Anda di halaman 1dari 26

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI Laporan Kasus

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO

PLASENTA PREVIA

Disusun Oleh :

Intihana Mise

N 111 18 084

Pembimbing Klinik :

dr.Djemi, Sp.OG, MARS

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2020
BAB 1

PENDAHULUAN

Plasenta merupakan bagian dari kehamilan yang penting, mempunyai bentuk


bundar dengan ukuran 15 x 20 cm dengan tebal 2,5 sampai 3 cm dan beratnya 500
gram. Plasenta merupakan organ yang sangat aktif dan memiliki mekanisme
khusus untuk menunjang pertumbuhan dan ketahanan hidup janin. Hal ini
termasuk pertukaran gas yang efisien, transport aktif zat-zat energi, toleransi
imunologis terhadap imunitas ibu pada allograft dan akuisisi janin. Melihat
pentingnya peranan dari plasenta maka bila terjadi kelainan pada plasenta akan
menyebabkan kelainan pada janin atau pun mengganggu proses persalinan. Salah
satu kelainan pada plasenta adalah kelainan implantasi atau disebut dengan
plasenta previa.1
Kejadian plasenta previa bervariasi antara 0,3-0,5% dari seluruh kelahiran.
Dari seluruh kasus perdarahan antepartum, plasenta previa merupakan penyebab
yang terbanyak. Oleh karena itu, pada kejadian perdarahan antepartum,
kemungkinan plasenta previa harus dipikirkan lebih dahulu.2
Diagnosis plasenta previa jarang dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis,
kecuali jika jari dimasukkan melalui serviks dan plasenta teraba. Pemeriksaan
serviks semacam ini tidak boleh dilakukan, kecuali jika wanita bersangkutan
sudah berada di ruang operasi dengan semua persiapan untuk sesar segera, karena
pemeriksaan paling lembut pun dapat menyebabkan perdarahan hebat.3
Secara umum klasifikasi plasenta previa adalah : plasenta previa totalis,
plasenta previa parsialis, plasenta previa marginalis dan plasenta letak rendah.3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFENISI
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat
abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim (SBR) sehingga menutupi sebagian
atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internal) dan oleh karenanya
bagian terendah sering kali terkendala memasuki pintu atas panggul (PAP) atau
menimbulkan kelainan janin dalam rahim. Pada keadaan normal plasenta
umumnya terletak dikorpus uteri bagian depan atau belakang agak ke arah fundus
uteri.1

B. EPIDEMIOLOGI
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada
usia di atas 30 tahun. Juga sering terjadi pada kehamilan ganda daripada
kehamilan tunggal. Pada beberapa Rumah Sakit Umum Pemerintah dilaporkan
insidennya berkisar 1,7% - 2,9%. Di negara maju insidennya lebih rendah yaitu
kurang dari 1% kemungkinan disebabkan berkurangnya wanita hamil dengan
paritas tinggi. Dengan meluasnya penggunaan ultrasonografi dalam obstetrik yang
memungkinkan deteksi lebih dini insiden plasenta previa dapat lebih tinggi.6

C. ETIOLOGI
Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan yang
endometriumnya kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang
baiknya vaskularisasi desidua.2
Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus
tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh
meluas akan mendekati atau menutup ostium uteri internum.2
Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari
tempat implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat yang rendah dekat ostium uteri
internum. 2
D. KLASIFIKASI
Secara umum plasenta previa dapat dibagi menjadi :
1. Plasenta previa totalis, ostium uteri internum seluruhnya tertutup oleh
plasenta.
2. Plasenta previa parsialis, hanya sebagian ostium uteri internum tertutup
oleh plasenta.
3. Plasenta previa marginalis, hanya tepi plasenta yang menutupi ostium uteri
internum.
4. Plasenta letak rendah, plasenta berimplantasi di segmen bawah uterus
tetapi tidak ada bagian yang menutupi ostium uteri internum.4

E. PATOFISIOLOGI
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan
mungkin juga lebih awal, telah terbentuk segmen bawah rahim, tapak plasenta
akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta terbentuk dari
jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian
bagian dari plasenta. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah
rahim, maka plasenta yang berimplantasi pada bagian itu akan mengalami laserasi
akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada saat
serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak
plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi akan terjadi perdarahan yang berasal
dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan intervillus dari plasenta. Perdarahan
pada plasenta previa mudah terjadi dan dalam jumlah yang banyak karena segmen
bawah rahim dan serviks memiliki elemen otot yang sangat minimal sehingga
tidak mampu berkontraksi dengan kuat, akibatnya pembuluh darah pada daerah
tersebut tidak akan tertutup sempurna.6
Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri. Pada plasenta yang
menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi lebih awal dalam
kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian
terbawah yaitu pada ostium uteri internum. sebaliknya, pada plasenta previa
parsialis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau
mulai persalinan. perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih
banyak pada perdarahan selanjutnya. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada
kehamilan di bawah 30 minggu tetapi lebih separuh kejadiannya pada umur
kehamilan 34 mingu atau lebih. Berhubung tempat perdarahan terletak dekat
dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir keluar
rahim.6
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang
tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta
melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan
plasenta inkreta, bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai
menembus buli-buli dan ke rektum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan
inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar.
Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh dan mudah robek oleh sebab
kurangnya elemen otot yang terdapat disana. kedua kondisi ini berpotensi
meningkakan kejadian perdarahan pascapersalinan pada plasenta previa, misalnya
dalam kala tiga karena plasenta sukar terlepas (retensi plasenta), atau setelah
plasenta lepas karena segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan
baik.6

F. MANIFESTASI KLINIK
Gambaran klinik plasenta previa adalah sebagai berikut2 :
1. Perdarahan pervaginam. Darah berwarna merah terang pada umur kehamilan
akhir trimester kedua atau awal trimester ketiga merupakan tanda utama
plasenta previa. Perdarahan pertama biasanya tidak banyak sehingga tidak
akan berakibat fatal, tetapi perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak
dari perdarahan sebelumnya.
2. Tanpa nyeri. Kejadian yang paling khas pada plasenta previa adalah
perdarahan tanpa nyeri yang biasanya baru terlihat setelah kehamilan
mendekati akhir trimester kedua atau sesudahnya.
3. Pada ibu, tergantung keadaan umum dan jumlah darah yang hilang,
perdarahan yang sedikit demi sedikit atau dalam jumlah banyak dengan
waktu yang singkat, dapat menimbulkan anemia sampai syok.
4. Pada janin, turunnya bagian terbawah janin ke dalam pintu atas panggul
(PAP) akan terhalang, tidak jarang terjadi kelainan letak janin dalam rahim,
dan dapat menimbulkan asfiksia sampai kematian janin dalam rahim

G. DIAGNOSIS
Anamnesis perdarahan tanpa keluhan, perdarahan berulang. Klinis kelainan
letak dari perabaan fornises teraba bantalan lunak pada presentasi kepala.
Pemeriksaan dalam pada plasenta previa hanya dibenarkan di kamar operasi yang
telah siap untuk melakukan operasi segera.2
Diagnosis plasenta previa (dengan perdarahan sedikit) ditegakkan dengan
pemeriksaan ultrasonografi (USG). Dengan pemeriksaan USG transabdominal
ketepatan diagnosisnya mencapai 95-98%. Dengan USG transvaginal atau
transperitoneal (translabial), ketepatannya akan lebih tinggi lagi.2
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada plasenta previa dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu :
1. Konservatif
Semua wanita hamil yang mengalami perdarahan pada trimester kedua
atau trimester ketiga harus dirawat di rumah sakit. Pasien diminta istirahat
baring dan dilakukan pemeriksaan darah lengkap. Jika kemudian ternyata
perdarahan tidak banyak dan berhenti serta janin dalam keadaan sehat dan
masih prematur dibolehkan pulang dilanjutkan dengan rawat jalan dengan
syarat telah mendapat konsultasi yang cukup terhadap keluarga agar segera
kembali ke rumah sakit bila terjadi perdarahan ulang, walaupun kelihatan
tidak mencemaskan.6
Pada usia kehamilan antara 24 minggu sampai 34 minggu diberikan
steroid dalam perawatan antenatal untuk pematangan paru janin. Pada
keadaan yang tampak stabil saat rawat jalan, hubungan suami istri dan
mengerjakan pekerjaan rumah tangga harus dihindari.6
Selama rawat inap mungkin diperlukan transfusi darah dan pemantauan
kesehatan janin dan observasi kesehatan maternal. Dalam keadaan janin
masih prematur dipertimbangkan pemberian tokolitik untuk menekan his
sementara waktu sembari memberi steroid untuk mempercepat pematangan
paru janin.6

2. Aktif
Dilakukan dengan segera mengakhiri kehamilan sebelum terjadi
perdarahan yang dapat menimbulkan kematian, misalnya: kehamilan telah
cukup bulan, perdarahan banyak, dan anak telah meninggal.2
Dengan cara seksio sesarea, yang dimaksud untuk mengosongkan rahim
sehingga rahim dapat berkontraksi dan menghentikan perdarahan. Selain itu
seksio sesarea juga dapat mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen
bawah rahim yang sering terjadi pada persalinan pervaginam. Kebanyakan
seksio sesarea pada plasenta previa dapat dilakukan melalui insisi melintang
pada segmen bawah rahim bagian anterior terutama jika plasentanya terletak
dibelakang dan segmen bawah rahim telah terbentuk dengan baik.2,6
Histerektomi dilakukan jika terjadi perdarahan setelah pengeluaran bayi
melalui insisi pada segmen bawah rahim ataupun saat tindakan manual
plasenta pada retensio plasenta, dimana perdarahan tersebut di atas tidak
dapat terkendali dengan cara seperti penjahitan segmen bawah rahim, ligasi
arteri uterina, ligasi arteri ovarika, ligasi arteri hipogastrik.6

I. KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi yang bisa terjadi pada ibu hamil yang menderita
plasenta previa, yaitu : 5,6
1. Komplikasi pada ibu
a. Dapat terjadi anemia, syok hipovolemik bahkan kematian
b. Dapat terjadi robekan pada serviks dan segmen bawah rahim yang
rapuh
c. Infeksi karena perdarahan yang banyak.

2. Komplikasi pada janin


a. Kelainan letak janin.
b. Prematuritas dengan morbiditas dan mortalitas tinggi
c. Asfiksia intra uterin sampai dengan kematian

J. PROGNOSIS
Prognosis ibu pada plasenta previa saat ini lebih baik jika dibandingkan
dengan masa lalu. Hal ini dikarenakan diagnosa yang lebih dini, ketersediaan
transfusi darah, dan infus cairan yang telah ada di hampir semua rumah sakit
kabupaten. Demikian juga dengan kesakitan dan kematian anak mengalami
penurunan, namun masih belum terlepas dari komplikasi kelahiran prematur
baik yang lahir spontan maupun karena intervensi seksio cesarea. Karenanya
kelahiran prematur belum sepenuhnya bisa dihindari sekalipun tindakan
konservatif diberlakukan. 6
BAB III

REFLEKSI KASUS

Tanggal Pemeriksaan : 15-5-2020


Jam : 12.30
Ruangan : IGD Kebidanan RS UNDATA

I. DENTITAS

Nama : Ny. K Nama Suami : Tn. M

Umur : 40 tahun Umur : 38 tahun

Alamat : Jl. Kelor Alamat : Jl. Kelor

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : S1 Pendidikan : S1

II. ANAMNESIS

G4P3A0 Usia Kehamilan : 30-31 minggu


HPHT : 30-09-2019 Menarche : 13 tahun
TP : 7-06-2020 Perkawinan : Pertama (20 tahun)

Keluhan Utama : Keluar darah dari jalan lahir

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien usia 40 tahun, G4P3A0 usia kehamilan 30-31 minggu masuk ke


RSUD Undata dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak pukul 06.00
wita. Darah berwarna merah segar, tidak bergumpal, tanpa disertai rasa nyeri,
serta tidak ada pelepasan lendir dan air. Darah merembes terus-menerus. Keluhan
tidak disertai dengan mual, muntah, pusing, sakit kepala, maupun demam. BAB
dan BAK lancar.
Sebelumnya pasien mengaku pernah keluar darah dari jalan lahir pada usia
kehamilan 5 bulan, namun hanya sedikit-sedikit. Pada saat tersebut pasien tidak
memeriksakan kehamilannya kepada tenaga kesehatan. Tidak ada riwayat jatuh
ataupun terbentur pada bagian perut, riwayat urut disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat Hipertensi (-), Riwayat Diabetes Mellitus (-), Asma (-), Alergi (-).
Riwayat Obstetri :
1 ♂, lahir di klinik, spontan, letak belakang kepala, aterm, ditolong bidan, BBL
2700 gram
2 ♀, lahir di klinik, spontan, letak belakang kepala, aterm, ditolong bidan, BBL
3100 gram
3 ♀, lahir di klinik, spontan, letak belakang kepala, aterm, ditolong bidan, BBL
3200 gram
4. Hamil sekarang

Riwayat ANC : 4x di bidan


Riwayat Imunisasi : Tetanus toksoid 2x

Riwayat alergi :
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan dan makanan.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami keluhan yang sama dengan
pasien.

RIwayat menstruasi :
Pertama kali haid saat berusia 13 tahun, teratur, sering terasa sakit saat
mentruasi. Riwayat menstruasi sebelumnya teratur (+) tiap bulan dengan
durasi 5-7 hari.
Riwayat kontrasepsi : KB pil.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. KEADAAN UMUM : sakit sedang
B. KESADARAN : Compos Mentis
C. TANDA VITAL
TekananDarah : 110/80 mmHg
Nadi : 84x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,70C Axilla
D. STATUS GENERALISATA
Kepala :
Bentuk : Normochepal
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sclera : Ikterik (-/-)
Leher :
Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax :
Paru paru :

- Inspeksi : Simetris bilateral (+/+)


- Palpasi : Vocal fremitus kanan = kiri
- Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
- Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), whezzing (-/-)
Jantung :

- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak


- Palpasi : ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavivula sinistra
- Perkusi : batas jantung normal
- Auskultasi : bunyi jantung 1 & 2 murni regular, gallop (-), murmur (-)

Ekstremitas
- Superior : akral hangat (+/+), edema (-/-)
- Inferior : akral hangat (+/+), edema (-/-)

E. STATUS OBSTETRI
Leopold I : 3 jari dibawah prosesus xyphoid
Leopold II : punggung kanan
Leopold III : presentasi bokong
Leopold IV : belum memasuki pintu atas panggul
HIS :-
Pergerakan Janin : Aktif
Janin Tunggal :+
Denyut Jantung Janin : 142 kali/menit
Pemeriksaan dalam tidak dilakukan

F. HASIL LABORATORIUM
Laboratorium:
 WBC : 7,1 x 103/uL
 RBC : 3,9 x 106/uL
 HGB : 9,6g/dL
 PLT : 219 x 103/uL
HbSAg : non reaktif

G. DIAGNOSIS
G4P3A0 + gravid 30-31 minggu + perdarahan antepartum ec. Susp.
plasenta previa + letak bokong.
H. PENTALAKSANAAN
- Bed Rest total
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Kalnex 1amp/8jam/iv
- Inj. Dexamethasone 6mg/12jam/iv
- Rencana USG besok

I. FOLLOW UP
Perawatan hari 1
S : Keluar darah dari jalan lahir (+), nyeri perut bagian bawah (-),
BAB/BAK biasa.
O : TD : 100/70 mmHg N : 80 kali/menit
R : 20 kali/mnt S : 36,5oC
Konjungtiva anemis (-/-).
Pemeriksaan obstetri :
- Leopold I : 3 jari dibawah prosesus xyphoid
- Leopold II : punggung kanan
- Leopold III : presentasi bokong
- Leopold IV : bokong belum memasuki pintu atas panggul.
- Janin tunggal, pergerakan aktif, DJJ 140 kali/menit.
Pemeriksaan genitalia : tampak rembesan darah, berwarna merah, sedikit,
yang keluar dari vagina.

Hasil USG:
 Gravid tunggal intrauterine, DJJ (+) 120 kali/menit, letak bokong
 Placenta pada corpus uteri posterior dan menutup seluruh OUI (plasenta
praevia totalis)
 Cairan amnion cukup, AFI 8,9 cm
 Estimasi kasar usia kehamilan ± 33-34 minggu
 Estimasi berat janin 2551 gram

A : G4P3A0 + gravid 32-33 minggu + perdarahan antepartum ec. plasenta previa


totalis + letak bokong

P:
- Bed Rest total
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Kalnex 1amp/8jam/IV
- Inj. Dexamethasone 6mg/12jam/IV
- Ultrogestan 1 x 200 mg

Perawatan Hari ke 2
S : Keluar darah dari jalan lahir (-), nyeri perut bagian bawah (-), BAB/BAK
biasa.
O : TD : 100/70 mmHg N : 78 kali/menit
R : 20 kali/mnt S : 36,5oC
Konjungtiva anemis (-/-).
Pemeriksaan obstetri :
- Leopold I : 3 jari dibawah prosesus xyphoid
- Leopold II : punggung kanan
- Leopold III : presentasi bokong
- Leopold IV : bokong belum memasuki pintu atas panggul.
- Janin tunggal, pergerakan aktif, DJJ 148 kali/menit.
Pemeriksaan genitalia : tidak tampak rembesan darah yang keluar dari vagina

A : G4P3A0 + gravid 32-33 minggu + perdarahan antepartum ec. plasenta previa


totalis + letak bokong

P: Bed Rest total


- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Kalnex 1amp/8jam/iv
- Utrogestan 1 x 200 mg

Perawatan Hari ke 3
S : Pengeluaran darah dari kemaluan (-), nyeri perut bagian bawah (-),
BAB/BAK biasa.
O : TD : 110/70 mmHg N : 82 kali/menit
R : 20 kali/mnt S : 36,5oC
Konjungtiva anemis (-/-).
Pemeriksaan obstetri :
- Leopold I : 3 jari dibawah prosesus xyphoid
- Leopold II : punggung kanan
- Leopold III : presentasi bokong
- Leopold IV : bokong belum memasuki pintu atas panggul.
- Janin tunggal, pergerakan aktif, DJJ 142 kali/menit.
Pemeriksaan genitalia : tidak tampak darah yang keluar dari vagina

A : G4P3A0 + gravid 32-33 minggu + perdarahan antepartum ec. plasenta previa


totalis + letak bokong

P: Bed Rest total


- Aff infus
- Utrogestan 1 x 200 mg
- Rawat jalan

IV. RESUME
Pasien Ny. K 40 tahun, G4P3A0 gravid 30-31 minggu masuk ke
RSU Anutapura dengan keluhan perdarahan pervaginam sejak pukul 06.00
wita. Darah berwarna merah segar, bergumpal (-), rasa nyeri (-), serta
pelepasan lendir (-) dan air (-), gerakan janin (+). Darah merembes terus-
menerus. Riwayat perdarahan pervaginam saat usia kehamilan 5 bulan.
Riwayat trauma (-).
Keadaan umum sakit sedang. Kesadaran kompos mentis. Tekanan
darah 110/80 mmHg, denyut nadi 84 kali/menit, laju pernafasan 20
kali/menit, suhu 36,7°C. Konjungtiva anemis -/-. Pemeriksaan Obstetri:
Leopold I 3 jari dibawah prosesus xyphoid, Leopold II punggung kanan,
Leopold III presentasi bokong, dan Leopold IV bokong belum memasuki
pintu atas panggul. Janin tunggal, pergerakan aktif, DJJ 142kali/menit.
Pemeriksaan genitalia, tampak rembesan darah, berwarna merah segar yang
keluar dari vagina. Pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan dalam.
Pada pemeriksaan darah rutinWBC 71.000/uL, RBC 3.900.000/uL,
HGB 9,6g/dl, PLT 219.000/uL, HbSAg (non reaktif).

BAB IV
PEMBAHASAN
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat
abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau
seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internal). Klasifikasi jenis plasenta
previa:
- Plasenta previa totalis, ostium uteri internum seluruhnya tertutupi oleh
plasenta.
- Plasenta previa parsialis, sebagian ostium uteri internum tertutupi oleh
plasenta.
- Plasenta previa marginalis, tepi plasenta terletak di batas ostium uteri
internum.
- Plasenta previa letak rendah, plasenta berimplantasi di segmen bawah uterus
sedemikian rupa sehingga tepinya berada pada jarak ≤ 3-4cm dari ostium
uteri internum.

1. Diagnosis
Pada kasus ini, hal yang mendukung diagnosis plasenta previa adalah
dari anamnesis diperoleh adanya keluhan keluarnya darah dari jalan lahir,
tanpa disertai nyeri perut, tidak ada riwayat trauma sebelumnya dan adanya
riwayat perdarahan sebelumnya yang dialami pada usia kehamilan 5 bulan,
namun dalam jumlah yang sedikit, berwarna merah segar. Dari pemeriksaan
fisik ditemukan kedua konjungtiva bulbi tidak anemis. Pemeriksaan Obstetri:
Leopold IV diperoleh janin belum masuk PAP. Dari pemeriksaan genitalia
juga ditemukan keluarnya darah dari vagina. Hasil pemeriksaan penunjang
USG juga didapatkan bahwa plasenta sepenuhnya menutupi jalan lahir
(plasenta previa totalis).
Pada plasenta previa akan terjadi perdarahan berwarna merah segar
pada awal kehamilan karena terjadi pembentukan segmen bawah rahim yang
lebih dahulu terbentuk pada bagian terbawah yaitu pada ostium uteri
internum. Plasenta yang berimplantasi di daerah tersebut akan sedikit
mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua basalis.6
Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan yang
endometriumnya kurang baik. Keadaan ini bisa ditemukan pada2 :
1. Multipara, terutama jarak antara kehamilannya pendek.
2. Mioma uteri
3. Kuretase yang berulang
4. Usia lanjut
5. Bekas seksio sesarea
6. Hipoksemi yang terjadi akibat karbonmonoksida dengan hipertrofi
plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat.

Dari keadaan-keadaan yang diuraikan di atas. Pasien ini ditemukan beberapa


keadaan yang meningkatkan kemungkinan keadaan endometrium kurang baik,
yaitu multipara dan usia lanjut.
Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh
menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh meluas
akan mendekati atau menutup ostium uteri internum. Endometrium yang kurang
baik juga dapat menyebabkan zigot mencari tempat implantasi yang lebih baik,
yaitu di tempat yang rendah dekat ostium uteri internum.3
Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan di bawah 30 minggu
tetapi lebih separuh kejadiannya pada umur kehamilan 34 mingu atau lebih.
Berhubung tempat perdarahan terletak dekat dengan ostium uteri internum, maka
perdarahan lebih mudah mengalir keluar rahim.6

2. Penatalaksanaan
Pada kasus ini pasien di terapi secara konservatif berupa istrahat total,
pemberian infus RL, pemberian kalnex untuk menghentikan perdarahan,
pemberian dexamethasone untuk membantu mempercepat pematangan paru, dan
juga diberikan tokolitik untuk menekan his sementara waktu. Setelah perdarahan
sudah tidak banyak lagi pasien diperbolehkan pulang dan diberikan edukasi untuk
kembali ke rumah sakit jika perdarahan terjadi kembali.
Hal ini sesuai dengan teori dimana semua wanita hamil yang mengalami
perdarahan pada trimester kedua atau trimester ketiga harus dirawat di rumah
sakit. Pasien diminta istrahat baring dan dilakukan pemeriksaan darah lengkap.
Jika kemudian ternyata perdarahan tidak banyak dan berhenti serta janin dalam
keadaan sehat dan masih prematur dibolehkan pulang dilanjutkan dengan rawat
jalan dengan syarat telah mendapat konsultasi yang cukup terhadap keluarga agar
segera kembali ke rumah sakit bila terjadi perdarahan ulang, walaupun kelihatan
tidak mencemaskan.6
Selama rawat inap mungkin diperlukan transfusi darah dan pemantauan
kesehatan janin dan observasi kesehatan maternal. Dalam keadaan janin masih
prematur dipertimbangkan pemberian tokolitik untuk menekan his sementara
waktu sembari memberi steroid untuk mempercepat pematangan paru janin.6
Pada kasus ini tidak dilakukan tatalaksana aktif berupa seksio sesarea karena
janin masih prematur dan perdarahan sudah tidak terjadi lagi, keadaan ibu
membaik setelah diberi obat-obatan.

3. Komplikasi
Adapun komplikasi yang bisa terjadi pada ibu maupun janin yang mengalami
plasenta previa yakni:5
1. Komplikasi pada ibu
a. Dapat terjadi anemia, syok hipovolemik bahkan kematian
b. Dapat terjadi robekan pada serviks dan segmen bawah rahim yang
rapuh
c. Infeksi karena perdarahan yang banyak.
2. Komplikasi pada janin
a. Kelainan letak janin
b. Prematuritas dengan morbiditas dan mortalitas tinggi
c. Asfiksia intra uterin sampai dengan kematian

Pada kasus ini komplikasi pada janin yaitu kelainan letak bokong dan
prematur serta tidak didapatkan komplikasi pada ibu.
Prognosis pada kasus ini dubia et bonam dimana hal ini dapat dilihat dari
keadaan tidak didapatkan pendarahan kembali dan keadaan ibu yang membaik.

BAB V

PENUTUP
Menurut klasifikasi WHO kadar Hb untuk ibu hamil ditetapkan menjadi tiga
kategori yaitu normal (> 11 gr/%), anemia ringan (8-11 gr/%) dan anemia berat (<
8 gr/% ).

Hemoglobin (g/dl)
Trimester I < 10.0 g/dl
Trimester II < 10.5 g/dl
Trimester III < 10 g/dl

Besarnya angka kejadian anemia ibu hamil pada trimester I kehamilan adalah
20%, trimester II sebesar 70%, dan trimester III sebesar 70%. Hal ini disebabkan
karena pada trimester pertama kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena
tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat. Menginjak
trimester kedua hingga ketiga, volume darah dalam tubuh wanita akan meningkat
sampai 35%, ini ekuivalen dengan 450 mg zat besi untuk memproduksi sel-sel
darah merah. Sel darah merah harus mengangkut oksigen lebih banyak untuk
janin. Sedangkan saat melahirkan, perlu tambahan besi 300 – 350 mg akibat
kehilangan darah. Sampai saat melahirkan, wanita hamil butuh zat besi sekitar 40
mg per hari atau dua kali lipat kebutuhan kondisi tidak hamil.
Beberapa hal yang bisa dipakai sebagai pedoman untuk mencukupi kebutuhan
besi antara lain:
1. Pemberian suplement Fe untuk anemia berat dosisnya adalah 4-6mg/Kg
BB/hari dalam 3 dosis terbagi. Untuk anemia ringan-sedang : 3 mg/kg
BB/hari dalam 3 dosis terbagi
2. Mengatur pola diet seimbang berdasarkan piramida makanan sehingga
kebutuhan makronutrien dan mikronutrien dapat terpenuhi.
3. Meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber besi terutama dari protein
hewani seperti daging, sehingga walaupun tetap mengkonsumsi protein nabati
diharapkan persentase konsumsi protein hewani lebih besar dibandingkan
protein nabati.
4. Meningkatkan konsumsi bahan makanan yang dapat meningkatkan kelarutan
dan bioavailabilitas besi seperti vitamin C yang berasal dari buah-buahan
bersama-sama dengan protein hewani.
5. Membatasi konsumsi bahan makanan yang dapat menghambat absorpsi besi
seperti bahan makanan yang mengandung polifenol atau pitat.
6. Mengkonsumsi suplemen besi ferro sebelum kehamilan direncanakan
minimal tiga bulan sebelumnya apabila diketahui kadar feritin rendah.

Tranfusi darah sebagai pengobatan anemia dalam kehamilan jarang diberikan


walaupun Hb kurang dari 6 g/ dl, apabila tidak  terjadi perdarahan ataupun dengan
pemberian per oral tidak mencukupi kebutuhan Fe selama kehamilan. Darah yang
cukup harus tersedia selama persalinan, yang segera harus diberikan apabila
terjadi perdarahan yang lebih dari biasanya.
Pada kehamilan dengan plasenta previa perlu diperhatikan bahwa perdarahan
ulang biasanya lebih banyak. Transfusi darah harus segera diberikan apabila
terdapat gejala hipovolemi akibat perdarahan yang masif walaupun penampakan
klinisnya baik. Bhatt et al menemukan 64,7% ibu dengan plasenta prevvia
membutuhkan trasfusi darah.
Mekanisme kerja kortikisteroid pada perkembangan paru adalah
meningkatkan surfaktan paru. Kortikosteroid melibatkan induksi protein yang
mengatur sistem biokimia dengan sel tipe II pada paru janin yang memproduksi
surfaktan. Pada sel-sel paru janin manusia yang dikultur, pemberian
deksametason meningkatkan kandungan protein surfaktan sambil
merangsang aktifitas semua enzim penting untuk biosistesis fosfolipid.
Pemberian kortikoteroid ini mencegah morbiditas neonatal pada penggunaan
usia kehamilan 24-34 minggu. Semua kehamilan kurang dari 34 minggu yang
akan diakhiri diberikan kortikosteroid dalam bentuk Dexamethasone atau
Betamethasone. Kortkosteroid untuk memacu pematangan paru janin
intarauterine.
Betamethasone 12-16 mg (3-4 amp)/IM/hari diberikan selama 2 hari (Liggin
dan Howie, 1972) atau Dexamethasone 6 mg/IM, diberikan 4 dosis tiap 6 jam
sekali (Parkland Hospital, 1994). Pemberian ini hanya dianjurkan sekali saja,
tidak dianjurkan untuk mengulangi pemberian setelah ini karena efek samping
terhadap ibu (hipertensi) dan janin (gangguan perkembangan syaraf) (NIHCDC-
2000).
Terminasi kehamilan dilakukan dengan segera mengakhiri kehamilan
sebelum terjadi perdarahan yang dapat menimbulkan kematian, misalnya
kehamilan telah cukup bulan, perdarahan banyak, dan anak telah meninggal.
Tindakan seksio sesarea dilakukan dengan mempertimbangkan keadaan atau
kondisi ibu tanpa memandang usia kehamilan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Triana, A., Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Sleman: Deepublish;


2015
2. Sastrawinata, S., Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi. Jakarta: EGC;
2004
3. Leveno, K.J., Obstetri Williams: Panduan Ringkas. Jakarta: EGC; 2009
4. Achadiat, C.M., Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC; 2004
5. Manuaba, I.B.G., Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC; 2007
6. Prawiroharjo, Sarwono, 2010. Ilmu Kandungan ; Plasenta Previa. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai