Oleh :
Adam Malik Gansi Dewantara, S. Ked
NPM: 19360166
Perseptor :
PROF.Dr.h. M. JOESOEF SIMBOLON, SP.KJ (K)
COVER......................................................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................28
i
i
BAB I
Dalam praktik klinik seorang dokter akan berhadapan dengan pasien yang
membutuhkan pertolongannya. Pasien adalah sosok manusia yang sedang sakit, membawa
keunikan pribadi, dan menampilkan perilaku sakit yang berbedabeda. Dokter yang baik
seyogyanya mampu dan terampil mengenali tidak hanya fenomena kelainan fisik belaka
melainkan juga fenomena kejiwaan karena dengan demikian dokter mendapatkan
pemahaman holistik dari pasiennya.
Tanda (sign) adalah temuan objektif yang diobservasi oleh dokter sedangkan gejala
(symptom) adalah pengalaman subjektif yang digambarkan oleh pasien. Suatu sindrom
adalah kelompok tanda dan/atau gejala yang terjadi bersama-sama sebagai suatu kondisi yang
dapat dikenali yang mungkin kurang spesifik dibandingkan gangguan atau penyakit yang
jelas. Dalam kenyataannya, sebagian besar kondisi psikiatrik adalah sindrom.
Pada makalah ini akan dibahas tentang Tanda dan Gejala Psikiatri.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sindrom adalah kumpulan tanda dan gejala yang bersama-sama membentuk suatu
keadaan yang dapat dikenali, yang tidak terlalu jelas dibandingkan suatu gangguan atau
pcnyakit spesifik. Sebagian besar tanda dan gejala yang tercantum di bawah dapat dipahami
sebagai berbagai titik dalam spektrum perilaku yang berkisar dari normal sampai abnormal.
Sangat jarang terdapat tanda atau gejala yang patognomonik dalarn psikiatri. Sebaliknya,
pada ilmu penyakit dalam, dokter akan cenderung menemukan tanda yang mengindikasikan
suatu kelainan spesifik, contohnya cincin Kayser-Fleischer pada penyakit Wilson.
2.2.1 Kesadaran/Sensorium
Kesadaran disyaratkan fungsi normal dari kedua hemisfer otak sebaik ascending
reticular activating system (ARAS), yang diperluas mulai dari midpons ke daerah
hipotalamus anterior. Proyeksi neuron diteruskan dari ARAS melalui hipotalamus ke nukleus
reticular talamus dan diproyeksikan ke daerah korteks. Fungsi anatomi dari ARAS dibagi atas
daerah medial dan lateral. Daerah medial mengatur siklus tidur dan penggunaan serotonin
sebagai neurotransmiter utama. Jaras decending mengatur fungsi autonomik motor yang
2
mengatur ritmik irama pernapasan. Daerah lateral ARAS mempertahankan kesadaran dengan
keseimbangan cholinergic dan noradrenergic.
Sadar penuh (fully allert) normal adalah keadaan bangun (wakefulness) dan tanggap
(awareness) terhadap diri sendiri dan lingkungan. Fungsi korteks, saraf otonom dan stimulus
dari batang otak bertanggung jawab terhadap keadaan bangun dan tanggap.
1. Komposmentis:
Adalah suatu derajat optimal dari kesigapan mental individu dalam menanggapi
rangsang dari luar maupun dari dalam dirinya. Individu mampu memahami apa yang
terjadi pada diri dan lingkungannya serta bereaksi secara memadai.
2. Apatis:
Adalah suatu derajat penurunan kesadaran, yakni individu berespons lambat terhadap
stimulus dari luar. Orang dengan kesadaran apatis tampak tak acuh terhadap situasi
disekitarnya.
3. Somnolensi:
Adalah suatu keadaan kesadaran menurun yang cenderung tidur. orang dengan
kesadaran somnolen tampak selalu mengantuk dan bereaksi lambat terhadap stimulus dari
luar.
4. Sopor:
5. Koma :
3
Adalah derajat kesadaran paling berat. Individu dalam keadaan koma tidak dapat
bereaksi terhadap rangsangan dari luar, meskupun sekuat apapun perangsangan diberikan
padanya.
6. Kesadaran berkabut :
Suatu perubahan kualitas kesadaran yakni individu tidak mampu berpikir jernih dan
berespons secara memadai terhadap situasi disekitarnya. Seringkali individu tampak bingung,
sulit memusatkan perhatian dan mengalami disorientasi.
7. Delirium :
Suatu perubahan kualitas kesadaran yang disertai gangguan fungsi kognitif yang luas.
Perilaku orang yang dalam keadaan delirium dapat sangat berfluktuasi, yaitu suatu saat
terlihat gaduh gelisah lain waktu nampak apatis. Keadaan delirium sering disertai gangguan
persepsi berupa halusinasi atau ilusi. Biasanya orang dengan delirium akan sulit untuk
memusatkan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian (3P terganggu).
Adalah gangguan kualitas kesadaran yang terjadi pada serangan epilepsy psikomotor.
Individu dalam keadaan ini tidak menyadari apa yang dilakukannya meskipun tampak seperti
melakukan aktivitas normal. Perlu di bedakan dengan tidur berjalan (sleep walking) yang
akan tersadar bila diberikan perangsangan (dibangunkan), sementara pada dream like state
penderita tidak bereaksi terhadap perangsangan.
9. Twilight state :
4
Gangguan perhatian adalah jumlah usaha yang dikeluarkan untuk memfokuskan diri
pada bagian tertentu dari pengalaman; kemampuan untuk mempertahankan fokus pada suatu
aktivitas; kemampuan berkonsentrasi.
3. Hipervigilans: perhatian dan fokus yang berlebihan terhadap semua rangsang interna
maupun eksterna. biasanya sekunder akibat keadaan waham atau paranoid; mirip hiperpragia:
berpikir dan melakukan aktivitas mental yang berlebihan.
4. Trans: perhatian yang terpusat dan gangguan kesadaran, biasanya ditemukan pada
hipnosis, gangguan disosiatif, dan pengalaman keagamaan yang menimbulkan kenikmatan.
Adalah respons sesuai pertanyaan dan tidak kritis terhadap suatu ide atau pengaruh.
1.L Folie d deur (ataufolie d trois): keadaan emosional yang saling berhubungan antara dua
(atau tiga) orang.
2.2.2 EMOSI
Emosi adalah suasana perasaan yang dihayati secara sadar bersifat kompleks,
melibatkan pikiran, persepsi dan perilaku individu. Secara deskriptif fenomenologis emosi
dibedakan antara mood dan afek.
2.2.2.1 Mood
Adalah suasana perasaan yang bersifat pervasive dan bertahan lama, yang mewarnai
persepsi seseorang terhadap kehidupannnya.
1. Mood eutimia: adalah suasana perasaan dalam rentang normal, yakni individu
mempunyai penghayatan perasaan yang luas dan serasi dengan irama hidupnya.
2. Mood hipotimia: adalah suasana perasaan yang secara pervasif diwarnai dengan
kesedihan dankemurungan. Individu secara subyektif mengeluhkan tentang kesedihan
5
dan kehilangan semangat. Secara obyektif tampak dari sikap murung dan perilakunya
yang lamban.
4. Mood hipertimia: suasana perasaan yang secara perfasif memperlihatkan semangat dan
kegairahan yang berlebihan terhadap berbagai aktivitas kehidupan. Perilakunya menjadi
hiperaktif dan tampak enerjik secara berlebihan.
5. Mood eforia: suasana perasaan gembira dan sejahtera secara berlebihan.
6. Mood ekstasia: suasana perasaan yang diwarnai dengan kegairahan yang meluap-luap.
Sering terjadi pada orang yang menggunakan zat psikostimulansia
8. Anhedonia: adalah suatu suasana perasaan yang diwarnai dengan kehilangan minat dan
kesenangan terhadap berbagai aktivitas kehidupan.
9. Mood kosong adalah kehidupan emosi yang sangat dangkal, tidak atau sangat sedikit
memiliki penghayatan suasana perasaan. Individu dengan mood kosong nyaris
kehilangan keterlibatan emosinya dengan kehidupan disekitarnya. Keadaan ini dapat
dijumpai pada pasien skizofrenia kronis.
10. Mood labil adalah suasana perasaan yang berubah-ubah dari waktu ke waktu.
Pergantian perasaan dari sedih, cemas, marah, eforia, muncul bergantian dan tak
terduga. Dapat ditemukan pada gangguan psikosis akut.
2.2.2.2 Afek
Afek adalah respons emosional saat sekarang, yang dapat dinilai lewat ekspresi
wajah, pembicaraan, sikap dan gerak gerik tubuhnya (bahasa tubuh).
1. Afek luas: adalah afek pada rentang normal, yaitu ekspresi emosi yang luas dengan
sejumlah variasi yang beragam dalam ekspresi wajah, irama suara maupun gerakan
tubuh serasi dengan suasana yang dihayati.
6
2. Afek menyempit: menggambarkan nuansa ekspresi emosi yang terbatas. Intensitas
dan keluasan dari ekspresi emosinya berkurang, yang dapat dilihat dari ekspresi wajah
dan bahasa tubuh yang kurang bervariasi.
3. Afek menumpul merupakan penurunan serius dari kemampuan ekspresi emosi yang
tampak dari tatapan mata kosong, irama suara monoton dan bahasa tubuh yang sangat
kurang.
6. Afek tidak serasi : kondisi sebaliknya yakni ekspresi emosi yang tidak cocok dengan
suasana yang dihayati. Misalnya seseorang yang menceritakan suasana duka cita tapi
dengan wajah riang dan tertawa tawa.
Depresi
Depresi adalah gangguan perasaan (afek) yang ditandai dengan afek disforik
(kehilangan kegembiraan atau gairah) disertai dengan gejala lain, seperti gangguan
tidur dan menurunnya selera makan. Depresi biasanya terjadi saat stress yang dialami
oleh seorang tidak kunjung reda, dan depresi yang dialami berkolerasi dengan
kejadian dramatis yang baru saja terjadi atau menimpa seseorang. (Lubis, 2009 :13)
1. Ansietas: rasa takut yang timbul akibat antisipasi terhadap bahaya, yang dapat bersilat
internal maupun eksternal.
2. Ansietas rnengambang bebas: ketakutan pervasif yang tidak terfokus dan tidak
tertambat pada suatu ide.
3. Ketakutan: ansietas yang disebabkan oleh bahaya yang nyata dan dikenali secara
sadar.
4. Agitasi: ansietas berat yang disertai kcgelisahan motorik; serupa dengan iritabilitas
yang ditandai dengan eksitabilitas berlebih disertai kemarahan atau rasa terganggu
yang mudah terpicu.
7
5. Ketegangan: aktivitas motorik dan psikologis yang meningkat dan tidak
menyenangkan.
6. Panik: serangan ansietas yang intens, episodik, dan akut yang ditandai dengan rasa
ngeri yang berlebihan dan pelepasan otonom.
7. Apati :nada emosional yang menumpul disertai rasa terlepas atau tak acuh.
8. Ambivalensi: koeksistensi dua impuls vang bertolak belakang terhadap satu hal pada
orang yang sama dan saat yang sama.
10. Rasa malu: kegagalan untuk mencapai hal yang diharapkan oleh diri sendiri.
11. Rasa bersalah: emosi yang timbul akibat melakukan sesuatu yang dianggap salah.
12. Pengendalian impuls: kemarnpuan untuk menahan Impuls, dorongan. atau godaan
untuk rnelakukan suatu tindakan.
13. lnefabilitas: keadaan ekstasi yang tidak dapat di jelaskan. tidak clapat diungkapkan,
dan mustahil disampaikan ke orang lain.
14. Akateksis: kurangnya perasaan terhadap suatu subjek yang biasanya mcnimbulkan
emosi; pada kateksis, perasaannya terhubung.
Adalah tanda disfungsi somatik (biasanya otonom), paling sering diakibatkan oleh
depresi (juga disebut sebagai tanda vegetatif).
b. Tengah: kesulitan tidur di malan hari tanpa terbangun dan kesulitan untuk kembali
tidur.
8
5. Variasi diurnal: mood biasanya paling buruk pada pagi hari, segera setelah bangun,
dan membaik seiring dengan berjalannya hari.
8. Kelelahan: rasa letih, mengantuk, atau iritabilitas yang timbul setelah suatu periode
aktivitas tubuh atau mental.
9. Pika: mengidam dan memakan bahan yang bukan makanan. contohnya cat atau
tanah liat.
10. Pseudosiesis: kondisi yang jarang, yaitu pasien menunjukkan tanda dan gejala
kehamilan. seperti distensi abdomen, pembesaran payudara, pigmentasi, terhentinya
menstruasi, dan morning sickness.
11. Bulimia: lapar yang tak terpuaskan dan makan berlebih; dapat dilihat pada bulimia
nervosa dan depresi atipikal.
Aspek psikis yang mencakup impuls, rnotivasi. keinginan, dorongan, insting, dan
hasrat yang ditunjukkan melalui aktivitas motorik atau perilaku seseorang.
2. Katatonia dan abnormalitas postur: ditemukan pada skizofrenia katatonik dan beberapa
kasus penyakit otak, seperti ensefalitis.
b. Eksitasi katatonik: aktivitas motorik yang tak bertujuan dan teragitasi, tidak
dipengaruhi oleh stimulus eksterna.
9
e. Postur katatonik: mempertahankan suatu postur aneh dan tidak pada
tempatnya secara volunter. biasanya dipertahankan dalam jangka waktu lama.
g. Akinesia: tidak adanya gerakan fisik. seperti yang terdapat pada imobilitas
ekstrim pada penderita skizofrena katatonik :juga dapat terjadi akibat efek samping
ekstrapiramidal dari pengobatan antipsikotik.
3. Negativisme: tahanan tanpa motif terhadap semua usaha untuk rnenggerakkan atau
terhadap semua instruksi.
4. Katapleksi: hilangnya tonus otot dan kelemahan sementara yang dipicu oleh
berbagai keadaan emosional.
5. Stereotip: pola tindakan fisik atau berbicara yang tetap dan berulang.
10. Overaktivitas.
e. Akatisia: perasaan subjektif berupa rasa tegang pada otot sekunder akibat
antipsikotika atau obat lain" yang dapat mengakibatkan kegelisahan, berjalan mondar
mandir, duduk-berdiri berulang kali; dapat disalahartikan scbagai agitasi psikotik.
f. Kumpulsi: impuls tak terkendali untuk melakukan suatu tindakan secara repetitif.
10
Kleptomania: kompulsi untuk mencuri.
i. Tremor: perubahan gerakan secara ritmis, biasanya lebih cepat dari satu ketukan per
detik; biasanya, tremor berkurang selama periode relaksasi dan tidur serta meningkat
pada periode kemarahan dan peningkatan ketegangan.
j. Floksilasi: gerakan mencabuti yang tidak bertujuan, biasanya pakaian atau seprai,
sering terlihat pada delirium.
11. Hipoaktivitas (hipokinesis): penurunan aktivitas motorik dan kognitif, seperti pada
retardasi psikomotor; perlambatan secara nyata pada proses pikir, bicara, dan gerakan.
13. Agresi: tindakan penuh tenaga dan bertujuan yang dapat bersifat verbal maupun fisik;
lawan motorik dari afek gusar, marah atau benci.
14. Berlagak: ekspresi keinginan bawah sadar atau impuls tindakan secara langsung;
mewujudkan fantasi bawah sadar secara impulsif dalam perilaku.
15. Abulia: penurunan rangsang untuk bertindak dan berpikir, akibat sikap tidak peduli akan
konsekuensi dari tindakannya; akibat defisit neurologis.
17. Astasia abasia: ketidakmampua untuk berdiri atau berialan secara normal, meski gerakan
tungkai norrnal dapat dilakukan pada posisi duduk atau berbaring. Cara berjalannya aneh dan
tidak rnengarah ke suatu lesi organik spesifik; terdapat pada gangguan konversi.
20. Rigiditas otot: keadaan ketika otot tetap tak dapat digerakkan; ditemui pada skizofrenia.
11
21. Berputar: tanda yang terdapat pada anak autistik yang terus-menerus berputar ke arah
kepalanya yang dimiringkan.
22. Bradikinesia: kelambanan aktivitas motorik disertai penurunan gerakan spontan normal.
23. Khorea: gerakan acak, menyentak, cepat, involunter dan tak bertujuan.
24. Konvulsi: kontraksi atau spasme otot yang hebat dan involunter.
a. Konvulsi klonik: konvulsi berupa otot yang berkontraksi dan berelaksasi secara
bergantian.
25. Kejang: serangan atau awitan gejala tertentu yang mendadak, contohnya konvulsi, hilang
kesadaran. serta gangguan psikis atau sensorik; ditemui pada epilepsi dan dapat diinduksi
oleh zat.
b. Kejang parsial sederhana: awitan kejang iktal tokal tanpa gangguan kesadaran.
c. Kejang parsial kompleks: awitan kejang iktal lokal dengan gangguan kesadaran.
26. Distonia: kontraksi badan atau ekstremitas yang lambat dan tertahan; dapat ditemui pada
distonia akibat obat.
27. Aminia: ketidakmampuan untuk membuat gerakan isyarat atau memahami gerakan
isyarat yang dilakukan oleh orang lain.
2.2.4 Berpikir
Berfikir adalah aliran ide, simbol, dan asosiasi yang bertujuan, diawali sebuah
masalah atau tugas dan berakhir pada kesimpulan yang berorientasi pada kenyataan: bila
terdapat urutan yang logis, cara berpikir dianggap normal; parapraksis (meleset dari logika
secara tidak sadar, disebut juga freudian slip) dianggap sebagai bagian cara berpikir normal.
Cara berpikir abstrak adalah kemampuan untuk menangkap esensi suatu keseluruhan,
memecahkan keseluruhan menjadi bagian, dan mencerna isyarat umum.
12
l. Gangguan mental: sindrom perilaku atau psikologis yang nyata secara klinis dan disertai
distres atau disabilitas, bukan sekedar respons yang diharapkan terhadap peristiwa tertentu
atau terbatas dalam hubungan antara seseorang dcngan masyarakat.
3. Uji realitas: evaluasi dan penilaian objektif terhadap dunia di luar dirinya.
4. Gangguan bentuk pikir: kelainan dalam bentuk pikir dan bukannya isi pikir; cara berpikir
ditandai dengan asosiasi longgar, neologisme, dan konstruksi yang tidak logis; proses pikir
terganggu, dan orangnya disebut psikotik.
5. Pikiran tak logis: pikiran yang mengandung kesimpulan yang salah atau kontradiksi
internal hanya dianggap psikopatologis bila sangat nyata dan tidak disebabkan oleh nilai
budaya atau defisit intelektual.
6. Dereisme: aktivitas mental yang tidak sejalan dengan logika atau pengalaman.
7. Pemikiran autistik: preokupasi dengan dunia pribadi di dalam dirinya sendiri; istilah yang
biasa digunakan cukup bersinonim dengan dereisme.
8. Pemikiran magis: bentuk pikiran dereistik; cara berpikir yang menyerupai fase
preoperasional pada anak (Jean Piaget), ketika pikiran, kata-kata, atau tindakan dianggap
merniliki kekuatan (contohnya, menyebabkan atau mencegah suatu peristiwa).
9. Proses pikir primer: istilah umum untuk cara berpikir dereistik, tidak logis, magis; normal
terdapat dalam mimpi, terdapat secara abnormal pada psikosis.
10. Tilikan emosional: tingkat pemahaman atau kesadaran yang mendalam yang cenderung
mengarah ke perubahan kepribadian dan perilaku yang positif.
l. Neologisme: kata baru yang diciptakan oleh pasien, seringkali dengan menggabungkan
suku kata dari kata kata lain, untuk alasan psikotogis yang idiosinkatik.
3. Sirkumstansialitas: gaya bicara tak langsung yang terlambat mencapai poin tertentu namun
akhirnya dapat berangkat dari poin asal ke tujuan yang dikehendaki; ditandai oleh detail dan
kata-kata sisipan yang berlebihan.
13
5. Inkoherensi: pikiran yang secara umum tidak dapat dipahami; pikiran atau kata-kata yang
keluar tanpa hubungan logis maupun tidak sesuai tata bahasa, mengakibatkan disorganisasi.
6. Perseverasi: respons yang menetap terhadap stimulus sebelumnya meski telah diberikan
stimulus baru; sering disebabkan oleh gangguan kognitif
8. Ekolalia: pengulangan kata atau kalimat yang diucapkan seseorang yang bersifat
psikopatologis; cenderung berulang dan persisten; dapat diucapkan dengan intonasi mengejek
atau terputus-putus.
10. Jawaban tidak relevan: .lawaban yang tidak selaras dengan pertanyaan yang diajukan
(orang tersebut tampak mengabaikan atau tidak memperhatikan pertanyaan).
1l. Asosiasi longgar: aliran pikiran berupa perpindahan ide dari satu subjek ke subjek lain
dalam cara yang sama sekali tidak berhubungan; bila parah, pembicaraan dapat menjadi
inkoheren.
12. Derailment: deviasi alur berpikir yang terjadi secara berangsur atau mendadak tanpa
bloking; kadang digunakan sebagai sinonim asosiasi longgar.
13. Flight ofideas: permainan kata-kata atau verbalisasi kontinu dan cepat yang menghasilkan
perpindahan konstan dari satu ide ke ide lain; ide cenderung berhubungan dan pada keadaan
yang tidak begitu parah, pendengar masih dapat mengikutinya.
14. Clang association : keterkaitan kata-kata dengan bunyi yang mirip namun berbeda arti;
kata-kata tersebut tidak memiliki hubungan logis; dapat mencakup pembentukan rima dan
sajak.
15. Bloking: interupsi alur pikiran secara mendadak sebelum suatu pikiran atau ide tuntas;
setelah jeda sejenak. seseorang tampak tidak ingat hal yang sedang atau akan dikatakan
(disebut juga sebagai deprivasi pikiran').
16. Glosolalia: pengungkapan wahyu melalui kata-kata yang tidak dapat dimengerti artinya
juga disebut sebagai bicara dalam lidah); tidak dianggap sebagai gangguan berpikir bila
dikaitkan dengan praktik agama Pantekosta tertentu; disebut juga sebagai kriptolalia, bahasa
tutur pribadi.
l. Miskin isi: pikiran yang hanya memberi sedikit informasi karena hampa, pengulangan
kosong, alau kalimat yang samar.
2. lde berlebihan: kepercayaan salah yang menetap dan tidak masuk akal dipertahankan tidak
seteguh waham.
14
3. Waham: kepercayaan yang salah, didasarkan pada kesimpulan yang salah tentang realitas
eksterna, tidak konsisten dengan latar belakang inteligensi dan budaya pasien; tidak dapat
dikoreksi dengan penalaran.
a. Waham bizar: kepercayaan yang salah dan aneh, sangat tidak masuk akal.
(contohnya, penyusup dari angkasa luar telah menanamkan elektroda ke dalam
otaknya).
b. Waham sistematik: kepercayaan yang salah atau kepercayaan yang disatukan oleh
satu peristiwa atau tema tunggal (contohnya, soseorang merasa dikejar-kejar oleh
CIA, FBI, atau mafia).
c. Waham yang kongruen-mood waham yang isinya sesuai dengan mood (contohnya,
pasien depresi yang percaya bahwa dirinya bertanggung jawab akan kehancuran
dunia).
d. Waham yang tidak kongruen-mood: waham dengan isi yang tidak sesuai dengan
mood atau netral terhadap mood (misalnya, seorang pasien depresi yang memiliki
waham kendali pikir atau siar isi pikir).
e. Waham nihilistik: perasaan yang salah bahwa dirinya, orang lain, dan dunia ini
tidak ada atau akan mengalami kiamat.
h. Waham paranoid: termasuk di antaranya adalah waham kejar dan waham rujukan,
kendali, dan kebesaran (dibedakan dari ide paranoid, yaitu kecurigaan dengan kadar
lebih rendah dari proporsi waham).
Waham kejar: kepercayaan yang salah pada seseorang yang merasa dirinya
dilecehkan, dicurangi, atau dikejar; sering ditemukan pada pasien dengan
kasus hukum yang memiliki kecenderungan patologis untuk mengambil
tindakan hukum karena adanya suatu perlakuan salah yang imaliner.
Waham kebesaran: konsep seseorang akan arti penting diri, kekuatan atau
identitasnya yang terlalu dilebih-lebihkan.
Waham rujukan: kepercayaan yang salah dalam diri seseorang bahwa perilaku
orang lain ditujukan kepada dirinya: bahwa peristiwa, objek, atau orang lain
memiliki kepentingan tertentu dan luar biasa, biasanya dalam konotasi negatif;
berasal dari ide rujukan, yaitu ketika seseorang secara salah merasa bahwa
orang lain membicarakan dirinya (contohnya, kepercayaan bahwa orang di tv
dan radio berbicara kepada atau mengenai dirinya).
15
i. Waham menyalahkan diri: perasaan mcnyesal dan rasa bersalah yang tidak pada
tempatnya.
j. Waham kendali: perasaan yang salah bahwa keinginan, pikiran, atau perasaan
seseorang dikendalikan oleh kekuatan dari luar.
Siar pikiran: waham bahwa pikiran seseorang dapat didengar oleh orang lain.
seolah-olah pikiran tersebut disiarkan di udara.
l. Erotomania: kepercayaan delusional, lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria,
bahwa seseorang sedang jatuh cinta pada dirinya (juga dikenal sebagai kompleks
Cldrambault-Kandinsky).
4. Kecenderungan atau preokupasi pikiran: pemusatan isi pikir pada ide tertentu, dikaitkan
dengan nada afektif yang kuat, seperti kecenderungan paranoid atau preokupasi bunuh
diri atau membunuh.
7. Hipokondria: kekhawatiran yang berlebihan akan kesehatan yang tidak didasarkan atas
patologi organik yang nyata, melainkan interpretasi yang tidak realistis atas tanda atau
sensasi fisik yang dianggap abnormal.
8. Obsesi: menetapnya secara patologis suatu pikiran atau perasaan kuat yang tidak dapat
dihilangkan dari kesadaran dengan usaha yang logis; dikaitkan dengan ansietas.
9. Kompulsi: kebutuhan patologis untuk bertindak berdasarkan sebuah impuls yang, bila
ditahan. akan menimbulkan ansietasi perilaku repetitif sebagai respons terhadap suatu
obsesi atau dilakukan berdasarkan aliran tertentu, tanpa maksud tujuan tertentu untuk
mengakhirinya selain untuk mencegah sesuatu terjadi di masa yang akan datang.
16
10. Koprolalia: secara kompulsif mengeluarkan kata kata kotor.
ll. Fobia: kengerian patologis yang tidak bervariasi, berlebihan, tidak rasionaln dan
menetap akan suatu stimulus atau situasi spesifik; sehingga timbul hasrat yang kuat
untuk menghindari stimulus yang ditakutkan tersebut.
a. Fobia spcsifik: rasa takut yang terbatas pada suatu objek atau situasi yang jelas
(contohnya, takut akan laba-laba atau ular).
b. Fobia sosial: takut dipermalukan oleh orang banyak, contohnya takut berbicara di
depan umum, takut tampil, atau makan di tempat umum.
g. Eritrofobia: takut akan warna merah (merujuk kepada takut mukanya akan bersemu
merah).
l. Fobia jarurn: ketakutan patologis yang intens dan menetap akan disuntik; juga
disebut fobia injeksi darah.
12. Noesis: wahyu berupa pencerahan yang terjadi menimbulkan perasaan bahwa seseorang
terpilih untuk memimpin atau memerintah.
13. Unio mystica: perasaan berlebih mengenai kesatuan mistis dan suatu kekuatan tak
terbatas tidak dianggap sebagai gangguan isi pikir bila sejalan dengan lingkungan agama atau
budaya pasien.
2.2.5 Pembicaraan
3. Miskin bicara: restriksi jumlah pembicaraan yang digunakan; jawaban dapat hanya terdiri
dari satu suku kata.
4. Gaya bicara tidak spontan: jawaban verbal hanya diberikan bila ditanya atau diajak bicara
langsung; tidak ada inisiatif untuk memulai pembicaraan.
5. Miskin isi pernbicaraan: gaya bicara dalam jumlah yang adekuat namun hanya
menyampaikan sedikit informasi akibat banyaknya kehampaan, kekosongan, dan kalimat
stereotip.
7. Disartria: kesulitan dalam artikulasi, bukan dalam menemukan kata atau tata bahasa.
8. Gaya bicara yang sangat keras atau sangat pelan: hilangnya modulasi volume bicara
normal, mungkin mencerminkan berbagai keadaan patologis mulai dari psikosis sampai
depresi atau ketulian.
9. Gagap: pengulangan yang sering atau pemanjangan suatu bunyi atau suku kata, mengarah
ke gangguan kelancaran bicara yang cukup nyata.
10. Latah: gaya bicara serampangan dan tidak berirama, terdiri atas seruan spontan dan cepat.
11. Akulalia: gaya bicara tak masuk akal terkait dengan gangguan pemahaman yang cukup
bermakna.
l. Afasia motorik: kesulitan berbicara yang disebabkan oleh gangguan kognitif berupa
pemahaman yang tetap namun kemampuan berbicara sangat terganggu; gaya bicara terputus-
putus, susah payah, dan tidak akurat (disebut juga afasia Broca, nonfluent, dan ekspresif.
2. Afasia sensorik: hilangnya kemampuan untuk memahami arti kata dengan penyebab
organik; gaya bicara lancar dan spontan tapi tidak koheren dan tidak masuk akal (dikenal juga
sebagai afasia wernicke, fuent, dan reseptif.
3. Afasia nominal: kesulitan menemukan nama suatu objek dengan benar (disebut juga afasia
anomia dan amnesik).
4. Afasia sintaktis: ketidakmampuan menyusun kata kata dalam urutan yang benar.
18
5. Afasia jargon: kata-kata yang dikeluarkan seluruhnya neologistik; kata-kata tak bermakna
diulang dengan berbagai intonasi dan perubahan nada suara.
6. Afasia global: kombinasi afasia nonfluent berat dengan afasia fluent parah.
7. Alogia: ketidakmampuan berbicara akibat suatu delisiensi mental atau episode demensia.
8. Koprofasia: penggunaan bahasa yang vulgar atau kasar secara involunter; terdapat pada
gangguan Torette dan beberapa kasus skizofrenia.
2.2.6 Persepsi:
Persepsi adalah proses transfer stimulus fisik menjadi informasi psikologis; proses
mental yang membawa stimulus sensorik ke alam sadar.
l. Halusinasi: persepsi sensorik palsu yang tidak dikaitkan dengan stimulus eksternal yang
nyata; mungkin terdapat interpretasi berupa waham atas pengalaman halusinasi tersebut
namun mungkin pula tidak.
a. Halusinasi hipnagogik: persepsi palsu yang terjadi saat akan jatuh tertidur;
umumnya dianggap sebagai fenomena yang tidak patologis.
b. Halusinasi hipnopompik: persepsi palsu yang terjadi saat bangun dari tidur;
biasanya dianggap tidak patologis.
c. Halusinasi auditorik: persepsi palsu akan bunyi, biasanya berupa suara-suara namun
dapat pula berupa bunyi-bunyian lain, contohnya musik, merupakan halusinasi yang
paling sering ditemukan pada gangguan psikiatri.
d. Halusinasi visual: persepsi palsu yang melibatkan penglihatan baik suatu citra yang
berbentuk (misalnya, orang) dan citra tak berbentuk (misalnya. kilatan cahaya); paling
sering ditemukan pada gangguan berupa gangguan medis.
e. Halusinasi olfaktorik: persepsi palsu akan bau; paling sering terdapat pada
gangguan medis.
f. Halusinasi gustatorik : persepsi palsu akan rasa, misalnya rasa yang tidak enak,
disebabkan oleh kejang unsinatus; paling sering terjadi pada gangguan medis.
g. Halusinasi taktil (haptik): persepsi palsu akan sentuhan atau sensasi permukaan,
contohnya pada ekstremitas yang diamputasi (phantom limb); sensasi merayap pada
atau di bawah kulit (formikasi).
19
h. Halusinasi somatik: sensasi palsu akan adanya sesuatu yang terjadi pada atau
ditujukan ke tubuhnya, paling sering berasal dari visera (disebut juga halusinasi
senestesik).
i. Halusinasi liliput: persepsi palsu bahwa ukuran obyek terlihat mengecil (disebut
juga nikropsia)
m. Sinestesia: sensasi atau halusinasi yang ditimbulkan oleh sensasi lain (contohnya,
sensasi auditorik yang disertai atau memicu sensasi visual, suara yang dianggap
terlihat atau kejadian visual yang dianggap sebagai sesuatu yang terdengar).
o. Halusinasi perintah: persepsi palsu akan perintah yang membuat seseorang merasa
wajib mematuhi atau tak kuasa menolak.
2. Ilusi: persepsi atau interpretasi yang salah akan stimulus sensorik eksterna yang nyata.
2.2.6.2 Gangguan yang berkaitan dengan gangguan kognitif dan penyakit medis.
10. Aura: sensasi peringatan berupa otomatisme, rasa penuh pada perut, pipi memerah,
perubahan napas, sensasi kognitif, dan keadaan afektif yang biasanya dialami sebelum
serangan ke.iang; suatu prodromal sensorik yang mendahului nyeri kepala migren klasik.
Yaitu somatisasi materi yang direpresi atau timbulnya gejala fisik dan distorsi yang
melibatkan otot volunter atau organ indera tertentu; bukan di bawah kendali volunter dan
tidak dapat diielaskan oleh gangguan fisik lain.
3. Mikropsia: keadaan ketika obyek tampak lebih kecil daripada sebenarnya (baik
makropsia maupun mikropsia juga dapat disebabkan oleh penyakit organik yang jelas,
contohnya keiang parsial kompleks).
4. Depersonalisasi: sensasi subjektif pada seseorang bahwa dirinya terasa tidak nyata,
asing, atau tidak lamiliar.
5. Derealisasi: sensasi subiektif bahwa lingkungan tampak aneh atau tak nyata; perasaan
bahwa kenyataan telah berubah.
6. Fugue: mengambil identitas baru disertai arnnesia akan identitas yang lama; seringkali
melibatkan perjalanan atau berkelana ke lingkungan baru.
7. Kepribadian ganda: seseorang yang pada saat yang berbeda tampak memiliki dua atau
lebih kepribadian dan karakter yang sarna sekali berbeda (disebut sebagai gangguan
identitas disosiatif dalam DSM-lVTR).
2.2.7 Memori
21
Fungsi penyimpanan informasi di dalam otak yang kemudian diingat kembali ke alam
sadar. Orientasi adalah keadaan normal seseorang terhadap sekitarnya dalam hal waktu,
tempat, dan orang.
1. Amnesia: ketidakmampuan parsial atau total untuk mengingat kejadian masa lalu;
dapat bersifat organik atau emosional.
Dejavu: ilusi pengenalan visual yaitu suatu situasi yang baru dikenali secara salah
sebagai pengulangan memori yang telah dialami sebelumnya.
Deja pense: ilusi bahwa suatu pikiran yang baru dikenali sebagai pikiran yang
sebelumnya telah dialami atau diungkapkan.
Jamais vu: perasaan yang salah yaitu seseorang tidak merasa familiar dengan
situasi yang sebelumnya telah ia alami.
4. Citra eidetik: memori visual yang sangat jelas, hampir seperti halusinasi.
5. Memori layar: memori yang ditoleransi secara sadar untuk menutupi suatu memori yang
menyakitkan.
6. Represi: mekanisme defensi yang ditandai dengan melupakan secara sadar ide atau impuls
yang tak dapat diterima.
22
7. Lethologika: ketidakmampuan sementara untuk mengingat nama atau kata benda yang
benar.
8. Blackottt'. amnesia yang dialami oleh alkoholik tentang perilaku selama ia minum-minum;
biasanya mengindikasikan terjadinya kerusakan otak reversibel.
l. Segera: reproduksi atau pengingatan materi yang baru diterima dalam.jangka waktu detik
atau menit.
2. Jangka pendek: mengingat peristiwa yang terjadi selama beberapa hari sebelumnya.
3. Jangka menengah: mengingat peristiwa yang terjadi dalam beberapa bulan sebelumnya.
2.2.8 Inteligensi
2.2.8.2 Demensia
Penurunan fungsi intelektual yang bersifat global dan organik tanpa kesadaran
berkabut.
23
3. Aleksia: hilangnya kemampuan membaca yang semula dirniliki: bukan disebabkan
oleh kecacatan pada keta.iaman visual.
2.2.8.3 Pseudodemensia
Gambaran klinis yang rnenyerupai demensia namun bukan disebabkan oleh kondisi
organik; paling sering disebabkan oleh depresi (sindrom demensia pada depresi).
Cara berpikir secara harfiah; penggunaan metafbra yang terbatas tanpa memahami
nuansa maknanya; pemikiran satu dimensi.
2.2.9 Tilikan
Kemampuan seseorang untuk memahami penyebab sejati dan makna suatu situasi
(contohnya sekumpulan gejala).
Pemahaman akan kenyataan objektif suatu situasi disertai motivasi dan dorongan
emosional untuk menguasai situasi.
Kemampuan untuk rnengkaji suatu situasi dengan benar dan bertindak sesuai situasi
tersebul.
24
2.2.10.1 Daya nilai kritis
Kemampuan untuk mengkaji, mencerna, dan memilih di antara berbagai opsi dalam suatu
situasi.
1. Tilikan derajat 1
Penyangkalan total terhadap penyakitnya
2. Tilikan derajat 2
Ambivalensi terhadap penyakitnya
3. Tilikan derajat 3
Menyalahkan faktor lain sebagai penyebab penyakitnya
4.Tilikan derajat 4
Menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan namun tidak memahami penyebab sakitnya
5.Tilikan derajat 5
6.Tilikan derajat 6 (sehat)
Menyadari sepenuhnya tentang situasi dirinya disertai motivasi untuk mencapai perbaikan.
25
BAB III
KESIMPULAN
3.1 KESIMPULAN
Gangguan otak organik didefinisikan sebagai gangguan dimana terdapat suatu
patologi yang dapat diidentifikasi (contohnya tumor otak, Penyakit cerebrosvaskular,
intoksifikasi obat). Sedadangkan gangguan fungsional adalah gangguan otak dimana tidak
ada dasar organik yang dapat diterima secara umum (contohnya Skizofrenia, Defresi).
26
Tanda utama dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, biasanya terlihat
bersamaan dengan gangguan fungsi kognitif secara global. Kelainan mood, persepsi, dan
perilaku adalah gejala psikiatri yang umum. Tremor , asteriksis, nistagmus, inkoordinasi dan
inkontinensia urine merupakan gejala neuroogis yang umum.
NAPZA ( Narkotika, Psikotropika, dan Zat Zdiktif lain) adalah bahan/zat/obat yang
bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf
pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena
terjadi kebiasaan, ketangihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA.
DAFTAR PUSTAKA
Kaplan, Sadock, Synopsis of Psychiatry
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, WHO, Departemen
Kesehatan R.I.
27