Anda di halaman 1dari 40

PERANG SALIB

PERANG PANJANG ISLAM DAN KRISTEN

PROLOG
Sebelum kita membahas tentang Perang Salib, aku ingin bercerita tentang
pengalamanku yang menggambarkan pengetahuan umat Islam Indonesia tentang
sejarah agamanya sendiri. Saat itu, keluargaku mengadakan acara akikah anakku yang
pertama dengan mengundang salah satu ustad yang lumayan terkenal di sekitaran
Madiun. Nama Saladin aku berikan kepada anakku untuk penghormatan seorang sultan
yang telah merebut Palestina kembali dari tangan kaum Kristen eropa kembali ke tangan
pangkuan Islam pada abad pertengahan. Dia adalah Shalahuddin Al-Ayubbi, dan orang
barat menyebutnya Saladin.
Konyolnya, sang ustad mengira bahwa nama Saladin adalah akronim dari namaku dan
nama istriku. Memang, itu bisa juga dianggap akronim, tapi ada yang lebih bermakna di
balik nama itu, yaitu nama seorang sultan besar yang menang di Perang Salib, sebuah
perang antara yang haq dan bathil, perang panjang antara Islam dan Kristen. Rasanya
menyedihkan mendapatkan kenyataan bahwa orang Islam tak mengetahui sejarah
agamanya sendiri.
Melihat kenyataan itu, aku ingin sekali bercerita tentang Perang Salib sebagai sebuah
cerita sejarah. Aku menulis seri tulisan ini berdasarkan dari buku yang berjudul Perang
Suci: Dari Perang Salib hingga Perang Teluk karangan Karen Armstrong. Buku ini
bercerita cukup komprehensif dan lengkap, membuka mataku untuk yang pertama
tentang Perang Salib. Buku ini diterbitkan oleh Serambi dengan tebal mencapai 926
halaman. Di seri tulisan ini aku hanya ingin membahas perang salib, bukan perang-
perang suci lainnya sebagai sebuah kisah sejarah yang notabene ditulis oleh ilmuwan
barat sendiri – Karen Armstrong, orang Inggris – sehingga kebenaran ilmiahnya cukup
kuat. Di sana-sini aku juga menambahkan beberapa pendapatku, mencoba untuk
mencari kaitannya dengan kondisi umat Islam di Indonesia di masa sekarang ini.
Akhirnya, aku coba menghibur diri, semoga saja ustad yang memberi tausiah dalam
acara akikah anakku tersebut tak kenal Saladin tapi beliau mengenal Shalahuddin Al-
Ayyubi dengan segala keteladannya.

*** *** ***


Orang barat menyebut perang salib ini dengan sebutan crusade. Kata ini juga pernah
terlontar dari mulut George W. Bush ketika gedung WTC runtuh dalam peristiwa 11
September. Ini mengindikasikan bahwa Amerika Serikat melakukan perang melawan
terorisme dipandang sebagai perang salib modern, yaitu perang melawan Islam. Benar
atau tidak, silahkan Anda menilai sendiri.
Crusade berasal dari kata bahasa Perancis croix, yang berarti “salib” (cross). Sebenarnya
para tentara salib sendiri tak pernah menyebut dirinya sebagai tentara salib, tapi mereka
menyebut dirinya sebagai kaum peziarah (pilgrims). Mereka menjahitkan tanda salib di
pakaian mereka dan merasa sedang benar-benar mematuhi perintah Kristus, untuk
mengambil salib dan mengikutinya hingga mati, jika perlu. Sejak semula, salib dan
penyaliban menjadi hal pokok dari gerakan tentara salib. Mereka berbaris untuk
membebaskan Gereja Makam Suci, yang mereka yakini sebagai tempat Yesus disalib
dan tempat makam Kristus. Saat gerakan ini dikumandangkan, semua tempat ini dikuasai
oleh orang Islam.
Sebelum tentara salib menguasai Yerusalem pada Juli 1099 dan membantai 40.000
orang Yahudi dan Islam secara biadab, para pemeluk agama Islam, Yahudi dan Kristen
telah hidup bersama dalam suasana damai di bawah naungan hukum Islam selama 460
tahun-hampir separuh milenium!(hal 11). Saladin kemudian berhasil merebut Yerusalem
kembali ke tangan orang muslim pada tahun 1187, tapi hubungan ketiga agama samawi
tersebut tak pernah sebaik sebelumnya.
Sejarah mencatat bahwa bukan kaum muslimin yang memulai perang salib ini. Justru
tegaknya syariah Islam telah melindungi kebebasan ketiga agama samawi di Jerusalem
atau Al-Aqsha orang Islam menyebutnya. Perang salib ini dikumandangkan oleh paus,
yang merupakan pemimpin tertinggi Kristen, untuk memerangi kaum muslimin yang telah
hidup damai bersama orang Kristen dan Yahudi di Al Aqsha. Itulah kenyataan sejarah.
Perang salib telah merubah segalanya. Perdamaian ketiga agama tersebut hanyalah
impian, bahkan di jaman modern ini. Di barat, perang salib juga membuat perubahan
yang cukup dahsyat. Di Eropa dan Amerika, perang salib telah membuat kebencian yang
mendalam pada kaum Yahudi, bahkan hingga kini. Kita ingat Hitler yang telah membantai
orang Yahudi di Eropa, walaupun Hitler tak pernah menyatakan gerakannya dengan
embel-embel Kristen. Tak hanya itu, sejak perang salib barat memandang Islam adalah
musuh peradaban barat yang takkan terdamaikan. Prasangka-prasangka barat ini terlihat
jelas dalam konflik-konflik dunia saat ini, seperti di Irak, Afghanistan dan sebagainya.
Menurutku, ini sudah menjadi sunatullah, sudah menjadi ketentuan Allah bahwa
permusuhan akan terjadi hingga akhir jaman.

KEADAAN EROPA SEBELUM PERANG SALIB


Pada abad kegelapan, jangan bayangkan Eropa seperti sekarang ini, yang teratur dan
mempunyai peradaban yang maju. Pada abad itu Eropa benar-benar runtuh. Pada abad
5 dan 6 Eropa diserbu oleh orang barbar dan menghancurkan kekaisaran Romawi.
Rakyat tidak dapat bertani secara memadai dan pemukiman-pemukiman mereka tersapu
habis oleh siklus kelaparan, banjir dan penyakit yang sepertinya tak kunjung habis.
Seolah-olah keimanan Kristen mereka benar-benar dihancurkan oleh “kehidupan
duniawi” karena penduduk barbar yang baru di Eropa adalah orang-orang bidah dan
memuja berhala. Sebagian besar dari mereka adalah orang-orang kasar yang buta huruf
dan tidak terdidik. Sedangkan Romawi Timur, yang dikenal dengan nama Byzantium,
masih kokoh di Konstantinopel. Kaisar Konstantinopel, yang menjadi kepala negara
sekaligus kepala gereja adalah keturunan langsung dari para kaisar Romawi. Kerajaan
Yunani Byzantium ini menjadi benteng kuat Kristen saat itu, bertahan dari serbuan Islam
yang tangguh dan kaum barbar Barat di Eropa.
Saat abad kegelapan itu terdapat dua poros Kristen, yaitu Gereja Barat yang berada di
Eropa dan Gereja Timur yang berada di Konstantinopel – Istambul, Turki di jaman
modern ini. Perbedaan kedua gereja ini lebih bersifat psikologis daripada bersifat
teologis. Di Eropa yang sedang trauma, gambaran Yesus yang menderita lebih populer.
Tapi di Byzantium, gambar-gambar dan mosaik-mosaik Yesus dan para santo
mengungkapkan kearifan yang kontemplatif. Gereja Timur memiliki pendekatan pada
masalah teologi dan konsep Tuhan yang tradisinya berbeda dengan yang dikembangkan
oleh Gereja Latin Barat di Roma.
Orang-orang Byzantium dipandang sebagai antitesis dari identitas orang barat. Orang
Byzantium yang kebanyakan berdarah Yunani, dianggap sebagai bukan orang Eropa.
Keanggunan dan kecanggihan mereka (yang dalam kenyataannya membuat orang barat
iri karena orang Yunani lebih unggul) telah dipelintir menjadi sifat banci yang lemah.
Orang barat menampilkan otot kasar mereka melawan otak orang Byzantium. Ini adalah
cermin retak orang Eropa, yang menunjukkan imaji inferioritas yang tertanam dalam pada
diri orang barat serta cerminan rasa iri orang barat.
Pada akhir abad 10, terjadi Reformasi Cluny di Eropa. Reformasi ini ingin mengkristenkan
masyarakat Eropa dan mendidik mereka dalam cara Kristen sejati. Gerakan reformasi itu
cukup berhasil. Perlahan orang Eropa menjadi Kristen, walaupun tak semuanya memiliki
semangat Kristen. Paus Urban II, adalah seorang pendukung Reformasi Cluny, dan
perang salib yang digagasnya dapat dipandang sebagai salah satu hasil yang paling
dramatis dari gerakan ini.
Selama abad 11, tak ada lagi invasi-invasi yang menyerang Eropa. Walau begitu, masih
tersisa perang-perang feodal yang cukup sengit dan keras. Para ksatria tidak lagi menjadi
pembela dunia Kristen. Mereka berperang antara satu sama lain, karena tak adanya
musuh bersama. Selama perperangan, seringkali rakyat jelata terperangkap di antara
kedua kubu ksatria ini. Mereka biasanya akan berlindung di gereja. Rakyat jelata
menganggap, gereja bisa melindungi mereka daripada para ksatria yang tak punya
perhatian terhadap kesejahteraan rakyat.
Kaum Kristen selalu melakukan perjalanan ziarah ke tempat-tempat yang dianggap
mereka suci. Mereka datang ke makam-makam jenazah para martir. Mereka percaya
bahwa kedekatan fisik dengan para sahabat Tuhan akan membawa mereka lebih dekat
dengan surga itu sendiri. Para pendukung reformasi Cluny menganggap pemujaan
terhadap praktik ziarah pada abad 11 ini perlu ditumbuhkan bersamaan dengan
kebaktian terhadap tempat suci, walaupun hal ini bukan maksud asli gerakan reformasi
Cluny.
Tapi jelas bahwa tak ada tempat yang lebih suci daripada Yerusalem, tempat Yesus wafat
dan bangkit lagi. Selama abad 11 ada antusiasme baru yang penuh gairah terhadap
Yerusalem, yang dipandang oleh orang-orang awam Eropa sebagai relik tersuci dari
semua relik yang ada. Bahkan Yerusalem diyakini mempunyai kekuatan ilahiah, karena
Yesus berjalan di atasnya selama hidupnya. Gereja Makam Suci yang terletak di
Yerusalem, dipercaya sebagai tempat Yesus disalib dan tempat Yesus dimakamkan.
Banyak para peziarah Kristen yang nekat datang ke Yerusalem, melakukan perjalanan
sulit dan berbahaya melalui wilayah kaum muslim.
Tapi ziarah bukanlah satu-satunya unsur yang membuat orang Kristen melakukan
penyerbuan di Yerusalem. Perang feodal antar ksatria telah mengoyak Eropa juga
berperan penting membuat Kristen melakukan perang salib. Dua abad penyerbuan ke
Eropa dari luar, memiliterisasi Eropa dan membentuk aristokrasi yang bersifat ksatria.
Dengan tak adanya musuh bersama, para ksatrian dan baron justru saling bertempur
antara satu sama lain. Eropa membentuk identitas dalam kekerasan dan perang, yang
mereka pandang sebagai tindakan mulia.
Kemudian gereja berusaha merangkul mereka dengan diadakannya gencatan senjata
yang sering disebut sebagai Kedamaian Tuhan. Para ksatria kemudian didorong oleh
gereja untuk membela Kristen seperti melawan orang-orang Normandia yang pagan di
selatan Italia, atau menyerbu wilayah muslim di Sisilia dan menyerbu Toledo Spanyol
yang waktu itu diduduki oleh muslim yang kemudian mundur ke Andalusia. Walaupun
gereja resmi menolak perang, mereka masih bergairah untuk memadukan agresi yang
dianggap bermanfaat bagi dunia Kristen. Kini para ksatria secara daramatis menaklukan
wilayah muslim dan kaum pagan, memperlebar perbatasan dunia Kristen. Ini adalah
sebuah inkonsistensi yang tak jelas.
Penciptaan musuh adalah sangat penting bagi Kristen Eropa saat itu. Kaum muslim yang
mereka sebut dengan sebutan Sarasin, dianggap cocok dengan gambaran musuh
Kristen yang sempurna, walau sebenarnya pada titik ini tak ada permusuhan dengan
kaum muslimin dan samasekali tak tahu tentang agama Islam. Mereka tahu bahwa
muslimin yang berada di Spanyol adalah bukan orang Kristen, ini berarti menurut mereka
adalah kaum pagan yang menyembah berhala, patung dan dewa-dewa. Memerangi
kaum pagan dianggap sebagai kewajiban orang Kristen, karenanya: “Jangan pernah
menunjukkan cinta atau damai kepada pemuja berhala ini,” kata Charlemagne di akhir
buku puisi Songs of Roland. Digambarkan secara konyol, bahwa kaum muslimin
menyembah patung nabi Muhammad dan Apollo. Ini menjelaskan bahwa orang-orang
Kristen itu tidak tahu menahu tentang Islam, dan ini jelas menggambarkan betapa
bodohnya mereka.
Kira-kira 20 tahun sebelum terjadinya perang salib, orang-orang Turki Saljuk – orang
barbar yang telah menjadi memeluk Islam, sukses mengambil sebagian besar wilayah
Kristen di Asia Kecil yang waktu itu di bawah kekuasaan Byzantium. Alexius, raja
Byzantium waktu itu, meminta bantuan ke Paus. Jelas ini adalah kesempatan bagi Paus
Urban untuk menyerang wilayah muslimin. Ini akan memperluas kekuasaan Gereja Barat
secara daramatis, walaupun Alexius waktu itu bersikeras untuk mengembalikan semua
negeri yang ditaklukan prajurit barat kepada Byzantium. Perang salib telah menjelang
Pada tanggal 25 November 1095, Paus Urban II menyerukan perang salib yang pertama.
Bagi Eropa Barat, seruan itu merupakan peristiwa yang penting. Paus Urban II
berkhotbah di depan kerumunan pendeta, ksatria dan orang miskin untuk menyerukan
perang suci melawan Islam. Orang Turki Saljuk yang telah menjadi muslimin, seru Paus
Urban, adalah ras barbar dari Asia Tengah yang baru saja menjadi muslim, menyerbu
hingga Anatolia (Turki sekarang ini), mencaplok wilayah kerajaan Kristen Byzantium.
Paus Urban juga mendesak para ksatria Kristen untuk berhenti berperang di antara
mereka sendiri dan kemudian membulatkan tekad untuk bertempur melawan musuh
tuhan ini. Paus Urban berseru bahwa orang-orang Turki ini adalah ras terkutuk, ras yang
sungguh-sungguh jauh dari tuhan, orang yang hatinya sungguh tidak mendapat petunjuk
dan jiwanya tidak diurus tuhan. Membunuh orang Turki adalah tindakan suci, dan orang
Kristen wajib memusnahkan ras ini. Begitu selesai dengan orang Turki Saljuk, para
ksatria ini akan berbaris untuk menuju Yerusalem, dan merebut kota itu dari kaum
muslimin karena sungguh memalukan bahwa makam Kristus berada di genggaman kaum
muslimin. Dengan khotbah ini, Paus Urban telah menjadikan kekerasan sebagai pusat
pengalaman religius orang Kristen awam, dan dengan itu agama Kristen Barat
menyambutnya dengan hangat sifat agresi yang hingga kini tak sepenuhnya hilang.
Sambutan terhadap seruan Paus Urban sungguh luarbiasa. Para pengkhotbah
menyebarkan kabar tentang perang salib ke seluruh Eropa, termasuk Peter si Pertapa.
Perang salib menarik minat semua kelas masyarakat: para paus, raja-raja, kaum
bangsawan, pendeta, tentara bahkan petani. Orang-orang menjual semua yang mereka
miliki sebagai bekal dalam ekspedisi yang panjang dan berbahaya ini. Mereka
menjahitkan tanda salib di baju mereka dan berbaris menuju Yerusalem. Perjalanan itu
merupakan ziarah sekaligus perang pemusnahan.
Pada musim semi tahun 1096, berangkatlah lima pasukan yang terdiri atas 60.000
tentara plus para peziarah dan anak istri mereka. Mereka dipimpin oleh Peter si Pertapa,
Walter Sansovoir dari Possy, Emich, Folkmar dan Gottschalk. Pasukan Walter Sansovoir
bergerak melalui Eropa Timur dan tiba di Konstantinopel pada bulan Juli. Sedangkan
pasukan yang lain tidak seberuntung pasukan Walter Sansovoir. Pasukan besar ini tidak
membawa bekal memadai sehingga bergantung pada pemberian makanan dari
penduduk setempat yang mereka lalui. Jika tak ada pemberian, mereka menyerang desa-
desa dan menjarah. Sebenaranya masyarakat di desa-desa yang dilalui tentara salib ini
sudah cukup miskin dan susah untuk menyediakan makanan untuk sendiri, apalagi harus
memberi makan tentara salib dan peziarah yang berjumlah ribuan itu.
Perang tak terhindarkan. Pada bulan Juni, pasukan Folkmar dihancurkan di Nitra,
Hungaria oleh tentara Hungaria yang marah. Tak lama pasukan Gottschalk juga hancur
di Pannolhama, Hungaria. Pasukan Emich yang berjumlah 20.000 orang mencoba
memaksa masuk Hungaria dan mengepung kota Weisenberg selama 6 pekan. Tetapi
mereka gagal dan terpaksa harus pulang dengan kehinaan. Sedangkan pasukan Peter
berhasil mencapai Konstantinopel pada bulan Agustus walaupun kehilangan banyak
orang selama perjalanan.
Kaisar Byzantium, Alexius, merasa ngeri dengan jumlah pasukan yang begitu besar
tanpa bekal yang cukup. Mereka lapar dan kasar, kontras dengan Konstantinopel yang
megah dan mapan. Alexius kemudian menggiring secara halus tentara salib ini keluar
Konstantinopel menuju ke Asia Kecil yang dikuasai Turki Saljuk. Tak lama, pasukan
Walter dan Peter pun dibantai oleh tentara Turki. Peter selamat dari pembantaian dan
kemudian pergi ke Konstantinopel untuk bergabung dengan tentara salib berikutnya.
Para pencatat sejarah tidak membuktikan keberadaan tentara salib pertama ini dan
mereka meniadakan penyebutan tentara ini dalam semua catatan mereka. Mereka
hanyalah dianggap sebagai gerombolan petani yang fanatik, dan dianggap bukan
pasukan resmi gereja. Kegagalan tentara salib pertama ini tidak diakui secara resmi
karena ini akan membuat seluruh gerakan ini dipertanyakan. Kekalahan dari Turki adalah
hal yang sangat memalukan. Tentara salib pertama ini diabaikan dan lebih populer
dengan legenda “Perang Salib Petani.”

PERANG SALIB YANG PERTAMA


September 1096, Pangeran Bohemund dari Taranto mendukung seruan Paus Urban
dengan bergabung bersama tentara salib. Segera ia ambil salib di Katedral Amalfi,
kemudian menemui para panglimanya. Jubah peraknya dirobek menjadi pita-pita untuk
dijadikan tanda salib dan kemudian ia serahkan ke para panglimanya yang bersemangat.
Bohemund berteriak, “Bukankah kita orang Frank? Bukankah para leluhur kita datang ke
sini dari Francia dan membebaskan tanah ini hanya dengan tangan? Sungguh
memalukan!”
Beberapa minggu kemudian, Bohemund dan keponakannya Tancred sudah berlayar
menuju Konstantinopel dengan pasukan bersenjata lengkap dan terlatih. Bohemund
mempunyai alasan-alasan duniawi untuk menjadi tentara salib. Perang adalah jalan
nyata untuk mendapatkan kerajaan di timur.
Sebelumnya, pasukan Godfrey dari Bouillon adalah pasukan pertama yang
meninggalkan Eropa pada bulan Agustus 1096. Seperti Bohemund, Godfrey juga punya
alasan duniawi untuk ikut perang salib, walaupun alasan ideologisnya juga cukup kuat.
Masa depannya tak jelas di barat, tanah keluarga bangsawanny telah disita oleh Kaisar
Henry IV. Godfrey berangkat bersama Baldwin saudaranya yang lebih sekuler dan
pragmatis.
Pemimpin tentara salib lainnya adalah Raymund dari St. Gilles, seorang ksatria yang
telah bertempur melawan muslimin di Spanyol. Raymund hampir dapat dipastikan tidak
mempunyai motif ekonomi dalam mengikuti perang salib ini. Raymund telah berumur 60
tahun ketika perang salib diserukan dan mempunyai kehidupan yang nyaman.
Tentara salib pertama ini telah belajar dari nasib tragis lima pasukan yang berangkat
menuju timur di musim semi. Sebagian besar pasukan menghindari jalur darat yang
berbahaya dan memilih jalur laut untuk sampai ke Konstantinopel. Namun Godfrey dan
Baldwin sengaja lewat darat dengan maksud menapaktilasi jalur Charlemagne, leluhur
mereka yang legendaris, ketika berziarah ke Yerusalem. Pasukan Godfrey dan Baldwin
mempunyai persiapan yang memadai dan sangat berhati-hati. Para pemimpin pasukan
amat tegas untuk tidak melakukan pencurian dan penjarahan. Karena itu, mereka
berhasil menghindari ancaman dari penduduk lokal yang dilewati dan berhasil tiba di
Konstantinopel dengan masih rapi.
Setelah semua tentara salib tiba di Konstantinopel, mereka bersiap-siap untuk memenuhi
mandat mereka yang pertama, yaitu membantu Kaisar Alexius untuk merebut wilayah
Byzantium dari orang Turki Saljuk yang muslim. Alexius dan tentara salib saling curiga.
Tentara salib menganggap bahwa Byzantium adalah pengecut dan tidak terhormat
karena telah mengadakan perjanjian muslimin. Alexius memang senang menggunakan
cara diplomasi ketimbang cara otot yang sering digunakan tentara salib. Alexius sendiri
tak mempercayai tentara salib karena masih khawatir bahwa wilayah yang berhasil
direbut tentara salib bisa saja tak akan dikembalikan ke dirinya. Alexius juga menganggap
tentara salib sebagai kaum bar-bar yang bodoh. Alexius melihat tentara salib bukan
sebagai bala bantuan, dia justru melihat tentara itu sebagai sebuah ancaman.
Kepada tentara salib, Alexius meminta mereka untuk bersumpah setia dan menerima
Alexius sebagai raja mereka selama mereka masih di timur. Pemimpin seperti Bohemund
yang pernah bertempur di timur tahu bahwa tanpa bantuan orang Yunani Byzantium ini
tentara salib tak akan pernah berhasil. Byzantium menjanjikan bantuan bagi tentara salib
selama masih berada di wilayah Byzantium, dan akan memberikan bantuan jika terjadi
kemelut. Akhirnya dengan berat hati, tentara salib mau bersumpah untuk Alexius.
Tentara salib kemudian diberangkatkan dengan kapal menyeberangi selat Bosphorus,
menuju pintu gerbang daratan Turki. Pada bulan Mei 1097, tentara salib dan tentara
Byzantium mengepung ibukota Muslim Saljuk di Nicea. Saat itu Sultan Kilij Arslan I
sedang di perbatasan bersama pasukannya. Sebenarnya Kilij Arslan telah mendengar
kedatangan tentara salib, tapi dia menganggap enteng. Pasukan Kilij Arslan-lah yang
telah menghancurkan pasukan Peter si Pertapa dan Walter Sansavoir hingga lumat. Kilij
menilai bahwa pasukan berikutnya tentu lebih mudah. Tapi kenyataannya lain. Nicea
yang hanya dijaga oleh pasukan panjaga saja bertekuk lutut. Tapi Muslim Saljuk ini
dengan cerdiknya menyerah kepada Alexius, bukan ke tentara salib yang kejam. Alexius
menjanjikan kota tak akan dijarah.
Pemimpin tentara salib mungkin menyetujui janji Alexius ini. Tapi para prajurit geram dan
ketidaksukaan terhadap Alexius semakin menjadi-jadi. Walaupun Alexius memberi uang
yang amat banyak, cukup untuk bekal mereka, prajurit tentara salib masih saja
menggerutu dengan marah mengenai “pengkhianatan” Alexius.
Pada bulan Juni, tentara salib berangkat melalui Asia Kecil menuju Palestina. Tujuan
mereka adalah membebaskan rute ziarah dari orang muslim serta membebaskan
Armenia dan Antiokhia. Adalah penting untuk membangun kekuatan di daerah utara
Suriah untuk mendukung berdirinya kerajaan Yerusalem yang akan mereka bangun
nantinya. Di sini, tentara salib harus berperang sendiri tanpa bantuan banyak Byzantium.
Untuk memudahkan pergerakan, tentara salib dibagi menjadi 2. Ujung tombak pasukan
bergerak sehari terlebih dulu. Pasukan ini dipimpin oleh Bohemund, Stephen dari Blois
dan Robert dari Flanders. Pasukan ini terdiri atas orang-orang Normandia, Italia dan
daerah utara Perancis. Pasukan kedua terdiri dari orang-orang selatan Perancis dan
pasukan Lorraine di bawah pimpinan Raymund dari St. Gilles.
Beberapa hari meninggalkan Nicea, rombongan pertama telah sampai Dorylaeum dan
mendirikan kemah. Rupanya, di sini Sultan Kilij Arslan telah menunggu mereka. Paukan
Muslim Saljuk keluar dari persembunyian kemudian menyerang kemah-kemah. Dengan
segera Bohmenud memerintahkan untuk mengatur diri. Anggota rombongan yang bukan
pasukan perang diminta untuk berada di tengah perkemahan. Para perempuan diberi
tugas untuk membawa air ke garis depan. Para pelari dikirim untuk memberitahu pasukan
kedua untuk membantu mereka. Bohemund menginstruksikan untuk tetap dalam
keadaan defensif dan tidak menyerang Muslim Saljuk terlebih dulu.
Tiba-tiba pasukan kedua tentara salib tiba. Sultan Kilij Arslan terlanjur yakin bahwa dia
telah berhasil menjebak seluruh tentara salib. Kedatangan pasukan kedua yang masih
segar bugar ini betul-betul mengejutkan. Tentara Muslim Saljuk kalah dan diburu oleh
tentara salib, hingga perkemahan mereka diratakan dengan tanah oleh tentara salib.
Sebelum ke Yerusalem, tentara salib berencana untuk merebut utara Suriah dari
muslimin dan merebut wilayah Byzantium dari Muslim Saljuk Turki sebagaimana sumpah
mereka kepada Alexius. Mereka juga akan membangun benteng-benteng Kristen di
wilayah tersebut, untuk melindungi rute ziarah dan juga kerajaan Yerusalem yang
nantinya akan dibangun. Tentara salib kemudian dibagi 2 lagi. Pasukan utama dipimpin
oleh Bohemund dan Raymund, bergerak menuju kota Antiokhia. Sisa pasukan dipimpin
oleh Baldwin dan Tancred, bergerak ke barat melalui kawasan Silisia.
Kota Tarsus kemudian jatuh, disusul Adana dan Misis. Baldwin dan pasukannya
kemudian bergerak ke Edessa. Baldwin bertekad untuk merebut sebuah kerajaan di
timur, dan tekadnya adalah merebut Edessa untuk dijadikan kerajaannya sendiri. Baldwin
menampilkan dirinya sebagai seorang pembebas Kristen dan mendapatkan dukungan
orang Kristen Armenia. Edessa kemudian jatuh ke tangan Baldwin. Muslimin yang tak
sempat kabur, dibantai oleh orang Armenia dan tentara salib.
Tentara salib tiba di Antiokhia pada Oktober 1097 dalam keadaan yang cukup baik.
Mereka menganggap penting Antiokhia karena merupakan salah satu kota terpenting
pada abad-abad permulaan agama Kristen. St. Petrus telah menjadi uskup pertama di
kota itu. Tapi gereja Kristen kuno sudah menjadi masjid dan ini menjadi alasan cukup
kuat tentara salib untuk merebut Antiokhia. Tentara salib pun mengepung Antiokhia
dengan pasukan besar.
Keputusan mengepung Antiokhia nyaris menghabiskan riwayat tentara salib. Dengan
jumlah sekitar 50.000 orang dan gerombolan peziarah selama berbulan-bulan membuat
persediaan makanan di wilayah itu habis dengan cepat. Mereka mulai kelaparan dan
mencapai puncaknya pada Januari 1098. Banyak di antara mereka yang mati kelaparan
dan kemampuan tempur pasukan salib berkurang drastis.
Pada Juni 1098, Panglima Firouz mengadakan kontak dengan Bohemund. Pangeran
Firouz adalah mantan orang Kristen Armenia yang menjadi muslim, dan seorang munafik.
Dengan harga yang tepat, dia akan berkhianat terhadap kaum Muslim. Firouz
mengirimkan pesan, bahwa tentara salib harus membawa tangga-tangga mereka ke
Menara Dua Saudara Perempuan (The Tower of the Two Sisters), dan Firouz akan
membiarkan mereka masuk ke dalam kota. Para tentara salib kemudian berhasil
memasuki Antiokhia dan berteriak kuat, “Deus hoc vult! (Tuhan menghendaki ini)” Mereka
merampok dan menjarah penduduk Antiokhia. Mayat-mayat muslimin bergelimpangan di
jalan, bahkan diantara mereka juga terdapat penduduk agama Kristen yang ikut terbantai,
saking tentara salib yang kelaparan berbulan-bulan. Antiokhia telah jatuh ke tangan orang
Kristen.
Pesta pora orang Kristen tak berlangsung lama. Tentara muslim Kerbuqa datang
mengakihiri masa bersenang-senang mereka setelah menaklukan Antiokhia. Tentara
Kerbuqa langsung mengepung tentara salib yang belum hilang rasa lelahnya setelah
mengepung Antiokhia selama berbulan-bulan dalam kelaparan. Terjadikan kepanikan
luarbiasa di antara tentara salib. Mereka banyak yang membelot ataupun desersi
sehingga penjagaan gerbang ditingkatkan untuk mencegah kepergian tentara salib.
Sepertinya sudah tak ada lagi harapan. Tentara Byzantium yang dijanjikan Alexius untuk
datang kalau ada kemelut tak akan datang karena Alexius mengira tentara salib telah
dihancurkan oleh tentara Kerbuqa yang masih segar dan berperalatan lengkap.
Dalam pengepungan tentara salib yang sudah putus asa, tiba-tiba bersemangat lagi
ketika diumumkannya sebilah tombak suci, yaitu tombak yang sudah dihunjamkan ke
pinggang Yesus di hari Jumat Agung. Seperti penjelasan sebelumnya, orang Kristen saat
itu sangat meyakini adanya kesucian relik, apalagi jika benda tersebut pernah disentuh
oleh Yesus. Penemuan tombak suci tersebut membuat moral tentara salib naik sehingga
mereka nekat menyerbu pasukan Kerbuqa hingga kocar-kacir.Para sejarawan Islam
cukup jelas menulis bahwa Kerbuqa membuat kesalahan taktis yang cukup fatal
akibatnya. Satu persatu pasukan kabur meninggalkan gelanggang pertempuran.
Setelah Antiokhia, tentara salib kemudian menaklukan kota Ma’arret di Suriah. Mereka
kemudian berusaha merebut kota Arqa, tapi mereka tertahan walau Godfrey dari Bouillon
dan Robert dari Flanders bergabung. Pada 13 Mei, pengepungan kota Arqa dihentikan
dan tentara salib mulai berbaris menuju Yerusalem.

JATUHNYA AL QUDS ATAU YERUSALEM


Setelah gagal menaklukan kota Arqa, tentara salib berbaris menuju Yerusalem.
Sesampainya di Ramallah, ibukota administratif muslim Palestina, tentara salib tidak
mendapatkan perlawanan yang berarti sehingga mereka bisa memnduduki kota tersebut
dengan mudah. Untuk pertamakalinya mereka menginjak tanah Palestina. Di Ramallah,
mereka menemukan makam St. George yang mereka anggap sebagai pelindung mereka
yang akhirnya sangat populer.
Pada tanggal 7 Juni 1099, tentara salib tiba di luar benteng kota Yerusalem atau Al Quds.
Pandangan mereka tampak begitu marah melihat Masjid Al Aqsha yang waktu itu
menjulang tinggi di antara kota dan lembah dengan sangat mengesankan, dikelilingi oleh
benteng-bentengnya yang kuat. Kekuatan dan keagungan bangunan-bangunan di Al
Quds saat itu amat mengesankan jika dibandingkan dengan bangunan-bangunan di
dunia Kristen jaman itu. Tentara salib menganggap ini adalah penghinaan terhadap
keimanan mereka. Tentara salib kini juga bisa mendengar adzan, yang dianggap
mencemari tanah suci mereka. Tentara salib melihat muslim Al Quds berbeda dengan
orang Muslim Turki Saljuk karena musim di sini kebanyakan keturunan Mesir, yang
dianggap sebagai musuh Tuhan karena orang Mesir memusuhi Musa.
Tentara salib mulai membangun dua menara pengepungan yang memungkinkan mereka
bisa benteng kota Al Quds. Mereka juga melakukan berprosesi, mengikuti petunjuk
seorang pertapa mengenai cara terbaik untuk menyerang kota, sebuah cara aneh yang
sangat tidak masuk akal. Seluruh tentara salib berjalan mengelilingi benteng kota
sebanyak tujuh kali dengan kaki telanjang sambil menyanyikan himne-himne. Mereka
berhenti di tempat-tempat suci mereka di luar kota seperti Bukit Sion, tempat Yesus
menikmati perjamuan terakhirnya, kemudian Taman Gethsemane, tempat Yesus berdoa
sebelum ditangkap, kemudian Bukit Zaitun, tempat Yesus naik ke surga. Setelah selesai,
mereka kemudian bergerak ke benteng kota dengan penuh keyakinan bahwa mereka
dapat menaklukan kota dengan mukjizat dan doa. Ternyata ini tak berhasil dan mereka
pun kembali ke perkemahan mereka sambil mendengarkan sorakan kaum muslimin yang
menyaksikan di balik tembok benteng. Di jaman modern di mana akal jadi panglimanya,
prosesi tersebut memang menggelikan. Kaum muslim saat itu mempunyai peradaban
yang jauh lebih maju dan berpengetahuan lebih luas dari pada orang Eropa saat itu. Tapi
tentara salib merasa bahwa hinaan-hinaan itu seakan-akan ditujukan kepada Kristus
sendiri, dan mereka bersumpah akan melakukan pembalasan.
Pada tanggal 15 Juli 1099, tentara salib menyerbu Al Quds atau Yerusalem. Mereka
kemudian berhasil menaklukannya. Selama dua hari mereka membunuh semua orang
Islam dan Yahudi yang mereka temukan, tak peduli laki atau perempuan. Semuanya
harus mati. Sehari setelah pembantaian, tentara salib memanjat atap Masjid Al Aqsha
dan kemudian membunuh dengan dingin sekelompok muslim yang sebelumnya
dijanjikan Tancred untuk dilindungi.
Kaum muslim bukan lagi musuh mereka yang harus dihormati. Kaum muslim dianggap
sebagai musuh tuhan dan dikutuk untuk mendapatkan pemusnahan yang kejam. Orang
muslim dianggap mengotori Yerusalem, tanah suci Kristen, dan harus dihapuskan dari
muka bumi salib seakan penyakit yang berbahaya. Laporan pandangan mata dari
Raymund of Aguiles menunjukkan semangat Yoshua yang melumuri pembantaian
tentara salib :
Sejumlah pemandangan indah mesti disaksikan. Beberapa tentara kami (dan yang ini
sudah cukup bermurah hati) memenggal kepala para musuh mereka. Yang lain
memanah mereka jatuh dari menara-menara. Yang lain menyiksa mereka lebih lama
dengan membakar. Tumpukan kepala, tangan dan kaki, dapat dilihat di jalan-jalan kota.
Sampai-sampai seseorang yang berjalan di situ harus berhati-hati agar langkah kakinya
tidak menginjak bangkai lelaki dan kuda. Tapi semua itu tak berarti bila dibandingan
dengan apa yang terjadi di Kuil Sulaiman, tempat biasanya diadakan upacara
keagamaan. Apa yang terjadi di sana? Jika kukatakan sebenarnya, pasti itu akan
melampaui kemampuan kalian untuk mempercayainya. Jadi cukuplah aku katakan,
paling tidak, di kuil Sulaiman dan berandanya pasukan kami menunggangi kuda yang
bergerak di antara genangan darah setinggi lutut dan tali kekang kuda mereka. Benarlah
itu suatu hukuman yang adil dan bagus dari Tuhan, sehingga tempat ini dipenuhi oleh
darah kaum tak beriman, karena tempat ini telah menderita begitu lama karena
pelecehan mereka
(A History of the Jews/London, 1987/hal 392-394).

Pembantaian itu bukan sekedar penaklukan. Tentara salib menyerang kaum mulim di
Yerusalem dan membantai mereka seakan tentara salib itu malaikat penuntut balas yang
melaksanakan hukuman Tuhan. Itu dianggap penyelamatan, sebagaimana
penyelamatan Tuhan di Laut Merah ketika Tuhan membantai seluruh tentara Mesir. Maka
perang salib dianggap sebagai perang suci oleh mereka, sebuah perjalanan suci yang
telah menjadi pertempuran kaum yang benar melawan iblis. Orang-orang Kristen itu
membantai sekitar 40.000 muslimin hanya dalam dua hari. Jumlah yang luar biasa pada
saat itu dan menjadi pembantaian yang selalu diingat orang Islam hingga sekarang.
Anehnya, Paus Paschal II justru menunjukkan sambutannya pada sikap saleh para
tentara salib yang mulai banyak yang pulang sebagai pahlawan.
Setelah Al Quds jatuh, di kota tersebut kemudian berdirilah kerajaan Yerusalem yang
didirikan oleh tentara salib.

SETELAH YERUSALEM JATUH


Euforia melanda Eropa setelah Yerusalem jatuh dan orang Eropa memandang
kemenangan di tahun 1099 sebagai serangkaian kemenangan pertama baru melawan
Islam. Raymund dari St. Gilles dan Uskup Daimbert dari Pisa menulis, “kekuatan kaum
muslim dan setan telah patah, dan kerajaan Kristus serta Gereja kini merentang ke
semua arah, dari laut hingga ke arah laut.” Tiga pasukan umum mulai disiapkan untuk
memperkuat kerjaan Yerusalem yang baru dan mempertahankannya dari serbuan
Muslim yang mengelilingi. Terbentuklah tentara salib angkatan tahun 1101 dengan
jumlah yang sama besar dengan angkatan sebelumnya. Mereka berbaris menuju
Yerusalem. Perjalanan ini mirip dengan perjalanan angkatan sebelumnya hanya saja kini
tentara Turki Muslim Saljuk lebih siap untuk bertempur setelah kejatuhan Antiokhia.
Ketiga pasukan tersebut kemudian dibantai habis dan tak pernah sampai di Yerusalem.
Walau begitu, selama limapuluh tahun berikutnya orang-orang Kristen selalu datang ke
Yerusalem secara bergelombang dan bertempur tanpa henti mempertahankan wilayah
Kristen melawan perlawanan sporadis umat Muslim. Orang Eropa masih kagum akan
keberhasilan Perang Salib yang luar biasa melebihi semua peristiwa yang terjadi saat itu.
Secara khusus, ada 3 biarawan yang tidak ikut perang salib yang pertama menulis
berbagai peristiwa di perang salib. Para biarawan ini – Guibert dari Nogent, Robert sang
pendeta, dan Baldrick dari Bourgeuil- memamndang perang salib sebagai perang yang
sesuai Alkitab berskala penuh. Tak ada lagi keraguan terhadap pembantaian kaum
Muslim. Kaum Muslim itu ras “setan” dan “menjijikan”, “betul-betul terasing dari Tuhan”
dan mesti dimusnahkan. Ketiga biarawan tersebut menunjukkan bahwa para pejabat
Gereja kini siap dengan semangat tinggi untuk membangkitkan perang melawan Islam
sebagaimana yang tertulis pada Kitab Perjanjian Lama ke seluruh dunia.
Orang-orang barat saat ini yang berpikir bahwa Islam adalah agama pedang mungkin
akan menduga bahwa umat muslim yang berada di negeri-negeri sekitar kerajaan
Yerusalem akan menyerukan jihad melawan tentara salib. Tapi yang terjadi tidak
demikian. Bagi umat Muslim waktu itu butuh waktu yang lama untuk memahami bahwa
perang salib adalah peperangan antar agama, dan senyatanya adalah perang suci bagi
orang Kristen. Sejarahwan Muslim abad ke 12, Izzuddin ibn al-Atsir memandang invasi
ke Suriah pada tahun 1097 sebagai sebuah fase baru ekspansi barat yang samasekali
tak ada hubungannya dengan makna religius. Tak ada retorika penuh amarah mengenai
hilangnya Al Quds, tak ada sumpah untuk merebut kembali Al Quds atas nama Allah,
sebagaimana yang diperlukan dalam Jihad. Umat Muslim tentu saja membenci orang-
orang Kristen ini, tapi ini hanyalah dipandang sebagai kehilangan sebagian wilayah saja
dan jantung negeri Kekhalifahan Islam bersikap acuh tak acuh atas kejadian ini.
Kaum Muslim yang berhasil melarikan diri dari pembantaian mengungsi ke negeri-negeri
muslim di sekitarnya salah satunya adalah Damaskus. Para pengungsi ini juga membawa
salah satu Mushaf Al Quran Usman, salah satu kopi tertua Al Quran yang disalin di jaman
khalifah Ustman bin Affan. Di kota Baghdad, pusat kekhalifahan Islam waktu itu,
pengungsi juga membanjiri kota ini. Kaum muslim Baghdad menangis sedih dan
bersimpati dengan derita saudara seiman mereka. Khalifah yang waktu itu mempunyai
kekuasaan politik yang lemah, menyusun sebuah komisi untuk menyelidiki masalah ini.
Pengungsi merasa muak dengan kelambanan khalifah dan berteriak, “Aku melihat para
pendukung iman ternyata lemah.” Seruan pengungsi untuk jihad hanya ditanggapi apatis.
Kaum muslim waktu itu memang manangisi nasib saudara-saudara mereka itu, tapi
mereka tidak siap untuk mengambil langkah praktis apapun untuk menolong kita. Ini mirip
yang terjadi dengan jaman modern ini, di mana Palestina telah diinjak-injak Israel tapi
negara-negara umat Muslim hanya bisa menangis dan mengecam, tanpa bisa membantu
mereka dengan jihad yang jelas.
Kaum muslim abad 12 ini terlalu sibuk untuk bertempur antar mereka, sebagaimana tulis
Ibn Al-Atsir: “pertikaian antar sesama pangeran Muslim membuat kaum Frank menjajah
negeri itu.” Ketidakkokohan kaum muslim berkibat fatal: itu berarti kaum muslim berada
di kubangan penderitaan, kehinaan, dan akan lebih banyak lagi pengungsi muslim yang
terusir oleh orang Kristen yang tampak tak terkalahkan saat itu. Orang-orang Kristen
terus-menerus menaklukkan lebih banyak wilayah-wilayah muslim seperti Haifa, Jaffa,
Acre dan Baghdad juga seakan-akan kejatuhannya sudah di depan mata. Tapi berkat
pertolongan Allah, pasukan Kristen ini mengalami sebuah kekalahan yang sangat jarang
terjadi dalam sebuah pertempuran dan membuat kembali lagi ke Harran. Pada tahun
1109 orang-orang Kristen ini merebut Tripoli dan kemudian Beirut dan Sidon.
Kaum muslim memandang kemenangan orang Kristen ini seperti tiada henti. Pada tahun
1111, Kadi (seorang hakim dalam pemerintahan khalifah) dari kota Aleppo memimpin
demontrasi kepada Sultan untuk mengirimkan pasukan untuk melawan orang-orang
Kristen ini. Para demonstran beraksi dengan lebih keras dan akhirnya Sultan
memerintahkan Amir dari Mosul untuk memimpin sebuah pasukan untuk melawan orang-
orang Kristen. Kehadiran pasukan Sultan ini bagi penguasa muslim setempat sama
mengancamnya dengan tentara salib. Amir dari Mosul yang memimpin pasukan Sultan
pun dibunuh di Masjid Agung Damaskus pada malam menjelang serangan ke tentara
salib. Tak lama, atabeg Tughitin dari Damaskus membuat perjanjian dengan raja Baldwin
dari Yerusalem untuk berdamai. Ini membuktikan bahwa persatuan di antara pemimpin-
pemimpin Muslim sangatlah rapuh. Umat Islam seperti kehilangan harapan.
Keterpecahan pemimpin Muslim ini membuat orang-orang Kristen mampu menguasai
seluruh garis pantai Palestina dan Lebanon.
KEBANGKITAN UMAT MUSLIM
Setelah kejatuhan Yerusalem dan kemunduran Islam, tahun 1128 menjadi sebuah titik
balik. Sultan Rum di Asia Kecil Turki menunjuk Imaduddin Zangi sebagai Atabeg Mosul
dan Aleppo. Zangi menerima tanggung jawab itu dengan amat serius dan bukanlah tipe
petualang liar. Ia memaksa Sultan untuk memberinya otoritas mutlak atas seluruh Suriah
dan Irak Utara, yang kemudian membuat penduduk di kedua wilayah tersebut untuk
mendukung secara penuh pengabdian dan tanpa penyesalan operasi-operasi militer
yang akan dilakukan.
Zangi mampu mampu memberi rasa kenyamanan dan rasa kebersatuan tentaranya. Ia
membuat takut banyak orang tapi sekaligus orang yang sangat dihormati karena ia tidak
pernah meminta sesuatu apapun dari mereka yang ia sendiri tak bisa lakukan. Zangi
adalah tipe penguasa yang tak suka menjarah kota yang ditaklukan. Biasanya, para
penguasa akan sibuk mengumpulkan kekayaan dari penjarahan kota yang ditaklukkan.
Ini adalah sesuatu yang lazim pada zaman itu. Tapi tidak dengan Zangi. Balatentaranya
biasanya ditarik mundur dari wilayah yang ditaklukan sehingga rakyat dapat menikmati
kado kemenangan mereka. Zangi tak pernah menetap di suatu kota yang dimenangkan.
Ia tidur di atas tikar dalam tendanya selama 18 tahun dalam operasi militer merebut
wilayah dari orang Kristen. Kekuatan militer bukanlah satu-satunya kekuatan Zangi, tapi
ia juga menyusun sistem inteijen yang rumit dan mengesankan, karena itu ia selalu tahu
berbagai kejadian yang terjadi di Bahgdad, Damaskus, Antiokhia bahkan Yerusalem.
Dalam operasi perangnya, Zangi malah mengusung perdamaian baru di wilayahnya
sehingga wilayah tersebut mampu membangun lagi. Tulis Ibn Al-Atsir, “Sebelum
kedatangannya, ketiadaan pemimpin yang kuat untuk menegakkan keadilan dan
kehadiran orang Kristen yang amat dekat itu telah membuat negeri itu menjadi liar, tetapi
Zangi menyemaikan bunga kembali.”
Pada bulan November 1144, pasukan Zangi mengepung Edessa yang sedang dikuasai
oleh orang Kristen. Edessa kemudian menyerah dan Zangi menghancurkan
pemerintahan Kristen. Ini adalah sebuah kemenangan yang mengharumkan nama Zangi
sekaligus menjadi pahlawan Islam. Jatuhnya Edessa adalah kekalahan yang
menyakitkan bagi orang Kristen, baik yang berada di barat maupun timur.
Kemenangan Zangi atas Edessa sangat menyentuh hati umat Islam. Khalifah memberi
banyak gelar. Setelah kemenangan ini, semua orang mengharapkan Zangi untuk
merebut Yerusalem, kota suci Al Quds. Tapi pada 30 September 1146, Zangi dibunuh
oleh kasim pelayannya yang keturunan orang Frank. Setelah kematiannya, Zangi
menjadi legenda dan menjadi inspirasi kebangkitan kembali jihad di dunia Islam saat itu.
Ibn Al-Atsir mencatat ada dua cerita dalam legenda Zangi. Satu cerita mengatakan
bahwa pada hari Zangi menaklukkan Edessa, Raja Kristen dari Sisilia berhasil
menaklukkan kota muslim Tripoli di Afrika Utara. Ketika Raja Kristen tersebut kembali
dengan penuh kemenangan, ia bertanya kepada seorang penasehat muslim yang dia
hormati. “Apa gunanya Muhammad kini bagi rakyatnya?” tanya Raja tersebut. Penasehat
Muslim ini kemudian menjawab, “Muhammad tidak ada di Tripoli, tapi berada di Edessa
yang baru saja diambil alih oleh orang Muslim.” Istana bergemuruh dengan tawa yang
mengejek. Raja kemudian berkata, “Orang ini tidak dapat berkata apapun kecuali
kebenaran.” Cerita kedua menunjukkan jihad sebagai tindakan mulia. “Beberapa orang
yang jujur dan baik telah mengatakan padaku,” tulis Ibn Al-Atsir dengan hati-hati, “bahwa
seorang yang saleh melihat almarhum Zangi dalam mimpinya dan bertanya padanya;
‘Bagaimanakah Allah memperlakukan kamu (yakni, di alam barzakh)? Dan Zangi
menjawab, ‘Allah telah mengampuniku, karena aku telah menaklukkan Edessa.
Pada malam ketika Zangi wafat, Mahmoud anak keduanya, memasuki tempat jenazah
ayahnya terbaring. Mahmoud kemudian mengabil cincin stempel simbol kekuasaan dari
jari ayahnya. Mahmoud bertekad akan melanjutkan misi ayahnya untuk menyatukan
Timur Dekat dan melawan tentara salib. Mahmoud adalah anak muda muslim yang saleh
dan taat beragama. Mahmoud kemudian dikenal dengan gelarnya yaitu Nuruddin atau
cahaya agama.
Nuruddin kemudian membangun kerajaannya dari nol, karena Zangi tak sempat
membangun sebuah dinasti yang aman. Nuruddin menyatukan rakyatnya dan menjadi
pemimpin muslimin yang menaati prinsip-prinsip syariah Islam. Nuruddin sendiri juga
hidup secara ketat dalam syariah Islam. Dia menjadikan dirinya sebagai teladan bagi
rakyatnya. Nuruddin hidup sederhana, meniru cara hidup Rasullah SAW. Di masa ketika
banyak penguasa muslim yang bergaya hidup mewah, gaya hidup hemat Nuruddin amat
menakjubkan. Ini menjadi semacam peringatan dan tantangan tak langsung bagi
penguasa Muslim yang tidak mempraktikkan sunah Rasul dalam memimpin. Nuruddin
menjalani kehidupan sebagai muslim yang baik dengan selalu berdoa dan belajar. Jika
di kalangan tentara salib biasanya tidak terdidik dan selalu mengutamakan kekuatan otot,
sebaliknya seorang prajurit Muslim diharapkan juga seorang sarjana yang memiliki
pengetahuan yang luas. Kemanapun pergi, Nuruddin selalu ditemani oleh sekelompok
alim ulama yang terpelajar, sehingga operasi-operasi militernya mempunyai dasar
syariah yang kuat dan sesuai dengan nilai-nilai Islam. Para alim ulama tersebut
menafsirkan situasi politis dan militer dalam hukum Islam, sehingga Nuruddin bisa
mengambil langkah-langkah selanjutnya. Tentu saja masih dalam ajaran Islam. Nuruddin
terkenal dengan pengetahuannya yang luas dan tak ada yang lebih disukainya ketimbang
diskusi serius masalah teologi setelah makan malam.
Penegasan Nuruddin untuk kembali ke syariah Islam secara total membuat seluruh
muslimin merasa hormat kepadanya. Secara khusus mereka terkesan dalam
pengabdiannya untuk berjihad mengusir penguasa orang Kristen yag merupakan
kewajiban mendasar seorang muslim. Jihad adalah kembalinya seorang muslim kepada
prinsip-prinsip dasar Islam. Al Quran dengan jelas menyatakan bahwa perang selalu tidak
disukai, tapi kaum muslim mempunyai tugas untuk menentang penindasan dan
pembinasaan, karena jika tidak demikian maka semua nilai kebajikan akan lenyap dari
muka bumi. Nabi Muhammad SAW memberikan contoh yaitu ketika menghadapi rezim
dhzalim Quraisy di Mekkah. Allah telah berfirman:
Telah diizinkan berperang bagi mereka orang-orang yang diperangi, karena
sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha
Kuasa menolong mereka itu. Yaitu orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman
mereka tanpa alasan yang benar, kecuali mereka telah berkata: “Tuhan kami adalah
Allah”. ..Dan sekiranya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan
sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-
rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama
Allah.
(Q.S. Al Hajj: 39-40).

Sebenarnya umat muslim diperintahkan untuk menghormati orang-orang Kristen dan


Yahudi. Walau demikian, Allah memperkenankan umat muslim untuk berperang jika
negerinya telah diserang oleh orang-orang kafir. Ini artinya, umat Islam cinta akan
kedamaian tapi lebih cinta akan keadilan dan tegaknya agama Allah ini.
Seorang pemimpin Muslim punya tugas yang jelas, yaitu untuk melindungi rakyatnya dari
musuh yang demikian kejam seperti orang Kristen ini. Setiap amir atau pemimpin muslim
yang tidak bergabung Nuruddin dalam jihad ini, jelas-jelas bukan muslim sejati. Kondisi
ini lagi-lagi mirip dengan kondisi mutakhir di dunia Islam. Tak ada pemimpin dunia Islam
jaman sekarang yang berani seperti Nuruddin atau Zangi, yang terang-terangan
menyerukan jihad dan menyerang para agresor negeri Muslim. Padahal ini jelas-jelas
sebuah kewajiban untuk negeri muslim sejati.
Nuruddin memulai perjuangannya mengusir orang Kristen dengan memulai propaganda,
menugasi para sarjana untuk menulis buku-buku yang menjelaskan masalah jihad dan
kemudian menyebarkannya ke imam-imam penting di seluruh kota-kota dunia Islam.
Para imam ini kemudian menyebarkan jihad ke pengurus-pengurus masjid dan para
murid. Para pengurus masjid dan murid-murid ini kemudian menyebarkan jihad ke
masyarakat luas melalui khotbah-khotbah masjid saat sholat Jumat. Penting dicatat, jihad
lebih bergantung pada pertimbangan akal intelektual daripada emosi visioner seperti
yang dialami tentara salib dalam usahanya merebut Yerusalem. Tentara salib
menganggap Tuhan akan menolong mereka dengan berbagai mukjizat. Kaum Muslim
jauh lebih rasional karena ajaran Islam juga jauh lebih rasional. Allah akan menolong
umat muslim jika mereka mengerahkan seluruh upaya manusia yang bisa diupayakan
untuk menolong mereka sendiri. Umat Islam tak pernah berharap akan adanya mukjizat
seperti yang diharapkan orang Kristen dari Tuhannya. Inilah perbedaan umat Islam dan
kaum Kristen. Firman Allah dalam Al Quran:
Sesungguhnya Tuhan itu tidak akan mengubah nasib suatu kaum apabila kaum itu
tidak mau mengubah nasibnya sendiri. (Q.S. Al Ra’d: 11)
Walaupun lama, Nuruddin akhirnya berhasil menanamkan semangat jihad ke umat
muslim saat itu.

ST. BERNARD DAN PERANG SALIB KEDUA


Kabar tentang kejatuhan Edessa mengejutkan orang-orang Kristen di Eropa Barat. Paus
Eugenius dan Raja Perancis Louis VII menyerukan perang salib baru. Seruan ini
kemudian didukung oleh Bernard, kepala biara dari Clairvaux. Saat itu Bernard bisa kita
anggap orang yang paling berkuasa secara de facto di Eropa. Raja Perancis jelas di
bawah pengaruhnya, sedangkan Paus Eugenius adalah anggota dari ordo religius yang
dipimpinnya. Pamor kekuasaanya begitu kuat karena kefasihannya yang kharismatik.
Kaum Kristen merasa harus melawan balik. Penaklukan Edessa oleh Zangi dipandang
sebagai langkah pertama bagi penaklukan Islam di Eropa. Edessa hanyalah sebagai
awal. Kita telah melihat, bagaimana mereka menaklukkan Yerusalem. Mulanya mereka
percaya bahwa suatu saat mereka akan mampu menghancurkan Islam dan pada
akhirnya akan menguasai dunia. Mereka mulai sadar di tahun-tahun belakangan ini
bahwa kemenangan Zangi adalah bukti akan besarnya kekuatan Islam yang tak akan
bisa dikalahkan. Kaum Kristen merasa begitu terancam dan Bernard menggambarkan
bahwa saat itu adalah titik balik dalam sejarah.
Bernard adalah seorang mantan ksatria yang terlibat intens dengan hingar bingarnya
politik dunia Kristen. Ia sepenuhnya sadar akan arti penting Tanah Suci Yerusalem, baik
yang bersifat strategis maupun spiritual. Dia telah lama yakin bahwa misi mengkristenkan
dunia secara keseluruhan akan berhasil jika Eropa mampu memobilisasi kekuatan militer
untuk melindungi imannya. Pandangan Bernard ini kemudian menjadi kenyataan ketika
beberapa abad kemudian negara-negara Eropa menguasai dunia dengan adanya
penjajahan-penjajahan yang terjadi di seluruh pelosok bumi. Penjajahan orang Eropa
yang banyak menyengsarakan rakyat dunia memang menyebarkan agama Kristen yang
seharusnya damai.
Raja Jerman yang bernama Conrad adalah salah satu pemimpin tentara salib jilid kedua
ini. Conrad adalah raja yang sudah tua dan mempunyai permasalahan dengan
kesehatannya. Ia telah melaksanakan perang membela gereja dengan melawan kaum
pagan Slav dan Wend di Eropa Timur. Selain itu Conrad juga telah memerangi musuh-
musuh Paus di Italia. Pada akhir Mei 1147, pasukan besar Conrad berangkat melalui
Eropa Timur menuju Konstantinopel. Orang-orang Eropa terpana melihat besarnya
pasukan yang mencapai 20.000 orang. Bersama Conrad, ikut juga pasukan raja budak
dari Bohemia dan Polandia. Para bangsawan Jerman dipimpin oleh Frederick dari
Swabia. Pada 20 Juli, pasukan Conrad telah sampai di Konstantinopel dan bersumpah
untuk melukai Byzantium yang dipimpin oleh kaisar Manuel.
Pada 8 Juni, giliran pasukan Perancis berangkat. Louis adalah seorang pemuda berumur
26 tahun saat itu dan merupakan pewaris tahta Perancis. Istri Louis, Eleanour, juga ikut
serta. Eleanor adalah salah seorang pemilik tanah terbesar di Eropa yang berada di
selatan Perancis. Eleanor ikut dalam perang ini karena paksaan Louis yang tidak percaya
akan kesetiaan cinta Eleanor.
Sebelumnya ada pembicaraan dengan Raja Roger dari Sisilia untuk menyediakan kapal
yang akan membawa tentara salib ke Timur. Bernard dan Paus tak percaya dengan
Roger, yang kemudian terbukti mengincar wilayah Byzantium. Pasukan Conrad yang
mengambil rute darat melalui Eropa Timur menjarah dengan kejam wilayah-wilayah
Byzantium. Bahka dalam suatu kesempatan, Frederick dari Swabia membunuh semua
pendeta Yunani di sebuah biara dekat Adrianopolis untuk membalas dendam atas
kematian dua tentara salib. Kaisar Manuel menuntut penjelasan Conrad atas insiden ini.
Tapi Conrad malah menjawab bahwa setelah perang salib dia akan kembali dan
menaklukkan Byzantium sendiri. Begitu pasukan Conrad menyeberangi selat Bosphorus,
mereka masih saja melakukan penjarahan perusakan, persis yang dilakukan oleh
pasukan Peter si Pertapa pada perang salib petani. Pada 25 Oktober, pasukan Conrad
telah tiba di Doryleum. Mereka berhenti untuk beristirahat. Para ksatria turun dari kuda
mereka yang kelelahan. Sedangkan pasukan infanteri sedang beristirahat karena
kehausan. Pasukan Conrad sedang lengah. Di saat itu, pasukan Muslim Turki Saljuk
menyergap dengan sukses dan berhasil membantai 90 persen pasukan Conrad.
Pasukan Louis juga memutuskan melalui jalur darat, ingin menapaktilasi Charlemagne
dan tentara salib pertama. Pasukan Louis lebih tertib dan berusaha untuk menghindari
penjarahan, tapi perjalanan mereka amat sulit. Penduduk setempat yang dilalui sudah
cukup menderita dengan penjarahan yang dilakukan oleh pasukan Conrad sebelumnya.
Penduduk bersikap memusuhi yang membuat pasukan Louis ini menggerutu kepada
pasukan Conrad. Louis kemudian tiba di Konstantinopel dengan selamat.
Kita bisa melihat bahwa tentara salib ini sangat tidak rasional. Mengikuti jejak
Charlemagne memang dianggap sebagai tindakan saleh, tapi itu justru sebuah
kebodohan. Jalur itu sangat berbahaya dan tidak praktis. Perjalanan melalui Asia Kecil
ini nyaris saja menghabiskan tentara salib yang kedua.
Pasukan Conrad yang lolos dari sergapan pasukan Turki kemudian bergabung dengan
pasukan Louis di Konstantinopel. Mereka kemudian memulai perjalanan berbahayanya.
Jika tentara salib pertama menderita akibat udara gerah maka tentara salib yang kedua
ini juga menderita akibat badai salju yang cukup ganas. Bahkan di suatu tempat, ratusan
tentara salib terbawa arus banjir. Tak hanya itu, mereka juga menderita kelaparan yang
hebat dan kekurangan gizi karena tentara Turki Saljuk telah menghancurkan desa-desa
yang akan dilalui oleh tentara salib, sehingga makanan sama sekali tak tersedia. Para
peziarah miskin mulai banyak yang mati. Kuda-kuda mereka juga banyak yang mati atau
dibunuh untuk dimakan. Tentara salib selalu diserang oleh pasukan Turki Saljuk yang
segar sehingga banyak tentara salib yang tewas. Bahkan di suatu tempat di Kronos,
pasukan salib garda depan nyaris habis ketika mendadak diserbu pasukan Turki karena
pemimpin mereka tidak menuruti perintah.
Lebih setahun kemudian, pada Februari 1148, tentara salib telah kelelahan itu berjuang
untuk memasuki pelabuhan Byzantium di Attalia. Mereka harus memutuskan apakah
tetap melalui jalur darat, dilanjutan melalui laut atau membelah pasukan sebagian lewat
darat dan sebagian lewat laut. Kesulitan yang mereka hadapi jauh lebih sulit daripada
para pendahulu mereka. Menurut mereka, orang-orang Byzantium dan Kaisar Manuel
telah berkhianat. Tak heran jika Manuel tidak membantu tentara salib ini. Lihat saja,
pasukan Conrad telah menjarah Byzantium bahkan Conrad sendiri mengancam akan
menduduki Byzantium. Jadi tak ada alasan Byzantium untuk membantu tentara salib
walau mereka sama-sama beragama Kristen.
Dari pengalaman pahit sebelumnya, Manuel tahu dengan kedatangan tentara salib di
wilayah Byzantium akan mengundang pasukan Turki Saljuk yang masih segar untuk
menyerang. Manuel tak ingin terlibat masalah ini. Karena itu Manuel membuat perjanjian
dengan Mas’ud, Sultan Rum atau Turki Saljuk sebelum tentara salib sampai di
Byzantium. Perjanjian ini makin membuat tentara salib menuduh Manuel adalah
pengkhianat.
Persediaan makanan di Attalia sangat tipis. Gubernur setempat sudah melakukan apa
saja yang bisa ia lakukan untuk menyediakan makanan bagi tentara salib. Bukannya
menghargai, lagi-lagi mereka menyalahkan orang-orang Yunani Byzantium itu karena
dianggap tidak melindungi mereka secara layak.
Dari Attalia, tentara salib memutuskan untuk melanjutkan perjalanan melalui laut dengan
menggunakan kapal-kapal yang disediakan Kaisar Manuel. Karena kapal-kapal yang
tersedia tak cukup, maka hanya para ksatria, bangsawan dan sebagian pasukan infantri
yang berangkat. Sisanya, sebagian tentara infantri, para peziarah dan bersama anak istri
mereka ditinggal di Attalia yang kemudian lenyap dari sejarah, dikhianati oleh saudara-
saudara seiman sendiri. Mereka hancur karena tak mampu mempertahankan diri dari
serbuan pasukan Turki. Meninggalkan kaum miskin mungkin perlu untuk melanjutkan
perang salib, tapi ini jelas-jelas membuktikan bahwa para tentara salib ini tak mempunyai
rasa kemanusiaan dan solidaritas.
Pada tanggal 19 Maret 1148, pasukan Louis telah tiba di pelabuhan St. Simeon. Kaisar
Conrad jatuh sakit dan harus kembali ke Konstantinopel. Conrad kemudian dirawat
dengan penuh kasih oleh Kaisar Manuel, seorang kaisar yang pernah diancam Conrad
sebelumnya. Maka sekarang hanya Louis, pemimpin satu-satunya yang berhasil
mencapai Antiokhia dan disambut secara hangat oleh Pangeran Raymund.
Setelah melewati perjalanan yang mencekam, Eleanor amat senang sesampai mereka
di Antiokhia. Ia lebih merasa kerasan dengan kondisi di daerah timur yang lebih maju dan
beradab daripada Paris yang muram milik Bernard. Di sini Eleanor juga merasa senang
karena bisa bertemu dengan Raymund yang masih terhitung sebagai pamannya dan
teman masa kecil. Keduanya memang terpaut selisih tahun yang tidak terlalu jauh.
Sebelum Raymund berangkat ke timur, keduanya pernah terlibat dalam hubungan yang
memalukan. Pertemuan mereka berdua di Antiokhia ini langsung menyebar desas-
desus. Diam-diam Louis mulai cemburu.
Raymund mempunyai harapan dengan adanya tentara salib ini. Raymund merasa
terancam dengan perkembangan Nuruddin dan terus mengawasinya. Kota muslim
Aleppo hanya berjarak 50 mil dari Antiokhia. Sebuah serangan mendadak tentara salib
ke Aleppo diusulkan Raymund kepada Louis. Serangan ini hampir bisa dipastikan akan
mampu merebut Aleppo dari Nuruddin. Namun Louis secara datar menolak usulan ini.
Louis bersikeras ia sedang melakukan perjalanan ziarah dan tidak dapat menyerang
secara besar-besaran sebelum berdoa di makam suci. Kembali lagi kita jumpai, sebuah
tindakan yang dianggap saleh oleh orang Kristen tapi tidak sesuai logika dan nalar. Louis
telah membuang kesempatan besar.
Eleanor merasa sudah tak bisa mengikuti kebodohan suci ini. Eleanor dan pasukan
pribadinya dari Aquitaine akan tetap tinggal di Antiokhia dan bersama Raymund akan
menyerang Nuruddin. Disulut api cemburu, Louis menculik Eleanor dan kemudian
mengikatnya di atas kapal untuk kemudian berlayar menuju Acre bersama tentara salib.
Eleanor akan terus bersama Louis selama perang salib kedua ini. Dalam pelayaran ini,
Eleanor hamil dan tak pernah jelas siapa ayah dari janin ini.
Ketika tentara salib tiba di Yerusalem, mereka disambut oleh kaum Frank yang telah
berkembang biak di Palestina. Tentara salib dari barat selalu terkejut melihat gaya hidup
beradab dan ketimuran yang dianut oleh kaum Farnk di Yerusalem. Mereka juga terkejut
melihat banyak dari kaum Frank yang bersahabat dengan kaum muslim. Raja Louis
makin geram saja setelah mengetahui bahwa Raja Yerusalem memiliki perjanjian dengan
Amir Damaskus untuk melawan Nuruddin. Itu lagi-lagi memperlihatkan betapa
dangkalnya pikiran Raja Louis yang memimpin tentara salib ini.
Pada Juli 1148, kemudian diputuskan tentara salib dan tentara kerajaan Yerusalem
menyerang Damaskus, satu-satunya sekutu kaum Frank di timur di tengah-tengah
wilayah kekuasaan Islam yang mulai bangkit. Cukup mudah untuk memahami kebebalan
Louis dan tentara Yerusalem: mereka akan memandang hal ini sebagai tindakan
keimanan yang baik sekali, yang hanya percaya sepenuhnya pada Tuhan dan
membuang logika dan nalar. Serangan ini justru akan menguatkan Nuruddin. Ketika
melihat Damaskus dikepung oleh tentara salib bekas sekutunya, Amir Damaskus
kemudian meminta bantuan Nuruddin. Dengan begitu, aliansi Nuruddin justru lebih kuat
daripada sebelumnya.
Pengepungan Damaskus adalah sebuah kegagalan besar, yang hanya mampu
mengepung beberapa hari saja. Pada mulanya tentara salib mengalami kemajuan
dengan menaklukkan sebagian perkebunan buah di luar kota. Kemudian kaum Frank
Yerusalem mengusulkan untuk memindah posisi tentara salib di bawah benteng agar
tentara muslim tidak dapat berlindung di pohon-pohon. Ternyata posisi ini justru fatal bagi
tentara salib dan mereka menuduh kaum Frank Yerusalem telah menerima suap dari
Nuruddin. Di saat yang kacau itu, pasukan bantuan Nuruddin datang. Kaum Frank
Yerusalem berusaha membujuk tentara salib untuk mengakhiri pengepungan. Tentara
salib mundur kembali ke Yerusalem dan mengalami jatuh korban yang besar.

MUNCULNYA SHALAHUDDIN AL-AYYUBI, PENGUSIR ORANG KRISTEN DARI AL


QUDS
Pada tahun 1157, Nuruddin jatuh sakit yang cukup berat dan tak kunjung sembuh hingga
dua tahun kemudian. Dalam sakitnya, Nuruddin merenungi kebijakan yang akan diambil.
Nuruddin merasa bahwa ini adalah saat yang tepat untuk memulai jihad terbuka mengusir
tentara salib dari bumi Islam. Para amirnya telah diberitahukan dan mengusulkan untuk
merebut Antiokhia, tapi Nuruddin menolaknya. Seperti biasa, Nuruddin bersikap hati-hati
dan penuh perhitungan. Dia tahu, ini belum saatnya untuk menyerang Yerusalem dan
kota-kota sekitarnya. Manuel dari Byzantium baru saja menaklukan Anatolia dengan
kekuatan militernya. Kemenangan Byzantium di utara ini memaksa Nuruddin untuk
mencari front pertempuran yang lain, karena adalah tindakan yang konyol melawan
Byzantium yang tengah kuat secara moral setelah penaklukan Anatolia. Jika pun
menang, itu pasti diraih dengan sangat tidak mudah dengan risiko banyak kehilangan
nyawa prajurit.
Tapi Nuruddin tak perlu menunggu lama, Mesir akan menjadi medan pertempuran yang
akan membawa kemenangan gemilang dan menginspirasi generasi berikutnya. Pada
tahun 1162, Raja Almaric dari Yerusalem menyerbu Mesir yang waktu itu berkhalifahkan
Syiah. Secara tiba-tiba, Raja Almaric menyadari nilai strategis dari Mesir. Ini adalah
kesempatan Nuruddin untuk berjihad melawan orang Kristen di front selain front utara
yang tengah kuat setelah merebut Anatolia.
Khalifah Mesir mengirim surat bernada putus asa ke Nuruddin, memohon lebih banyak
bantuan untuk melawan tentara Kristen Keerajaan Yerusalem di bawah Raja Almaric.
Perjuangan melawan orang Kristen telah memasuki era baru. Dalam waktu singkat
Almaric merebut Bilbays dan membantai seluruh penduduknya tanpa ampun. Sebelum
ditaklukan, Kairo dibakar oleh penduduknya sendiri daripada dimanfaatkan oleh orang
Kristen. Api menyala begitu hebat dan mengamuk selama 54 hari.
Keadaan menjadi begitu darurat. Nuruddin kemudian segera mengirim bantuan ke Mesir,
menolong kaum muslimin dari kekejaman orang Kristen Yerusalem. Nuruddin mengirim
Shirkuh, panglimanya yang brilian dan telah bertempur di Mesir dalam serangkaian
operasi militer yang luarbiasa sukses selama enam tahun terakhir. Shirkuh adalah
seorang panglima yang sangat dihormati dan dipuja oleh anak buahnya. Tanpa ragu,
Shirkuh segera saja menyambut kesempatan ini dan berseru ke keponakannya, “Yusuf,
segera kemasi barangmu! Kita akan berangkat!”
Yusuf amat berbeda dengan pamannya. Yusuf adalah seorang pemuda yang bertubuh
kurus berusia 31 tahun dengan wajah tampan dan melankolis. Dia bukan tipe orang kekar
yang mengandalkan kekuatan ototnya. Yusuf sangat sensitif dan mudah menangis jika
melihat sesuatu yang menyedihkan. Hatinya penuh dengan kelembutan. Karena sifatnya
yang lembut inilah, Yusuf merasa takut ketika mendengar perintah pamannya; “Seakan
jantungku ditoreh belati dan aku menjawab, ‘Demi Allah, bahkan jika diberi seluruh
kerajaan Mesir, aku tidak akan berangkat’”. Yusuf pernah bertempur di Mesir bersama
pamannya selama dua tahun dan ini memberikan pengalaman yang mengerikan. Shirkuh
bersikeras bahwa kehadiran Yusuf amat penting dan Nuruddin pun secara khusus juga
memerintahkan Yusuf untuk berangkat ke Mesir. Dengan perasaan segan, Yusuf pun
akhirnya berangkat bersama Shirkuh dan pasukannya.
Walaupun pada awalnya tidak terlalu senang dengan militer, Yusuf sang amir muda, akan
menjadi salah satu pahlawan yang paling mengagumkan dalam sejarah Islam. Yusuf
nantinya akan lebih dikenal dengan gelarnya yaitu Shalahuddin yang berarti Keadilan
Agama. Ia dipuji oleh orang Timur maupun Barat dan satu-satunya pahlawan muslim
yang diberi nama versi barat oleh para pengagumnya di Eropa yaitu, Saladin.
Pasukan Shirkuh tidak mengalami satu pertempuran sekalipun melawan pasukan Kristen
Almaric karena orang-orang Kristen itu telah lari ketakutan. Shirkuh kemudian dipuja
sebagai pembebas Mesir dan dianggap sebagai pemimpin kuat yang akan membawa
ketertiban di Mesir. Mesir diperintah oleh wazir dan tak ada satupun wazir yang mampu
membangun pemerintahan yang kuat dan mampu menegakkan keadilan. Shirkuh
kemudian diangkat sebagai wazir baru ketika baru sepuluh hari kedatangannya. Otomatis
kini Mesir merupakan bagian dari kerajaan Nuruddin. Ini mengubah secara drastis
perimbangan kekuasaan di timur dekat. Kerajaan-kerajaan Kristen, baik di barat maupun
di timur seperti Byzantium dan Yerusalem, kaget melihat persatuan umat muslim ini.
Mereka menganggap ini adalah ancaman yang besar dan serius. Tapi takdir berkata lain,
Shirkuh hanya menjabat 2 bulan sebagai wazir karena wafat.
Yusuf kemudian tampil menggantikan Shirkuh sebagai wazir Mesir. Yusuf tiba-tiba
mendapati dirinya yang diberi gelar Al-Malik Al-Nashir yang berarti raja yang menang. Ia
diberi pakaian wazir yang putih dan berturban emas serta jubah bergaris perak. Sebilah
pedang yang dilapisi permata pada genggaman tangan kini juga menjadi miliknya. Ia
dinaikkan ke kuda berwarna merah batu bata indah dengan pelana yang penuh permata.
Karena hati Yusuf yang sensitif, ia menerima ini semua dengan hati yang takjub bahkan
terkejut. Yusuf yang sebelumnya menolak berangkat ke Mesir kini malah menerima
kehormatan yang tinggi dengan diserahi jabatan tertinggi di Mesir. Ia hanya dapat
menjelaskan semua ini sebagai kehendak Allah. Ia merasa dengan jabatan ini bahwa ia
harus menjalankan seruan Allah, mengusir orang-orang Kristen yang kejam dari bumi
Islam khususnya Al-Quds.
Begitu diangkat menjadi wazir, kehidupan Yusuf atau Saladin ini berubah. Dengan
jabatannya ini ia justru semakin banyak beribadah dan semakin ketat dalam menjalankan
perintah-perintah agama. Sebagaimana seharusnya pemimpin muslim, Saladin
menjalani kehidupan yang sederhana di tengah-tengah gemerlapnya hidup di sekitar
tempatnya bekerja sebagai wazir. Di akhir hayatnya nanti, Saladin hanya meninggalkan
uang 47 dirham walaupun saat itu ia adalah pemimpin yang paling kuat di timur tengah.
Saladin membagikan banyak uang untuk kaum miskin sehingga bendaharawan Saladin
mau tak mau harus menyembunyikan sebagian harta untuk keperluan darurat. Saladin
juga belajar agama secara serius dengan para sarjana muslim terkemuka dan
memerintahkan salah seorang sarjana untuk menulis buku tanya jawab soal keimanan
untuk dirinya. Setiap kali Saladin tidak sedang bekerja, ia pasti membaca hadist. Saladin
selalu shalat shubuh berjamaah serta sering menangis penuh emosi dalam shalat-
shalatnya. Airmatanya akan mengalir lagi setiap kali mendengarkan ayat-ayat Al Qur’an
yang mengharukan hatinya. Tak mengherankan jika sejak dia menjadi wazir, Mesir
mempunyai identitas baru yang berpusat pada iman dan syariah Islam.
Saladin menyakini bahwa Allah telah memilihnya untuk melaksanakan sebuah tugas
khusus. Beberapa tahun setelah diangkat menjadi wazir, ia berkata, “Ketika Allah
memberiku negeri Mesir, aku yakin Allah juga bermaksud memberiku Palestina.” Saladin
merasa wajib untuk berjihad melawan orang Kristen dan mengusir mereka dari Palestina.
Ia tumbuh besar di istana Nuruddin dan di sana jihad dipandang bermakna penting bagi
umat muslim. Yang menakjubkan adalah komitmen besarnya, yang telah mengubah
seorang yang tadinya lembek menjadi seorang yang tangguh. Bahauddin penulis
biografinya menulis:
“Perang suci dan segala penderitaan yang ada di dalamnya amat memberatkan hatinya
dan seluruh anggota tubuhnya. Ia berbicara hanya tentang perang suci, hanya berpikir
tentang peralatan tempur, hanya tertarik pada yang telah angkat senjata, dan hanya
sedikit simpati bagi setiap orang berbicara selain itu atau orang berusaha mendorongnya
untuk menjalani kegiatan lain. Demi cinta terhadap perang suci dan jalan Allah, ia
meninggalkan istri dan anak-anaknya, tanah airnya, semua rumah dan tempat tinggalnya,
dan memilih pergi ke dunia luar dan hidup dalam bayangan tendanya, tempat yang selalu
ditiup angin dari segala penjuru.”
Tampaknya ketakutan lamanya telah menghilang. Ia tidak pernah meninggalkan garis
depan pertempuran, bahkan ketika dia sedang sakit. Selama operasi jihad, Saladin
membuat target yang ketat untuk menaklukan paling tidak satu lintasan kemah musuh
setiap hari. Untuk menciptakan rasa kebersamaan, Saladin berkuda di antara para
prajuritnya dengan hanya ditemani seorang pesuruh di waktu pertempuran sedang
terjadi. Perubahan kepribadiannya yang mengarah lebih relijius, telah membongkar
kerumitan rasa ngerinya dahulu, dan menyentuh simpanan kekuatan yang tak seorang
pun menyadarinya termasuk Saladin sendiri. Yusuf atau Saladin kini telah menjadi
seorang yang kuat dan perkasa.
Rasa percaya diri dan perasaan memiliki tujuan hidup ini mewujud dengan cepat. Dalam
beberapa bulan pertama masa kepemimpinannya, Saladin meredakan pemberontakan
dalam tentara Mesir dan dengan cerdas memukul mundur pasukan Kristen gabungan
Yerusalem dan Byzantium. Saladin mematuhi perintah Nuruddin untuk mengganti Syiah
menjadi Suni. Ini sangat beresiko karena bisa memancing pemberontakan rakyat Mesir
dengan skala luas. Saladin sendiri sebenarnya merasa tak perlu mengadakan operasi
militer untuk penggantian ini karena syiah dan suni hanya mempunyai perbedaan secara
politis saja, bukan sebuah perbedaan yang bersifat teologis. Ini tidak seperti perbedaan
antara Katolik dan Protestan yang lebih bersifat teologis. Saladin sendiri sangat dekat
dengan Khalifah Syiah Mesir yang masih muda dan berbudi halus. Mesir kini menikmati
rasa aman yang dibangun oleh pemerintahan Saladin. Saladin kini dihormati oleh rakyat
Mesir melebihi penghormatan mereka terhadap khalifah, baik di Mesir sendiri maupun
Baghdad.
Pada tanggal 15 Mei 1174, Nuruddin wafat karena serangan jantung di usianya yang ke
60. Nuruddin telah mengilhami kesetiaan besar dan memiliki banyak pengikut yang setia.
Di Suriah, kebanyakan amir mendukung Al-Shalih, putra Nuruddin yang masih berusia
sebelas tahun. Para amir marah begitu mendengar Saladin yang seharusnya menjadi
wali Al-Shalih. Saladin kemudian memulai kampanye panjang dengan penuh kesabaran
untuk memenangkan dukungan rakyat sebagaimana yang pernah dilakukan oleh
Nuruddin. Saladin menggunakan metode yang sama dan secara bertahap mampu
meyakinkan rakyat, hingga kemudian rakyat menganggap bahwa Saladin adalah
seorang pewaris yang paling pantas walaupun sebagian orang menganggap Saladin tak
lebih seorang pengkhianat.
Saladin di mata rakyatnya adalah seorang pemimpin yang taat beribadah, yang
melaksanakan Islam secara kaffah. Bahkan dalam beberapa hal, Saladin melampaui
sifat-sifat kesarjanaan dan kepejuangan Nuruddin yang saleh. Saladin bukan hanya
hidup sederhana dan banyak memberi sedekah seperti halnya Nuruddin, tapi Saladin
lebih dekat dengan rakyatnya karena ia membuka lebar-lebar istananya sehingga rakyat
mudah menjangkaunya. Walau tak diragukan akan kesalehannya, Nuruddin terkesan
agak resmi dan berjarak dengan rakyatnya sehingga menimbulkan rasa segan. Ini adalah
kebalikan dari sikap Saladin sehari-hari. Saladin memberi contoh bagaimana seharusnya
seorang pemimpin Islam. Sikapnya informal dan selalu menganggap dirinya sama
dengan rakyat kebanyakan. Saladin selalu makan bersama dengan para prajuritnya dan
hanya undur diri ketika akan sholat. Ia tak pernah minta diperlakukan secara istimewa,
bahkan ia membiarkan dirinya diperintah oleh bawahannya yang rewel untuk
menandatangani beberapa surat padahal ia sudah sangat kelelahan. Bahauddin, si
penulis biografi Saladin, seringkali terkejut dengan sikap keseharian Saladin.
Karena keseharian yang sederhana, Saladin sangat dicintai oleh rakyatnya. Istana
Saladin bersifat revolusioner pada jamannya, yaitu bersifat informal sekaligus kembali
pada prinsip-prinsip fundamental Islam. Saladin terkenal dengan sifat welas asih, bahkan
kepada musuhnya. Ia pernah menangis tersedu-sedu ketika seorang perempuan Kristen
datang kepadanya dengan depresi karena putrinya diculik oleh seorang prajurit muslim
dalam sebuah penyerbuan. Saladin memerintahkan untuk mencari putrinya seantero
negeri, dan kemudian dikembalikan kepada ibunya.
Dalam masa awal pemerintahannya, Saladin membuat propaganda yang amat sukses,
jauh melebihi kesuksesan Nuruddin. Saladin menyadarkan masyarakat bahwa jihad
adalah sesuatu yag sangat penting bagi integritas seorang muslim. Ia melakukan
pendidikan agama yang intensif di seluruh negeri, termasuk di kalangan prajuritnya.
Untuk pertamakali dalam sejarah Islam, hadis dibacakan kepada pasukan ketika mereka
siap bertempur, dan lebih banyak lagi pembacaan dan diskusi agama dilakukan ketika
pasukannya menunggangi sadel kuda dan bergerak maju ke arah musuh. Tak ada amir
lain waktu itu yang menunjukkan semangat besar untuk berjihad, sebagaimana semangat
jihad Nuruddin yang juga dicintai rakyatnya.
Jika di pihak kaum Muslim mengalami kebangkitan yang luar biasa untuk berjihad,
kebalikannya pihak Kristen justru mengalami kemunduran. Kerajaan Yerusalem
sepenuhnya terisolasi dari luar karena ulah mereka yang menimbulkan kebencian
walaupu dilakukan atas nama agama mereka. Tak hanya orang Muslim yang mulai
bangkit untuk berjihad mengusir mereka, tapi orang-orang Kristen barat ini juga
menimbulkan kebencian orang Yunani Ortodoks, kaum Jakobi, kaum Koptik dan kaum
Kristen Armenia yang dianggap sebagai bidah. Dengan anggapan seperti itu, orang
Kristen Barat ini secara efektif mengasingkan diri mereka dengan sekutu-sekutu mereka
sendiri, yang sangat berharga jika terjadi kemelut. Orang Kristen Barat ini sepenuh
menggantungkan harapan dengan bantuan tentara salib dari para Paus dan para raja
yang berada di Eropa.
Tak hanya itu, orang Kristen Yerusalem ini terpecah menjadi dua kubu yang selalu
berseberangan, yaitu kelompok elang dan merpati. Kelompok merpati adalah kelompok
yang percaya bahwa sebaiknya tidak memprovokasi Saladin dan cenderung untuk
mengadakan perdamaian. Mereka menganggap penting hubungan baik dengan orang
Muslim karena pertimbangan perhitungan kekuatan yang tidak seimbang. Kebanyakan
dari mereka lahir di Yerusalem dan biasa bergaul dengan orang Muslim. Kelompok ini
lebih mirip dengan orang timur daripada orang barat. Kelompok merpati ini dipimpin oleh
Raymund dari Tripoli.
Sementara itu, kelompok elang menyakini bahwa berkompromi dan berdamai dengan
orang Muslim adalah hal yang tidak terhormat dan tidak sesuai dengan agama Kristen.
Kelompok kabanyakan terdiri dari para imigran baru yang terdorong untuk berimigrasi ke
Yerusalem karena fanatisme beragama intoleran yang berkembang di Eropa. Ketika
mereka sampai di Yerusalem, mereka merasa muak dan terkejut melihat hubungan baik
antara orang Kristen dan Muslim yang mereka temukan di Yerusalem. Menurut mereka,
ini tidak sesuai dengan tuntunan agama Kristen.
Pimpinan kelompok elang ini adalah Reynauld dari Chatillon yang terkenal karena
kejahatannya. Ia datang ke timur tak lama setelah kejatuhan Edessa pada tahun 1147.
Ia serakah akan emas dan haus akan darah orang Muslim. Renauld menikahi janda
Raymund dari Antiokhia dan mengambil alih pemerintahan perwakilan Antiokhia. Selama
sepuluh tahun, Reynauld melakukan banyak kekejaman brutal yang memunculkan sikap
bermusuhan para penduduk setempat. Tahun 1156, ketika Reynauld sedang berseteru
dengan Kaisar Byzantium, ia menyiksa Uskup Agung dari Antiokhia, menyirami luka-luka
sang Uskup Agung dengan madu dan menjemur tubuhnya diterik matahari sehingga
tubuh itu kemudian diserang oleh berbagai macam serangga. Uskup Agung itu kemudian
menyerah dan memberikan uang kepada Reynauld yang kemudian dipakai untuk
menyerang Pulau Siprus milik Byzantium.
Pulau itu dijarah oleh Reynauld dengan sangat biadab sehingga pulau itu tak pernah pulih
hingga sekarang. Ia membantai ribuan lelaki, perempuan dan anak-anak. Reynauld
mengumpulkan para pendeta Yunani dan memotong hidung mereka dan kemudian para
pendeta ini dikirim ke Konstantinopel. Reynauld tidak pernah merasa bersalah melukai
sesama orang Kristen, seorang tipikal Tentara Salib yang memandang bahwa Kristen
Timur adalah bidah.
Reynauld juga menjarah ke wilayah Muslim dan pernah tertangkap pada tahun 1157 di
sebuah daerah dekat Aleppo di masa pemerintahan Nuruddin. Pada tahun 1175
Reynauld dilepaskan oleh Al-Shalih yang waktu itu sedang berseberangan dengan
Saladin. Reynauld lari bergabung dengan tentara salib Yerusalem dan menjadi pembenci
paling depan orang-orang Muslim.
Pemimpin kelompok elang lainnya adalah Gerard dari Ridfort yang merupakan pimpinan
dari Ordo Kstaria atau Knights of Templar dan Guy dari Lusignan. Mereka sangat
membenci kelompok merpati seperti Raymund dari Tripoli, apalagi orang-orang Muslim.
Selama masa pemerintahan Raja Lepra Baldwin, kelompok merpati bekerja keras untuk
menjaga perdamaian dengan orang Muslim. Raymund dari Tripoli yang menjadi pimpinan
kelompok merpati memandang bahwa orang muslim adalah manusia biasa, bukan
musuh Tuhan yang menakutkan. Ia ingin Yerusalem tetap berdiri dan tidak ingin
mebahayakan keamanannya dengan menjadikan Kerajaan Yerusalem sebagai garda
depan agresivitas Kristen. Untuk sementara, Saladin belum kuat untuk mengadakan
serangan besar-besaran ke Yerusalem. Walau begitu, Raymund tetap waspada.
Pada tahun 1177, Raja Lepra Baldwin sepenuhnya menjadi raja Yerusalem. Dalam trasisi
kekuasaan tersebut, Saladin secara mengejutkan mengadakan serangan ke Yerusalem.
Ini adalah keputusan buru-buru yang tak lazim dilakukan oleh Saladin. Saladin kalah
telak, tapi kaum Muslim dengan semangat yang membara meluluhlantakkan daerah
pedesaan di sekitar Yerusalem. Serangan itu menimbulkan teror yang luarbiasa bagi
orang Kristen Yerusalem sehingga Raja Lepra Badwin menawarkan gencatan senjata
kepada Saladin yang diterima dengan perasaan lega. Panen tahun itu sungguh buruk
sehingga Saladin belum cukup kuat untuk mengadakan perang yang berskala besar.
Saladin merasa harus lebih bersabar.
Meskipun gencatan senjata sangat merugikan, mau tak mau Saladin harus menjaga
situasi damai. Di sini bisa kita lihat perbedaan esensial antara kaum Kristen dan kaum
Muslim dalam mensikapi perang suci ini. Al Qur’an telah mengatur bahwa dalam situasi
perang, jika musuh mengajukan gencatan senjata atau meminta berunding, dan
gencatan ini tidak merugikan Islam maka kaum Muslim diperintahkan untuk bekerja
sama. Walau begitu, gencatan ini tak boleh melampaui waktu 10 tahun (Q.S. Al-Anfal:
62-63). Sedangkan kaum Kristen –apalagi kelompok elang- tidak mau berdamai karena
menganggap bahwa gencatan senjata tidak sesuai dengan integritas religiusnya. Jadi di
sini terlihat bahwa kaum Kristen ini berperang atas nama agama mereka. Mereka
menganggap bahwa kaum Muslim adalah kaum yang harus diperangi karena ini adalah
perintah agama.
Walaupun Saladin sangat ingin mengusir tentara Salib dari Palestina, ia tidak dapat
menolak permintaan gencatan senjata dari musuhnya karena Saladin orang yang saleh
dan menolak menandatangani gencatan senjata berarti tidak melaksanakan perintah
Allah seperti yang tertulis dalam Al Qur’an. Selama hidupnya, Saladin tidak pernah
sekalipun melanggar perjanjian gencatan senjata.
Pada tahun 1181, Reynauld memandang rombongan kafilah Muslim yang melewati rute
perdagangan yang menuju ke Mekkah. Reynauld kemudian menyerang rombongan
tersebut yang diikuti oleh kelompok jamaah haji yang akan menunaikan ibadah haji. Tak
berhenti di sini, Reynauld dan pasukannya bahkan berniat untuk menyerang kota suci
Madinah. Untung saja Farukh Shah, keponakan Saladin, bergerak cepat dengan
memukul mundur pasukan Reynauld ke kota Moab.
Rangkaian insiden ini sangat provokatif dan telah membebaskan Saladin dari perjanjian
gencatan senjata. Dengan mengancam Madinah dan menyerang jamaah haji, Reynauld
jelas-jelas menyerang eksistensi Islam. Pada diri Reynauld kita dapat melihat bahaya
kaum ektremis Kristen yang sekarang mengejawantah ke orang Israel masa kini, yang
juga berpikir bahwa berdamai dengan orang Islam adalah dosa. Mereka menganggap
dirinya melakukan perang suci melawan kaum Muslim. Reynauld menolak mengakui
kesalahan dan meminta maaf. Dia melakukan ini karena perintah agamanya. Raja Lepra
Baldwin tak mampu mengambil barang rampasan yang diambil Reynauld dari rombongan
tersebut. Ketika Saladin membalas dengan menangkap 150 peziarah Kristen, Reynauld
masih bersikeras menolak pengembalian barang rampasan tersebut.
Pelanggaran ini sudah membatalkan gencatan senjata. Kaum Muslim mulai menyerbu
wilayah-wilayah Kristen. Desa-desa dan ladang-ladang di Galilea sudah jatuh ke tangan
kaum Muslim. Kota Beirut dikepung. Benteng Kristen Habis Jaldack di daerah seberang
sungai Yordan telah jatuh ke tangan kaum Muslim. Penyerangan ini juga meningkatkan
wibawa Saladin di mata seluruh dunia Islam, karena Reynauld telah menunjukkan bahwa
kaum Kristen adalah musuh yang berbahaya bagi kaum Muslim dan Islam sebagai
agama. Semakin banyak orang yang mendukung jihad.
Sementara kaum Muslim makin bersatu dan makin kuat, orang Kristen nyaris mengalami
perang saudara. Persaingan kelompok elang melawan kelompok merpati makin
meruncing. Kelompok elang secara terang-terangan mendukung Reynauld. Pada tahun
1181, Reynauld melakukan sebuah serangan yang paling provokatif kepada kaum
Muslim, sebuah serangan yang berbeda dengan sebelumnya. Reynauld bergerak untuk
menaklukkan Mekkah dan akan membumihanguskan Ka’bah. Untuk penyerangan ini,
Reynauld membuat sebuah armada yang terdiri dari kapal-kapal yang dapat dibongkar
pasang. Pasukan Reynauld mencoba kapal ini di laut mati, kemudian membongkar dan
membawanya ke pelabuhan Eilat di teluk Aqaba melalui Nejef. Selanjutnya mereka
berlayar di Laut Merah. Di sepanjang Laut Merah, Reynalud membuat kerusuhan di
berbagai pelabuhan kaum Muslim hingga akhirnya sampai di Rabiqh, dekat Mekkah.
Untungnya Sayfuddin Al-Adil, saudara Saladin, bergegas berangkat dari Mesir untuk
menyelamatkan keadaan. Sayfudding Al-Adil berhasil menghancurkan pasukan Kristen
dan membawa para tawanan ini ke Madinah untuk kemudian dieksekusi mati. Tapi
Reynauld sekali lagi berhasil lolos dan kembali ke Moab. Dengan adanya serangan
Reynauld ini, jihad makin dipandang penting oleh kaum Muslim karena kaum Kristen
sudah menunjukkan sifat aslinya. Tak ada satupun orang Muslim yang dapat
mengabaikan serangan yang mengarah ke Mekkah. Mereka mungkin tak semuanya akan
berangkat berjihad, tapi semuanya pasti akan memberikan dukungan secara terbuka
kepada jihad yang melawan musuh-musuh Islam seperti Reynalud ini.

BEBASNYA PALESTINA
Pada tahun 1183, Saladin memulai gerakannya untuk membebaskan Palestina dari
tentara Salib. Pasukan Saladin menyeberangi Yordania dan menyerbu Galilea. Guy dari
Lusignan, yang kini menjadi wali Kerajaan Yerusalem, segera saja memobilisasi
tentaranya. Kedua pasukan kemudian berkemah berhadap-hadapan di kolam Goliath.
Kelompok elang mendesak untuk segera menyerang. Usulan kelompok elang ini
ditentang oleh Baldwin yang memerintahkan untuk bertahan. Tindakan menyerang
Saladin lebih dulu adalah konyol mengingat jumlah pasukan Saladin yang jauh lebih
besar dibandingkan tentara Salib. Walau menang jumlah, Saladin tidak akan mampu
mempertahankan keberadaan pasukannya dalam waktu lama di lingkungan yang tidak
ramah. Para tentara Muslim ini harus pulang untuk memanen hasil pertaniannya. Saladin
sebenarnya sudah memancing tentara Kristen untuk bertempur, tapi mereka tetap tenang
sehingga memaksa Saladin dan pasukannya untuk mundur.
Karena dinilai terlalu pasif dalam menangani kepungan kaum Muslim, Guy kemudian
dicopot jabatan wali dan kemudian mengangkat kembali Raymund dari kelompok
merpati. Raja Lepra Baldwin membuat wasiat yang mengangkat Raymund menjadi wali
kerajaan jika penggantinya, Baldwin V, masih berumur di bawah 10 tahun ketika Raja
Lepra Baldwin meninggal.
Pada tahun 1185, Raja Baldwin IV meninggal karena penyakit lepranya. Wasiatnya
segera berlaku. Baldwin V yang masih berumur 7 tahun mewarisi tahta dan Raymund
menjadi walinya. Sebagai wali kerajaan, Raymund meminta Saladin untuk melakukan
gencatan senjata selama 4 tahun. Saladin pun menyetujui gencatan senjata tersebut.
Dalam masa gencatan senjata Kerajaan Yerusalem berusaha membangun kembali
aktifitas perdagangan dan, yang terpenting, membujuk Eropa untuk melancarkan perang
salib.
Secara mengejutkan, Baldwin V meninggal di Acre. Setelah upacara pemakaman
Baldwin V, Joscelin –salah satu menteri- menyarankan Raymund untuk segera ke
Tiberias, menyiapkan suksesi sesuai dengan wasiat Baldwin IV. Tapi ternyata itu semua
telah diatur sedemikian rupa. Ketika Raymund tengah berada di Tiberias, telah terjadi
sebuah kup. Di Makam Suci, Uskup Agung Heraclius menobatkan Guy dan Sibylla
sebagai raja dan ratu Kerajaan Yerusalem. Ini adalah kemenangan besar kelompok elang
atas dominasi kelompok merpati selama ini.
Dengan Guy menjadi raja, kebencian Reynauld seakan-akan terbebaskan. Hanya
beberapa minggu setelah kup, Reynauld menyerang rombongan pedagang dan jamaah
haji ketika mereka sedang menuju ke Mekkah. Reynauld membantai seluruh laki-laki dan
menawan sisanya di kastil miliknya. Salah seorang tawanannya adalah saudara
perempuan Saladin. Menanggapi hal ini Saladin mengatakan, jika Reynauld
membebaskan tawanan dan mengembalikan barang jarahannya, maka Saladin masih
akan menghormati perjanjian gencatan senjata. Ternyata Reynauld menolak dan Saladin
bersumpah akan membunuh Reynauld dengan tangannya sendiri.
Saladin kemudian menyerukan jihad besar-besaran melawan kaum Kristen. Saladin
merasa sudah saatnya kaum Kristen diusir dari tanah Muslim. Seruan Saladin mendapat
sambutan yang luarbiasa. Ribuan kavaleri dan infanteri membanjiri Damaskus dari
seluruh penjuru kerajaan. Damaskus penuh sesak oleh prajurit-prajurit dan bendera-
bendera yang berkibar, dikelilingi oleh ribuan tenda yang menjadi tempat berteduh para
prajurit. Untuk pertamakali selama berabad-abad, kaum Muslim memobilisasi secara
penuh untuk jihad dengan efektif. Kaum Muslim terlihat siap dan mampu untuk
menghancurkan pasukan Kristen.
Raymund merasa kehancuran Kerajaan Yerusalem sudah di depan mata. Raymund
membuat sebuah perjanjian rahasia dengan Saladin yang berjanji tidak akan menyerang
Tripoli dan Galilea. Mendengar hal ini, meluaplah kemarahan kelompok elang dan
mendesak Guy untuk mengirimkan pasukan untuk menghajar Raymund. Melihat ini,
Balian dari Ibelin mengingatkan Guy bahwa bahaya besar mengancam jika menyerang
Raymund karena ini akan mengundang pasukan Saladin yang berjumlah besar untuk
menyerang karena adanya perpecahan. Atas pertimbangan inilah, Guy kemudian
memerintahkan untuk membatalkan serangan ini.
Pada tanggal 30 April, anak Saladin, Al-Afdlal, mendatangi Raymund mengajukan
sebuah permintaan untuk mengirim kelompok penyelidik melalui Galilea. Raymund
mengijinkannya asalkan tidak merusak satupun kota atau desa yang dilewati dan harus
kembali lagi sebelum malam. Al-Afdlal setuju dengan syarat Raymund. Raymund
memerintahkan agar semua orang di Galilea untuk tetap di rumah pada esok harinya.
Keesokan hari, tanggal 1 Mei, Raymund menyaksikan 7000 pasukan muslim berbaris
melalui kastilnya di Tiberias menuju Galilea. Sore harinya, sesuai kesepakatan, pasukan
muslim tersebut meninggalkan wilayah Kristen dengan membawa kepala-kepala para
Ksatria Kuil (Knight of Templar) dan Ksatria Ordo Hospitaler
Rupanya ketika Gerard dari Ridfort mendengar perintah Raymund untuk tidak keluar
rumah menghindari pasukan Muslim, hatinya tidak dapat menerima perintah yang keluar
dari seorang pengkhianat pengecut. Gerard justru memerintahkan seluruh Ksatria Kuil
yang berada di wilayah itu untuk bergabungnya. Sebanyak 90 ksatria dari Ksatria Kuil
ditambah 40 ksatria sekuler dari Nazaret bergabung dengan Gerard. Kelompok kecil
Kristen ini berkeliling untuk mencari tentara Muslim. Saat mereka memberi minum kuda
di mata air Cresson, mereka melihat jumlah pasukan Muslim yang besar. Secara logika
James Maily, komandan Ksatria Kuil, ingin mundur dan menghindar pasukan Muslim.
Tapi Gerard bersikeras untuk tetap menyerang dan menghina James: “Kau terlalu
mencintai kepala pirangmu itu.” James yang telah bersumpah untuk patuh menjawab:
“Aku akan mati dalam pertempuran layaknya seorang pemberani. Sedangkan kau akan
kabur layaknya seorang pengkhianat.” Tentara Kristen itu kemudian menyerang pasukan
Muslim yang berjumlah ribuan. Semua tentara Kristen ini kemudian terbunuh kecuali 3
orang, dan salah satunya adalah Gerard dari Ridfort.
Dengan adanya bencana ini, Raymund kemudian menjadi bahan cacian bagi kaum
Kristen. Raymund sendiri telah terguncang dengan peristiwa ini sehingga dia akhirnya
menyerahkan semua pasukannya menjadi di bawah kendali Raja Yerusalem. Orang
Kristen mulai mengadakan mobilisasi pasukan. Semua pasukan berkumpul di Acre
kemudian berbaris ke Sephoria secara ogah-ogahan. Mereka mengalami demoralisasi.
Sebaliknya justru terjadi di pihak Muslim. Pasukannya mulai tak sabar untuk memulai
jihadnya. Saladin sendiri menyimpulkan bahwa kesempatan ini tak akan disia-siakan.
Pertempuran ini harus dilaksanakan sebelum musim gugur karena tentara mereka harus
kembali untuk memanen lahan pertaniannya.
Saladin kemudian memasang jebakan dan berdoa agar kaum Kristen bisa masuk dalam
perangkapnya. Pada tanggal 1 Juli, Saladin membawa pasukannya melalui Yordania
menuju Galilea. Setengah pasukan berkemah di dekat danau dan setengahnya lagi
menyerang Tiberias yang dapat direbut hanya dalam waktu 1 jam pertempuran. Saat itu
Raymund dan anaknya tengah berada di Sephoria, sedangkan istrinya masih di
rumahnya di Tiberias. Para pimpinan orang Kristen di Sephoria berdebat, apa yag harus
mereka lakukan. Kelompok elang mengusulkan untuk langsung menyerang dan
kelompok merpati yang dipimpin oleh Raymund mengusulkan untuk bertahan. Raymund
tahu rencana Saladin. Walaupun Tiberias adalah kotanya sendiri, Raymund rela
kehilangan untuk sementara waktu. Raymund juga tidak mengkhawatirkan keselamatan
istri dan penduduk Tiberias karena perilaku Saladin yang penuh welas asih. Paling-paling
mereka dibawa ke Damaskus dan bisa ditebus di lain hari. Seperti biasa, Raja Guy
bimbang memutuskan jalan mana yang harus ditempuh. Guy kemudian mendengarkan
Gerard yang berhasil melarikan diri dari serangan bodoh bunuh dirinya di Cresson.
Gerard mencerca Raymund yang sudah dianggapnya sebagai pengkhianat. Guy
memerintahkan pasukannya untuk berbaris menuju Tiberias. Orang Kristen sudah masuk
jebakan yang dipasang oleh Saladin.
Tentara Kristen berjalan menyeberangi lembah-lembah Galilea dalam musim panas yang
terik. Mereka terbebani oleh pakaian dan peralatan tempur yang berat. Perjalanan yang
seharusnya memakan waktu beberapa jam akhirnya harus ditempuh seharian. Saladin
mengirimkan pemanah-pemanah jitu untuk mengikuti mereka dari kejauhan, mengincar
tentara-tentara yang terpisah sendirian. Saladin juga sudah mengeringkan mata air dan
sumur yang akan dilewati tentara Kristen sehingga banyak diantara tentara Kristen ini
menajdi setengah gila karena kehausan. Akhirnya mereka tiba di Galilea dengan kondisi
yang sangat lelah dan menyadari bahwa perkemahan pasukan Muslim telah menutup
akses mereka ke sumber air. Beberapa baron mendesak Raja Guy untuk bergerak
merebut danau dari Saladin, tapi rupanya Raja Guy memutuskan berkemah semalam
karena merasa kasihan melihat penderitaan prajuritnya seharian. Tentara Kristen
berkemah di lereng dekat lembah yang disebut dengan Tanduk Hittin, tempat Yesus
mengkhotbahkan agama damai dalam Khotbah Di atas Bukit. Tentara Kristen
menyangka akan ada satu mata air di lereng bukit tersebut, tapi sesampainya di sana
satu-satunya sumur itu pun sudah kering.
Tak hanya itu, penderitaan dehidrasi mereka bertambah parah karena pasukan Muslim
membuat api unggun yang mengirimkan asapnya ke tentara Kristen yang sedang
berkemah. Belum lagi suara sorak sorai dari pasukan Muslim yang makin menambah
turunnya mental tentara Kristen. Malam itu adalah salah satu dari 10 malam terakhir
Ramadhan, yang bisa saja adalah malam lailatul qodar, malam yang lebih baik dari seribu
bulan. Sebelum malam berakhir, Saladin memerintahkan pasukannya untuk menyebar
secara diam-diam mengepung perkemahan tentara Kristen. Setelah fajar menyingsing,
pasukan Muslim langsung menyerang perkemahan tentara Kristen.
Pasukan infanteri Kristen yang panik dan hanya memikirkan air, bergerak turun setelah
melihat kilauan air laut Galilea. Mereka kemudian dihalau oleh pasukan Muslim dan
menimbulkan banyak korban yang mati dengan mulut menghitam karena kehausan.
Pasukan kavaleri pimpinan Raymund berhasil menembus kepungan pasukan Muslim,
tetapi kepungan kembali rapat setelah Raymund berhasil keluar sehingga pasukan
kavalerinya terpisah dengan pasukan induknya. Raymund berhasil lolos dan terhindar
dari kematian. Balian dari Ibelin juga menjadi salah satu pemimpin Kristen yang lolos.
Kavaleri pasukan Muslim terus menyerang perkemahan tentara Kristen dan akhirnya
Saladin dan anaknya Al-Afdlal melihat kemah Raja Kerajaan Yerusalem Guy, tempat
sang raja berlindung, telah roboh rata dengan tanah. Al-Afdlal berkata, “Ayahku kemudian
turun dari pelana kuda dan kemudian bersujud di tanah, bersyukur kepada Allah dengan
tangis kebahagiaan.” Tentara Kristen kalah telak, dan Kerajaan Kristen Yerusalem telah
tumpas. Saladin berhasil mengusir tentara salib dari bumi Palestina.
Setelah pertempuran berkhir, Saladin mempunyai dua tawanan penting yang langsung
dibawa ke tendanya yaitu Raja Guy dan Reynauld. Kedua tawanan itu benar-benar sudah
kelelahan dan putus asa karena kehausan. Saladin memberikan sekantung air yang
diberi es dari salju gunung Hermon kepada Raja Guy yang kemudian meminumnya.
Setelah puas, Raja Guy memberikan kantung air kepada Reynauld. Ketika Reynauld
akan meminumnya, Saladin menegaskan bahwa dia tidak mengizinkan Reynauld untuk
ikut meminum. Sudah menjadi kebiasaan bangsa Arab waktu itu untuk tidak membunuh
lelaki yang telah diberi makan dan minum olehnya.
Teringat akan sumpahnya untuk membunuh Reynauld dengan tangannya sendiri karena
begitu banyaknya kejahatan Reynauld terhadap kaum Muslim, Saladin kemudian
memenggal kepala Reynauld dan menyeret mayatnya di ke Raja Guy yang ketakutan
setengah mati. Kepada Guy, Saladin dengan tersenyum berkata bahwa seorang raja tak
akan membunuh raja yang lain. Saladin kemudian menjelaskan dengan baik-baik bahwa
Reynauld dipenggal karena kejahatan-kejahatannya yang begitu besar. Raja Guy
kemudian dibawa ke Damaskus dan tak lama kemudian dibebaskan.
Kisah ini begitu terkenal karena dengan sempurna menggambarkan sikap Saladin yang
penuh welas asih. Ini adalah hal baru dalam sebuah perang suci menurut pandangan
orang Kristen. Saladin tidak ingin membantai seluruh orang Kristen tanpa pandang bulu,
sebagaimana orang Kristen dengan semangat Yoshua menaklukkan Palestina yang
membantai seluruh kaum Muslim. Kejadian ini telah membuktikan bahwa semangat jihad
fi sabilillah tidak akan membabibuta membunuh semua musuhnya, bahkan ada aturan-
aturan yang sangat ketat di dalamnya. Kejadian ini juga membuktikan bahwa kaum
Muslim jauh lebih manusiawi dibandingkan orang Kristen dalam mensikapi perang suci.
Walau tak semua orang Kristen dibunuh, Saladin membunuh semua ksatria dari Ksatria
Kuil (Knights of Templar) dan semua ordo-ordo militer karena merekalah yang paling
berdedikasi untuk memerangi Islam selama ini. Jika orang-orang seperti Reynauld atau
para ksatria ini dibebaskan, mereka pasti akan menghimpun kekuatan untuk kembali
berbuat kejahatan terhadap kaum Muslim. Membunuhnya semua adalah sebuah
tindakan penyelamatan.
Para ksatria Kristen yang kabur kemudian menghimpun diri di Tirus dengan Conrad dari
Montferrat sebagai pemimpin. Banyak di antara mereka langsung menuju kota
Yerusalem untuk mempertahankannya dari kaum Muslim. Saat itu pasukan Muslim masih
berada di Hittin. Kaum Kristen waktu itu betul-betul putus asa dan ketakutan. Ini cukup
masuk akal. Beberapa ribu orang Kristen yang berkumpul di Yerusalem tak akan mampu
menandingi kekuatan pasukan Muslim. Apalagi kesatuan-kesatuan militer yang soild
sudah dihancurkan di pertempuran Hittin. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang
sipil. Orang-orang Kristen sangat ketakutan jika Saladin akan membalas dendam dengan
membantai semua orang Kristen seperti halnya Tentara Salib yang membantai habis
orang Islam ketika menaklukkan Yerusalem dulu.
Kemudian muncul Balian dari Ibelin, yang berhasil lolos dari pertempuran Hittin.
Sebenarnya Balian sudah tak mau terlibat lagi dengan perang salib ini. Dia pergi ke
Yerusalem sebenarnya untuk menjemput istrinya dan selanjutnya akan pergi ke Tirus.
Balian meminta izin masuk kota dengan sopan kepada Saladin yang sedang mengepung
kota Yerusalem. Saladin memberinya izin dengan syarat bahwa Balian hanya akan
menginap semalam di kota tersebut. Balian pun bersumpah akan menaati syarat itu.
Begitu Balian masuk ke dalam kota, orang-orang Kristen meminta dengan amat sangat
untuk tetap tinggal dan memimpin perlawanan. Balian dalam sebuah dilema, ia punya
kewajiban untuk melindungi rakyatnya dan kewajiban religius untuk mempertahankan
Yerusalem, tapi di sisi lain dia sudah bersumpah kepada Saladin untuk tidak tinggal di
kota ini. Balian kemudian pergi ke Saladin dan menjelaskan posisinya. Saladin
memikirkan hal ini dengan sungguh-sungguh. Pada akhirnya Saladin menyimpulkan
bahwa karena Balian mempunyai kewajiban religius untuk tinggal maka Saladin pun
membebaskan Balian dari sumpahnya. Saladin percaya dengan kesucian sumpah dan
secara simpatik mampu memahami posisi Balian, walaupun ini merugikan Saladin
sendiri.
Saladin memberikan tawaran kepada kaum Kristen untuk menyerah tanpa syarat, maka
tidak akan ada banjir darah. Seperti biasanya, kaum Kristen dengan kepala batu menolak
tawaran ini. Dalam situasi genting ini, muncul Balian yang menghadap Saladin dan
mengatakan bahwa ada banyak orang yang masih bertempur dengan setengah hati
karena mengharapkan Saladin memberikan ampunannya. Tapi jika kematian sudah jeas
di depan mata, mereka akan bertempur dengan nekatnya. Saladin berkonsultasi dengan
para imam dan fukaha mengenai hal ini. Mereka kemudian memutuskan bahwa sah
hukumnya jika Saladin menaklukkan kota ini dengan damai.
Pada tanggal 2 Oktober 1187, Saladin dan tentaranya memasuki Yerusalem sebagai
penakluk dan selama 800 tahun kemudian Yerusalem tetap menjadi kota Muslim hingga
akhirnya direbut oleh Yahudi di tahun 1967. Kemenangan kaum Muslim ini bertepatan
dengan Isra’ Miraj, di mana Rasulllah SAW sholat di masjid Al-Aqsha yang terletak di
Palestina atau kota Yerusalem ini dan kemudian terbang ke langit ke tujuh untuk
menerima perintah sholat dari Allah SWT langsung.
Dalam penaklukan ini tak seorang Kristen pun yang dibunuh dan tak ada penjarahan
samasekali. Tebusan sengaja ditetapkan dengan amat rendah, namun tetap saja ribuan
kaum miskin tak bisa membayarnya. Karena terharu akan penderitaan mereka, Saladin
banyak membebaskan mereka dengan cuma-cuma yang membuat pencatat keuangan
Saladin menderita akibat kemurahan hatinya. Saudara Saladin, Al-Adil meminta seribu
orang untuk digunakan sendiri. Setelah diizinkan, Al-Adil yang juga tersentuh dengan
penderitaan tawanan ini kemudian langsung membebaskan begitu saja di tempat. Kaum
Muslim waktu itu begitu terkejut menyaksikan begitu banyaknya kaum Kristen kaya yang
melarikan diri dengan membawa harta benda mereka. Jika dikumpulkan sebenarnya
harta itu bisa untuk menebus seluruh tawanan. Ketika Imaduddin melihat Uskup Agung
Heraclius kabur dengan membawa kereta yang penuh harta, ia mendesak Saladin untuk
menyita hartanya. Tapi Saladin menolaknya karena Al Qur’an menyatakan penting sekali
untuk menaati sumpah dan perjanjian. Kata Saladin, “Orang Kristen di mana pun akan
mengingat kebaikan yang telah kita lakukan kepadanya.
Begitu ia berada di Yerusalem, Saladin kemudian membersihkan tempat-tempat suci
yang telah lama dicemari. Masjid Al-Aqsha selama ini telah dijadikan markas besar
Ksatria Kuil (Knights of Templar). Mereka membuat asrama di sekeliling masjid dan
menjadi sebagian masjid menjadi gudang dan kakus. Di atas kubah batu, ada sebuah
salib emas raksasa yang kemudian segera diturunkan. Ibnu Al-Atsir menulis, “Ketika
mereka mencapai puncak, sebuah teriakan keras terdengar. Kaum Muslim meneriakkan
Allahu akbar dalam kegembiraan mereka.” Di dalam masjid besar, batu besar tempat
Ibrahim as mengikat Ishak dan tempat Rasullah SAW berpijak waktu Isra’ Miraj, ditutupi
oleh orang-orang Kristen dengan marmer. Masjid Al-Aqsha sendiri dipenuhi oleh patung-
patung dan gambar-gambar berhala, bergambar Yesus dan sebagainya. Masjid
dikembalikan ke keadaan semula. Pada hari Jum’at tanggal 9 Oktober, kaum Muslim
melaksanakan shalat jum’at berjamaah di masjid Al-Aqsha, menandakan bahwa Islam
telah pulih kembali di Palestina.
Setelah penaklukan Yerusalem, Bahauddin, sang penulis biografi Saladin, menceritakan
pada kita sebuah kisah yang menunjukkan pandangan baru akan orang-orang Kristen.
Waktu itu Bahauddin dan Saladin sedang berkuda di sepanjang pantai Palestina,
memandang gelombang laut yang liar di musim dingin. Saladin berkata, “Aku pikir ketika
Allah memberiku kemenangan atas seluruh tanah Palestina, maka aku akan membagi
wilayahku, membuat wasiat untuk menyatakan harapan-harapanku, dan kemudian
berlayar ke negeri-negeri mereka yang jauh dan memburu kaum Frank di sana, agar
dunia terbebas dari orang-orang yang tak beriman pada Allah.”
Saladin sebenarnya sudah berniat untuk menyeberang ke Eropa dan menegakkan
kalimat Allah di sana. Tapi untuk berjihad, Saladin tak perlu pergi ke Eropa karena tak
lama setelah kemenangannya di Hittin, Raja William dari Sisilia segera berlayar ke Tirus
dengan tujuan segera mengkonsolidasi kekuatan Kristen. Raja Guy dari Lusignan yang
dibebaskan oleh Saladin, bukannya berterimakasih, tapi malah ikut bergabung dengan
sisa kekuatan Kristen di Tirus dan kemudian berlayar ke Acre untuk mengepung sebuah
benteng muslim di kota itu. Tentara Salib dalam jumah besar sedang berlayar dari
Denmark dan Frisia untuk membantu Guy mengepung Acre.
Ibu Al-Atsir, sajarahwan muslim, memberikan sebuah pengamatan menarik tentang
propaganda Kristen untuk membangkitkan semangat orang Kristen dengan memberikan
gambaran yang salah dan fitnah besar tentang kaum Muslim serta agama Islam:
Untuk memancing rakyat agar membalas dendam, mereka membawa lukisan Mesiah,
damai sejahtera atasnya, yang berdarah dilukai seorang Arab yang menyerangnya.
Mereka akan berkata, “Lihat, ini sang Mesiah, dan ini adalah Muhammad, Nabi kaum
Muslim, memukulinya hingga mati!”
Namun tentara salib yang menanggapi seruan perang salib jilid tiga yang dilontarkan oleh
Paus Gregory III, tidak terlalu semangat dalam menanggapinya. Baru pada 1191, hampir
4 tahun setelah perang Hittin, tentara salib yang utama sampai di Acre. Keterlambatan
ini sebenarnya dikarenakan mereka sedang sibuk dengan masing-masing
pertempurannya. Raja Philip Agustus dari Perancis dan Raja Henry II dari Inggris saling
menyerbu tiada henti. Pada 6 Jui 1189 Henry II wafat dan Richard The Lion Heart
mewarisi kerajaan Inggris.
Setelah wafatnya Henry II, perang pun berhenti dan Richard berkeinginan untuk
berangkat ke timur sebagai tentara salib. Sebenarnya keinginan Richard bukan
berdasarkan motivasi religius. Karena Richard adalah seorang prajurit, perang salib
memberikan tantangan yang menggairahkan sebagai prajurit. Sedangkan Philip Agustus
jauh ebih tidak bersemangat menanggapi perang salib, tapi ia sadar bahwa jika ia tidak
mengikuti opini pubik dengan menunda keberangkatannya lebih lama, maka itu akan
menjadi sebuah kesalahan politik yang cukup fatal. Philip Agustus dan Richard The Lion
Heart sepakat untuk berdamai secara resmi dan berangkat bersama meninggalkan Eropa
menuju Acre pada tahun itu.
Sebelum keberangkatan tentara salib pimpinan Richard dan Philip ini sebenarnya telah
berangkat lebih dahulu sebuah armada besar tentara salib yang dipimpin oleh Kaisar
Romawi Suci Frederick Barbarossa dari Jerman. Frederick berangkat bersama 50.000
pasukan kavaleri dan 100.000 pasukan infanteri. Mereka memandang dirinya sebagai
pasukan dai Kaisar Terakhir yang akan menaklukkan timur dan memaksa kembalinya
Kristus kemudian datanglah hari akhir dunia. Mereka memandang merekalah yang akan
memenuhi nubuat kuno tersebut. Maka mereka pun memilih jalur darat seperti halnya
Charlemagne leluhur mereka.
Tapi kemudian ada sebuah kejadian yang tak terduga muncul. Allah berkehendak
menghancurkan pasukan itu tanpa sebuah peperangan. Rute darat terbukti membuat
banyak pasukan menggila. Pada tanggal 10 Juni 1190, rombongan tentara salib ini telah
tiba di sungai Calycadnus di dataran Seleucia. Dengan baju besi lengkap, Frederick
dengan tiba-tiba melompat ke arah arus sungai yang deras. Entah apa tujuannya.
Mungkin untuk mendinginkan baju besinya atau sekedar memamerkan keberanian
seorang tentara salib. Seketika juga, Frederick Barbarossa, seorang Kaisar Romawi suci,
meninggal karena tenggelam. Tanpa kaisar mereka, orang-orang Jerman ini kehilangan
minat mereka berperang menuju timur. Sebagian besar orang meninggalkan pasukan
dan hanya sebagian kecil saja yang terseok-seok terus berjalan hingga Antiokhia.
Gerak maju kedua raja, Richard dan Philip, sangatlah lambat. Berangkat dari masing-
masing negerinya, kedua raja ini sepakat untuk ketemu di Sisilia. Rencana mereka akan
berlayar menuju Acre dan tidak menempuh jalur darat yang berbahaya. Walau begitu,
sesampainya di Sisilia, kedua raja ini menghabiskan banyak waktu untuk menuntaskan
perselisihan di antara mereka hingga kemudian datanglah musim dingin. Mereka
kemudian memutuskan untuk menunggu cuaca yang lebih ramah untuk keberangkatan
pasukannya. Baru pada musim semi 1191 mereka berlayar menuju Acre.
Philip sampai lebih dulu dan langsung mengatur pasukannya untuk mengepung Acre.
Sedangkan Richard tertunda kedatangannya karena asih harus merebut Siprus dan
menyerang sebuah kapal logistik kaum Muslim. Baru pada 6 Juni Richard sampai di Acre
dan langsung ikut membantu pengepungan Acre.
Pengepungan Acre adalah sebuah pengepungan yang berkepanjangan dan membuat
semua orang putus asa. Di dalam kota, pasukan Muslim berjaga-jaga dan kaum sipil
menderita akibat pengepungan yang telah berlangsung 2 tahun. Di sekeliling benteng
kota tentara salib berkemah mengepung. Sementara itu, di sekeliling kemah tentara salib,
berkemahlah ribuan prajurit Muslim Saladin. Di dalam perkemahan tentara salib merebak
wabah penyakit dan perseteruan politik antara Richard melawan Philip. Kondisi ini yang
membuat mereka tak mampu menaklukkan Acre dengan cepat.
Tentara salib kali ini sangatlah berbeda dengan tentara salib sebelumnya yang sangat
termotivasi dengan semangat kristus. Tentara salib pimpinan Richard dan Philip ini
sangat sekuler dan terlihat sangat duniawi. Mereka sangat bersemangat ketika Richard
menawarkan kepingan emas untuk setiap orang dalam pasukan yang dapat mengambil
bongkahan batu dari benteng kaum Muslim. Ini berkebalikan dengan yang terjadi dalam
pasukan Muslim, di mana setiap orang bertempur berlandaskan jihad membela agama.
Saladin tetap mempertahankan kebiasaannya untuk membacakan hadist-hadist
Rasulullah SAW di depan pasukannya sehingga motivasi jihad pasukannya tetap terjaga.
Setelah pengepungan panjangnya, akhirnya kota Acre jatuh ke tangan tentara salib.
Ketika melihat bendera Kristen dikibarkan dari benteng kota Acre pada tanggal 12 Juli,
Saladin menangis bagaikan seorang anak-anak. Acre kemudian dikepung rapat oleh
Saladin dari segala penjuru. Dan tentara salib ingin berunding dengan Saladin.
Dalam perundingan itu disepakati bahwa Acre akan diserahkan terhadap kaum Kristen
bersama 15.000 orang Kristen yang menjadi tahanan Saladin. Begitu kesepakatan
terjadi, Philip merasa telah selesai tugasnya dan kembali ke Perancis. Sedangkan
Richard, yang kini menjadi pimpinan tentara salib satu-satunya, tetap tinggal di Acre dan
mulai merencanakan operasi-operasi militer baru untuk melawan kaum Muslim. Karena
merasa terbebani dengan besarnya jumlah tahanan, Richard menggiring keluar dari
benteng 2700 orang Muslim termasuk anak-anak dan perempuan, untuk kemudian
dibantai dengan darah dingin. Peristiwa ini -sekali lagi- membuktikan bahwa tak akan ada
perdamaian jika yang menguasai wilayah adalah kaum Kristen. Tindakan Richard –orang
yang sangat dikagumi di Eropa dan dianggap sebagai pahlawan besar- sangtlah kejam
dan sangat berbeda jika dibandingkan apa yang dilakukan Saladin. Ketika Saladin
memiliki terlalu banyak tahanan, ia membebaskannya begitu saja, walaupun Saladin tahu
bahwa mereka akan berkonsolidasi untuk melawannya lagi.
Peperangan-peperangan terus berlanjut. Para tentara salib tak terbiasa dengan hawa
panas dan terik matahari yang begitu menyengat yang membuat mereka tidak sadarkan
diri, terjatuh dari kuda bahkan banyak di antara mereka yang mati di pembaringan. Walau
begitu Richard dan tentara salib masih bertahan di spenjang pantai Kaisarea. Tentara
salib bahkan berhasil menguasai Arsuf walau dengan menguras amat banyak energi.
Kedua pihak mulai kelelahan dan Richard meminta sebuah perundingan baru. Saladin
pun mengiyakan.
Dalam perundingan tersebut Richard meminta sesuatu yang tak mungkin dipenuhi oleh
Saladin. Richard meminta pengembalian seluruh wilayah tanah suci termasuk
Yerusalem. Tentu saja permintaan ini ditolak mentah-mentah oleh Saladin. Saladin
berkata ke Richard,
Yerusalem adalah milik kami seperti juga milik kalian: bahkan kota itu lebih bermakna
suci bagi kami daripada bagi kalian karena Yerusalem adalah tempat Nabi kami
menyelesaikan pejalanan malamnya sekaligus tempat komunitas kami akan berkumpul
kelak pada hari kiamat. Jangan bayangkan bahwa kami dapat meninggalkan kota ini atau
bimbang dalam masalah ini. Tanah itu semua memang milik kami, sementara kalian
hanya baru saja tiba dan telah mengambilnya karena kelemahan kaum muslim yang
tinggal di sana waktu itu.
Richard dan Saladin tak pernah bertemu karena menurut Saladin tidak pantas bila dua
raja saling bertemu ketika mereka dalam peperangan. Al-Adil-lah yang menjadi
penghubung kedua raja ini.
Selanjutnya Richard mengusulkan sesuatu yang luarbiasa mengejutkan di kedua belah
pihak. Richard mengusulkan agar saudara perempuannya, Joanna, menikah dengan Al-
Adil dan pasangan tersebut akan memerintah Palestina sebagai Raja Muslim dan Ratu
Kristen. Tentu saja usul ini ditolak oleh Saladin dan menganggapnya Richard berkelakar.
Di pihak lain, Joanna secara terus terang menolak menikah dengan orang yang
dianggapnya sebagai “najis”. Gagal dengan usulan itu, Richard kemudian meminta
kepada Al-Adil untuk menjadi orang Kristen dengan maksud agar perdamaian tercipta.
Dengan halus dan sopan, Al-Adil menolak permintaan Richard. Ini adalah sebuah
kekonyolan yang diperbuat pahlawan besar Eropa tersebut dan menunjukkan bahwa dia
sangatlah duniawi, yang hanya memikirkan kemenangan politik maupun militer.
Walau menolak permintaan Richard, Al-Adil mengundang Richard untuk makan malam
di Lydda. Perjamuan itu sukses luar biasa walaupun tak ada satu pun kesepakatan yang
ditandatangani. Kaum Muslim dan Kristen saling memberi hadiah dengan suasana
ramah. Richard sangat menyadari bahwa perang ini hanyalah membuang-buang waktu
dan tidak artinya. Richard menulis surat untuk Saladin; “Kaum Muslim dan kaum Frank
(Kristen) telah menumpahkan darah mereka hingga mati. Negeri ini samasekali
dimusnahkan dan barang-barang serta tanah-tanah dikorbankan di kedua belah pihak.
Sudah tiba waktunya untuk menghentikan semua.” Saladin setuju dengan isi surat itu
untuk menghentikan peperangan. Tapi Saladin jelas tidak setuju dengan tuntutan Ricahrd
untuk mengembalikan Palestina ke kaum Kristen. Dia juga tidak menyetujui usulan
pernikahan Al-Adil dengan Joanna. Saladin begitu menghormati Richard, tapi dia
menganggap Richard terlalu sembrono yang seharusnya tidak dilakukan oleh ksatria
macam Richard.
Di penghujung tahun perundingan menemui jalan buntu lagi, sedangkan pertempuran
terus berlanjut. Richard berencana untuk merebut beberapa kota lagi di pantai sepanjang
Askelon tapi Saladin selalu mampu merebut lagi satu kota ketika Richard baru saja
berhasil menaklukkan kota lain. Ini adalah jalan buntu militer.
Sedangkan di pihak kaum Muslim, ada kepanikan yang melanda para amir. Banyak di
antara mereka melarikan diri karena ketakutan ketika tentara salib maju hingga Beit
Nuba. Saladin begitu terpukul dengan kemelut ini. Saladin sudah merasa kalah.
Sepanjang malam Saladin dan Bahauddin memikirkan dan mempertimbangkan segala
langkah yang mungkin dilakukan. Namun mereka tidak menemukan solusi dan mulai
diliputi rasa putus asa. Akhirnya mereka memutuskan untuk tidur. Baru saja kepala
diletakkan di bantal, terdengar sang muazin melantunkan adzan shubuh. Bahauddin dan
Saladin kemudian sholat shubuh berjamaah. Di pagi itu, Bahauddin mendapatkan sebuah
ide untuk mengatasi kepanikan yang terjadi pada pasukan Muslim. Bahauddin
mengusulkan untuk Saladin sholat di Masjid Al-Aqsha tepat di tempat Rasulullah SAW
naik ke langit pada malam Isra’ Mi’raj sebagai sebuah acara resmi dan formal
kenegaraan. Bahauddin menulis; “Aku melihat dia keletihan, dengan air mata mengalir
membasahi janggutnya yang putih dan jatuh di atas sajadahnya, tapi aku tak bisa
mendengar yang diucapkannya.” Saladin dan balatentara Muslim telah melakukan
semua hal yang mungkin mereka lakukan, yang menguras kemampuan mereka, dan tak
ada lagi yang bisa mereka perbuat. Tentu saja mereka harus menyerahkan semua
persoalan ini kepada Allah SWT.
Pada hari yang sama, pemimpin garis depan datang membawa kabar baik. Orang-orang
Kristen itu telah meninggalkan Beit Nuba dan bergerak kembali ke arah pantai. Bahaya
telah berakhir. Richard menarik mundur pasukannya dan tidak jadi menaklukkan Beit
Nuba karena penaklukkan Yerusalem dianggap tidak berguna dan justru akan
membahayakan bagi orang Kristen yang tinggal di Palestina. Andai saja Yerusalem jatuh
ke tangan orang Kristen, lalu para tentara salib pulang lagi ke Eropa, sudah dapat
dipastikan bahwa Saladin akan kembali menaklukkan Yerusalem dan juga kota-kota di
sepanjang pantai. Lagipula hujan musim dingin turun sangat deras dan bukit-bukit di
sekitar Yerusalem tidak dapat dilewati. Richard mundur hingga ke Jaffa.
Seperti Saladin, Richard juga dalam kondisi putus asa. Setelah dua kali pasukannya
dipukul mundur menjauh dari Yerusalem, para tentara salib ini marah dan nyaris timbul
pemberontakan. Richard juga mendapatkan kabar buruk; Philip –temannya yang juga
memimpin tentara salib bersamanya- kini tengah menyerbu tanah kekuasaannya di
Perancis. Akhirnya Richard jatuh sakit. Saladin dengan ramah mengirim dokter
pribadinya dan memberi hadiah buah-buahan dan es untuk dibuat minuman dingin.
Akhirnya pada 2 September Richard menyerah dan sebuah kesepakatan ditandangani
yang mengatakan bahwa kedua belah pihak harus berkompromi dalam waktu 5 tahun ke
depan. Saladin berjanji tidak akan mengusir semua orang Kristen dan memburunya ke
Eropa. Sebagai gantinya akan ada suatu wilayah kecil sepanjang pantai, dari Jaffa hingga
Beirut, yang dikuasai sebuah kerajaan Kristen dengan ibukota Acre. Raja kerajaan itu
menyebut dirinya sebagai Raja Yerusalem. Sedangkan Ricahrd berjanji untuk tidak
menyerang Yerusalem lagi tapi para peziarah Kristen masih diperbolehkan datang ke
Yerusalem. Tentara salib pun akhirnya pulang kembali ke Eropa tanpa menaklukkan
Yerusalem.
Saladin menghormati Richard dengan sepenuh hati sebagai sesama ksatria. Ada satu
kisah yang menggambarkan sikap Saladin. Pada satu peristiwa di pertempuran Jaffa,
ketika pasukan kavaleri tentara salib kelelahan, Richard sendiri yang memimpin pasukan
tombak. Saat Saladin melihat kuda Richard jatuh, seketika Saladin mengirimkan tukang
kuda bersama dua kudanya yang masih segar untuk raja Inggris musuhnya. Ini sekali lagi
menunjukkan bahwa seorang Saladin yang sedang berjihad, berjuang di jalan Allah, akan
sangat menghormati musuhnya jika musuhnya juga menghormatinya.

EPILOG
Setelah Richard The Lion Heart, Raja Inggris, beserta tentara salib yang dipimpinnya
mampu diusir oleh Saladin dari Palestina, masih ada saja raja-raja, baron-baron Kristen
Eropa yang mengadakan serbuan ke Palestina dan bermimpi untuk bisa menguasai
Yerusalem sebagai ekspresi religius mereka. Tapi, alhamdulillah, sejarah mencatat tak
satu pun dari mereka yang mampu menaklukkan Yerusalem hingga pada 1967 Palestina
jatuh ke tangan orang-orang Yahudi dengan dukungan kuat negara-negara Kristen.
Bahkan salah satu jenderal negara-negara Kristen ini menendang makam Shalahuddin
Al-Ayubbi atau Saladin, seakan-akan cita-cita perang salib telah tercapai.
Ada keterkaitan yang amat kuat antara perang salib yang terjadi pada abad pertengahan
dengan kondisi umat Islam pada jaman modern ini. Imperialisme dan kolonialisasi bangsa
Barat, notabene bangsa-bangsa Kristen terhadap negeri-negeri Muslim adalah sebuah
bentuk baru perang salib. Begitu juga dengan adanya negara Israel di Palestina adalah
bentuk baru kerajaan Yerusalem versi abad modern yang keberadaannya sangat
merugikan Islam secara keseluruhan. Hanya saja bedanya adalah, jika di masa abad
pertengahan peradaban Islam begitu kuatnya dan maju sedangkan di abad modern ini
peradaban Islam benar-benar di bawah kendali peradaban barat yang sekuler.
Bukan kebetulan kalau kaum Muslim menyebut imperialisme Barat modern dengan
sebutan Al-Salibiyyah atau tentara salib. Seorang Presiden Amerika Serikat, Jimmy
Carter, yang mengaku bukan seorang tentara salib ataupun imperialis mengatakan,
“Israel akhirnya kembali ke negeri Al-Kitab, yang dari situ kaum Yahudi telah terusir
ratusan tahun yang lalu. Pendirian negara Israel adalah pemenuhan nubuat sesuai
dengan Alkitab dan merupakan intisari dari pemenuhan.” Jelas sekali bahwa Carter
hanya memandang Palestina sebagai negerinya orang Yahudi sesuai dengan Alkitab-
nya. Dan jelas sekali bahwa Carter mengabaikan hadirnya kaum Muslim di Palestina
selama 1200 tahun belakangan.
Tapi penerusnya, Presiden Ronald Reagan, terbukti lebih buta lagi terhadap prespektif
Islam. Sebagaimana Carter, Reagan suka sekali menggambarkan dirinya sebagai
seorang yang pecinta damai. Tapi kontribusinya terhadap upaya penciptaan perdamaian
adalah dengan mengadakan pengeboman brutal terhadap Libya pada tahun 1986, yang
telah membunuh 71 orang Libya. Reagan juga menjelaskan bahwa dia tidak mendukung
adanya negara Palestina yang merdeka.
Secara khusus, Pertempuran Hittin, yang dimenangkan Saladin secara telak dan
membuat Yerusalem kembali ke pangkuan orang Muslim, telah menjadi sesuatu yang
penting bagi kaum Muslim dan juga orang Yahudi (Israel) saat ini. Orang Muslim
menjadikan peristiwa sebagai penyemangat untuk mengusir orang-orang Yahudi yang
telah menginjak-injak Masjid Al-Aqsha dengan biadab. Para penyair dan pemimpin
Muslim menyerukan untuk bangkitnya Saladin-Saladin baru yang akan mengusir kaum
Yahudi dari Palestina dan Al-Aqsha. Sedangkan orang-orang Israel melihat adanya
kemiripan yang amat kuat antara situasi sekarang ini dengan situasi yang dihadapi oleh
kaum Kristen pada hari-hari menjelang pertempuran Hittin. Sebagian besar orang Israel
begitu bersemangat dalam semangat religius mereka yang memusuhi Islam, dan juga
tercerai-berai persis seperti kaum Kristen di Kerajaan Yerusalem. Mereka juga melihat
kaum religius membangkitkan pemikiran-pemikiran fanatik yang menganggap Islam
haruslah dibasmi, serupa dengan situasi di masa Kerajaan Yerusalem.

*** *** ***

Kisah perang salib ini sudah seharusnya menyadarkan kaum Muslim, khususnya di
Indonesia yang banyak tidak mengetahuinya, untuk tetap beristiqomah untuk
menegakkan kalimat Allah di bumi Allah ini. Perdamaian di bumi Palestina hanya akan
terjadi jika negara Israel bubar dan orang-orang Yahudi dan salibis angkat kaki dari
Palestina, seperti halnya di jaman Saladin dan Nuruddin. Mereka hanya bisa diusir
dengan jihad, yang merupakan puncak agama. Sekali lagi, ini adalah saduran dari buku
Perang Suci yang ditulis oleh seorang sejarahwan yang telah terbukti obyektifitasnya.

Semoga Allah memenangkan kaum Muslim di Palestina sebagaimana Allah


memenangkan Saladin dan pasukannya di Pertempuran Hittin. Amin.

Anda mungkin juga menyukai