Anda di halaman 1dari 45

KAMUS METODOLOGI PENELITIAN

JENIS DATA DAN METODE PENGUMPULAN DATA


PERTEMUAN 7
JENIS DATA DAN METODE PENGUMPULAN DATA

Untuk memperoleh data atau informasi dalam studi kasus tentu perlu dilakukan
kegiatan pengumpulan data. Data sebagai informasi awal yang dibutuhkan sebagai
penunjang studi kasus, untuk itu diperlukan data-data mengenai klien dalam
aspek-aspek sebagai berikut :
 Latar belakang keluarga; data tentang orang tua, saudara-saudara, taraf sosial
ekonomi keluarga, suasana kehidupan keluarga, adapt istiadat, pola asuh orang
tua.
Riwayat sekolah; jenjang pendidikan sekolah yang telah diselesaikan dalam waktu
berapa tahun, tamat dimana, tahu berapa, kesulitan belajar yang dialami.
 Taraf prestasi; dalam bidang-bidang studi yang mempunyai relevansi bagi
perencanaan pendidikan lanjutan dan penentuan jabatan kelak.
 Taraf kemampuan intelektual atau kemampuan akademik; kemampuan untuk
mencapai prestasi disekolah yang didalamnya berpikir memegang peranan pokok.
 Bakat khusus; kemampuan untuk mencapai prestasi yang tinggi di bidang
tertentu.
 Minat terhadap bidang studi dan bidang pekerjaan tertentu; kecenderungan
menetap untuk merasa tertarik pada sesuatu.
 Pengalaman diluar sekolah; kegiatan dalam organisasi muda-mudi dan
pengalaman kerja.
Cirri-ciri keperibadian yang tidak termasuk kedalam no 4 ,5, 6 diatas; sifat
tempramen, sifat karakter, corak kehidupan emosional, nilai-nilai kehidupan yang
dijunjung tinggi, kadar pergaulan social dengan teman-teman sebaya, sikap dalam
menghadapai permasalahan dalam berbagai bidang kehidupan, keadaan mental
dsb.
 Kesehatan jasmani; keadaan kesehatan pada umumnya, gangguan pada alat-
alat indera, cacat jasmani dan penyakit serius yang pernah diderita.
Dalam proses pengumpulan data tentu diperlukan sebuah alat atau instrument
pengumpul data. Alat pengumpul data dapat dibedakan menjadi dua yaitu pertama
alat pengumpul data dengan menggunakan metode test dan metode non test.
1. Pengumpulan Data Dengan Metode Test
Test merupakan suatu metode penelitian psikologis untuk memperoleh informasi
tentang berbagai aspek dalam tingkah laku dan kehidupan batin seseorang, dengan
menggunakan pengukuran (measurement) yang menghasilkan suatu deskripsi
kuantitatif tentang aspek yang diteliti.
Keunggulan metode ini adalah:
 Lebih akurat karena test berulang-ulang direvisi.
 Instrument penelitian yang objektif.
Sedangkan kelemahan metode ini adalah :
 Hanya mengukur satu aspek data.
 Memerlukan jangka waktu yang panjang karena harus dilakukan secara
berulang-ulang.
 Hanya mengukur keadaan siswa pada saat test itu dilakukan.
Adapun jenis-jenis tes adalah sebagai berikut:
a. Tes Intelegensi
Tes kemampuan intelektual, mengukur taraf kemampuan berfikir, terutama
berkaitan dengan potensi untuk mencapi taraf prestasi tertentu dalam belajar di
sekolah (Mental ability Test; Intelegence Test; Academic Ability Test; Scholastic
Aptitude Test). Jenis data yang dapat diambil dari tes ini adalah kemampuan
intelektual atau kemampuan akademik.
b. Tes Bakat
Tes kemampuan bakat, mengukur taraf kemampuan seseorang untuk berhasil
dalam bidang studi tertentu, program pendidikan vokasional tertentu atau bidang
pekerjaan tertentu, lingkupnya lebih terbatas dari tes kemampuan intelektual (Test
of Specific Ability; Aptitude Test ). Kemampuan khusus yang diteliti itu
mencakup unsur-unsur intelegensi, hasil belajar, minat dan kepribadian yang
bersama-sama memungkinkan untuk maju dan berhasil dalam suatu bidang
tertentu dan mengambil manfaat dari pengalaman belajar dibidang itu.
c. Tes Minat
Tes minat, mengukur kegiatan-kegiatan macam apa paling disukai seseorang. Tes
macam ini bertujuan membantu orang muda dalam memilih macam pekerjaan
yang kiranya paling sesuai baginya (Test of Vocational Interest).
d. Tes Kepribadian
Tes kepribadian, mengukur ciri-ciri kepribadian yang bukan khas bersifat
kognitif, seperti sifat karakter, sifat temperamen, corak kehidupan emosional,
kesehatan mental, relasi-relasi social dengan orang lain, serta bidang-bidang
kehidupan yang menimbulkan kesukaran dalam penyesuaian diri.
e. Tes Proyektif
Tes Proyektif, meneliti sifat-sifat kepribadian seseorangmelalui reaksi-reaksinya
terhadap suatu kisah, suatu gambar atau suatu kata; angket kepribadian, meneliti
berbagai ciri kepribadian seseorang dengan menganalisa jawaban-jawaban tertulis
atas sejumlah pertanyaan untuk menemukan suatu pola bersikap, bermotivasi atau
bereaksi emosional, yang khas untuk orang itu.
Kelemahan Tes Proyektif hanya diadministrasi oleh seorang psikolog yang
berpengalaman dalam menggunakan alat itu dan ahli dalam menafsirkannya.
f. Tes Perkembangan Vokasional
Tes vokasional, mengukur taraf perkembangan orang muda dalam hal kesadaran
kelak akan memangku suatu pekerjaan atau jabatan (vocation); dalam memikirkan
hubungan antara memangku suatu jabatan dan cirri-ciri kepribadiannya serta
tuntutan-tuntutan social-ekonomis; dan dalam menyusun serta
mengimplementasikan rencana pembangunan masa depannya sendiri. Kelebihan
tes semacam ini meneliti taraf kedewasaan orang muda dalam mempersiapkan diri
bagi partisipasinya dalam dunia pekerjaan (career maturity).
g. Tes Hasil Belajar (Achievement Test)
Tes yang mengukur apa yang telah dipelajari pada berbagai bidang studi, jenis
data yang dapat diambil menggunakan tes hasil belajar (Achievement Test) ini
adalah taraf prestasi dalam belajar.
2. Pengumpulan Data Dengan Metode Non Test
Untuk melengkapi data hasil tes akan lebih akurat hasilnya bila dipadukan dengan
data-data yang dihasilkan dengan menggunakan tehnik yang berbeda, berikut
disajikan alat pengumpul data dalam bentuk non tes.
a. Observasi
Observasi diartikan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala
yang tampak pada objek penelitian. Keunggulan metode ini adalah:
 banyak gejala yang hanya dapat diselidiki dengan observasi, hasilnya lebih
akurat dan sulit dibantah.
 Banyak objek yang hanya bersedia diambil datanya hanya dengan observasi,
misalnya terlalu sibuk dan kurang waktu untuk diwawancarai atau menisci
kuisioner.
 Kejadian yang serempak dapat diamati dan dan dicatat serempak pula dengan
memperbanyak observer.
 banyak kejadian yang dipandang kecil yang tidak dapat ditangkap oleh alat
pengumpul data yang lain, yang ternyata sangat menentukan hasil penelitian.
Kelemahan metode ini adalah :
 Observasi tergantung pada kemampuan pengamatan dan mengingat.
Kelemahan-kelemahan observer dalam pencatatan.
 Banyak kejadian dan keadaan objek yang sulit diobservasi, terutama yang
menyangkut kehidupan peribadi yang sangat rahasia.
 Oberservasi sering menjumpai observee yang bertingkah laku baik dan
menyenangkan karena tahu bahwa ia sedang diobservasi.
 Banyak gejala yang hanya dapat diamati dalam kondisi lingkungan tertentu,
sehingga dapat terjadi gangguan yang menyebabkan observasi tidak dapat
dilakukan.
1) Catatan Anekdot (Anecdotal Record )
Alat untuk mencatat gejala-gejala khusus atau luar biasa menurut urutan kejadian,
catatan dibuat segera setelah peristiwa terjadi. Pencatatan ini dilakukan terhadap
bagaimana kejadiannya, bukan pendapat pencatat tentang kejadian tersebut.
Keuntungan :
 Catatan ini menggambarkan perilaku individu, biasanya dalam berbagai situasi
yang berbeda, sehingga dapat menyumbangkan pemahaman yang lebih besar
tentang kepribadian individu tersebut.
 Catatan tentang perilaku yang jelas akan menghasilkan pemahaman yang lebih
tepat mengenai subyek, daripada generalisasi yang tidak jelas, terlalu luas, dan
tidak dilengkapi bukti kuat.
 Catatan ini mendorong guru untuk tertarik dan mendapatkan informasi tentang
individu.
Catatan ini melengkapi data kuantitatif dan memperkaya penafsiran perilaku.
Kelemahan :
 Catatan ini dapat berguna hanya jika penggambaran pengamatannya akurat dan
komprehensif.
 Catatan ini bisa menciptakan masalah serius bagi personel sekolah berkaitan
dengan undang-undang yaitu (Undang-Undang dan Privasi Pendidikan Keluarga
1974) yang diciptakan untuk melindungi hak privasi siswa. Pencatatan data
tentang orang tua atau anak dapat berdampak sangat berbahaya.
 Beberapa kejadian yang dialami subyek sehari-hari cenderung menjadi bahan
observasi dan dicatat. Kejadian ini menimbulkan kesan tentang subyek itu diluar
proporsi kepentingannya.
 Pencatatan dan penggambaran perilaku yang tidak representative mungkin
akan mempengaruhi perilaku individu yang lain.
 Catatan anecdotal banyak memakan waktu dalam penulisan dan
pemrosesannya. Hal ini jelas menambah beban konselor, guru, dan petugas
sekolah.
2) Catatan Berkala (Incidental Record)
Pencatatan berkala walaupun dilakukan berurutan menurut waktu munculnya
suatu gejala tetapi tidak dilakukan terus menerus, melainkan pada waktu tertentu
dan terbatas pula pada jangka waktu yang telah ditetapkan untuk tiap-tiap kali
pengamatan.
3) Daftar Chek (Check List )
Penataan data dilakukan dengan menggunakan sebuah daftar yang memuat nama
observer dan jenis gejala yang diamati.
4) Skala Penilaian (Rating Scale)
Pencatatan data dengan alat ini dilakukan seperti chek list. Perbedaannya terletak
pada kategorisasi gejala yang dicatat. Dalam rating scale tidak hanya terdapat
nama objek yang diobservasi dan gejala yang akan diselidiki akan tetapi
tercantum kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan atau jenjang setiap gejal
tersebut.
Keuntungan :
Kelebihan skala pengukuran adalah karena merupakan alat perhitungan observasi
dan merupakan alat yang bagi pengamat dapat digunakan untuk menilai individu
yang sama, dengan demikian akan memperbesar reliabilitas penilaian. Penilaian
yang sama dari beberapa penilai, asalkan mereka memiliki pengetahuan yang
sama tentang individu yang sedang dinilai, biasanya hasilnya lebih baik daripada
penilaian yang hanya dilakukan satu orang.
Kelemahan:
Kesalahan bias personal, efek halo, kecenderungan sentral, dan kesalahan logis.
Karena skala penilaian telah digunakan secara luas selama bertahun-tahun,
kekurangan itu cukup dikenal oleh mereka yang merancang dan
menggunakannya. Namun, jenis-jenis kesalahan itu bisa saja terjadi dengan
berbagai bentuk berdasarkan observasi yang dilakukan.
5) Peralatan Mekanis (Mechanical Device)
Pencatatan dengan alat ini tidak dilakukan pada saat observasi berlangsung,
karena sebagian atau seluruh peristiwa direkan dengan alat elektronik sesuai
dengan keperluan.
b. Angket Tertulis
Alat ini memuat sejumlah item atau pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa
secara tertulis juga. Dengan mengisi angket ini siswa memberikan keterangan
tentang sejumlah hal yang relevan bagi keperluan bimbingan, seperti keterangan
tentang keluarga, kesehatan jasmani, riwayat pendidikan, pengalaman belajar
sekolah dan dirumah, pergaulan social, rencana pendidikan lanjutan, kegiatan
diluar sekolah, hobi dan mungkin kesukaran yang mungkin dihadapi.
Keunggulannya adalah:
 Dalam waktu singkat diperoleh banyak keterangan.
 Pengisiannya dapat dilakukan dikelas, siswa dapat menjawab sesuai dengan
keadaannya tanpa dipengaruhi oleh orang lain.
Kelemahannya adalah:
 Siswa tidak dapat memberikan keterangan lebih lanjut karena jawaban terbatas
pada hal-hal yang ditanyakan.
 Siswa dapat menjawab tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya jika dia
menghendaki demikian.
 Jawaban hanya mengungkap keadaan siswa pada saat angket diisi.
c. Wawancara Informasi
Wawancara informasi merupakan salah satu metode pengumpulan data untuk
memperoleh data dan informasi dari siswa secara lisan. Proses wawancara
dilakukan dengan cara tatap muka secara langsung dengan siswa. Selama proses
wawancara petugas bimbingan mengajukan pertanyaan, meminta penjelasan dan
jawaban dari pertanyaan yang diberikan dan membuat catatan mengenai hal-hal
yang diungkapkan kepadanya.
Keunggulan :
 Diperoleh informasi dalam suasana komunikasi secara langsung, yang
memungkinkan siswa selain memberikan data factual seperti yang ditulis dalan
angket, juga mengungkapkan sikap, pikiran, harapan, dan perasaan.
 Rumusan pertanyaan dapat disesuaikan dengan daya tangkap siswa.
Dapat ditanyakan hal-hal yang bersifat sensitive, seperti suasana keluarga, corak
pergaulan dengan saudara kandung dan teman sebaya, penggunaan bahan
narkotika, pengalaman seksual, dsb.
 Interview penting untuk memperoleh informasi, tidak hanya merngenai item-
item yang factual seperti yang biasa tercakup pada kuesioner pengumpul data-
siswa, namun juga mengenai sikap, ambisi dan hal afektif lain yang menyusun
studi kasus ini.
 Fact-Finding interview dapat digunakan karena data sebelumnya tidak jelas
atau karena perasaan yang mendasari perlu ditemukan dan dipahami.
Kelemahannya adalah :
 Memakan banyak waktu bagi petugas bimbingan.
 Siswa berprasangka terhadap petugas bimbingan dan memberikan informasi
yang tidak sesuai dengan kenyataan.
 Petugas bimbingan mendengarkan terlalu selektif atau bertanya-tanya dengan
cara yang sugestif.
 pembuatan catatan memberikan kesan kepada siswa bahwa dia sedang
berhadapan dengan petugas kepolisian.
 Interview mungkin mengubah informasi mengenai interview mereka sendiri,
reaksi mereka, dan pengalaman mereka. Interview dapat menjadikan sumber
kesalahan. Mereka dapat mencatat informasi karena “pendengaran yang selektif”.
Mungkin mereka hanya gagal mendengarkan pernyataan interviewee yang
bertentangan dengan opini,reaksi, sikap atau ide tentang situasi mereka sendiri.
d. Otobiografi
Otobiografi merupakan karangan yang dibuat oleh siswa mengenai riwayat
hidupnya sampai pada saat sekarang. Riwayat hidup itu dapat mencakup
keseluruhan hidupnya dimasa lamoau atau hanya beberapa aspek kehidupannya
saja.
Keunggulan :
 Disamping menceritakan kejadian-kejadian dimasa lalu terungkap pula pikiran
dan perasaan subjektif tentang kejadian tersebut.
 Menolong Konselor memahami kehidupan batin siswa dan membantu siswa
menyadari garis besar riwayat perkembangannya sampai sekarang.
 Berunsur subjektifitas sehingga siswa menggambarkan duniaini, dilihat dari
sudut pandang sendiri (internal frame of reference).
Kelemahan :
 Unsur sujektifitas juga menimbulkan kesulitan bagi interpretasi, karena siswa
cenderung melebihkan-lebihkan kebaikan atau kelemahan sendiri dan menilai
peranan orang lain secara berat sebelah.
 Memerlukan waktu yang lama,
e. Sosiometri
Sosiometri merupakan suatu metode untuk memperoleh data tentang jaringan
social dalam suatu kelompok, yang berukuran kecil antara 10-50 orang, data
diambil berdasarkan preferensi pribadi antara anggota kelompok.
Keunggulan :
Mungkin kelebihan terbesar teknik sosiometri adalah teknik ini memberikan
informasi obyektif mengenai fungsi-fungsi individu dalam kelompoknya, dimana
informasi ini tidak dapat diperoleh dari sumber yang lain.
Kelemahan :
 Perlu diketahui bahwa tes sosiometri, tidak memberikan jawaban yang pasti.
Tes ini hanya bisa memberikan indikasi struktur social atau petunjuk bagi peneliti
tentang individu pada periode tertentu.
 Seluruh teori sosiometri atau postulatnya belum dites dan dikembangkan
sampai pada tingkat yang tak tersangkal kebenarannya.
 Siswa cenderung memilih bukan atas dasar pertimbangan dengan siapa dia
akan paling berhasil dalam melakukan kegiatan (sosiogroup) melainkan atas dasar
simpati dan antipati (psychogroup
Diposkan oleh hana di 19.36 Tidak ada komentar:
DESAIN PENELITIAN
PERTEMUAN 6
DESAIN PENELITIAN

Dalam melakukan penelitian salah satu hal yang penting ialah membuat desain
penelitian. Desain penelitian bagaikan sebuah peta jalan bagi peneliti yang
menuntun serta menentukan arah berlangsungnya proses penelitian secara benar
dan tepat sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Tanpa desain yang benar
seorang peneliti tidak akan dapat melakukan penelitian dengan baik karena yang
bersangkutan tidak mempunyai pedoman arah yang jelas.
Agar tercapai pembuatan desain yang benar, maka peneliti perlu menghindari
sumber potensial kesalahan dalam proses penelitian secara keseluruhan.
Kesalahan-kesalahan tersebut ialah:
1. Kesalahan Dalam Perencanaan
Kesalahan dalam perencanaan dapat terjadi saat peneliti membuat kesalahan
dalam menyusun desain yang akan digunakan untuk mengumpulkan informasi.
Kesalahan ini dapat terjadi pula bila peneliti salah dalam merumuskan masalah.
Kesalahan dalam merumuskan masalah akan menghasilkan infromasi yang tidak
dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang sedang diteliti. Cara
mengatasi kesalahan ini ialah mengembangkan proposal yang baik dan benar yang
secara jelas menspesifikasikan metode dan nilai tambah penelitian yang akan
dijalankan.
2. Kesalahan Dalam Pengumpulan Data
Kesalahan dalam pengumpulan data terjadi pada saat peneliti melakukan
kesalahan dalam proses pengumpulan data di lapangan. Kesalahan ini dapat
memperbesar tingkat kesalahan yang sudah terjadi dikarenakan perencanaan yang
tidak matang. Untuk menghindari hal tersebut data yang dikoleksi harus
merupakan represntasi dari populasi yang sedang diteliti dan metode
pengumpulan datanya harus dapat menghasilkan data yang akurat. Cara mengatasi
kesalahan ini ialah kehati-hatian dan ketepatan dalam menjalankan desain
penelitian yang sudah dirancang dalam proposal.
3. Kesalahan Dalam Melakukan Analisa
Kesalahan dalam melakukan analisa dapat terjadi pada saat peneliti salah dalam
memilih cara menganalisa data. Selanjutnya, kesalahan ini disebabkan pula
adanya kesalahan dalam memilih teknik analisa yang sesuai dengan masalah dan
data yang tersedia. Cara mengatasi masalah ini ialah buatlah justifikasi prosedur
analisa yang digunakan untuk menyimpulkan dan memanipulasi data.
4. Kesalahan Dalam Pelaporan
Kesalahan dalam pelaporan terjadi jika peneliti membuat kesalahan dalam
menginterprestasikan hasil-hasil penelitian. Kesalahan seperti ini terjadi pada saat
memberikan makna hubungan-hubungan dan angka-angka yang diidentifikasi dari
tahap analisa data. Cara mengatasi kesalahan ini ialah hasil analisa data diperiksa
oleh orang-orang yang benar-benar ahli dan menguasai masalah hasil penelitian
tersebut.
Desain artinya rencana, tetapi apabila dikaji lebih lanjut kata itu dapat berarti pula
pola, potongan, bentuk, model, tujuan dna maksud (Echols dan Hassan Shadily,
1976:177), Desain Penelitian menurut William M.K. Trochim (2006) “Research
design can be thought of as the structure of research -- it is the "glue" that holds
all of the elements in a research project together.” Sedangkan Lincoln dan Guba
(1985:226) mendefinisikan rancangan penelitian sebagi usaha merencanakan
kemungkinan-kemungkinan tertentu secara luas tanpa menunjukkan secara pasti
apa yang akan dikerjakan dalam hubungan dengan unsur masing-masing.
Desain penelitian menurut Mc Millan dalam Ibnu Hadjar (1999:102) adalah
rencana dan struktur penyelidikan yang digunakan untuk memperoleh bukti-bukti
empiris dalam menjawab pertanyaan penelitian.
Desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan
pelaksanaan penelitian.
1) Desain dalam merencanakan penelitian
Desain dalam perencanaan penelitian bertujuan untuk melaksanakan penelitian,
sehingga dapat diperoleh suatu logika, baik dalam pengujian hipotesa maupun
dalam membuat kesimpulan. Desain rencana penelitian yang baik akan dapat
menterjemahkan model-model ilmiah ke dalam operasional penelitian secara
praktis
2) Desain pelaksanaan penelitian
Meliputi proses membuat percobaan ataupun pengamatan serta memilih
pengukuran-pengukuran variabel, memilih prosedur dan teknik sampling, alat-alat
untuk mengumpulkan data kemudian membuat coding, editing dan memproses
data yang dikumpulkan, termasuk juga proses analisa data serta membuat laporan.

a) Desain sampel
Desain sampel yang akan digunakan dalam operasional penelitian amat tergantung
dari pandangan efisiensi, yaitu :
 Mendefinisikan populasi
 Menentukan besarnya sampel
 Menentukan sampel yang representatif
b) Desain alat ( Instrumen )
Yang dimaksud dengan alam disini adalah alat untuk mengumpulkan data. Desain
terhadap alat untuk mengumpulkan data sangat menentukan dalam pengujian
hipotesa. Alat yang digunakan dapat sangat berstruktur (check list dari kuesioner),
kurang berstruktur (interview guide), ataupun suatu outline biasa di dalam
mencatat pengamatan langsung.
c) Desain analisa
Dalam desain analisa, maka diperlukan alat-alat yang digunakan untuk membantu
analisa. Penggunaan statistik yang tepat yang sesuai dengan keperluan analisa
harus dipilih sebaik-baiknya.
Dalam penelitian eksperimental, desain penelitian disebut desain eksperimental.
Desain eksperimen dirancang sedemikian rupa guna meningkatkan validitas
internal maupun eksternal.
Suharsimi Arikunto (1998:85-88) mengkategorikan desain eksperimen murni
menjadi 8 yaitu control group pre-test post test, random terhadap subjek, pasangan
terhadap subjek, random pre test post test , random terhadap subjek dengan pre
test kelompok kontrol post test kelompok eksperimen, tiga kelompok eksperimen
dan kontrol, empat kelompok dengan 3 kelompok kontrol, dan desain waktu.
Sutrisno Hadi (1982:441) mengkategorikan desain eksperimen menjadi enam
yaitu simple randomaized, treatment by levels desaigns, treatments by subjects
desaigns, random replications desaigns, factorial designs, dan groups within
treatment designs. Sedangkan Ibnu Hadjar (1999:327) membedakan desain
penelitian eksperimen murni menjadi dua yaitu pre test post test kelompok kontrol
dan post tes kelompok kontrol.
Dalam penelitian eksperimen murni, desain penelitian yang populer digunakan
adalah sebagai berikut:
a) Control Group Post test only design atau post tes kelompok control
Desain ini subjek ditempatkan secara random kedalam kelompok-kelompok dan
diekspose sebagai variabel independen diberi post test. Nilai-nilai post test
kemudian dibandingkan untuk menentukan keefektifan tretment.
Desain ini cocok untuk digunakan bila pre test tidak mungkin dilaksanakan atau
pre tes mempunyai kemungkinan untuk berpengaruh pada perlakuan eksperimen.
Desain ini akan lebih cocok dalam eksperimen yang berkaitan dengan
pembentukan sikap karena dalam eksperimen demikian akan berpengaruh pada
perlakuan.
b) Pre test post test control group design atau pre tes post tes kelompok control
Desain ini melibatkan dua kelompok subjek, satu diberi perlakuan eksperimental
(kelompok eksperimen) dan yang lain tidak diberi apa-apa (kelompok kontrol).
Berdasarkan desain penelitian yang disusun, penelitian kualitatif dapat dibedakan
menjadi dua macam yaitu :
1) Desain penelitian kualitatif non standar
Desain penelitian dalam paradigma positivistik kuantitatif bersifat terstandar,
artinya ada aturan yang sama yang harus dipenuhi oleh peneliti untuk mengadakan
penelitian dalam bidang apapun juga. Pelaksanaan penelitian dimulai dari adanya
masalah, membatasi obyek penelitian, mencari teori dan hasil penelitian yang
relevan, mendesain metode penelitian, mengumpulkan data, menganalisis data,
membuat kesimpulan, ada yang menambah dengan implikasi, saran dan atau
rekomendasi. Sebelum data diolah, perlu diuji terlebih dulu validitas dan
reliabilitasnya, baik dari segi konstrak teori, isi maupun empiriknya. Sistematika
penulisan sudah terstandar, yaitu:
 Bab I. Pendahuluan (latar belakang masalah, identifikasi masalah,
rumusan/batasan masalah, dst.).
 Bab II. Kajian teori atau kajian pustaka (kajian teori yang sesuai dengan
masalah yang diteliti, hasil penelitian yang relevan, kerangka pikir,
hipotesis/pertanyaan penelitian).
 Bab III. Metode penelitian (Desain, tempat dan waktu penelitian, populasi dan
sampel, variabel penelitian, instrumen dan teknik analisis data).
 Bab IV. Hasil penelitian.
 Bab V. Kesimpulan (ada yang menambah, implikasi, keterbatasan penelitian
dan saran).Desain penelitian kualitatif non standar sebetulnya menggunakan
standar seperti kuantitatif tetapi bersifat flesibel (tidak kaku).
Dengan kata lain model ini merupakan modifikasi dari model penelitian
paradigma positivistik kuantitatif dengan menyederhanakan sistematika ataupun
menyatukan bebarapa bagian dalam bab yang sama, misalnya memasukkan
metode penelitian dalam bab I .
Desain penelitian kualitatif non standar ini digunakan untuk penelitian kualitatif
dalam paradigma positivistik dan penelitian kualitatif dalam paradigma bahasa.
2) Desain penelitian kualitatif tentative
Model ini sama sekali berbeda dari model-model di atas. Desain penelitian
terstandar dan non standar disusun sebelum peneliti terjun ke lapangan dan
dijadikan sebagai acuan dalam mengadakan penelitian, sedangkan desain
penelitian tentatif disusun sebelum ke lapangan juga tetapi setelah peneliti
memasuki lapangan penelitian, desain penelitian dapat berubah-ubah untuk
menyesuaikan dengan kondisi realitas lapangan yang dihadapi. Acuan
pelaksanaan penelitian tidak sepenuhnya tergantung pada desain yang telah
disusun sebelumnya, tetapi lebih memperhatikan kondisi realitas yang dihadapi.
Dalam desain penelitian terstandar maupun non standar dapat dibakukan dengan
istilah-istilah: masalah, kerangka teori, metode penelitian, analisis dan kesimpulan
dan lainnya. Model tentatif menggunakan dasar sistematika yang berbeda.
Sistematika model ini unit-unitnya atau bab-babnya disesuaikan dengan
sistematika substantif obyeknya.
Secara garis besar ada dua macam tipe desain, yaitu: Desain Ex Post Facto dan
Desain Eskperimental. Faktor-faktor yang membedakan kedua desain ini ialah
pada desain pertama tidak terjadi manipulasi varaibel bebas sedang pada desain
yang kedua terdapat adanya manipulasi variable bebas. Tujuan utama penggunaan
desain yang pertama ialah bersifat eksplorasi dan deskriptif; sedang desain kedua
bersifat eksplanatori (sebab akibat). Jika dilihat dari sisi tingkat pemahaman
permasalahan yang diteliti, maka desain ex post facto menghasilkan tingkat
pemahaman persoalan yang dikaji pada tataran permukaan sedang desain
eksperimental dapat menghasilkan tingkat pemahaman yang lebih mendalam.
Kedua desain utama tersebut mempunyai sub-sub desain yang lebih khusus. Yang
termasuk dalam kategori pertama ialah studi lapangan dan survei. Sedang yang
termasuk dalam kategori kedua ialah percobaan di lapangan (field experiment)
dan percobaan di laboratorium (laboratory experiment)
1. Sub Desain Ex post Facto
a. Studi Lapangan
Studi lapangan merupakan desain penelitian yang mengkombinasikan antara
pencarian literature (Literature Study), survei berdasarkan pengalaman dan / atau
studi kasus dimana peneliti berusaha mengidentifikasi variable-variabel penting
dan hubungan antar variable tersebut dalam suatu situasi permasalahan tertentu.
Studi lapangan umumnya digunakan sebagai sarana penelitian lebih lanjut dan
mendalam.
b. Survei
Desain survei tergantung pada penggunaan jenis kuesioner. Survei memerlukan
populasi yang besar jika peneliti menginginkan hasilnya mencerminkan kondisi
nyata. Semakin samplenya besar, survei semakin memberikan hasil yang lebih
akurat. Dengan survei seorang peneliti dapat mengukap masalah yang banyak,
meski hanya sebatas dipermukaan. Sekalipun demikian, survei bermanfaat jika
peneliti menginginkan informasi yang banyak dan beraneka ragam. Metode survei
sangat popular karena banyak digunakan dalam penelitian bisnis. Keunggulan
survei yang lain ialah mudah melaksanakan dan dapat dilakukan secara cepat.
2. Sub Desain Desain Eksperimental
a. Eksperimen Lapangan
Desain eksperimen lapangan merupakan penelitian yang dilakukan dengan
menggunakan latar yang realistic dimana peneliti melakukan campur tangan dan
melakukan manipulasi terhadap variabel bebas.
b. Eksperimen Laboratorium
Desain eksperimen laboratorium menggunakan latar tiruan dalam melakukan
penelitiannya. Dengan menggunakan desain ini, peneliti melakukan campur
tangan dan manipulasi variable-variabel bebas serta memungkinkan penliti
melakukan kontrol terhadap aspek-aspek kesalahan utama.
c. Desain Spesifik Ex Post Facto dan Eksperimental
Sebelum membicarakan desain spesifik Ex Post facto dan eksperimental, system
notasi yang digunakan perlu diketahui terlebih dahulu. Sistem notasi tersebut
adalah sebagai berikut:
X : Digunakan untuk mewakili pemaparan (exposure) suatu kelompok yang diuji
terhadap suatu perlakuan eksperimental pada variable bebas yang kemudian efek
pada variable tergantungnya akan diukur.
O : Menunjukkan adanya suatu pengukuran atau observasi terhadap variable
tergantung yang sedang diteliti pada individu, kelompok atau obyek tertentu.
R : Menunjukkan bahwa individu atau kelompok telah dipilih dan ditentukan
secara random untuk tujuan-tujuan studi.
Diposkan oleh hana di 19.34 Tidak ada komentar:
PENARIKAN SAMPEL
PERTEMUAN 5
PENARIKAN SAMPEL

Dalam penelitian kuantitatif, populasi dan sampel penelitian sangat diperlukan.


Populasi adalah wilayah generasli yang terdiri atas objek atau subjek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditentukan oleh penbeliti
untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Sedangkan sampel adalah sebagaian
dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Makin besar
jumlah sampel mendekati populasi, maka peluang kesalahan generalisasi semakin
kecil, dan begitu juga sebaliknya.
Dalam menetapkan besar kecilnya sampel, tidaklah ada suatu ketetapan yang
mutlak, artinya tidak ada ketentuan berapa persen suatu sampel harus diambil.
Suatu hal yang perlu diperhatikan adalah keadaan homogenitas dan heterogenitas
populasi. Jika keadaan populasi homogen, jumlah sampel hampir-hampir tidak
menjadi persoalan, sebaliknya jika keadaan populasi heterogen, maka
pertimbangan pengambilan sampel harus memperhatikan dua hal, yaitu (1) harus
diseleidiki kategori-kategori heterogenitas dan (2) besarnya populasi.
Langkah-langkah dalam penarikan sampel adalah penetapan ciri-ciri populasi
yang menjadi sasaran dan akan diwakili oleh sampel di dalam penyelidikan.
Penarikan sampel dari penelitian tidak lain memiliki tujuan untuk memperoleh
informasi mengenai populasi tersebut. Oleh karena itu, penarikan sampel sangat
diperlukan dalam penelitian.
Terdapat beberapa jenis desain sampling dalam penelitian. Jenis pertama desain
sampling adalah probality sampling. Jenis sampling ini ada beberapa, yaitu (1)
acak sederhana (sampling random sampling), yaitu acak jenis ini adalah acak yang
paling dikenal oleh banyak orang dalam pencarian sampel, (2)rancangan acak
berstrata (stratified random sampling) yaitu apabila populasi terdiri dari sejumlah
sub-kelompok atau lapisan yang mungjin memiliki ciri yang berbeda acapkali
diperlukan suatu bentuk penarikan sampel yang disebut penarikan berlapis, (3)
rancangan klaster (claster sampling), yaitu mendaftar semua anggota populasi
sasaran dan kemudian memilih sampel diantaranya, dan (4) rancangan sistematis
(systematic sampling), yaitu penarikan sampel dengan cara mengambil setiap
kasus yang kesekian dari daftar populasi.

Teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel. Untuk


menentukan sampel yang digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai teknik
sampling yang digunakan. Penarikan sampel membutuhkan perhatian pada
seluruh tahapan kegiatan; pelaksanaan yang buruk pada tahap tertentu dapat
menyebabkan gagalnya suatu survey walaupun pekerjaan lainnya dilakukan
dengan baik.
Tujuan dari penerikan sampel adalah untuk membuat penarikan sampel lebih
efesien. Teori penarikan sampel mencoba untuk mengembangkan metide
pemilihan sampel dan metode perkiraan, pada biaya yang sekecil mungkin, dan
perkiraan yang cukup teliti untuk tujuan tertentu. Prinsip ketelitian tertentu pada
biaya yang minimum akan dibahas dalam penyajian teorinya.
Teknik sampling pada dasarnya dapat dikelompkkan menjadi dua yaitu
probability sampling dan Non probability sampling, antara lain sebagai berikut:
1. Probability Sampling
a. Probability sampling adalah teknik sampling yang memberikan peluang yang
sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel.
Teknik ini meliputi:
Simple Random Sampling. Dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan
sampel anggota populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang
ada dalam populasi itu. Cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap
homogen.
b. Proportionate Stratified Random Sampling.
Teknik ini digunakan bila populasi mempunyai anggota/unsur yang tidak
homogen atau berstrata secara proporsional. Suatu organisasi yang mempunyai
pegawai dengan latar belakang pendidikan yang berbeda, maka populasi pegawai
itu berstrata.
c. Disproportionate Stratified Random Sampling.
Teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel, bila populasi berstrata
tetapi kurang proporsional. Misalnya pegawai dari PT tertentu mempunyai; 3
orang lulusan S3, 4 orang lulusan S2, 90 orang lulusan S1, 800 orang lulusan
SMA, 700 orang lulusan SMP, maka 3 orang lulusan S3 dan 4 orang lulusan S2
itu diambil semuanya sebagai sampel. Karena dua kelompok ini terlalu kecil
dibandingkan dengan kelompok S1, SMA, SMP.
d. Cluster Sampling (Area Sampling).
Teknik sampling daerah digunakan untuk menentukan sampel bila objek yang
akan diteliti atau sumber data sangat luas, misal penduduk dari suatu negara,
propinsi atau kabupaten. Untuk menentukan penduduk mana yang akan dijadikan
sumber data, maka pengambilan sampelnya berdasarkan daerah populasi yang
telah ditetapkan.
Misalnya di Indonesia terdapat 33 propinsi, dan sampelnya akan menggunakan 10
propinsi, maka pengambilan 10 propinsi dilakukan secara random. Tetapi perlu
diingat, karena propinsi-propinsi di Indonesia itu berstrata maka pengambilan
sampelnya perlu menggunakan stratified random sampling. Teknik sampling
daerah ini sering digunakan melalui dua tahap, yaitu tahap pertama menentukan
sampel daerah, dan tahap kedua menentukan orang-orang yang ada pada daerah
itu secara sampling juga (individu).
2. Nonprobability Sampling
Nonprobability sampling adalah teknik yang tidak memberi peluang/kesempatan
sama bagi setiap unsur/anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik
sampling ini meliputi:
a) Sampling Sistematis.
Sampling sistematis adalah teknik penentuan sampel berdasarkan urutan dari
anggota populasi yang telah diberi nomor urut. Misalnya anggota populasi yang
anggota populasi yang terdiri dari 100 orang. Dari semua anggota itu diberi nomor
urut, yaitu nomor 1 sampai dengan nomor 100. pengambilan sampel dapat
dilakukan dengan nomor ganjil saja, genap saja atau kelipatan dari bilangan
tertentu.
b) Sampling Kuota.
Sampling kuota adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang
mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan.
c) Sampling Aksidental.
Sampling aksidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu
siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai
sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber
data.
d) Sampling Purposive.
Sampling puposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu. Misalnya akan melakukan penelitian tentang disiplin pegawai, maka
sampel yang dipilih adalah orang yang ahli dalam bidang kepegawaian saja.
e) Samplimg jenuh.
Sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi
digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif
kecil, kurang dari 30 orang. Istilah lain sampel ini adalah sensus, dimana semua
anggota populasi dijadikan sampel.
f) Snowball Sampling.
Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya
kecil, kemudian sampel ini disuruh memilih teman-temannya untuk dijadikan
sampel. Begitu seterusnya, sehingga jumlah sampel semakin banyak. Ibarat bola
salju yang menggelinding, makin lama semakin besar.
Ada 5 cara pengambilan sampel yang termasuk secara random, yaitu sebagai
berikut:
1) Sampel Random Sederhana (Simple Random Sampling).
Proses pengambilan sampel dilakukan dengan memberi kesempatan yang sama
pada setiap anggota populasi untuk menjadi anggota sampel. Jadi disini proses
memilih sejumlah sampel n dari populasi N yang dilakukan secara random. Ada 2
cara yang dikenal yaitu menggunakan Cointoss atau Random Numbers. Bila
jumlah populasi sedikit, bisa dilakukan dengan cara mengundi "Cointoss". Tetapi
bila populasinya besar, perlu digunakan label "Random Numbers" yang
prosedurnya adalah sebagai berikut:
 Misalnya populasi berjumlah 300 (N=300).
 Tentukan nomor setiap unit populasi (dari 1 s/d 300 = 3 digit/kolom).
 Tentukan besar sampel yang akan diambil. (Misalnya 75 atau 25 %)
 Tentukan skema penggunaan label random numbers. (misalnya dimulai dari 3
kolom pertama dan baris pertama) dengan menggunakan tabel random numbers,
tentukan unit mana yang terpilih, sebesar sampel yang dibutuhkan, yaitu dengan
mengurutkan angka-angka dalam 3 kolom pertama, dari atas ke bawah, setiap
nomor ≤ 300, merupakan nomor sampel yang diambil (100, 175, 243, 101), bila
ada nomor ≥ 300, tidak diambil sebagai sampel (N = 300). Jika pada lembar
pertama jumlah sampel belum mencukupi, lanjutkan kelembaran berikutnya, dan
seterusnya. Jika ada nomor yang serupa dijumpai, di ambil hanya satu, karena
setiap orang hanya mempunyai 1 nomor identifikasi.

Keuntungan menggunakan cara penarikan sampel ini, bahwa Prosedur estimasi


mudah dan sederhana. Sedangkan Kerugianya akan Membutuhkan daftar seluruh
anggota populasi, Sampel mungkin tersebar pada daerah yang luas, sehingga
biaya transportasi besar.
2) Sampel Random Sistematik (Systematic Random Sampling)
Proses pengambilan sampel, setiap urutan ke .K" dari titik awal yang dipilih
secara random,
dimana: K = N (Jumlah anggota populasi)
n (jumlah anggota sampel)
Misalnya, setiap pasien yang ke tiga yang berobat ke suatu Rumah Sakit, diambil
sebagai sampel (pasien No. 3,6,9,15) dan seterusnya. Cara ini dipergunakan Bila
ada sedikit Stratifikasi Pada populasi.
Keuntungan Perencanaan dan penggunaanya mudah, Sampel tersebar di daerah
populasi. Sedangkan Kerugianya Membutuhkan daftar populasi.
3) Sampel Random Berstrata (Stratified Random Sampling)
Populasi dibagi strata-strata, (sub populasi), kemudian pengambilan sampel
dilakukan dalam setiap strata baik secara simple random sampling, maupun secara
systematic random sampling. Misalnya kita meneliti keadaan gizi anak sekolah
Taman Kanak-kanak di suatu kota (≥ 4-6 tahun). Karena kondisi Taman Kanak-
kanak di kota tersebut sangat berbeda (heterogen) maka buatlah kriteria yang
tertentu yang dapat mengelompokkan sekolah Taman Kanak-kanak ke dalam 3
kelompok (A = baik, B = sedang, C = kurang). Misalnya untuk Taman Kanak-
Kanak dengan kondisi A ada : 20 buah dari 100 Taman Kanak-Kanak yang ada di
kota tersebut, kondisi B = 50 buah C = 30 buah. Jika berdasarkan perhitungan
besar sampel, kita ingin mengambil sebanyak 25 buah (25%), maka ambilah 25%
dari masing-masing sub populasi tersebut di atas. Cara pengambilan sampel 5
Kelompok A, 12-13 Kelompok B, dan 7 . 8. Kelompok C adalah secara random
karena sub populasi sudah homogen.
Keuntungan dengan cara ini Taksiran mengenai karakteristik populasi lebih tepat,
namun Kerugianya Daftar populasi setiap strata diperlukan dan Jika daerah
geografisnya luas, biaya transportasi tinggi.

4) Sampel Random Berkelompok (Cluster Sampling)


Pengambilan sampel dilakukan terhadap sampling unit, dimana sampling unitnya
terdiri dari satu kelompok (cluster). Tiap item (individu) di dalam kelompok yang
terpilih akan diambil sebagai sampel. Cara ini dipakai : bila populasi dapat dibagi
dalam kelompok-kelompok dan setiap karakteristik yang dipelajari ada dalam
setiap kelompok. Misalnya ingin meneliti gambaran karakteristik (umur, suku,
pendidikan dan pekerjaan) orang tua mahasiswa sebuah perguruan tinggi.
Mahasiswa dibagi dalam 6 tingkat (I s/d VI). Pilih secara random salah satu
tingkat (misal tingkat II). Maka orang tua semua mahasiswa yang berada pada
tingkat II diambil sebagai sampel (Cluster).
Keuntungannya tidak memerlukan daftar populasi. Biaya transportasi kurang.
Kerugiannya Prosudur estimasinya relatif sulit.
5) Sampel Bertingkat (Multi Stage Sampling)
Proses pengambilan sampel dilakukan bertingkat, baik bertingkat dua maupun
lebih. Misalnya: provinsi kabupaten Kecamatan desa Lingkungan KK. Misalnya
kita ingin meneliti Berat badan dan Tinggi badan murid SMA. Sesuai kondisi dan
perhitungan, maka jumlah sampel yang akan diambil ± 2000.
Cara ini dipergunakan bila Populasinya cukup homogen, Jumlah populasi sangat
besar, Populasi menempati daerah yang sangat luas, Biaya penelitian kecil.
Keuntungan menggunakan cara ini Biaya transportasi relatif sedikit, namun
Kerugianya pada Prosedur estimasi yang sulit, Prosedur pengambilan sampel
memerlukan perencanaan yang lebih cermat
Diposkan oleh hana di 19.34 Tidak ada komentar:
HIPOTESIS PENELITIAN
PERTEMUAN 4
HIPOTESIS PENELITIAN

Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih
bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya. Hipotesis ilmiah
mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap masalah yang kan diteliti.
Hipotesis menjadi teruji apabila semua gejala yang timbul tidak bertentangan
dengan hipotesis tersebut. Dalam upaya pembuktian hipotesis, peneliti dapat saja
dengan sengaja menimbulkan/ menciptakan suatu gejala. Kesengajaan ini disebut
percobaan atau eksperimen. Hipotesis yang telah teruji kebenarannya disebut
teori.
Contoh:
Apabila terlihat awan hitam dan langit menjadi pekat, maka seseorang dapat saja
menyimpulkan (menduga-duga) berdasarkan pengalamannya bahwa (karena
langit mendung, maka...) sebentar lagi hujan akan turun. Apabila ternyata
beberapa saat kemudia hujan benar turun, maka dugaan terbukti benar. Secara
ilmiah, dugaan ini disebut hipotesis. Namun apabila ternyata tidak turun hujan,
maka hipotesisnya dinyatakan keliru.
Hipotesis berasal dari bahasa Yunani: hypo= di bawah;thesis = pendirian,
pendapat yang ditegakkan, kepastian. Artinya, hipotesa merupakan sebuah istilah
ilmiah yang digunakan dalam rangka kegiatan ilmiah yang mengikuti kaidah-
kaidah berfikir biasa, secara sadar, teliti, dan terarah. Dalam penggunaannya
sehari-hari hipotesa ini sering juga disebut dengan hipotesis, tidak ada perbedaan
makna di dalamnya. Ketika berfikir untuk sehari-hari, orang sering menyebut
hipotesis sebagai sebuah anggapan, perkiraan, dugaan, dan sebagainya. Hipotesis
juga berarti sebuah pernyataan atau proposisi yang mengatakan bahwa diantara
sejumlah fakta ada hubungan tertentu. Proposisi inilah yang akan membentuk
proses terbentuknya sebuah hipotesis di dalam penelitian, salah satu diantaranya
yaitu Penelitian sosial.
Terdapat tiga macam hipotesis
a. Hipotesis Deskriftif : dirumuskan untuk menentukan titik peluang, atau
dirumuskan untuk menjawab pertanyaan taksiran/estimatif. Tidak
membandingkan.
Contoh “Disiplin kerja pegawai Fak. Teknik UNTAG sangat tinggi” Yang
menjadi estimasi pada contoh ini adalah : sangat tinggi
b. Hipotesis Komparatif : memberi jawaban terhadap permasalahan yang bersifat
membedakan. Contoh “Ada perbedaan daya ikat antara Semen Tiga Roda dengan
Semen Padang”
c. Hipotesis Asosiatif : memberi jawaban pada permasalahan yang bersifat
hubungan.
Dalam hal ini menurut sifat hubungannya, ada tiga jenis hipotesis penelitian (Ha) :
1) Hipotesis hubungan simentris : Hubungan bersifat kebersamaan antara dua
variabel atau lebih, tapi tidak menunjukkan sebab akibat.
Contoh ”Ada hubungan antara banyaknya mengikuti perkuliahan dengan nilai
akhir mahasiswa”
2) Hipotesis hubungan sebab akibat (kausal) : menyatakan hubungan yang saling
mempengaruhi antara dua variabel atau lebih.
Contoh ”Disiplin pegawai yang tinggi berpengaruh positif terhadap produktifitas
kerja.”
3) Hipotesis hubungan interaktif : menyatakan hubungan antara dua variabel atau
lebih bersifat saling mempengaruhi.
Contoh ”Terdapat pengaruh timbal balik antar kenaikan pangkat dengan
tersedianya jabatan”
Selain dari itu ada juga yang berpendapat bahwa hipotesis di bedakan menjadi dua
macam, yaitu :
1. Hipotesis Nol (null hypotheses)
Hipotesis nol sering juga disebut hipotesis statistik, karena biasanya dipakai
dalam penelitian bersifat bersifat statistik, yaitu diuji dengan hitungan statistik.
2. Hipotesis kerja.
Hipotesis ini juga disebut dengan hipotesis alternatif yang disingkat dengan Ha.
Hipotesis kerja menyatakan hubungan antara variabel variabel X dan variabel Y,
atau adanya perbedaan antara dua kelompok.
Proses pembentukan hipotesis merupakan sebuah proses penalaran, yang melalui
tahap-tahap tertentu. Hal demikian juga terjadi dalam pembuatan hipotesis ilmiah,
yang dilakukan dengan sadar, teliti, dan terarah. Sehingga dapat dikatakan bahwa
sebuah Hipotesis merupakan satu tipe proposisi yang langsung dapat diuji.
Hipotesis merupakan elemen penting dalam penelitian ilmiah, khususnya
penelitian kuantitatif. Terdapat tiga alasan utama yang mendukung pandangan ini
diantaranya:
1. Hipotesis dapat dikatakan sebagai piranti kerja teori. Hipotesis ini dapat dilihat
dari teori yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan yang akan diteliti.
Misalnya, sebab dan akibat dari konflik dapat dijelaskan melalui teori mengenai
konflik.
2. Hipotesis dapat diuji dan ditunjukkan kemungkinan benar atau tidak benar atau
di falsifikasi.
3. Hipotesis adalah alat yang besar dayanya untuk memajukan pengetahuan
karena membuat ilmuwan dapat keluar dari dirinya sendiri. Artinya, hipotesis
disusun dan diuji untuk menunjukkan benar atau salahnya dengan cara terbebas
dari nilai dan pendapat peneliti yang menyusun dan mengujinya.
Walaupun hipotesis penting sebagai arah dan pedoman kerja dalam penelitian,
tidak semua penelitian mutlak harus memiliki hipotesis. Penggunaan hipotesis
dalam suatu penelitian didasarkan pada masalah atau tujuan penelitian. Dalam
masalah atau tujuan penelitian tampak apakah penelitian menggunakan hipotesis
atau tidak. Contohnya yaitu Penelitian eksplorasi yang tujuannya untuk menggali
dan mengumpulkan sebanyak mungkin data atau informasi tidak menggunakan
hipotesis. Hal ini sama dengan penelitian deskriptif, ada yang berpendapat tidak
menggunakan hipotesis sebab hanya membuat [[deskripsi atau mengukur secara
cermat tentang fenomena yang diteliti, tetapi ada juga yang menganggap
penelitian deskriptif dapat menggunakan hipotesis. Sedangkan, dalam penelitian
penjelasan yang bertujuan menjelaskan hubungan antar-variabel adalah keharusan
untuk menggunakan hipotesis.
Fungsi penting hipotesis di dalam penelitian, yaitu:
1. Untuk menguji teori,
2. Mendorong munculnya teori,
3. Menerangkan fenomena sosial,
4. Sebagai pedomanuntuk mengarahkan penelitian,
5. Memberikan kerangka untuk menyusun kesimpulan yang akan dihasilkan.
Satu hipotesis dapat diuji apabila hipotesis tersebut dirumuskan dengan benar.
Kegagalan merumuskan hipotesis akan mengaburkan hasil penelitian. Meskipun
hipotesis telah memenuhi syarat secara (proporsional), jika hipotesis tersebut
masih abstrak bukan saja membingungkan prosedur penelitian, melainkan juga
sukar diuji secara nyata.
Untuk dapat memformulasikan hipotesis yang baik dan benar, sedikitnya harus
memiliki beberapa ciri-ciri pokok, yakni:
1. Hipotesis diturunkan dari suatu teori yang disusun untuk menjelaskan masalah
dan dinyatakan dalam proposisi-proposisi. Oleh sebab itu, hipotesis merupakan
jawaban atau dugaan sementara atas masalah yang dirumuskan atau searah dengan
tujuan penelitian.
2. Hipotesis harus dinyatakan secara jelas, dalam istilah yang benar dan secara
operasional. Aturan untuk, menguji satu hipotesis secara empiris adalah harus
mendefinisikan secara operasional semua variabel dalam hipotesis dan diketahui
secara pasti variabel independen dan variabel dependen.
3. Hipotesis menyatakan variasi nilai sehingga dapat diukur secara empiris dan
memberikan gambaran mengenai fenomena yang diteliti. Untuk hipotesis
deskriptif berarti hipotesis secara jelas menyatakan kondisi, ukuran, atau distribusi
suatu variabel atau fenomenanya yang dinyatakan dalam nilai-nilai yang
mempunyai makna.
4. Hipotesis harus bebas nilai. Artinya nilai-nilai yang dimiliki peneliti dan
preferensi subyektivitas tidak memiliki tempat di dalam pendekatan ilmiah seperti
halnya dalam hipotesis.
5. Hipotesis harus dapat diuji. Untuk itu, instrumen harus ada (atau dapat
dikembangkan) yang akan menggambarkan ukuran yang valid dari variabel yang
diliputi. Kemudian, hipotesis dapat diuji dengan metode yang tersedia yang dapat
digunakan untuk mengujinya sebab peneliti dapat merumuskan hipotesis yang
bersih, bebas nilai, dan spesifik, serta menemukan bahwa tidak ada metode
penelitian untuk mengujinya. Oleh sebab itu, evaluasi hipotesis bergantung pada
eksistensi metode-metode untuk mengujinya, baik metode observasi,
pengumpulan data, analisis data, maupun generalisasi.
6. Hipotesis harus spesifik. Hipotesis harus bersifat spesifik yang menunjuk
kenyataan sebenarnya. Peneliti harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan
yang sebenarnya. Peneliti harus memiliki hubungan eksplisit yang diharapkan di
antara variabel dalam istilah arah (seperti, positif dan negatif). Satu hipotesis
menyatakan bahwa X berhubungan dengan Y adalah sangat umum. Hubungan
antara X dan Y dapat positif atau negatif. Selanjutnya, hubungan tidak bebas dari
waktu, ruang, atau unit analisis yang jelas. Jadi, hipotesis akan menekankan
hubungan yang diharapkan di antara variabel, sebagaimana kondisi di bawah
hubungan yang diharapkan untuk dijelaskan. Sehubungan dengan hal tersebut,
teori menjadi penting secara khusus dalam pembentukan hipotesis yang dapat
diteliti karena dalam teori dijelaskan arah hubungan antara variabel yang akan
dihipotesiskan.
7. Hipotesis harus menyatakan perbedaan atau hubungan antar-variabel. Satu
hipotesis yang memuaskan adalah salah satu hubungan yang diharapkan di antara
variabel dibuat secara eksplisit.
Tahap-tahap pembentukan hipotesa pada umumnya sebagai berikut:
1. Penentuan masalah
Dasar penalaran ilmiah ialah kekayaan pengetahuan ilmiah yang biasanya timbul
karena sesuatu keadaan atau peristiwa yang terlihat tidak atau tidak dapat
diterangkan berdasarkan hukum atau teori atau dalil-dalil ilmu yang sudah
diketahui. Dasar penalaran pun sebaiknya dikerjakan dengan sadar dengan
perumusan yang tepat. Dalam proses penalaran ilmiah tersebut, penentuan
masalah mendapat bentuk perumusan masalah.
Hipotesis pendahuluan atau hipotesis preliminer (preliminary hypothesis). Dugaan
atau anggapan sementara yang menjadi pangkal bertolak dari semua kegiatan. Ini
digunakan juga dalam penalaran ilmiah. Tanpa hipotesa preliminer, observasi
tidak akan terarah. Fakta yang terkumpul mungkin tidak akan dapat digunakan
untuk menyimpulkan suatu konklusi, karena tidak relevan dengan masalah yang
dihadapi. Karena tidak dirumuskan secara eksplisit, dalam penelitian, hipotesis
priliminer dianggap bukan hipotesis keseluruhan penelitian, namun merupakan
sebuah hipotesis yang hanya digunakan untuk melakukan uji coba sebelum
penelitian sebenarnya dilaksanakan.
2. Pengumpulan fakta
Dalam penalaran ilmiah, diantara jumlah fakta yang besarnya tak terbatas itu
hanya dipilih fakta-fakta yang relevan dengan hipotesa preliminer yang
perumusannya didasarkan pada ketelitian dan ketepatan memilih fakta.
3. Formulasi hipotesa
Pembentukan hipotesa dapat melalui ilham atau intuisi, dimana logika tidak dapat
berkata apa-apa tentang hal ini. Hipotesa diciptakan saat terdapat hubungan
tertentu diantara sejumlah fakta. Sebagai contoh sebuah anekdot yang jelas
menggambarkan sifat penemuan dari hipotesa, diceritakan bahwa sebuah apel
jatuh dari pohon ketika Newton tidur di bawahnya dan teringat olehnya bahwa
semua benda pasti jatuh dan seketika itu pula dilihat hipotesanya, yang dikenal
dengan hukum gravitasi.
4. Pengujian hipotesa
Artinya mencocokkan hipotesa dengan keadaan yang dapat diobservasidalam
istilah ilmiah hal ini disebut verifikasi(pembenaran). Apabila hipotesa terbukti
cocok dengan fakta maka disebut konfirmasi. Terjadi falsifikasi(penyalahan) jika
usaha menemukan fakta dalam pengujian hipotesa tidak sesuai dengan hipotesa,
dan bilamana usaha itu tidak berhasil, maka hipotesa tidak terbantah oleh fakta
yang dinamakan koroborasi(corroboration). Hipotesa yang sering mendapat
konfirmasi atau koroborasi dapat disebut teori.
5. Aplikasi/penerapan
Apabila hipotesa itu benar dan dapat diadakan menjadi ramalan (dalam istilah
ilmiah disebut prediksi), dan ramalan itu harus terbukti cocok dengan fakta.
Kemudian harus dapat diverifikasikan/koroborasikan dengan fakta.
Hipotesis ini merupakan suatu jenis proposisi yang dirumuskan sebagai jawaban
tentatif atas suatu masalah dan kemudian diuji secara empiris. Sebagai suatu jenis
proposisi, umumnya hipotesis menyatakan hubungan antara dua atau lebih
variabel yang di dalamnya pernyataan-pernyataan hubungan tersebut telah
diformulasikan dalam kerangka teoritis. Hipotesis ini, diturunkan, atau bersumber
dari teori dan tinjauan literatur yang berhubungan dengan masalah yang akan
diteliti.
Pernyataan hubungan antara variabel, sebagaimana dirumuskan dalam hipotesis,
merupakan hanya merupakan dugaan sementara atas suatu masalah yang
didasarkan pada hubungan yang telah dijelaskan dalam kerangka teori yang
digunakan untuk menjelaskan masalah penelitian. Sebab, teori yang tepat akan
menghasilkan hipotesis yang tepat untuk digunakan sebagai jawaban sementara
atas masalah yang diteliti atau dipelajari dalam penelitian. Dalam penelitian
kuantitatif peneliti menguji suatu teori. Untuk meguji teori tersebut, peneliti
menguji hipotesis yang diturunkan dari teori.
Agar teori yang digunakan sebagai dasar penyusunan hipotesis dapat diamati dan
diukur dalam kenyataan sebenarnya, teori tersebut harus dijabarkan ke dalam
bentuk yang nyata yang dapat diamati dan diukur. Cara yang umum digunakan
ialah melalui proses operasionalisasi, yaitu menurunkan tingkat keabstrakan suatu
teori menjadi tingkat yang lebih konkret yang menunjuk fenomena empiris atau
ke dalam bentuk proposisi yang dapat diamati atau dapat diukur. Proposisi yang
dapat diukur atau diamati adalah proposisi yang menyatakan hubungan antar-
variabel. Proposisi seperti inilah yang disebut sebagai hipotesis.
Jika teori merupakan pernyataan yang menunjukkan hubungan antar-konsep (pada
tingkat abstrak atau teoritis), hipotesis merupakan pernyataan yang menunjukkan
hubungan antar-variabel (dalam tingkat yang konkret atau empiris). Hipotesis
menghubungkan teori dengan realitas sehingga melalui hipotesis dimungkinkan
dilakukan pengujian atas teori dan bahkan membantu pelaksanaan pengumpulan
data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian. Oleh sebab itu,
hipotesis sering disebut sebagai pernyataan tentang teori dalam bentuk yang dapat
diuji (statement of theory in testable form), atau kadang-kadanag hipotesis
didefinisikan sebagai pernyataan tentatif tentang realitas (tentative statements
about reality).
Oleh karena teori berhubungan dengan hipotesis, merumuskan hipotesis akan sulit
jika tidak memiliki kerangka teori yang menjelaskan fenomena yang diteliti, tidak
mengembangkan proposisi yang tegas tentang masalah penelitian, atau tidak
memiliki kemampuan untuk menggunakan teori yang ada. Kemudian, karena
dasar penyusunan hipotesis yang reliabel dan dapat diuji adalah teori, tingkat
ketepatan hipotesis dalam menduga, menjelaskan, memprediksi suatu fenomena
atau peristiwa atau hubungan antara fenomena yang ditentukan oleh tingkat
ketepatan atau kebenaran teori yang digunakan dan yang disusun dalam kerangka
teoritis. Jadi, sumber hipotesis adalah teori sebagaimana disusun dalam kerangka
teoritis. Karena itu, baik-buruknya suatu hipotesis bergantung pada keadaan relatif
dari teori penelitian mengenai suatu fenomena sosial disebut hipotesis penelitian
atau hipotesis kerja. Dengan kata lain, meskipun lebih sering terjadi bahwa
penelitian berlangsung dari teori ke hipotesis (penelitian deduktif), kadang-kadang
sebaliknya yang terjadi.
Diposkan oleh hana di 19.33 Tidak ada komentar:
KONSEPTUALISASI MASALAH PENELITIAN
PERTEMUAN 3
KONSEPTUALISASI MASALAH PENELITIAN

A. Perumusan Masalah
Perumusan masalah atau research questions atau disebut juga sebagai research
problem, diartikan sebagai suatu rumusan yang mempertanyakan suatu fenomena,
baik dalam kedudukannya sebagai fenomena mandiri, maupun dalam
kedudukannya sebagai fenomena yang saling terkait di antara fenomena yang satu
dengan yang lainnya, baik sebagai penyebab maupun sebagai akibat.
Perumusan masalah penelitian dapat dibedakan dalam dua sifat, meliputi
perumusan masalah deskriptif, apabila tidak menghubungkan antar fenomena dan
perumusan masalah eksplanatoris, apabila rumusannya menunjukkan adanya
hubungan atau pengaruh antara dua atau lebih fenomena.
Perumusan masalah memiliki fungsi sebagai berikut yaitu:
1. Sebagai pendorong suatu kegiatan penelitian menjadi diadakan atau dengan
kata lain berfungsi sebagai penyebab kegiatan penelitian itu menjadi ada dan
dapat dilakukan.
2. Sebagai pedoman, penentu arah atau fokus dari suatu penelitian. Perumusan
masalah ini tidak berharga mati, akan tetapi dapat berkembang dan berubah
setelah peneliti sampai di lapangan.
3. Sebagai penentu jenis data macam apa yang perlu dan harus dikumpulkan oleh
peneliti, serta jenis data apa yang tidak perlu dan harus disisihkan oleh peneliti.
Keputusan memilih data mana yang perlu dan data mana yang tidak perlu dapat
dilakukan peneliti, karena melalui perumusan masalah peneliti menjadi tahu
mengenai data yang bagaimana yang relevan dan data yang bagaimana yang tidak
relevan bagi kegiatan penelitiannya.
4. Dengan adanya perumusan masalah penelitian, maka para peneliti menjadi
dapat dipermudah di dalam menentukan siapa yang akan menjadi populasi dan
sampel penelitian.
Ada tiga kriteria yang diharapkan dapat dipenuhi dalam perumusan masalah
penelitian yaitu:
1. Berwujud kalimat tanya atau yang bersifat kalimat interogatif, baik pertanyaan
yang memerlukan jawaban deskriptif, maupun pertanyaan yang memerlukan
jawaban eksplanatoris, yaitu yang menghubungkan dua atau lebih fenomena atau
gejala di dalam kehidupan manusaia.
2. Bermanfaat atau berhubungan dengan upaya pembentukan dan perkembangan
teori, dalam arti pemecahannya secara jelas, diharapkan akan dapat memberikan
sumbangan teoritik yang berarti, baik sebagai pencipta teori-teori baru maupun
sebagai pengembangan teori-teori yang sudah ada.
3. Hendaknya dirumuskan di dalam konteks kebijakan pragmatis yang sedang
aktual, sehingga pemecahannya menawarkan implikasi kebijakan yang relevan
pula, dan dapat diterapkan secara nyata bagi proses pemecahan masalah bagi
kehidupan manusia.
Merumuskan masalah merupakan pekerjaan yang sulit bagi setiap peneliti. Dalam
merumuskan masalah memerlukan pengetahuan yang luas dan terpadu mengenai
teori-teori dan hasil-hasil penelitian dari para ahli terdahulu dalam bidang-bidang
yang terkait dengan masalah yang akan diteliti. Sebelum merumuskan masalah,
maka kita harus membuat konseptualisasi. Konseptualisasi adalah proses
pembentukan konsep dengan bertitik tolak pada gejala-gejala pengamatan, proses
ini berjalan secara induktif. Konsep berada dalam bidang logika (teoritis) dan
gejala berada dalam dunia empiris (faktual) Konsep bersifat abstrak, sedangkan
gejala bersifat konkret. Memberikan konsep pada gejala itulah yang disebut
dengan konseptualisasi.
Proses ini diawali dengan mengungkapkan permasalahan penelitian, latar
belakangnya, perumusannya, dan signifikansinya. Masalah sebagai kesenjangan
yang ada di antara kenyataan dan harapan perlu dirumuskan secara eksplisit.
Masalah tersebut dapat ditangkap dari keluhan-keluhan yang ada dalam
lingkungan sosial yang bersangkutan. Gejala-gejala khusus dari masalah ini
diungkapkan secara jelas, untuk kemudian konsepnya dirumuskan secara
operasional. Akhirnya, perlu juga diungkapkan mengapa masalah itu penting
untuk diteliti, baik dari segi akademis maupun dari segi praktis. Dari segi
kepentingan akademis, suatu penelitian bisa mengukuhkan teori yang ada, atau
menyangkalnya, atau merevisinya. Sedangkan kepentingan praktis berhubungan
dengan pentingnya penelitian itu dalam pengembangan program atau pekerjaan
tertentu.
Konseptualisasi penelitian tidak hanya merumuskan masalah, tetapi juga
mengungkapkan cara-cara tentang bagaimana masalah tersebut akan diteliti.
Dengan demikian terdapat dua masalah pokok yang akan dijelaskan dalam
konseptualisasi penelitian itu, yaitu penjelasan tentang khusus dalam perencanaan
penelitian (research design).
Suatu masalah dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek empiris dan aspek logis
atau rasional. Masalah penelitian adalah suatu keadaan yang bersumber pada
interaksi antara dua faktor atau lebih yang menghasilkan sesuatu yang
membingungkan dan oleh sebab itu memerlukan solusi untuk memecahkan
masalah tersebut. Masalah muncul karena adanya kesenjangan antara apa yang
ada dan apa yang seharusnya, antara kenyataan yang ada dan apa yang
diharapkan, dan antara teori dengan kenyataan. Masalah akan muncul apabila kita
mampu menangkap kontradiktif pada interaksi satu atau dua antara komponen,
yaitu konsep, pengalaman, dan data empiris. Pembagian masalah dilihat dari apa
yang diharapkan terbagi dalam 3 kategori, yaitu:
1. Masalah filosofis, yaitu apabila gejala empirisnya tidak sesuai dengan
pandangan hidup yang ada dalam masyarakat.
2. Masalah kebijakan, yaitu masalah yang tergolong dalam masalah kebijakan
adalah perilaku-perilaku atau kenyataan-kenyataan yang tidak sesuai dengan apa
yang diharapkan oleh si pembuat kebijakan.
3. Masalah ilmiah, yaitu kenyataan-kenyataan yang tidak sesuai dengan teori ilmu
pengetahuan.
B. Variabel
Variabel Penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi
tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2007)
Secara Teoritis, para ahli telah mendefinisikan variabel sebagai berikut :
 Hatch & Farhady (1981)
Variabel didefinisikan sebagai Atribut seseorang atau obyek yang mempunyai
variasi antara satu orang dengan yang lain atau satu obyek dengan obyek yang
lain.
 Kerlinger (1973)
Variabel adalah konstruk (constructs) atau sifat yang akan dipelajari.
Misalnya : tingkat aspirasi, penghasilan, pendidikan, status social, jenis kelamin,
golongan gaji, produktifitas kerja, dll.
Variabel dapat dikatakan sebagai suatu sifat yang diambil dari suatu nilai yang
berbeda (different values). Dengan demikian, Variabel itu merupakan suatu yang
bervariasi.
 Kidder (1981)
Variabel adalah suatu kualitas qualities) dimana peneliti mempelajari dan menarik
kesimpulan darinya.
 Bhisma Murti (1996)
Variabel didefinisikan sebagai fenomena yang mempunyai variasi nilai. Variasi
nilai itu bisa diukur secara kualitatif atau kuantitatif.
 Sudigdo Sastroasmoro
Variabel merupakan karakteristik subyek penelitian yang berubah dari satu subyek
ke subyek lainnya.
 Dr. Ahmad Watik Pratiknya (2007)
Variabel adalah Konsep yang mempunyai variabilitas. Sedangkan Konsep adalah
penggambaran atau abstraksi dari suatu fenomena tertentu. Konsep yang berupa
apapun, asal mempunyai ciri yang bervariasi, maka dapat disebut sebagai variable.
Dengan demikian, variabel dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang bervariasi.
 Dr. Soekidjo Notoatmodjo (2002)
Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota –
anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok yang
lain.
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang
dimiliki atau didapatkan oleh suatu penelitian tentang sesuatu konsep pengertian
tertentu.
Misalnya : umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan,
pengetahuan, pendapatan, penyakit, dsb.
Berdasarkan pengertian – pengertian di atas, maka dapat dirumuskan bahwa
definisi variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,
obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.
Ditinjau dari sifatnya, variable penelitian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Variabel Statis
Variabel statis adalah variable yang tidak dapat diubah keberadaannya. Misalnya
jenis kelamin, status social ekonomi, tempat tinggal dan lain-lain.
Apabila hasil penelitian menunjukkan sesuatu yang merupakan akibat dari
variable-variabel tersebut, peneliti tidak mampu mengubah atau mengusulkan
untuk mengubah variable dimaksud. Oleh karena itu, untuk mempermudah
mengingatnya variable tersebut sering juga disebut variable tak berdaya.
2. Variabel dinamis
Variabel dinamis adalah variable yang dapat diubah keberadaannya berupa
pengubahan , peningkatan, atau penurunan.
Contoh variable dinamis adalah kedisiplinan, motivasi kepedulian, pengaturan dan
sebagainya. Apabila hasil penelitian menunjukkan sesuatu yang merupakan akibat
dari variable-variabel tersebut, maka peneliti dapat mengubah atau mengusulkan
untuk mengubahnya. Oleh karena itu, untuk mempermudah mengingatnya,
variable ini disebut variable terubah.
Berdasarkan hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain, maka
macam – macam variabel dalam penelitian dapat dibedakan menjadi:
1. Variabel independen
Variabel independen adalah variabel yang menjadi sebab atau berubahnya suatu
variabel lain (variabel dependen). Juga sering disebut dengan variabel bebas,
prediktor, stimulus, eksougen atau antecendent.
Variabel Bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel Dependen (terikat). Dinamakan sebagai
Variabel Bebas karena bebas dalam mempengaruhi variabel lain.
Contoh :

“Pengaruh Therapi Musik terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan…”

2. Variabel dependen
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat
karena adanya variabel lain (variabel bebas). Juga sering disebut variabel terikat,
variabel respons atau endogen. Variabel inilah yang sebaiknya anda kupas dalam-
dalam pada latar belakang penelitian. Berikan porsi yang lebih dalam membahas
variabel terikat dari pada variabel bebasnya karena merupakan implikasi dari hasil
penelitian.
3. Variabel Moderating
Variabel moderating adalah variabel yang memperkuat atau memperlemah
hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Sekali lagi, memperkuat
atau memperlemah. Variabel moderating juga sering disebut sebagai variabel
bebas kedua dan sering dipergunakan dalam analisis regresi linear, atau pada
structural equation modeling. Sebagai contoh, hubungan ayah dan ibu akan
semakin mesra dengan adanya anak. Jadi anak merupakan variabel moderating
antara ayah dan ibu. Atau, selingkuhan merenggangkan hubungan ayah dan ibu,
jadi selingkuhan merupakan variabel moderating antara ayah dan ibu.
4. Variabel intervening
Variabel intervening adalah variabel yang menjadi media pada suatu hubungan
antara variabel bebas dengan variabel terikat. Sebagai contoh, prestasi kerja
pengaruh ibu terhadap ayah akan semakin kuat setelah berkeluarga. Jadi keluarga
merupakan media bagi ibu dalam pengaruhnya terhadap ayah.
5. Variabel control
Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan, atau
dijadikan acuan bagi variabel yang lain. Misalnya variabel kecepatan menulis
murid-murid suatu sekolah, yang diukur dan dibandingkan kecepatan menulis
murid sekolah lain.
Pengukuran variabel adalah penting bagi setiap penelitian karena dengan
pengukuran itu penelitian dapat menghubungan kosep yang abstrak dengan
realitas. Pengukuran Variabel Penelitian dapat dikelompokkan menjadi 4 Skala
Pengukuran, yaitu :
1. Skala Nominal
Skala nominal adalah suatu himpunan yang terdiri dari anggota – anggota yang
mempunyai kesamaan tiap anggotanya, dan memiliki perbedaan dari anggota
himpunan yang lain.
Misalnya :
 Jenis Kelamin : dapat dibedakan antara laki – laki dan perempuan
 Pekerjaan : dapat dibedakan petani, pegawai, pedagang
 Golongan Darah : dibedakan atas Gol. 0, A, B, AB
 Ras : dibedakan atas Mongoloid, Kaukasoid, Negroid.
 Suku Bangsa : dibedakan dalam suku Jawa, Sunda, Batak dsb.
Skala Nominal, Variasinya tidak menunjukkan Perurutan atau Kesinambungan,
tiap variasi berdiri sendiri secara terpisah.
Dalam skala nominal tidak dapat dipastikan apakah kategori satu mempunyai
derajat yang lebih tinggi atau lebih rendah dari kategori yang lain ataukah kategori
itu lebih baik atau lebih buruk dari kategori yang lain.
2. Skala Ordinal
Skala Ordinal adalah skala variabel yang menunjukkan tingkatan – tingkatan.
Skala Ordinal adalah Himpunan yang beranggotakan menurut rangking, urutan,
pangkat atau jabatan.
Skala Ordinal adalah Kategori yang dapat diurutkan atau diberi peringkat.
Skala Ordinal adalah Skala Data Kontinum yang batas satu variasi nilai ke variasi
nilai yang lain tidak jelas, sehingga yang dapat dibandingkan hanyalah nilai
tersebut lebih tinggi, sama atau lebih rendah daripada nilai yang lain.
Contoh :
 Tingkat Pendidikan : dikategorikan SD, SMP, SMA, PT
 Pendapatan : Tinggi, Sedang, Rendah
 Tingkat Keganasan Kanker : dikategorikan dalam Stadium I, II, dan III.
Hal ini dapat dikatakan bahwa : Stadium II lebih berat daripada Stadium I dan
Stadium III lebih berat daripada Stadium II.
Tetapi kita tidak bisa menentukan secara pasti besarnya perbedaan keparahan itu.
 Sikap (yang diukur dengan Skala Linkert) : Setuju, Ragu – ragu, Tidak Setuju.
Dsb.
3. Skala Interval
Skala Interval adalah skala data kontinum yang batas variasi nilai satu dengan
yang lain jelas, sehingga jarak atau intervalnya dapat dibandingkan.
Dikatakan Skala Interval bila jarak atau perbedaan antara nilai pengamatan satu
dengan nilai pengamatan lainnya dapat diketahui secara pasti.
Nilai variasi pada Skala Interval juga dapat dibandingkan seperti halnya pada
skala ordinal (Lebih Besar, Sama, Lebih Kecil..dsb), tetapi nilai mutlaknya tidak
dapat dibandingkan secara matematis. Oleh karena itu, batas – batas variasi nilai
pada skala interval bersifat arbitrer (angka nol-nya tidak absolut).
Contoh :
 Temperature / Suhu Tubuh : sebagai skala interval, suhu 360Celcius jelas lebih
panas daripada suhu 240Celcius. Tetapi tidak bisa dikatakan bahwa suhu
360Celcius 1½ kali lebih panas daripada suhu 240Celcius. Alasannya : Penentuan
skala 00Celcius Tidak Absolut (=00Celcius tidak berarti Tidak Ada
Suhu/Temperatur sama sekali).
 Tingkat Kecerdasan,
 Jarak, dsb.
4. Skala Ratio = Skala Perbandingan.
Skala ratio Adalah Skala yang disamping batas intervalnya jelas, juga variasi
nilainya memunyai batas yang tegas dan mutlak ( mempunyai nilai nol absolut ).
Misalnya :
 Tinggi Badan sebagai Skala Ratio, tinggi badan 180 cm dapat dikatakan
mempunyai selisih 60 Cm terhadap tinggi badan 120 Cm, hal ini juga dapat
dikatakan bahwa tinggi badan 180 adalah 1½ kali dari tinggi badan 120 Cm.
 Denyut Nadi : Nilai 0 dalam denyut nadi dapat dikatakan Tidak Ada Sama
Sekali denyut nadinya.
 Berat Badan
 dsb.
Dari uraian di atas jelas bahwa skala ratio, interval, ordinal dan nominal berturut –
turut memiliki nilai kuantitatif dari yang Paling Rinci ke yang Kurang Rinci.
Skala Ratio mempunyai sifat – sifat yang dimiliki Skala Interval, Ordinal dan
Nominal. Skala Interval memiliki ciri – ciri yang dimiliki Skala Ordinal dan
Nominal, sedangkan Skala Ordinal memiliki sifat yang dimiliki Skala Nominal.
Adanya perbedaan tingkat pengukuran memungkinkan terjadinya Transformasi
Skala Ratio dan Interval menjadi Ordinal atau Nominal. Transformasi ini dikenal
sebagai Data Reduction atau Data Collapsing. Hal ini dimaksudkan agar dapat
menerapkan metode statistic tertentu, terutama yang menghendaki skala data
dalam bentuk Ordinal atau Nominal.
Sebaliknya, Skala Ordinal dan Nominal tidak dapat diubah menjadi Interval atau
Ratio. Skala Nominal yang diberi label 0, 1 atau 2 dikenal sebagai Dummy
Variable (Variabel Rekayasa). Misalnya : Pemberian label 1 untuk laki – laki dan
2 untuk perempuan tidak mempunyai arti kuantitatif (tidak mempunyai nilai /
hanya kode). Dengan demikian, perempuan tidak dapat dikatakan 1 lebih banyak
dari laki – laki. Pemberian label tersebut dimaksudkan untuk mengubah kategori
huruf (Alfabet) menjadi kategori Angka (Numerik), sehingga memudahkan
analisis data. (Cara ini dijumpai dalam Uji Q Cochran pada Pengujian Hipotesis).
Diposkan oleh hana di 19.32 Tidak ada komentar:
PENELITIAN SEBAGAI PROSES ILMIAH
PERTEMUAN 2
PENELITIAN SEBAGAI PROSES ILMIAH

A. Pilar-Pilar Ilmu Pengetahuan


Ilmu pengetahuan terdiri dari dua pilar, yaitu logika atau rasionalitas dan
pengamatan atau empiris, yang prosesnya itu dilakukan secara deduksi dan
induksi, sistematis, terkendali, empiris, dan kritis. Ciri dari suatu ilmu adalah
Science is sometimes characterized as logico-emprical. This ugly term carries an
important massage: two pillars of science are (1) logic or rationality and (2) the
observation of empirical facts (Babbie, 1992). Menurut Babbie, ilmu pengetahuan
berdiri di atas dua pilar. Pilar pertama adalah logika atau rasionalitas, dan pilar
kedua adalah pengamatan empiris. Oleh karenanya ciri ilmu pengetahuan adalah
logic-empirical.
Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar
pengetahuan yang dihasilkan melalui penalaran tersebut mempunyai dasar
kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan dengan suatu cara dan
prosedur tertentu. Penarikan kesimpulan dari proses berpikir dianggap valid bila
proses berpikir tersebut dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan
kesimpulan seperti ini disebut sebagai logika.
Logika dapat didefinisikan secara luas sebagai pengkajian untuk berpikir secara
valid. Dalam penalaran ilmiah, sebagai proses untuk mencapai kebenaran ilmiah
dikenal dua jenis cara penarikan kesimpulan yaitu logika induktif dan logika
deduktif. Logika induktif berkaitan erat dengan penarikan kesimpulan dari kasus-
kasus individual nyata yang sifatnya khusus dan telah diakui kebenarannya secara
ilmiah menjadi sebuah kesimpulan yang bersifat umum. Sedangkan logika
deduktif adalah penarikan kesimpulan yang diperoleh dari kasus yang sifatnya
umum menjadi sebuah kesimpulan yang ruang lingkupnya lebih bersifat
individual atau khusus.
Logika merupakan salah satu dasar atau landasan dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan. Melalui kedua metode penalaran yang dikembangkan dalam metode
ilmiah tersebut ilmu pengetahuan berkembang hingga sekarang ini. Fakta-fakta
ilmiah yang telah terkumpul dijadikan landasan dan acuan guna mengembangkan
pengetahuan baru berdasarkan fakta-fakta ilmiah sebelumnya. Hal ini begitu
penting dan menjadi perhatian bahwa dalam menyusun sebuah karya ilmiah fakta
ilmiah yang dijadikan landasan merupakan sesuatu yang mutlak diperlukan.
Dalam membuat hipotesis mengenai sesuatu yang kita kaji landasan fakta ilmiah
memberikan arah yang memudahkan kita dalam mencapainya. Sedangkan
kebenaran hipotesis yang kita buat dibuktikan menurut fakta empiris yang kita
peroleh. Ilmu pengetahuan sulit berkembang tanpa landasan fakta ilmiah,
sebagaimana yang terjadi di abad pertengahan yang di sebut sebagai The Dark
Age karena berbagai hal terutama masalah rasial dan sikap tertutup terhadap fakta
ilmiah.
Logika dan empiris merupakan dua pilar ilmu pengetahuan yang saling
berhubungan. Jika terdapat suatu teori ilmu pengetahuan, maka pikiran kita
berantisipasi pada kenyataan-kenyataan empiris di lapangan. Dengan kata lain,
cara berpikir kita tidak verbal, tetapi praktis-deduktif. Sebaliknya, apabila kita
berhadapan dengan peristiwa-peristiwa faktual dalam dunia empiris, maka pikiran
kita tidak berhenti pada masalah-masalah praktis, tetapi terarah pada teori-teori
yang pernah kita pelajari. Cara berpikir kita adalah teoritis-induktif. Hal ini
menunjukkan bahwa ada hubungan timbal balik antara teori dan peristiwa-
peristiwa empiris. Teori dengan cara berpikir deduktif mengarahkan pada
kenyataan empiris, dan kenyataan empiris dengan cara berpikir induktif
mengarahkan kita pada teori. Hubungan timbal balik antara teori dan praktek,
antara berpikir deduksi dan induksi, tidak boleh terputus, tetapi harus selalu
dikembangkan.
Ilmu pengetahuan modern saat ini dibangun atas dasar dua pilar, pertama
berdasarkan fakta ilmiah, dan kedua berdasarkan dugaan (hypothesa). Dapat
dikatakan kebanyakan ilmu pengetahuan yang dibangun berdasarkan fakta ilmiah
berkesesuaian dengan Al-Quran, meskipun tidak seluruhnya. Contohnya fakta
ilmiah menyebutkan bahwa manusia mendirikan atap harus menggunakan tiang.
Al-Quran menerangkan bahwa Allah SWT. membentangkan langit tanpa tiang.
Fakta ilmiah menyebutkan sebuah benda agar dapat bergerak pada lintasan yang
sama harus ada jalur khusus (seperti kereta api misalnya) atau sebuah benda agar
dapat bergerak dalam lingkaran sempurna secara berulang-ulang memerlukan
poros dan jari-jari. Sedangkan Allah mampu menggerakkan matahari, bumi dan
bulan yang berada dalam kondisi bebas mengikuti garis edarnya. Evolusi bumi
terhadap matahari setelah melakukan perjalanan selama setahun akan kembali
pada posisi yang sama tanpa meleset 1 milimeterpun. Maka kita tahu jadwal shalat
pada tanggal dan bulan yang sama setiap tahunnya akan kembali pada waktu yang
sama dan tidak akan bergeser 1 detikpun sampai hari kiamat nanti.
Sedangkan ilmu pengetahuan yang dibangun atas dasar dugaan hampir seluruhnya
bertentangan dengan Al-Quran. Contohnya tentang 2 hal yang telah disebutkan
tadi, yaitu tentang asal usul manusia dan penciptaan alam semesta. Ilmu
pengetahuan mengatakan bahwa asal usul manusia, sebagaimana yang
diterangkan dalam teori evolusi Darwin, adalah berasal dari sejenis primata.
Sampai saat ini teori inilah yang diterima menjadi satu-satunya penjelasan tentang
asal-usul manusia, meskipun Darwin sendiri mengatakan masih ada satu mata
rantai yang putus (missing link) tentang teorinya sehingga teori tersebut belum
bisa dianggap shahih. Sedangkan Al-Quran menyatakan manusia pertama
diciptakan Allah swt dari tanah. Dijelaskan dalam Al-Quran, yang artinya:
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari
tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak ” (Q.S
Ar-Rum: 20)
B. Tahap-Tahap Dalam Proses Penelitian
Penelitian sebagai proses deduksi dan induksi dilakukan secara sistematis, ketat,
analitis, dan terkendali. Terdapat 10 tahap yang harus dilalui secara sistematis
dalam suatu penelitian empiris, yaitu:
1. Konseptualiasi Masalah
Koseptualisasi masalah merupakan proses penelitian ilmiah yang diawali dengan
merumuskan pertanyaan penelitian yang di dalamnya terdapat pembahasan
tentang masalah (substansi) yang dipertanyakan dan pertanyaan dasar serta cara
menjawab pertanyaan itu (metodologi) yang dilakukan secara dengan teliti karena
akan mempengaruhi kepada tahap-tahap berkutnya. Tahap ini merupakan tahap
yang paling penting dalam penelitian, karena semua jalannya penelitian akan
dituntun oleh perumusan masalah. Tanpa perumusan masalah yang jelas, maka
peneliti akan kehilangan arah dalam melakukan penelitian.
2. Tujuan dan Hipotesis
Hipotesis merupakan pernyataan yang dirumuskan sebagai jawaban (sementara)
terhadap pertanyaan. Tujuan dan hipotesis inilah yang mengendalikan semua
kegiatan penelitian. Perumusan hipotesa biasanya dibagai menjadi tiga tahapan:
pertama, tentukan hipotesa penelitian yang didasari oleh asumsi penulis terhadap
hubungan variabel yang sedang diteliti. Kedua, tentukan hipotesa operasional
yang terdiri dari Hipotesa 0 (H0) dan Hipotesa 1 (H1). H0 bersifat netral dan H1
bersifat tidak netral. Perlu diketahui bahwa tidak semua penelitian memerlukan
hipotesa, seperti misalnya penelitian deskriptif.
3. Kerangka Dasar Penelitian
Kerangka dasar disebut juga sebagai kerangka hipotesis karena di dalamnya
mencakup konsep-konsep hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Dengan
dirumuskannya secara operasional konsep-konsep dalam kerangka hipotesis itu,
maka diperoleh kejelasan tentang data apa yang akan dikumpulkan untuk
membuktikan hipotesis penelitian. Penyusunan kerangka berfikir dalam pengajuan
hipotesis yang merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang
mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling mengkait dan membentuk
konstelasi permasalahan kerangka berfikir ini di susun secara rasional berdasarkan
premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan
faktor- faktor empiris yang relevan dengan permasalahan.
4. Penarikan Sampel
Penarikan sampel merupakan tahap proses penelitian di mana data yang
dibutuhkan untuk menguji hipotesis itu dapat dikumpulkan dan membuat strategi
yang digunakan untuk mengumpulkannya. Hasil dari proses penarikan sampel ini
adalah suatu daftar responden sebagai sampel dari populasi penelitian.
Penentuan Responden yang diteliti Penelitian pada dasarnya dapat dilakukan
dengan pencacahan lengkap, sampel survay atau studi kasus. Masing-masing
mempunyai batas-batas penarikan kesimpulan tersendiri. Pada sampel survay hasil
pengukuran sampel akan digeneralisasikan bagi populasinya sedang studi kasus
kesimpulan hanya berlaku bagi kasusnya dan tidak dibenarkan menarik
kesimpulan diluar kasus (lingkup yang lebih luas). Sedangkan pada penelitian
sampel survei hendaknya dikemukakan/ ditetapkan populasi penelitian dan
deskripsi karakteristiknya, besar sampel yang akan diambil dan bagaimana sampel
tersebut ditarik (teknik pengambilan sampel). Pengutaraan teknik pengambilan
sampel (stratifilasi, randomisasi, kerangka sampel, unit sampel, unit analisis)
secara jelas akan memudahkan penilaian kerepresentatifan hasil penelitian.
5. Kontruksi Instrumen
Kontruksi instrumen merupakan tahap proses penelitian yang berhubungan
dengan metode pengumpulan data dan alat-alat (instrument) yang digunakan
untuk mengumpulkannya. Instrumen penelitiannya disusun sesuai dengan metode
yang digunakan untuk mengumpulkan data, seperti wawancara, daftar kuesioner,
pedoman pengamatan, dan sebagainya.
6. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dalam rangka pembuktian hipotesis. Untuk itu perlu
ditentukan metode pengumpulan data yang sesuai dengan setiap variabel, supaya
diperoleh informasi yang valid dan dapat dipercaya. Pengumpulan data dilakukan
terhadap responden yang menjadi sampel penelitian.
Insrumen pengumpulan data tersebut kemudian hendaknya dioperasikan dengan
teknik-teknik tertentu misalnya wawancara dengan pedoman daftar pertanyaan
atau schedule wawancara disebut “wawancara terstruktur”, observasi dan
sebagainya. Selain itu sebutkan dan jelaskan sumber datanya yakni dari mana data
tersebut dapat diperoleh (data primer dan atau data sekunder). Siapa yang menjadi
respondennya hendaklah dijelaskan. Identifikasi responden perlu dibuat terlebih
dahulu, demikian juga identifikasi populasi dan sampelnya. Jika menggunakan
data sekunder harus disebutkan data sekunder apa dan dari mana diperoleh.
7. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dalam tiga tahap, yaitu editing (penyuntingan), coding
(pemberian kode), dan menyusunnya dalam master sheet (table induk). Data yang
dikumpulkan selanjutnya diklasifikasikan dan diorganisasikan secara sistematis
serta diolah secara logis menurut rancangan penelitian yang telah ditetapkan.
Pengolahan data diarahkan untuk memberi argumentasi atau penjelasan yang
diajukan dalam penelitian, berdasarkan data atau fakta yang diperoleh. Apabila
ada hipotesis, pengolahan data diarahkan untuk membenarkan atau menolak
hipotesis. Dari data yang sudah terolah kadangkala dapat dibentuk hipotesis baru.
Apabila ini terjadi maka siklus penelitian dapat dimulai lagi untuk membuktikan
hipotesis baru.
8. Analisis Pendahuluan
Analisis data penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu analisis pendahuluan
dan analisis lanjut. Analisis pendahuluan bersifat deskriptif dan terbatas pada data
sampel. Maksud dari analisis ini adalah untuk mendeskripsikan setiap variabel
pada sampel penelitian, dan untuk menentukan alat analisis yang akan dipakai
pada analisis selanjutnya.
9. Analisis Lanjut
Analisis selanjutnya setelah analisis pendahuluan adalah analisis inferensial yang
diarahkan pada pengujian hipotesis. Alat-alat analisis yang dipakai ini disesuaikan
dengan hipotesis operasionalkan yang telah dirumuskan sebelumnya. Apabila
hipotesis yang diuji hanya mencakup satu variable, maka dipergunakan Uni
Variate Analysis. Apabila hipotesis mencakup dua variabel, maka dipergunakan
Bivariate Analysis. Dan apabila mencakup lebih dari dua variabel, maka
dipergunakan Multivariate Analysis.
10. Interpretasi
Interpretasi merupakan tahap di mana hasil analisis diinterpretasikan melalui
proses pembahasan yang hasil penelitiannya itu dilaporkan dalam bentuk tertulis.
Secara substansi proses penelitian tersebut terdiri dari aktivitas yang berurutan
(Burhan Bungin; 2005), yaitu sebagai berikut :
a. Mengeksploitasi, perumusan, dan penentuan masalah yang akan diteliti.
Penelitian kuantitatif dimulai dengan kegiatan menjajaki permasalahan yang akan
menjadi pusat perhatian peneliti dan kemudian peneliti mendefinisikan serta
menformulasikan masalah penelitian tersebut dengan jelas sehingga mudah
dimengerti.
b. Mendesain model penelitian dan paramater penelitian. Setelah masalah
penelitian diformulasikan maka peneliti mendesain rancangan penelitian, baik
desain model maupun penentuan parameter penelitian, yang akan menuntun
pelaksanaan penelitian mulai awal sampai akhir penelitian.
c. Mendesain instrumen pengumpulan data penelitian. Agar dapat melakukan
pengumpulan data penelitian yag sesuai dengan tujuan penelitian, maka desain
instrumen pengumpulan data menjadi alat perekam data yang sangat penting di
lapangan.
d. Mengumpulkan data penelitian dari lapangan.
e. Mengolah dan menganalisis data hasil penelitian. Data yang dikumpulkan dari
lapangan diolah dan dianalisis untuk menemukan kesimpulan-kesimpulan, yang
diantaranya kesimpulan dari hasil pengujian hipotesis penelitian.
f. Mendesain laporan hasil penelitian. Pada tahap akhir, agar hasil penelitian dapat
dibaca, dimengerti dan diketahui oleh masyarakat luas, maka hasil penelitian
tersebut disusun dalam bentuk laporan hasil penelitian.
Menurut Hasan Suryono (1997) proses penelitian kuantitatif dengan ciri-ciri
pokok sebagai berikut :
1) Cara samplingnya berlandaskan pada asas random.
2) Instrumen sudah dipersiapkan sebelumnya dan di lapangan tinggal pakai.
3) Jenis data yang diperoleh dengan instrumen-instrumen sebagian besar berupa
angka atau yang diangkakan.
4) Teknik pengumpulan datanya memungkinkan diperoleh data dalam jumlah
banyak dan dalam waktu yang relatif singkat.
5) Teknik analisis yang dominan adalah teknik statistik.
6) Sifat dasar analisis penelitian deduktif dan sifat penyimpulan mengarah ke
generalisasi.
Menurut Husein Umar (1999) langkah penelitian ilmiah dengan menggunakan
proses penelitian kuantitatif adalah sebagai berikut :
1) Mendefinisikan dan merumuskan masalah, yaitu masalah yang dihadapi harus
dirumuskan dengan jelas, misalnya dengan 5 W dan 1 H (what, why, where, who,
when dan how)
2) Studi Pustaka, mencari acuan teori yang relevan dengan permasalahan dan juga
diperlukan jurnal atau penelitian yang relevan
3) Memformulasikanh hipotesis yang diajukan
4) Menentukan model, sebagai penyerderhanaan untuk dapat membayangkan
kemungkinan setelah terdapat asumsi-asumsi
5) Mengumpulkan data, dengan menggunakan metode pengumpulan data yang
sesuai dan terkait dengan metode pengambilan sampel yang digunakan
6) Mengolah dan menyajikan data, dengan menggunakan metode analisis data
yang sesuai dengan tujuan dan sasaran penelitian
7) Menganalisa dan menginterprestasikan hasil pengolahan data (menguji
hipotesis yang diajukan)
8) Membuat Generalisasi (kesimpulan) dan Rekomendasi (saran)
9) Membuat Laporan Akhir hasil penelitian

C. Komponen Informasi dan Komponen Metodologi


Dalam tahap-tahap proses penelitian terdapat tahap yang bersifat hasil temuan
dengan tahap yang bersifat cara atau proses menemukan. Wallace membedakan
kedua jenis sifat tersebut dalam dua macam komponen, yaitu komponen informasi
sebagai hasil temuan dan komponen metodologi sebagai cara menemukannya.
Terdapat 5 komponen informasi dalam tahap-tahap penelitian, yaitu:
1. Teori
2. Hipotesis
3. Pengamatan
4. Generalisasi empiris
5. Penerimaan atau penolakan hipotesis.

Informasi-informasi tersebut ditemukan melalui 6 komponen metodologi, yaitu:


1. Deduksi logis
2. Interpretasi hipotesis, instrumentasi, skala pengukuran, sampling
3. Penyederhanaan (dengan statistic, estimasi parameter)
4. Pembentukan teori dan proposisi
5. Pengujian hipotesis
6. Inferensial logis.
Jika kita mulai dengan mempermasalahkan suatu teori, maka dari teori tersebut
kita menurunkan hipotesis. Cara menurunkan hipotesis dari teori itu dilakukan
dengan deduksi logis. Selanjutnya, untuk membuktikan hipotesis dibutuhkan data
sebagai hasil pengamatan. Informasi ini diperoleh dengan cara melakukan
interpretasi terhadap hipotesis, menyusun instrumen, menarik sampel, dan
menetapkan pengukuran variabel. Berdasarkan data hasil pengamatan ini ingin
diketahui apakah hipotesis penelitian diterima atau ditolak, dan di pihak lain ingin
diperoleh informasi berupa generalisasi empiris. Penerimaan atau penolakan
hipotesis berdasarkan data pengamatan itu dilakukan dengan analisis uji hipotesis,
dan dengan teknik estimasi parameter. Dari hasil uji hipotesis kemudian
disimpulkan denga cara inferensial atau induksi logis. Di pihak lain, dari
generalisasi empiris dibentuk konsep atau proposisi dengan cara pembentukan
konsep, proposisi, dan teori.
Salah seorang pakar di bidang metode penelitian kuantitatif, Walter L. Wallace
kemudian merumuskan siklus penelitian kuantitatif seperti berikut:
teori
Merumuskan konsep dan proposisi
Logika penarikan
Kesimpulan
Logika deduksi
Generalisasi
empiris
Menerima/ menolak
hipotesis
hipotesis
Uji hipotesis
Instrumentasi, penskalaan, sampling
Pengamatan
Pengukuran,
ringkasan
Sampel dan
parameter
Berdasarkan model penelitian di atas dapat diketahui bahwa siklus penelitian
kuantitatif haruslah dimulai dengan teori dulu. Melalui logika deduktif, maka teori
tersebut dapat dirumuskan menjadi hipotesis. Melalui proses intrumentasi,
sampling dan penskalaan maka dapatlah dilakukan penelitian lapangan. Dari
penelitian lapangan, maka dilakukan pengukuran, peringkasan sampel dan
parameter maka dapatlah dirumuskan generalisasi empirisnya. Setelah itu
dilakukan perumusan konsep dan melalui proses induksi maka akan menjadi teori
lagi. Di dalam penelitian kuantitatif, maka dari teori akan menjadi teori lagi.
Sehingga dalam hal yang menyangkut teori yang sangat general (grand theory),
maka hampir-hampir tidak dapat dilakukan falsifikasi. Sejauh-jauhnya hanyalah
verifikasi terhadap teori yang sudah ada. Di dalam dekade ini, maka hampir-
hampir tidak ditemui lahirnya teori baru sebab sejauh penelitian yang dilakukan
hanyalah untuk menguatkan teori yang sudah ada, atau memverifikasi teori yang
sudah ada.
Diposkan oleh hana di 19.31 Tidak ada komentar:
HAKIKAT ILMU DAN PENELITIAN
PERTEMUAN 1
HAKIKAT ILMU DAN PENELITIAN

A. Pengetahuan
Saat ini pembagian pengetahuan yang dianggap baku boleh dikatakan tidak ada
yang memuaskan dan diterima semua pihak. Pembagian yang lazim dipakai dalam
dunia keilmuan di Barat terbagi menjadi dua saja, sains (pengetahuan ilmiah) dan
humaniora. Termasuk ke dalam sains adalah ilmu-ilmu alam (natural sciences)
dan ilmu-ilmu sosial (social sciences), dengan cabang-cabangnya masing-masing.
Termasuk ke dalam humaniora adalah segala pengetahuan selain itu, misalnya
filsafat, agama, seni, bahasa, dan sejarah.
Penempatan beberapa jenis pengetahuan ke dalam kelompok besar humaniora
sebenarnya menyisakan banyak kerancuan karena besarnya perbedaan di antara
pengetahuan-pengetahuan itu, baik dari segi ontologi, epistemologi, maupun
aksiologi. Kesamaannya barangkali terletak pada perbedaannya, atau barangkali
sekadar pada fakta bahwa pengetahuan-pengetahuan humaniora itu tidak dapat
digolongkan sebagai sains. Humaniora itu sendiri, pengindonesiaan yang tidak
persis dari kata Inggris humanities, berarti (segala pengetahuan yang) berkaitan
dengan atau perihal kemanusiaan. Tetapi kalau demikian, maka ilmu-ilmu sosial
pun layak dimasukkan ke dalam humaniora karena sama-sama berkaitan dengan
kemanusiaan.
Perlu diketahui bahwa akhir-akhir ini kajian epistemologi di Barat cenderung
menolak kategorisasi pengetahuan (terutama dalam humaniora dan ilmu sosial)
yang ketat. Pemahaman kita akan suatu permasalahan tidak cukup mengandalkan
analisis satu ilmu saja. Oleh karena itu muncullah gagasan pendekatan
interdisiplin atau multidisplin dalam memahami suatu permasalahan. Bidang-
bidang kajian yang ada di perguruan tinggi-perguruan tinggi Barat tidak lagi
hanya berdasarkan jenis-jenis keilmuan tradisional, tetapi pada satu tema yang
didekati dari gabungan berbagai disiplin. Misalnya program studi Timur Tengah,
studi Asia Tenggara, studi-studi keislaman (Islamic studies), studi budaya
(cultural studies), dll.
Tema-tema yang dahulu menjadi monopoli satu ilmu pun kini harus didekati dari
berbagai macam disiplin agar diperoleh pemahaman yang lebih komprehensif.
Wilayah-wilayah geografis tertentu, misalnya Jawa, suku Papua, pedalaman
Kalimantan, atau Maroko dan Indian, yang dahulu dimonopoli ilmu antropologi,
kini harus dipahami dengan menggunakan berbagai macam disiplin (sosiologi,
psikologi, semiotik, bahkan filsafat).
Pendekatan interdisiplin ini pun kini menguat dalam kajian-kajian keislaman,
termasuk dalam fikih. Untuk menentukan status hukum terutama dalam
permasalahan kontemporer, pemakaian ilmu fikih murni tidak lagi memadai.
Apalagi jika fikih dimengerti sebagai fikih warisan zaman mazhab-mazhab. Ilmu-
ilmu modern saat ini menuntut untuk lebih banyak dilibatkan dalam penentuan
hukum suatu masalah. Sekadar contoh, untuk menentukan hukum pembuatan bayi
tabung, diperlukan pemahaman akan biologi dan kedokteran. Untuk menghukumi
soal berbisnis di bursa saham, ilmu ekonomi harus dipahami.
Ada tiga aspek yang membedakan satu pengetahuan dengan pengetahuan lainnya,
yakni:
1. Ontologi
Ontologi adalah pembahasan tentang hakekat pengetahuan. Ontologi membahas
pertanyaan-pertanyaan semacam ini: Objek apa yang ditelaah pengetahuan?
Adakah objek tersebut? Bagaimana wujud hakikinya? Dapatkah objek tersebut
diketahui oleh manusia, dan bagaimana caranya?
2. Epistemologi
Epistemologi adalah pembahasan mengenai metode yang digunakan untuk
mendapatkan pengetahuan. Epistemologi membahas pertanyaan-pertanyaan
seperti: bagaimana proses yang memungkinkan diperolehnya suatu pengetahuan?
Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita
mendapatkan pengetahuan yang benar? Lalu benar itu sendiri apa? Kriterianya
apa saja?
3. Aksiologi
Aksiologi adalah pembahasan mengenai nilai moral pengetahuan. Aksiologi
menjawab pertanyaan-pertanyaan model begini: untuk apa pengetahuan itu
digunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan pengetahuan tersebut
dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah
berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara metode pengetahuan
dengan norma-norma moral/profesional?
Perbedaan suatu pengetahuan dengan pengetahuan lain tidak mesti dicirikan oleh
perbedaan dalam ketiga aspek itu sekaligus. Bisa jadi objek dari dua pengetahuan
sama, tetapi metode dan penggunaannya berbeda. Filsafat dan agama kerap
bersinggungan dalam hal objek (sama-sama membahas hakekat alam, baik-buruk,
benar-salah, dsb), tetapi metode keduanya jelas beda. Sementara perbedaan antar
sains terutama terletak pada objeknya, sedangkan metodenya sama.
Adapun yang menjadi sumber pengetahuan adalah sebagai berikut:
1. Indera
Indera digunakan untuk berhubungan dengan dunia fisik atau lingkungan di
sekitar kita. Indera ada bermacam-macam; yang paling pokok ada lima (panca
indera), yakni indera penglihatan (mata) yang memungkinkan kita mengetahui
warna, bentuk, dan ukuran suatu benda; indera pendengaran (telinga) yang
membuat kita membedakan macam-macam suara; indera penciuman (hidung)
untuk membedakan bermacam bau-bauan; indera perasa (lidah) yang membuat
kita bisa membedakan makanan enak dan tidak enak; dan indera peraba (kulit)
yang memungkinkan kita mengetahui suhu lingkungan dan kontur suatu benda.
Pengetahuan lewat indera disebut juga pengalaman, sifatnya empiris dan terukur.
Kecenderungan yang berlebih kepada alat indera sebagai sumber pengetahuan
yang utama, atau bahkan satu-satunya sumber pengetahuan, menghasilkan aliran
yang disebut empirisisme, dengan pelopornya John Locke (1632-1714) dan David
Hume dari Inggris. Mengenai kesahihan pengetahuan jenis ini, seorang empirisis
sejati akan mengatakan indera adalah satu-satunya sumber pengetahuan yang
dapat dipercaya, dan pengetahuan inderawi adalah satu-satunya pengetahuan yang
benar.
Tetapi mengandalkan pengetahuan semata-mata kepada indera jelas tidak
mencukupi. Dalam banyak kasus, penangkapan indera seringkali tidak sesuai
dengan yang sebenarnya. Misalnya pensil yang dimasukkan ke dalam air terlihat
bengkok, padahal sebelumnya lurus. Benda yang jauh terlihat lebih kecil, padahal
ukuran sebenarnya lebih besar. Bunyi yang terlalu lemah atau terlalu keras tidak
bisa kita dengar. Belum lagi kalau alat indera kita bermasalah, sedang sakit atau
sudah rusak, maka kian sulitlah kita mengandalkan indera untuk mendapatkan
pengetahuan yang benar.
2. Akal
Akal atau rasio merupakan fungsi dari organ yang secara fisik bertempat di dalam
kepala, yakni otak. Akal mampu menambal kekurangan yang ada pada indera.
Akallah yang bisa memastikan bahwa pensil dalam air itu tetap lurus, dan bentuk
bulan tetap bulat walaupun tampaknya sabit. Keunggulan akal yang paling utama
adalah kemampuannya menangkap esensi atau hakikat dari sesuatu, tanpa terikat
pada fakta-fakta khusus. Akal bisa mengetahui hakekat umum dari kucing, tanpa
harus mengaitkannya dengan kucing tertentu yang ada di rumah tetangganya,
kucing hitam, kucing garong, atau kucing-kucingan.
Akal mengetahui sesuatu tidak secara langsung, melainkan lewat kategori-
kategori atau ide yang inheren dalam akal dan diyakini bersifat bawaan. Ketika
kita memikirkan sesuatu, penangkapan akal atas sesuatu itu selalu sudah dibingkai
oleh kategori. Kategori-kategori itu antara lain substansi, kuantitas, kualitas,
relasi, waktu, tempat, dan keadaan.
Pengetahuan yang diperoleh dengan akal bersifat rasional, logis, atau masuk akal.
Pengutamaan akal di atas sumber-sumber pengetahuan lainnya, atau keyakinan
bahwa akal adalah satu-satunya sumber pengetahuan yang benar, disebut aliran
rasionalisme, dengan pelopornya Rene Descartes (1596-1650) dari Prancis.
Seorang rasionalis umumnya mencela pengetahuan yang diperoleh lewat indera
sebagai semu, palsu, dan menipu.
3. Hati atau Intuisi
Organ fisik yang berkaitan dengan fungsi hati atau intuisi tidak diketahui dengan
pasti; ada yang menyebut jantung, ada juga yang menyebut otak bagian kanan.
Pada praktiknya, intuisi muncul berupa pengetahuan yang tiba-tiba saja hadir
dalam kesadaran, tanpa melalui proses penalaran yang jelas, non-analitis, dan
tidak selalu logis. Intuisi bisa muncul kapan saja tanpa kita rencanakan, baik saat
santai maupun tegang, ketika diam maupun bergerak. Kadang ia datang saat kita
tengah jalan-jalan di trotoar, saat kita sedang mandi, bangun tidur, saat main catur,
atau saat kita menikmati pemandangan alam.
Intuisi disebut juga ilham atau inspirasi. Meskipun pengetahuan intuisi hadir
begitu saja secara tiba-tiba, namun tampaknya ia tidak jatuh ke sembarang orang,
melainkan hanya kepada orang yang sebelumnya sudah berpikir keras mengenai
suatu masalah. Ketika seseorang sudah memaksimalkan daya pikirnya dan
mengalami kemacetan, lalu ia mengistirahatkan pikirannya dengan tidur atau
bersantai, pada saat itulah intuisi berkemungkinan muncul. Oleh karena itu intuisi
sering disebut supra-rasional atau suatu kemampuan yang berada di atas rasio, dan
hanya berfungsi jika rasio sudah digunakan secara maksimal namun menemui
jalan buntu.
Hati bekerja pada wilayah yang tidak bisa dijangkau oleh akal, yakni pengalaman
emosional dan spiritual. Kelemahan akal ialah terpagari oleh kategori-kategori
sehingga hal ini, menurut Immanuel Kant (1724-1804), membuat akal tidak
pernah bisa sampai pada pengetahuan langsung tentang sesuatu sebagaimana
adanya (das ding an sich) atau noumena. Akal hanya bisa menangkap yang
tampak dari benda itu (fenoumena), sementara hati bisa mengalami sesuatu secara
langsung tanpa terhalang oleh apapun, tanpa ada jarak antara subjek dan objek.
Kecenderungan akal untuk selalu melakukan generalisasi (meng-umumkan) dan
spatialisasi (meruang-ruangkan) membuatnya tidak akan mengerti keunikan-
keunikan dari kejadian sehari-hari. Hati dapat memahami pengalaman-
pengalaman khusus, misalnya pengalaman eksistensial, yakni pengalaman riil
manusia seperti yang dirasakan langsung, bukan lewat konsepsi akal. Akal tidak
bisa mengetahui rasa cinta, hatilah yang merasakannya. Bagi akal, satu jam di
rutan salemba dan satu jam di pantai carita adalah sama, tapi bagi orang yang
mengalaminya bisa sangat berbeda. Hati juga bisa merasakan pengalaman
religius, berhubungan dengan Tuhan atau makhluk-makhluk gaib lainnya, dan
juga pengalaman menyatu dengan alam.
Pengutamaan hati sebagai sumber pengetahuan yang paling bisa dipercaya
dibanding sumber lainnya disebut intuisionisme. Mayoritas filosof Muslim
memercayai kelebihan hati atas akal. Puncaknya adalah Suhrawardi al-Maqtul
(1153-1192) yang mengembangkan mazhab isyraqi (iluminasionisme), dan
diteruskan oleh Mulla Shadra (w.1631). Di Barat, intuisionisme dikembangkan
oleh Henry Bergson.
4. Wahyu
Wahyu adalah pemberitahuan langsung dari Tuhan kepada manusia dan
mewujudkan dirinya dalam kitab suci agama. Namun sebagian pemikir Muslim
ada yang menyamakan wahyu dengan intuisi, dalam pengertian wahyu sebagai
jenis intuisi pada tingkat yang paling tinggi, dan hanya nabi yang bisa
memerolehnya.
Dalam tradisi filsafat Barat, pertentangan keras terjadi antara aliran empirisisme
dan rasionalisme. Hingga awal abad ke-20, empirisisme masih memegang kendali
dengan kuatnya kecenderungan positivisme di kalangan ilmuwan Barat.
Sedangkan dalam tradisi filsafat Islam, pertentangan kuat terjadi antara aliran
rasionalisme dan intuisionisme (iluminasionisme, ‘irfani), dengan kemenangan
pada aliran yang kedua. Dalam kisah perjalanan Nabi Khidir a.s. dan Musa a.s.,
penerimaan Musa atas tindakan-tindakan Khidir yang mulanya ia pertanyakan
dianggap sebagai kemenangan intuisionisme. Penilaian positif umumnya para
filosof Muslim atas intuisi ini kemungkinan besar dimaksudkan untuk
memberikan status ontologis yang kuat pada wahyu, sebagai sumber pengetahuan
yang lebih sahih daripada rasio.

B. Teori, Proposisi, dan konsep


1. Teori
Tujuan utama suatu ilmu adalah menemukan penjelasan umum tentang kejadian-
kejadian alamiah. Penjelasan-penjelasan umum itu disebut teori. Di samping itu
tujuan lain dari ilmu adalah pemahaman, peramalan (prediksi) dan pengendalian
berbagai peristiwa atau kejadian.
a. Pengertian Teori
1) A set of interrelated propositions, some of which can be empirically test (Nan
Lin, 1976) (Seperangkat proposisi yang saling berhubungan dan dapat diuji secara
empirik).
• Proposisi adalah pernyataan-pernyataan tentang hubungan diantara dua konsep
atau lebih.
• Apabila seseorang diberi stimulus, maka ia akan memberikan reaksi dengan cara
tertentu. Stimulus dan reaksi adalah dua konsep yang dihubungkan menjadi satu
proposisi.
• Contoh: Konsep gaji dihubungkan dengan konsep semangat kerja. Proposisi
yang dapat dibangun adalah Jika pegawai diberi gaji yang cukup, maka semangat
kerjanya akan meningkat.
2) Suatu teori terdiri dari seperangkat proposisi (tidak hanya satu) yang saling
berkaitan. Keterkaitan tersebut tersusun dalam suatu sistem yang memungkinkan
kita mempunyai pengetahuan yang sistematis tentang suatu peristiwa. Oleh
karenanya Kerlinger (1973) mengatakan bahwa:
3) Teori adalah seperangkat konstruk (konsep) yang saling berhubungan, definisi-
definisi, dan proposisi yang menyajikan pandangan yang sistematis tentang
gejala-gejala dengan merinci hubungan-hubungan antara variabel, dengan tujuan
menjelaskan dan meramalkan gejala-gejala.
4) Teori adalah sebuah kumpulan proposisi umum yg saling berkaitan dan
digunakan untuk menjelaskan hubungan yg timbul antara beberapa variabel yang
diobservasi. Formulasi teori adalah upaya untuk mengintegrasikan semua
informasi secara logis sehingga alasan atas masalah penelitian dapat
dikonseptualisasikan dan diuji (Sekaran, 2000: 29 – 30).
Dengan demikian, teori dianggap sebagai sarana pokok untuk menyatakan
hubungan sistematik dalam gejala sosial maupun natura yang ingin diteliti dan
juga merupakan alat dari ilmu (tool of science). Di lain pihak, teori juga
merupakan alat penolong teori. Sebagai alat dari ilmu, teori mempunyai peranan
sebagai : (a) teori sebagai orientasi utama dari ilmu, (b) teori sebagai
konseptualisasi dan klasifikasi, (c) teori meringkas fakta, (d) teori memprediksi
fakta-fakta, dan (e) teori memperjelas celah kosong. Teori mempunyai hubungan
yang erat dengan penelitian dan juga dapat meningkatkan arti dari penemuan
penelitian. Tanpa teori, penemuan tersebut akan merupakan keterangan-
keterangan empiris yang berpencar. Makin banyak penelitian yang dituntun oleh
teori, maka makin banyak pula kontribusi penelitian yang secara langsung dapat
mengembangkan ilmu pengetahuan (disarikan dari Moh. Nazir, 1983:22-25)
b. Konsep dan konstruk
Suatu konsep adalah sejumlah pengertian atau karakteristik, yang dikaitkan
dengan peristiwa, obyek, kondisi, situasi, dan perilaku tertentu. Dengan kata lain
konsep adalah pendapat abstrak yang digeneralisasikan dari fakta tertentu (Davis
dan Consenza, 1993: 25). Konsep sangat menentukan sukses suatu penelitian
karena:
 Seberapa jelas kita mengkonseptualisasikan sesuatu.
 Seberapa jauh orang lain dapat memahami konsep yang kita gunakan.
Konstruk adalah jenis konsep tertentu yang berada dalam tingkatan abstraksi yang
lebih tinggi dr pd konsep dan diciptakan untuk tujuan teoritis tertentu. Konstruk
dapat berupa sebuah pandangan atau pendapat yg biasanya ditemukan untuk
sebuah penelitian dan/atau pembentukan teori.
Contoh: kursi adalah konsep
tempat duduk adalah konstruk.
c. Proposisi
Proposisi adalah pernyataan yang bekaitan dengan hubungan antara konsep-
konsep yang ada dan pernyataan dari hubungan universal antara kejadian-kejadian
yang memiliki karakteristik tertentu. Contoh: kepuasan pelanggan merupakan
fungsi dari kinerja produk yang dirasakan oleh pelanggan dan harapan pelanggan
terhadap produk tersebut (Kotler, 2000: 58)
C. Cara Memperoleh Pengetahuan
Menurut Notoadmodjo cara memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang
sejarah, dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
1. Cara Tradisional
Cara-cara penemuan pengatahuan pada periode ini antara lain:
a. Cara coba-coba
Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan tersebut tidak
berhasil dicoba kemungkinan yang lama.
b. Cara kekuasaan (otoritas)
Dimana pengetahuan diperoleh berdasarkan pada kekuasaan, baik otoritas tradisi,
otoritas pemerintah, otoritas pemimpin, maupun otoritas ahli ilmu pengetahuan.
c. Berdasarkan pengalaman
Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh
dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.
d. Melalui jalan pikiran
Menusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh
pengetahuan.
2. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan.
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih
sistematis, logis dan ilmiah, cara ini disebut dengan metode penelitian ilmiah atau
lebih populer lagi metodologi penelitian.
Dalam upaya memperoleh pengetahuan dan memahami sesuatu, umumnya
manusia melakukan satu atau lebih metode untuk memperoleh pengetahuan.
Secara garis besar, metode yang biasa dilakukan untuk memperoleh pengetahuan
berjumlah empat metode. Keempat metode ini biasa disebut sebagai metode
memperoleh pengetahuan atau methods of knowing, yaitu:
1. Metode keteguhan (tenacity).
Dengan metode ini orang menerima suatu kebenaran karena merasa yakin akan
kebenarannya. Unsur keyakinan berperan dalam metode ini. bahwa manusia
adalah makhluk ciptaan Allah yang diterima sebagai kebenaran karena keyakinan
agama.
2. Metode otoritas.
Sesuatu diterima sebagai kebenaran karena sumbernya mempunyai otoritas itu.
bahwa alam semesta adalah ciptaan Allah diterima sebagai suatu kebenaran
karena sumbernya adalah Al-Qur’an.
3. Metode apriori atau intuisi.
Sesuatu diterima sebagai kebenaran semata-mata berdasarkan intuisi.
4. Metode tradisi.
Seseorang menerima suatu kebenaran dari tradisi yang berlaku di dalam
lingkungannya.
5. Metode trial and error.
Pengetahuan dengan cara ini diperoleh melalui pengalaman langsung. Sesuatu
yang dianggap benar diperoleh sebagai hasil dari serangkaian percobaan yang
tidak sistematis.
6. Metode metafisik.
Suatu pengetahuan yang dianggap benar diperoleh secara metafisik. Jawaban
terhadap masalah yang ditemukan dalam dunia empiris dicari di dalam dunia
supranatural, di dalam dunia transenden. Pengetahuan yang diperoleh dari ajaran
agama atau kepercayaan atau mistik termasuk dalam golongan ini.
7. Metode ilmiah.
Metode ini dilakukan melalui proses deduksi dan induksi. Permasalahan
ditemukan di dalam dunia empiris, dan jawabannya juga dicari di dalam dunia
empiris melalui proses deduksi dan induksi yang dilakukan secara sistematis.
Moh. Nazir menyebutkan 6 kriteria pada metode ini, yaitu (1) berdasarkan fakta,
(2) bebas dari prasangka, (3) menggunakan prinsip-prinsip analisis, (4)
menggunakan hipotesis, (5) menggunakan ukuran obyektif, dan (6) menggunakan
teknik kuantitatif.
D. Metode Ilmiah dan Metode Akal Sehat
Kerlinger menjelaskan tentang perbedaan metode ilmiah dan metode akal sehat ke
dalam 5 hal, yaitu:
1) Dalam penggunaan pola konseptual dan struktur teoritis dalam menjelaskan
gejala. Pendekatan dengan metode akal sehat menggunakan teori dan konsep
secara longgar, sedangkan pendekatan ilmiah menggunakan teori dan konsep
secara ketat dan terkendali. Pada pendekatan akal sehat, penjelasan tentang gejala
atau fenomena tertentu sering diterima begitu saja tanpa mempertanyakannya
lebih mendalam.
2) Dalam pendekatan ilmiah, teori dan hipotesis diuji secara sistematis dan
empiris. Pada pendekatan akal sehat, teori dan hipotesis diuji juga, tetapi secara
selektif, dan tidak obyektif.
3) Pada pendekatan ilmiah, pengamatan terhadap fenomena dilakukan secara
terkendali (terkontrol). Cara seperti ini tidak terdapat pada pendekatan akal sehat.
Untuk mengetahui sebab-sebab dari suatu peristiwa melalui pendekatan ilmiah,
dikumpulkan seperangkat variabel yang diangkat sebagai variabel kontrol
terhadap peristiwa yang dipelajari.
4) Pada pendekatan dengan akal sehat, dalam fenomena yang muncul sering
langsung dihubungkan dalam satu hubungan sebab akibat tanpa melalui penelitian
yang dilakukan secara sistematis.
5) Pendekatan ilmiah selalu bersifat empiris, dalam arti harus ada penjelasan
tentang hubungan di antara fenomena-fenomena, yang dilakukan berdasarkan
kenyataan-kenyataan yang realistis dan mengesampingkan semua hal yang
bersifat metafisik.
E. Penelitian ilmiah
Riset berasal dari bahasa Inggris, research, menurut The Advanced Learner’s
Dictionary of Current English (1961) ialah penyelidikan atau pencarian yang
seksama untuk memperoleh fakta baru dalam cabang ilmu pengetahuan.
Menurut Fellin, Tripodi dan Meyer (1969) riset adalah suatu cara sistematik untuk
maksud meningkatkan, memodifikasi dan mengembangkan pengetahuan yang
dapat disampaikan (dikomunikasikan) dan diuji (diverifikasi) oleh peneliti lain.
Ciri-ciri penelitian atau riset adalah sebagai berikut, yaitu bahwa riset: (Abisujak,
1981):
a. Dilakukan dengan cara-cara yang sistematik dan seksama.
b. Bertujuan meningkatkan, memdofikasi dan mengembangkan pengetahuan
(menambah perbendaharaan ilmu pengetahuan).
c. Dilakukan melalui pencarian fakta yang nyata.
d. Dapat disampaikan (dikomunikasikan) oleh peneliti lain.
e. Dapat diuji kebenarannya (diverifikasi) oleh peneliti lain.
Dalam bahasa Indonesia, padanan kata riset sering digunakan istilah “penelitian”.
Penelitian didefinisikan sebagai: “Suatu usaha untuk menemukan,
mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, dan usaha-usaha itu
dilakukan dengan metode ilmiah” (Sutrisno Hadi, 2001).
Pelajaran yang membicarakan metode-metode ilmiah mengenai penelitian disebut
metode penelitian atau research methodology. Metode ilmiah pertama kali
dikenalkan oleh John Dewey untuk memecahkan masalah. John Dewey di dalam
bukunya How We Think (1910) mengatakan bahwa langkah-langkah pemecahan
suatu masalah adalah sebagai berikut:
1. Merasakan adanya suatu masalah atau kesulitan, dan masalah atau kesulitan ini
mendorong perlunya pemecahan.
2. Merumuskan dan atau membatasi masalah/kesulitan tersebut. Di dalam hal ini
diperlukan observasi untuk mengumpulkan fakta yang berhubungan dengan
masalah itu.
3. Mencoba mengajukan pemecahan masalah/ kesulitan tersebut dalam bentuk
hipotesis-hipotesis. Hipotesis-hipotesis ini adalah merupakan pernyataan yang
didasarkan pada suatu pemikiran atau generalisasi untuk menjelaskan fakta
tentang penyebab masalah tersebut.
4. Merumuskan alasan-alasan dan akibat dari hipotesis yang dirumuskan secara
deduktif.
5. Menguji hipotesis-hipotesis yang diajukan, dengan berdasarkan fakta-fakta
yang dikumpulkan melalui penyelidikan atau penelitian. Hasil penelitian ini bisa
menguatkan hipotesis dalam arti hipotesis diterima, dan dapat pula memperlemah
hipotesis, dalam arti hipotesis ditolak. Dari langkah terakhir ini selanjutnya dapat
dirumuskan pemecahan masalah yang telah dirumuskan tersebut.
Adapun kriteria metode ilmiah adalah sebagai berikut:
a. Berdasarkan fakta
b. Bebas dari prasangka
c. Menggunakan prinsip analisis
d. Menggunakan hipotesis
e. Menggunakan ukuran objektif
Adapun langkah – langkah umum metode ilmiah adalah sebagai berikut:
1. Memilih dan atau mengidentifikasi masalah
2. Menetapkan tujuan penelitian
3. Studi literatur
4. Merumuskan kerangka konsep penelitian
5. Merumuskan hipotesis
6. Merumuskan metode penelitian
7. Pengumpulan data
8. Mengolah dan menganalisis data
9. Membuat laporan
Adapun tujuan dilakukan penelitian adalah sebagai berikut:
a. Menemukan pengetahuan
b. Mengembangkan pengetahuan
c. Menguji kebenaran suatu pengetahuan
Adapun hasil suatu riset disebut penemuan (findings) yang berbentuk kesimpulan
dan rekomendasi. Hal ini berarti hasil tersebut akan berguna bagi berbagai pihak
(Abisujak, 1981):
1. bagi ilmu pengetahuan sendiri sesuai dengan tujuan pengembangan
pengetahuan.
2. bagi orang-orang yang berminat untuk menerapkan hasil-hasil yang telah
dirumuskan untuk maksud pelayanan/operasional atau perencanaan suatu
program.
3. bagi orang-orang yang bermaksud mengadakan penelitian yang sama dengan
populasi atau objek lain atau penelitian lanjutan.
Oleh karena itu suatu karya riset harus memenuhi kriteria berikut, yaitu: jelas,
terbuka, jujur dan sistematik, atau dengan perkataan lain dapat dilaksanakan
kembali oleh orang lain dengan cara-cara yang sama (reproducable), kecuali riset
yang bersifat rahasia
Landasan riset pada dasarnya ialah ilmu pengetahuan (science), dan ilmu
pengetahuan itu sendiri dikembangkan melalui riset. Jadi, terdapat kaitan yang
erat antara riset dan ilmu pengetahuan.
F. Aspek Penelitian
Secara garis besar, penelitian dapat dibedakan dari beberapa aspek :
1. Aspek tujuan
Penelitian dari aspek tujuan ada dua macam yaitu :
a. Penelitian dasar atau penelitian murni
Penelitian dasar atau penelitian murni adalah pencarian terhadap sesuatu karena
ada perhatian dan keingintahuan terhadap hasil suatu aktivitas. Penelitian dasar
dikerjakan tanpa memikirkan pada pemanfaatan hasil penelitian tersebut untuk
manusia masyarakat.
Hasil dari penelitian dasar adalah pengetahuan umum dan pengertian-pengertian
tentang alam serta hokum-hukumnya. Pengetahuan ini merupakan alat untuk
memecahkan masalah-masalah praktika, walaupun ia tidak memberikan jawaban
yang menyeluruh untuk masalah tersebut. Tugas penelitian terapanlah yang akan
menjawabmasalah-masalah praktis tersebut.
Charters (1920) menyatakan bahwa penelitian dasar terdiri atas hainya pemilihan
sebuah masalah khas dari sumber mana saja, dan secara hati-hati memecahkan
masalah tersebut tanpa memikirkan kehendak sosial atau ekonomi ataupun
masyarakat. Contoh penelitian murni misalnya penelitian tentang gene,tentang
nucleus, dan sebagainya.
b. Penelitian terapan
Penelitian terapan adalah penyelidikan yang hati-hati, sistematik dan terus-
menerus terhadap suatu masalah dengan tujuan dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan manusia baik secara individual maupun secara kelompok. Hasil
penelitian tidak perlu sebagai suatu penemuan baru, tetapi merupakan aplikasi
baru dari penelitian yang telah ada.
Penelitian terapan memilih masalah yang ada hubungannya dengan keinginan
masyarakat serta untuk memperbaiki praktik-praktik yang ada. Penelitian terapan
harus dengan segera mengumumkan hasil penelitiannya dalam waktu yang tepat
supaya penemuan tersebut tidak menjadi kadaluwarsa.
Contoh penelitian terapan di antaranya termasuk survei konsumen yang dilakukan
oleh sebuah toko dan supermarket, penelitian tindakan tentang alat-alat ternologi
pertanian dan alat produksi dalam suatu perusahaan. Penelitian pendidikan yang
berkaitan dengan bagaimana meningkatkan keinginan belajar siswa, implementasi
kurikulum, peningkatan kualitas, dan sebagainya.
2. Aspek metode
Beberapa macam bentuk penelitian dari aspek metode adalah :
a. Penelitian deskriptif
Klasifikasi yang pertama sering ditemui dalam bidang sosial, ekonomi, dan
pendidikan ialah penelitian deskriptif. Pada penelitian deskriptif ini, para peneliti
berusaha menggambarkan kegiatan penelitian yang dilakukan pada objek tertentu
secara jelas dan sistematis. Penelitian deskriptif ini juga disebut penelitian
praeksperimen. Karena dalam penelitian ini mereka melakukan eksplorasi,
menggambarkan, dengan tujuan untuk dapat menerangkan dan memprediksi
terhadap suatu gejala yang berlaku atas dasar data yang diperoleh di lapangan.
Penelitian deskriptrif ini hanya berusaha menggambarkan secara jelas dan
sekuensial terhadap pertanyaan penelitian yang telah ditentukan sebelum para
peneliti terjun ke lapangan dan mereka tidak menggunakan hipotesis sebagai
petunjuk arah atau guide dalam penelitian.
b. Penelitian sejarah
Penelitian ini juga dilihat sepintas sama dengan penelitian deskriptif. Keduanya
sama-sama menggunakan penggambaran secara komprehensif tentang objek atau
subjek penelitian. Yang membedakan dalam penelitian sejarah, peneliti lebih
memfokuskan pencarian data dengan metode wawancara pada pelaku sejarah,
misalnya para pimpinan yang terlibat dan tokh-tokoh masyarakat yang mengalami
dan menggunakan sumber-sumber lain termasuk objek peninggalan kejadian,
prasasti, dan buku-buku yang berkaitan erat dengan peristiwa yang diteliti. Tujuan
dari kegiatan tersebut ialah untuk memperoleh gambaran secara objektif terhadap
peristiwa besar atau objek yang diteliti. Di negara berkembang termasuk di
Indonesia ini,penelitian sejarah belum menjadi perhatian yang serius oleh para
ahli dibidangnya. Oleh karena itu, tidak aneh jika terjadi penyimpangan terhadap
objektivitas yang dapat berakibat seperti berikut :
1. Peristiwa besar dalam kehidupan masyarakat yang diambil dengan metodologi
penelitian yang valid masih kurang.
2. Peristiwa biasa menjadi legendaris dan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.
3. Banyak digunakan oleh para penguasa untuk memperoleh legitimasi yang lebih
besar dan melanggengkan kekuasaannya.
c. Penelitian survei
Penelitian ini sering disebut sebagai penelitian normatif atau penelitian status.
Penelitian survei biasanya tidak membatasi dengan satu atau beberapa varibel.
Para penelitian pada umumnya dapat menggunakan variabel serta populasi yang
luas sesuai dengan tujuan penelitian yang hendak dicapai. Hasil yang dari
penelitian survey juga dapat digunakan untuk bermacam-macam tujuan seperti
berikut:
1. Penelitian inji dapat digunakan sebagai bentuk awal penelitian yang
direncanakan untuk ditindaklanjuti dengan penelitian-penelitian lain yang lebih
spesifik.
2. Dengan penelitian survey, para peneliti dapat melakukan eksplorasi dan
deskriptif sebagai tujuan penelitian.
3. Dengan penelitian ini, mereka juga dapat melakukan klasifikasi terhadap
permasalahan yang hendak dipecahkan kemudian
d. Penelitian ex-postfakto
Penelitian ini disebut penelitian ex-postfakto karena para peneliti berhubungan
dengan variabel yang telah terjadi dan mereka tidak perlu memberikan perlakuan
terhadap variabel yang diteliti. Pada penelitian ini variabel bebas dan variabel
terikat sudah dinyatakan secara eksplisit, untuk kemudian dihubungkan sebagai
penelitian korelasi atau diprediksi jika variabel bebas mempunyai pengaruh
tertentu pada variabel terikat. Sedangkan untuk mencari hubungan maupun
prediksi, seorang peneliti sudah dianjurkan menggunakan hipotesis sebagai
petunjuk dalam pemecahan permasalahan penelitian.
e. Penelitian eksperimen
Penelitian ekperimen merupakan metode inti dari model penelitian yang ada.
Karena dalam penelitian eksperimen para peneliti melakukan tiga persyaratan dari
suatu bentuk penelitian. Ketiga persyaratan tersebut, yaitu kegiatan mengontrol,
memanipulasi, dan observasi. Dalam penelitian eksperimen peneliti juga harus
membagi objek atau subjek yang diteliti menjadi dua grup, yaitu grup treatment
atau yang memperoleh perlakuan dan grup control yang tidak memperoleh
perlakuan. Penelitian eksperimen karene peneliti sudah melkukan kegiatan
mengontrol meke hasil penelitian dapat menentukan hubungan kausal atau sebab
dan akibat. Penelitian eksperimen juga diharuskan menggunakan hipotesis dan
melalui pengamatan, peneliti menguji hipotesis tersebut dalam kondisi
eksperimen, yaitu kondisi yang sudah dimanipulasi sedemikian rupa
(laboratorium), sehingga tidak ada kontaminasi diantara variabel yang diteliti.
Bidang kedokteran, pertanian, psikologi dan bidang teknik adalah diantara
bidang-bidang ilmu pengetahuan yang banyak menggunakan penelitian
eksperimen.
f. Penelitian kuasi eksperimen
Penelitian kuasi eksperimen dapat diartikan sebagai penelitian yang mendekati
eksperimen atau eksperimen semu. Bentuk penelitian ini banyak digunakan
dibidang il mu pendidikan atau penelitian lain dengan subjek yang diteliti adalah
manusia, dimana mereka tidak boleh dibedakan antara satu de ngan yang lain
seperti mendapat perlakuan karena berstatus sebagai grup control. Pada penelitian
kuasi eksperimen peneliti dapat membagi grup yang ada dengan tanpa
memmbedakan antara control dan grup secara nyata dengan tetap mengacu pada
bentuk alami yang sudah ada.
3. Aspek kajian / garapan
a. Penelitian kependidikan
Bidang garapan yang menjadi pokok penelitian adalah menekankan pada sekitar
masalah pendidikan, baik mencakup factor internal pendidikan termasuk:
komponen guru, siswa, kurikulum sistem pengajaran, manajemen pendidikan, dan
hubungan lembaga denngan masyarakat. Disamping itu, penelitian juga mencakup
factor-faktor eksternal seperti krbijakan pemerintah terhadap lembaga pendidikan,
pengaruh gaya hidup elit politik terhadap prospek pendidikan, pengaruh
kehidupan social dan ekonomi terhadap pendidikan generasi muda.
b. Penelitian non-kependidikan
Penelitian non-kependidikan ini mempunya cakupan yang luas sekali seluas
bidang keahlian dan variasi dari para pembaca. Contoh penelitian non-
kependidikan adalah penelitian social, ekonomi, politik, kebijakan pemerintah,
sejarah, antropologi, pertanian, teknologi, penelitian agama dan peradaban
masyarakat.
G. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian terbagi ke dalan 2 bagian, yaitu:
1) Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis disebut sebagai manfaat akademis. Yakni manfaat yang dapat
membantu kita untuk lebih memahami suatu konsep atau teori dalam suatu displin
ilmu. Konsep atau teori di sini biasanya hanya sebagaian kecil dari konsep atau
teori yang dibangun oleh banyak ilmuwan.
Penelitian yang bertitik tolak dari meragukan suatu teori tertentu disebut
penelitian verifikatif. Keraguan terhadap suatu teori muncul jika teori yang
bersangkutan tidak bisa lagi menjelaskan peristiwa-peristiwa aktual yang
dihadapi. Pengujian terhadap teori tersebut dilakukan melalui penelitian empiris,
dan hasilnya bisa menolak, atau mengukuhkan, atau merevisi teori yang
bersangkutan. Secara teoritis penelitian berguna sebagai pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
2) Manfaat Praktis
Manfaat praktis adalah manfaat yang bersifat terapan dan dapat segera digunakan
untuk keperluan praktis, misalnya memecahkan suatu masalah, membuat
keputusan, memperbaiki suatu program yang sedang berjalan. Dalam manfaat
praktis, peneliti juga harus bersifat praktis, langsung pada persoalan dan spesifik.
Penelitian bermanfaat untuk memecahkan masalah-masalah praktis. Mengubah
lahan kering menjadi lahan subur, mengubah cara kerja supaya lebih efisien, dan
mengubah kurikulum supaya lebih berdaya guna bagi pembangunan sumber daya
manusia merupakan contoh-contoh permasalahan yang dapat di bantu
pemecahannya melalui penelitian ilmiah. Secara praktis berguna sebagai upaya
yang dapat dipetik langsung manfaatnya.

Anda mungkin juga menyukai