Anda di halaman 1dari 4

Analisislah faktor-faktor dominan ( gunakan salah satu model TKLN : Holsti, Alison, Mintz atau John

Lovel) yang mempengaruhi Kebijakan Luar Negeri Indonesia di era SBY:

a. Periode I

b. Perode II

Kemudian uraikan tantangan yang dihadapi oleh SBY disetiap era dalam merumuskan Kebijakan Politik
Luar Negeri Indonesia.

Jawaban :

SBY dilantik menjadi presiden RI ke 6 pada tanggal 20 Oktober 2004. SBY merupakan presiden pertama
yang dipilih melalui mekanisme pemilihan umum. Beliau maju menjadi presiden dengan Jusuf Kalla
sebagai wakil presiden periode 2004-2009. Dan di tahun 2009 SBY terpilih lagi menjadi presiden dengan
Budiono sebagai wakil presidennya.

Dalam menjalankan tugasnya sebagai presiden dan wakil presiden, maka SBY sendiri pun di masa
pemerintahannya mempunyai kebijakan kebijakan luar negeri Indonesia yang beliau jalankan untuk
mencapai suatu tujuan nasionalnya. Dalam pelaksanaan nya pasti ada faktor faktor dominan yang
mempengaruhi kebijakan luar negeri Indonesia di era SBY ini, yaitu sebagai berikut:

A. Periode I (2004-2009)

Menurut mintz, faktor yang berpengaruh dapam pengambilan keputusan kebijakan luar negri
merupakan faktor psikologi, sebagai rational actor faktor faktor psikologis pada aktor pembuat
keputusan sangatlah dipertimbangkan. faktor Faktor seperti kepribadian dan kepercayaan dari
pemimpin, gaya kepemimpinan, emosi, images, cognitive consistency, dan penggunaan analogi
pengaruh dan ketajaman pembuatan kebijakan luar negeri. Hal ini adalah tekanan dalam pembuat
pilihan untuk sedikitnya menjauh dari ide rasional dan melihat lebih kearah teori dasar model
pembentuk keputusan.

Indonesia di bawah pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada periode pertama ini
menampilkan kebijakan luar negeri yang pro aktif dan high profile. Hal ini ditandai dengan safari politik
internasional yang dilakukan oleh SBY dalam rangka meningkatkan citra positif Indonesia di kancah
internasional. Dengan menggunakan jargon “thousand friends zero enemy” SBY ingin menunjukkan
posisi penting Indonesia di dunia internasional. Pada tahun-tahun awal pemerintahanya, SBY telah
mengunjungi Malaysia dan Singapura yang merupakan tetangga dekat Indonesia. Hal ini penting sebagai
tanda “perkenalan” sebagai langkah awal upaya diplomasi di masa yang akan datang.

SBY juga berusaha untuk memulai hubungan internasional dengan negara-negara ASEAN dan beberapa
negara tetangga di sekitar ASEAN. Hal ini sesuai dengan politik luar negeri yang dianut oleh Indonesia
sejak Orde Baru yaitu Concentric Cirle Formula. Konsep ini menjadikan ASEAN terletak pada concentric
circle yang pertama dan berfungsi sebagai corner stone politik luar negeri Indonesia. Dengan kata lain,
ASEAN menjadi fokus utama dalam kebijakan luar negeri Indonesia.
Dari sisi leadership personality, keputusan SBY bsnyak dipengaruhi oleh latar belakang dirinya seperti
latar belakang militer yang dimiliki dirinya mempengaruhi keputusanya seperti kebijakanya yang anti
teorirsme, di periode pertama pemerintahan SBY ini juga memiliki kelebihan yang seolah tak kenal
kompromi terhadap para pelaku terorisme, hal ini juga didukung oleh latar belakang SBY dari jajaran
militer. Pembentukan khusus anti terorisme atau detasemen khusus 88 anti terorisme (Densus 88) yang
didasarkan atas undang-undang nomor 15 tahun 2003 tentang tindak pidana terorisme.

Masih Dalam isu terorisme, Indonesia di bawah pemerintahan SBY juga mencitrakan dirinya sebagai
negara Islam terbesar di dunia yang menolak aksi-aksi terorisme yang berlatar belakang agama Islam.
Prof. Makarim Wibisono pernah mengatakan jika Indonesia paska peristiwa 9/11 mencoba untuk
membuktikan kepada dunia jika semua yang beragama Islam tidak serta merta adalah teroris.

Jika dilihat dari penjelasan diatas maka sangat terlihat jelas bahwa faktor dominan yang mempengaruhi
kebijakan luar negeri Indonesia di periode pertama ini adalah corak kebijakan luar negeri SBY sendiri
yang sangat mengedepankan citra (image) indonesia ke internasional dengan jargon “thousand friends
zero enemy”. Safari politik SBY yang bercorak high politics juga dimaksudkan untuk membuat Indonesia
aktif di kancah perpolitikan internasional.Jadi disini dalam merumuskan kebijakan luar negeri Indonesia,
pemerintahan SBY ingin untuk mengawalinya semua dengan sesuatu yang baik. Maka dari itu
citra(image) Indonesia ke internasional lah yang menjadikan faktor dominan dalam pemerintahan SBY
untuk merumuskan kebijakan luar negeri. Karena mereka beranggapan jika citra Indonesia telah baik
dimata internasional, itu juga menjadikan step awal Indonesia eksis dalam dunia internasional.

Dalam merumuskan kebijakan luar negeri Indonesia di periode pertama ini, SBY mendapatkan beberapa
keberhasilan yang telah diraih nya dalam pelaksanaan kebijakan kebijakan nya. Tapi SBY pun juga
menghadapi beberapa tantangan, salah satu tantangan nya yaitu masyarakat merasa SBY kurang bisa
untuk menyelesaikan masalah masalah domestik. Karena banyak pihak yang menganggap politik luar
negeri Indonesia pada masa pemerintahan SBY terlalu kearah "its about image" dimana pemerintahan
SBY mempunyai keinginan untuk memulihkan citra baik Indonesia di luar negeri/ internasional. Dari hal
tersebut beberapa pihak pun merasa jika pemerintah SBY masih kurang dalam memperhatikan keadaan
di dalam negeri.

(Model TKLN Alex Mintz)

Jika dilihat dari

B. Periode II (2009 - 2014)


SBY terpilih lagi sebagai presiden Indonesia dan Budiono sebagai wakil presidennya. Di periode kedua ini
SBY masih menghiasi kebijakan luar negeri Indonesia dengan semboyan "thousand friends zero enemy"
dan juga terus menampilkan Indonesia sebagai negara yang mampu menjalin kerjasama ke segala
penjuru (all direction foreign policy) dalam dunia yang sedang bergejolak.

Pada tahun 2009 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah berkata jika “no country perceives
Indonesia as an enemy and there is no country which Indonesia considers an enemy. Thus, Indonesia
can exercise its foreign policy freely in all directions, having a million friends and zero enemies”. Kata-
kata tersebut mengandung makna jika Indonesia merupakan negara yang mendorong kerja sama yang
konstruktif dengan negara manapun. Kemudian kalimat tersebut juga memberi pesan kepada dunia
bahwa Indonesia merupakan negara yang tidak gemar berkonflik.

Contohnya Dalam isu Laut China Selatan (LCS), Indonesia di bawah SBY mengambil peran sebagai
mediator yang selalu menekankan pada penyelesaian masalah secara damai. Ia mengatakan pada forum
KTT ke-24 ASEAN di Myanmar bahwa Indonesia secara moral merasa terpanggil untuk berperan aktif
dalam penyelesaian sengketa di LCS. Indonesia berperan penting dalam menjaga stabilitas kawasan dan
menghindari konflik dalam menangani isu LCS.

Di periode kedua ini juga SBY memakai konsep "Trust" yang berarti SBY ingin membangun kepercayaan
terhadap dunia internasional. Prinsip prinsip dalam konsep TRUST adalah unity, harmoni, security,
leadership, prosperity. Prinsip prinsip dalam konsep TRUST ini lah yang menjadi sasaran politik luar
negeri Indonesia di tahun 2009 dan selanjutnya.

Rizal Sukma mengatakan jika terdapat tiga strategi utama dalam kebijakan politik luar negeri SBY. Yang
pertama adalah fokus Indonesia dalam memprioritaskan pembentukan komunitas regional dengan
menekankan pada multilateralisme. Hal ini ditunjukan dengan keaktifan Indonesia pada forum-forum
multilateral seperti ASEAN, APEC, ASEAN + 3, ASEAN Regional Forum(ARF), dan East Asia Summit (EAS).
Fokus kedua politik luar negeri Indonesia di bawah SBY adalah turut memberikan perhatian pada
hubungan-hubungan bilateral dengan negara major dan regional power yang meliputi Cina, Korea
Selatan, Australia, Jepang, dan Amerika Serikat. Kemudian yang ketiga adalah fokus politik Indonesia
dalam upaya untuk aktif dan berkontribusi dalam masalah-masalah global seperti perubahan iklim,
keamanan energi, ekonomi, dan pangan.

Hal tersebut di atas dilakukan oleh SBY dalam rangka untuk menciptakan citra positif Indonesia di mata
dunia. Efek dari penguatan citra positif itu dapat meningkatkan TRUST/ kepercayaan negara-negara lain
dalam menjalin kerja sama yang konstruktif dengan Indonesia.

Maka dari itu teori Trust ini sebenarnya lanjutan dari citra/image Indonesia dalam internasional. Karena
SBY berfikiran jika image Indonesia sudah baik maka negara lain bisa lebih mudah untuk melakukan
kerjasama dengan Indonesia, dan teori trust ini lah yang berfungsi untuk memberikan kepercayaan
kepada negara lain yang telah memberikan kepercayaan nya kepada Indonesia untuk bekerjasama.

Selama beberapa tahun Indonesia di bawah SBY telah banyak membangun diplomasi internasional
sebagai fokus utama politik luar negeri. Membangun kedekatan dengan negara mitra kunci yang
merupakan negara maju maupun negara berkembang diwujudkan dalam bingkai strategic partnership
ataupun comprehensive partnership. Kedua bentuk kemitraan tersebut merupakan suatu cara untuk
menyusun struktur hubungan, persetujuan yang didasarkan pada prioritas, serta langkah-langkah yang
disusun guna mencapai target yang telah disepakati bersama. Hal ini dapat membuat kerja sama
tersebut menjadi lebih terstruktur dan terurkur. Prinsip “thousand friends zero enemy” merupakan
suatu proyeksi kekuatan soft power Indonesia guna meningkatkan kepercayaan dunia internasional
sehingga dapat membangun kerja sama yang konstruktif dalam menciptakan stabilitas dan keamanan
kawasan.

SBY menampilkan kekuatan soft power yang didasarkan pada personalitas yang atraktif, budaya, nilai-
nilai politik yang menjunjung tinggi moralitas universal. Hal ini berujung pada pengakuan dunia
internasional kepada Indonesia yang bergerak sejalan dengan nilai-nilai universal. Pola politik luar negeri
SBY adalah untuk merangkul banyak pihak dalam kerja sama yang menguntungkan melalui diplomasi
internasional. Menurut SBY langkah tersebut dapat memberikan tempat bagi Indonesia di dunia
internasional sehingga Indonesia dapat turut serta menentukan dan berkontribusi untuk membuat
tatanan global.

Jadi jika kita lihat dari penjelasan diatas sudah cukup jelas bahwa faktor dominan yang dapat
mempengaruhi kebijakan luar negeri Indonesia di periode kedua ini adalah adanya sikap
trust/kepercayaan yang ingin ditunjukkan oleh pemerintah SBY di kancah internasional. Faktor awal
yang dilakukan nya dengan membuat image Indonesia baik di luar negeri agar dapat melaksanakan
kerjasama internasional. Lalu dilanjutkan dengan sikap trust agar negara luar pun selalu percaya dengan
kinerja Indonesia, dan itu bisa membuat Indonesia maju di sektor politik maupun ekonomi internasional.

Contoh konkret nya republik Indonesia dipercaya dunia untuk duduk sebagai anggota dewan hak asasi
manusia (ham) PBB yang bermarkas di Jenewa. Hal ini berarti masyarakat internasional menaruh
apresiasi yang tinggi terhadap upaya penegakan HAM di Indonesia.

SBY pada periode kedua ini terus berusaha memantapkan politik luar negeri Indonesia dengan cara
meningkatkan kerjasama internasional dan meningkatkan kualitas diplomasi Indonesia dalam rangka
memperjuangkan kepentingan nasional.

Tetapi dalam mengimplementasikan nya SBY juga terus mendapatkan tantangan tantangan dalam
pemerintahan nya yang ia pimpin. Khususnya dari lingkup nasional, masyarakat Indonesia yang masih
menganggap jika SBY "its about image" saja, dan permasalahan domestik yang terbengkalai. Dan
tantangan nya pun datang juga dari demokrasi atau politik Indonesia yang baru menuju ke tingkat
kematangannya, jadi tantangan tersebut sangat rentan untuk menimbulkan konflik dan pertentangan di
lingkup nasional.

Anda mungkin juga menyukai