Anda di halaman 1dari 3

TUGAS RESUME

MAKUL : Teknologi informasi BK

DOSEN : Tri Mega Ralasari, M.PD

Disusun oleh

Uswadatul saidah

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN SOSIAL

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA

IKIP-PGRI PONTIANAK

TAHUN 2020
AKTUALISASI AJARAN KI HAJAR DEWANTARA DI ERA MERDEKA BELAJAR

Mengamati perkembangan dunia pendidikan di negri ini mengingatkan pada pernyataan yang
diungkapkan oleh bapak pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara yaitu; ing ngarso sing tulodho”
yaitu ketika di depan publik kita harus memberikan contoh yang baik bagi orang lain. kedua “ing
madyo mangun karso” ketika di tengah atau di antara publik, kita harus mangon karso atau
bekerja keras dan membangun kinerja yang baik. Ke tiga “tut wuri handayani” ketika di
belakang kita harus memberi semangat dan motivasi kepada orang lain. Ada banyak pelajaran
penting yang dapat diambil dari pernyataan yang di sampaikan beliau. Setidaknya nanti dapat
dijadikan barometer untuk mengukur seberapa jauh perkembangan kualitas pendidikan di
Indonesia. Semenjak terpilihnya Nadiem Anwar Makarim, generasi milenial yang diangkat
oleh presiden Joko Widodo menjadi menteri pendidikan dan kebudayaan (MENDIKBUD)
nyatanya banyak formulasi baru yang mulai diberikan meskipun jelas banyak sekali pro kontra
yang muncul. Salah satunya adalah tentang penghapusan ujian nasional pada tahun 2021.
Sebagai lulusan Harvard Business School dan sekaligus mantan founder Go-Jek, jelas saja
seorang Nadiem Makarim tidak asal memunculkan gagasan tanpa diiringi beragam pengamatan
objektif sekaligus penelitian yang komprehensif. Terbukti penyelenggaraan UN tahun 2021
nantinya akan dirubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survey Karakter yang
terdiri dari kemampuan bernalar dengan menggunakan bahasa (literisasi), kemampuan
bernalar menggunakan matematika (numerisasi), dan penguatan pendidikan karakter.
Terobosan yang diambil pak mentri ini nyatanya disambit positif oleh anggota komisi X DPR RI,
Hetifah Sjaifuddian. Menurutnya, restorasi kebijakan pendidikan tersebut ternyata mengacu
pada data dan penelitian atau riset. Sebab konsep tersebut menurut Hetifah sejalan dengan
semangat untuk mengevaluasi sistem pendidikan nasional yang dikaji dalam lingkungan internal
mendikbud dengan melibatkan berbagai pihak yang konsen dalam dunia pendidikan. (dikutip
dari Liputan 6, 20 Desember 2019). Gebrakan tersebut mulai dilakukan sebelum memasuki
upaya penghapusan UN pada 2021. Terobosan ini dikenal dengan sebutan merdeka belajar. Di
dalamnya terdapat empat poin yaitu ujian sekolah berstandar nasional (USBN), ujian nasional
(UN), rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan peraturan penerimaan peserta didik baru
(PPDB) Setidaknya semua konsep yang ditawarkan pak Nadiem cukup mampu memberikan
angin segar terhadap pemangku kepentingan (stake holder) dalam pendidikan, terlebih dengan
rencana penghapusan ujian nasional pada tahun 2021 banyak pihak yang mendukung penuh
supaya target tersebut bisa tercapai, meskipun ada sebagian yang kurang mengakui. Mengingat
problematika yang dialami masyarakat dalam menghadapi UN jelas menimbulkan masalah
baru. Seperti halnya tingkat kelulusan peserta didik hanya ditentukan oleh mata pelajaran yang
diujikan, akselerasi pemerataan fasilitas yang tidak seimbang antara masyarakat pedesaan
(rural community) dan masyarakat perkotaan (urban community), hingga beban psikologis yang
dialami orang tua dan murid ketika tidak mendapatkan kelulusan.
Filosofi "Merdeka Belajar" disarikan dari asas penciptaan manusia yang merdeka. Di antara
pelbagai makhluk Tuhan, dengan fasilitas akal, manusia adalah makhluk yang merdeka untuk
memilih jalannya sendiri, baik jalan kebaikan maupun jalan keburukan. Tidak ada seorangpun
atau apapun yang memaksa atau menghalangi manusia untuk menentukan dua jalan tersebut.
Tuhan hanya memberi fasilitas berupa kehidupan (ruh) dan organ (sebagai alat) yang bisa
digunakan manusia untuk memilih jalan. Karena itu, sebagai makhluk yang merdeka, insan
harus bertanggungjawab atas perbuatannya dan ia tidak punya alasan untuk menyudutkan
Tuhan dalam kejahatan yang dilakukannya. Dan pendidikan yang baik harus memperhatikan
asas kemerdekaan yang merupakan hadiah terbaik yang diberikan Tuhan kepada manusia,
sehingga pendidikan tidak boleh bertentangan dengan asas kemerdekaan manusia. Merdeka
belajar bermakna kemerdekaan belajar, yakni memberikan kesempatan belajar sebebas-
bebasnya dan senyaman-nyamannya kepada anak didik untuk belajar dengan tenang, santai
dan gembira tanpa stres dan tekanan dengan memperhatikan bakat alami yang mereka punyai,
tanpa memaksa mereka mempelajari atau menguasai suatu bidang pengetahuan di luar hobi
dan kemampuan mereka,sehingga masing-masing mereka mempunyai portofolio yang sesuai
dengan kegemarannya. Sebab, memberi beban kepada pelajar di luar kemampuannya adalah
tindakan yang tercela secara akal sehat dan tidak mungkin dilakukan oleh guru yang bijak. Ini
tak ubahnya seperti murid yang buta lalu guru memimtanya menceritakan apa dan bagaimana
matahari itu kepada teman-temannya. Bila kemerdekaan belajar terpenuhi maka akan tercipta
"belajar merdeka" atau "pembelajaran yang merdeka" dan sekolahnya disebut sekolah yang
merdeka atau sekolah yang membebaskan. Ki Hajar Dewantara menekankan berulang kali
tentang kemerdekaan belajar. "...kemerdekaan hendaknya dikenakan terhadap caranya anak-
anak berpikir, yaitu jangan selalu "dipelopori", atau disuruh mengakui buah pikiran orang lain,
akan tetap biasakanlah anak-anak mencari sendiri segala pengetahaun dengan menggunakan
pikirannya sendiri..." Ki Hadjar Dewantara (buku Peringatan Taman-Siswa 30 Tahun, 1922-
1952). Anak pada dasarnya mampu berpikir untuk "menemukan" suatu pengetahuan. Apa arti
kemerdekaan dalam pernyataan beliau tersebut? Dalam sebuah tulisan di buku Pendidikan,
beliau menyatakan "Dalam pendidikan harus senantiasa diingat bahwa kemerdekaan itu
bersifat tiga macam: berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain, dan dapat mengatur diri
sendiri" . Belajar merdeka mencirikan pembelajaran yang kritis, berkualitas, ekspres (cepat),
transformatif, efektif, aplikatif, variatif, progresif, aktual dan faktual. Para pelajar yang belajar
berbasis kemerdekaan akan senantiasa enerjik, optimis, prospektif, kreatif dan selalu berani
untuk mencoba yang baru. Mereka senantiasa lapar dan haus akan ilmu. Para pelajar kategori
ini menganggap bahwa membaca buku yang bergizi tak kalah nikmatnya dengan menyantap
makanan. Mereka tertantang untuk menghadapi kesulitan belajar; mereka selalu ingin bisa dan
pantang untuk menyerah sebelum mencoba, mereka tidak bergantung kepada orangtua, guru,
sekolah dan sistem/aturan. Dimanapun mereka berada, mereka menjadi pribad-pribadi yang
menyenangkan, berpengaruh dan bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai