kelelahan dan putus asa karena kehausan. Saladin memberikan sekantung air yang
diberi es dari salju gunung Hermon kepada Raja Guy yang kemudian meminumnya.
Setelah puas, Raja Guy memberikan kantung air kepada Reynauld. Ketika Reynauld
akan meminumnya, Saladin menegaskan bahwa dia tidak mengizinkan Reynauld untuk
ikut meminum. Sudah menjadi kebiasaan bangsa Arab waktu itu untuk tidak membunuh
lelaki yang telah diberi makan dan minum olehnya.
Teringat akan sumpahnya untuk membunuh Reynauld dengan tangannya sendiri karena
begitu banyaknya kejahatan Reynauld terhadap kaum Muslim, Saladin kemudian
memenggal kepala Reynauld dan menyeret mayatnya di ke Raja Guy yang ketakutan
setengah mati. Kepada Guy, Saladin dengan tersenyum berkata bahwa seorang raja tak
akan membunuh raja yang lain. Saladin kemudian menjelaskan dengan baik-baik bahwa
Reynauld dipenggal karena kejahatan-kejahatannya yang begitu besar. Raja Guy
kemudian dibawa ke Damaskus dan tak lama kemudian dibebaskan.
Kisah ini begitu terkenal karena dengan sempurna menggambarkan sikap Saladin yang
penuh welas asih. Ini adalah hal baru dalam sebuah perang suci menurut pandangan
orang Kristen. Saladin tidak ingin membantai seluruh orang Kristen tanpa pandang bulu,
sebagaimana orang Kristen dengan semangat Yoshua menaklukkan Palestina yang
membantai seluruh kaum Muslim. Kejadian ini telah membuktikan bahwa semangat jihad
fi sabilillah tidak akan membabibuta membunuh semua musuhnya, bahkan ada aturan-
aturan yang sangat ketat di dalamnya. Kejadian ini juga membuktikan bahwa kaum
Muslim jauh lebih manusiawi dibandingkan orang Kristen dalam mensikapi perang suci.
Walau tak semua orang Kristen dibunuh, Saladin membunuh semua ksatria dari Ksatria
Kuil (Knights of Templar) dan semua ordo-ordo militer karena merekalah yang paling
berdedikasi untuk memerangi Islam selama ini. Jika orang-orang seperti Reynauld atau
para ksatria ini dibebaskan, mereka pasti akan menghimpun kekuatan untuk kembali
berbuat kejahatan terhadap kaum Muslim. Membunuhnya semua adalah sebuah
tindakan penyelamatan.
Para ksatria Kristen yang kabur kemudian menghimpun diri di Tirus dengan Conrad dari
Montferrat sebagai pemimpin. Banyak di antara mereka langsung menuju kota
Yerusalem untuk mempertahankannya dari kaum Muslim. Saat itu pasukan Muslim masih
berada di Hittin. Kaum Kristen waktu itu betul-betul putus asa dan ketakutan. Ini cukup
masuk akal. Beberapa ribu orang Kristen yang berkumpul di Yerusalem tak akan mampu
menandingi kekuatan pasukan Muslim. Apalagi kesatuan-kesatuan militer yang soild
sudah dihancurkan di pertempuran Hittin. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang
sipil. Orang-orang Kristen sangat ketakutan jika Saladin akan membalas dendam dengan
membantai semua orang Kristen seperti halnya Tentara Salib yang membantai habis
orang Islam ketika menaklukkan Yerusalem dulu.
Kemudian muncul Balian dari Ibelin, yang berhasil lolos dari pertempuran Hittin.
Sebenarnya Balian sudah tak mau terlibat lagi dengan perang salib ini. Dia pergi ke
Yerusalem sebenarnya untuk menjemput istrinya dan selanjutnya akan pergi ke Tirus.
Balian meminta izin masuk kota dengan sopan kepada Saladin yang sedang mengepung
kota Yerusalem. Saladin memberinya izin dengan syarat bahwa Balian hanya akan
menginap semalam di kota tersebut. Balian pun bersumpah akan menaati syarat itu.
Begitu Balian masuk ke dalam kota, orang-orang Kristen meminta dengan amat sangat
untuk tetap tinggal dan memimpin perlawanan. Balian dalam sebuah dilema, ia punya
kewajiban untuk melindungi rakyatnya dan kewajiban religius untuk mempertahankan
Yerusalem, tapi di sisi lain dia sudah bersumpah kepada Saladin untuk tidak tinggal di
kota ini. Balian kemudian pergi ke Saladin dan menjelaskan posisinya. Saladin
memikirkan hal ini dengan sungguh-sungguh. Pada akhirnya Saladin menyimpulkan
bahwa karena Balian mempunyai kewajiban religius untuk tinggal maka Saladin pun
membebaskan Balian dari sumpahnya. Saladin percaya dengan kesucian sumpah dan
secara simpatik mampu memahami posisi Balian, walaupun ini merugikan Saladin
sendiri.
Saladin memberikan tawaran kepada kaum Kristen untuk menyerah tanpa syarat, maka
tidak akan ada banjir darah. Seperti biasanya, kaum Kristen dengan kepala batu menolak
tawaran ini. Dalam situasi genting ini, muncul Balian yang menghadap Saladin dan
mengatakan bahwa ada banyak orang yang masih bertempur dengan setengah hati
karena mengharapkan Saladin memberikan ampunannya. Tapi jika kematian sudah jeas
di depan mata, mereka akan bertempur dengan nekatnya. Saladin berkonsultasi dengan
para imam dan fukaha mengenai hal ini. Mereka kemudian memutuskan bahwa sah
hukumnya jika Saladin menaklukkan kota ini dengan damai.
Pada tanggal 2 Oktober 1187, Saladin dan tentaranya memasuki Yerusalem sebagai
penakluk dan selama 800 tahun kemudian Yerusalem tetap menjadi kota Muslim hingga
akhirnya direbut oleh Yahudi di tahun 1967. Kemenangan kaum Muslim ini bertepatan
dengan Isra’ Miraj, di mana Rasulllah SAW sholat di masjid Al-Aqsha yang terletak di
Palestina atau kota Yerusalem ini dan kemudian terbang ke langit ke tujuh untuk
menerima perintah sholat dari Allah SWT langsung.
Dalam penaklukan ini tak seorang Kristen pun yang dibunuh dan tak ada penjarahan
samasekali. Tebusan sengaja ditetapkan dengan amat rendah, namun tetap saja ribuan
kaum miskin tak bisa membayarnya. Karena terharu akan penderitaan mereka, Saladin
banyak membebaskan mereka dengan cuma-cuma yang membuat pencatat keuangan
Saladin menderita akibat kemurahan hatinya. Saudara Saladin, Al-Adil meminta seribu
orang untuk digunakan sendiri. Setelah diizinkan, Al-Adil yang juga tersentuh dengan
penderitaan tawanan ini kemudian langsung membebaskan begitu saja di tempat. Kaum
Muslim waktu itu begitu terkejut menyaksikan begitu banyaknya kaum Kristen kaya yang
melarikan diri dengan membawa harta benda mereka. Jika dikumpulkan sebenarnya
harta itu bisa untuk menebus seluruh tawanan. Ketika Imaduddin melihat Uskup Agung
Heraclius kabur dengan membawa kereta yang penuh harta, ia mendesak Saladin untuk
menyita hartanya. Tapi Saladin menolaknya karena Al Qur’an menyatakan penting sekali
untuk menaati sumpah dan perjanjian. Kata Saladin, “Orang Kristen di mana pun akan
mengingat kebaikan yang telah kita lakukan kepadanya.
Begitu ia berada di Yerusalem, Saladin kemudian membersihkan tempat-tempat suci
yang telah lama dicemari. Masjid Al-Aqsha selama ini telah dijadikan markas besar
Ksatria Kuil (Knights of Templar). Mereka membuat asrama di sekeliling masjid dan
menjadi sebagian masjid menjadi gudang dan kakus. Di atas kubah batu, ada sebuah
salib emas raksasa yang kemudian segera diturunkan. Ibnu Al-Atsir menulis, “Ketika
mereka mencapai puncak, sebuah teriakan keras terdengar. Kaum Muslim meneriakkan
Allahu akbar dalam kegembiraan mereka.” Di dalam masjid besar, batu besar tempat
Ibrahim as mengikat Ishak dan tempat Rasullah SAW berpijak waktu Isra’ Miraj, ditutupi
oleh orang-orang Kristen dengan marmer. Masjid Al-Aqsha sendiri dipenuhi oleh patung-
patung dan gambar-gambar berhala, bergambar Yesus dan sebagainya. Masjid
dikembalikan ke keadaan semula. Pada hari Jum’at tanggal 9 Oktober, kaum Muslim
melaksanakan shalat jum’at berjamaah di masjid Al-Aqsha, menandakan bahwa Islam
telah pulih kembali di Palestina.
Setelah penaklukan Yerusalem, Bahauddin, sang penulis biografi Saladin, menceritakan
pada kita sebuah kisah yang menunjukkan pandangan baru akan orang-orang Kristen.
Waktu itu Bahauddin dan Saladin sedang berkuda di sepanjang pantai Palestina,
memandang gelombang laut yang liar di musim dingin. Saladin berkata, “Aku pikir ketika
Allah memberiku kemenangan atas seluruh tanah Palestina, maka aku akan membagi
wilayahku, membuat wasiat untuk menyatakan harapan-harapanku, dan kemudian
berlayar ke negeri-negeri mereka yang jauh dan memburu kaum Frank di sana, agar
dunia terbebas dari orang-orang yang tak beriman pada Allah.”
Saladin sebenarnya sudah berniat untuk menyeberang ke Eropa dan menegakkan
kalimat Allah di sana. Tapi untuk berjihad, Saladin tak perlu pergi ke Eropa karena tak
lama setelah kemenangannya di Hittin, Raja William dari Sisilia segera berlayar ke Tirus
dengan tujuan segera mengkonsolidasi kekuatan Kristen. Raja Guy dari Lusignan yang
dibebaskan oleh Saladin, bukannya berterimakasih, tapi malah ikut bergabung dengan
sisa kekuatan Kristen di Tirus dan kemudian berlayar ke Acre untuk mengepung sebuah
benteng muslim di kota itu. Tentara Salib dalam jumah besar sedang berlayar dari
Denmark dan Frisia untuk membantu Guy mengepung Acre.
Ibu Al-Atsir, sajarahwan muslim, memberikan sebuah pengamatan menarik tentang
propaganda Kristen untuk membangkitkan semangat orang Kristen dengan memberikan
gambaran yang salah dan fitnah besar tentang kaum Muslim serta agama Islam:
Untuk memancing rakyat agar membalas dendam, mereka membawa lukisan Mesiah,
damai sejahtera atasnya, yang berdarah dilukai seorang Arab yang menyerangnya.
Mereka akan berkata, “Lihat, ini sang Mesiah, dan ini adalah Muhammad, Nabi kaum
Muslim, memukulinya hingga mati!”
Namun tentara salib yang menanggapi seruan perang salib jilid tiga yang dilontarkan oleh
Paus Gregory III, tidak terlalu semangat dalam menanggapinya. Baru pada 1191, hampir
4 tahun setelah perang Hittin, tentara salib yang utama sampai di Acre. Keterlambatan
ini sebenarnya dikarenakan mereka sedang sibuk dengan masing-masing
pertempurannya. Raja Philip Agustus dari Perancis dan Raja Henry II dari Inggris saling
menyerbu tiada henti. Pada 6 Jui 1189 Henry II wafat dan Richard The Lion Heart
mewarisi kerajaan Inggris.
Setelah wafatnya Henry II, perang pun berhenti dan Richard berkeinginan untuk
berangkat ke timur sebagai tentara salib. Sebenarnya keinginan Richard bukan
berdasarkan motivasi religius. Karena Richard adalah seorang prajurit, perang salib
memberikan tantangan yang menggairahkan sebagai prajurit. Sedangkan Philip Agustus
jauh ebih tidak bersemangat menanggapi perang salib, tapi ia sadar bahwa jika ia tidak
mengikuti opini pubik dengan menunda keberangkatannya lebih lama, maka itu akan
menjadi sebuah kesalahan politik yang cukup fatal. Philip Agustus dan Richard The Lion
Heart sepakat untuk berdamai secara resmi dan berangkat bersama meninggalkan Eropa
menuju Acre pada tahun itu.
Sebelum keberangkatan tentara salib pimpinan Richard dan Philip ini sebenarnya telah
berangkat lebih dahulu sebuah armada besar tentara salib yang dipimpin oleh Kaisar
Romawi Suci Frederick Barbarossa dari Jerman. Frederick berangkat bersama 50.000
pasukan kavaleri dan 100.000 pasukan infanteri. Mereka memandang dirinya sebagai
pasukan dai Kaisar Terakhir yang akan menaklukkan timur dan memaksa kembalinya
Kristus kemudian datanglah hari akhir dunia. Mereka memandang merekalah yang akan
memenuhi nubuat kuno tersebut. Maka mereka pun memilih jalur darat seperti halnya
Charlemagne leluhur mereka.
Tapi kemudian ada sebuah kejadian yang tak terduga muncul. Allah berkehendak
menghancurkan pasukan itu tanpa sebuah peperangan. Rute darat terbukti membuat
banyak pasukan menggila. Pada tanggal 10 Juni 1190, rombongan tentara salib ini telah
tiba di sungai Calycadnus di dataran Seleucia. Dengan baju besi lengkap, Frederick
dengan tiba-tiba melompat ke arah arus sungai yang deras. Entah apa tujuannya.
Mungkin untuk mendinginkan baju besinya atau sekedar memamerkan keberanian
seorang tentara salib. Seketika juga, Frederick Barbarossa, seorang Kaisar Romawi suci,
meninggal karena tenggelam. Tanpa kaisar mereka, orang-orang Jerman ini kehilangan
minat mereka berperang menuju timur. Sebagian besar orang meninggalkan pasukan
dan hanya sebagian kecil saja yang terseok-seok terus berjalan hingga Antiokhia.
Gerak maju kedua raja, Richard dan Philip, sangatlah lambat. Berangkat dari masing-
masing negerinya, kedua raja ini sepakat untuk ketemu di Sisilia. Rencana mereka akan
berlayar menuju Acre dan tidak menempuh jalur darat yang berbahaya. Walau begitu,
sesampainya di Sisilia, kedua raja ini menghabiskan banyak waktu untuk menuntaskan
perselisihan di antara mereka hingga kemudian datanglah musim dingin. Mereka
kemudian memutuskan untuk menunggu cuaca yang lebih ramah untuk keberangkatan
pasukannya. Baru pada musim semi 1191 mereka berlayar menuju Acre.
Philip sampai lebih dulu dan langsung mengatur pasukannya untuk mengepung Acre.
Sedangkan Richard tertunda kedatangannya karena asih harus merebut Siprus dan
menyerang sebuah kapal logistik kaum Muslim. Baru pada 6 Juni Richard sampai di Acre
dan langsung ikut membantu pengepungan Acre.
Pengepungan Acre adalah sebuah pengepungan yang berkepanjangan dan membuat
semua orang putus asa. Di dalam kota, pasukan Muslim berjaga-jaga dan kaum sipil
menderita akibat pengepungan yang telah berlangsung 2 tahun. Di sekeliling benteng
kota tentara salib berkemah mengepung. Sementara itu, di sekeliling kemah tentara salib,
berkemahlah ribuan prajurit Muslim Saladin. Di dalam perkemahan tentara salib merebak
wabah penyakit dan perseteruan politik antara Richard melawan Philip. Kondisi ini yang
membuat mereka tak mampu menaklukkan Acre dengan cepat.
Tentara salib kali ini sangatlah berbeda dengan tentara salib sebelumnya yang sangat
termotivasi dengan semangat kristus. Tentara salib pimpinan Richard dan Philip ini
sangat sekuler dan terlihat sangat duniawi. Mereka sangat bersemangat ketika Richard
menawarkan kepingan emas untuk setiap orang dalam pasukan yang dapat mengambil
bongkahan batu dari benteng kaum Muslim. Ini berkebalikan dengan yang terjadi dalam
pasukan Muslim, di mana setiap orang bertempur berlandaskan jihad membela agama.
Saladin tetap mempertahankan kebiasaannya untuk membacakan hadist-hadist
Rasulullah SAW di depan pasukannya sehingga motivasi jihad pasukannya tetap terjaga.
Setelah pengepungan panjangnya, akhirnya kota Acre jatuh ke tangan tentara salib.
Ketika melihat bendera Kristen dikibarkan dari benteng kota Acre pada tanggal 12 Juli,
Saladin menangis bagaikan seorang anak-anak. Acre kemudian dikepung rapat oleh
Saladin dari segala penjuru. Dan tentara salib ingin berunding dengan Saladin.
Dalam perundingan itu disepakati bahwa Acre akan diserahkan terhadap kaum Kristen
bersama 15.000 orang Kristen yang menjadi tahanan Saladin. Begitu kesepakatan
terjadi, Philip merasa telah selesai tugasnya dan kembali ke Perancis. Sedangkan
Richard, yang kini menjadi pimpinan tentara salib satu-satunya, tetap tinggal di Acre dan
mulai merencanakan operasi-operasi militer baru untuk melawan kaum Muslim. Karena
merasa terbebani dengan besarnya jumlah tahanan, Richard menggiring keluar dari
benteng 2700 orang Muslim termasuk anak-anak dan perempuan, untuk kemudian
dibantai dengan darah dingin. Peristiwa ini -sekali lagi- membuktikan bahwa tak akan ada
perdamaian jika yang menguasai wilayah adalah kaum Kristen. Tindakan Richard –orang
yang sangat dikagumi di Eropa dan dianggap sebagai pahlawan besar- sangtlah kejam
dan sangat berbeda jika dibandingkan apa yang dilakukan Saladin. Ketika Saladin
memiliki terlalu banyak tahanan, ia membebaskannya begitu saja, walaupun Saladin tahu
bahwa mereka akan berkonsolidasi untuk melawannya lagi.
Peperangan-peperangan terus berlanjut. Para tentara salib tak terbiasa dengan hawa
panas dan terik matahari yang begitu menyengat yang membuat mereka tidak sadarkan
diri, terjatuh dari kuda bahkan banyak di antara mereka yang mati di pembaringan. Walau
begitu Richard dan tentara salib masih bertahan di spenjang pantai Kaisarea. Tentara
salib bahkan berhasil menguasai Arsuf walau dengan menguras amat banyak energi.
Kedua pihak mulai kelelahan dan Richard meminta sebuah perundingan baru. Saladin
pun mengiyakan.
Dalam perundingan tersebut Richard meminta sesuatu yang tak mungkin dipenuhi oleh
Saladin. Richard meminta pengembalian seluruh wilayah tanah suci termasuk
Yerusalem. Tentu saja permintaan ini ditolak mentah-mentah oleh Saladin. Saladin
berkata ke Richard,
Yerusalem adalah milik kami seperti juga milik kalian: bahkan kota itu lebih bermakna
suci bagi kami daripada bagi kalian karena Yerusalem adalah tempat Nabi kami
menyelesaikan pejalanan malamnya sekaligus tempat komunitas kami akan berkumpul
kelak pada hari kiamat. Jangan bayangkan bahwa kami dapat meninggalkan kota ini atau
bimbang dalam masalah ini. Tanah itu semua memang milik kami, sementara kalian
hanya baru saja tiba dan telah mengambilnya karena kelemahan kaum muslim yang
tinggal di sana waktu itu.
Richard dan Saladin tak pernah bertemu karena menurut Saladin tidak pantas bila dua
raja saling bertemu ketika mereka dalam peperangan. Al-Adil-lah yang menjadi
penghubung kedua raja ini.
Selanjutnya Richard mengusulkan sesuatu yang luarbiasa mengejutkan di kedua belah
pihak. Richard mengusulkan agar saudara perempuannya, Joanna, menikah dengan Al-
Adil dan pasangan tersebut akan memerintah Palestina sebagai Raja Muslim dan Ratu
Kristen. Tentu saja usul ini ditolak oleh Saladin dan menganggapnya Richard berkelakar.
Di pihak lain, Joanna secara terus terang menolak menikah dengan orang yang
dianggapnya sebagai “najis”. Gagal dengan usulan itu, Richard kemudian meminta
kepada Al-Adil untuk menjadi orang Kristen dengan maksud agar perdamaian tercipta.
Dengan halus dan sopan, Al-Adil menolak permintaan Richard. Ini adalah sebuah
kekonyolan yang diperbuat pahlawan besar Eropa tersebut dan menunjukkan bahwa dia
sangatlah duniawi, yang hanya memikirkan kemenangan politik maupun militer.
Walau menolak permintaan Richard, Al-Adil mengundang Richard untuk makan malam
di Lydda. Perjamuan itu sukses luar biasa walaupun tak ada satu pun kesepakatan yang
ditandatangani. Kaum Muslim dan Kristen saling memberi hadiah dengan suasana
ramah. Richard sangat menyadari bahwa perang ini hanyalah membuang-buang waktu
dan tidak artinya. Richard menulis surat untuk Saladin; “Kaum Muslim dan kaum Frank
(Kristen) telah menumpahkan darah mereka hingga mati. Negeri ini samasekali
dimusnahkan dan barang-barang serta tanah-tanah dikorbankan di kedua belah pihak.
Sudah tiba waktunya untuk menghentikan semua.” Saladin setuju dengan isi surat itu
untuk menghentikan peperangan. Tapi Saladin jelas tidak setuju dengan tuntutan Ricahrd
untuk mengembalikan Palestina ke kaum Kristen. Dia juga tidak menyetujui usulan
pernikahan Al-Adil dengan Joanna. Saladin begitu menghormati Richard, tapi dia
menganggap Richard terlalu sembrono yang seharusnya tidak dilakukan oleh ksatria
macam Richard.
Di penghujung tahun perundingan menemui jalan buntu lagi, sedangkan pertempuran
terus berlanjut. Richard berencana untuk merebut beberapa kota lagi di pantai sepanjang
Askelon tapi Saladin selalu mampu merebut lagi satu kota ketika Richard baru saja
berhasil menaklukkan kota lain. Ini adalah jalan buntu militer.
Sedangkan di pihak kaum Muslim, ada kepanikan yang melanda para amir. Banyak di
antara mereka melarikan diri karena ketakutan ketika tentara salib maju hingga Beit
Nuba. Saladin begitu terpukul dengan kemelut ini. Saladin sudah merasa kalah.
Sepanjang malam Saladin dan Bahauddin memikirkan dan mempertimbangkan segala
langkah yang mungkin dilakukan. Namun mereka tidak menemukan solusi dan mulai
diliputi rasa putus asa. Akhirnya mereka memutuskan untuk tidur. Baru saja kepala
diletakkan di bantal, terdengar sang muazin melantunkan adzan shubuh. Bahauddin dan
Saladin kemudian sholat shubuh berjamaah. Di pagi itu, Bahauddin mendapatkan sebuah
ide untuk mengatasi kepanikan yang terjadi pada pasukan Muslim. Bahauddin
mengusulkan untuk Saladin sholat di Masjid Al-Aqsha tepat di tempat Rasulullah SAW
naik ke langit pada malam Isra’ Mi’raj sebagai sebuah acara resmi dan formal
kenegaraan. Bahauddin menulis; “Aku melihat dia keletihan, dengan air mata mengalir
membasahi janggutnya yang putih dan jatuh di atas sajadahnya, tapi aku tak bisa
mendengar yang diucapkannya.” Saladin dan balatentara Muslim telah melakukan
semua hal yang mungkin mereka lakukan, yang menguras kemampuan mereka, dan tak
ada lagi yang bisa mereka perbuat. Tentu saja mereka harus menyerahkan semua
persoalan ini kepada Allah SWT.
Pada hari yang sama, pemimpin garis depan datang membawa kabar baik. Orang-orang
Kristen itu telah meninggalkan Beit Nuba dan bergerak kembali ke arah pantai. Bahaya
telah berakhir. Richard menarik mundur pasukannya dan tidak jadi menaklukkan Beit
Nuba karena penaklukkan Yerusalem dianggap tidak berguna dan justru akan
membahayakan bagi orang Kristen yang tinggal di Palestina. Andai saja Yerusalem jatuh
ke tangan orang Kristen, lalu para tentara salib pulang lagi ke Eropa, sudah dapat
dipastikan bahwa Saladin akan kembali menaklukkan Yerusalem dan juga kota-kota di
sepanjang pantai. Lagipula hujan musim dingin turun sangat deras dan bukit-bukit di
sekitar Yerusalem tidak dapat dilewati. Richard mundur hingga ke Jaffa.
Seperti Saladin, Richard juga dalam kondisi putus asa. Setelah dua kali pasukannya
dipukul mundur menjauh dari Yerusalem, para tentara salib ini marah dan nyaris timbul
pemberontakan. Richard juga mendapatkan kabar buruk; Philip –temannya yang juga
memimpin tentara salib bersamanya- kini tengah menyerbu tanah kekuasaannya di
Perancis. Akhirnya Richard jatuh sakit. Saladin dengan ramah mengirim dokter
pribadinya dan memberi hadiah buah-buahan dan es untuk dibuat minuman dingin.
Akhirnya pada 2 September Richard menyerah dan sebuah kesepakatan ditandangani
yang mengatakan bahwa kedua belah pihak harus berkompromi dalam waktu 5 tahun ke
depan. Saladin berjanji tidak akan mengusir semua orang Kristen dan memburunya ke
Eropa. Sebagai gantinya akan ada suatu wilayah kecil sepanjang pantai, dari Jaffa hingga
Beirut, yang dikuasai sebuah kerajaan Kristen dengan ibukota Acre. Raja kerajaan itu
menyebut dirinya sebagai Raja Yerusalem. Sedangkan Ricahrd berjanji untuk tidak
menyerang Yerusalem lagi tapi para peziarah Kristen masih diperbolehkan datang ke
Yerusalem. Tentara salib pun akhirnya pulang kembali ke Eropa tanpa menaklukkan
Yerusalem.
Saladin menghormati Richard dengan sepenuh hati sebagai sesama ksatria. Ada satu
kisah yang menggambarkan sikap Saladin. Pada satu peristiwa di pertempuran Jaffa,
ketika pasukan kavaleri tentara salib kelelahan, Richard sendiri yang memimpin pasukan
tombak. Saat Saladin melihat kuda Richard jatuh, seketika Saladin mengirimkan tukang
kuda bersama dua kudanya yang masih segar untuk raja Inggris musuhnya. Ini sekali lagi
menunjukkan bahwa seorang Saladin yang sedang berjihad, berjuang di jalan Allah, akan
sangat menghormati musuhnya jika musuhnya juga menghormatinya.
EPILOG
Setelah Richard The Lion Heart, Raja Inggris, beserta tentara salib yang dipimpinnya
mampu diusir oleh Saladin dari Palestina, masih ada saja raja-raja, baron-baron Kristen
Eropa yang mengadakan serbuan ke Palestina dan bermimpi untuk bisa menguasai
Yerusalem sebagai ekspresi religius mereka. Tapi, alhamdulillah, sejarah mencatat tak
satu pun dari mereka yang mampu menaklukkan Yerusalem hingga pada 1967 Palestina
jatuh ke tangan orang-orang Yahudi dengan dukungan kuat negara-negara Kristen.
Bahkan salah satu jenderal negara-negara Kristen ini menendang makam Shalahuddin
Al-Ayubbi atau Saladin, seakan-akan cita-cita perang salib telah tercapai.
Ada keterkaitan yang amat kuat antara perang salib yang terjadi pada abad pertengahan
dengan kondisi umat Islam pada jaman modern ini. Imperialisme dan kolonialisasi bangsa
Barat, notabene bangsa-bangsa Kristen terhadap negeri-negeri Muslim adalah sebuah
bentuk baru perang salib. Begitu juga dengan adanya negara Israel di Palestina adalah
bentuk baru kerajaan Yerusalem versi abad modern yang keberadaannya sangat
merugikan Islam secara keseluruhan. Hanya saja bedanya adalah, jika di masa abad
pertengahan peradaban Islam begitu kuatnya dan maju sedangkan di abad modern ini
peradaban Islam benar-benar di bawah kendali peradaban barat yang sekuler.
Bukan kebetulan kalau kaum Muslim menyebut imperialisme Barat modern dengan
sebutan Al-Salibiyyah atau tentara salib. Seorang Presiden Amerika Serikat, Jimmy
Carter, yang mengaku bukan seorang tentara salib ataupun imperialis mengatakan,
“Israel akhirnya kembali ke negeri Al-Kitab, yang dari situ kaum Yahudi telah terusir
ratusan tahun yang lalu. Pendirian negara Israel adalah pemenuhan nubuat sesuai
dengan Alkitab dan merupakan intisari dari pemenuhan.” Jelas sekali bahwa Carter
hanya memandang Palestina sebagai negerinya orang Yahudi sesuai dengan Alkitab-
nya. Dan jelas sekali bahwa Carter mengabaikan hadirnya kaum Muslim di Palestina
selama 1200 tahun belakangan.
Tapi penerusnya, Presiden Ronald Reagan, terbukti lebih buta lagi terhadap prespektif
Islam. Sebagaimana Carter, Reagan suka sekali menggambarkan dirinya sebagai
seorang yang pecinta damai. Tapi kontribusinya terhadap upaya penciptaan perdamaian
adalah dengan mengadakan pengeboman brutal terhadap Libya pada tahun 1986, yang
telah membunuh 71 orang Libya. Reagan juga menjelaskan bahwa dia tidak mendukung
adanya negara Palestina yang merdeka.
Secara khusus, Pertempuran Hittin, yang dimenangkan Saladin secara telak dan
membuat Yerusalem kembali ke pangkuan orang Muslim, telah menjadi sesuatu yang
penting bagi kaum Muslim dan juga orang Yahudi (Israel) saat ini. Orang Muslim
menjadikan peristiwa sebagai penyemangat untuk mengusir orang-orang Yahudi yang
telah menginjak-injak Masjid Al-Aqsha dengan biadab. Para penyair dan pemimpin
Muslim menyerukan untuk bangkitnya Saladin-Saladin baru yang akan mengusir kaum
Yahudi dari Palestina dan Al-Aqsha. Sedangkan orang-orang Israel melihat adanya
kemiripan yang amat kuat antara situasi sekarang ini dengan situasi yang dihadapi oleh
kaum Kristen pada hari-hari menjelang pertempuran Hittin. Sebagian besar orang Israel
begitu bersemangat dalam semangat religius mereka yang memusuhi Islam, dan juga
tercerai-berai persis seperti kaum Kristen di Kerajaan Yerusalem. Mereka juga melihat
kaum religius membangkitkan pemikiran-pemikiran fanatik yang menganggap Islam
haruslah dibasmi, serupa dengan situasi di masa Kerajaan Yerusalem.
Kisah perang salib ini sudah seharusnya menyadarkan kaum Muslim, khususnya di
Indonesia yang banyak tidak mengetahuinya, untuk tetap beristiqomah untuk
menegakkan kalimat Allah di bumi Allah ini. Perdamaian di bumi Palestina hanya akan
terjadi jika negara Israel bubar dan orang-orang Yahudi dan salibis angkat kaki dari
Palestina, seperti halnya di jaman Saladin dan Nuruddin. Mereka hanya bisa diusir
dengan jihad, yang merupakan puncak agama. Sekali lagi, ini adalah saduran dari buku
Perang Suci yang ditulis oleh seorang sejarahwan yang telah terbukti obyektifitasnya.