Anda di halaman 1dari 12

BAB I PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Dalam memasuki era globalisasi, seorang guru memiliki peran yang lebih kompleks
dalam melaksanakan tugasnya, terutama apabila dihubungkan dengan konteks multikultural
baik secara mikro maupun secara makro. Keragaman dapat dijadikan rahmat yang
mendorong kreativitas bangsa, pemerkayaan intelektual, dan pengembangan sikap-sikap
toleran terhadap perbedaan. Peserta didik yang mengikuti proses pembelajaran terdiri dari
beragam etnis, budaya, bahasa, nilai-nilai, tradisi, dan religi sehingga guru harus mampu
menciptakan harmonisasi dalam pembelajaran, supaya tidak terjadi benturan di antara peserta
didik.
Life skills merupakan orientasi pembelajaran yang bertujuan agar setiap komponen
pembelajaran mengikuti tuntutan orientasi tersebut. Pendidik berusaha merencanakan,
mengorganisasikan, melaksanakan dan menilai hasil pembelajaran dengan selalu berorientasi
kepada life skills, sedangan peserta didik menyiapkan dirinya untuk belajar dan menguasai
kecakapan hidup (life skills) agar hidup mandiri atau berkemampuan dengan optimalisasi
pemanfaatan potensi/sumber daya diri dan lingkungannya. Materi ini sangat bermanfaat
untuk dipelajari oleh para mahasiswa, yaitu dalam rangka : menambah wawasan tentang life
skills, memetakan peluang-peluang pengintegrasian life skills pada berbagai kajian keilmuan,
menerapkan dan memodifikasi pola penyelenggaraan life skills pada lingkungannya.
Guru harus mampu menciptakan proses pembelajaran yang memudahkan untuk
diterima oleh setiap peserta didik dari berbagai latar belakang yang berbeda. Melalui
penciptaan harmonisasi dalam pembelajaran diharapkan peserta didik dapat mengembangkan
potensi dirinya yang diwujudkan dalam nilai-nilai pemahaman, toleransi, kesetiakawanan,
kesadaran sebagai bagian dari anggota masyarakat. Dengan pembelajaran melalui pendekatan
multikultural, seorang guru dapat mengetahui strategi penciptaan hubungan yang harmonis di
antara peserta didik maupun memiliki latar belakang budaya yang beragam.
Materi ini sangat bermanfaat untuk dipelajari oleh para mahasiswa, yaitu dalam
rangka menambah wawasan bahwa peserta didik yang mengikuti pembelajaran tersebut
memiliki kebudayaan yang beragam sehingga keragaman tersebut dapat dijadikan potensi
dalam pembelajaran tanpa menimbulkan konflik di antara peserta didik, tetapi dapat
menciptakan kehidupan yang damai. Itulah yang melatar belakangi proses pembuatan
makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar pembelajaran multikultural?
2. Apa saja strategi pengelolaan pembelajaran multikultural?
3. Bagaimana prosedur pengelolaan pembelajaran multikultural?
4. Bagaimana konsep life skills dalam pendidikan?
5. Apa saja jenis-jenis life skills menurut pendapat para ahli pendidikan?
6. Bagaimana pola penyelenggaraan life skills yang berwawasan kemasyarakatan?

C.  Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar pembelajaran multicultural
2. Untuk mengetahui strategi pengelolaan pembelajaran multicultural
3. Untuk mengetahui prosedur pengelolaan pembelajaran multicultural
4. Untuk mengetahui konsep life skills dalam pendidikan
5. Untuk mengetahui jenis-jenis life skills menurut pendapat para ahli pendidikan
6. Untuk mengetahui pola penyelenggaraan life skills yang berwawasan kemasyarakatan
BAB II PEMBAHASAN

2.1. PEMBELAJARAN MULTIKULTURAL

A. Konsep Dasar Pembelajaran Multikultural


Proses pembelajaran tidak terlepas dari keragaman budaya yang dimiliki oleh
peserta didik sebagai bagian dari anggota masyarakat. Hal ini sebagaimana
diungkapkan oleh Taylor (Tilaar:2000), bahwa “budaya adalah suatu keseluruhan yang
kompleks dari pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hokum, adat istiadat, serta
kemampuan-kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai
anggota masyarakat”.
Berdasarkan pengertian tersebut maka dalam proses pembelajaran tidak dapat
lepas dari unsur kebudayaan, karena berikut ini :
1. Kebudayaan merupakan suatu keseluruhan yang kompleks.
2. Kebudayaan merupakan suatu prestasi kreasi manusia yang metrial artinya berupa
bentuk-bentuk prestasi psikologis seperti ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, dan
sebagainya.
3. Kebudayaan dapat pula berbentuk fisik seperti hasil seni, terbentuknya kelompok-
kelompok keluarga.
4. Kebudayaan dapat pila berbentuk kelakuan-kelakuan yang terarah seperti hokum,
adat istiadat yang berkesinmbungan.
5. Kebudayaan merupakan suatu realitas yang objektif yang dapat dilihat.
6. Kebudayaan tidak terwujud dalam kehidupan manusia yang soliter atau terasing
tetapi hidup di dalam suatu masyarakat tertentu.
Menurut Ki Hadjar Dewantoro, kebudayaan berarti buah budi manusia yang
merupakan hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh yang kuat yaitu alam dan
zaman. Rumusan tersebut mengandung makna :
1. Kebudayaan selalu bersifat kebangsaan (nasional) dan mewujudkan sifat atau watak
kepribadian bangsa.
2. Tiap-tiap kebudayaan menunjukkan keindahan dan tingginya adat kemanusiaan
pada hidup masing-masing bangsa yang memilikinya.
3. Tiap-tiap kebudayaan sebagai buah kemenangan manusia terhadap kekuatan alam
dan zaman.
Keanekaragaman budaya yang ada di masyarakat (bahasa, etnis, cara hidup,
seni, nilai-nilai dan adat istiadat), harus dijadikan dasar pengayaan dalam
pembelajaran sehinggaseorang guru harus dapat menciptakan proses belajar untuk
hidup bersama dalam damai dan harmonis. Hal ini sesuai dengan pilar belajar yang
diperkenalkan oleh UNESCO yaitu learning to live together.
Untuk menciptakan hubungan yang harmoni dalam pembelajaran, nilai-nilai
moral merupakan sarana pengatur dari kehidupan bersama. Peserta didik perlu
disadarkan akan tanggung jawabnya untuk hidup bersama dengan menghormati
nilai-nilai dasar, seperti saling percaya mempercayai, kejujuran, rasa solidaritas
social, dan nilai-nilai kemasyarakatan lainnya. Nilai-nilai tersebut adalah nilai-nilai
hakikat kemanusiaan (human diguity) yang diperlukn untuk meningkatkan
kemakmuran hidup bersama.
Thomas Hickema (Tilaar: 2000) mengungkapkan tentang tugas guru dalam
menerapkan nilai-nilai sebagai inti kebudayaan adalah :
1. Pendidik haruslah menjadi model dan sekaligus menjadi mentor dari peserta
didik dalam mewujudkan nilai-nilai moral di dalam kehidpan di sekolah.
2. Harus menciptakan masyarakat bermoral
3. Mempraktekkan disiplin moral
4. Menciptakan situasi demokratis di ruang kelas.
5. Mewujudkan nilai-nilai melalui kurikulum
6. Menciptakan budaya kerja sama (cooperative learning)
7. Menumbuhkan kesadaran karya
8. Mengembangkan refleksi moral
9. Mengajarkan resolusi konflik

B. Strategi Pengelolaan Pembelajaran Multikultural


Dalam kegiatan pembelajaran multicultural tidak lepas dari hakikat pendidikan
yang mendasarinya, yaitu bahwa hakikat pendidikan adalah suatu proses
menumbuhkembangkan eksistensi peserta didik yang memasyarakat, membudaya
dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal, nasional, dam global.
Menurut Tilaar (2000), rumusan operasional mengenai hakikat pendidikan
mempunyai komponen-komponen sebagai berikut :
1. Pendidikan merupakan suatu proses berkesinambungan
2. Proses pendidikan menumbuhkembangkan eksistensi manusia
3. Proses pendidikan mewujudkan eksistensi manusia yang memasyarakat
4. Proses pendidikan berlangsung dalam masyarakat membudaya
5. Proses bermasyarakat dan membudaya mempunyai dimensi waktu dan ruang.
Pembelajaran multikultural dapat difokuskan pada pembelajaran perdamaian,
pembelajaran hak asasi manusia, dan pembelajaran untuk demokrasi. Strategi
pembelajaran perdamaian dapat menggunakan strategi introspektif, interaksi sosial,
pengenalan lingkungan alam dan rekreasi. Strategi introspektif yaitu cara untuk
menumbuhkan kesadaran bagi peserta didik untuk berani mengoreksi dirinya sendiri
tentng kegiatan/perbuatan yang sudah dilakukan. Sedangkan interaksi sosial yang
positif yaitu cara untuk menumbuhkan hubungan yang harmonis di antara peserta
didik, dan antara peserta didik dengan lingkungan lainnya.
Strategi pembelajaran hak-hak asasi manusia dapat dilakukan dengan cara: 1)
belajar tentang hak-hak asasi manusia, 2) belajar bagaimana memperjuangkan hak-
hak asasi manusia, 3) belajar melalui pelaksanaan hak-hak asasi manusia.
Strategi pembelajaran untuk demokrasi dapat dilakukan dengan cara: 1) etos
demokrasi harus berlaku di tempat pembelajaran, 2) pembelajaran untuk demokrasi
berlangsung secara terus-menerus, 3) penafsiran demokrasi harus sesuai dengan
konteks soal budaya, ekonomis, dan evolusinya.
C. Prosedur Pengelolaan Pembelajaran Multikultural
Prosedur yang ditempuh dalam pengelolaan pembelajaran multikultural adalah
melalui tahapan-tahapan, antara lain: 1) kegiatan pendahuluan, 2) kegiatan utama, 3)
analisis, 4) abstraksi, 5) penerapan, dan 6) kegiatan penutup.
1. Kegiatan Pendahuluan
Kegiatan pendahuluan dalam pembelajaran multikultural adalah
menciptakan suasana yang kondusif sehingga setiap peserta didik dapat belajar
dalam harmoni dan kebersamaan. Kegiatan utama yang perlu dilaksanakan
dalam tahap pendahuluan adalah penciptaan kondisi awal pembelajaran,
kegiatan apersepsi, dan penilaian awal (pre-test). Dalam penciptaan kondisi
awal pembelajaran, guru dapat melakukan beberapa kegiatan, yaitu :
a. Menggunakan berbagai metode permainan untuk mengakrabkan di antara
peserta didik
b. Menumbuhkan kesiapan belajar peserta didik (readiness)
c. Menciptakan suasana belajar yang demokratis
d. Menciptakan suasana belajar yang penuh toleransi
e. Membangkitkan motivasi belajar peserta didik
2. Kegiatan Utama
Kegiatan utama merupakan kegiatan instruksional yang menekankan pada
penciptaan pembelajaran yang harmoni untuk membentuk kepribadian peserta
didik yang penuh toleransi didasarkan pada keanekaragaman budaya. Kegiatan
yang harus dilakukan pendidik dalam tahap kegiatan utama adalah :
a. Melibatkan peserta didik tentang perumusan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai.
b. Dalam penyampaian materi harus menggunakan berbagai
pendekatan/strategi/metode pembelajaran yang dapat menimbulkan
partisipasi di antara peserta didik.
c. Media yang digunakan dalam pembelajaran multicultural
3. Analisis
Kegiatan analisis dalam pembelajaran multikultural adalah memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk berbagi pemikiran dan pemahaman
pribadi tentang sesuatu yang sudah dipelajarinya. Tahapan ini perlu dilakukan
dalam pembelajaran multikultural karena dalam rangka melatih peserta didik
untuk mengungkapkan sesuatu secara objektif, melatih toleran terhadap
pendapat yang berbeda, melatih menghargai pendapat orang lain, melatih
kesabaran, dan meningkatkan keberanian serta tanggung jawab dalam
melakukan suatu kegiatan.
4. Abstraksi
Abstraksi dalam pembelajaran multikultural merupakan upaya pendidik
untuk memperjelas materi inti yang harus dipahami oleh peserta didik.
5. Penerapan
Penerapan dalam pembelajaran multikultural adalah upaya pendidik dalam
memberikan tugas kepada peserta didik untuk membuat catatan tersendiri
tentang penerapan berbagai materi dalam aplikasi kehidupannya.
6. Kegiatan Penutup
Kegiatan penutup merupakan akhir dari prosedur pembelajaran
multikultural yang dapat dilakukan sekaligus dengan kegiatan penilaian baik
secara lisan maupun tulisan, atau ungkapan langsung dari peserta didik tentang
pengalamannya selama mengikuti pembelajaran.

2.2. MUATAN LIFE SKILLS DALAM PEMBELAJARAN BERWAWASAN


KEMASYARAKATAN
A. Konsep Dasar Life Skills
Banyak pengertian tentang pendidikan kecakapan hidup (life skills) yang
dikemukakan oleh para pakar, maupun badan/lembaga yang memiliki otoritas di
bidang pendidikan, pelatihan dan kesehatan. Antara lain menurut Broling (1989)
“life skills” adalah interaksi berbagai pengetahuan dan kecakapan yang sangat
penting dimiliki oleh seseorang sehingga mereka dapat hidup mandiri. Menurut
Ken Devis (2000:1) kecakapan hidup adalah “manual pribadi” bagi tubuh
seseorang. Kecakapan ini membantu peserta didik belajar bagaimana memelihara
tubuhnya, tumbuh menjadi dirinya, bekerjasama secara baik dengan orang lain,
membuat keputusan yang logis, melindungi dirinya sendiri dan mencapai tujuan di
dalam kehidupannya.
Kecakapan hidup versi Broling dipilah menjadi empat jenis, yakni :
1. Kecakapan personal (personal skills) ysng mencakup kecakapan mengenal diri
(self awareness), dan kecakapan bepikir rasional (thinking skills);
2. Kecakapan sosial (social skills);
3. Kecakapan akademik (academic skills);
4. Kecakapan vokasional (vocational skills).
Kecakapn mengenal diri pada dasarnya merupakan penghayatan diri
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, anggota masyarakat dan warga negara,
serta menyadari dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang dimiliki,
sekaligus menjadikan sebagai modal dalam meningkatkan dirinya sebagai individu
yang bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun lingkungannya. Kecakapan berpikir
rasional mencakup: (1) kecakapan menggali dan menemukan informasi
(informating searching), (2) kecakapan mengolah informasi dan mengambil
keputusan (informating processing and decision making skills), serta (3) kecakapan
memecahkan masalah secara kreatif (creative problem solving skills).
Kecakapan sosial atau kecakapan interpersonal (interpersonal skills)
mencakup antara lain kecakapan komunikasi dengan empati (communication skills)
dan kecakapan bekerja sama (collaboration skills). Dua kecakapan hidup yang
diuraikan diatas biasanya disebut sebagai kecakapan hidup bersifat umum atau
kecakapan hidup general (general life skills/GLS). Kecakapan hidup tersebut
diperlukan oleh siapa pun, baik mereka yang bekerja, mereka yang tidak bekerja
dan mereka yang sedang menempuh pendidikan.
Kecakapan hidup yang bersifat spesifik (specific life skills/SLS) diperlukan
seseorang untuk menghadapi problema pada bidang khusus tertentu. Misalnya
untuk mengatasi problema “computer yang rusak” diperlukan kecakapan khusus
tentang computer. Untuk memecahkan masalah karena dagangan yang tidak laku
terjual, tentu diperlukan kecakapan pemasaran. Specific life skills mencakup
kecakapan akademik dan kecakapan vokasional.
Kecakapan akademik (academic skills) yang sering kali juga disebut
kemampuan berpikir ilmiah pada dasarnya merupakan kecapakan yang lebih
menjurus pada kegiatan yang bersifat akademik/kwilmuan. Sedangkan kecakapan
vokasional (vocational skills) sering kali disebut dengan kecakapan kejuruan.
Artinya kecakapan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang terdapat
di masyarakat.
B. Jenis-Jenis Life Skills
Dari sekian banyak pendapat tentang life skills dan pengelompokkan
jenis-jenisnya, beberapa pendapat penulis di kutipkan sebagai berikut:
1. Broling

Pendapat Broling (1989) dalam Pedoman Penyelenggaraan Program

Kecakapan Hidup Pendidikan Non Formal mengelompokkan life skills

menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) kecakapan hidup sehari-hari (daily living

skills), antara lain meliputi: pengelolaan kebutuhan pribadi, pengelolaan

keuangan pribadi, pengelolaan rumah pribadi, kesadaran kesehatan, kesadaran

keamanan, pengelolaan makanan-gizi, pengelolaan palkaian,kesadaran pribadi

sebagai warga negara, pengelolaan waktu luang, rekreasi dan kesadaran

lingkungan. (2) kecakapan hidup sosial/pribadi (personal/social skills) antara

lain meliputi: kesadaran diri (minat, bakat, sikap, kecakapan), percaya diri,

komunikasi dengan orang lain, tenggang rasa dan kepedulian pada sesame,
hubungan antar personal, pemahaman dan pemecahan masalah, menemukan

dan mengembangkan kebiasaan positif, kemandirian dan kepemimpinan. (3)

kecakapan hidup bekerja (occupational skills) meliputi: kecakapan memilih

pekerjaan, perencanaan kerja, persiapan keterampilan kerja, latihan

keterampilan, penguasaan kompetensi, menjalankan suatu profesi, kesdaran

untuk menguasai berbagai keterampilan, kemampuan menguasai dan

menerapkan teknologi, merancang dan melaksanakan proses pekerjaan, dan

menghasilan produk barang dan jasa.

2. World Health Organization (WHO)

WHO (1997) mengelompokkan kecakapan hidup ke dalam lima

kelompok, yaitu: (1) kecakapan mengenal diri (self awareness) atau kecakapan

pribadi (personal skills), (2) kecakapan sosial (social skills), (3) kecakapan

berpikir (thinking skills), (4) kecakapan akademik (academic skills), dan (5)

kecakapan kejuruan (vocational skills).

3. Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda

Ditjen PLSP mengelompokkan life skills secara operasional ke dalam 4

jenis, yaitu: (1) kecakapan pribadi (personal skills), (2) kecakapan sosial

(social skills), (3) kecakapan akademik (academic skills), dan (4) kecakapan

vokasional (vocational skills).

4. Direktorat Kepemudaan
BAB 3

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

1. Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan suatu subtansi atau zat dari

campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai.

2 .Jenis-jenis Ekstraksi dibagi menjadi dua macam yaitu:


1) Ekstraksi Cara Dingin

a. Metode Meserasi

b. Metode Soxhlet

c. Metode Perkolasi

2) Ekstraksi Cara Panas

a.Metode refluks

b.Metode Destilasi Uap

c.Metode Retavapor

3.2. SARAN

Perlu diadakannya pelatihan atau praktek langsung tentang ekstraksi

agar para mahasiswa/mahasiswi dapat mengaplikasikan teori yang didapatkan

dari berbagai sumber agar lebih memahami lebih dalam.

DAFTAR PUSTAKA

Ditjen POM, (1986), "Sediaan Galenik", Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta.
Alam, Gemini dan Abdul Rahim. 2007. Penuntun Praktikum Fitokimia. UIN
Alauddin: Makassar. 24-26.
Shevla. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro. Cetakan Pertama.

Penerbit PT Kalman Media Pustaka : Jakarta.


Stahl, Egon. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi.
ITB: Bandung. 3-5.

Sudjadi, Drs., (1986), "Metode Pemisahan", UGM Press, Yogyakarta

Tobo, F. 2001. Buku Pengangan Laboratorium Fitokimia I. Universitas Hasanuddin :

Makassar.

Wijaya H. M. Hembing (1992), ”Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia”, Cet 1 :

Jakarta .

Anda mungkin juga menyukai