Anda di halaman 1dari 27

I.

AREA KOMPETENSI MATA AJAR

1. Rancangan Pembelajaran Mata Ajar


a. Kompetensi Mata Ajar
Setelah menyelesaikan mata ajar ini, mahasiswa mampu membuat asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan pada keperawatan gawat darurat
b. Karakteristik Mahasiswa
Mata ajar ini ditunjukan bagi mahasiswa ilmu keperawatan semester VI
untuk memberikan dasar pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
pada keterampilan dan pengetahuan lebih lanjut di semester yang akan
ditempuh selanjutnya.
c. Tujuan Pembelajaran mata ajar yakni :
1) Mampu melakukan Cardiopulmonary Resusitation
2) Mampu melakukan Initial Assessment
3) Mampu melakukan Pembebatan
4) Mampu melakukan Pembidaian
5) Mampu melakukan Triage
d. Ujian
e. Ujian Praktikum pada semester VI berupa ujian praktikum yang dilakukan
pada akhir masa praktikum. Ujian ini mengetahui penyerapan mahasiswa
tentang praktikum yang telah dijalankan.
f. Sistem Penilaian
Penilaian Praktikum meliputi :
1) Laporan Pendahuluan : 10 %
2) Pretest, proses dan post test : 30 %
3) Ujian OSCE : 50%
4) Praktikum Mandiri : 10 %

Kontribusi nilai praktikum pada nilai Akhir mata Ajar adalah :


Nilai Praktikum memberi kontribusi sebesar 20 % terhadap nilai akhir mata ajar.

BUKU PANDUAN LAB. SEMESTER VI PRODI KEPERAWATAN Page1


CARDIOPULMONARY RESUSCITATION (CPR)

Pengertian
Bantuan hidup dasar (BHD)/basic life suport (BLS) adalah fase khusus dari
penanganan gawat darurat jantung untuk;(1)mencegah hentian atau insufisiensi
jantung atau nafas lewat pengenalan dan intervensi dini (2) menyongkong sirkulasi
dada pentilasi korban henti jantung atau pernapasan dari luar lewat resusitasi
jantung–paru/cardiopulmonary resuscitation (CPR).

Tujuan CPR
Mengalirkan Oksigen ke otak,jantung dan organ–organ vital lainnya sampai
terapi medis defenitif yang sesuai (bantuan hidup lanjut) dapat mengembalikn
fungsi normal jantung danventilasi.

Indikasi
1. Henti nafas akibat tenggelam, stroke, benda asing, obstruksi jalan nafas, inhalasi
asap overdosis obat, tersengat listrik, sesak napas, infark miokard, cedera akibat
tersambar petir dan koma karena sebab apapun yang menimbulkan obstruksi
jalan napas.
2. Henti jantung.

Urutan langkah BHD


ABC dari CPR adalah airway (jalan napas) breathing (pernapasan) dan
circulation (sirkulasi) dan dimulai denagan fase penilaian untuk memastikan
kebutuhan akan tindakan yang meliputi. pastikan pasien tidak sadar, pastikan pasien
tidak bernafasdan pastikan tidak ada denyut nadi secara berurutan

Prosedur Tindakan
1. Pastikan pasien tidak sadar
2. Tepuk-tepuk atau goyangkan pasien secara perlahan sambil berteriak ‘’apakah
anda baik-baik saja’’.
3. Periksa pernafasan dengan mendekatkan pipi anda kehidung pasien dan lihat
ada tidaknya gerakan dada dan secara bersamaan dengan dan rasakan udara
pernapasan yang di hembuskan keluar kepipi anda
4. Periksa denyut nadi karotis pada satu sisi selama 5 -10 detik
5. Panggil bantuan bila berada dirumah sakit.

BUKU PANDUAN LAB. SEMESTER VI PRODI KEPERAWATAN Page2


6. Letakan papan penahan di bawah dada pasien (bila tidak ada papan penahan,
letakan pasien pada permukaan datar yang keras).
7. Berlututlah di samping pasien.
8. Buka jalan nafas pasien dengan menggunakan salah satu manuver berikut.
9. Manuver dongakan kepala dan naikkan dagu-letakan satu tangan pada dahi
pasien dan tekan kearah belakang dengan telapak tangan untuk mendorong
kepala ke belakang.kemudian letakan jari-jari tangan lainya di bawah bagian
tulang rahang bawah di dekat dagu dan angkat sehingga rahang bergerak ke
depan.
10. Manuver pendorong rahang genggam sudut rahang bawa pasien dan angkat
dengan menggunakan kedua tangan untuk setiap sisi, sehingga mandibula maju
ke depan
11. Letakan alat pembuka jalan nafas bila ada
12. Tutup lubang hidung dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan yang berada di dahi
pasien yang mendorong kepala kepala kebelakang, buat lah segel pada mulut
pasien menggunakan mulut anda atau alat pemberian bantuan nafas yang sesuai
(kantung ambudan masker) dan berikan dua nafas penuh sekitar 0,5 sampai 2
detik pemberian waktu yang cukup untuk inspirasi dan ekspirasi
13. Dengan menggunakaan jari telunjuk tangan yang paling dekat dengan tungkaian
pasien cari tepi iga bawah dan geser jari-jari ke atas ke lokasi di mana iga
menyambung dengan sternum .letakan jari-jari tangan ini pada teknis sternum
dan jari telujuk di sebelahnya letakan tumit tangan yang lain di sebelah jari
telunjuk pada sternum pastikan sumbu memanjang tumit tangan sejajar dengan
aksis memanjang sternum (gambar 8,5(g)). Angkat tangan pertama dari sternum
dan letakan di atas tangan yang berada pada sternum. Lebarkan atau silangkan
jari-jari tangan.jangan sampai jari-jari tersebut menyentuh dada. Luruskan
lengan dengan dengan bahu berada langsung dui atas tangan yang berada pada
sternum dan mengunci siku (gambar 8,5 (h)).
14. Kompresi dada orang dewasa 4-5 cm kecepatan sekitar 100 kali per menit .
15. Lepaskan kompresi dada eksternal secara penuh untuk memungkinkan dada
kembali keposisi normalnya setelah setiap kompresi.Lamanyawaktu pelepasan
harus sama dengan waktu kompresi.Jangan mengakat tangan dari dada.
16. Lakukan 30 kompresi kemudian dua pentilasi, evaluasi ulang pasien setelah 4
siklus(gunakan jembatan kedelai 1,2dan 3 untuk mengatur irama dan waktu).
17. Untuk CPR yang di lakukan 1 atau 2 penolong ,kecepatan kompresinya 100 kali
per menit perbandingan kompresi : ventilasi adalah 30:2

BUKU PANDUAN LAB. SEMESTER VI PRODI KEPERAWATAN Page3


18. Sambil meneruskan resusitasi,di perlukan tindakan khusus berupa penggunaan
peralatan resusitasi khusus untuk mengatur pernapasan dan sirkulasi serta
memberikan terapi defenitif. Terapi defenitif meliputi defibrilasi,parmakoterapi
untuk distritmia dan gangguan asam basa serta pemantauan berkelanjutan dan
peratan terpadu di unit perewat intesif.

Penghentian CPR
Panduan penghentian resusitasi adalah :
1. Kembalinya sirkulasi spontan
2. Tibanya tim CPR atau bantuan medis
3. Bila penolong sudah kelelahan
4. Kematian sudah di pastikan

Catatan: Rekomendasikan asosiasi jantung amerika tahun 2006 untuk perbandingan


kompresi dada ventilaasi 30: 2 kecepatan yang di anjurkan sampai tahun
2016 adalah 15: 2 (dipublikasikan secara online pada 28 november 2005.
referensi www,amercaheartassocitian.com)

BUKU PANDUAN LAB. SEMESTER VI PRODI KEPERAWATAN Page4


INITIAL ASSESSMENT
(PENILAIAN PENDERITA GAWAT DARURAT)

Pengertian
Initial assessment and management merupakan bagian terpenting dari semua proses
penilaian pasien dimana anda harus mengenali dan melakukan penanganan
terhadap semua keadaan yang mengancam nyawa pasien.

Tujuan
Setelah mempelajari materi ini diharapkan peserta memahami dan menangani
pasien ibu hamil, pediatric dan lansia dengan prioritas gangguan yang terjadi pada
pasien menggunakan pendekatan initial assessment.

Indikasi
1. Trauma pada ibu hamil
2. Trauma pada anak
3. Trauma pada lanjut usia

Perangkat Alat Prosedur


1. Suction (disesuaikan dengan keadaan pasien)
2. OPA (oropharyngeal tube) (disesuaikan dengan keadaan pasien)
3. Needle cricotyroidektomi (disesuaikan dengan keadaan pasien)
4. Intubasi (disesuaikan dengan keadaan pasien)
5. Oksigen
6. Infus set + RL
7. Pen light
8. Kateter (disesuaikan dengan keadaan pasien)
9. NGT (disesuaikan dengan keadaan pasien)
10. EKG (disesuaikan dengan keadaan pasien)

FASE PRA RUMAH SAKIT


1. Pengamanan diri, lingkungan dan penderita
2. Koordinasi dan komunikasi dengan rumah sakit untuk persiapan
3. Pertahankan airway (jalan napas, breathing (pernapasan)
4. Atasi shock, kontrol perdarahan luar
5. Jaga pasien tetap imobilisasi

BUKU PANDUAN LAB. SEMESTER VI PRODI KEPERAWATAN Page5


6. Informasikan tentang kejadian waktu, proses kejadian, riwayat pasien, dan
biomekanik trauma

FASE RUMAH SAKIT


1. Koordinasi dan komunikasi dengan tim yang bertugas di rumah sakit
2. Melakukan penanganan primary survey
3. Melakukan penanganan secondary survey
4. Dokumentasi

Prosedur
1. Proteksi diri, gunakan APD (Alat Pelindung Diri): Proteksi diri, lingkungan dan
pasien
2. Cek respon korban dengan teknik AVPU (Alert, Verbal Pain, dan Un Respon)
3. Aktifkan EMS (Emergency Medical System) atau Call for Help (minta pertolongan)
4. Primary survey
a. Airway (Jalan Napas) + Control Servikal
1) Bebaskan jalan napas+control servikal
2) Indikasi korban terpasang servical collar / neck collar untuk menyanggah
leher: multiple trauma, trauma kepala disertai penurunan kesadaran, ada
jejas di atas klavikula, dan biomekanik mendukung
3) Penanganan:
a) Head tilt – chin lift : untuk korban non trauma
b) Chin lift – jaw thrust : untuk korban trauma yang dicurigai fraktur
servikal
c) Suctionc / sedot / hisap / log roll: sumbatan jalan napas karena
cairan atau darah di jalan napas atas (gurgling)
d) OPA (korban tidak sadar dan atau tanpa adanya gag reflek / reflek
muntah) atau NPA (korban sadar): terdengar suara ngorok / snoring
karena jalan napas terhalang oleh posisi lidah korban yang jatuh ke
belakang
e) Needle cricotyroidektomi: jika terdengar stridor (edema laring) atau
perdarahan hebat yang terus menerus / massif
f) Intubation: korban koma (GCS < 8)
b. Breathing (Pernapasan) + Control Ventilasi
1) Oksigenasi kurang ditandai dengan pasien sesak atau dengan saturasi O2
dibawah 95%, berikan dengan nasal canule, rebreathing mask atau non

BUKU PANDUAN LAB. SEMESTER VI PRODI KEPERAWATAN Page6


rebreathing mask (berdasarkan tingkat kebutuhan konsentrasi O 2 terlihat
dari alat pulse oksimetri yang mengidentifikasi kadar saturasi O 2 pasien)
2) Jika korban henti napas: berikan napas buatan (ventilasi buatan) dengan
moutrh to mouth, mouth to mask atau bag valve mask
3) Lakukan pemeriksaan daerah thoraks: Inspeksi, Auskultasi, Perkusi dan
Palpasi.
4) Inspeksi: adakah sesak, jejas pada dada korban, luka terbuka, JVP
meningkat, trakhea terdorong ke arah yang sehat
5) Auskultasi: vesikuler kanan dan kiri (terdengar jelas atau tidak
6) Perkusi: Sonor (normal), hipersonor, atau dull (jika hipersonor berisi
udara yang berlebihan, jika dull berisi cairan / darah)
7) Palpasi: adakah rasa nyeri tekan, terdengarkah suara krepitasi
(identifikasi adanya fraktur iga)
8) Masalah breathing: (tanda dan gejala trauma thoraks)
a) Tension pneumothoraks: needle thorakosintesis selanjutnya WSD oleh
dokter
b) Open pneumothoraks: kasa oklusif 3 sisi, selanjutnya WSD oleh dokter
c) Flail chest: berikan posisi nyaman dan untuk pemberian obat intruksi
dokter
d) Temponade jantung : Perikardiosintesis
e) Hematothoraks: WSD, surgical (operasi)
c. Circulation + Control Perdarahan
1) Stop bleeding: direct pressure (balut tekan), evalation (tinggikan posisi),
dan point pressure (titik tekan)
2) Berikan cairan melalui IV line: untuk korban trauma dan perdarahan
berikan cairan RL hangat, 2 jalur, guyur, dan jangan lupa ambil darah
(khusus korban wanita dewasa lakukan pemeriksaan HCG / kehamilan)
dengan hukum 3 for 1 (penggantian 3 cc untuk kehilangan 1 cc
3) Ambil sample darah untuk crossmatch
d.Exposure (cek semua bagian tubuh)
Identifikasi perlukaan di tempat yang belum terlihat oleh mata (misal
dibagian belakang) dengan membuka pakaian korban, beri selimut korban
untuk mencegah hipotermi / kedinginan, lakukan log roll untuk pemeriksaan
bagian belakang
e. Foley Catheter
Sebelum pemasangan lakukan pemeriksaan kontra indikasinya:
1) Perdarahan di orifisium uretra eksterna

BUKU PANDUAN LAB. SEMESTER VI PRODI KEPERAWATAN Page7


2) Hematom scrotum
3) Pada saat rectal touche, prostat melayang
4) Evaluasi urine: urine pertama keluar dibuang selanjutnya baru dihitung.
Urine normal: dewasa (0,5 cc/kgBB/jam); anak (1 cc/kgBB/jam); bayi (2
cc/kgBB/jam)
f. Gastric Tube
1) Indikasi pemasangan gastric tube: pemberian obat dan makanan, jika ada
ruptur atau distensi abdomen, untuk mencegah aspirasi
2) Kontra indikasi pemasangan Naso Gastric Tube : Jangan dipasang jika
korban fraktur Basis Cranii, pemasangan melalui oro (mulut)
g. Heart monitor
Jika ada dan diindikasikan riwayat jantung, usia diatas 40 tahun, riwayat
tersengat listrik atau tersambar petir
5. Secondary Survey
a. Head to toe examination
B : Bentuk
L : Luka
T : Tumor
S : Sakit
b. Vital sign: Nadi, TD, RR, Suhu, saturasi O2
c. Finger in every orifice (colok semua lubang)
d. Anamnesa: KOMPAK (Keluhan, Obat, Makanan, Penyakit, Alergi, Kejadian)
e. Pemeriksaan tambahan: Rontgen, USG, dll
f. Persiapan rujuk: ke rumah sakit atau ke ruangan lain. Pastikan ada tempat
terlebih dahulu
g. Reevaluasi dilakukan selama dalam perjalanan di ambulans

BUKU PANDUAN LAB. SEMESTER VI PRODI KEPERAWATAN Page8


PEMBEBATAN

Prinsip Dasar Pembebatan


Derajat penekanan yang dihasilkan oleh suatu pembebatan sangat penting untuk
diperhatikan, penekanan yang diberikan tidak boleh meningkatkan tekanan
hidrostatik yang berakibat meningkatkan edema jaringan, juga jangan sampai
mengganggu sirkulasi darah di daerah luka dan sekitar luka.
Derajat penekanan tersebut ditentukan oleh interaksi yang kompleks antara
empat faktor utama yaitu :
1. Struktur fisik dan keelastisan dari pembebat.
2. Ukuran dan bentuk ekstremitas yang akan dibebat.
3. Keterampilan dan keahlian dari orang yang melakukan pembebatan.
4. Bentuk semua aktivitas fisik yang dilakukan pasien.
Tekanan dari suatu pembebat merupakan fungsi dari tekanan oleh bahan
pembebat, jumlah lapisan pembebat dan diameter dari ekstremitas yang dibebat.
Hubungan faktor-faktor ini telah disusun oleh Hukum Laplace yang menyatakan
bahwa ”tekanan dari tiap lapisan pembebat berbanding lurus dengan tekanan
pembebat dan berbanding terbalik dengan diameter dari ekstremitas yang dibebat”.
Rumus untuk menghitung tekanan tiap lapis pembebatan (sub-bandage
pressure) :
Tekanan (mmHg) = Kekuatan pada pembebatan (Kgf) x n x 4620
Diameter daerah yg dibebat (cm) x lebar pembebat (cm)
n = jumlah lapisan pembebatan
Rumus ini hanya berlaku pada saat awal pembebatan dilakukan karena
kebanyakan pembebat kehilangan elastisitas yang signifikan dari tahanan awal
sesuai dengan berjalannya waktu.
Hal yang penting dalam pembebatan adalah metode dari pembebatan itu sendiri,
karena pada prakteknya pembebatan dilakukan dengan bentuk spiral di mana
terjadi overlapping antar pembebat yang menentukan jumlah lapisan yang
melingkari titik tertentu pada ekstremitas. Overlap 50 % secara efektif
menghasilkan tekanan dua lapis, overlap 66 % secara efektif menghasilkan tekanan
tiga lapisan. Hal ini perlu mendapat perhatian agar tidak terjadi penekanan
berlebihan pada suatu titik di daerah pembebatan yang dapat mengakibatkan
nekrosis jaringan.

BUKU PANDUAN LAB. SEMESTER VI PRODI KEPERAWATAN Page9


Pentingnya pemilihan lebar pembebat yang tepat
Pada pembebatan diperlukan pemilihan pembebat yang tepat karena hal ini
sangat mempengaruhi besarnya tekanan yang diberikan oleh pembebat pada bagian
yang dibebat. Sesuai formula di atas bahwa tekanan tiap lapis pembebatan
berbanding lurus dengan tahanan yang diberikan serta berbanding terbalik dengan
diameter lokasi pembebatan dan lebar pembebat sehingga semakin lebar pembebat
tekanan yang dihasilkan makin kecil.

Pentingnya jumlah lapisan pembebatan yang diberikan


Pada pembebatan diperlukan penentuan jumlah lapisan pembebat yang tepat karena
hal ini sangat mempengaruhi besarnya tekanan yang diberikan oleh pembebat pada
bagian yang dibebat. Sesuai formula di atas bahwa tekanan tiap lapis pembebatan
berbanding lurus dengan tahanan yang diberikan serta berbanding terbalik dengan
diameter lokasi pembebatan dan lebar pembebat sehingga semakin banyak lapisan
pembebatan yang dilakukan tekanan yang dihasilkan makin besar.

Manfaat Pembebatan (Bandage)


1. Menopang suatu luka, misalnya tulang yang patah.
2. Mengimobilisasi suatu luka, misalnya bahu yang keseleo.
3. Memberikan tekanan, misalnya dengan bebat elastik pada ekstremitas inferior
untuk meningkatkan laju darah vena.
4. Menutup luka, misalnya pada luka setelah operasi abdomen yang luas.
5. Menopang bidai (dibungkuskan pada bidai).
6. Memberikan kehangatan, misalnya bandage flanel pada sendi yang rematik.

Tipe-Tipe Pembebat
1. Stretchable Roller Bandage
Pembebat ini biasanya terbuat dari kain, kasa, flanel atau bahan yang elastis.
Kebanyakan terbuat dari kasa karena menyerap air dan darah serta tidak mudah
longgar. Jenis-jenisnya :
a. Lebar 2.5 cm : digunakan untuk jari-kaki tangan
b. Lebar 5 cm : digunakan untuk leher dan pergelangan tangan
c. Lebar 7.5 cm : digunakan untuk kepala, lengan atas, daerah, fibula dan kaki.
d. Lebar 10 cm : digunakan untuk daerah femur dan pinggul.
e. Lebar 10-15 cm : digunakan untuk dada, abdomen dan punggung.

BUKU PANDUAN LAB. SEMESTER VI PRODI KEPERAWATAN Page10


Gambar 1. Roller bandage

2. Triangle Cloth
Pembebat ini berbentuk segitiga terbuat dari kain, masing-masing panjangnya
50-100 cm. Digunakan untuk bagian-bagian tubuh yang berbentuk melingkar
atau untuk menyokong bagian tubuh yang terluka. Biasanya dipergunakan untuk
luka pada kepala, bahu, dada, tangan, kaki, ataupun menyokong lengan atas.
3. Tie shape
Merupakan triangle cloth yang dilipat berulang kali. Biasanya digunakan untuk
membebat mata, semua bagian dari kepala atau wajah, mandibula, lengan atas,
kaki, lutut, maupun kaki.
4. Plaster
Pembebat ini digunakan untuk menutup luka, mengimobilisasikan sendi yang
cedera, serta mengimobilisasikan tulang yang patah. Biasanya penggunaan
plester ini disertai dengan pemberian antiseptic terutama apabila digunakan
untuk menutup luka.
5. Steril Gauze (kasa steril)
Digunakan untuk menutup luka yang kecil yang telah diterapi dengan antiseptik,
antiradang dan antibiotik.
6. Putaran Dasar Dalam Pembebatan
a. Putaran Spiral (Spiral Turns)
Digunakan untuk membebat bagian tubuh yang memiliki lingkaran yang
sama, misalnya pada lengan atas, bagian dari kaki. Putaran dibuat dengan
sudut yang kecil, ± 30 dan setiap putaran menutup 2/3-lebar bandage dari
putaran sebelumnya.

BUKU PANDUAN LAB. SEMESTER VI PRODI KEPERAWATAN Page11


Gambar 2. Putaran Spiral (Spiral Turns)

b. Putaran Sirkuler (Circular Turns)


Biasanya digunakan untuk mengunci bebat sebelum mulai memutar bebat,
mengakhiri pembebatan, dan untuk menutup bagian tubuh yang berbentuk
silinder/tabung misalnya pada bagian proksimal dari jari kelima. Biasanya
tidak digunakan untuk menutup daerah luka karena menimbulkan
ketidaknyamanan. Bebat ditutupkan pada bagian tubuh sehingga setiap
putaran akan menutup dengan tepat bagian putaran sebelumnya.

Gambar 3. Putaran Sirkuler (Circular Turns)


c. Putaran Spiral terbalik (Spiral Reverse Turns)
Digunakan untuk membebat bagian tubuh dengan bentuk silinder yang
panjang kelilingnya tidak sama, misalnya pada tungkai bawah kaki yang
berotot. Bebat diarahkan ke atas dengan sudut 30 , kemudian letakkan ibu
jari dari tangan yang bebas di sudut bagian atas dari bebat. Bebat diputarkan
membalik sepanjang 14 cm (6 inch), dan tangan yang membawa bebat
diposisikan pronasi, sehingga bebat menekuk di atas bebat tersebut dan
lanjutkan putaran seperti sebelumnya.

BUKU PANDUAN LAB. SEMESTER VI PRODI KEPERAWATAN Page12


Gambar 4. Putaran Spiral terbalik (Spiral Reverse Turns)
d. Putaran Berulang (Recurrent Turns)
Digunakan untuk menutup bagian bawah dari tubuh misalnya tangan, jari,
atau pada bagian tubuh yang diamputasi (untuk ujung ekstremitas). Bebat
diputar secara sirkuler di bagian proksimal, kemudian ditekuk membalik dan
dibawa ke arah sentral menutup semua bagian distal. Kemudian kebagian
inferior, dengan dipegang dengan tangan yang lain dan dibawa kembali
menutupi bagian distal tapi kali ini menuju ke bagian kanan dari sentral
bebat. Putaran kembali dibawa ke arah kiri dari bagian sentral bebat. Pola ini
dilanjutkan bergantian ke arah kanan dan kiri, saling tumpang-tindih pada
putaran awal dengan 2/3 lebar bebat. Bebat kemudian diakhiri dengan dua
putaran sirkuler yang bersatu di sudut lekukan dari bebat.

Gambar 5. Putaran Berulang (Recurrent Turns)


e. Putaran seperti angka Delapan (Figure-Eight Turns)
Biasanya digunakan untuk membebat siku, lutut, atau tumit (untuk daerah
persendian). Bebat diakhiri dengan dua putaran sirkuler menutupi bagian
sentral sendi. Kemudian bebat dibawa menuju ke atas persendian,
mengelilinginya, dan menuju kebawah persendian, membuat putaran seperti
angka delapan. Setiap putaran dilakukan ke atas dan ke bawah dari
persendian dengan menutup putaran sebelumnya dengan 2/3 lebar bebat.
Lalu diakhiri dengan dua putaran sirkuler di atas persendian.

BUKU PANDUAN LAB. SEMESTER VI PRODI KEPERAWATAN Page13


Gambar 6. Putaran Seperti Angka delapan (Figure-Eight Turns)
f. Prinsip Pembebatan (Bandage)
1) Memilih bebat berdasarkan jenis bahan, panjang, dan lebarnya.
2) Bila memungkinkan, menggunakan bebat baru; bebat elastik kadangkala
elastisitasnya berkurang setelah digunakan atau dicuci.
3) Memastikan bahwa kulit pasien di daerah yang terluka bersih dan kering.
4) Menutup luka sebelum pembebatan dilakukan di daerah yang terluka.
5) Memeriksa neurovaskuler di bagian distal luka, bila relevan.
6) Bila diperlukan, pasang bantalan untuk menekan daerah yang terluka.
7) Mencari asisten bila bagian dari tubuh yang terluka perlu ditopang
selama prosedur pembebatan dilakukan.
8) Meminta pasien memilih posisi senyaman mungkin, dengan bagian yang
akan dibebat ditopang pada posisi segaris dengan sendi sedikit flexi,
kecuali bila hal ini merupakan kontraindikasi.
9) Melakukan pembebatan berhadapan dengan bagian tubuh yang akan
dibebat (kecuali pada pembebatan kepala dilakukan dari belakang
pasien).
10) Memegang rol bebat dengan rol menghadap ke atas di satu tangan, ujung
bebat dipegang tangan yang lain.
11) Mulai melakukan pembebatan dari bagian distal menuju proximal, dari
bagian dengan diameter terkecil menuju diameter yang lebih besar dan
dari medial menuju lateral dari bagian tubuh yang terluka. Jangan mulai
membebat di daerah yang terluka.
12) Untuk memperkuat posisi bebat, supaya bebat tidak mudah terlepas/
bergeser, lakukan penguncian ujung bebat sebelum mulai memutar
bebat.
13) Bila memungkinkan, pembebatan dilakukan searah dengan pengembalian
darah vena untuk mencegah pengumpulan darah.
14) Memutar bebat saling tumpang tindih dengan 2/3 lebar bebat, pasang
bebat dengan lembut meskipun sambil menekan.

BUKU PANDUAN LAB. SEMESTER VI PRODI KEPERAWATAN Page14


15) Menjaga ketegangan dari bebat, hal ini dibantu dengan memastikan
bagian bebat yang bukan rol tetap dekat dengan permukaaan tubuh.
16) Memastikan bebat yang saling tumpang tindih tidak menekuk atau
berkerut.
17) Memastikan bahwa bebat terpasang dengan baik dibagian atas dan
bawah daerah yang terluka, namun jari atau ibu jari jangan dibebat
supaya dapat mengobservasi neurovaskuler daerah tersebut.
18) Memotong bebat bila terlalu panjang sisanya; jangan memutar berlebih di
akhir pembebatan.
19) Mengunci atau menutup bagian akhir bebat, dan memastikan pasien tidak
akan melukai dirinya. Mengunci bagian akhir bebat bisa dilakukan
dengan :
a) Melakukan beberapa kali putaran sirkuler kemudian dijepit dengan
pin atau diplester.
b) Menggunakan simpul (gambar di bawah)

Gambar 9. Atas : Mengunci atau menutup bagian akhir bebat; bawah :


square knot
g. Prosedur Pembebatan
1) Perhatikan hal-hal berikut :
a) Lokasi/ tempat cidera
b) Luka terbuka atau tertutup
c) Perkiraan lebar atau diameter luka
d) Gangguan terhadap pergerakan sendi akibat luka
2) Pilihlah pembebat yang benar, dan dapat memakai kombinasi lebih dari
satu jenis pembebat.

BUKU PANDUAN LAB. SEMESTER VI PRODI KEPERAWATAN Page15


3) Jika terdapat luka dibersihkan dahulu dengan disinfektan, jika terdapat
dislokasi sendi diposisikan seanatomis mungkin.
4) Tentukan posisi pembebat dengan benar berdasarkan :
a) Pembatasan semua gerakan sendi yang perlu imobilisasi
b) Tidak boleh mengganggu pergerakan sendi yang normal
c) Buatlah pasien senyaman mungkin pada saat pembebatan
d) Jangan sampai mengganggu peredaran darah
e) Pastikan pembebat tidak mudah lepas.

BUKU PANDUAN LAB. SEMESTER VI PRODI KEPERAWATAN Page16


PEMBIDAIAN

Definisi
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan adalah bantuan pertama yang diberikan
kepada orang yang cedera akibat kecelakaan dengan tujuan menyelamatkan nyawa,
menghindari cedera atau kondisi yang lebih parah dan mempercepat penyembuhan.
Ekstremitas yang mengalami trauma harus diimobilisasi dengan bidai. Bidai (Splint atau
spalk) adalah alat yang terbuat dari kayu, logam atau bahan lain yang kuat tetapi ringan
untuk imobilisasi tulang yang patah dengan tujuan mengistirahatkan tulang tersebut
dan mencegah timbulnya rasa nyeri.
Tanda tanda fraktur atau patah tulang :
1. Bagian yang patah membengkak (oedema).
2. Daerah yang patah terasa nyeri (dolor).
3. Terjadi perubahan bentuk pada anggota badan yang patah.
4. Anggota badan yang patah mengalami gangguan fungsi (fungsiolesia).

Tujuan Pembidaian
Mahasiswa menguasai penggunaan bidai untuk imobilisasi dengan maksud :
1. Mencegah pergerakan atau pergeseran fragmen atau bagian tulang yang patah.
2. Menghindari trauma soft tissue (terutama syaraf dan pembuluh darah pada bagian
distal yang cedera) akibat pecahan ujung fragmen tulang yang tajam.
3. Mengurangi nyeri
4. Mempermudah transportasi dan pembuatan foto rontgen.
5. Mengistirahatkan anggota badan yang patah.

Macam-macam Bidai
1. Splint improvisasi
a. Tongkat: payung, kayu, koran, majalah
b. Dipergunakan dalam keadaan emergency untuk memfiksasi ekstremitas bawah
atau lengan dengan badan.
2. Splint konvensional
Universal splint extremitas atas dan bawah

BUKU PANDUAN LAB. SEMESTER VI PRODI KEPERAWATAN Page17


Gambar 1. Splint konvensional
Persiapan Pembidaian
1. Periksa bagian tubuh yang akan dipasang bidai dengan teliti dan periksa status
vaskuler dan neurologis serta jangkauan gerakan.
2. Pilihlah bidai yang tepat.

Alat alat pokok yang dibutuhkan untuk pembidaian


1. Bidai atau spalk terbuat dari kayu atau bahan lain yang kuat tetapi ringan.
2. Pembalut segitiga.
3. Kasa steril.

Prinsip Pembidaian
1. Pembidaian menggunakan pendekatan atau prinsip melalui dua sendi, sendi di
sebelah proksimal dan distal fraktur.
2. Pakaian yang menutupi anggota gerak yang dicurigai cedera dilepas, periksa adanya
luka terbuka atau tanda-tanda patah dan dislokasi.
3. Periksa dan catat ada tidaknya gangguan vaskuler dan neurologis (status vaskuler
dan neurologis) pada bagian distal yang mengalami cedera sebelum dan sesudah
pembidaian.
4. Tutup luka terbuka dengan kassa steril.
5. Pembidaian dilakukan pada bagian proximal dan distal daerah trauma (dicurigai
patah atau dislokasi).

BUKU PANDUAN LAB. SEMESTER VI PRODI KEPERAWATAN Page18


6. Jangan memindahkan penderita sebelum dilakukan pembidaian kecuali ada di
tempat bahaya. Jangan menambahkan gerakan pada area yang sudah dicurigai
adanya fraktur (Do no harm).
7. Beri bantalan yang lembut pada pemakaian bidai yang kaku.
a. Periksa hasil pembidaian supaya tidak terlalu longgar ataupun terlalu ketat
sehingga menjamin pemakaian bidai yang baik
b. Perhatikan respons fisik dan psikis pasien.

Syarat-syarat pembidaian
1. Siapkan alat alat selengkapnya.
2. Sepatu dan seluruh aksesoris korban yang mengikat harus dilepas.
3. Bidai meliputi dua sendi tulang yang patah, sebelumnya bidai diukur dulu pada
anggota badan kontralateral korban yang sehat.
4. Ikatan jangan terlalu keras atau terlalu longgar.
5. Sebelum dipasang, bidai dibalut dengan kain pembalut.
6. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tulang yang
patah.
7. Kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan setelah dibidai.
8. Penggunaan bidai , jumlah 2 bidai saja diperbolehkan , tetapi 3 bidai akan lebih baik
dan stabil hanya prinsip nya adalah dalam pemasangan bidai tidak boleh menambah
pergerakan atau nyeri pada pasien

Prosedur Pembidaian
1. Persiapkan alat-alat yang dibutuhkan.
2. Lepas sepatu, jam atau asesoris pasien sebelum memasang bidai.
3. Pembidaian melalui dua sendi, sebelumnya ukur panjang bidai pada sisi
kontralateral pasien yang tidak mengalami kelainan.
4. Pastikan bidai tidak terlalu ketat ataupun longgar
5. Bungkus bidai dengan pembalut sebelum digunakan
6. Ikat bidai pada pasien dengan pembalut di sebelah proksimal dan distal dari tulang
yang patah
7. Setelah penggunaan bidai cobalah mengangkat bagian tubuh yang dibidai.

Contoh penggunaan bidai


1. Fraktur humerus (patah tulang lengan atas).
Pertolongan :
a. Letakkan lengan bawah di dada dengan telapak tangan menghadap ke dalam.

BUKU PANDUAN LAB. SEMESTER VI PRODI KEPERAWATAN Page19


b. Pasang bidai dari siku sampai ke atas bahu.
c. Ikat pada daerah di atas dan di bawah tulang yang patah.
d. Lengan bawah digendong.
e. Jika siku juga patah dan tangan tak dapat dilipat, pasang spalk ke lengan bawah
dan biarkan tangan tergantung tidak usah digendong.
f. Bawa korban ke rumah sakit.

Gambar 2. Pemasangan bidai pada fraktur humerus


2. Fraktur Antebrachii (patah tulang lengan bawah).
Pertolongan:
a. Letakkan tangan pada dada.
b. Pasang bidai dari siku sampai punggung tangan.
c. Ikat pada daerah di atas dan di bawah tulang yang patah.
d. Lengan digendong.
e. Bawa korban ke rumah sakit.

Gambar 3a. Pemasangan bidai pada fraktur antebrachii

BUKU PANDUAN LAB. SEMESTER VI PRODI KEPERAWATAN Page20


Gambar 3b. Pemasangan bidai pada fraktur antebrachii: kondisi pasien datang dalam
keaadan sudah elbow flexi, sehingga tidak boleh meluruskan elbow nya. Cukup
dilakukan bidai langsung melewati 2 sendi wrist dan elbow pada kondisi elbow flexi dan
bisa ditambahkan mitella tanpa mengangkat lengan bawahnya

Gambar 4. Pemasangan sling / Mitella untuk menggendong lengan yang cedera, seperti
pada kasus fraktur antebrachii yg telah dipasang bidai pada posisi elbow flexi atau
fraktur clavicula yg belum dipasang ransel verban

3. Fraktur clavicula (patah tulang selangka).


a. Tanda-tanda patah tulang selangka :
1) Korban tidak dapat mengangkat tangan sampai ke atas bahu.
2) Nyeri tekan daerah yang patah.
b. Pertolongan :
1) Dipasang ransel verban.

BUKU PANDUAN LAB. SEMESTER VI PRODI KEPERAWATAN Page21


2) Bagian yang patah diberi alas lebih dahulu.
3) Pembalut dipasang dari pundak kiri disilangkan melalui punggung ke ketiak
kanan.
4) Dari ketiak kanan ke depan dan atas pundak kanan, dari pundak kanan
disilangkan ke ketiak kiri, lalu ke pundak kanan,akhirnya diberi peniti/
diikat.
5) Bawa korban ke rumah sakit.

Gambar 5. Kanan atau kiri : Ransel Verban


4. Fraktur Femur (patah tulang paha).
Pertolongan :
a. Pasang bidai (melewati dua sendi) dari proksimal sendi panggul hingga melalui
lutut.
b. Beri bantalan kapas atau kain antara bidai dengan tungkai yang patah.
c. Bila perlu ikat kedua kaki di atas lutut dengan pembalut untuk mengurangi
pergerakan.
d. Bawa korban ke rumah sakit.

BUKU PANDUAN LAB. SEMESTER VI PRODI KEPERAWATAN Page22


Gambar 6. Pemasangan bidai pada fraktur femur, (melewati dua sendi) dari
proksimal sendi panggul hingga melalui lutut.
5. Fraktur Cruris (patah tulang tungkai bawah).
Pertolongan :
a. Pasang bidai sebelah dalam dan sebelah luar tungkai kaki yang patah, kadang
juga bisa ditambahkan pada sisi posterior dari tungkai ( syarat : do no harm ) .
b. Di antara bidai dan tungkai beri kapas atau kain sebagai alas.
c. Bidai dipasang mulai dari sisi proximal sendi lutut hingga distal dari pergelangan
kaki.
d. Bawa korban ke rumah sakit.

Gambar 7. Pemasangan bidai pada fraktur cruris, bidai dipasang mulai dari sisi
proximal sendi lutut hingga distal dari pergelangan kaki.

BUKU PANDUAN LAB. SEMESTER VI PRODI KEPERAWATAN Page23


TRIAGE

Definisi
Triage adalah penilaian, pemilahan, dan pengelompokkan pasien yang akan
mendapatkan penanganan medis dan evakuasi pada kondisi kejadian masal atau
bencana.
Penanganan medis yang diberikan berdasarkan prioritas sesuai dengan kejadian pasien.
Triage dibagi menjadi 2, yaitu Triage di Rumah Sakit dan Bencana.

Tujuan Triage
Tujuan triage adalah untuk memudahkan penolong memberikan pertolongan dalam
kondisi pasien masal atau bencana dan diharapkan banyak pasien yang memiliki
kesempatan untuk bertahan hidup.

Triage in Disaster
❑ Prioritas yang diberikan adalah:
✓ High priority: Green/ hijau
Penanganan kepada pasien yang memiliki kemungkinana hidup lebih besar.
Pasien tidak mengalami cidera yang serius sehingga dapat dibebaskan dari TKP
agar tidak bertambah pasien yang lebih banyak. Pasien yang memiliki peluang
hidup lebih banyak harus diselamatkan terlebih dahulu..
✓ Intermediate priority: Yellow / Kuning
Kondisi pasien tidak kritis dan memiliki prioritas kedua setelah pasien dengan
warna hijau.
✓ Low priority: Red / Merah
Pasien mengalami kondisi kritis sehingga memerlukan penanganan yang lebih
kompleks dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk usaha
penyelamatan.
✓ Lowest priority: Black / Hitam
Pasien yang sudah tidak dapat bertahan lagi dengan keadaan yang fatal atau
sudah meninggal.
❑ Langkah-langkah Triage di Bencana
✓ Langkah 1: Respiration (Breathing)
• Tidak bernafas, buka jalan nafas, jika tetap tidak bernafas: Hitam
• Pernafasan > 30 x/menit atau < 10 x/menit: Merah
• Pernafasan 10-30 x/menit: tahap berikut

BUKU PANDUAN LAB. SEMESTER VI PRODI KEPERAWATAN Page24


✓ Langkah 2: Cek perfusi (radial pulse) atau CRT (kuku atau bibir kebiruan)
• Bila > 2 detik: Merah
• Bila < 2 detik: tahap berikut
• Bila pencahayaan kurang, cek nadi radialis, bila tidak teraba/lemah: Merah
• Bila nadi radialis teraba: tahap berikut
✓ Langkah 3: Mental status
• Berikut perintah sederhana kepada penderita, jika dapat mengikuti: Kuning
• Bila tidak dapat mengikuti perintah: Merah
Tindakan yang harus cepat dilakukan:
o Buka jalan nafas, bebaskan benda asing atau darah (obstruksi jalan nafas)
o Berikan nafas buatan segera jika pasien tidak bernafas
o Balut tekan dan tinggikan jika ada luka terbuka / perdarahan
Triage in Hospital
❑ Pemilahan pasien ketika masuk UGD rumah sakit.
❑ Priioritas utama diberikan kepada pasien yang mengalami kondisi yang sangat
mengancam nyawa.
❑ Secara umum prioritas pasien dikelompokkan menjadi 4 kategori:
✓ High priority: Red / merah
Pasien mengalami kondisi kritis sehingga memerlukan penanganan segera untuk
usaha penyelamatan.
✓ Intermediate priority: Yellow / Kuning
Kondisi pasien tidak kritis namun jika tidak segera diberikan pertolongan maka
keadaan pasien akan memburuk.
✓ Low priority: Green / Hijau
Penanganan kepada pasien dapat ditunda. Pasien tidak mengalami cidera yang
serius sehingga dapat menunggu penanganan tanpa menambah tingkat
keparahan.
✓ Lowest priority: Black / Hitam
Pasien yang sudah tidak dapat bertahan lagi dengan keadaan yang fatal atau
sudah meninggal.

BUKU PANDUAN LAB. SEMESTER VI PRODI KEPERAWATAN Page25


Kriteria Triage Menggunakan Pita
TRIAGE

(Merah) (Kuning)

✓ Mengalami masalah Airway, ✓ Luka bakar tanpa komplikasi


Breathing, dan Circulation ✓ Multiple trauma
✓ Shock ✓ Trauma spinal
✓ Perdarahan ✓ Abdominal injuries
✓ Open Chest Wounds ✓ Eye injuries
✓ Trauma pada abdomen
✓ Pneumothoraks
✓ Trauma kepala

(Hijau) (Hitam)

✓ Sprains, strains, laserasi ✓ Cidera fatal


✓ Masalah psikologis ✓ Tidak ada respon
✓ Tanpa luka ✓ Tampak tanda-tanda kematian

BUKU PANDUAN LAB. SEMESTER VI PRODI KEPERAWATAN Page26


BUKU PANDUAN LAB. SEMESTER VI PRODI KEPERAWATAN Page27

Anda mungkin juga menyukai