Anda di halaman 1dari 1

Saat terjadinya arab spring pada 2011 banyak negara di Timur Tengah bergejolak.

Hal itu berdampak


kepada keamana warga setempat terutama yang terjadi konflik, banyak di antara mereka yang
bermigrasi untuk mencari suaka atau perlindungan. Terutama rakyat suriah yang banyak bermigrasi
untuk menghindari kekejaman rezim syiah.

Puncak migrasi ke Eropa terjadi pada tahun 2015, hampir 900.000 imigran memasuki Jerman belum
negara yang ada di Eropa lainnya. Menurut laporan Organisasi kerja sama dan pembangunan
Ekonomi atau The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). Secara
keseluruhan negara-negara anggotanya di Eropa telah menerima lebih banyak imigran permanen
dibandingkan AS. Sepanjang 2018, migrasi di 36 negara OECD naik 2% menjadi 5,3 juta dibandingkan
tahun sebelumnya, kebanyakan pencari suaka berasal dari Afghanistan, diikuti Suriah dan Irak. 1

Hal ini menjadi persoalan, mengapa kebanyakan imigran memilih untuk bermigrasi atau mencari
suaka di negeri yang notabenenya bukan negeri yang menerapkan syari’at Islam. Zuhairi pun
mengomentari tentang hal ini, “Di Timur Tengah, selalu ada konflik Sunni-Syiah. Ketika datang
pengungsi dari Suriah yang mayoritas Syiah, negara-negara Arab, seperti Qatar, Mesir, Uni Emirat
Arab, takut ada infiltrasi ideologi yang bergeser dari Syiah” dikutip dari CNN Indonesia.2

Sebab lainnya adalah perlakuan orang Eropa dan Amerika terhadap para pengunsi memang lebih
baik dan menarik para pengungsi juga lebih memilih untuk Eropa daripada Timur Tengah. 3 Ini semua
terjadi karena kaum Muslimin tidak memiliki tempat untuk bernaung atau tempat untuk kembali,
Khilafah Islamiah.

Bagaimana ulama memandang masalah ini, apakah boleh untuk tinggal di negara kafir atau harus
negara Islam?

1
https://internasional.kontan.co.id/news/jerman-jadi-negara-tujuan-imigran-terbesar-kedua-di-dunia?
page=all
2
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20150908131728-134-77324/mengapa-imigran-ke-eropa-
bukan-ke-timur-tengah
3
ibid

Anda mungkin juga menyukai