Anda di halaman 1dari 6

Tinjauan Pustaka

KUSTA SUBKLINIS: BEBERAPA PEMERIKSAAN


SEROLOGIS DAN KEMOPROFILAKSIS
Yulia Siskawati, Triana Agustin, Farida Zubier

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin


FK Universitas Indonesia/RS dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

ABSTRAK
Penyakit kusta adalah infeksi granulomatosa kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium
leprae. Pengendalian penyakit dengan multi-drug therapy (MDT) mampu menurunkan angka
prevalensi, namun insidens cenderung menetap. Salah satu kemungkinan adalah adanya kusta
stadium subklinis yang sulit terdeteksi, tetapi pada saat tertentu dapat muncul secara klinis.
Kusta stadium subklinis adalah keadaan ditemukannya antibodi spesifik terhadap M. leprae
yang cukup tinggi di dalam darah, tanpa disertai gejala klinis kusta.Walaupun kuman M. leprae
tidak dapat dibiakkan pada media kultur, namun berbagai penelitian tentang pemeriksaan
diagnostik kusta terus dikembangkan. Pemeriksaan yang dimaksud adalah pemeriksaan serologis,
yang meliputi uji Mycobacterium leprae particle agglutination, Uji Enzyme-linked immunosorbent
assa y, uji Mycobacterium lepra e dipstick, uji Fluorescent la belled antibody absorption,
Radioimmunoassay, uji inhibisi ELISA atau uji inhibisi monoklonal, dan Mycobacterium leprae
lateral flow assay.
Kemoprofilaksis adalah pengobatan yang dapat diberikan pada narakontak dengan penyakit
kusta stadium subklinis. Namun, pemberian kemoprofilaksis tersebut masih menjadi perdebatan.
Pengetahuan mengenai penyakit kusta stadium subklinis belum cukup memadai, sehingga
ma sih pe rlu dilak uka n p ene litian me nge nai ca ra pen ega kan diagn osis d an
penatalaksaannya.(MDVI 2014; 41/2:79 - 84)

Kata kunci: Kusta stadium subklinis, pemeriksaan serologis, kemoprofilaksis

ABSTRACT
Leprosy is a chronic granulomatousdisease caused by Mycobacterium leprae (M. leprae).
Multidrug therapy decreased the prevalence of leprosy , although the incidence remains constant.
One of the problems is the existence of subclinical leprosy which is difficult to detect, altgough but
the clinical appearance can be detected later.
Subclinical leprosy is a condition which high titre of specific antibody to M. leprae without
any clinical sign of leprosy. Although M. leprae can not be cultured in traditional culture media,
new diagnostic tools recently have been developed. Some of those diagnostic tools are serological
ex amination , inc lud ing Mycobacterium lepra e p article a gglutination te st, en zyme-link ed
immunosorbent assay, Mycobacterium leprae dipstick test, fluorescent labelled antibody absorption
test, radioimmunoassay, and Mycobacterium leprae lateral flow assay.
Chemoprofilaxis can be given to subclinical leprosy household-contacts, eventhough these
treatment is still debatable. The knowledge on subclinical leprosy is not yet adequate, therefore the
further research on the methods of diagnostic and treatment is needed.(MDVI 2014; 41/2:79 - 84)

Keywords: Subclinical leprosy, serological examination, chemoprofilaxis


Korespondensi :
Jl. Diponegoro no. 71, Jakarta Pusat
Telp: 021 - 31935383
Email: yuliasiska@gmail.com

79
Y Siskawati, dkk. Kusta subklinis: Beberapa pemerikasaan serologis dan kemoprofilaksis

PENDAHULUAN subklinis tetap dipertimbangkan sebagai salah satu sumber


penularan penyakit kusta. Hal utama yang dihubungkan
Penyakit kusta adalah infeksi granulomatosa kronik dengan kecurigaan tersebut adalah riwayat kontak erat
yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. 1,2 dengan pasien kusta tipe multibasiler (MB).7 Penelitian
Pengendalian penyakit dengan multi-drug therapy (MDT) Bakker, dkk. di Flores, Indonesia, melaporkan bahwa
mampu menurunkan angka prevalensi, namun insidens narakontak pasien kusta berisiko sepuluh kali lebih tinggi
penyakit cenderung konstan.3 Pada awal tahun 2009, tercatat berkembang menjadi bentuk klinis dibandingkan dengan
jumlah kasus kusta sebesar 213.036 kasus di seluruh dunia bukan narakontak.11
dan selama tahun 2008 tercatat 249.007 kasus baru dari 121 Sesuai definisi penyakit kusta subklinis, pada
negara.4 Hal ini menunjukkan program eliminasi kusta yang pemeriksaan fisis pasien tidak menunjukkan kelainan klinis
dicanangkan tahun 1991, yaitu mengurangi prevalensi kusta kusta, namun dapat ditemukan titer antibodi yang cukup
di bawah satu kasus per 10.000 populasi pada tahun 2000, 5 tinggi dalam darah. Anamnesis menyeluruh tanpa temuan
belum tercapai.3 klinis kusta merupakan langkah awal deteksi dini penyakit
Cara penularan penyakit kusta masih belum diketahui kusta subklinis. Penentuan titer antibodi dapat diketahui
pasti. Penularan diperkirakan melalui saluran pernapasan, melalui pemeriksaan serologis. Jenis antibodi yang terbentuk
intra-uterin, atau melalui kontak kulit.1 Kusta merupakan dapat bermacam-macam karena terdapat berbagai jenis anti-
penyakit yang dapat disembuhkan, namun keterbatasan alat- gen pada M.leprae.7 Di samping itu, pemeriksaan
alat diagnostik, strategi pencegahan dan pengobatan, serta biomolekuler polymerase chain reaction (PCR) juga dapat
strategi pengendalian dan pengawasan pada populasi risiko digunakan sebagai salah satu metode mendeteksi kasus
tinggi, menyebabkan kesulitan dalam eliminasi penyakit.3 kusta stadium subklinis.12
Salah satu hal yang berperan pada eliminasi kusta adalah Terdapat antigen M.leprae spesifik yang
deteksi terhadap penyakit kusta stadium subklinis.6 memungkinkan dikembangkan berbagai pemeriksaan
Kusta stadium subklinis adalah keadaan antibodi spesifik antibodi spesifik.13 Walaupun terdapat beberapa jenis anti-
terhadap M. leprae yang cukup tinggi di dalam darah, tanpa gen, namun sebagian besar antigen yang digunakan pada
disertai gejala klinis kusta.7 Walaupun kuman M. leprae tidak pemeriksaan kusta stadium subklinis menunjukkan
dapat dibiakkan pada media kultur, namun berbagai penelitian sensitivitas dan spesifisitas rendah.14 Sifat antigenisitas M.
mengenai pemeriksaan serologis diagnostik kusta terus leprae didominasi oleh antigen-antigen yang mengandung
dikembangkan.6 Kemoprofilaksis adalah pengobatan yang karbohidrat oleh karena stabil secara fisikokimiawi.13 Tiga
dapat diberikan pada narakontak dengan penyakit kusta sta- jenis antigen akan dibahas pada tulisan ini:
dium subklinis. Namun, pengobatan dengan kemoprofilaksis
tidak dapat menjamin perlindungan dalam jangka waktu yang Phenolic glycolipid (PGL)-1
lama dan menyeluruh.3 Pemberian kemoprofilaksis masih
menjadi perdebatan. Dikatakan bahwa pemberian pada kontak Phenolic glycolipid-1 merupakan antigen spesifik
pasien kusta dapat menurunkan insidens penyakit kusta terhadap M. leprae.15 Molekul PGL-1 terdiri atas trisakarida
sebesar 30-72%.8 khas, yaitu 3,6-di-O-methyl--D-glucopyranosyl-(1 4)-
Pada tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai diag- 2,3-di-O-methyl--L-rhamnopyranosyl-(1 2)-3-O-methyl-
nosis dan pemberian kemoprofilaksis kusta stadium subklinis. -L-rhamnopyranose.16 Trisakarida terminal ini menunjukkan
spesifisitas antigenik terhadap M. leprae.Trisakarida ini
DIAGNOSIS digunakan pada pemeriksaan seroepidemiologis. Antigen
PGL-1 dapat ditemukan di semua jaringan yang terinfeksi M.
Pemeriksaan serologis terhadap narakontak kusta masih leprae dan menetap dalam waktu yang lama, walaupun
diperdebatkan. Baumgart, dkk. (1993) meneliti pemakaian organisme tersebut telah mati.13
MDT selama 5 tahun pada komunitas hiperendemik di Papua
Nugini. Terjadi pengurangan jumlah kasus anak seropositif Lipoarabinomannan (LAM)
dan peningkatan umur yang seropositif pada anak, diikuti
dengan menurunnya detection rate dan perubahan tipe pada Lipoarabinomannan merupakan komponen utama
kasus baru ke arah pausibasiler. Hal tersebut menunjukkan dinding sel M. leprae, yang bersifat stabil. Antigen ini dapat
penurunan transmisi dan hanya sedikit kasus seropositif bereaksi silang dengan mycobacteria lainnya, namun memiliki
yang menjadi kusta klinis.9 Sedangkan pada penelitian epitop spesifik yang dapat menginduksi antibodi IgG.13
Kampirapap, dkk. Di koloni Phra-Pradaeng, bekas leprosa-
rium berpenghuni 1000 mantan pasien dengan sekitar 2500 Antigen protein
anggota keluarganya, menunjukkan hanya 4,5% narakontak
yang seropositif, sehingga infeksi kusta subklinis belum Terdapat berbagai jenis antigen protein pada M. leprae.
terbukti.10 Walaupun masih terdapat kontroversi, kasus Antigen protein ini berguna untuk uji kulit penyakit kusta,

80
MDVI Vol. 41 No. 2 Tahun 2014; 79 - 84

Tabel 1. Berbagai antigen Mycobacterium leprae9


Antigen Berat Molekul Stabilitas Spesifsitas
Phenolic glycolipid 1 Stabil M. leprae
Mycosides lainnya Stabil Mycobacteria
Lipoarabinomannan 30-35kd Stabil dan dapat dicerna BCG(Bacille Calmette-Guerin) dan
M. leprae dengan epitop spesifik
Peptidoglycan ?
protein 65 kd labil Mycobacteria
36 kd Menyerupai mycobacterium lain,
28 kd namun memiliki epitop spesifik.
18 kd
12 kd

misalnya tes lepromin, walaupun bukan merupakan antigen


yang spesifik untuk uji kulit tersebut.13 Uji ELISA adalah uji laboratoris yang memerlukan
peralatan khusus serta ketrampilan tinggi.7 Uji ELISA
PEMERIKSAAN SEROLOGIS merupakan metode kuantifikasi antigen di atas permukaan
solid menggunakan antibodi spesifik dengan pasangan enzim
Pemeriksaan serologis kusta berdasarkan atas antibodi kovalennya. Jumlah antibodi yang berikatan dengan anti-
pada tubuh seorang yang terinfeksi oleh M. leprae. Jenis gen sebanding dengan jumlah antigen dan ditentukan oleh
antibodi yang terbentuk dapat berbagai macam sesuai pengukuran spektrofotometri terhadap perubahan substrat,
dengan antigennya, dapat bersifat spesifik dan nonspesifik. yaitu dari tidak berwarna menjadi produk berwarna oleh enzim
Antibodi yang bersifat spesifik untuk M. leprae adalah pasangannya.18 Uji ELISA merupakan pemeriksaan dengan
antibodi anti PGL-1 dan antibodi antiprotein 16kD, 35kD. sensitivitas (>99%) dan spesifisitas (>99%) yang tinggi.19
Antibodi nonspesifik antara lain antibodi anti Berbagai keuntungan uji ELISA meliputi kemudahan
lipoarabinomannan (LAM), yang juga dihasilkan oleh My- penggunaan dan pembacaan, cepat, sensitif, reagen mudah
cobacterium tuberculosis.7 diperoleh, dapat digunakan untuk uji berbagai antibodi
karena dapat menggunakan berbagai antigen, dan aman.20
Uji MLPA (Mycobacterium leprae particle agglutination) Pada penyakit kusta, uji ELISA dapat digunakan untuk
mengukur titer antibodi terhadap M. leprae, misalnya
Uji MLPA adalah pemeriksaan aglutinasi partikel gelatin antibodi anti PGL-1 dan antibodi anti protein 35kD. Kelas
menggunakan partikel gelatin dengan trisakarida. Pemeriksaan antibodi yang diperiksa juga ditentukan, misalnya IgM anti
MLPA, menggunakan serum pasien, memerlukan waktu 2 jam PGL-1 dan IgG anti PGL-1. Untuk antibodi anti PGL-1
bila inkubasi dilakukan pada suhu ruangan atau 1 jam bila biasanya IgM lebih dominan dibandingkan dengan IgG,
diinkubasi pada suhu 37°C setelah pencampuran partikel gela- sedangkan antibodi terhadap protein biasanya didominasi
tin dan serum pasien. Uji MLPA merupakan uji yang mudah oleh IgG. Untuk menentukan nilai ambang batas (cut off point)
digunakan khususnya di daerah endemis, dengan sensitivitas hasil uji ELISA ini, biasanya ditentukan setelah mengetahui
dan spesifisitas setara dengan uji ELISA.17 kesetaraan individu yang menderita kusta dan yang tidak.
Deteksi dini penyakit kusta stadium subklinis dapat Namun untuk daerah endemis kusta, banyak orang sehat
ditunjang oleh uji MLPA, melalui penentuan titer antibodi juga menunjukkan titer antibodi anti PGL-1 yang cukup
IgM anti-PGL-1 M. leprae. Titer antibodi IgG anti-PGL-1 M. tinggi, sehingga penentuan nilai ambang menjadi bervariasi
leprae tidak dapat dideteksi oleh uji ini karena rendahnya di tempat yang berbeda. Di daerah Jawa Timur, nilai ambang
kemampuan aglutinasi antibodi IgG anti-PGL-1.17 untuk antibodi IgM anti PGL-1 sekitar 600u/mL atau setara
Uji MLPA bersifat kualitatif, namun dapat dilanjutkan titer 1/128 pada uji MLPA. Bila digunakan untuk memantau
sampai pada penentuan titer antibodi (semi-kuantitatif). Pada hasil pengobatan, dapat dilakukan secara berkala setiap tiga
uji kualitatif, hasil positif bila terjadi aglutinasi sampai pada bulan7
sumur ketiga. Pada uji semi-kuantitatif, hasil positif
dinyatakan dengan titer 1:32, 1:64, 1:128, dan seterusnya, Mycobacterium leprae dipstick (Uji ML dipstick)
yang menyatakan derajat kepositivan pada pengenceran
serum. Semakin besar pengenceran berarti semakin tinggi Uji ML dipstick merupakan pemeriksaan yang mudah
kadar antibodi tersebut dalam darah.7 untuk mendeteksi antibodi IgM PGL-1 M. leprae dengan
sensitivitas yang hampir sama dengan uji ELISA, namun
Enzyme-linked immunosorbent assay (Uji ELISA) tidak memerlukan berbagai peralatan serta ketrampilan

81
Y Siskawati, dkk. Kusta subklinis: Beberapa pemerikasaan serologis dan kemoprofilaksis

khusus.21 Reagen yang digunakan pada uji ML dipstick mengidentifikasi epitop spesifik antigen 35kD M.
stabil dan tidak memerlukan alat pendingin.22 Hasil uji ML leprae.Penilaian sensitivitas dan spesifisitasnya pada kasus
disptick terdiri atas dua pita horizontal. Satu pita di bawah kusta stadium subklinis belum dilaporkan. Pemeriksaan ini
mengandung epitop imunodominan M. leprae yang spesifik, dapat mendeteksi hampir 100% pasien kusta tipe borderline
yaitu PGL-1 dan pita kedua berada di atas sebagai kontrol. lepromatous. Namun, lebih dari 50% pasien kusta tipe
Pengukuran ini menunjukkan ikatan antara antibodi IgM M. tuberkuloid/ borderline tuberculoid menunjukkan hasil
leprae yang spesifik terhadap antigen M. leprae. Ikatan negatif.25
antibodi IgM dapat dideteksi secara spesifik dengan anti
human dye conjugated. Dipstick yang mengandung anti- Mycobacterium leprae lateral flow assay (Uji ML Flow)
gen dicelupkan dalam serum yang diencerkan 1:50 dan
dicampur dengan reagen, selanjutnya diinkubasi selama 3 Uji ML Flow adalah pemeriksaan yang mudah untuk
jam. Pewarnaan pada pita antigen menunjukkan antibodi IgM mendeteksi antibodi IgM anti-PGL-1 M. leprae.10 Uji ML
spesifik terhadap M. leprae. Pita kontrol digunakan untuk flow merupakan pemeriksaan imunokromatografi yang terdiri
melihat integritas reagen. Walaupun secara teori uji ini dapat atas strip nitroselulosa. Pada salah satu ujung strip terdapat
digunakan untuk mendeteksi kusta stadium subklinis, namun bagian yang terbuat dari serat wool mengandung antibodi
masih perlu penelitian lebih lanjut. 7 Data mengenai anti human IgM yang dilabel dengan koloid emas kering,
sensitivitas dan spesifisitas uji ini pada penyakit kusta sta- dan di sisi lainnya terdiri atas bagian yang berfungsi untuk
dium subklinis belum pernah dilaporkan. Sekula dkk. absorpsi.27 Bahan yang digunakan sebagai sampel adalah
menyatakan bahwa kombinasi uji ini dengan perhitungan darah atau serum. Apabila ditemukan antibodi IgM spesifik,
jumlah lesi klinis dapat meningkatkan nilai sensitivitas dari maka akan terjadi ikatan dan tampak garis kemerahan. 10
85% menjadi 94%.22 Penilaian sensitivitas dan spesifisitas uji ini pada penyakit
kusta stadium subklinis belum pernah dilaporkan. Namun,
Fluorescent labelled antibody absorption (Uji FLA-ABS) terdapat laporan bahwa bila uji ML flow digunakan untuk
deteksi dini kusta tipe MB disertai gejala klinis, pemeriksaan
Uji FLA-ABS merupakan uji imunofluoresens tidak BTA, serta histopatologi, menunjukkan sensitivitas 97.4%.28
langsung menggunakan antibodi anti-human gamma globu-
lin fluorecent dan serum pasien setelah adsorpsi dengan
kardiolipin, lecithin, BCG, dan Mycobacterium vaccae.23 Uji TATALAKSANA
FLA-ABS dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit
kusta stadium subklinis, dengan sensitivitas 81.8%.24 Narakontak pasien kusta, khususnya kusta tipe MB,
berrisiko lebih besar berkembang ke arah kusta stadium
Radioimmunoassay (Uji RIA) klinis.29 Pemberian profilaksis pada narakontak diharapkan
dapat memutus rantai penularan penyakit kusta. Awalnya
Uji RIA merupakan pemeriksaan yang sangat sensitif digunakan profilaksis berupa kemoprofilaksis dengan
dan dapat digunakan untuk menilai secara kuantitas berbagai dapson. Kemudian, berbagai penelitian terhadap jenis
substansi yang dapat ditandai dengan isotop radioaktif. 19 kemoprofilaksis lain dan imunoprofilaksis dengan BCG juga
Pada uji ini digunakan antigen 7 yang merupakan salah satu telah mulai dikembangkan.30 Di samping itu, narakontak yang
komponen antigenik M. leprae, serta dapat bereaksi silang menunjukkan hasil positif pada pemeriksaan DNA M. leprae
dengan antigen BCG 60. Percobaan pada armadilo dari sediaan apus hidung, mukosa hidung, dan darah,
menunjukkan bahwa titer antibodi berkolerasi dengan gejala sebaiknya mendapatkan pengobatan profilaksis.3
klinis penyakit kusta. Spesifisitas uji ini rendah sehingga
penggunaannya sangat terbatas.25 Kemoprofilaksis

Uji inhibisi ELISA atau uji inhibisi monoklonal (serum Kemoprofilaksis dapat diberikan pada narakontak
antibody competition test/SACT atau monoclonal anti- dengan penyakit kusta stadium subklinis. Namun pemberian
body competition test /MACT) kemoprofilaksis ini tidak dapat menjamin perlindungan dalam
jangka waktu lama dan menyeluruh. 3 Pemberian
Uji ini merupakan uji inhibisi kompetitif oleh antibodi kemoprofilaksis pada kontak pasien kusta dapat menurunkan
serum manusia yang berikatan dengan antibodi monoklonal insidens penyakit kusta sebesar 30-72%.8
terhadap M. leprae yang ditandai dengan enzim. Antigen Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian
yang dapat dikenali pada uji ini adalah protein 36kD. Anti- kemoprofilaksis, meliputi: narakontak disarankan untuk
gen ini merupakan bagian dari membran sel M. leprae dan melakukan pemeriksaan penyaring kusta dan tuberkulosis
diduga sebagai antigen yang imunodominan.26 sebelum pemberian kemoprofilaksis. Kemoprofilaksis
Di samping itu, uji inhibisi ELISA /SACT dapat juga diberikan dalam pengawasan petugas kesehatan langsung,

82
MDVI Vol. 41 No. 2 Tahun 2014; 79 - 84

disertai sistem pencatatan dan pelaporan penggunaan obat. untuk tujuan profilaksis. Selain itu, seseorang dengan infeksi
Petugas kesehatan perlu mendapat pelatihan/informasi kusta stadium subklinis menunjukkan hasil negatif pada
mengenai ketentuan pemberian kemoprofilaksis, dan pemeriksaan BTA (basil tahan asam), yang berarti bahwa
pelatihan mengenai pemilihan narakontak yang akan diberi kuman M. leprae hidup dalam tubuh tidak lebih dari 106 atau
kemoprofilaksis. Narakontak yang menerima kemoprofilaksis 105. Selain itu, terdapat anggapan bahwa M. leprae yang
mendapat informasi yang tepat mengenai manfaat dan efek resisten primer tidak ada dalam populasi bakteri, sehingga
simpang obat yang diberikan. Terdapat sistem pengawasan kemungkinan resistensi terhadap rifampisin dapat diabaikan.3
resistensi antibiotik, serta pembahasan dan persetujuan
dengan pelaksanaan program lainnya.3
Pada kemoprofilaksis, obat dosis tunggal lebih dipilih, PENUTUP
sehingga diperlukan obat yang bersifat bakterisidal terhadap
M. leprae. Kemoprofilaksis yang optimal sebaiknya Banyak upaya telah dilakukan pada penanggulangan
menunjukkan efikasi obat yang maksimal dan efek simpang narakontak pasien kusta. Namun, karena keterbatasan cara
serta kejadian resistensi minimal.3 Pilihan jenis antimikroba deteksi kasus kusta subklinis serta tidak terdapat vaksin
yang dapat digunakan sebagai kemoprofilaksis adalah yang kusta yang dapat digunakan pada pencegahan primer, maka
memiliki kemampuan absorpsi cepat per oral tanpa interaksi upaya mengendalikan penyakit kusta masih menjadi masalah.
gastro-intestinal, penetrasi intraselular yang cepat ke dalam Upaya profilaksis diharapkan dapat menurun penyakit kusta
jaringan yang terinfeksi, eliminasi obat lambat (waktu paruh stadium subklinis, dan kasus kusta baru. Namun, mengingat
panjang) sehingga dapat memperpanjang efek dan berupa masih ditemukan kasus baru walaupun cenderung menurun,
regimen dosis tunggal.3,29 maka perlu strategi penanganan penyakit kusta, khususnya
Berbagai penelitian mengenai kemoprofilaksis pada penyakit kusta stadium subklinis.
narakontak pasien kusta telah dilakukan sejak tahun 1960.
Berdasarkan atas berbagai penelitian tersebut dilaporkan
penggunaan beberapa jenis antimikroba dan dosis yang
digunakan, di antaranya rifampisin 2-4 kapsul dosis 150 mg
selama 24-40 bulan, kombinasi rifampisin 600 mg-Ofloxacin DAFTAR PUSTAKA
400 mg-minosiklin 100 mg selama 1-2 tahun, atau Dapson
setiap 2 minggu selama 2 tahun, atau dapson 10-75 mg 2 kali 1. Rea TH, Modlin RL. Leprosy. Dalam: Fitzpatrick TB, Wolff
per minggu selama 3 tahun, dapson setiap minggu selama 2 K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell
DJ, penyunting. Fitzpatrick's dermatology in general medicine.
tahun, dan atau acedapson setiap 10 minggu selama 7 bulan.
Edisi ke-7. New York: McGraw-Hill; 2008:1786-96.
Berbagai penelitian tersebut memberikan hasil yang
2. Thorat DM, Sharma P. Epidemiology. Dalam: Kar HK, Kumar
bervariasi.8Terdapat empat obat antimikroba yang masuk B, penyunting. IAL Textbook of Leprosy. Edisi ke-1. New Delhi:
dalam kriteria menunjukkan aktivitas bakterisidal dengan Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd; 2010:24-34.
dosis tunggal, yaitu rifampisin, rifapentin, moksifloksasin, 3. Goulart IM, Goulart LR. Leprosy: diagnostic and control
dan R207910 (diarylquinoline). Keempat antimikroba ini, challenges for a worldwide disease. Arch Dermatol Res.
rifampisin merupakan pilihan obat yang mudah diperoleh, 2008;300:269-90.
diberikan dengan dosis 600 mg untuk dewasa, atau 10 mg/ 4. Global leprosy situation, 2009. Wkly Epidemiol Rec.
kgBB untuk anak-anak.3 Moet, dkk. menyatakan bahwa 2009;84:333-40.
5. WHO World Health Assembly Resolution to Eliminate
pemberian rifampisin dosis tunggal pada narakontak pasien
Leprosy. WHO. 1991.
baru, efektif selama 2 tahun setelah pemberian obat, namun 6. Britton WJ, Lockwood DN. Leprosy. Lancet. 2004;363:1209-19.
efektivitasnya setelah 2 tahun tidak menunjukkan perbedaan 7. Agusni I, Menaldi SL. Beberapa Prosedur Diagnostik Baru
antara pemberian rifampisin dosis tunggal dibandingkan Pada Penyakit Kusta. Dalam: Sjamsoe-Daili ES, Menaldi SL,
dengan plasebo.31 Reveiz, dkk. menyatakan bahwa rifampisin Ismiarto SP, Nilasari H, penyunting. Kusta. Jakarta: Balai
dosis tunggal yang diberikan pada narakontak pasien kusta Penerbit FKUI; 2003:59-65.
menunnjukkan efektivitas sebesar 57% dalam mencegah 8. Reveiz L, Buendia JA, Tellez D. Chemoprophylaxis in
perkembangan penyakit dalam 2 tahun.8 contacts of patients with leprosy: systematic review and
Walaupun kombinasi rifampisin-ofloksasin-minosiklin meta-analysis. Rev Panam Salud Publica 2009;26:341-9.
9. Baumgart KW, Britton WJ, Mullins RJ, Basten A, Barnetson
(ROM) per bulan telah digunakan dalam penatalaksanaan
RS. Subclinical infection with Mycobacterium leprae--a
kusta dengan hasil yang menjanjikan, namun pada kasus problem for leprosy control strategies. Trans R Soc Trop
penyakit kusta stadium subklinis, pemberian dosis tunggal Med Hyg. 1993;87:412-5.
ROM ternyata tidak lebih efektif dibandingkan dengan 10. Kampirapap K. Assessment of subclinical leprosy infection
rifampisin dosis tunggal. Pemberian ROM juga dapat through the measurement of PGL-1 antibody levels in
meningkatkan risiko efek simpang dan biaya yang residents of a former leprosy colony in Thailand. Lepr Rev.
dikeluarkan.Sehingga diharapkan ROM tidak digunakan lagi 2008;79:315-9.

83
Y Siskawati, dkk. Kusta subklinis: Beberapa pemerikasaan serologis dan kemoprofilaksis

11. Bakker MI, Hatta M, Kwenang A, Van Mosseveld P, Faber 22. Buhrer-Sekula S, Sarno E, Oskam L, Koop S, Wichers I, Nery
WR, et al. Risk factors for developing leprosy--a population- JAC, dkk. The use of ML dipstick as a tool to classify leprosy
based cohort study in Indonesia. Lepr Rev. 2006;77:48-61. patients. Int J Lepr Other Mycobact Dis. 2000:58-68.
12. Santos A, Nery J, Duppre N, Gallo MEN, Filgo JTG, et al. 23. Dayal R, Bharadwaj VP. Prevention and early detection of
Use of the polymerase chain reaction in the diagnosis of leprosy in children. J Trop Pediatr. 1995;41:132-8.
leprosy. J Med Microbiol. 1997;46.:170 - 2 24. Abe M, Izumi S, Saito T, Mathur SK. Early serodiagnosis of
13. Bryceson A, Pfaltzgraff RE. Leprosy. Edisi ke-3. Edinburgh leprosy by indirect immunofluorescence. Lepr India.
: Churchill Livingstone; 1990. 1976;48:272-6.
14. Groathouse N, Amin A, Marques M, et al. Use of protein 25. Difficulties in the early serodiagnosis of leprosy. ICMR
microarrays to define humoral immune response in leprosy bulletin. 2001;31.
patients and identification of diseases-state-spesific antigen 26. Klatser PR, De Wit MY, Kolk AH. An ELISA-inhibition test
profiles. Infect Immun. 2006;74:6458-66. using monoclonal antibody for the serology of leprosy. Clin
15. Brennan PJ, Barrow WW. Evidence for species-specific lipid Exp Immunol. 1985;62:468-73.
antigens in Mycobacterium leprae. Int J Lepr Other Mycobact 27. Buhrer-Sekula S. PGL-I leprosy serology. Rev Soc Bras Med
Dis. 1980;48:382-7. Trop. 2008;41 Suppl 2:3-5.
16. Hunter SW, Fujiwara T, Brennan PJ. Structure and antigenicity 28. Buhrer-Sekula S, Visschedijk J, Grossi MA, Dhakal KP, Namadi
of the major specific glycolipid antigen of Mycobacterium AU, Klaster PR, dkk. The ML Flow test as a point of care test
leprae. J Biol Chem. 1982;257:15072-8. for leprosy control programmes: potential effects on
17. Izumi S, Fujiwara T, Ikeda M, Nishimura Y, Sugiyama K, classification of leprosy patients. Lepr Rev. 2007;78:70-9.
Kawatsu K. Novel gelatin particle agglutination test for 29. Oskam L, Mi B. Report of the workshop on the use of
serodiagnosis of leprosy in the field. J Clin Microbiol. chemoprophylaxis in the control of leprosy held in
1990;28:525-9. Amsterdam, The Netherlands on 14 December 2006. Lepr
18. Abbas AK, Lichtman AH. Basic immunology : functions and Rev. 2007;78:173-85.
disorders of the immune system. Edisi ke-3. Philadelphia, 30. Noordeen SK. Prophylaxis-scope and limitations. Lepr Rev.
Pa. ; London: Saunders; 2011. 2000;71 Suppl:S16-9.
19. Hyde RM. Immunology. Edisi ke-4. Philadelphia: Lippincott 31. Moet FJ, Pahan D, Oskam L, Richardus JH. Effectiveness of
Williams & Wilkins; 2000. single dose rifampicin in preventing leprosy in close contacts
20. Crowther JR. The ELISA guidebook. Totowa, NJ: Humana of patients with newly diagnosed leprosy: cluster randomised
Press; 2001. controlled trial. BMJ. 2008;336:761-4.
21. Buhrer-Sekula S, Smits HL, Gussenhoven GC, van Ingen CW,
Klatser PR. A simple dipstick assay for the detection of
antibodies to phenolic glycolipid-I of Mycobacterium leprae.
Am J Trop Med Hyg. 1998;58:133-6

84

Anda mungkin juga menyukai