Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh:
2. Anatomi Fisiologi
a. Struktur Makroskopis Ginjal
Ginjal terletak pada posisi di sebelah lateral vertebra torakalis bawah beberapa
centimeter di sebelah kanan dan kiri garis tengah. Di sebelah anterior, ginjal
dipisahkan dari kavum abdomen dan isinya oleh lapisan peritonium. Di sebelah
posterior organ tersebut dilindungi oleh dinding toraks bawah.
Ginjal pada orang dewasa panjangnya ginjal 11-13 cm, lebarnya 5-7 cm dan
tebalnya 2,5-3 cm dengan berat masing-masing ginjal 150 gr. Ginjal kiri lebih
panjang dan tinggi dari ginjal kanan dikarenakan hati berada di atas ginjal kanan.
Ginjal dikelilingi berbagai lapisan jaringan yang melindungi dan
mempertahankan posisi ginjal, lapisan terluar berupa jaringan fibrous yang disebut
kapsula renalis, kapsula renalis ini dikelilingi oleh lapisan lemak ferirenal dan pacia
gerota yang akan melindungi semua bagian ginjal kecuali hilum, area dimana
pembuluh darah keluar dan masuk daerah ini.
Ginjal dibagi dua daerah yang berbeda yaitu korteks (bagian luar) dan medula
(bagian dalam). Medula dibagi menjadi baji segitiga yang disebut piramid. Terdapat
12 sampai 18 piramid untuk setiap ginjal. Piramid-piramid tersebut diselingi oleh
bagian korteks yang disebut kolom bertini. Piramid tampak bercorak karena tersusun
oleh segmen-segmen tubulusa dan duktus pengumpul nefron. Papila atau aspek dari
tiap piramid membentuk duktus papilari belini. Setiap duktus papilaris masuk ke
dalam suatu perluasan ujung pelvis ginjal membentuk cawan yang disebut kaliaks
minor. Selanjutnya bersatu sehingga membentuk pelvis ginjal. Merupakan reservoar
utama sistem pengumpul urine.
3. Etiologi
Menurut Mansjoer (1999 : 532), etiologi gagal ginjal kronik adalah :
a. Glomerulonefritis
b. Nefropati analgesik
c. Nefropati refluk
d. Ginjal polikistik
e. Nefropati diabetik
f. Hipertensi
g. Obstruksi
h. Gout
i. Tidak diketahui
4. Manifestasi Klinis
Menurut Mansjoer (1999 : 532), manifestasi klinis pada pasien gagal ginjal kronik
:
a. Umum : fatique, malaise, gagal tumbuh, debil
b. Kulit : mudah lecet, rapuh, leukonika
c. Kepala dan leher : fetor uremik, lidah kering dan berselaput
d. Mata : fundus hipersensitif, mata merah
e. Kardiovaskuler : hipertensi, kelebihan cairan, gagal jantung, perikarditis uremik,
penyakit vaskuler.
f. Pernafasan : hiperventilasi asidosis, edema paru, efusi pleura
g. Gastrointestinal : anoreksia, nausea, gastritis, ulkus peptikum, kolik uremik, diare
yang disebabkan oleh anti biotik.
h. Kemih : nokturia, poliuria, haus, proteinuria, penyakit ginjal yang mendasarinya.
i. Reproduksi : penurunan libido, impotensi, amenore, infertilitas, ginekomastia,
galaktore.
j. Syaraf : latergi, malaise, anoreksia, tremor, ngantuk, kebingungan, flap, mioklonus,
kejang, koma.
k. Tulang : hiperparatiroidisme, defisit vitamin D.
l. Sendi : gout, pseudo gout, klasifikasi ekstra tulang
m. Hematologi : anemia, defisit imun, mudah mengalami pendarahan
n. Endokrin : multiple
o. Farmakologi : obat-obatan yang diekskresi oleh ginjal
5. Patofisiologi
Gagal ginjal merupakan sebuah fenomena kehilangan secara bertahap fungsi dari
nefron. Kerusakan nefron merangsang kompensasi nefron yang masih utuh untuk
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit. Mekanisme adaptasi pertama adalah
dengan cara hipertrofi dari nefron yang masih utuh untuk meningkatkan kecepatan
filtrasi, beban solut dan reabsorpsi tubulus.
Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi dan beban
solute untuk tiap nefron sangat tinggi sehingga keseimbangan glomerolus dan tubulus
tidak dapat dipertahankan. Terjadi ketidakseimbangan antara filtrasi dan reabsorpsi
disertai dengan hilangnya kemampuan pemekatan urin.
Perjalanan gagal ginjal kronik dibagi menjadi 3 stadium, yaitu :
a. Stadium I
Stadium pertama merupakan sebuah proses penurunan cadangan ginjal. Selama
stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan pasien asimptomatik.
b. Satdium II
Tahap ini merupakan insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75% jaringan yang
berfungsi telah rusak dan GFR (Glomerulus Filtration Rate) besarnya hanya 25% dari
normal. Kadar BUN mulai meningkat tergantung dari kadar protein dalam diet. Kadar
kreatinin serum juga mulai meningkat disertai dengan nokturia dan poliuria sebagai
akibat dari kegagalan pemekatan urin.
c. Stadium III
Stadium ini merupakan stadium akhir dimana 90 % dari massa nefron telah hacur
atau hanya tinggal 200.000 nefron saja yang masih utuh. GFR (Glomerulus Filtration
Rate) hanya 10 % dari keadaan normal. Kreatinin serum dan BUN akan meningkat.
Klien akan mulai merasakan gejala yang lebih parah karena ginjal tidak lagi dapat
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Urin menjadi
isoosmotik dengan plasma dan pasien menjadi oligurik dengan haluaran urin kurang
dari 500 cc/hari.
Peta Konsep
Intoleransi aktivitas
Hipoalbumin
6. Penatalaksanaan Medis
Menurut Mansjoer (1999 : 533), penatalaksanaan medis pada gagal ginjal kronik
adalah :
a. Tentukan dan tatalaksana penyebab
b. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan dan cairan dan garam, pada beberapa
pasien, furosemid dosis besar (250-1000 mg/hari) atau diuretin loop (bumetarid, asam
etokrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan pengawasan dilakukan
melalui berat badan, urine dan pencatatan keseimbangan cairan/masukan melebihi
keluaran sekitar 500 ml.
c. Diit tinggi kalori dan rendah protein (20-40 g/hari) menghilangkan gejala anoreksia
dan nausea dari uremia, menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala.
Hindari masukan dan berlebihan dari kalium dan garam.
d. Kontrol Hipertensi.
Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan cairan
di atur sendiri tanpa tergantung tekanan darah. Sering diperlukan diuretik koop, selain
obat anti hipertensi.
e. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit
Yang sering ditemukan adalah hiperglikemia dan asidosis berat hindari kalium
yang besar (batasi hingga 60 mmol/hari), diuretik hemat kalium, obat-obatan yang
berhubungan dengan ekskresi kalium (misalnya menghambat ACE dan obat anti
inflasi nonsteroid). Asidosis berat atau kekurangan garam yang menyebabkan
pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam kaniresis. Deteksi melalui kalium plasma
EKG. Gejala-gejala asidosis baru jelas bila bikarbonat plasma kurang dari 15
mmol/liter.
f. Mencegah dan tatalaksana tulang ginjal
Hiperpospatemia dikontrol oleh obat yang mengikat posfat seperti alumunium
hidroks (330-800 mg) atau kalsium karbonat (500-3000 mg) pada setiap makan.
g. Deteksi dini dan terapi infeksi
Pasien uremia harus di terapi sebagai pasien imunosupresif dan di terapi lebih
ketat.
h. Modifikasi terapi obat dan fungsi ginjal
Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya misalnya digoksin
aminogikosid, analgetik opiat, amfoteris dan alopurinol.
i. Deteksi dan terapi komplikasi
Awasi dengan ketat kemungkinan enselopati uremia, perikarditis neunpari
perifer, hiperkolemia yang meningkat kelebihan cairan infeksi yang mengancam jiwa,
kegagalan untuk bertahan sehingga diperlukan dialisis.
j. Persiapan dialisis dan program transplantasi
Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik diabetes. Indikasi dilakukan
dialisa biasanya adalah gagal ginjal dengan gejala klinis yang jelas mesti telah
dilakukan terapi konservatif atau terjadi komplikasi.
C. Asuhan Keperawatan
Keperawatan adalah salah satu bentuk pelayanan profesional yang sebagai bagian dari
pelayanan kesehatan berbentuk pelayanan biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Secara
komprehensif ditunjukkan pada individu, keluarga dan masyarakat sehat maupun sakit
mencakup hidup manusia. (La Ode, 1999 : 69).
Proses keperawatan adalah metode asuhan keperawatan yang ilmiah, sistematis,
dinamis dan terus menerus serta berkesinambungan dalam rangka memecahkan masalah
kesehatan pasien, dimulai dari pengkajian (pengumpulan data, analisa data dan penentuan
masalah) diagnosa keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, pelaksana dan tindakan
penilaian tindakan keperawatan (Zaidi, 1997 : 69).
Tahap-tahap proses keperawatan adalah :
1. Pengkajian
Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis untuk
dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapi pasien
baik fisik, mental, sosial maupun spiritual dapat ditentukan (Zaidi, 1999 : 73).
Yang perlu dikaji dalam sistem perkemihan meliputi riwayat kesehatan,
pemeriksaan fisik dan prosedur diagnostic yang merupakan data yang menunjang
keadaan klinis dari pasien.
a. Riwayat Kesehatan
1) Data Demografi :
a) Umur : biasanya terjadi pada usia lebih dari 60 tahun, walaupun pada
kenyataanya banyak penderita dengan umur sebelum usia 60 tahun.
b) Jenis kelamin: wanita mempunyai insiden infeksi traktus urinarius dan
pielonefritis lebih tinggi daripada pria yang dapat berlanjut menjadi gagal
ginjal kronik.
2) Riwayat Kesehatan Klien :
a) Riwayat masalah ginjal (sistem perkemihan)
b) Klien serta telah berobat kemana dan jenis obat yang dikonsumsi : seperti
penyakit ginjal, batu ginjal dan uretra, batu kandung kemih, pembedahan
sistem kemih.
c) Riwayat penyakit kronis : hipertensi, kardiovaskuler, DM, infeksi
streptokokus, obat-obatan nefrotoksik (garamicyn)
d) Riwayat adanya trauma/injuri
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
a) Adakah keluarga yang menderita penyakit ginjal seperti polycistis
b) Penyakit kronik yang lain seperti DM, Batu ginjal, Kardiovaskuler, hipertensi,
kelainan bawaan.
4) Riwayat Diit
a) Kebiasaan minum : jumlah, jenis air minum
b) Kebiasaan makan : makanan segar/diawetkan, susu, protein, kalsium
5) Status Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi akan mempengaruhi tingkat pendidikan, sedangkan
tingkat pendidikan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan klien dan hal ini
akan berpengaruh pola hidup dan kebiasaan sehari-hari yang akan mencerminkan
tingkat kesehatan klien.
6) Riwayat obat-obatan yang dikonsumsi, obat-obatan yang digunakan seperti
garamicin, analgetik yang lama, obat arthritis, obat hipertensi, obat
kardiovaskuler, obat diabetes melitus.
7) Riwayat kesehatan sekarang adanya dalam perubahan :
a) Karakteristik urine
b) Pola BAK
c) Kemampuan untuk mengontrol BAK
d) Perubahan frekuensi
e) Merasa nyeri
1) Serangan dan lamanya : kejadian setelah BAK atau selama BAK
2) Lokasi penyebaran : pada punggung
3) Nyeri menjalar dari abdomen bagian bawah sampai perineum,
skortum/labia.
4) Nyeri kesulitan Bak (dysuria)
5) Karakter dan beratnya : rasa terbakar dan sakit
6) Faktor yang meringankan : perubahan posisi
7) Faktor yang memberatkan : obat-obatan
f) Distensi bladder, spasme
g) Tanda dan gejala yang menyertai : demam, menggigil, berkeringat, perubahan
kulit, pruritus, bekuan uremik dan uremik sebagai gejala akumulasi sampah
metabolisme dalam darah yang diakibatkan karena gagal ginjal yang ditandai
dengan : anoreksia, mual, muntah, kram otot, pruritus, lemah dan mudah
lelah.
8) Penampilan Umum
a) Kulit : pucat, kemerahan, kuning kelabu
b) Edema
c) Tanda-tanda vital: nadi lemah dan halus, terjadi hipotensi orthostatic akibat
hipovolemia, nafas pendek, dapat terjadi peningkatan suhu.
d) Tingkat kesadaran: penurunan kesadaran bias terjadi stupor sampai dengan
koma.
e) Konsentrasi: ketidakmampuan konsentrasi, keilangan memori, kacau.
f) Kemampuan bicara: stress, perasaan tidak berdaya.
g) Gaya jalan: adanya kesemutan dan kram pada otot ekstremitas bawah
mempengaruhi gaya berjalan klien dengan gagal ginjal kronik.
h) Koordinasi anggota gerak: kram pada otot ekstremitas, “sindroma kaki
gelisah”, kebas rasa terbakar pada kaki.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sistem perkemihan meliputi inspeksi, akultasi, palpasi dan
perkusi.
1) Mata
Sering ditemukan warna konjungtiva yang pucat/putih, edema preorbial.
2) Muka
Apakah ada muka tampak sembab atau tidak. Muka sembab disebabkan
karena udem .
3) Leher
Sering terjadi peningkatan vena jugularis sebagai akibat dari peningkatan
tekanan pengisian pada atrium kanan pada kondisi gagal jantung kanan.
4) Pemeriksaan Ginjal
Kaji daerah abdomen pada garis midklavikula kiri dan kanan atau daerah
costovertebral angle (CVA), normal keadaan abdomen simetris, tidak tampak
masa dan tidak ada pulsasi, bila tampak ada masa pulsasi kemungkinan ada
polikistik, hidronefrosis ataupun nefroma. Apakah adanya bunyi vaskuler aorta
maupun arteri renalis, bila ada bunyi desiran kemungkinan adanya RAS (Renal
Arteri Stenosis), nefro scelerotic. Bila terdengar desiran, jangan melakukan
palpasi, cedera pada suatu aneurisme di bawah kulit terjadi sebagai akibatnya tes
CVA bila adanya nyeri tekan di duga adanya implamasi akut.
Keadaan normal, ginjal tidak teraba. Apabila teraba membesar dan kenyal,
kemungkinan adanya polikistik maupun hidroneprosis. Bila dilakukan penekanan
pasien mengeluh sakit, hal ini tanda kemungkinan adanya peradangan.
5) Pemeriksaan Kandung Kemih
Di daerah supra pubis dipalpasi apakah ada distensi. Normalnya kandung
kemih terletak di bawah sympisis pubis, tetapi setelah membesar organ ini dapat
terlihat distensi pada supra pubis, pada kondisi normal yang berarti urine dapat
dikeluarkan secara lengkap dari bendung kemih, kandung kemih tidak teraba. Bila
ada obstuksi di bawah dan prodiksi urine normal maka urine tidak dapat
dikeluarkan, hal ini mengakibatkan distensi kandung kemih.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah
kesehatan aktual atau potensial. Tujuannya adalah mengidentifikasi : pertama adanya
masalah aktual berdasarkan respon klien terhadap masalah atau penyakit; kedua faktor-
faktor yang berkontribusi atau penyebab adanya masalah; ketiga, kemampuan klien
mencegah atau menghilangkan masalah. (La Ode, 1999 : 61).
Diagnosa keperawatan menurut Barbara (1999 : 155) dan Carpenito (1999 : 222),
pada pasien gagal ginjal kronik adalah :
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia dan nyeri sendi sekunder terhadap
gagal ginjal.
c. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan
diagnostik, rencana tindakan dan prognosis.
d. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritus sekunder
terhadap gagal ginjal.
e. Risiko tinggi terhadap ketidakpatuhan berhubungan dengan kurang pengetahuan,
sistem pendukung kurang adekuat.
f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anorekasia,
mual, muntah, kehilangan selera, bau, stomatitis dan diet tak enak.
3. Perencanaan
Menurut Pusdiklat DIJ keperawatan, perencanaan keperawatan adalah penyusunan
rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah sesuai
dengan diagnosis keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya
kebutuhan klien (Zaidi, 2002 : 82).
Perencanaan keperawatan menurut Engram (1999 : 155-163) dan Carpenito (1999 :
222-223), pada pasien gagal ginjal kronik adalah :
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal
1) Perencanaan
a) Pantau kreatinin dan BUN serum
b) Rujuk pasien ke ahli diet untuk penyuluhan diet dan bantu dalam
merencanakan kebutuhan makanan dengan modifikasi dalam protein, kalium,
fosfor, natrium dan kalori.
c) Jangan memberikan obat-obatan sampai setelah dialisat, bila tekanan darah
tetap di bawah 90/60 mmHg, jangan berikan obat anti hipertensi.
2) Rasional
a) Perubahan ini menunjukkan kebutuhan dialisat segera
b) Ahli diet adalah spesialis nutrisi dan dapat menjelaskan alasan modifikasi diet
dan dapat membantu pasien merencanakan makanan untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi dalam batas diet.
c) Kebanyakan obat-obatan dikeluarkan melalui dialisat
3) Kriteria hasil
Nilai elektrolit serum dalam rentang normal, bunyi nafas bersih, tak ada
edema, tekanan darah sistolik (TD) diantara 90-140 mmHg, peningkatan berat
badan saat ini dua pon dari berat badan tidak edema.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia dan nyeri sendi sekunder terhadap
gagal ginjal.
1) Perencanaan
a) Pantau berat badan setiap hari, kreatinin dan BUN serum, jumlah makanan
yang dikonsumsi dalam setiap makanan, hasil laporan JDL, terutama
hemoglobin dan hematokrit, kadar besi dan feritin serum, nilai protein serum,
masukan dan haluaran, hasil kalsium serum dan kadar fosfat.
b) Konsul dokter bila keluhan kelelahan menetap
c) Mungkin periode istirahat sepanjang hari
d) Berikan agen antimetik yang diprogramkan dan evaluasi efektivitasnya. Bila
alfa epotin diprogramkan, gunakan kewaspadaan berikut :
(1) Sebelum memulai terapi :
(a) Periksa kadar besi serum dan feritin, tekanan darah dan riwayat
alergi.
(b) Konsul dokter bila kadar besi dan feritin rendah, tekanan darah tinggi
menetap, atau riwayat sensitivitas terhadap albumin dan produk sel
derivat mamalia.
(c) Berikan suplemen besi bila diprogramkan.
(2) Hentikan infus IV dan konsul dokter dengan segera bila reaksi
merugikan, berikut ini terjadi :
(a) Sakit kepala
(b) Hipertensi memburuk
(c) Takikardi, dispnea
(d) Mual dan muntah
(e) Hiperkalemia
e) Bila pasien mengeluh mulut kering, izinkan pasien untuk berkumur dengan air
sedikitnya tiap jam atau berikan batu es atau permen lemon keras.
f) Jamin lingkungan kondusif untuk makan selama waktu makan (bebas bau,
makanan disajikan sesuai kesukaan pasien).
g) Berikan agen ikatan fosfat yang diprogramkan, suplemen kalsium dan
suplemen vitamin D.
h) Bantu pasien dalam merencanakan jadwal aktivitas setiap hari untuk
menghindari imobilisasi dan kelelahan.
2) Rasional
a) Untuk mengidentifikasi indikasi perkembangan atau penyimpangan dari hasil
yang diharapkan
b) Ini dapat menandakan kemajuan kerusakan ginjal dan perlunya penilaian
tembahan dalam terapi
c) Istirahat memungkinkan tubuh untuk menyimpan energi yang digunakan oleh
aktivitas
d) Anemia terjadi sekunder terhadap penurunan masukan diet dan kurang
eritropoitin, hormone yang merangsang sumsum tulang untuk menghasilkan
sel darah merah. Besi dan asam folat penting untuk eritrofoesis normal. Alfa
epoetin adalah hormone sintetik yang ditemukan untuk merangsang
keberhasilan eritropoesis, sehingga menurunkan kebutuhan tranfusi darah.
Untuk efektivitas alfa epoetin, kadar besi dan feritin harus mendekati normal.
Reaksi merugikan ini umum terjadi bila pasien menggunakan albumin
hidroksida, untuk mengontrol kadar fosfat atau bila defisiensi besi atau
vitamin terjadi.
e) Stomatitis dapat terjadi karena toksin uremik berlebihan pada mukosa oral dan
penurunan masukan cairan. Selain itu anoreksia, ditambah dengan mulut
kering dan lengket. Tindakan ini meningkatkan saliva.
f) Meskipun anoreksia akibat dari kombinasi faktor-faktor seperti kelelahan,
toksin uremik berlebihan dan depresi, penilaian dapat dibuat untuk
meningkatkan nafsu makan.
g) Defosit kalsium mengakibatkan ketidaknyamanan sendi pada gagal ginjal,
metabolisme vitamin D berkurang, yang menyebabkan penurunan absorpsi
kalsium dan saluran GI. Bila kalsium serum turun produksi parathormon
meningkat, mengakibatkan peningkatan resorpsi fosfat dan kalsium dari
tulang meningkat dan akhirnya demineralisasi tulang.
h) Imobilisasi meningkatkan resorbsi kalsium dari tulang.
3) Kriteria hasil
Berkurangnya keluhan lelah, peningkatan keterlibatan pada aktivitas sosial,
laporan perasaan lebih berenergi, frekuensi pernafasan dan frekuensi jantung
kembali normal setelah penghentian aktivitas, berkurangnya nyeri sendi.
f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anorekasia,
mual, muntah, kehilangan selera, bau, stomatitis dan diet tak enak.
1) Perencanaan
a) Konsul ahli diet untuk bantu pengkajian nutrisi, mengidentifikasi tujuan
nutrisi, meresepkan modifikasi diet dan memberikan nutrisi pada klien.
b) Pertegas instruksi diet dan berikan materi tertulis untuk instruksi verbal
c) Diskusikan tentang pemilihan diet daripada pembahasan pantangan diet.
d) Siapkan dan berikan dorongan oral hygiene yang baik sebelum dan sesudah
makan
e) Batasi masukan cairan satu jam sebelum dan sesudah makan
f) Berikan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan dan bantu
sesuai kebutuhan
g) Jelaskan perlunya kebutuhan klien untuk makan protein maksimum dari diet
yang diizinkan
h) Bekerja bersama klien untuk mengembangkan rencana untuk memasukan diet
yang diresepkan secara berhasil kedalam gaya hidup sehari-hari klien.
2) Rasional
a) Persepsi diet yang tepat penting dalam penatalaksanaan gagal ginjal kronik
yang mencegah toksisitas uremik, ketidakseimbangan cairan elektrolit dan
katabolisme.
b) Empati dan penguatan terhadap instruksi diet dapat meningkatkan kepatuhan
terhadap pembatasan diet.
c) Klien dan keluarga akan menjadi tidak berselera bila diet terlalu dibatasi dan
tidak enak.
d) Oral hygiene yang tepat dapat mengurangi mikroorganisme dan membantu
mencegah stomatitis
e) Pembatasan ini akan mencegah perasaan begah dan mengurangi anoreksia.
f) Nafsu makan dirangsang pada situasi yang relaks dan menyenangkan
g) Protein adekuat diperlukan untuk mencegah katabolisme protein dan
penggunaan otot
h) Kolaborasi memberikan kesempatan bagi klien melakukan kontrol, yang
cenderung meningkatkan kepulihan.
3) Kriteria hasil
Klien akan menghubungkan pentingnya masukan nutrisi adekuat dan
mentaati program diet yang diprogramkan.
DAFTAR PUSTAKA
Arsip RekamMedik. 2015. Prevalensi Gagal Ginjal Kronik Hemodialisa Rawat Jalan di
RSUD Kabupaten Sukoharjo.
https://www.scribd.com/doc/222210341/laporan-pendahuluan-gagal-ginjal-kronik
https://www.academia.edu/9887532/laporan_pendahuluan_CKD
Philadelpia Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
https://www.academia.edu/9887532/laporan_pendahuluan_CKD
http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/109/jtptunimus-gdl-essobiring-5436-2-babii.pdf