Teori
Teori
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut yang
biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan
penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada perforasi,
perdarahan intraabdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan
perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga
terjadilah peritonitis.
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri secara inokulasi
(perkembangbiakan bakteri) kecil-kecilan, kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang
virulen, resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif,
merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap
keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan
melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Dalam penulisan makalah ini akan dibahas mengenai penanganan peritonitis. Peritonitis
selain disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen yang berupa inflamasi dan penyulitnya,
juga oleh ileus obstruktif, iskemia dan perdarahan. Sebagian kelainan disebabkan oleh cidera
langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.
B. Tujuan Penulisan.
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh pengetahuan dan penglaman secara langsung tentang penerapan
asuhan keperawatan secara komprehensif pada pasien dengan kasus peritonitis.
2. Tujuan Khusus
a) Perawat mampu memahami konsep penyakit peritonitis
b) Perawat mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan peritonitis
c) Perawat mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan
peritonitis
d) Perawat mampu melakukan perencanaan tindakan keperawatan yang sesuai
dengan peritonitis
e) Perawat mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan
peritonitis
f) Perawat mampu melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan
peritonitis
g) Perawat mampu melakukan pendokumentasian tindakan keperawatan yang
telah dilakukan
C. Ruang Lingkup
Laporan kasus ini terbatas pada pemberian asuhan keperawatan pada tuan H dengan masalah
peritonitis yang mencakup pengkajian, intervensi, implementasi, dan evaluasi terhadap
tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
D. Metoda Penulisan
Dalam menyusun makalah ini, penulis menggunakan metode deskriptif yaitu metode ilmiah
yang bersifat mengumpulkan data, menganalisa data dan menarik kesimpulan dengan
pendekatan studi kasus.
Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan cara sebagai berikut :
1. Studi kepustakaan
2. Wawancara
Pengumpulan data melalui Tanya jawab dengan pasien, anggota keluarga dan petugas
kesehatan di RS Permata Cibubur
3. Observasi pasien
4. Studi dokumentasi
dengan cara melihat catatan medis, catatan keperawatan serta catatan tim medis lain
yang berhubungan dengan kasus pasien.
E. Sistematika Penulisan
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
D. Metoda Penulisan
E. Sistematika Penulisan
BAB II : TINJAUAN TEORI
1. Anatomi Fisiologi
2. Definisi
3. Etiologi
4. Patofisiologi
5. Manifestasi Klinis
6. Pemeriksaan Diagnostik
7. Komplikasi
8. Penatalaksanaan
9. Prognosis
1. Pengkajian
2. Diagnose Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
4. Implementasi
5. Evaluasi Keperawatan
6. Dokumentasi keperawatan
A. Pengkajian awal
D. Implementasi Keperawatan
E. Evaluasi
BAB 1V : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1. Anatomi Fisiologi
Peritoneum terdiri dari dua bagian yaitu peritoneum paretal yang melapisi dinding rongga
abdomen dan peritoneum visceral yang melapisi semua organ yang berada dalam rongga
abdomen.Ruang yang terdapat diantara dua lapisan ini disebut ruang peritoneal atau
kantong peritoneum.Pada laki-laki berupa kantong tertutup dan pada perempuan
merupakan saluran telur yang terbuka masuk ke dalam rongga peritoneum, di dalam
peritoneum banyak terdapat lipatan atau kantong. Lipatan besar (omentum mayor) banyak
terdapat lemak yang terdapat disebelah depan lambung. Lipatan kecil (omentum minor)
meliputi hati, kurvaturan minor, dan lambung berjalan keatas dinding abdomen dan
membentuk mesenterium usus halus.Fungsi peritoneum:
2. Definisi
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum yang biasanya di akibatkan oleh infeksi
bakteri, organisme yang berasal dari penyakit saluran pencernaan atau pada organ-organ
reproduktif internal wanita (Baugman dan Hackley, 2000).
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu membran yang melapisi rongga abdomen
(Corwin, 2000).
Peritonitis adalah inflamasi rongga peritoneal dapat berupa primer atau sekunder, akut
atau kronis dan diakibatkan oleh kontaminasi kapasita peritoneal oleh bakteri atau kimia
(Marylinn E,doenges, 1999 hal:513)
Peritonitis adalah peradangan pada semua bagian peritonium. Ini berarti baik perritoneum
parietal, yaitu membran yang melapisi dinding abdomen, mauoun peritoneum viseral,
yang terletak di atas visera atau organ-organ internal, meradang. ( WHO.2002:63)
Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membran serosa yang melingkupi
kavitas abdomen dan organ yang terletak didalamnya.
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga abdomen dan
meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut
maupun kronis / kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada
palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi.
Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang bersifat epitelial. Pada permulaan,
mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelm. Diantara kedua rongga
terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron.
Peritonitis adalah peradangan pada peritonitis yang merupakan pembungkus visera dalam
rongga perut. Peritonitis adalah suatu respon inflamasi atau supuratif dari peritoneum
yang disebabkan oleh iritasi kimiawi atau invasi bakteri.
Enteron di daerah abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal, dan ventral
usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut menjadi peritonium.Lapisan
peritoneum dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa)
b. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis
c. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis
Peritonitis dapat berasal dari penyebaran melalui pembuluh limfe uterus, para metritis
yang meluas ke peritoneum, salpingo-ooforitis meluas ke peritoneum atau langsung
sewaktu tindakan perabdominal.
Peritonitis adalah infeksi nifas yang dapat menyebar melalui pembuluh limfe yang berada
di dalam uterus langsung mencapai peritoneum.
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, selaput tipis yang melapisi dinding abdomen
dan meliputi organ-organ dalam. Kasus peritonitis akut yang tidak tertangani dapat
berakibat fatal. Pada saat ini penanganan peritonitis dan abses peritoneal melingkupi
pendekatan multimodal yang berhubungan juga dengan perbaikan pada faktor penyebab,
pemberian antibiotik, dan terapi suportif untuk mencegah komplikasi sekunder
dikarenakan kegagalan sistem organ.
3. Etiologi
a. Infeksi bakteri
1) Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestin
2) Appendisitis yang meradang dan perforasi
3) Tukak peptik (lambung / dudenum)
4) Tukak thypoid
5) Tukak disentri amuba / colitis
6) Tukak pada tumor
7) Salpingitis
8) Divertikulitis
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta hemolitik,
stapilokokus aureus, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium
wechii.
c. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran
pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama
adalah streptokokus atau pnemokokus.
4. Patofisiologi Peritonitis.
Proses terjadinya peritonitis adalah diawali dengan adanya kebocoran isi organ abdomen
ke dalam rongga abdomen, biasanya diakibatkan dan peradangan iskemia, trauma atau
perforasi tumor, peritoneal diawali terkontaminasi material. Awalnya material masuk ke
dalam rongga abdomen adalah steril (kecuali pada kasus peritoneal dialisis) tetapi dalam
beberapa jam terjadi kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul edema jaringan dan
pertambahan eksudat. Cairan dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan
bertambahnya sejumlah protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak dan darah. Respon
yang segera dari saluran intestinal adalah hipermotilitas tetapi segera dikuti oleh ileus
paralitik dengan penimbunan udara dan cairan di dalam usus besar.
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.
Kantong-kantong pus (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel
menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan dapat
terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu
pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus. Perlekatan biasanya
menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa dan
semakin lama menjadi sumbatan atau mengakibatkan obstuksi usus. Sumbatan yang
lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya gangguan
mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk
mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang
tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus
stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang
akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan
karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami
kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat
menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin,
dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan
selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi
dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut
menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu
terjadi hipovolemia.
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem.
Oedem disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-
organ tersebut. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus
serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk
jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan
adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah. Tertahannya cairan di
cavum peritoneum dan lumen usus menjadi asites, lebih lanjut meningkatkan tekana intra
abdomen, membuat pernapasan penuh dan menjadi sulit akibatnya menimbulkan
penurunan perfusi.
Terjadinya distensi abdomen merangsang pelepasan mediator kimia pada nosiceptor dan
diteruskan ke thalamus dan cortex cerebri kemudian nyeri dipersepsikan.
Karena adanya reaksi inflamasi maka rangsngan pada hypothalamus untuk pengaktifan
thermoregulator secara point meningkat dan respon menggigil sehingga suhu tubuh
meningkat.
Pathway Peritonitis
Masuk ke Rongga
Abdomen
PERITONITIS
Nyeri Hipertermi
Perlekatan fibrosa Absorbsi Menurun
Gejala tergantung pada lokasi dan luas inflamasi. Manifestasi klinis awal dari peritonis
adalah gejala dari gangguan yang menyebabkan kondisi ini. Pada awalnya nyeri menyebar
dan sangat terasa. nyeri cenderung menjadi konstan, terlokalisasi, lebih terasa didekat sisi
inflamasi dan biasanya diperberat oleh gerakan.
Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda – tanda
rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans
muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik
usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus.
Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia,
hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan ini menimbulkan nyeri pada
setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritonium dengan peritonium. Nyeri
subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau
mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes
psoas, atau tes lainnya.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
Adanya Asites
Klien tampak pucat
Klien tampak lemah
Klien tampak meringis kesakitan
Klien tampak sesak
Klien tampak kurus
Membrane mukosa tampak kering
2) Palpasi
Akral dingin
CRT > 3 detik
Takikardi
Nadi teraba lemah dan dangkal
3) Perkusi
Pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas dibawah difragma
4) Auskultasi
Bising Usus menurun sampai hilang
b. Pemeriksaan Diagnostik
6. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi
tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu:
1. Komplikasi dini.
1. Septikemia dan syok septic.
2. Syok hipovolemik.
3. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan
multisystem.
4. Abses residual intraperitoneal.
5. Portal Pyemia (misal abses hepar).
2. Komplikasi lanjut.
1. Adhesi.
2. Obstruksi intestinal rekuren.
7. Penatalaksanaan.
a. Penggantian cairan, koloid, dan elektrolit adalah fokus utama penatalaksanaan medis.
Beberapa liter larutan isotonik diberikan. Hipovolemia terjadi karena sejumlah besar
cairan dan elektrolit bergerak dari lumen usus kedalam rongga peritoneal dan
menurunkan cairan dalam ruang vaskuler.
b. Pemberian analgesik untuk mengatasi nyeri.
c. Anti emetik untuk mengatasi mual dan muntah.
d. Intubasi usus dan pengisapan membantu mengurangi distensi abdomen dan
meningkatkan fungsi usus. Cairan dalam rongga abdomen dapat menyebabkan adanya
tekanan yang mengurangi ekspansi paru dehingga menyebabkan distres pernafasan.
e. Terapi oksigen dengan masker atau nasal kanul akan meningkatkan oksigenasi secara
adekuat. Intubasi jalan nafas dan ventilasi kadang dibutuhkan
f. Terapi antibiotik masif biasanya dimulai sejak awal pengobatan peritonitis. Antibiotik
spektrum luas diberikan secara I.V. sampai diketahui organisme penyebab sehingga
terapi antibiotik yang tepat dapat dimulai.
g. Management peritonitis tergantung dari diagnosis penyebabnya. Hampir semua
penyebab peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi eksplorasi).
pembedahan dilakukan bertujuan untuk : Mengeliminasi sumber infeksi, Mengurangi
kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal, Pencegahan infeksi intra abdomen
berkelanjutan
Tindakan bedah untuk mengangkat materi yang terinfeksi dan memperbaiki penyebab.
Tindakan diarahkan pada eksisi (apendiks), reseksi dengan atau tanpa anastomosis
(usus), memperbaiki (perforasi), dan drainase (abses). Pada sepsis yang luas perlu
dibuat diversi fekal.
8. Prognosis
a. Prognosis pada peritonitis tergantung pada jenis kondisi, sebagai contoh prospek
orang-orang dengan peritonitis sekunder cenderung menjadi buruk, terutama
dikalangan orang tua, orang dengan system kekebalan rendah, dan mereka yang
memiliki gejala selama lebih dari 48 jam pengobatan. Lebih cepat diambil tindakan
lebih baik prognosanya
- Sistem pernafasan (B1) : Pola nafas irregular (RR> 20x/menit), dispnea, retraksi
otot bantu pernafasan serta menggunakan otot bantu pernafasan.
- Sistem kardiovaskuler (B2) : Klien mengalami takikardi karena mediator inflamasi
dan hipovelemia vaskular karena anoreksia dan vomit. Didapatkan irama jantung
irregular akibat pasien syok (neurogenik, hipovolemik atau septik), akral : dingin,
basah, dan pucat
-Sistem Persarafan (B3) : Klien dengan peritonitis tidak mengalami gangguan pada
otak namun hanya mengalami penurunan kesadaran.
-Sistem Pencernaan (B5) : Klien akan mengalami anoreksia dan nausea. Vomit
dapat muncul akibat proses ptologis organ visceral (seperti obstruksi) atau secara
sekunder akibat iritasi peritoneal. Selain itu terjadi distensi abdomen, bising usus
menurun, dan gerakan peristaltic usus turun (<12x/menit).
e. Pengkajian primer
Airway
Menilai apakah jalan nafas pasien bebas. Adakah sumbatan jalan nafas
berupa secret, lidah jatuh atau benda asing
Breathing
Kaji pernafasan klien, berupa pola nafas, ritme, kedalaman, dan nilai berapa
frekuensi pernafasan klien per menitnya.
Circulation
Nilai sirkulasi dan peredaran darah, kaji pengisian kapiler, kaji keseimbangan
cairan dan elektrolit klien, lebih lanjut kaji output dan intake klien.
Disability
Menilai kesadaran dengan cepat dan akurat. Hanya respon terhadap nyeri atau
sama sekali tidak sadar. Tidak di anjurkan menggunakan GCS, adapun cara
yang cukup jelas dan cepat adalah :
A: Awakening
V: Respon Bicara
P: Respon Nyeri
2. Diagnosa keperawatan
Diagnose keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata
maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan ( Boedihatono, 1994 :17)
Berdasarkan tinjauan teoritis maka diagnose keperawatan yang mungkin terjadi
adalah sebagai berikut :
a. Pre Operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada peritoneum
2) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d muntah, anoreksia dan
tidak mampu dalam mencerna makanan
3) Ansietas b.d perubahan status kesehatan, prosedur tindakan invasif
(bedah) yang akan dilakukan
b. Post Operatif
1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontiniutas
jaringan kulit akibat insisi (pembedahan)
2) Resiko tidak efektif pola nafas berhubungan dengan efek anestesi .
1. Kaji tingkat nyeri, catat intensitas, dan · Merupakan pengalaman subyektif dan
karakteristik nyeri harus dijelaskan oleh pasien atau
identifikasi karakteristik nyeri dan faktor
yang berhubungan dengan kondisi
penyakitnya serta merupakan suatu hal
yang amat penting untuk memilih
intensitas yang cocok untuk
mengevaluasi keefektifan dari terapi yang
diberikan.
Ajarkan teknis distraksi dan relaksasi · Merupakan ketegangan otot yang dapat
napas dalam merangsang timbulnya nyeri
2) . Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d muntah dan anoreksia.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 jam nutrisi tubuh
adekuat. Dengan kriteria hasil :
- BB dalam batas ideal
- Pasien dapat menunjukkan terpenuhinya kebutuhan nutrisi secara adekuat,
Rencana Intervensi :
Rencana tindakan Rasional
1. Ukur masukan diit harian dengan jumlah · Memberikan informasi tentang
kalori. kebutuhan pemasukan/defisiensi
2. Timbang berat badan sesuai indikasi dan · Mungkin sulit untuk menggunakan berat
bandingakan dengan perubahan status badan sebagai indikator langsung status
cairan dan riwayat badan nutrisi karena ada gambaran
edema/asites. Lipatan kulit trisep berguna
dalam mengkaji perubahan massa otot
dan simpanan lemak subkutan.
6. Berikan perawatan mulut sering dan · Pasien cenderung mengalami luka
sebelum makan. dan/atau perdarahan gusi dan rasa tak
enak pada mulut dimana menambah
anoreksia
7. Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan · Penyimpanan energi menurunkan
khususnya sebelum makan kebutuhan metabolik pada hati dan
meningkatkan regenerasi seluler
9. Konsul dengan ahli gizi untuk · Makanan tinggi kalori dibutuhkan pada
memberikan diit tinggi kalori dan kebanyakan pasien yang pemasukannya
karbohidrat sederhana, rendah lemak, dan dibatasi, karbohidrat memberikan energi
tinggi protein sedang, batasi cairan bila yang siap pakai
perlu
· Mungkin diperlukan untuk diet tambahan
Berikan makanan dengan selang, untuk memberikan nutrien bila pasien
hiperalimentasi sesuai indikasi terlalu mual atau anoreksia untuk makan
atau varises esofagus mempengaruhi
masukan oral.
Berikan obat sesuai indikasi (tambahan Pasien kekurangan vitamin karena diet
vitamin, zat besi, asam folat, enzim yang buruk sebelumnya
pencernaan, antiemetik)
3) . Ansietas b.d perubahan status kesehatan, prosedur tindakan invasif (bedah) yang akan
dilakukan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam cemas berkurang
Dengan kriteria hasil :
- pasien mengatakan cemas sudah berkurang
-Pasien memahami proses penyakit dan rencana tindakan yang akan dilakukan
Rencana Intervensi :
1. Kaji tingkat ansietas klien · Faktor ini mempengaruhi persepsi pasien
terhadap ancaman diri
2. Berikan informasi yang akurat dan jujur · Menurunkan ansietas sehubungan dengan
ketidaktahuan
3. Identifikasi sumber/orang yang menolong
· Memberikan kenyakinan bahwa pasien
tidak sendiri dalam menghadapi
4. Jadwalkan istirahat adekuat masalah
b. Post Operatif
1). Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontiniutas jaringan kulit
akibat insisi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam nyeri berkurang
Dengan kriteria hasil :
- TTV dalam batas normal TD:110/80, N: 60-80X/mnt, R: 12-20x/mnt, S: 36-37 o C
- Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol
- Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi napas dalam
Rencana Intervensi :
1. Kaji nyeri klien (intensitas, durasi, lokasi) · Nyeri merupakan cerminan sensasi
setelah dekompresi saraf
2. Beri klien posisi yang nyaman
· Posisi disesuaikan dengan keluhan
fisiologis
3. Teliti keluhan klien mengenai munculnya
kembali nyeri · Sebagai tanda adanya komplikasi
5.
Pertahankan puasa/penghisapan pada awal· Menurunkan ketidaknyamanan pada
peristaltik usus dini dan iritasi gaster
6. Kolaborasi dengan dokter dalam · pemberian obat analgetik ditujukan dapat
pemberian obat analgetik (ketorolac) 2 x 1 mengurangi atau menghilangkan nyeri.
amp
2). Resiko tidak efektif pola nafas berhubungan dengan efek anestesi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam pola nafas efektif
Dengan kriteria hasil :
- TTV dalam batas normal TD:110/80, N: 60-80X/mnt, R: 12-20x/mnt, S: 36-37 o C
- klien tampak bernafas dengan normal
- sesak nafas tidak ada
Rencana Intervensi :
2. Auskultasi bunyi nafas · Area yang menurunkan /tak ada bunyi
nafas diduga atelektasis
3. Bantu pasien untuk nafas dalam secara · Meningkatkan ventilasi semua segmen
periodik paru dan mobilisasi serta pengeluaran
sekret
4. Tinggikan kepala tempat tidur/ beri posisi · Memudahkan ekspansi paru
semi fowler atau fowler
Catat faktor risiko individu contoh Tanda adanya syok septik, endotoksin sirkulasi
trauma abdomen, apendisitis akut, dialisa menyebabkan vasodilatasi, kehilangan cairan
peritoneal. dari sirkulasi, dan rendahnya status curah
Kaji tanda vital dengan sering, catat jantung.
tidak membaiknya atau berlanjutnya Hipoksemia, hipotensi, dan asidosis dapat
hipotensi, penurunan tekanan nadi, menyebabkan penyimpangan status mental.
takikardia, demam, takipnea.
Catat perubahan status mental Hangat, kemerahan, kulit kering adalah
(contoh bingung, pingsan). tanda dini septikemia. Selanjutnya manifestasi
termasuk dingin, kulit pucat lembab dan
Catat warna kulit, suhu, kelembaban. sianosis sebagai tanda syok.
Awasi haluaran urine.
Oliguria terjadi sebagai akibat
Pertahankan teknik aseptik ketat pada penurunan perfusi ginjal, toksin dalam sirkulasi
perawatan drein abdomen, luka mempengaruhi antibiotik.
insisi/terbuka, dan sisi invasif. Bersihkan Mencegah meluas dan membatasi
dengan Betadine atau larutan lain yang penyebaran organisme infektif/kontaminasi
tepat kemudia bilas dengan PZ. silang.
Observasi drainase pada luka.
Pertahankan teknik steril bila pasien Memberikan informasi tentang status infeksi.
dipasang kateter, dan berikan perawatan
kateter/ atau kebersihan perineal rutin. Mencegah penyebaran, membatasi
pertumbuhan bakteri pada traktus urinarius.
Awasi/batasi pengunjung dan staf
sesuai kebutuhan. Berikan perlindungan Menurunkan resiko terpajan pada/menambah
isolasi bila diindikasikan. infeksi sekunder pada pasien yang mengalami
tekanan imun.
Kolaborasi: Mengidentifikasikan mikroorganisme
dan membantu dalam mengkaji keefektifan
Ambil contoh/awasi hasil prigram antimikrobial.
pemeriksaan seri darah, urine, kultur luka. Dilakukan untuk membuang cairan dan
Bantu dalam aspirasi peritoneal, untuk mengidentifikasi organisme infeksi
bila diindikasikan. sehingga tetapi antibiotik yang tepat dapat
diberikan.
Berikan antibiotik, contoh gentacimin Terapi ditujukan pada bakteri anaerob
(Garamycyin), amikasin (amikin), dan basil aerob gram negatif.Lavase dapat
Klindamisin (Cleocin). Lavase digunakan untuk membuang jaringan nekrotik
pritoneal/IV dan mengobati inflamasi yang
Siapkan untuk intervensi bedah bila
terlokalisasi/menyebar dengan buruk.
Pengobatan pilihan (kuratif) pada
diindikasikan
peritonitis akut atau lokal, contoh untuk
drainase abses lokal, membuang eksudat
peritoneal, membuang rupturapendiks/kandung
empedu, mengatasi perforasi ulkus, atau reseksi
usus.
4. Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi
keperawatan ditetapkan ( brooker, 2001)
Pre op
a. Nyeri pasien berkurang
Pasien tidak tampak kesakitan
Pasien tampak tidak gelisah
Dapat beristirahat dengan nyaman
TTV dalam batas normal
b. Nutrisi adequate
BB pasien tidak turun
c. Cemas berkurang
Pasien dapat memahami proses penyakit, rencana tindakan yang akan
dilakukan
Pasien tampak tenang dan tidak gelisah
Post op
a. Nyeri pasien berkurang
Pasien tidak tampak kesakitan
Pasien tampak tidak gelisah
Dapat beristirahat dengan nyaman
TTV dalam batas normal
b. Pola nafas efektif
Pasien terlihat tidak sesak
Klien tampak bernafas normal
c. Resiko infeksi tidak terjadi
Tidak ada tanda2 infeksi
Kondisi luka post op bersih tidak kotor
Memantau factor resiko lingkungan
TTV dalam batas norma
3. Diagnosa Keperawatan
N ANALISA DATA DIAGNOSA KEPERAWATAN
O
1 DS: Ps mengatakan nyeri perut bawah Gangguan rasa nyaman Nyeri
sebelah kiri, berhubungan dengan trauma benda
DO: K/U: sakit sedang, CM tumpul
Ps tampak kesakitan
Skala nyeri 5
Nyeri tekan pada abdomen bagian
bawah
2 DS: Ps mengatakan perutnya kembung Gangguan nyaman kembung
dan terasa begah berhubungan dengan adanya penurunan
DO: K/U : sakit sedang, CM mortilitas usus
Distensi abdomen (+)
Bising usus menurun
LP : 123 cm
3 DS: Ps mengatakan mual Resiko tinggi nutrisi kurang dari
Ps mengatakan mual dan muntah2 kebutuhan tubuh berhubungan dengan
setiap kali makan dan minum muntah yang berlebih ditandai dengan
DO: pasien tampak muntah saat adanya distensi abdomen
diberikan minum oleh keluarganya
Distensi abdomen (+)
4 DS: Ps mengatakan mual dan muntah2 Resiko tinggi kurang volume cairan
setiap kali minum dan makan elektrolit berhubungan dengan adanya
DO: Ps tampak muntah2 muntah berlebih
Ps tampak lemas
5 DS: Ps mengatakan demam saat menuju Peningkatan suhu tubuh berhubungan
UGD dengan proses infeksi
DO: Suhu : 38,6 0 C
Muka pasien tampak merah
Badan teraba panas
4. Intervensi Keperawatan
4 Resiko tinggi
Se setelah dilakukan
1. -ukur dan catat
1- Memantau status
kurang volume tindakan tanda2 vital / 4 jam tanda2 vital pasien
cairan elektrolit keperawatan selama -Observasi tanda2 - untuk mengetahui
berhubungan 3x24 jam dehidrasi seperti: status hidrasi psien
dengan adanya diharapkan mukosa mulut
muntah kebutuhan cairan kering, turgor kulit
berlebih pasien terpenuhi tidak elastis, oliguri/
dengan criteria anuri, rasa haus
hasil: TTV dalam berlebih
batas normal - catat intake dan Sebagai data hidrasi
TD:120/80 mmhg output pasien pasien
Nadi: 60-120 x/mnt -pertahankan Pemenuhan
RR: 12-20 x/mnt pemberian cairan kebutuhan cairan
S: 36,5 – 37,5 0C parentral sesuai sesuai program
-Nadi: kuat, teratur, program
dan cukup - anjurkan pasien Untuk mengganti
-Mukosa mulut untuk banyak minum cairan yang hilang
lembab - kolaborasi dengan Untuk mengganti
-Muntah berkurang dokter untuk therapy cairan pasien
-Kelopak mata tidak cairan
cekung
-Turgor kulit elastis
D. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995:40).
5. EVALUASI
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau
intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan peritonitis (Doenges, 1999) adalah :
dx Evaluasi Perawat
2. https://donnyprastyo.wordpress.com/2014/03/13/askep-peritonitis/
3. http://nursecharisma.blogspot.co.id/2011/03/asuhan-keperawatan-dengan-klien.html
4. https://www.scribd.com/doc/57996915/Pathway-Peritonitis
5. http://tipsdokterumum.blogspot.co.id/2012/06/peritonitis.html
6. http://www.alodokter.com/peritonitis
7. Santosa, Budi. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Jakarta: Prima Medika
BAB III
TINJAUAN KASUS
2. PENGKAJIAN
B. Anamnesa
1. Identitas Pasien
Nama tn. H
Usia 42
Jenis kelamin : Laki-laki
Tgl Lahir : Kota Bumi 19 Maret 1974
Pekerjaan : Karyawan Pertamina
Alamat : Cibubur Resident
Tgl Masuk Rs : 9 -8 - 2016
3. Riwayat Kesehatan :
- Keluhan Utama :
Klien Terbentur stang sepeda, nyeri perut kiri (+) , BAK berwarna Kecoklatan
- Riwayat kesehatan sekarang
Klien masuk ke Rumah Sakit dengan keluhan nyeri perut kiri, mual
- Riwayat kesehatan dahulu
Klien mengatakan tidak pernah mengalami sakit seperti ini
- Riwayat kesehatan keluarga
Klien mengatakan pada keluarga klien tidak terdapat anggota keluarga yang
memiliki penyakit seperti klien.
- Riwayat alergi
Klien mengatakan klien tidak mempunyai riwayat alergi terhadap apapun.
C. Pemerikasaan Fisik
B1(Breath)
Pernafasana Spontan, RR B: 29 x/Mnt, O2 : 2Lpm
Masalah :
- Gangguan Pertukaran Gas
- Ketidakefektifan bersihan Jalan Nafas
- Ketidak Efektifan Pola nafas
B2 (Blood)
Nadi : 98x/Mnt, TD : 100/70mmHg
B3(Brain)
Klien tampak Lemah, Kes : CM
B4 (Bladder)
Klien menggunakan Folley Cath no. 19, Hari ke-1, Balon Fiksasi 20CC, Produksi
Urine 500cc /jam (10.00-18.00wib), warna Coklat
Masalah : Resiko Infeksi
B5 ( Bowel )
Klien diPuasakan, abd. Tampak Distended, Bising Usus dan Paristaltik menurun,
Mual (+), muntah (+)
Masalah : Resiko tinggi perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan, Tubuh
B5 (Bone)
Klien Bedrest, minimal pergerakkan
Masalah : Defisit perawatan Diri
D. Data Pemeriksaan Penunjang
- Terapi
Terfacef 1x2gr
Pyrex 2x1
Pranza 2x2vial
Xevolac 4x1a
Trovensis 1a extra
- Laboratorium
Urine lengkap : (yg abnormal) tgl 09/08/16
Warna Kuning kemerahan
Protein : ++/positif 2
Nitrit : +/positif
Keton : --/positif 2
Urobilinogen : >=8.0
Bilirubin : +/positif
Eritrosit : 1-2
Kristal : amorf +
Bakteri : +
Hasil DPL tgl 09/08/16
Hb 15.0 g/dl
Leukosit 5200
Eritrosit 5.5
HT 46
Trombosit : 294rb
LED : 59
GDS : 125
SGOT : 31
SGPT : 51
Ureum : 23
Kretinin : 0.7
- Radiologi
MSCT Urografi Dengan Kontras tgl 10/8/16
Kesan :
Tak tmpak extravasasi Dinding Buli => tidak tampak rupture buli
Fungsi Ekskresi kedua ginjal baik
Tak tampak tanda bendungan pada kedua traktus urinarius
Tak tampak batu pada kedua ginjal
Tak tampak kelainnan lainnya pada organ-organ intra abdomrn tersebut
diatas
USG Abdomen TGL 8/8/16
Kesan :
Tidak tampak fluid collection di fossa hepatorenal, splenorenal, perivesika,
ataupun perikoliks
Fatty liver
Studge KE
Organ intra abdomen lainnya dalam batas normal secara USG
Foto pelvis
Kesan :
Tidak tampak kelainan radiologis pada foto pelvis
Tidak tampak tanda fraktur pada pelvis