Apbn Perubahan Asumsi Lifting Minyak Dalam APBN P 201420140602100221 PDF
Apbn Perubahan Asumsi Lifting Minyak Dalam APBN P 201420140602100221 PDF
A. Pendahuluan
1
Kementerian Keuangan (2013). Dasar-Dasar Praktek Penyusunan APBN di Indonesia.
2
Hendra, Lukas (2014), “SKK Migas Koreksi Lifting Migas Jadi 813.000 BOPD”,
http://industri.bisnis.com/read/20140507/44/225762/skk-migas-koreksi-lifting-migas-jadi-813.000-
bopd [akses 8 Mei 2014]
3
BP Migas dalam Biro Riset LPEM UI. “Analisis Industri Minyak dan Gas di Indonesia: Masukan bagi
Pengelola BUMN”. http://www.lmfeui.com/data/Analisis%20Industri%20Minyak.pdf. [akses 12 Mei
2014]
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksana APBN-SETJEN DPR RI | 1
minyak bumi yang semakin tinggi maka upaya yang dapat dilakukan
saat ini ialah menekan laju penurunan produksi minyak. Adapun
upaya Pemerintah dalam meningkatkan produksi minyak tertuang
dalam Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2010 tentang Peningkatan
Produksi Minyak Bumi Nasional yang salah satunya menugaskan SKK
Migas untuk mendorong KKKS meningkatkan upaya optimasi lapangan
produksi dengan menggunakan Enhanced Oil Recovery (EOR)4,
percepatan pengembangan lapangan baru, marginal, dan idle serta
optimalisasi sumur-sumur tua.
Pada kenyataannya produksi minyak Indonesia terus mengalami
penurunan sejak 5 tahun terakhir dan pencapaian lifting minyak selalu
berada dibawah target APBN. Target asumsi lifting minyak yang telah
ditetapkan pemerintah pada tahun 2009 sebesar 960 ribu bph namun
realisasinya lebih rendah 16 ribu bph. Penurunan itu terus terjadi
hingga di tahun 2014, target awal yang ditetapkan Pemerintah sebesar
870 ribu bph namun angka tersebut sulit tercapai sehingga SKK Migas
mengusulkan perlu dilakukan revisi target lifting minyak.
Gambar 1
Penurunan Realisasi Lifting Minyak Bumi 5 Tahun Terakhir
4
EOR adalah suatu teknologi pengurasan lanjut dengan cara meningkatkan mobilitas minyak bumi
dengan menggunakan injeksi uap, bahan kimia, gas, maupun mikroba agar meningkatkan perolehan
minyak bumi dari lapangan yang umumnya sudah mature (SKK Migas, 2013)
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksana APBN-SETJEN DPR RI | 2
negara sebesar Rp2-3 triliun, dengan asumsi kurs dan harga minyak
Indonesia (Indonesia Crude Price) tidak berubah.5. Berikut beberapa
faktor yang menyebabkan penurunan produksi minyak;
1. Sebagian besar lapangan minyak yang digunakan
merupakan lapangan mature
Lapangan minyak yang digunakan saat ini sudah berusia
puluhan tahun sehingga sudah tidak mampu meningkatkan
produksi minyak. Berdasarkan hasil evaluasi Bappenas (2014)
terhadap lifting minyak Indonesia menyebutkan bahwa :
“Capaian produksi minyak bumi dari tahun ke tahun
semakin menurun disebabkan karena sumur minyak
bumi yang saat ini berproduksi sebagian besar (62%)
berasal dari lapangan minyak tua (mature), dimana
tingkat produksinya terus mengalami penurunan
(natural depletion) sekitar 10-12%6.”
5
Kementerian Keuangan (2014). “Kementerian Keuangan Terus Pantau Perkembangan APBN
2014”.http://www.kemenkeu.go.id/Berita/kementerian-keuangan-terus-pantau-perkembangan-apbn-
2014 [akses 12 Mei 2014]
6
Bappenas (2014). Evaluasi Paruh Waktu-RPJMN 2010-2014
7
Ayuningtyas, Retno. (2014), “Indonesia Butuh Investasi Migas US$ 28 Miliar per Tahun”, Investor Daily,
6 Mei, hlm 6.
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksana APBN-SETJEN DPR RI | 3
Tabel 1
Kerugian Sebesar Rp 19 Triliun oleh KKKS Akibat Kegagalan dalam
Eksplorasi Migas Sepanjang Tahun 2009-2013
KKKS Wilayah Kerja Jumlah Realisasi Biaya Status
Sumur (Juta US$)
ExxonMobil Surumana 1 123 Sumur Kering
Total 1.900
8
Kementerian ESDM (2013). “12 KKKS Asing Rugi Rp 19 Triliun Cari Cadangan Migas di Laut Dalam
Indonesia”. http://www.esdm.go.id/berita/migas/40-migas/6319-12-kkks-asing-rugi-rp19-triliun-cari-
cadangan-migas-di-laut-dalam-indonesia.html [akses 12 Mei 2014]
9
Cost recovery atau recovery operating system adalah biaya yang dibayarkan/dikembalikanoleh Negara
kepada kontraktor Migas selama melakukan eksplorasi dan eksploitasi produksi minyak dan gas.
Kebijakan ini mulai diperkenalkan dan diterapkan pada sistem kontrak bagi hasil
10
Saragih, Juli (2010).”Sejarah Perminyakan di Indonesia”.Penerbit Pusat Pengkajian dan Pengolahan
Data dan Informasi Setjen DPR, Jakarta. Hlm.138
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksana APBN-SETJEN DPR RI | 4
produksi terus mengalami peningkatan. Di tahun 2012 biaya
operasi mencapai US$ 15.715 juta atau 25% dari total
pendapatan kotor.
Gambar 2
Distribusi Pendapatan dari Sektor Hulu Migas
C. Penutup
14
Utama, Aditya (2013), “EOR Sebagai Sandaran Jangka Menengah”, Buletin SKK migas, Februari 2013.
Hlm. 10
15
Ariyanti, Fikri (2014), “Produksi Minyak Susut 10 Ribu Barel, RI Rugi Rp 3 Triliun”.
http://m.liputan6.com/bisnis/read/820755/produksi-minyak-susut-10-ribu-barel-ri-rugi-rp-3-triliun
[akses 2 Mei 2014]
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksana APBN-SETJEN DPR RI | 7
tahun 2014 dan mencapai produksi sebesar 165.000 bph. Perhitungan
produksi lapangan Banyu Urip masuk sebagai asumsi lifting minyak
dalam APBN 2014. Namun akibat kendala perijinan dan cuaca terjadi
penundaan waktu produksi minyak yang memaksa Pemerintah untuk
melakukan perubahan APBN terkait asumsi lifting minyak.
Berdasarkan pertemuan antara SKK Migas dan KKKS dalam
pembahasan Work Program and Budgeting (WP&B)16 Tahun 2014
menyimpulkan target lifting minyak tahun 2014 mencapai 804.000 bph
atau lebih rendah dari target awal yaitu 870.000 bph. Angka tersebut
senada juga dengan hasil prediksi oleh Direktur Eksekurif Lembaga
Kajian Ekonomi Pertambangan dan Energi Refiorminer Bapak Pri
Agung Rakhmanto yaitu 800.000 barel per hari17. Maka dengan kondisi
yang ada saat ini maka sulit untuk meningkatkan produksi minyak
kecuali dilakukan penambahan proyek-proyek penemuan sumur baru.
Terkait hal tersebut Pemerintah perlu meningkatkan investasi yang
kondusif di sektor hulu migas dengan memberikan kemudahan
ataupun insentif fiskal kepada para KKKS dalam hal ini dapat berupa
keringan pembayaran PBB migas. (DRP)
16
WP&B merupakan rencana kerja dan anggaran KKKS yang menjadi dasar SKK Migas untuk mengawasi
pelaksanaan komitmen KKKS dalam mengembangkan blok migasnya.
17
Disampaikan dalam Diskusi Pakar “Asumsi Dasar Ekonomi Makro” oleh Biro Analisis Anggaran dan
Pelaksana APBN Setjen DPR, tanggal 6 Mei 2014.
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksana APBN-SETJEN DPR RI | 8