LAKIP Keswan 2012
LAKIP Keswan 2012
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sesuai Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah maka setiap instansi Pemerintah wajib membuat
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi (LAKIP). Laporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi (LAKIP) sebagai upaya untuk meningkatkan manajemen pemerintah
terutama melalui manajemen kinerja yang berorentasi pada hasil serta
untuk mengetahui sejauh mana instansi pemerintah melaksanakan dan
memperlihatkan kinerjanya.
1
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pengamatan penyakit hewan,
pencegahan dan pemberatnsan penyakit hewan, perlindungan hewan,
kelembagaan dan sumber daya kesehatan hewan, dan pengawasan obat
hewan;
3. Penyusunan norma,standar, prosedur dan kriteria di bidang pengamatan
penyakit hewan, pencegahan dan pemberatnsan penyakit hewan,
perlindungan hewan, kelembagaan dan sumber daya kesehatan hewan,
dan pengawasan obat hewan;
4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengamatan
penyakit hewan, pencegahan dan pemberatnsan penyakit hewan,
perlindungan hewan, kelembagaan dan sumber daya kesehatan hewan,
dan pengawasan obat hewan;
5. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Kesehatan Hewan.
C. Struktur Organisasi
Direktorat Kesehatan hewan terdiri atas (1) Subdirektorat Pengamatan
Penyakit Hewan; (2) Subdirektorat Pencegahan dan Pemberantasanan
Penyakit Hewan; (3) Subdirektorat Perlindungan Hewan; (4) Subdirektorat
Kelembagaan dan Sumber Daya Kesehatan Hewan; (5) Subdirektorat
Pengawasan Obat Hewan; (6) Subdirektorat Tata Usaha dan (6) Kelompok
Jabatan Fungsional.
2
Tugas masing-masing Subdirektorat sebagai berikut :
1. Subdirektorat Pengamatan Penyakit Hewan mempunyai tudas melaksanakan
penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar,
prosedur dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang
pengamatan penyakit hewan.
Dalam melaksanakan tugas subdirektorat Pengamatan Penyakit Hewan
menyelenggarakan fungsi :
(1). Penyiapan penyusunan kebijakan di bidang epidemologi, ekonomi veteriner
dan penyidikan penyakit hewan;
(2). Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang epidemologi, ekonomi veteriner
dan penyidikan penyakit hewan;
(3). Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
epidemologi, ekonomi veteriner dan penyidikan penyakit hewan;
(4). Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang epidemologi, ekonomi
veteriner dan penyidikan penyakit hewan;
2. Subdirektorat Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan mempunyai tugas
melaksananan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan.
Dalam melaksanakan tugas subdirektorat Pencegahan dan Pemberantasan
Penyakit Hewan menyelenggarakan fungsi :
(1). Penyiapan penyusunan kebijakan di bidang pencegahan dan
pemberantasan penyakit hewan;
(2). Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang pencegahan dan
pemberantasan penyakit hewan;
(3). Penyiapan penyusunan norma,standar, prosedur, dan kriteria di bidang
pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan;
(4). Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pencegahan dan
pemberantasan penyakit hewan;
3. Subdirektorat Perlindungan Hewan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perlindungan
hewan.
3
Dalam melaksanakan tugas subdirektorat Perlindungan Hewan menyelenggarakan
fungsi :
(1). Penyiapan penyusunan kebijakan di bidang analisa risiko penyakit eksotik
dan kesiagaan darurat penyakit hewan;
(2). Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang analisa risiko penyakit eksotik
dan kesiagaan darurat penyakit hewan;
(3). Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang
analisa risiko penyakit eksotik dan kesiagaan darurat penyakit hewan;
(4). Penyiapan pelaksanaan analisa risiko penyakit hewan eksotik dan
(5). Penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang analisa
risiko penyakit eksotik dan kesiagaan darurat penyakit hewan;
4. Subdirektorat Kelembagaan dan Sumber Daya Kesehatan Hewan mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang kelembagaan dan sumber daya kesehatan hewan
Dalam melaksanakan tugas subdirektorat Kelembagaan dan Sumber Daya
Kesehatan Hewan menyelenggarakan fungsi :
(1) Penyiapan penyusunan kebijakan di bidang Kelembagaan dan Sumber Daya
Kesehatan Hewan;
(2) Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang Kelembagaan dan Sumber Daya
Kesehatan Hewan;
(3) Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
kebijakan di bidang Kelembagaan dan Sumber Daya Kesehatan Hewan;
(4) Penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi kebijakan di bidang
Kelembagaan dan Sumber Daya Kesehatan Hewan;
5. Subdirektorat Pengawasan Obat Hewan mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusnan norma, standar,
prosedur dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang
pengawasan obat hewan.
Dalam melaksanakan tugas Subdirektorat Pengawasan Obat Hewan
menyelenggarakan fungsi :
(1). Penyiapan penyusunan kebijakan di bidang mutu dan peredaran obat
hewan;
4
(2). Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang mutu dan peredaran obat
hewan;
(3). Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
mutu dan peredaran obat hewan;
(4). Penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang mutu dan
peredaran obat hewan;
5
BAB III
5. Penetapan Kinerja (PK) sudah disesuaikan dengan sasaran dalam renstra, dengan
menyebutkan jumlah anggaran yang disebutkan dalam PK (terlampir).
6. Pengukuran kinerja yang ditetapkan dalam Indikator Kinerja Utama (IKU) dan PK
sudah mencantumkan target secara kuantitatif (terlampir).
7. Form pengukuran kinerja telah mengacu kepada form yang seharusnya untuk tingkat
eselon II meliputi : sasaran strategi, indikator kinerja, target, realisasi dan prosentase.
10. Pada tahun 2012 sudah dilakukan revisi terhadap sasaran yang dicapai sehingga
bersifat kuantitatif dan terukur (terlampir).
6
BAB II
PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA
A. RENCANA STRATEGIS
Rencana strategis Direktorat Kesehatan Hewan mengaju pada Rencana Strategis Direktorat
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2010-2014
Visi
Mewujudkan Direktorat Kesehatan Hewan yang profesional, modern, maju, efektif dan efisien
dalam pelayanan kesehatan hewan menuju status kesehatan hewan yang ideal.
Misi
1. Melindungi manusia/masyarakat dari resiko yang berkaitan dengan hewan dan produknya
(aspek kesehatan dan kesejahteraan manusia sebagai sasaran akhir) dan memberikan
sumbangan baru bagi ilmu pengetahuan biologik dan medik.
2. Melindungi hewan dari penyakit yang mengancam kelestarian sumberdaya hewan dan
lingkungan dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Melindungi ekosistem serta mempertahankan kelestarian sumberdaya genetik.
4. Memberikan jaminan kesehatan hewan untuk mendukung kestabilan usaha bidang
peternakan dan kesehatan hewan yang berdaya saing dan berkelanjutan dengan
menggunakan sumberdaya lokal.
5. Meningkatkan sistem pelayanan kesehatan hewan yang maju dan terarah bertumpu pada
teknologi modern
6. Meningkatkan profesionalisme, kesisteman, penganggaran, kelembagaan, sarana dan
prasarana.
Tujuan
7
7. Meningkatkan status kesehatan hewan nasional.
Sasaran
8
i. Menyusun rencana dan kewajiban bersama antara pusat dan propinsi dalam program
pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan menular dan urusan kesehatan hewan
lainnya.
j. Mengembangkan program biosekuriti berdasarkan resiko (riks based).
k. Mengembangkan integrasi sektor swasta dalam pembiayaan dan penyediaan sarana untuk
kesiagaan darurat dan pemberantasan penyakit hewan menular. Mengembangkan sistem
sertifikasi penerapan Cara Pembuatan Obat Hewan Yang Baik (CPOHB).
l. Mengembangkan sistem akreditasi penerapan manajemen kesehatan hewan dan
biosekuriti di peternakan berdasarkan kompartemen (compartment based).
m. Mengembangkan jejaring dan sistem informasi kesehatan hewan.
9
C. SASARAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)
6.4 Pengendalian dan ►1. Meningkatnya Penguatan Pengendalian, dosis 100,0 1,450, 1,7 2,088 2,5 177.1 87. 100.2 115.02 132.19 612
penanggulangan pelaksanaan sistem pencegahan 00,00 000 40, ,000 05, 3 58 8 .21
penyakit hewan Pencegahan dan kesehatan dan 0 000 600
menular strategis Pemberantasan PHMhewan pemberantasa
dan penyakit (vaksin/obat n Penyakit
zoonosis (Prioritas dlm dosis) Hewan
Nasional dan Bidang) Menular
Strategis
(PHMS)
► Meningkatn Penyediaan Pembinaan Lapora 33 33 33 33 33 9.97 142 157.2 172.92 190.21 673
ya tenaga/petu dan koordinasi n .91 0 .21
pelayanan gas peningkatan
kesehatan medik/para pelayanan
hewan medik serta kesehatan
sarana hewan
kesehatan
hewan
Sub total
10
D. RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT)
PROGRAM/K
EGIATAN JENIS OUTPUT DK/TP/K 2011 2012 2011 2012
NO PRIORITAS INDIKATOR RKAKL SATUAN Komponen D (000) (000) (000) (000) TOTAL
6.4 Pengendalia Pelaksaan Penguatan Pengendalian, dosis 1) Anthrax DK 500 600 3.25 3.90 194.5
n dan vaksinasi dan sistem pencegahan dan 8
penanggula pengobatan kesehatan pemberantasan 2) Rabies DK 600 720 6.05 7.26 32.48
ngan hewan Penyakit Hewan 3) Brucellosis; DK 200 240 2.95 3.54 15.84
penyakit (vaksin/oba Menular 4) Hog Cholera DK 100 120 0.78 0.93 4.16
hewan t dlm Strategis 5) Jembrana DK 50 60 0.41 0.49 2.17
menular dosis) (PHMS) 6) Pemeriksaan, DK 3,06 3,672 1.91 2.29 10.26
strategis dan identifikasi dan
penyakit pemetaan kasus
zoonosis parasit internal
(Prioritas dan kematian
Nasional pedet
dan Bidang) lt 7) operasional DK 240 288 9.10 10.92 48.85
desinfektan
Penguatan pkt Puskeswan TP 24 29 12.00 14.40 64.42
Puskeswan
Penanggulangan dosis 1) Operasional DK 103,4 124,08 2.07 2.48 11.10
gangguan penanganan
reproduksi gangguan
reproduksi
2) Pemerikasaan DK 1,221 1,465 0.32 0.39 1.74
akseptor
terhadap status
Brucellosis
11
3) Penanganan DK 0.00 0.00
ternak yang -
mengalami
gangguan
reproduksi
4) monitoring, DK 103,4 124,03 0.52 0.62 2.77
evaluasi dan
pelaporan
penanggulangan
gangguan
reproduksi
5) obat dan DK 10.08 11.09 46.78
hormon
Pengawasan Laporan Pengawasan BPMSOH 1 1 13.59 14.95 63.08
obat hewan obat hewan
Peningkatan Laporan Peningkatan Pusvetm 24.56 27.02 113.9
produksi dan produksi dan a 8
distribusi vaksin distribusi vaksin
Perlindungan Penyediaan Pembinaan dan Laporan 1) Pembinaan DK 33 33 16.15 17.77 84.92
hewan terhadap tenaga/pet koordinasi dan koordinasi
penyakit eksotik ugas lapang peningkatan
2)Perlindungan DK 32 32 0.45 0.50 2.09
seperti, pelayanan
hewan dari
medik kesehatan
penyakit hewan
paramedik hewan
eksotik
Penguatan Laporan Penguatan BBVet 8 8 126.3 138.94 586.2
pengujian dan pengujian dan dan 1 0
penyidikan penyidikan BPPVR
veteriner veteriner
230.4 1,285.
Sub total 9 257.48 42
12
PENETAPAN KINERJA
Kegiatan : Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan Menular Strategis dan Penyakit
Zoonosis
Anggaran : Rp. 362.114.508.000
13
IV. AKUNTABILITAS KINERJA
A. Kriteria Ukuran Keberhasilan Pencapaian Sasaran
Nilai dan predikat ukuran keberhasilan pencapaian sasaran program tahun 2012 dengan merujuk
pada LAKIP Kementerian Pertanian, ke dalam empat kategori, yaitu: (1) sangat berhasil
(capaian>100%), (2) berhasil (80-100%), (3) cukup berhasil (capaian 60-79 persen), dan 4) kurang
berhasil (capaian<60%), terhadap sasaran yang telah ditetapkan.
1. Penanggulangan Penyakit Hewan Menular dilakukan dengan vaksinasi dan pengobatan hewan
antara lain vaksin rabies, brucellosis, anthrax, hog cholera, jembrana, obat gangguan
reproduksi, obat parasit, avian influenza dan disinfektan. Dari target 8521777 dosis terealisasi
sebanyak 8361777 dosis atau 98%
2. Pengembangan Kelembagaan dan Sumber Daya Keswan dilakukan dengan Rekruitment dan
bimbingan teknis Tenaga Harian Lepas Medik dan Paramedis, Bimbingan Teknis Petugas
Penanggulangan Gangguan Reproduksi, Fasilitasi Puskeswan, Penilaian, Sosialisasi dan
pembinaan jabatan fungsional medik dan paramedik veteriner, Pelatihan dan pembinaan
Petugas National Veterinary Services (NVS), Penilaian Petugas Puskeswan Berprestasi dan
monitoring rumah sakit dan klinik hewan. Dari target 136 unit terealisasi 134 unit atau 98,5%
14
4. Penguatan Surveillans Penyakit Hewan dengan pengembangan sistem deteksi dini penyakit
hewan menular, penyusunan pedoman surveilans dan penataan laboratorium, pertemuan
ilmiah dan laboratorium kesehatan hewan dan Pengembangan SIKHNAS. Dari target 153
laporan terealisasi 153 laporan atau 100%
5. Peningkatan Produksi, sertifikasi dan pengawasan obat hewan dilakukan melalui pendaftaran,
penilaian dan pengujian obat hewan yang beredar di Indonesia; penilaian dan evaluasi
penerapan CPOHB di produsen obat hewan, evaluasi ekspor obat hewan dan penyusunan dan
penyempurnaan peraturan di bidang obat hewan. Dari target 11697825 terealisasi sebanyak
11406549 atau 97,5%
6. Dukungan Manajemen Teknis Kesehatan Hewan dari target 160 laporan terealisasi 160
laporan atau 100%
Target dan Realisasi Kegiatan berdasarkan Penetapan Kinerja tahun 2012
SASARAN STRATEGIS INDIKATOR SATUAN TARGET REALISASI PRESEN Kategori
TASE
15
Realisasi berdasarkan sasaran strategis Direktorat Kesehatan Hewan
(1) (2) (7) (3) (4) (5) (6) (8) (9) (10)
Meningkatnya Pelaksanaan Penguatan Pengenda Antrax 680 Dosis 620 91,2 7.829.065 6.634.939 84,75
pelaksanaan vaksinasi dan Sistem lian,
Rabies 1740 Dosis 1740 100 26.256.592 22.924.462 87,31
pencegahan pengobatan Kesehatan pencegahan
dan Hewan dan Brucellosis 300 Dosis 200 66,6 6.178.800 4.380.433 70,89
pemberantasa (vaksin/ob pemberantas Hog Cholera 856 Dosis 856 100 5.497.699 4.854.305 88,3
n PHM at dalam an Penyakit
Jembrana 30 Dosis 20 66,6 2.282.600 1.788.129 78,34
dosis) Hewan
Menular Pemeriksaan 108 Dosis 108 100 23.784.597 20.008.080 84,12
Strategis identifikasi dan
(PHMS) pemetaan
kasus parasit
internal dan
kematian
pedet
16
Penguatan Puskeswan 136 Unit 134 98,5 42.172.415 36.706.552 87,04
Puskeswan 0
Penanggulan Operasional 104 Ekor 104 100 39.413.880 33.154.867 84,12
gan Penanganan
Gangguan Gangguan
Reproduksi Reproduksi
Meningkatnya Penyediaa Pembinaan Pembinaan 160 lap 160 100 82.663.367 47.693.650 57,7
pelayanan n dan dan koordinasi
kesehatan tenaga/pe koordinasi peningkatan
hewan tugas peningkatan pelayanan
lapang pelayanan kesehatan
seperti kesehatan hewan
medik dan hewan ( termasuk
paramedik hibah KFW dan
JICA)
Penguatan Penguatan 153 Lap 153 100 86.378.143 81.730.256 94,62
Surveillans pengujian dan
penyakit penyidikan
17
hewan veteriner
Perlindungan Perlindungan 22 Dok 22 100 2.301.904 1.253.168 54,44
hewan hewan
terhadap terhadap
penyakit penyakit
eksotik eksotik
Jumlah Anggaran Tahun 2012 : Rp. 395.076.000.000. Realisasi Pagu Anggaran Tahun :
18
Peran masing-masing kegiatan dalam mendukung outcome (dua sasaran strategis) yaitu
Meningkatnya pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan PHM dan Meningkatnya pelayanan
kesehatan hewan didukung oleh kegiatan penting yaitu
Pengendalian, pencegahan dan pemberantasan Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS),
Penguatan Puskeswan, Penanggulangan Gangguan Reproduksi, Pengawasan Obat Hewan,
Peningkatan produksi dan distribusi vaksin, Penguatan Surveillans penyakit hewan, Penyediaan
tenaga/petugas lapang seperti medik dan paramedik, Pembinaan dan koordinasi peningkatan
pelayanan kesehatan hewan, Penguatan surveillans penyakit hewan, Perlindungan hewan
terhadap penyakit eksotik dan rekrutmen tenaga harian lepas dokter hewan dan paramedik
veteriner.
Dukungan dalam pencapaian target output dalam bentuk standar, norma, kriteria dan pedoman
yang disusun Direktorat Kesehatan Hewan tahun 2012 sejumlah ... NSPK dengan perincian :
C. Capaian Kinerja Program dan Kegiatan dalam Mencapai Sasaran Direktorat Kesehatan Hewan
Tahun 2012.
19
revisi anggaran dan di beberapa daerah tidak perlu dilakukan vaksinasi dikarenakan kasus
terbatas atau sedikit sehingga tidak perlu dilakukan strategi vaksinasi.
Apabila dibandingkan dengan realisasi tahun 2011 dengan jumlah vaksin dan obat 6.716.400
dosis maka mengalami kenaikan sebesar 17,4%.
Upaya Pengendalian Avian Influenza
Dalam upaya pengendalian AI Direktorat Kesehatan Hewan melalui Unit Pengendali Avian
Influenza telah melaksanakan hal-hal sebagai berikut diantaranya :
a. Penyusunan Roadmap Indonesia Bebas AI 2012
Penyusunan roadmap dilakukan bersama-sama dan berdasarkan kesepakatn dengan Dinas
Peternakan atau yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan seluruh indonesia.
Dasar Penyusunan Road Map Menuju Indonesia Bebas AI tahun 2020 merupakan penjabaran
dari kesepakatan seluruh Menteri Pertanian Negara ASEAN dalam forum AMAF tahun 2011
yang merencanakan ASEAN bebas AI tahun 2020. Roadmap menuju Indonesia bebas AI tahun
2020 saat ini dalam tahap finalisasi untuk kemudian akan disosialisasikan mulai tahun 2013.
Dalam Road Map tersebut pencapaian status bebas dibagi berdasarkan wilayah risiko rendah
(2014), wilayah risiko sedang 2015-2017, wilayah risiko tinggi (2019), dan seluruh Indonesia
(2020) dengan mempertimbangkan aspek geografis dan epidemiologis.
Sejak awal disusunnya draf roadmap ini tahun 2011 yang di Sosialisasikan dalam Rakornas AI
2011, hingga 2012 Draf Roadmap sudah mencapai tahap finalisasi akhir.
20
b. Koordinasi Pusat dan Daerah
Telah dilaksanakan dengan sukses pertemuan koordinasi antara pusat dan daerah dalam rangka
pengendalian AI pada tanggal 10-12 November 2012 di Makasar. Adapun salah satu hasilnya
adalah :
1. Hasil surveilans BBVet Maros di provinsi Papua dan Papua Barat untuk tujuan mengukur
prevalensi menunjukkan bahwa prevalensi AI di provinsi tersebut mendekati nol. Dengan
demikian dapat dilanjutkan dengan rancangan deteksi penyakit (detect disease) pada
tahun 2013. Rencana sampling selanjutnya perlu dikonsolidasikan dengan Dinas Provinsi
dan Kabupaten/Kota. Arahan dari Pusat diperlukan terkait evaluasi rancangan sampling dan
pengujian sampel. Diperlukan fasilitasi pusat untuk surveilans pada peternakan pembibitan
dengan pendekatan kompartemen bebas AI
2. Hasil surveilans oleh BPPV Regional II Bukittinggi khususnya untuk Provinsi Kepri dalam
rangka pembebasan Kepri tahun 2015 menunjukkan hasil negatif dan provinsi Kepri
dinyatakan sebagai wilayah risiko rendah. Namun karena pemasukan produk unggas ke
provinsi Kepri cukup tinggi maka digolongkan sebagai wilayah risiko sedang. Dalam rangka
pembebasan AI tersebut diperlukan langkah koordinasi khususnya dalam rangka
pengawasan pemasukan unggas dan produk unggas, terutama oleh karantina hewan
melalui penambahan pos/stasiun karantina hewan.
4. Guna meminimalisir risiko penyebaran virus AI dari wilayah risiko tinggi ke wilayah risiko
sedang atau wilayah risiko rendah khususnya melalui lalu lintas Day Old Chick (DOC) yang
masih ketergantungan dari perusahaan pembibitan di pulau Jawa, harus segera dilakukan
percepatan sertifikasi Kompartemen Bebas AI sebagai syarat dilalulintaskannya DOC. Untuk
itu perlu segera ditambah jumlah auditor dan auditor pendamping dengan melibatkan
unsur BBV/BPPV dan Dinas Provinsi yang membidangi fungsi kesehatan hewan.
B. Surveilan Partisifatif
Salahsatu strategi pengendalian AI adalah melalui pelaksanaan surveilan secara partisifatif yang
dilaksanakan oleh petugas PDSR di 29 provinsi, 33 LDCC dan 395 Kabupaten kota dengan
jumlah petugas sebanyak 2300 orang pada peternakan backyard, petugas PVUK (Petugas
Veteriner Unggas Komersial) 62 orang pada 12 kabupaten kota di 6 provinsi (Jabar, DIY, Jateng,
Jatim, Lampung, Sumatera Barat) yang melakukan surveilan pada peternakan komersial serta
21
petugas Surveilan Pasar (PSP) di tingkat pasar JAGODETABEK dengan tujuan untuk mengetahui
jalur perdagangan unggas hidup dan Mengetahui prevalensi virus H5 yang menkontaminasi
Pasar Tradisional secara terus menerus sejak Maret 2009 pada 261 sampel pasar tradisional di
Jabodetabek.
C. Biosekurity
Penerapan Biosekurity yang telah dilaksankan diantaranya :
1. Pembersihan dan Disinfeksi (Cleaning and Disinfection) tahun 2012 pada 22 Pasar
Tradisional, 43 Tempat Penampungan Unggas dan Rumah Pemotongan Unggas, 4 Cleaning
Station di Jabodetabek.
3. Pelatihan praktek biosekuriti yang hemat biaya dan efektif pada peternakan unggas
komersial sektor-3
Dalam rangka keberlanjutan petugas PDSR setelah berakhirnya bantun operasional pengendalian
AI oleh FAO yang dimulai bulan Januari 2013, Direktorat Kesehatan Hewan dalam hal ini
melakukan Advokasi ke Dinas Peternakan Provinsi agar menyelenggarkan alokasi APBD
Provinsinya guna pengendalian AI di Lapangan. Beberapa provinsi yang telah di advokasi selama
tahun 2013 adalah provinsi Banten, Lampung, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta Jawa
Tengah dan DKI Jakarta. Selain itu guna tercapainya kesepakan bersama antara Pusat dan daerah
tentang keberlanjutan petugas lapangan maka telah dilaksanakan workshop Transisi PDSR 29
November – 1 Desember 2012 yang salah satu hasilnya adalah :
1. Kementerian Dalam Negeri mendukung keberlanjutan PDSR di semua daerah, baik sebagai
metode dan system dalam pelayanan veteriner diantaranya melalui pemberdayaan
masyarakat.
2. Proyek percontohan National Veterinary Services Replikasi proyek percontohan dapat
direplikasikan untuk PHMSZ lainnya dengan anggaran nasional, ada cost sharing pemerintah,
pemerintah prov dan kab/kota. Serta menunjukkan kapasitas surveilans dan respon.
3. Dalam rangka pelaksanaan NVS terkait dengan transisi PDSR dialokasikan melalui kegiatan
penguatan Puskeswan Pusat maupun Propvinsi dengan komponen kegiatan sesuai kebutuhan
Daerah.
Keberlanjutan petugas PDSR ke dalam Layanan Veteriner Nasional secara terintegrasi telah diatur
dalam Peraturan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Nomor
976/Kpts/OT.160/F/2011 tentang Pedoman Pelayanan Veteriner dan Peraturan Direktur Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan Nomor 977/Kpts/OT.160/F/2011 tentang Pedoman
Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Hewan Menular strategis. Untuk pelaksanaan
22
dilapangan diatur dalam petunjuk teknis peyelenggaran Kesehatan Hewan dalam Perwujudan
Kewenangan Veteriner tahun 2012.
E. Restrukturisasi Perunggasan
Sebagai salah satu 9 langkap pengendalian AI pelaksanaan Restrukturisasi perunggasan yang telah
dilaksanakan selama 2012 adalah Penataan Kawasan Pembibitan Perunggasan Penataan Pasar
Unggas Hidup Renovasi dan Rehabilitasi Zona Penjualan Unggas dan daging unggas pada pasar
tradisional Relokasi terintegrasi antara Tempat Penampungan Unggas (TPnU) dengan Rumah
Pemotongan Unggas (RPU) dengan menerapkan stándar minimal higiene dan sanitasi melalui :
1. Komite Daerah (Provinsi, Kab/Kota) Pengendalian Zoonosis Pakar/Akademisi
Memberikan pertimbangan teknis ilmiah terhadap penyusunan kebijakan dan evaluasi
pelaksanaan program pengendalian dan penanggulangan AI pada hewan
2. Komite Kesehatan Unggas Nasional (KKUN) yang merupakan forum kemitraan 3 pilar
(Pelaku usaha perunggasan, pemerintah dan pakar/akademisi) dengan tugas melakukan
review dan memberikan rekomendasi kebijakan dalam aspek teknis ilmiah dan bisnis
terhadap penerapan strategi pengendalian dan penanggulangan AI pada unggas.
3. Komisi Ahli Kesehatan Hewan
Melakukan review dan memberikan rekomendasi kebijakan dalam aspek teknis ilmiah
terhadap program pengendalian dan penanggulangan AI pada hewan
4. Organisasi Profesi (PDHI, ADHPI dan organisasi profesi lainnya)
Meningkatkan kapasitas dan kompetensi SDM Dokter Hewan di bidang kesehatan
hewan khususnya dalam mendukung program pengendalian dan penanggulangan AI
pada hewan
5. Asosiasi Perunggasan (FMPI, GOPAN, GPPU, GPMT, HIMPULI, ASOHI, PINSAR dll)
2. Penguatan Puskeswan
Realisasi kegiatan pengembangan kelembagaan dan sumber daya keswan adalah 134 unit (
98,5%) dari 136 unit.
Output dari kegiatan pengembangan kelembagaan dan Sumber Daya Keswan ada 2 yaitu
pembangunan Puskeswan dan Fasilitasi Peralatan Puskeswan
23
Peralatan
Data jumlah Puskeswan sampai dengan bulan Desember 2012 tercatat 963 unit Puskeswan yang
tersebar di 351 kabupaten/kota. Apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya terjadi
peningkatan jumlah puskeswan sebesar 3,2 % yaitu dari 933 Puskeswan menjadi 963 puskeswan.
24
Penanggulangan Operasional Penanganan 104000 104000 100%
Gangguan reproduksi Gangguan Reproduksi
total 9 0 .0 2 %
Dari hasil penanganan gangguan reproduksi dari target 104.000 ekor terealisasi sebanyak 106.734 ekor ,
dengan hasil pemeriksaan 30.952 ekor (28%) didiagnosa kasus hypofungsi ovaria, hal ini menunjukkan
faktor manajemen pakan yang kurang bagus karena penyakit ini disebabkan malnutrisi. Faktor manajemen
sangat erat hubungannya dengan faktor pakan/nutrisi. Jika tubuh kekurangan nutrisi terutama untuk jangka
waktu yang lama maka akan mempengaruhi fungsi reproduksi, efisiensi reproduksi menjadi rendah dan
akhirnya produktifitasnya rendah. Kekurangan nutrisi akan mempengaruhi fungsi hipofisis anterior sehingga
produksi dan sekresi hormon FSH dan LH rendah (karena tidak cukupnya ATP), akibatnya ovarium tidak
berkembang (hipofungsi).
Kegiatan monev penanggulangan gangguan reproduksi terlaksana di 20 provinsi dan pada tahun 2013 telah
dilaksanakan Bimbingan Teknis Petugas Penanggulangan Gangguan Reproduksi dengan jumlah peserta
sebanyak 100 orang yang berasal dari 28 Provinsi (NAD, Sumut, Riau, Banten, Jateng, DIY, Kalsel, Sumbar,
Bengkulu, Jatim, NTB, NTT. Jambi, Lampung, Sumsel, Jabar, Kalbar, Kalteng, Kaltim, Sulteng, Sulbar, Sulsel,
Maluku, Papua, Malut, Sulut, Sultra, Gorontalo).
No 2011 2012
25
2 Asal 20 Prov (NAD, Sumut, Riau, 28 Prov (NAD, Sumut, Riau,
Sumbar,Lampung, Sumsel, Jambi,
Banten, Jateng, DIY,
Kalbar,Jabar, Kalsel, Sumbar, Bengkulu,
Sulteng, Jatim, NTB, NTT. Jambi,
Gorontalo, Sultra, Jateng, Lampung, Sumsel, Jabar,
DIY, Jatim, Kalsel, Bali, Kalbar, Kalteng,
NTB, NTT, Sulsel) Kaltim, Sulteng,
Sulbar, Sulsel, Maluku, Papua,
Malut, Sulut, Sultra, Gorontalo)
Kendala
1. Masih kurang adanya pelatihan teknis bagi dokter hewan dalam kegiatan penanggulangan
gangguan reproduksi
2. Sarana dan prasarana operasional petugas dokter hewan dalam kegiatan penanggulangan
reproduksi masih belum memadai
3. Dari kegiatan yang dilaksanakan baik di Dinas Kabupaten maupun Propinsi laporan belum
secara rutin dilaporkan
Tindak Lanjut
1. Pada Tahun 2013 dilakukan penambahan jumlah peserta bimbingan teknis tenag
penanggulangan gangguan reproduksi
2. Pemantauan Pelaksanaan penanggulangan gangguan reproduksi
3. pengadaan sarana dan obat-obatan penanggulangan gangguan reproduksi
26
juga dilakukan terhadap perusahaan obat hewan yang dilaksanakan dalam bentuk penerbitan
izin usaha obat hewan, pada tahun 2012 telah diterbitkan 14 Ijin Usaha Importir Obat Hewan, 9
Ijin Usaha Produsen Obat Hewan dan 1 Ijin Usaha Eksportir Obat Hewan
5. Peningkatan produksi dan distribusi vaksin
Pusvetma sebagai salah satu Produsen Obat Hewan pada tahun 2012 telah memproduksi
11.406.549 dosis vaksin antara lain vaksin rabies, SE, Brucella, Anthrax, Jembrana dan Hog
Cholera, ND dan antigen Pullorum, RBT, AI, ND (New Castle Disease), MG (Mycoplasma
Gallinarum). Dibandingkan tahun 2011 produksi Pusvetma mengalami peningkatan produksi
sebanyak 7,6%.
Dalam rangka penjaminan kualitas obat hewan maka sertifikasi Cara Pembuatan Obat Hewan
yang Baik (CPOHB) merupakan salah satu rambu pengaman dan sebagai salah satu bentuk
sistem pengawasan kualitas secara dini sejak proses produksi. Dengan menerapkan CPOHB
akan diperoleh jaminan mutu obat hewan sehingga diharapkan dapat meningkatkan daya saing
obat hewan produk dalam negeri. Jumlah Produsen Obat Hewan di Indonesia sebanyak 48
(empat puluh delapan) perusahaan, dan yang telah mendapat sertifikat CPOHB sebanyak 26
(dua puluh enam) Perusahaan, dibandingkan dengan tahun sebelumnya terjadi peningkatan
sebesar 23,8%.
6. Penguatan Surveillans penyakit hewan
Kegiatan Penguatan Surveillans Penyakit Hewan berupa laporan surveillan penyakit
hewan menular antara lain Rabies, Anthrax, Brucellosis, Avian Influenza, Hog Cholera,
Jembrana, SE, Surra dll. Dari target 153 laporan surveillans penyakit hewan menular
terealisasi 153 laporan atau 100%. Dibandingkan dengan tahun lalu dengan target 8
laporan maka terjadi peningkatan target karena pada tahun 2012 kegiatan surveillan
dilakukan perjenis penyakit. Sedangkan tahun 2011 target berdasarkan pada laporan
pelaksanaan surveillan di BPPV/BBVet.
Adapun kegiatan pendukung penguatan surveillan :
Target Realisasi Presentase
Ratekpil 25 makalah 41 Judul 164%
SIKHNAS 93 orang 85 orang 92 %
Pembinaan sistem informasi 29 lokasi 19 lokasi
-
dan pelaporan
Laporan Tahunan Penyakit 1 laporan 1 Laporan
100 %
Hewan
27
Rapat Teknis dan Pertemuan Ilmiah (RATEKPIL)
Rapat Teknis dan Pertemuan Ilmiah (Ratekpil) Kesehatan Hewan merupakan kegiatan yang
dilakukan secara rutin tiap tahun dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan penulisan karya
ilimiah, menambah wawasan dan ilmu pengetahuan, serta mewujudkan koordinasi yang baik
antara pusat dan daerah. Adapun sasarannya yaitu pemaparan hasil penyidikan dan penelitian
terbaru dari BBVet/BPPV, Pusvetma, BBPMSOH, Bbalitvet, serta laboratorium kesehatan hewan
type B.
a. Peningkatan Jumlah pemaparan pada tahun 2011 sebanyak 23 judul makalah dan 12 poster,
sedangkan pada tahun 2012 sebanyak 31 judul makalah dan 13 poster.
c. Tersusunnya rekomendasi hasil diskusi/rapat sebagai bahan evaluasi dan upaya tindak lanjut
bagi pusat, daerah dan laboratorium kesehatan hewan.
Kerjasama dan partisipasi aktif pikah-pihak yang terkait pada Rapat Teknis dan Pertemuan Ilmiah
merupakan faktor keberhasilan terlaksananya kegiatan.
Dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan status kesehatan hewan maka diperlukan
kebijakan dan tindakan yang tepat dengan pengambilan keputusan yang tepat berdasarkan
informasi yang akurat. Informasi diperoleh dari pengumpulan, pengiriman, manajemen, serta
analisa data yang baik. Data dan informasi tersebut berasal dari peternak, puskeswan, petugas
lapangan, PDSR, dan lain-lain yang dikumpulkan oleh dinas tingkat kabupaten/kota, lalu dikirim ke
dinas tingkat provinsi, dan selanjutnya dikirim ke pusat.
Program SIKHNAS merupakan program aplikasi komputer yang digunakan sebagai database
penyakit hewan sebagai salah satu bentuk monitoring terhadap situasi kesehatan hewan di
28
Indonesia. Program SIKHNAS telah dibuat dan terus dikembangkan oleh Pemerintah Pusat dengan
sasaran meningkatnya kualitas data, manajemen data, serta percepatan alur data. Selain itu
dilaksanakan workshop SIKHNAS dengan sasaran meningkatnya kualitas SDM petugas data
SIKHNAS.
Adapun hasil evaluasi capaian kinerja SIKHNAS dengan indikator kinerja yaitu :
a. Kualitas program SIKHNAS 2012 meningkat 80% melalui optimalisasi fungsi-fungsi aplikasi
pada program SIKHNAS tersebut. Adapun perkembangan Program SIKHNAS dapat dilihat
pada tabel berikut.
2. Lingkup database hanya sampai pada Lingkup database semakin luas yaitu dari
tingkat propinsi. tingkat propinsi, kabupaten/kota,
kecamatan sampai kelurahan/desa.
Sehingga untuk keperluan ini dilakukan
koordinasi antara pusat dan dinas
propinsi untuk sinkronisasi database
pusat dengan database daerah.
29
b. Kualitas pemahaman SDM petugas data meningkat 90% dalam penggunaan program
SIKHNAS versi terbaru (2012) melalui workshop SIKHNAS.
SIKHNAS merupakan kegiatan yang memberikan outcome berupa terselenggaranya alur pelaporan
penyakit hewan antara daerah (provinsi, kabupaten/kota), Pemerintah pusat, tingkat ASEAN
(ARAHIS) dan tingkat dunia/OIE (WAHID/WAHIS).
30
Pembinaan Sistem Informasi dan Pelaporan
Pembinaan sistem informasi dan pelaporan dilakukan dalam rangka meningkatkan koordinasi,
manajemen dan kinerja sistem informasi dan pelaporan dari Dinas tingkat Provinsi maupun
laboratorium kesehatan hewan ke Pusat dengan sasaran pembinaan optimalisasi arus informasi
dan pelaporan dan penggunaan program SIKHNAS untuk Dinas tingkat Propinsi maupun
Kabupaten/Kota dan Program Infolab untuk BBVet/BPPV.
a. Pada tahun 2011 telah dilakukan pembinaan sistem informasi dan pelaporan pada 9 lokasi
(Dinas provinsi/laboratorium) di Indonesia sedangkan pada tahun 2012 dilakukan pada 19
lokasi (Dinas provinsi/laboratorium) di Indonesia.
b. Kualitas pemahaman SDM petugas data meningkat 90% dalam penggunaan program
SIKHNAS dan Infolab.
Adanya pembinaan sistem informasi dan pelaporan ini bermanfaat dalam sinkronisasi data,
evaluasi, dan memberikan masukan mengenai program SIKHNAS dan Infolab.
Fakor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pencapaian sasaran adalah kerjasama yang baik
dengan pihak-pihak yang terkait terutama Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan
kesehatan hewan, serta BPPV/BBVet.
Laporan Tahunan Penyakit Hewan di Indonesia
Laporan Tahunan Penyakit Hewan di Indonesia tahun 2012 telah disusun dengan tujuan untuk
memberikan informasi mengenai mengenai bidang kesehatan hewan dan penyakit hewan dengan
sasaran tersedianya bahan informasi mengenai situasi perkembangan penyakit hewan di
Indonesia, unit pelayanan teknis kesehatan hewan, kumpulan kegiatan kesehatan hewan, serta
kegiatan dan kerjasama luar negeri di Indonesia pada tahun 2011.
a. Tersusunnya laporan tahunan penyakit hewan di Indonesia dengan capaian kinerja 100%.
b. Tersedianya laporan tahunan penyakit hewan dengan dicetak sebanyak 500 buku (100%).
Laporan ini dapat memberi manfaat untuk dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
menyusun program dan kebijakan di bidang kesehatan hewan di Indonesia.
Fakor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pencapaian sasaran adalah kerjasama yang baik
dengan instansi kesehatan hewan seperti Laboratorium Kesehatan Hewan Regional maupun
31
Provinsi, serta Dinas terkait yang telah berpartisipasi aktif memberikan informasi kesehatan
hewan.
7. Perlindungan hewan terhadap penyakit eksotik
Realisasi kegiatan perlindungan hewan dari penyakit eksotik adalah 22 laporan (100%)
dari target 22 laporan. Dibandingkan dengan tahun 2011 target sebanyak 2 laporan
maka terjadi kenaikan secara signifikan karena pada tahun 2011 target kegiatan hanya
pada analisa resiko dan kesiagaan darurat veteriner. Sedangkan tahun 2012 target
terdiri dari kegiatan Pengawasan Penyakit Eksotik; Analisa Risiko; KIATVETINDO
Nipah; KIATVETINDO BSE; Simulasi PMK; Penghentian Pemasukan Unggas dan atau
Produk unggas dari Negara Australia ke dalam W ilayah Negara Republik Indonesia;
Pemasukan dan Pengeluaran Bahan Pakan serta Pengawasan Penggunaan Bahan
Pakan Asal Hewan.
32
23 Kalimantan Selatan 6 5 11
24 Kalimantan Tengah 2 0 2
25 Sulawesi Selatan 7 14 21
26 Sulawesi Utara 3 7 10
27 Sulawesi Barat 1 0 1
28 Sulawesi Tenggara 2 1 3
29 Gorontalo 1 0 1
30 Maluku 0 1 1
31 Maluku Utara 3 0 3
32 Papua 1 2 3
33 Papua Barat 1 17 18
628
Pada tahun 2012 rekrutmen THL sebanyak 220 orang yaitu 101 orang dokter hewan dan 119 orang
paramedik veteriner. Namun selama perjalanan tugas, terdapat beberapa THL yang
mengundurkan diri. Tahun 2012 ini terdapat 14 orang THL yang mengundurkan diri yaitu THL yang
bertugas di Provinsi Riau, Bangka Belitung, Bengkulu, Jawa Barat serta Kalimantan Tengah.
Sehingga jumlah THL di akhir tahun 2012 hanya 628 orang.
Permasalahan dan kendala yang masih dihadapi di lapangan dalam rangka penanggulangan
gangguan reproduksi dan peningkatan pelayanan kesehatan hewan di Puskeswan adalah :
a. Masih kurangnya lengkapnya sarana dan prasarana serta peralatan di Puskeswan untuk
mengoptimalkan kegiatan Puskeswan.
c. Jarak tempuh Puskeswan dengan lokasi yang sangat jauh kadang mengakibatkan kurang
efektifnya pelayanan terutama bila dalam keadaan darurat.
d. Untuk beberapa daerah tidak disediakan biaya operasional untuk menunjang kegiatan
Puskeswan.
i. Ada THL yang mengikuti program lain (SMD, THL Penyuluh dll)
33
Prestasi dan Keberhasilan
Beberapa keberhasilan Direktorat Kesehatan Hewan pada tahun 2012 antara lain swasembada
Vaksin AI, pembebasan Rabies di pulau Jawa dan tetap dapat dipertahankannya status bebasnya 9
(sembilan) provinsi wilayah bebas Rabies di Indonesia seperti Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka
Belitung, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Papua dan Papua Barat serta dapat dikendalikannya Rabies
di Kabupaten Ketapang Provinsi Kalimantan Barat yang tertular Rabies pada tahun 2005. Serta
program pemberantasan Rabies di Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Provinsi NTT,
Maluku dan Maluku Utara walaupun banyak ditemui kendala dalam pelaksanaannya di lapangan
yaitu keterbatasan sumberdaya manusia dan sarana/prasarana sehingga pencapaian target
pembebasan mengalami penundaan.
Dalam rangka pendukungan terhadap program swasembada daging sapi/kerbau tahun 2014 dilakukan
melalui kegiatan penanggulangan gangguan reproduksi dan penanganan penyakit ekonomis tinggi.
Dalam kaitan penyakit ekonomis tinggi Direktorat Kesehatan Hewan menyediakan stok obat anti
parasit, vitamin dan obat penunjang lainnya untuk dapat digunakan sebagai pencegahan dan
pengobatan penyakit parasit sehingga dapat meningkatkan produksi ternak dan menekan angka
kematian terutama pada ternak muda. Capaian identifikasi, pemeriksaan dan pengobatan penyakit
parasit pada tahun 2012 mencapai angka 57.857 ekor dari target 20.393 ekor atau 283%.
Untuk penanggulangan gangguan reproduksi dalam rangka mendukung program swasembada daging
dari target 104.000 ekor terealisasi sebanyak 106.734 atau sebesar 102,6%. Dukungan lain dilakukan
dengan peningkatan pelayanan kesehatan hewan untuk penjaminan status kesehatan hewan dengan
peningkatan dukungan sarana prasarana dan sumber daya kesehatan hewan. Khusus di daerah
prioritas PSDSK telah tersedia sebanyak 788 unit Puskeswan dengan jumlah tenaga medik
veteriner/Dokter Hewan sebanyak 434 orang dan paramedik sebanyak 1.070 orang.
Akuntabilitas Keuangan
Pada tahun anggaran 2012, Direktorat Kesehatan Hewan dalam melaksanakan kegiatan
mendapatkan dana dari APBN sebesar Rp. 362.114.508.000 (Tiga Ratus Enam Puluh Dua Juta Seratus
Empat Belas Juta Lima Ratus Delapan Ribu Rupiah). Dari alokasi anggaran tersebut data sementara
sampai dengan Desember 2012 terealisasi sebesar Rp. 302.098.904.853 (Tiga Ratus Dua Milyar
34
Sembilan Puluh Delapan Juta Sembilan Ratus Empat Ribu Delapan Ratus Lima Puluh Tiga Rupiah) atau
terserap sebesar 83,42 %.
35
BAB V
KESIMPULAN
Dari uraian capaian kegiatan yang telah digambarkan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Secara umum kegiatan Direktorat Kesehatan hewan telah memenuhi tugas pokok dan
fungsi yang dibebankan pada tahun 2012. Kegiatan seperti penyiapan perumusan
kebijakan, penyiapan perumusan standar, norma, kriteria dan prosedur, bimbingan teknis,
evaluasi pelaksanaan kegiatan di bidang pengamatan penyakit hewan, pencegahan dan
pemberantasan penyakit hewan, Penguatan kelembagaan dan sumber daya keswan dan
pengawasan obat hewan, telah dilaksanakan dengan baik. Demikian juga kegiatan teknis
yang menjadi tanggung jawab pusat terkait penanggulangan penyakit hewan menular juga
telah dilaksanakan dengan baik. Dari target kinerja Direktorat Kesehatan Hewan telah
terealisasi 96,52% sedangkan dari target anggaran terealisasi sebesar 83,42% atau berhasil.
2. Kendala dan permasalahan yang dihadapi dalam pencapaian indikator kinerja tersebut
meliputi permasalahan perencanaan, pelaksanaan dan monitoring.
Segi Perencanaan :
1). Perencanaan yang belum sesuai
2). Pengalokasian anggaran yang tidak tepat
3). Proses revisi anggaran yang memerlukan waktu
Segi Pelaksanaan :
1). Sebagian besar anggaran merupakan dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan.
2). Keterlambatan proses pengadaan
3). Kesulitan memenuhi spesifikasi barang tertentu.
Segi Monitoring dan Pelaporan :
1). Masih rendah dan kurang tertibnya penyampaian laporan realisasi fisik maupun
keuangan.
2). Monitoring belum berjalan sesuai dengan target dan belum adanya
mekanisme monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan yang jelas.
3. Dari permasalahan yang ada maka rencana tindaklanjut yang akan dilakukan Ke depan
dalam rangka menghadapi permasalahan yang ada akan dilakukan perencanaan,
pelaksanaan dan pemantauan serta pelaporan yang bersinergi serta dengan mekanisme
monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan yang jelas.
36
BAB VI
PENUTUP
Demikian Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Kesehatan Hewan
Tahun 2012 dibuat sebagai kewajiban dalam mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok
dan fungsi Direktorat Kesehatan Hewan.
37