Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea sampai lapisan

stroma akibat kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak

ditemukan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang. Dikenal

dua bentuk ulkus pada kornea yaitu ulkus kornea sentral dan ulkus kornea marginal atau

perifer. 1,2

Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan dan

gangguan penglihatan di seluruh dunia dan merupakan penyebab kebutaan nomor dua di

Indonesia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis

penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai. Penyebab ulkus kornea

adalah bakteri, jamur, akantamuba dan herpes simpleks, dan bila terlambat didiagnosis atau

diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan
1,2
parut yang luas.

Ulkus kornea biasanya terjadi sesudah terdapatnya trauma yang merusak epitel

kornea. riwayat trauma bisa saja hanya berupa trauma kecil seperti abrasi oleh karena benda

asing, atau akibat insufisiensi air mata, malnutrisi, ataupun oleh karena penggunaan lensa

kontak. Peningkatan penggunaan lensa kontak beberapa tahun terakhir menunjukkan

peningkatan yang dramatis terhadap angka kejadian ulkus kornea, terutama oleh

Pseudomonas Aeroginosa. Sebagai tambahan, penggunaan obat kortikosteroid topikal yang

mula diperkenalkan dalam pengobatan penyakit mata penyebabkan kasus ulkus kornea lebih
sering ditemukan. .Perjalanan penyakit ulkus kornea dapat progresif, regresi atau membentuk

jaringan parut. 1,2 Ulkus kornea akan memberikan gejala mata

merah, sakit mata ringan hingga berat, fotofobia, penglihatan menurun dan kadang kotor.

Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yang baik dibantu slit lamp.

Pemeriksaan laboratorium seperti mikroskopik dan kultur sangat berguna untuk membantu

membuat diagnosis kausa. Pemeriksaan jamur dilakukan dengan sediaan hapus yang

memakai larutan KOH. 1,

1.2 Batasan Masalah

Batasan penulisan ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi,

klasifikasi, gambaran klinis, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis dari ulkus kornea.

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan penulisan mengenai ulkus

kornea.

1.4 Metode Penulisan

Penulisan ini menggunakan metode penulisan tinjauan kepustakaan merujuk pada

berbagai literatur.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Gambar 1 .Anatomi Kornea3


Sumber : A.D.A.M. Student Atlas of Anatomy, 2008

Bola mata tidak sepenuhnya bulat; radius kurvatura kornea (8 mm) lebih kecil

dibandingkan dengan sclera (12 mm) sehingga membuat bentuk bola mata sedikit lonjong.

Kornea terletak di bagian tengah anterior bola mata. Kornea dewasa rata-rata mempunyai

diameter horizontal 12 mm dan diameter vertical 11 mm. Bagian perifer kornea lebih tebal

dibandingkan bagian sentral, dimana bagian perifer mempunyai ketebalan 1 mm dan bagian

sentral 0,5 mm. Limbus, yang membatasi kornea dan sclera, berwarna keabuan dan jernih.

Bagian kornea yang terekspos dengan dunia luar dilindungi oleh precorneal tear film, yang

terdiri dari 3 lapisan: superficial oily layer yang diproduksi oleh kelenjar meibom; middle

aqueous layer yang diproduksi oleh kelenjar lakrimal utama dan aksesori; dan deep mucin
layer yang berasal dari sel goblet konjungtiva. Peranan precorneal tear film ini sangat vital

bagi fungsi normal kornea. Selain untuk lubrikasi permukaan kornea dan konjungtiva, tear

film juga menyediakan oksigen dan nutrisi, serta mengandung immunoglobulin, lisosim, dan

laktoferin. 4 Kornea (latin cornum=seperti tanduk) adalah sela put bening mata,

bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapisan jaringan yang menutup bola

mata sebelah depan. Kornea ini disisipkan ke sklera dilimbus, lekuk melingkar pada

persambungan ini disebut sulkus skleralis. Kornea memiliki diameter horizontal 11-12 mm

dan berkurang menjadi 9-11 mm secara vertikal oleh adanya limbus. Kornea dewasa rata-rata

mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi. Kornea memiliki tiga fungsi

utama: 1,5

 Sebagai media refraksi cahaya terutama antara udara dengan lapisan air mata prekornea.

 Transmisi cahaya dengan minimal distorsi, penghamburan dan absorbsi.

 Sebagai struktur penyokong dan proteksi bola mata tanpa mengganggu penampilan

optikal.

Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang terdiri atas: 1

1. Epitel

- Tebalnya 50 um, terdiri atas lima lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang

tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat

mitosis sel, dan sel muda mi terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin

maju ke depan menjadi sel gepeng. Sel basal berkaitan erat dengan sel basal di

sampingnya dan sel polygonal di depannya melalui desmosom dan macula okluden;

ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan

barrier.
- Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi

gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.

- Epitel berasal dari ectoderm permukaan.

2. Membrana Bowman

- Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang

tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.

- Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.

3. Stroma

- Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya,

pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen

ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang

kadang-kadang sampai 15 bulan. keratosit merupakan sel stroma kornea yang

merupakan fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit

membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah

trauma.

4. Membrana Descemet

- Membrane aselular; merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel

dan merupakan membran basalnya.

- Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40 um.

5. Endotel
- Berasal dari mesotehum, berlapis satu, bentuk heksagonal, tebal 20-40 um. Endotel

melekat pada membran descemet melalui hemidesmosom dan zonula okluden.

Gambar 2. Lapisan Kornea6


Sumber: www.aafp.org

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar longus,

saraf nasosiliar, saraf V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma

kornea, menembus membrana Bowman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis

epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause

untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di

daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.1

Kornea bersifat avaskuler, mendapat nutrisi secara difus dari

humor aqous dan dari tepi kapiler. Bagian sentral dari kornea menerima oksigen secara tidak

langsung dari udara, melalui oksigen yang larut dalam lapisan air mata, sedangkan bagian

perifer menerima oksigen secara difus dari pembuluh darah siliaris anterior. 1,7

Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan

mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi

edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.1


Kornea merupakan bagian mata yang tembus

cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh

kornea, di mana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh

kornea. Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya yang seragam, avaskularitasnya dan

deturgensinya.5,7,8 Secara klinis, kornea dibagi dalam beberapa zona yang mengelilingi dan

menyatu satu dengan yang lain, seperti pada gambar di bawah ini: 4

Gambar 3. Topografi dari kornea4


Sumber : American Academy of Ophthalmology, USA 2008-2009

2.2 Definisi dan Epidemiologi

Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan

kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, dan

diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma.8

Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya yaitu apakah

mikroorganisme, asupan makanan, trauma, kelainan yang disebabkan kongenital. Insidensi

ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, sedangkan

predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa

kontak, dan kadang-kadang tidak di ketahui penyebabnya. Walaupun infeksi jamur pada

kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879 tetapi baru mulai periode 1950 keratomikosis

diperhatikan. Banyak laporan menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan
peningkatan penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan obat imunosupresif dan lensa

kontak. Singapura melaporkan selama 2.5 tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22 beretiologi

jamur. Mortalitas atau morbiditas tergantung dari komplikasi dari ulkus kornea seperti parut

kornea, kelainan refraksi, neovaskularisasi dan kebutaan. Berdasarkan kepustakaan di USA,

laki-laki lebih banyak menderita ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu juga dengan

penelitian yang dilakukan di India Utara ditemukan 61% laki-laki. Hal ini mungkin

disebabkan karena banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga meningkatkan

resiko terjadinya trauma termasuk trauma kornea.8

2.3 Etiologi1,9,4

Penyebab tukak kornea adalah bakteri, jamur, achantamoeba dan herpes simpleks.

bakteri :

 streptokokus alfa hemolitik,

 stafilokokus aureus,

 moraxela likuefasiens

 psedomonas aeruginosa,

 nocardia asteroides,

 alcaligenes sp.,

 streptokokkus anaerobik,

 streptokokkus betahemolitik,

 enterobakter hanifae,

 proteus sp,

 stafilokkokus epidermidis

 infeksi campuran :
o erogenes dan stafilokokus aureus

o moraxella sp dan stafilokokus aureus

o streptokokus alfa hemolitik dan stafilokokus aureus.

Infeksi

Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies

Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk sentral.

Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat

mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan infeksi P aeruginosa.

 Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,

Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.

 Infeksi virus

Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk khas

dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah

akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila

mengalami nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster,

variola, vacinia (jarang).

 Acanthamoeba

Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air yang

tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh

acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa

kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi
juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air

atau tanah yang tercemar.

Noninfeksi

 Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.

Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik dan

organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi

pengendapan protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi

maka tidak bersifat destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial

saja. Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih yang

mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi

penghancuran kolagen kornea.

 Radiasi atau suhu

Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan

merusak epitel kornea.

 Sindrom Sjorgen

Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca yang

merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur

film air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan permukan palpebra atau

kelainan epitel yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea.

Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada

epitel kornea terpulas dengan flurosein.

 Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan vitamin A

dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun

pemanfaatan oleh tubuh.

 Obat-obatan

Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid,

IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan imunosupresif.

 Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.

 Pajanan (exposure)

 Neurotropik

Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)

 Granulomatosa wagener

 Rheumathoid arthritis

2.4 Patofisiologi

Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam

perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan seratnya

tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior

dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu

pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di

kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di

daerah pupil. 8
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera

datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan

kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja

sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat

dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel

mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya

infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan

permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea. 4

Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka

kebanyakan lesi pada kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit

dan fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama

palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif,

regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada

ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi

pada pembuluh iris.7 Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut.

Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar

kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial maka

akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi

sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat baru

yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik.8

2.5 Diagnosis4,10

Diagnosis dari ulkus kornea ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

oftalmologi dan pemeriksaan laboratorium.

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik


Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat trauma, benda asing dan abrasi pada

kornea, riwayat pernah terkena kerattis yang berulang, pemakaian lensa kontak, serta

penggunaan kortikosteroid yang merupakan presdiposisi infeksi virus dan jamur, serta

gejala klinis yang ada.

2. Pemeriksaan Oftalmologi

a. Visus

Didapatkan adanya penurunan visus pada mata yang mengalami infeksi oleh

karena adanya defek pada kornea sehingga menghalangi refleksi cahaya yang masuk

ke dalam media refrakta.

b. Slit lamp

Untuk memeriksa ulkus kornea diperlukan slit lamp dan pencahayaan terang.

Harus diperhatikan pantulan cahaya saat menggerakkan cahaya di atas kornea.

Seringkali iris, pupil, dan lensa sulit dinilai oleh karena adanya kekeruhan pada

kornea. Hiperemis didapatkan oleh karena adanya injeksi konjungtiva ataupun

perikornea, daerah yang kasar menandakan defek pada epitel.

c. Tes fluoresein.

Pada tes fluoresein defek epitel ditandai dengan adanya daerah yang berwarna

hijau. Penggunaan pengecatan fluoresein yang berguna untuk mengetahui eksposure

stroma dari kornea dan terlihat hijau dapat membantu menentukan batas ulkus kornea

sekaligus dapat melihat detail epithelium di sekitarnya. Misalnya ulkus pada herpes

simpleks menunjukkan gambaran pola dendritik pada pengecatan.

3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berguna untuk diagnosa kausa dan juga penting untuk

pemilihan terapi yang tepat dengan hasil kultur kerokan. Melakukan swab pada kornea

dan melihatnya dengan mikroskop dengan pengecatan Gram maupun Giemsa dan

preparasi KOH dapat melihat adanya bakteri dan jamur dengan jelas. Kultur mikroba

penting untuk mengisolasi organisme penyebab pada beberapa kasus.

2.6 Klasifikasi

Ulkus kornea secara umum dibagi menjadi: 1

1. Ulkus kornea infeksi

 Ulkus kornea bakteri

 Ulkus kornea jamur

 Ulkus kornea virus

 Ulkus kornea Achantamoeba

2. Ulkus kornea non-infeksi

 Ulkus Mooren

 Ulkus dan infriltrat marginal

 Keratokonjungtivitis fliktenular

A. ULKUS KORNEA BAKTERI

Keratitis bacterial merupakan penyebab utama ulkus kornea, dimana factor

predisposisinya termasuk pemakaian contact lens, trauma, bedah kornea, penyakit di

permukaan okuler, penyakit sistemik, dan konsumsi imunosupresan yang dapat


mengganggu mekanisme pertahanan dari permukaan okuler sehingga bakteri dapat

menginvasi kornea.4

Epidemiologi

Diperkirakan 30.000 kasus keratitis mikroba ditemukan di USA; yang mana 10

dari 30 orang per 100.000 pemakai lensa kontak mendapat keratitis. Pada negara

berkembang, keratitis bacterial merupakan penyabab utama kebutaan, yang biasanya

diakibatkan oleh trauma okuler. 4,8

Etiologi

Keratitis bacterial dapat disebabkan oleh berbagai jenis mikroorganisme. Di

USA, mikroorganisme terbanyak yang menyebabkan keratitis bacterial adalah

Staphylococcus dan Pseudomonas. Sedangkan di negara berkembang, Streptococcus

pneumoniae merupakan penyebab utama.8

Patofisiologi

Keratitis bacterial terjadi bila mikroorganisme dapat mengalahkan pertahanan

host. Zat patogen akan melekat ke bagian pinggir kornea yang mengalami abrasi dan

menghindari mekanisme pembersihan oleh tear film.4 Gejala klinis yang ditemukan

bervariasi tergantung mikroorganisme penyebab:

- Ulkus kornea Staphylococcus: pada mikroorganisme ini sering ditemukan ulkus

kornea sentral, banyak diantaranya ada pada kornea yang biasa terkena kortikosteroid

topical. Ulkusnya disertasi hipopion dan sedikit infiltral pada kornea sekitar. Ulkus

seringkali superficial dan dasar ulkus terasa padat saat dikerok.

- Ulkus kornea Streptococcus pneumoniae: ulkus biasanya muncul 24-48 jam setelah

inokulasi pada kornea yang mengalami abrasi. Infeksi ini menimbulkan ulkus kelabu
dengan batas cukup tegas yang cenderung menyebar secara tidak teratur dan biasanya

disertai hipopion.

Gambar 4. Ulkus Kornea Streptococcus


Sumber: American Academy of Ophthalmology, USA 2008-2009

- Ulkus Kornea Pseudomonas: ulkus berawal sebagai infiltrat kelabu atau kuning di

tempat epitel kornea yang retak. Ulkus dapat menyebar ke seluruh kornea dan

mengakibatkan perforasi dan infeksi intraocular yang berat. Infiltratnya mungkin

berwarna kehijauan, hal ini disebabkan oleh pigmen yang dihasilkan oleh

Pseudomonas. Kasus ini biasanya berhubungan dengan penggunaan lensa kontak dan

mata terasa sangat nyeri.


Gambar 5 Ulkus Kornea Pseudomonas
Sumber: American Academy of Ophthalmology, USA 2008-2009

(a) (b)

Gambar 6. Ulkus kornea bakteri 5,8

Sumber: Lange Gerhard K.Ophtalmology, 2005

KET: (a) Ulkus Kornea Pneumococcus

(b) Ulkus kornea Pseudomonas aeroginosa

(c) Ulkus kornea yang kecil yang disebabkan oleh infeksi Staphylococcus,
akibat penggunaan kontak lensa.

Pemeriksaan Laboratorium

Selain mengkultur infiltrat di kornea, kultur dari kontak lens beserta cairan

pembersihnya dan penyebab lain yang mungkin seperti bagian kelopak mata yang

terinfeksi juga dapat membantu dalam menemukan organisme penyebab ulkus kornea.4

Tatalaksana

Antibiotik spektrum luas harus diberikan sebagai terapi inisial sebelum

mikroorganisme dapat diidentifikasi dengan kultur. Jika tipe bakteri telah teridentifikasi
dengan kultur, terapi lebih difokuskan dengan menggunakan antibiotik yang sesuai,

dengan catatan bahwa antibiotik spektrum luas tidak boleh dihentikan.8

Gambar 7. Terapi Ulkus Kornea Bakterial


Sumber:
http://www.ophthalmologymanagement.com
B. ULKUS KORNEA JAMUR

Etiologi

Jamur merupakan flora normal pada ocular eksterna. Organisme yang sering

ditemukan adalah Aspergillus , Rhodotula, Candida, Penicillium, Cladosporium, dan


8
Alternaria. Keratitis jamur biasanya terjadi apabila terjadi trauma pada kornea, yang

sering ditemukan pada petani yang menggunakan alat pemotong rumput serta alat

pertanian lainnya tanpa menggunakan pelindung pada mata.8

Selain itu, penggunaan kortikosteroid topical juga

berdampak terhadap bertambah buruknya keratitis jamur karena dapat mengaktivasi dan
meingkatkan virulensi dari jamur dengan menekan resistensi kornea terhadap infeksi.

Sedangkan pada penggunaan kortikosteroid sistemik, system imun cenderung ditekan

sehingga memudahkan terjadinya keratitis jamur. Pada kasus yang lebih sedikit juga

ditemukan keratitis jamur yang berhubungan dengan pemakaian kontak lens. 12

Patofisiologi

Jamur mendapatkan akses ke stroma kornea melalui defek pada epitel. Defek ini

dapat disebabkan oleh trauma ekstrernal. Saat mencapai stroma, jamur bermultiplikasi

dan menyebabkan nekrosis pada jaringan. Setelah cukup dalam mencapai

stroma,perlahan jamur akan melakukan penetrasi ke membrane Descemet. Pengobatan

akan sulit dilakukan apabila jamur sudah mencapai COA. 8

Gejala Klinis

Pasien dengan keratitis jamur cenderung muncul dengan gejala inflamasi yang

ringan selama periode inisial dibandingkan dengan pasien keratitis bakteri. Manifestasi

dari ulkusnya berupa infiltrate kelabu dengan batas ireguler yang halus. Terkadang juga

ditemukan infiltrate multifokal atau satelit. Perluasan infeksi jamur ke COA sering

ditemukan pada kasus dengan inflamasi COA yang progresif. Jamur juga dapat

menginvasi iris dan COP sehingga dapat terjadi glaucoma sudut tertutup akibat blok

pupil. 12
Gambar 8. Ulkus Kornea Jamur; Fusarium solani
Sumber: American Academy of Ophthalmology, USA 2008-2009

Pemeriksaan Laboratorium

Diagnosis pasti dibuat dengan pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10%

terhadap kerokan kornea yang menunjukan adanya hifa. 12

Tatalaksana

Pasien dengan ulkus kornea jamur dapat diberi pengobatan berupa natamisin 5%.

Terapi ini paling banyak digunakan karena spesies Fusarium merupakan penyebab

terbanyak keratitis jamur. Pada keadaan keratitis jamur filamentosa yang parah,

ketokonazol oral (200-600 mg/hari) dapat digunakan sebagai terapi tambahan dan

flukonazol oral (200-400 mg/hari) untuk keratitis jamur ragi. Sedangkan itrakonazol oral

mempunyai aktivitas spectrum luas untuk seluruh jenis Aspergillus dan Candida. 4

C. ULKUS KORNEA VIRUS

a.   Ulkus Kornea Herpes Zoster

Secara morfologi sama dengan penyakit herpes simpleks namun beda dari segi

antigen dan klinis. Zoster lebih sering menginfeksi pasien lanjut usia. Kerusakan mata akibat

penyakit ini dapat dikarenakan  oleh dua hal yaitu invasi virus langsung dan inflamasi

sekunder akibat mekanisme autoimun. Risiko keterlibatan mata sebesar 15% dari total kasus

herpes zoster, meningkat bila dijumpai keterlibatan nervus eksternal nasal,keterlibatan nervus

maksilaris, dan peningkatan usia. Herpes zoster oftalmikus dibagi menjadi 3 fase yaitu: 13,14
1. Fase akut, ditandai dengan penyakit seperti influenza, demam, malaise, sakit kepala

hingga seminggu sebelum tanda kemerahan muncul, neuralgia preherpetik,

kemerahan pada kulit, timbulnya keratitis dalam beberapa hari setelah kemerahan

itu muncul, keratitis numular yang muncul sekitar 10 hari setelah kemerahan

muncul, dan keratitis disciform yang dapat terjadi setelah tiga minggu.14

2 Fase kronik, ditandai dengan keratitis numular selama berbulan-bulan, keratitis

disciform dengan jaringan parut, keratitis neutrofik yang dapat menyebabkan

infeksi bakteri sekunder dan keratitis plak mukus yang dapat timbul setelah bulan

ketiga hingga keenam. 14

3. Fase relapse, dapat dijumpai bahkan hingga sepuluh tahun setelah fase akut. Hal ini

dapat diakibatkan oleh penghentian tiba-tiba dari steroid topikal. Lesi yang paling

umum adalah episkleritis, skleritis, iritis, glaukoma, keratitis numular, disciform

atau plak mukus. Dendrit Herpes zoster berwarna abu-abu kotor dengan fluoresin

yang lemah. Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan yang berat pada

kornea biasanya disertai dengan infeksi sekunder.14

b.      Ulkus Kornea Herpes simplex

Herpes Simplex Virus (HSV) adalah virus DNA yang hanya menginfeksi manusia,

sekitar 90% dari populasi seropositif terhadap antibodi HSV-1, walaupun sebagian besar

bersifat subklinis. HSV-1 biasanya menginfeksi bagian di atas pinggang dan HSV-2 pada

bagian bawah pinggang. HSV-2 dapat ditransmisikan ke mata melalui sekret genital yang

terinfeksi dan persalinan pervaginam. Infeksi primer terjadi pada masa kanak- kanak muda

melalui droplet atau inokulasi langsung. Infeksi jenis ini jarang terjadi di awal kelahiran

karena proteksi dari antibodi si ibu.13,14 Tanda : vesikel pada  kulit melibatkan alis dan area

periorbital. Kondisi akut, unilateral, konjungtivitis folikuler berhubungan dengan


limphadenopathy preauriculer. Epitelial keratitis dapat terjadi di segala usia, sakit ringan,

mata berair dan penglihatan kabur.

Tanda yang muncul secara kronologis opaknya sel epitelial yang tersusun dalam

coarse punctate atau stellalte pattern, deskuamasi sentral yang menghasilkan lesi garis linear

bercabang (dendritik) dengan akhir terminal bulb, berkurangnya sensasi kornea, infiltrat pada

anterior stromal, perluasan sentrifugal progresif yang dapat menghasilkan konfigurasi

amoeboid, dalam masa pemulihan pada epitel dapat terjadi bentuk garis lurus yang persisten

yang mencerminkan arah dari sel pemulihan epitel. Bentuk dendrit Herpes simplex kecil,

ulceratif ,jelas diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan diujungnya.7,14 

Patofisiologi

            Karena kornea terletak paling luar maka kornea dapat dengan mudah terpapar

mikroorganisme dan faktor lingkungan lainnya. Sebenarnya lapisan epitel kornea merupakan

barier utama terhadap paparan mikroorganisme namun jika epitel ini rusak maka stroma yang

avaskuler dan membran bowman akan mudah terjadi infeksi oleh berbagai macam organisme

seperti bakteri, amuba dan jamur. Apabila infeksi ini dibiarkan atau tidak mendapat

pengobatan yang tidak adekuat maka akan terjadi kematian jaringan kornea atau ulkus

kornea.15

Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu pembentukan

bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat

menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. 15,16

Karena kornea avaskular, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera

datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan

kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja
sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat

dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel

mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya

infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan

permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.15

 Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik

superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga

diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea dan

menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat

menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan

fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris.6

Penyakit ini bersifat progresif, membentuk jaringan parut. Infiltrat sel leukosit dan

limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar kedua arah yaitu melebar dan

mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan

daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan

sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya

sikatrik.6,7

Manifestasi Klinis

Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa gejala subjektif dan gejala

objektif. 16

Gejala subjektif dapat berupa : eritema pada kelopak mata dan konjungtiva, sekret

mukopurulen, merasa ada benda asing di mata, pandangan kabur, mata berair, bintik putih

pada kornea sesuai lokasi ulkus, silau, nyeri. Infiltrat yang steril dapat menimbulkan sedikit
nyeri, jika ulkus terdapat pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel

kornea.16

Gejala objektif dapat berupa : kekeruhan berwarna putih pada kornea, hilangnya

sebagian jaringan kornea dan adanya infiltrat, injeksi siliar, dan hipopion.5

Biasanya coccus Gram positif, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pneumoni

akan memberikan gambaran ulkus yang terbatas, bentuk bulat atau lonjong, berwarna putih

abu-abu pada ulkus yang supuratif. Bila disebabkan Pseudomonas maka ulkus akan terlihat

melebar dengan cepat, bahan purulen berwarna kuning hijau terlihat melekat pada permukaan

ulkus. Bila disebabkan jamur maka infiltrat akan berwarna abu-abu di keliling infiltrat  halus

di sekitarnya.15,5

Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.

Anamnesis

Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya

riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat,

misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh. Hendaknya pula

ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien seperti kortikosteroid yang

merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus terutama keratitis herpes simplek.

Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS,

keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus.8,16

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar, kornea

edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat  dapat terjadi iritis yang

disertai dengan hipopion. 15,5

Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti : ketajaman

penglihatan; tes refraksi; tes air mata; pemeriksaan slit-lamp; keratometri (pengukuran

kornea); respon reflek pupil; pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi

Pemeriksaan Laboratorium

Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura dari dasar dan tepi

ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram atau giemsa. Lebih baik lagi

dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya

dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.15,16

2.7 TERAPI BEDAH PADA ULKUS KORNEA

1. FLAP KONJUNGTIVA

Merupakan prosedur yang efektif untuk menangani inflamasi dan penyakit kornea

structural ketika pengembalian penglihatan bukanlah suatu perhatian yang utama. Saat

ini telah jarang digunakan karena telah luasnya indikasi dari penetrating keratoplasty,

antibiotic yang lebih efektif, ketersediaan dari lensa kontak dan kemajuan dari

manajemen penyakit inflamasi kornea.

Prosedur ini tidak digunakan pada keratitis infeksi yang aktif atau perforasi

kornea karena sisa jaringan yang terinfeksi dapat berproliferasi di bawah flap.

Indikasi :
 Ulserasi kronik dari epitel dan stromal yang steril seperti HSV keratitis,

keratokonjugtivitis sicca,dan lain-lain

 Luka kornea yang tertutup tetapi tidak stabil

 Bullous keratopathy pada pasien yang tidak bisa dilakukan PK

Penglihatan yang berkurang dan terbentuknya barrier terhadap masuknya obat

merupakan kelemahan dari prosedur ini. 1

2. KERATECTOMY SUPERFISIAL

Merupakan eksisi dari lapisan superficial dari kornea (epitel, lapisan Bowman,

atau stroma superficial)l tanpa penggantian jaringan.

Indikasi:

 Pembuangan dari jaringan yang hiperplastik atau nekrosis

 Eksisidari material asing di kornea

 Eksisi jaringan corneal superfisial yang dysthropic1

3 . TRANSPLANTASI KORNEA

Adalah bedah penggantian dari kornea baik yang seluruhnya (Penetrating

Keratoplasty) ataupun bagian lamellar (Lamelar Keratoplasty).1

Penetrating keratoplasty merupakan penggantian kornea seutuhnya sedangkan

lamelar keratoplasty merupakan penggantian sebagian ketebalan kornea untuk mengganti

kornea anterior dengan tebal stroma yang bervariasi. PK mempunyai indikasi yang lebih
luas daripada LK dikarenakan LK tidak menggunakan penggantian endotel, hal inilah

yang menyebabkan PK masih digunakan sampai sekarang. Sementara itu LK mempunyai

beberapa keuntungan seperti rehabilitasi penglihatan yang lebih cepat, persyaratan yang

minimal untuk pendonor, mengurangi resiko penolakan graft serta mengurangi resiko

masuk ke dalam kamar anterior (mengurangi resiko terjadinya glaucoma, katarak,

perdarahan, endoftalmitis).1,2

Donor lebih muda lebih disukai untuk PK dan keratoplasti endothelial lamellar

karena terdapat hubungan langsung antara umur dengan kesehatan kornea dan jumlah

endotel. Sel endotel cepat mati, maka hendaknya segera dienukleasi setelah donor

meninggal dan dibekukan. Mata yang utuh sebaiknya segera dimanfaatkan dalam 48 jam

tapi sebaiknya dalam 24 jam.2

Untuk keratoplasti lamellar dan lamellar dalam, kornea dapat dibekukan,

didehidrasi, atau disimpan dalam lemari es selama berminggu-minggu karena sel endotel

tidak penting dalam prosedur ini.2

1. Penetrating Keratoplasty (PK)1

Indikasi :

 Patologi dari stroma ataupun endothelial kornea

Komplikasi :

 Terbukanya luka

 Glaukoma

 Endofthalmitis

 Persisten epithelial defect

 Rekurensi penyakit primer


 Kegagalan graft primer

 Penolakan graft

 Astigmatisme kornea

Keuntungan :

 Mengeliminasi masalah penglihatan terkait interface

Kerugian :

 Sering terjadi refractive error

 Post operatif astigmatism

 Penyakit permukaan ocular

2. Descemet Stripping Automated Endothelial Keratoplasty (DSAEK)1

Indikasi :

 Dysthrophy endotelial

 Pseudophakic bullous keratoplasty

 Sindrom ICE

 Kegagalan graft kornea

Komplikasi :

 Blok pupil

 Dislokasi lentikula

 Kegagalan graft primer

Keuntungan :

 Rehabilitasi visual yang cepat


 Kelengkungan kornea yang stabil

 Kuatsecara structural

 Mengeliminasi masalah penjahitan

Kerugian :

 Subepitelial fibrosis

 Epitel yang ireguler

 Tingginya kemungkinan hilangnya sel endothelial

3. Superficial Anterior Lamellar Keratoplasty (SALK)1

Indikasi :

 Dystrophy superficial dari stroma

 Degenerasi Salzmann nodular

 Parut/ trauma/ dermoid

 Infeksi

 Perforasi kornea

Komplikasi :

 Kehilangan dari lenticular donor

 Perforasi kornea

Keuntungan :

 Rehabilitasi visual yang lebih cepat

 Penjahitan yang minimal

 Mengurangi resiko penolakan graft


 Mengurangi resiko penetrasi kekamar anterior

Kerugian :

 Permukaan yang ireguler

4. Deep Anterior Lamelar Keratoplasty (DALK)1

Indikasi :

 Keratokonus

 Infeksi

 Dystrophy stroma kornea yang tak melibatkan endotel

 Penipisan kornea

 Corneal ectasia

 Perforasi kornea

Komplikasi :

 Penolakan graft

 Inflamasi nekrosis dari graft

Keuntungan :

 Kuat

 Buka jahit yang lebih cepat

 Lebih sedikit tergantung pada kortikosteroid topical

 Persyaratan yang minimal untuk jaringan donor

Kerugian :
 Permukaan ireguler

2.8 KOMPLIKASI

1. Iridosiklitis toksik.

2. Glaukoma sekunder. Ini terjadi karena eksudat fibrin menyumbat kamera okuli

anterior.

3. Descemetokel. Beberapa ulkus disebabkan oleh virulensi organisme yang meluas

secara cepat ke membran descemet.

4. perforasi ulkus kornea.

5. Jaringan parut kornea. Ini biasanya hasil akhir dari penyembuhan ulkus kornea.

Jaringan parut menyebabkan gangguan penglihatan permanen mulai dari penglihatan

yang kabur hingga kebutaan total.

2.9 PROGNOSIS

Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan, cepat lambatnya penyakit ini

ditangani, jenis mikroorganisme penyebab, dan ada tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus

kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama karena jaringan kornea

bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pengobatan

serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk.

Anda mungkin juga menyukai

  • Apa Itu Pterigium
    Apa Itu Pterigium
    Dokumen2 halaman
    Apa Itu Pterigium
    Anonymous MTLTWwYG6j
    Belum ada peringkat
  • FIX Galukoma Akut
    FIX Galukoma Akut
    Dokumen32 halaman
    FIX Galukoma Akut
    Anonymous MTLTWwYG6j
    Belum ada peringkat
  • Katarak
    Katarak
    Dokumen21 halaman
    Katarak
    Anonymous MTLTWwYG6j
    Belum ada peringkat
  • Mte Katarak
    Mte Katarak
    Dokumen29 halaman
    Mte Katarak
    Anonymous MTLTWwYG6j
    Belum ada peringkat
  • Diabetes Militus
    Diabetes Militus
    Dokumen14 halaman
    Diabetes Militus
    Anonymous MTLTWwYG6j
    Belum ada peringkat
  • FIX
    FIX
    Dokumen3 halaman
    FIX
    Anonymous MTLTWwYG6j
    Belum ada peringkat