Untuk memperoleh data atau informasi dalam studi kasus tentu perlu dilakukan
kegiatan pengumpulan data. Data sebagai informasi awal yang dibutuhkan sebagai
penunjang studi kasus, untuk itu diperlukan data-data mengenai klien dalam
aspek-aspek sebagai berikut :
Latar belakang keluarga; data tentang orang tua, saudara-saudara, taraf sosial
ekonomi keluarga, suasana kehidupan keluarga, adapt istiadat, pola asuh orang
tua.
Riwayat sekolah; jenjang pendidikan sekolah yang telah diselesaikan dalam waktu
berapa tahun, tamat dimana, tahu berapa, kesulitan belajar yang dialami.
Taraf prestasi; dalam bidang-bidang studi yang mempunyai relevansi bagi
perencanaan pendidikan lanjutan dan penentuan jabatan kelak.
Taraf kemampuan intelektual atau kemampuan akademik; kemampuan untuk
mencapai prestasi disekolah yang didalamnya berpikir memegang peranan pokok.
Bakat khusus; kemampuan untuk mencapai prestasi yang tinggi di bidang
tertentu.
Minat terhadap bidang studi dan bidang pekerjaan tertentu; kecenderungan
menetap untuk merasa tertarik pada sesuatu.
Pengalaman diluar sekolah; kegiatan dalam organisasi muda-mudi dan
pengalaman kerja.
Cirri-ciri keperibadian yang tidak termasuk kedalam no 4 ,5, 6 diatas; sifat
tempramen, sifat karakter, corak kehidupan emosional, nilai-nilai kehidupan yang
dijunjung tinggi, kadar pergaulan social dengan teman-teman sebaya, sikap dalam
menghadapai permasalahan dalam berbagai bidang kehidupan, keadaan mental
dsb.
Kesehatan jasmani; keadaan kesehatan pada umumnya, gangguan pada alat-
alat indera, cacat jasmani dan penyakit serius yang pernah diderita.
Dalam proses pengumpulan data tentu diperlukan sebuah alat atau instrument
pengumpul data. Alat pengumpul data dapat dibedakan menjadi dua yaitu pertama
alat pengumpul data dengan menggunakan metode test dan metode non test.
1. Pengumpulan Data Dengan Metode Test
Test merupakan suatu metode penelitian psikologis untuk memperoleh informasi
tentang berbagai aspek dalam tingkah laku dan kehidupan batin seseorang, dengan
menggunakan pengukuran (measurement) yang menghasilkan suatu deskripsi
kuantitatif tentang aspek yang diteliti.
Keunggulan metode ini adalah:
Lebih akurat karena test berulang-ulang direvisi.
Instrument penelitian yang objektif.
Sedangkan kelemahan metode ini adalah :
Hanya mengukur satu aspek data.
Memerlukan jangka waktu yang panjang karena harus dilakukan secara
berulang-ulang.
Hanya mengukur keadaan siswa pada saat test itu dilakukan.
Adapun jenis-jenis tes adalah sebagai berikut:
a. Tes Intelegensi
Tes kemampuan intelektual, mengukur taraf kemampuan berfikir, terutama
berkaitan dengan potensi untuk mencapi taraf prestasi tertentu dalam belajar di
sekolah (Mental ability Test; Intelegence Test; Academic Ability Test; Scholastic
Aptitude Test). Jenis data yang dapat diambil dari tes ini adalah kemampuan
intelektual atau kemampuan akademik.
b. Tes Bakat
Tes kemampuan bakat, mengukur taraf kemampuan seseorang untuk berhasil
dalam bidang studi tertentu, program pendidikan vokasional tertentu atau bidang
pekerjaan tertentu, lingkupnya lebih terbatas dari tes kemampuan intelektual (Test
of Specific Ability; Aptitude Test ). Kemampuan khusus yang diteliti itu
mencakup unsur-unsur intelegensi, hasil belajar, minat dan kepribadian yang
bersama-sama memungkinkan untuk maju dan berhasil dalam suatu bidang
tertentu dan mengambil manfaat dari pengalaman belajar dibidang itu.
c. Tes Minat
Tes minat, mengukur kegiatan-kegiatan macam apa paling disukai seseorang. Tes
macam ini bertujuan membantu orang muda dalam memilih macam pekerjaan
yang kiranya paling sesuai baginya (Test of Vocational Interest).
d. Tes Kepribadian
Tes kepribadian, mengukur ciri-ciri kepribadian yang bukan khas bersifat
kognitif, seperti sifat karakter, sifat temperamen, corak kehidupan emosional,
kesehatan mental, relasi-relasi social dengan orang lain, serta bidang-bidang
kehidupan yang menimbulkan kesukaran dalam penyesuaian diri.
e. Tes Proyektif
Tes Proyektif, meneliti sifat-sifat kepribadian seseorangmelalui reaksi-reaksinya
terhadap suatu kisah, suatu gambar atau suatu kata; angket kepribadian, meneliti
berbagai ciri kepribadian seseorang dengan menganalisa jawaban-jawaban tertulis
atas sejumlah pertanyaan untuk menemukan suatu pola bersikap, bermotivasi atau
bereaksi emosional, yang khas untuk orang itu.
Kelemahan Tes Proyektif hanya diadministrasi oleh seorang psikolog yang
berpengalaman dalam menggunakan alat itu dan ahli dalam menafsirkannya.
f. Tes Perkembangan Vokasional
Tes vokasional, mengukur taraf perkembangan orang muda dalam hal kesadaran
kelak akan memangku suatu pekerjaan atau jabatan (vocation); dalam memikirkan
hubungan antara memangku suatu jabatan dan cirri-ciri kepribadiannya serta
tuntutan-tuntutan social-ekonomis; dan dalam menyusun serta
mengimplementasikan rencana pembangunan masa depannya sendiri. Kelebihan
tes semacam ini meneliti taraf kedewasaan orang muda dalam mempersiapkan diri
bagi partisipasinya dalam dunia pekerjaan (career maturity).
g. Tes Hasil Belajar (Achievement Test)
Tes yang mengukur apa yang telah dipelajari pada berbagai bidang studi, jenis
data yang dapat diambil menggunakan tes hasil belajar (Achievement Test) ini
adalah taraf prestasi dalam belajar.
2. Pengumpulan Data Dengan Metode Non Test
Untuk melengkapi data hasil tes akan lebih akurat hasilnya bila dipadukan dengan
data-data yang dihasilkan dengan menggunakan tehnik yang berbeda, berikut
disajikan alat pengumpul data dalam bentuk non tes.
a. Observasi
Observasi diartikan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala
yang tampak pada objek penelitian. Keunggulan metode ini adalah:
banyak gejala yang hanya dapat diselidiki dengan observasi, hasilnya lebih
akurat dan sulit dibantah.
Banyak objek yang hanya bersedia diambil datanya hanya dengan observasi,
misalnya terlalu sibuk dan kurang waktu untuk diwawancarai atau menisci
kuisioner.
Kejadian yang serempak dapat diamati dan dan dicatat serempak pula dengan
memperbanyak observer.
banyak kejadian yang dipandang kecil yang tidak dapat ditangkap oleh alat
pengumpul data yang lain, yang ternyata sangat menentukan hasil penelitian.
Kelemahan metode ini adalah :
Observasi tergantung pada kemampuan pengamatan dan mengingat.
Kelemahan-kelemahan observer dalam pencatatan.
Banyak kejadian dan keadaan objek yang sulit diobservasi, terutama yang
menyangkut kehidupan peribadi yang sangat rahasia.
Oberservasi sering menjumpai observee yang bertingkah laku baik dan
menyenangkan karena tahu bahwa ia sedang diobservasi.
Banyak gejala yang hanya dapat diamati dalam kondisi lingkungan tertentu,
sehingga dapat terjadi gangguan yang menyebabkan observasi tidak dapat
dilakukan.
1) Catatan Anekdot (Anecdotal Record )
Alat untuk mencatat gejala-gejala khusus atau luar biasa menurut urutan kejadian,
catatan dibuat segera setelah peristiwa terjadi. Pencatatan ini dilakukan terhadap
bagaimana kejadiannya, bukan pendapat pencatat tentang kejadian tersebut.
Keuntungan :
Catatan ini menggambarkan perilaku individu, biasanya dalam berbagai situasi
yang berbeda, sehingga dapat menyumbangkan pemahaman yang lebih besar
tentang kepribadian individu tersebut.
Catatan tentang perilaku yang jelas akan menghasilkan pemahaman yang lebih
tepat mengenai subyek, daripada generalisasi yang tidak jelas, terlalu luas, dan
tidak dilengkapi bukti kuat.
Catatan ini mendorong guru untuk tertarik dan mendapatkan informasi tentang
individu.
Catatan ini melengkapi data kuantitatif dan memperkaya penafsiran perilaku.
Kelemahan :
Catatan ini dapat berguna hanya jika penggambaran pengamatannya akurat dan
komprehensif.
Catatan ini bisa menciptakan masalah serius bagi personel sekolah berkaitan
dengan undang-undang yaitu (Undang-Undang dan Privasi Pendidikan Keluarga
1974) yang diciptakan untuk melindungi hak privasi siswa. Pencatatan data
tentang orang tua atau anak dapat berdampak sangat berbahaya.
Beberapa kejadian yang dialami subyek sehari-hari cenderung menjadi bahan
observasi dan dicatat. Kejadian ini menimbulkan kesan tentang subyek itu diluar
proporsi kepentingannya.
Pencatatan dan penggambaran perilaku yang tidak representative mungkin
akan mempengaruhi perilaku individu yang lain.
Catatan anecdotal banyak memakan waktu dalam penulisan dan
pemrosesannya. Hal ini jelas menambah beban konselor, guru, dan petugas
sekolah.
2) Catatan Berkala (Incidental Record)
Pencatatan berkala walaupun dilakukan berurutan menurut waktu munculnya
suatu gejala tetapi tidak dilakukan terus menerus, melainkan pada waktu tertentu
dan terbatas pula pada jangka waktu yang telah ditetapkan untuk tiap-tiap kali
pengamatan.
3) Daftar Chek (Check List )
Penataan data dilakukan dengan menggunakan sebuah daftar yang memuat nama
observer dan jenis gejala yang diamati.
4) Skala Penilaian (Rating Scale)
Pencatatan data dengan alat ini dilakukan seperti chek list. Perbedaannya terletak
pada kategorisasi gejala yang dicatat. Dalam rating scale tidak hanya terdapat
nama objek yang diobservasi dan gejala yang akan diselidiki akan tetapi
tercantum kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan atau jenjang setiap gejal
tersebut.
Keuntungan :
Kelebihan skala pengukuran adalah karena merupakan alat perhitungan observasi
dan merupakan alat yang bagi pengamat dapat digunakan untuk menilai individu
yang sama, dengan demikian akan memperbesar reliabilitas penilaian. Penilaian
yang sama dari beberapa penilai, asalkan mereka memiliki pengetahuan yang
sama tentang individu yang sedang dinilai, biasanya hasilnya lebih baik daripada
penilaian yang hanya dilakukan satu orang.
Kelemahan:
Kesalahan bias personal, efek halo, kecenderungan sentral, dan kesalahan logis.
Karena skala penilaian telah digunakan secara luas selama bertahun-tahun,
kekurangan itu cukup dikenal oleh mereka yang merancang dan
menggunakannya. Namun, jenis-jenis kesalahan itu bisa saja terjadi dengan
berbagai bentuk berdasarkan observasi yang dilakukan.
5) Peralatan Mekanis (Mechanical Device)
Pencatatan dengan alat ini tidak dilakukan pada saat observasi berlangsung,
karena sebagian atau seluruh peristiwa direkan dengan alat elektronik sesuai
dengan keperluan.
b. Angket Tertulis
Alat ini memuat sejumlah item atau pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa
secara tertulis juga. Dengan mengisi angket ini siswa memberikan keterangan
tentang sejumlah hal yang relevan bagi keperluan bimbingan, seperti keterangan
tentang keluarga, kesehatan jasmani, riwayat pendidikan, pengalaman belajar
sekolah dan dirumah, pergaulan social, rencana pendidikan lanjutan, kegiatan
diluar sekolah, hobi dan mungkin kesukaran yang mungkin dihadapi.
Keunggulannya adalah:
Dalam waktu singkat diperoleh banyak keterangan.
Pengisiannya dapat dilakukan dikelas, siswa dapat menjawab sesuai dengan
keadaannya tanpa dipengaruhi oleh orang lain.
Kelemahannya adalah:
Siswa tidak dapat memberikan keterangan lebih lanjut karena jawaban terbatas
pada hal-hal yang ditanyakan.
Siswa dapat menjawab tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya jika dia
menghendaki demikian.
Jawaban hanya mengungkap keadaan siswa pada saat angket diisi.
c. Wawancara Informasi
Wawancara informasi merupakan salah satu metode pengumpulan data untuk
memperoleh data dan informasi dari siswa secara lisan. Proses wawancara
dilakukan dengan cara tatap muka secara langsung dengan siswa. Selama proses
wawancara petugas bimbingan mengajukan pertanyaan, meminta penjelasan dan
jawaban dari pertanyaan yang diberikan dan membuat catatan mengenai hal-hal
yang diungkapkan kepadanya.
Keunggulan :
Diperoleh informasi dalam suasana komunikasi secara langsung, yang
memungkinkan siswa selain memberikan data factual seperti yang ditulis dalan
angket, juga mengungkapkan sikap, pikiran, harapan, dan perasaan.
Rumusan pertanyaan dapat disesuaikan dengan daya tangkap siswa.
Dapat ditanyakan hal-hal yang bersifat sensitive, seperti suasana keluarga, corak
pergaulan dengan saudara kandung dan teman sebaya, penggunaan bahan
narkotika, pengalaman seksual, dsb.
Interview penting untuk memperoleh informasi, tidak hanya merngenai item-
item yang factual seperti yang biasa tercakup pada kuesioner pengumpul data-
siswa, namun juga mengenai sikap, ambisi dan hal afektif lain yang menyusun
studi kasus ini.
Fact-Finding interview dapat digunakan karena data sebelumnya tidak jelas
atau karena perasaan yang mendasari perlu ditemukan dan dipahami.
Kelemahannya adalah :
Memakan banyak waktu bagi petugas bimbingan.
Siswa berprasangka terhadap petugas bimbingan dan memberikan informasi
yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Petugas bimbingan mendengarkan terlalu selektif atau bertanya-tanya dengan
cara yang sugestif.
pembuatan catatan memberikan kesan kepada siswa bahwa dia sedang
berhadapan dengan petugas kepolisian.
Interview mungkin mengubah informasi mengenai interview mereka sendiri,
reaksi mereka, dan pengalaman mereka. Interview dapat menjadikan sumber
kesalahan. Mereka dapat mencatat informasi karena “pendengaran yang selektif”.
Mungkin mereka hanya gagal mendengarkan pernyataan interviewee yang
bertentangan dengan opini,reaksi, sikap atau ide tentang situasi mereka sendiri.
d. Otobiografi
Otobiografi merupakan karangan yang dibuat oleh siswa mengenai riwayat
hidupnya sampai pada saat sekarang. Riwayat hidup itu dapat mencakup
keseluruhan hidupnya dimasa lamoau atau hanya beberapa aspek kehidupannya
saja.
Keunggulan :
Disamping menceritakan kejadian-kejadian dimasa lalu terungkap pula pikiran
dan perasaan subjektif tentang kejadian tersebut.
Menolong Konselor memahami kehidupan batin siswa dan membantu siswa
menyadari garis besar riwayat perkembangannya sampai sekarang.
Berunsur subjektifitas sehingga siswa menggambarkan duniaini, dilihat dari
sudut pandang sendiri (internal frame of reference).
Kelemahan :
Unsur sujektifitas juga menimbulkan kesulitan bagi interpretasi, karena siswa
cenderung melebihkan-lebihkan kebaikan atau kelemahan sendiri dan menilai
peranan orang lain secara berat sebelah.
Memerlukan waktu yang lama,
e. Sosiometri
Sosiometri merupakan suatu metode untuk memperoleh data tentang jaringan
social dalam suatu kelompok, yang berukuran kecil antara 10-50 orang, data
diambil berdasarkan preferensi pribadi antara anggota kelompok.
Keunggulan :
Mungkin kelebihan terbesar teknik sosiometri adalah teknik ini memberikan
informasi obyektif mengenai fungsi-fungsi individu dalam kelompoknya, dimana
informasi ini tidak dapat diperoleh dari sumber yang lain.
Kelemahan :
Perlu diketahui bahwa tes sosiometri, tidak memberikan jawaban yang pasti.
Tes ini hanya bisa memberikan indikasi struktur social atau petunjuk bagi peneliti
tentang individu pada periode tertentu.
Seluruh teori sosiometri atau postulatnya belum dites dan dikembangkan
sampai pada tingkat yang tak tersangkal kebenarannya.
Siswa cenderung memilih bukan atas dasar pertimbangan dengan siapa dia
akan paling berhasil dalam melakukan kegiatan (sosiogroup) melainkan atas dasar
simpati dan antipati (psychogroup
Diposkan oleh hana di 19.36 Tidak ada komentar:
DESAIN PENELITIAN
PERTEMUAN 6
DESAIN PENELITIAN
Dalam melakukan penelitian salah satu hal yang penting ialah membuat desain
penelitian. Desain penelitian bagaikan sebuah peta jalan bagi peneliti yang
menuntun serta menentukan arah berlangsungnya proses penelitian secara benar
dan tepat sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Tanpa desain yang benar
seorang peneliti tidak akan dapat melakukan penelitian dengan baik karena yang
bersangkutan tidak mempunyai pedoman arah yang jelas.
Agar tercapai pembuatan desain yang benar, maka peneliti perlu menghindari
sumber potensial kesalahan dalam proses penelitian secara keseluruhan.
Kesalahan-kesalahan tersebut ialah:
1. Kesalahan Dalam Perencanaan
Kesalahan dalam perencanaan dapat terjadi saat peneliti membuat kesalahan
dalam menyusun desain yang akan digunakan untuk mengumpulkan informasi.
Kesalahan ini dapat terjadi pula bila peneliti salah dalam merumuskan masalah.
Kesalahan dalam merumuskan masalah akan menghasilkan infromasi yang tidak
dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang sedang diteliti. Cara
mengatasi kesalahan ini ialah mengembangkan proposal yang baik dan benar yang
secara jelas menspesifikasikan metode dan nilai tambah penelitian yang akan
dijalankan.
2. Kesalahan Dalam Pengumpulan Data
Kesalahan dalam pengumpulan data terjadi pada saat peneliti melakukan
kesalahan dalam proses pengumpulan data di lapangan. Kesalahan ini dapat
memperbesar tingkat kesalahan yang sudah terjadi dikarenakan perencanaan yang
tidak matang. Untuk menghindari hal tersebut data yang dikoleksi harus
merupakan represntasi dari populasi yang sedang diteliti dan metode
pengumpulan datanya harus dapat menghasilkan data yang akurat. Cara mengatasi
kesalahan ini ialah kehati-hatian dan ketepatan dalam menjalankan desain
penelitian yang sudah dirancang dalam proposal.
3. Kesalahan Dalam Melakukan Analisa
Kesalahan dalam melakukan analisa dapat terjadi pada saat peneliti salah dalam
memilih cara menganalisa data. Selanjutnya, kesalahan ini disebabkan pula
adanya kesalahan dalam memilih teknik analisa yang sesuai dengan masalah dan
data yang tersedia. Cara mengatasi masalah ini ialah buatlah justifikasi prosedur
analisa yang digunakan untuk menyimpulkan dan memanipulasi data.
4. Kesalahan Dalam Pelaporan
Kesalahan dalam pelaporan terjadi jika peneliti membuat kesalahan dalam
menginterprestasikan hasil-hasil penelitian. Kesalahan seperti ini terjadi pada saat
memberikan makna hubungan-hubungan dan angka-angka yang diidentifikasi dari
tahap analisa data. Cara mengatasi kesalahan ini ialah hasil analisa data diperiksa
oleh orang-orang yang benar-benar ahli dan menguasai masalah hasil penelitian
tersebut.
Desain artinya rencana, tetapi apabila dikaji lebih lanjut kata itu dapat berarti pula
pola, potongan, bentuk, model, tujuan dna maksud (Echols dan Hassan Shadily,
1976:177), Desain Penelitian menurut William M.K. Trochim (2006) “Research
design can be thought of as the structure of research -- it is the "glue" that holds
all of the elements in a research project together.” Sedangkan Lincoln dan Guba
(1985:226) mendefinisikan rancangan penelitian sebagi usaha merencanakan
kemungkinan-kemungkinan tertentu secara luas tanpa menunjukkan secara pasti
apa yang akan dikerjakan dalam hubungan dengan unsur masing-masing.
Desain penelitian menurut Mc Millan dalam Ibnu Hadjar (1999:102) adalah
rencana dan struktur penyelidikan yang digunakan untuk memperoleh bukti-bukti
empiris dalam menjawab pertanyaan penelitian.
Desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan
pelaksanaan penelitian.
1) Desain dalam merencanakan penelitian
Desain dalam perencanaan penelitian bertujuan untuk melaksanakan penelitian,
sehingga dapat diperoleh suatu logika, baik dalam pengujian hipotesa maupun
dalam membuat kesimpulan. Desain rencana penelitian yang baik akan dapat
menterjemahkan model-model ilmiah ke dalam operasional penelitian secara
praktis
2) Desain pelaksanaan penelitian
Meliputi proses membuat percobaan ataupun pengamatan serta memilih
pengukuran-pengukuran variabel, memilih prosedur dan teknik sampling, alat-alat
untuk mengumpulkan data kemudian membuat coding, editing dan memproses
data yang dikumpulkan, termasuk juga proses analisa data serta membuat laporan.
a) Desain sampel
Desain sampel yang akan digunakan dalam operasional penelitian amat tergantung
dari pandangan efisiensi, yaitu :
Mendefinisikan populasi
Menentukan besarnya sampel
Menentukan sampel yang representatif
b) Desain alat ( Instrumen )
Yang dimaksud dengan alam disini adalah alat untuk mengumpulkan data. Desain
terhadap alat untuk mengumpulkan data sangat menentukan dalam pengujian
hipotesa. Alat yang digunakan dapat sangat berstruktur (check list dari kuesioner),
kurang berstruktur (interview guide), ataupun suatu outline biasa di dalam
mencatat pengamatan langsung.
c) Desain analisa
Dalam desain analisa, maka diperlukan alat-alat yang digunakan untuk membantu
analisa. Penggunaan statistik yang tepat yang sesuai dengan keperluan analisa
harus dipilih sebaik-baiknya.
Dalam penelitian eksperimental, desain penelitian disebut desain eksperimental.
Desain eksperimen dirancang sedemikian rupa guna meningkatkan validitas
internal maupun eksternal.
Suharsimi Arikunto (1998:85-88) mengkategorikan desain eksperimen murni
menjadi 8 yaitu control group pre-test post test, random terhadap subjek, pasangan
terhadap subjek, random pre test post test , random terhadap subjek dengan pre
test kelompok kontrol post test kelompok eksperimen, tiga kelompok eksperimen
dan kontrol, empat kelompok dengan 3 kelompok kontrol, dan desain waktu.
Sutrisno Hadi (1982:441) mengkategorikan desain eksperimen menjadi enam
yaitu simple randomaized, treatment by levels desaigns, treatments by subjects
desaigns, random replications desaigns, factorial designs, dan groups within
treatment designs. Sedangkan Ibnu Hadjar (1999:327) membedakan desain
penelitian eksperimen murni menjadi dua yaitu pre test post test kelompok kontrol
dan post tes kelompok kontrol.
Dalam penelitian eksperimen murni, desain penelitian yang populer digunakan
adalah sebagai berikut:
a) Control Group Post test only design atau post tes kelompok control
Desain ini subjek ditempatkan secara random kedalam kelompok-kelompok dan
diekspose sebagai variabel independen diberi post test. Nilai-nilai post test
kemudian dibandingkan untuk menentukan keefektifan tretment.
Desain ini cocok untuk digunakan bila pre test tidak mungkin dilaksanakan atau
pre tes mempunyai kemungkinan untuk berpengaruh pada perlakuan eksperimen.
Desain ini akan lebih cocok dalam eksperimen yang berkaitan dengan
pembentukan sikap karena dalam eksperimen demikian akan berpengaruh pada
perlakuan.
b) Pre test post test control group design atau pre tes post tes kelompok control
Desain ini melibatkan dua kelompok subjek, satu diberi perlakuan eksperimental
(kelompok eksperimen) dan yang lain tidak diberi apa-apa (kelompok kontrol).
Berdasarkan desain penelitian yang disusun, penelitian kualitatif dapat dibedakan
menjadi dua macam yaitu :
1) Desain penelitian kualitatif non standar
Desain penelitian dalam paradigma positivistik kuantitatif bersifat terstandar,
artinya ada aturan yang sama yang harus dipenuhi oleh peneliti untuk mengadakan
penelitian dalam bidang apapun juga. Pelaksanaan penelitian dimulai dari adanya
masalah, membatasi obyek penelitian, mencari teori dan hasil penelitian yang
relevan, mendesain metode penelitian, mengumpulkan data, menganalisis data,
membuat kesimpulan, ada yang menambah dengan implikasi, saran dan atau
rekomendasi. Sebelum data diolah, perlu diuji terlebih dulu validitas dan
reliabilitasnya, baik dari segi konstrak teori, isi maupun empiriknya. Sistematika
penulisan sudah terstandar, yaitu:
Bab I. Pendahuluan (latar belakang masalah, identifikasi masalah,
rumusan/batasan masalah, dst.).
Bab II. Kajian teori atau kajian pustaka (kajian teori yang sesuai dengan
masalah yang diteliti, hasil penelitian yang relevan, kerangka pikir,
hipotesis/pertanyaan penelitian).
Bab III. Metode penelitian (Desain, tempat dan waktu penelitian, populasi dan
sampel, variabel penelitian, instrumen dan teknik analisis data).
Bab IV. Hasil penelitian.
Bab V. Kesimpulan (ada yang menambah, implikasi, keterbatasan penelitian
dan saran).Desain penelitian kualitatif non standar sebetulnya menggunakan
standar seperti kuantitatif tetapi bersifat flesibel (tidak kaku).
Dengan kata lain model ini merupakan modifikasi dari model penelitian
paradigma positivistik kuantitatif dengan menyederhanakan sistematika ataupun
menyatukan bebarapa bagian dalam bab yang sama, misalnya memasukkan
metode penelitian dalam bab I .
Desain penelitian kualitatif non standar ini digunakan untuk penelitian kualitatif
dalam paradigma positivistik dan penelitian kualitatif dalam paradigma bahasa.
2) Desain penelitian kualitatif tentative
Model ini sama sekali berbeda dari model-model di atas. Desain penelitian
terstandar dan non standar disusun sebelum peneliti terjun ke lapangan dan
dijadikan sebagai acuan dalam mengadakan penelitian, sedangkan desain
penelitian tentatif disusun sebelum ke lapangan juga tetapi setelah peneliti
memasuki lapangan penelitian, desain penelitian dapat berubah-ubah untuk
menyesuaikan dengan kondisi realitas lapangan yang dihadapi. Acuan
pelaksanaan penelitian tidak sepenuhnya tergantung pada desain yang telah
disusun sebelumnya, tetapi lebih memperhatikan kondisi realitas yang dihadapi.
Dalam desain penelitian terstandar maupun non standar dapat dibakukan dengan
istilah-istilah: masalah, kerangka teori, metode penelitian, analisis dan kesimpulan
dan lainnya. Model tentatif menggunakan dasar sistematika yang berbeda.
Sistematika model ini unit-unitnya atau bab-babnya disesuaikan dengan
sistematika substantif obyeknya.
Secara garis besar ada dua macam tipe desain, yaitu: Desain Ex Post Facto dan
Desain Eskperimental. Faktor-faktor yang membedakan kedua desain ini ialah
pada desain pertama tidak terjadi manipulasi varaibel bebas sedang pada desain
yang kedua terdapat adanya manipulasi variable bebas. Tujuan utama penggunaan
desain yang pertama ialah bersifat eksplorasi dan deskriptif; sedang desain kedua
bersifat eksplanatori (sebab akibat). Jika dilihat dari sisi tingkat pemahaman
permasalahan yang diteliti, maka desain ex post facto menghasilkan tingkat
pemahaman persoalan yang dikaji pada tataran permukaan sedang desain
eksperimental dapat menghasilkan tingkat pemahaman yang lebih mendalam.
Kedua desain utama tersebut mempunyai sub-sub desain yang lebih khusus. Yang
termasuk dalam kategori pertama ialah studi lapangan dan survei. Sedang yang
termasuk dalam kategori kedua ialah percobaan di lapangan (field experiment)
dan percobaan di laboratorium (laboratory experiment)
1. Sub Desain Ex post Facto
a. Studi Lapangan
Studi lapangan merupakan desain penelitian yang mengkombinasikan antara
pencarian literature (Literature Study), survei berdasarkan pengalaman dan / atau
studi kasus dimana peneliti berusaha mengidentifikasi variable-variabel penting
dan hubungan antar variable tersebut dalam suatu situasi permasalahan tertentu.
Studi lapangan umumnya digunakan sebagai sarana penelitian lebih lanjut dan
mendalam.
b. Survei
Desain survei tergantung pada penggunaan jenis kuesioner. Survei memerlukan
populasi yang besar jika peneliti menginginkan hasilnya mencerminkan kondisi
nyata. Semakin samplenya besar, survei semakin memberikan hasil yang lebih
akurat. Dengan survei seorang peneliti dapat mengukap masalah yang banyak,
meski hanya sebatas dipermukaan. Sekalipun demikian, survei bermanfaat jika
peneliti menginginkan informasi yang banyak dan beraneka ragam. Metode survei
sangat popular karena banyak digunakan dalam penelitian bisnis. Keunggulan
survei yang lain ialah mudah melaksanakan dan dapat dilakukan secara cepat.
2. Sub Desain Desain Eksperimental
a. Eksperimen Lapangan
Desain eksperimen lapangan merupakan penelitian yang dilakukan dengan
menggunakan latar yang realistic dimana peneliti melakukan campur tangan dan
melakukan manipulasi terhadap variabel bebas.
b. Eksperimen Laboratorium
Desain eksperimen laboratorium menggunakan latar tiruan dalam melakukan
penelitiannya. Dengan menggunakan desain ini, peneliti melakukan campur
tangan dan manipulasi variable-variabel bebas serta memungkinkan penliti
melakukan kontrol terhadap aspek-aspek kesalahan utama.
c. Desain Spesifik Ex Post Facto dan Eksperimental
Sebelum membicarakan desain spesifik Ex Post facto dan eksperimental, system
notasi yang digunakan perlu diketahui terlebih dahulu. Sistem notasi tersebut
adalah sebagai berikut:
X : Digunakan untuk mewakili pemaparan (exposure) suatu kelompok yang diuji
terhadap suatu perlakuan eksperimental pada variable bebas yang kemudian efek
pada variable tergantungnya akan diukur.
O : Menunjukkan adanya suatu pengukuran atau observasi terhadap variable
tergantung yang sedang diteliti pada individu, kelompok atau obyek tertentu.
R : Menunjukkan bahwa individu atau kelompok telah dipilih dan ditentukan
secara random untuk tujuan-tujuan studi.
Diposkan oleh hana di 19.34 Tidak ada komentar:
PENARIKAN SAMPEL
PERTEMUAN 5
PENARIKAN SAMPEL
Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih
bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya. Hipotesis ilmiah
mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap masalah yang kan diteliti.
Hipotesis menjadi teruji apabila semua gejala yang timbul tidak bertentangan
dengan hipotesis tersebut. Dalam upaya pembuktian hipotesis, peneliti dapat saja
dengan sengaja menimbulkan/ menciptakan suatu gejala. Kesengajaan ini disebut
percobaan atau eksperimen. Hipotesis yang telah teruji kebenarannya disebut
teori.
Contoh:
Apabila terlihat awan hitam dan langit menjadi pekat, maka seseorang dapat saja
menyimpulkan (menduga-duga) berdasarkan pengalamannya bahwa (karena
langit mendung, maka...) sebentar lagi hujan akan turun. Apabila ternyata
beberapa saat kemudia hujan benar turun, maka dugaan terbukti benar. Secara
ilmiah, dugaan ini disebut hipotesis. Namun apabila ternyata tidak turun hujan,
maka hipotesisnya dinyatakan keliru.
Hipotesis berasal dari bahasa Yunani: hypo= di bawah;thesis = pendirian,
pendapat yang ditegakkan, kepastian. Artinya, hipotesa merupakan sebuah istilah
ilmiah yang digunakan dalam rangka kegiatan ilmiah yang mengikuti kaidah-
kaidah berfikir biasa, secara sadar, teliti, dan terarah. Dalam penggunaannya
sehari-hari hipotesa ini sering juga disebut dengan hipotesis, tidak ada perbedaan
makna di dalamnya. Ketika berfikir untuk sehari-hari, orang sering menyebut
hipotesis sebagai sebuah anggapan, perkiraan, dugaan, dan sebagainya. Hipotesis
juga berarti sebuah pernyataan atau proposisi yang mengatakan bahwa diantara
sejumlah fakta ada hubungan tertentu. Proposisi inilah yang akan membentuk
proses terbentuknya sebuah hipotesis di dalam penelitian, salah satu diantaranya
yaitu Penelitian sosial.
Terdapat tiga macam hipotesis
a. Hipotesis Deskriftif : dirumuskan untuk menentukan titik peluang, atau
dirumuskan untuk menjawab pertanyaan taksiran/estimatif. Tidak
membandingkan.
Contoh “Disiplin kerja pegawai Fak. Teknik UNTAG sangat tinggi” Yang
menjadi estimasi pada contoh ini adalah : sangat tinggi
b. Hipotesis Komparatif : memberi jawaban terhadap permasalahan yang bersifat
membedakan. Contoh “Ada perbedaan daya ikat antara Semen Tiga Roda dengan
Semen Padang”
c. Hipotesis Asosiatif : memberi jawaban pada permasalahan yang bersifat
hubungan.
Dalam hal ini menurut sifat hubungannya, ada tiga jenis hipotesis penelitian (Ha) :
1) Hipotesis hubungan simentris : Hubungan bersifat kebersamaan antara dua
variabel atau lebih, tapi tidak menunjukkan sebab akibat.
Contoh ”Ada hubungan antara banyaknya mengikuti perkuliahan dengan nilai
akhir mahasiswa”
2) Hipotesis hubungan sebab akibat (kausal) : menyatakan hubungan yang saling
mempengaruhi antara dua variabel atau lebih.
Contoh ”Disiplin pegawai yang tinggi berpengaruh positif terhadap produktifitas
kerja.”
3) Hipotesis hubungan interaktif : menyatakan hubungan antara dua variabel atau
lebih bersifat saling mempengaruhi.
Contoh ”Terdapat pengaruh timbal balik antar kenaikan pangkat dengan
tersedianya jabatan”
Selain dari itu ada juga yang berpendapat bahwa hipotesis di bedakan menjadi dua
macam, yaitu :
1. Hipotesis Nol (null hypotheses)
Hipotesis nol sering juga disebut hipotesis statistik, karena biasanya dipakai
dalam penelitian bersifat bersifat statistik, yaitu diuji dengan hitungan statistik.
2. Hipotesis kerja.
Hipotesis ini juga disebut dengan hipotesis alternatif yang disingkat dengan Ha.
Hipotesis kerja menyatakan hubungan antara variabel variabel X dan variabel Y,
atau adanya perbedaan antara dua kelompok.
Proses pembentukan hipotesis merupakan sebuah proses penalaran, yang melalui
tahap-tahap tertentu. Hal demikian juga terjadi dalam pembuatan hipotesis ilmiah,
yang dilakukan dengan sadar, teliti, dan terarah. Sehingga dapat dikatakan bahwa
sebuah Hipotesis merupakan satu tipe proposisi yang langsung dapat diuji.
Hipotesis merupakan elemen penting dalam penelitian ilmiah, khususnya
penelitian kuantitatif. Terdapat tiga alasan utama yang mendukung pandangan ini
diantaranya:
1. Hipotesis dapat dikatakan sebagai piranti kerja teori. Hipotesis ini dapat dilihat
dari teori yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan yang akan diteliti.
Misalnya, sebab dan akibat dari konflik dapat dijelaskan melalui teori mengenai
konflik.
2. Hipotesis dapat diuji dan ditunjukkan kemungkinan benar atau tidak benar atau
di falsifikasi.
3. Hipotesis adalah alat yang besar dayanya untuk memajukan pengetahuan
karena membuat ilmuwan dapat keluar dari dirinya sendiri. Artinya, hipotesis
disusun dan diuji untuk menunjukkan benar atau salahnya dengan cara terbebas
dari nilai dan pendapat peneliti yang menyusun dan mengujinya.
Walaupun hipotesis penting sebagai arah dan pedoman kerja dalam penelitian,
tidak semua penelitian mutlak harus memiliki hipotesis. Penggunaan hipotesis
dalam suatu penelitian didasarkan pada masalah atau tujuan penelitian. Dalam
masalah atau tujuan penelitian tampak apakah penelitian menggunakan hipotesis
atau tidak. Contohnya yaitu Penelitian eksplorasi yang tujuannya untuk menggali
dan mengumpulkan sebanyak mungkin data atau informasi tidak menggunakan
hipotesis. Hal ini sama dengan penelitian deskriptif, ada yang berpendapat tidak
menggunakan hipotesis sebab hanya membuat [[deskripsi atau mengukur secara
cermat tentang fenomena yang diteliti, tetapi ada juga yang menganggap
penelitian deskriptif dapat menggunakan hipotesis. Sedangkan, dalam penelitian
penjelasan yang bertujuan menjelaskan hubungan antar-variabel adalah keharusan
untuk menggunakan hipotesis.
Fungsi penting hipotesis di dalam penelitian, yaitu:
1. Untuk menguji teori,
2. Mendorong munculnya teori,
3. Menerangkan fenomena sosial,
4. Sebagai pedomanuntuk mengarahkan penelitian,
5. Memberikan kerangka untuk menyusun kesimpulan yang akan dihasilkan.
Satu hipotesis dapat diuji apabila hipotesis tersebut dirumuskan dengan benar.
Kegagalan merumuskan hipotesis akan mengaburkan hasil penelitian. Meskipun
hipotesis telah memenuhi syarat secara (proporsional), jika hipotesis tersebut
masih abstrak bukan saja membingungkan prosedur penelitian, melainkan juga
sukar diuji secara nyata.
Untuk dapat memformulasikan hipotesis yang baik dan benar, sedikitnya harus
memiliki beberapa ciri-ciri pokok, yakni:
1. Hipotesis diturunkan dari suatu teori yang disusun untuk menjelaskan masalah
dan dinyatakan dalam proposisi-proposisi. Oleh sebab itu, hipotesis merupakan
jawaban atau dugaan sementara atas masalah yang dirumuskan atau searah dengan
tujuan penelitian.
2. Hipotesis harus dinyatakan secara jelas, dalam istilah yang benar dan secara
operasional. Aturan untuk, menguji satu hipotesis secara empiris adalah harus
mendefinisikan secara operasional semua variabel dalam hipotesis dan diketahui
secara pasti variabel independen dan variabel dependen.
3. Hipotesis menyatakan variasi nilai sehingga dapat diukur secara empiris dan
memberikan gambaran mengenai fenomena yang diteliti. Untuk hipotesis
deskriptif berarti hipotesis secara jelas menyatakan kondisi, ukuran, atau distribusi
suatu variabel atau fenomenanya yang dinyatakan dalam nilai-nilai yang
mempunyai makna.
4. Hipotesis harus bebas nilai. Artinya nilai-nilai yang dimiliki peneliti dan
preferensi subyektivitas tidak memiliki tempat di dalam pendekatan ilmiah seperti
halnya dalam hipotesis.
5. Hipotesis harus dapat diuji. Untuk itu, instrumen harus ada (atau dapat
dikembangkan) yang akan menggambarkan ukuran yang valid dari variabel yang
diliputi. Kemudian, hipotesis dapat diuji dengan metode yang tersedia yang dapat
digunakan untuk mengujinya sebab peneliti dapat merumuskan hipotesis yang
bersih, bebas nilai, dan spesifik, serta menemukan bahwa tidak ada metode
penelitian untuk mengujinya. Oleh sebab itu, evaluasi hipotesis bergantung pada
eksistensi metode-metode untuk mengujinya, baik metode observasi,
pengumpulan data, analisis data, maupun generalisasi.
6. Hipotesis harus spesifik. Hipotesis harus bersifat spesifik yang menunjuk
kenyataan sebenarnya. Peneliti harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan
yang sebenarnya. Peneliti harus memiliki hubungan eksplisit yang diharapkan di
antara variabel dalam istilah arah (seperti, positif dan negatif). Satu hipotesis
menyatakan bahwa X berhubungan dengan Y adalah sangat umum. Hubungan
antara X dan Y dapat positif atau negatif. Selanjutnya, hubungan tidak bebas dari
waktu, ruang, atau unit analisis yang jelas. Jadi, hipotesis akan menekankan
hubungan yang diharapkan di antara variabel, sebagaimana kondisi di bawah
hubungan yang diharapkan untuk dijelaskan. Sehubungan dengan hal tersebut,
teori menjadi penting secara khusus dalam pembentukan hipotesis yang dapat
diteliti karena dalam teori dijelaskan arah hubungan antara variabel yang akan
dihipotesiskan.
7. Hipotesis harus menyatakan perbedaan atau hubungan antar-variabel. Satu
hipotesis yang memuaskan adalah salah satu hubungan yang diharapkan di antara
variabel dibuat secara eksplisit.
Tahap-tahap pembentukan hipotesa pada umumnya sebagai berikut:
1. Penentuan masalah
Dasar penalaran ilmiah ialah kekayaan pengetahuan ilmiah yang biasanya timbul
karena sesuatu keadaan atau peristiwa yang terlihat tidak atau tidak dapat
diterangkan berdasarkan hukum atau teori atau dalil-dalil ilmu yang sudah
diketahui. Dasar penalaran pun sebaiknya dikerjakan dengan sadar dengan
perumusan yang tepat. Dalam proses penalaran ilmiah tersebut, penentuan
masalah mendapat bentuk perumusan masalah.
Hipotesis pendahuluan atau hipotesis preliminer (preliminary hypothesis). Dugaan
atau anggapan sementara yang menjadi pangkal bertolak dari semua kegiatan. Ini
digunakan juga dalam penalaran ilmiah. Tanpa hipotesa preliminer, observasi
tidak akan terarah. Fakta yang terkumpul mungkin tidak akan dapat digunakan
untuk menyimpulkan suatu konklusi, karena tidak relevan dengan masalah yang
dihadapi. Karena tidak dirumuskan secara eksplisit, dalam penelitian, hipotesis
priliminer dianggap bukan hipotesis keseluruhan penelitian, namun merupakan
sebuah hipotesis yang hanya digunakan untuk melakukan uji coba sebelum
penelitian sebenarnya dilaksanakan.
2. Pengumpulan fakta
Dalam penalaran ilmiah, diantara jumlah fakta yang besarnya tak terbatas itu
hanya dipilih fakta-fakta yang relevan dengan hipotesa preliminer yang
perumusannya didasarkan pada ketelitian dan ketepatan memilih fakta.
3. Formulasi hipotesa
Pembentukan hipotesa dapat melalui ilham atau intuisi, dimana logika tidak dapat
berkata apa-apa tentang hal ini. Hipotesa diciptakan saat terdapat hubungan
tertentu diantara sejumlah fakta. Sebagai contoh sebuah anekdot yang jelas
menggambarkan sifat penemuan dari hipotesa, diceritakan bahwa sebuah apel
jatuh dari pohon ketika Newton tidur di bawahnya dan teringat olehnya bahwa
semua benda pasti jatuh dan seketika itu pula dilihat hipotesanya, yang dikenal
dengan hukum gravitasi.
4. Pengujian hipotesa
Artinya mencocokkan hipotesa dengan keadaan yang dapat diobservasidalam
istilah ilmiah hal ini disebut verifikasi(pembenaran). Apabila hipotesa terbukti
cocok dengan fakta maka disebut konfirmasi. Terjadi falsifikasi(penyalahan) jika
usaha menemukan fakta dalam pengujian hipotesa tidak sesuai dengan hipotesa,
dan bilamana usaha itu tidak berhasil, maka hipotesa tidak terbantah oleh fakta
yang dinamakan koroborasi(corroboration). Hipotesa yang sering mendapat
konfirmasi atau koroborasi dapat disebut teori.
5. Aplikasi/penerapan
Apabila hipotesa itu benar dan dapat diadakan menjadi ramalan (dalam istilah
ilmiah disebut prediksi), dan ramalan itu harus terbukti cocok dengan fakta.
Kemudian harus dapat diverifikasikan/koroborasikan dengan fakta.
Hipotesis ini merupakan suatu jenis proposisi yang dirumuskan sebagai jawaban
tentatif atas suatu masalah dan kemudian diuji secara empiris. Sebagai suatu jenis
proposisi, umumnya hipotesis menyatakan hubungan antara dua atau lebih
variabel yang di dalamnya pernyataan-pernyataan hubungan tersebut telah
diformulasikan dalam kerangka teoritis. Hipotesis ini, diturunkan, atau bersumber
dari teori dan tinjauan literatur yang berhubungan dengan masalah yang akan
diteliti.
Pernyataan hubungan antara variabel, sebagaimana dirumuskan dalam hipotesis,
merupakan hanya merupakan dugaan sementara atas suatu masalah yang
didasarkan pada hubungan yang telah dijelaskan dalam kerangka teori yang
digunakan untuk menjelaskan masalah penelitian. Sebab, teori yang tepat akan
menghasilkan hipotesis yang tepat untuk digunakan sebagai jawaban sementara
atas masalah yang diteliti atau dipelajari dalam penelitian. Dalam penelitian
kuantitatif peneliti menguji suatu teori. Untuk meguji teori tersebut, peneliti
menguji hipotesis yang diturunkan dari teori.
Agar teori yang digunakan sebagai dasar penyusunan hipotesis dapat diamati dan
diukur dalam kenyataan sebenarnya, teori tersebut harus dijabarkan ke dalam
bentuk yang nyata yang dapat diamati dan diukur. Cara yang umum digunakan
ialah melalui proses operasionalisasi, yaitu menurunkan tingkat keabstrakan suatu
teori menjadi tingkat yang lebih konkret yang menunjuk fenomena empiris atau
ke dalam bentuk proposisi yang dapat diamati atau dapat diukur. Proposisi yang
dapat diukur atau diamati adalah proposisi yang menyatakan hubungan antar-
variabel. Proposisi seperti inilah yang disebut sebagai hipotesis.
Jika teori merupakan pernyataan yang menunjukkan hubungan antar-konsep (pada
tingkat abstrak atau teoritis), hipotesis merupakan pernyataan yang menunjukkan
hubungan antar-variabel (dalam tingkat yang konkret atau empiris). Hipotesis
menghubungkan teori dengan realitas sehingga melalui hipotesis dimungkinkan
dilakukan pengujian atas teori dan bahkan membantu pelaksanaan pengumpulan
data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian. Oleh sebab itu,
hipotesis sering disebut sebagai pernyataan tentang teori dalam bentuk yang dapat
diuji (statement of theory in testable form), atau kadang-kadanag hipotesis
didefinisikan sebagai pernyataan tentatif tentang realitas (tentative statements
about reality).
Oleh karena teori berhubungan dengan hipotesis, merumuskan hipotesis akan sulit
jika tidak memiliki kerangka teori yang menjelaskan fenomena yang diteliti, tidak
mengembangkan proposisi yang tegas tentang masalah penelitian, atau tidak
memiliki kemampuan untuk menggunakan teori yang ada. Kemudian, karena
dasar penyusunan hipotesis yang reliabel dan dapat diuji adalah teori, tingkat
ketepatan hipotesis dalam menduga, menjelaskan, memprediksi suatu fenomena
atau peristiwa atau hubungan antara fenomena yang ditentukan oleh tingkat
ketepatan atau kebenaran teori yang digunakan dan yang disusun dalam kerangka
teoritis. Jadi, sumber hipotesis adalah teori sebagaimana disusun dalam kerangka
teoritis. Karena itu, baik-buruknya suatu hipotesis bergantung pada keadaan relatif
dari teori penelitian mengenai suatu fenomena sosial disebut hipotesis penelitian
atau hipotesis kerja. Dengan kata lain, meskipun lebih sering terjadi bahwa
penelitian berlangsung dari teori ke hipotesis (penelitian deduktif), kadang-kadang
sebaliknya yang terjadi.
Diposkan oleh hana di 19.33 Tidak ada komentar:
KONSEPTUALISASI MASALAH PENELITIAN
PERTEMUAN 3
KONSEPTUALISASI MASALAH PENELITIAN
A. Perumusan Masalah
Perumusan masalah atau research questions atau disebut juga sebagai research
problem, diartikan sebagai suatu rumusan yang mempertanyakan suatu fenomena,
baik dalam kedudukannya sebagai fenomena mandiri, maupun dalam
kedudukannya sebagai fenomena yang saling terkait di antara fenomena yang satu
dengan yang lainnya, baik sebagai penyebab maupun sebagai akibat.
Perumusan masalah penelitian dapat dibedakan dalam dua sifat, meliputi
perumusan masalah deskriptif, apabila tidak menghubungkan antar fenomena dan
perumusan masalah eksplanatoris, apabila rumusannya menunjukkan adanya
hubungan atau pengaruh antara dua atau lebih fenomena.
Perumusan masalah memiliki fungsi sebagai berikut yaitu:
1. Sebagai pendorong suatu kegiatan penelitian menjadi diadakan atau dengan
kata lain berfungsi sebagai penyebab kegiatan penelitian itu menjadi ada dan
dapat dilakukan.
2. Sebagai pedoman, penentu arah atau fokus dari suatu penelitian. Perumusan
masalah ini tidak berharga mati, akan tetapi dapat berkembang dan berubah
setelah peneliti sampai di lapangan.
3. Sebagai penentu jenis data macam apa yang perlu dan harus dikumpulkan oleh
peneliti, serta jenis data apa yang tidak perlu dan harus disisihkan oleh peneliti.
Keputusan memilih data mana yang perlu dan data mana yang tidak perlu dapat
dilakukan peneliti, karena melalui perumusan masalah peneliti menjadi tahu
mengenai data yang bagaimana yang relevan dan data yang bagaimana yang tidak
relevan bagi kegiatan penelitiannya.
4. Dengan adanya perumusan masalah penelitian, maka para peneliti menjadi
dapat dipermudah di dalam menentukan siapa yang akan menjadi populasi dan
sampel penelitian.
Ada tiga kriteria yang diharapkan dapat dipenuhi dalam perumusan masalah
penelitian yaitu:
1. Berwujud kalimat tanya atau yang bersifat kalimat interogatif, baik pertanyaan
yang memerlukan jawaban deskriptif, maupun pertanyaan yang memerlukan
jawaban eksplanatoris, yaitu yang menghubungkan dua atau lebih fenomena atau
gejala di dalam kehidupan manusaia.
2. Bermanfaat atau berhubungan dengan upaya pembentukan dan perkembangan
teori, dalam arti pemecahannya secara jelas, diharapkan akan dapat memberikan
sumbangan teoritik yang berarti, baik sebagai pencipta teori-teori baru maupun
sebagai pengembangan teori-teori yang sudah ada.
3. Hendaknya dirumuskan di dalam konteks kebijakan pragmatis yang sedang
aktual, sehingga pemecahannya menawarkan implikasi kebijakan yang relevan
pula, dan dapat diterapkan secara nyata bagi proses pemecahan masalah bagi
kehidupan manusia.
Merumuskan masalah merupakan pekerjaan yang sulit bagi setiap peneliti. Dalam
merumuskan masalah memerlukan pengetahuan yang luas dan terpadu mengenai
teori-teori dan hasil-hasil penelitian dari para ahli terdahulu dalam bidang-bidang
yang terkait dengan masalah yang akan diteliti. Sebelum merumuskan masalah,
maka kita harus membuat konseptualisasi. Konseptualisasi adalah proses
pembentukan konsep dengan bertitik tolak pada gejala-gejala pengamatan, proses
ini berjalan secara induktif. Konsep berada dalam bidang logika (teoritis) dan
gejala berada dalam dunia empiris (faktual) Konsep bersifat abstrak, sedangkan
gejala bersifat konkret. Memberikan konsep pada gejala itulah yang disebut
dengan konseptualisasi.
Proses ini diawali dengan mengungkapkan permasalahan penelitian, latar
belakangnya, perumusannya, dan signifikansinya. Masalah sebagai kesenjangan
yang ada di antara kenyataan dan harapan perlu dirumuskan secara eksplisit.
Masalah tersebut dapat ditangkap dari keluhan-keluhan yang ada dalam
lingkungan sosial yang bersangkutan. Gejala-gejala khusus dari masalah ini
diungkapkan secara jelas, untuk kemudian konsepnya dirumuskan secara
operasional. Akhirnya, perlu juga diungkapkan mengapa masalah itu penting
untuk diteliti, baik dari segi akademis maupun dari segi praktis. Dari segi
kepentingan akademis, suatu penelitian bisa mengukuhkan teori yang ada, atau
menyangkalnya, atau merevisinya. Sedangkan kepentingan praktis berhubungan
dengan pentingnya penelitian itu dalam pengembangan program atau pekerjaan
tertentu.
Konseptualisasi penelitian tidak hanya merumuskan masalah, tetapi juga
mengungkapkan cara-cara tentang bagaimana masalah tersebut akan diteliti.
Dengan demikian terdapat dua masalah pokok yang akan dijelaskan dalam
konseptualisasi penelitian itu, yaitu penjelasan tentang khusus dalam perencanaan
penelitian (research design).
Suatu masalah dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek empiris dan aspek logis
atau rasional. Masalah penelitian adalah suatu keadaan yang bersumber pada
interaksi antara dua faktor atau lebih yang menghasilkan sesuatu yang
membingungkan dan oleh sebab itu memerlukan solusi untuk memecahkan
masalah tersebut. Masalah muncul karena adanya kesenjangan antara apa yang
ada dan apa yang seharusnya, antara kenyataan yang ada dan apa yang
diharapkan, dan antara teori dengan kenyataan. Masalah akan muncul apabila kita
mampu menangkap kontradiktif pada interaksi satu atau dua antara komponen,
yaitu konsep, pengalaman, dan data empiris. Pembagian masalah dilihat dari apa
yang diharapkan terbagi dalam 3 kategori, yaitu:
1. Masalah filosofis, yaitu apabila gejala empirisnya tidak sesuai dengan
pandangan hidup yang ada dalam masyarakat.
2. Masalah kebijakan, yaitu masalah yang tergolong dalam masalah kebijakan
adalah perilaku-perilaku atau kenyataan-kenyataan yang tidak sesuai dengan apa
yang diharapkan oleh si pembuat kebijakan.
3. Masalah ilmiah, yaitu kenyataan-kenyataan yang tidak sesuai dengan teori ilmu
pengetahuan.
B. Variabel
Variabel Penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi
tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2007)
Secara Teoritis, para ahli telah mendefinisikan variabel sebagai berikut :
Hatch & Farhady (1981)
Variabel didefinisikan sebagai Atribut seseorang atau obyek yang mempunyai
variasi antara satu orang dengan yang lain atau satu obyek dengan obyek yang
lain.
Kerlinger (1973)
Variabel adalah konstruk (constructs) atau sifat yang akan dipelajari.
Misalnya : tingkat aspirasi, penghasilan, pendidikan, status social, jenis kelamin,
golongan gaji, produktifitas kerja, dll.
Variabel dapat dikatakan sebagai suatu sifat yang diambil dari suatu nilai yang
berbeda (different values). Dengan demikian, Variabel itu merupakan suatu yang
bervariasi.
Kidder (1981)
Variabel adalah suatu kualitas qualities) dimana peneliti mempelajari dan menarik
kesimpulan darinya.
Bhisma Murti (1996)
Variabel didefinisikan sebagai fenomena yang mempunyai variasi nilai. Variasi
nilai itu bisa diukur secara kualitatif atau kuantitatif.
Sudigdo Sastroasmoro
Variabel merupakan karakteristik subyek penelitian yang berubah dari satu subyek
ke subyek lainnya.
Dr. Ahmad Watik Pratiknya (2007)
Variabel adalah Konsep yang mempunyai variabilitas. Sedangkan Konsep adalah
penggambaran atau abstraksi dari suatu fenomena tertentu. Konsep yang berupa
apapun, asal mempunyai ciri yang bervariasi, maka dapat disebut sebagai variable.
Dengan demikian, variabel dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang bervariasi.
Dr. Soekidjo Notoatmodjo (2002)
Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota –
anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok yang
lain.
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang
dimiliki atau didapatkan oleh suatu penelitian tentang sesuatu konsep pengertian
tertentu.
Misalnya : umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan,
pengetahuan, pendapatan, penyakit, dsb.
Berdasarkan pengertian – pengertian di atas, maka dapat dirumuskan bahwa
definisi variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,
obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.
Ditinjau dari sifatnya, variable penelitian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Variabel Statis
Variabel statis adalah variable yang tidak dapat diubah keberadaannya. Misalnya
jenis kelamin, status social ekonomi, tempat tinggal dan lain-lain.
Apabila hasil penelitian menunjukkan sesuatu yang merupakan akibat dari
variable-variabel tersebut, peneliti tidak mampu mengubah atau mengusulkan
untuk mengubah variable dimaksud. Oleh karena itu, untuk mempermudah
mengingatnya variable tersebut sering juga disebut variable tak berdaya.
2. Variabel dinamis
Variabel dinamis adalah variable yang dapat diubah keberadaannya berupa
pengubahan , peningkatan, atau penurunan.
Contoh variable dinamis adalah kedisiplinan, motivasi kepedulian, pengaturan dan
sebagainya. Apabila hasil penelitian menunjukkan sesuatu yang merupakan akibat
dari variable-variabel tersebut, maka peneliti dapat mengubah atau mengusulkan
untuk mengubahnya. Oleh karena itu, untuk mempermudah mengingatnya,
variable ini disebut variable terubah.
Berdasarkan hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain, maka
macam – macam variabel dalam penelitian dapat dibedakan menjadi:
1. Variabel independen
Variabel independen adalah variabel yang menjadi sebab atau berubahnya suatu
variabel lain (variabel dependen). Juga sering disebut dengan variabel bebas,
prediktor, stimulus, eksougen atau antecendent.
Variabel Bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel Dependen (terikat). Dinamakan sebagai
Variabel Bebas karena bebas dalam mempengaruhi variabel lain.
Contoh :
2. Variabel dependen
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat
karena adanya variabel lain (variabel bebas). Juga sering disebut variabel terikat,
variabel respons atau endogen. Variabel inilah yang sebaiknya anda kupas dalam-
dalam pada latar belakang penelitian. Berikan porsi yang lebih dalam membahas
variabel terikat dari pada variabel bebasnya karena merupakan implikasi dari hasil
penelitian.
3. Variabel Moderating
Variabel moderating adalah variabel yang memperkuat atau memperlemah
hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Sekali lagi, memperkuat
atau memperlemah. Variabel moderating juga sering disebut sebagai variabel
bebas kedua dan sering dipergunakan dalam analisis regresi linear, atau pada
structural equation modeling. Sebagai contoh, hubungan ayah dan ibu akan
semakin mesra dengan adanya anak. Jadi anak merupakan variabel moderating
antara ayah dan ibu. Atau, selingkuhan merenggangkan hubungan ayah dan ibu,
jadi selingkuhan merupakan variabel moderating antara ayah dan ibu.
4. Variabel intervening
Variabel intervening adalah variabel yang menjadi media pada suatu hubungan
antara variabel bebas dengan variabel terikat. Sebagai contoh, prestasi kerja
pengaruh ibu terhadap ayah akan semakin kuat setelah berkeluarga. Jadi keluarga
merupakan media bagi ibu dalam pengaruhnya terhadap ayah.
5. Variabel control
Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan, atau
dijadikan acuan bagi variabel yang lain. Misalnya variabel kecepatan menulis
murid-murid suatu sekolah, yang diukur dan dibandingkan kecepatan menulis
murid sekolah lain.
Pengukuran variabel adalah penting bagi setiap penelitian karena dengan
pengukuran itu penelitian dapat menghubungan kosep yang abstrak dengan
realitas. Pengukuran Variabel Penelitian dapat dikelompokkan menjadi 4 Skala
Pengukuran, yaitu :
1. Skala Nominal
Skala nominal adalah suatu himpunan yang terdiri dari anggota – anggota yang
mempunyai kesamaan tiap anggotanya, dan memiliki perbedaan dari anggota
himpunan yang lain.
Misalnya :
Jenis Kelamin : dapat dibedakan antara laki – laki dan perempuan
Pekerjaan : dapat dibedakan petani, pegawai, pedagang
Golongan Darah : dibedakan atas Gol. 0, A, B, AB
Ras : dibedakan atas Mongoloid, Kaukasoid, Negroid.
Suku Bangsa : dibedakan dalam suku Jawa, Sunda, Batak dsb.
Skala Nominal, Variasinya tidak menunjukkan Perurutan atau Kesinambungan,
tiap variasi berdiri sendiri secara terpisah.
Dalam skala nominal tidak dapat dipastikan apakah kategori satu mempunyai
derajat yang lebih tinggi atau lebih rendah dari kategori yang lain ataukah kategori
itu lebih baik atau lebih buruk dari kategori yang lain.
2. Skala Ordinal
Skala Ordinal adalah skala variabel yang menunjukkan tingkatan – tingkatan.
Skala Ordinal adalah Himpunan yang beranggotakan menurut rangking, urutan,
pangkat atau jabatan.
Skala Ordinal adalah Kategori yang dapat diurutkan atau diberi peringkat.
Skala Ordinal adalah Skala Data Kontinum yang batas satu variasi nilai ke variasi
nilai yang lain tidak jelas, sehingga yang dapat dibandingkan hanyalah nilai
tersebut lebih tinggi, sama atau lebih rendah daripada nilai yang lain.
Contoh :
Tingkat Pendidikan : dikategorikan SD, SMP, SMA, PT
Pendapatan : Tinggi, Sedang, Rendah
Tingkat Keganasan Kanker : dikategorikan dalam Stadium I, II, dan III.
Hal ini dapat dikatakan bahwa : Stadium II lebih berat daripada Stadium I dan
Stadium III lebih berat daripada Stadium II.
Tetapi kita tidak bisa menentukan secara pasti besarnya perbedaan keparahan itu.
Sikap (yang diukur dengan Skala Linkert) : Setuju, Ragu – ragu, Tidak Setuju.
Dsb.
3. Skala Interval
Skala Interval adalah skala data kontinum yang batas variasi nilai satu dengan
yang lain jelas, sehingga jarak atau intervalnya dapat dibandingkan.
Dikatakan Skala Interval bila jarak atau perbedaan antara nilai pengamatan satu
dengan nilai pengamatan lainnya dapat diketahui secara pasti.
Nilai variasi pada Skala Interval juga dapat dibandingkan seperti halnya pada
skala ordinal (Lebih Besar, Sama, Lebih Kecil..dsb), tetapi nilai mutlaknya tidak
dapat dibandingkan secara matematis. Oleh karena itu, batas – batas variasi nilai
pada skala interval bersifat arbitrer (angka nol-nya tidak absolut).
Contoh :
Temperature / Suhu Tubuh : sebagai skala interval, suhu 360Celcius jelas lebih
panas daripada suhu 240Celcius. Tetapi tidak bisa dikatakan bahwa suhu
360Celcius 1½ kali lebih panas daripada suhu 240Celcius. Alasannya : Penentuan
skala 00Celcius Tidak Absolut (=00Celcius tidak berarti Tidak Ada
Suhu/Temperatur sama sekali).
Tingkat Kecerdasan,
Jarak, dsb.
4. Skala Ratio = Skala Perbandingan.
Skala ratio Adalah Skala yang disamping batas intervalnya jelas, juga variasi
nilainya memunyai batas yang tegas dan mutlak ( mempunyai nilai nol absolut ).
Misalnya :
Tinggi Badan sebagai Skala Ratio, tinggi badan 180 cm dapat dikatakan
mempunyai selisih 60 Cm terhadap tinggi badan 120 Cm, hal ini juga dapat
dikatakan bahwa tinggi badan 180 adalah 1½ kali dari tinggi badan 120 Cm.
Denyut Nadi : Nilai 0 dalam denyut nadi dapat dikatakan Tidak Ada Sama
Sekali denyut nadinya.
Berat Badan
dsb.
Dari uraian di atas jelas bahwa skala ratio, interval, ordinal dan nominal berturut –
turut memiliki nilai kuantitatif dari yang Paling Rinci ke yang Kurang Rinci.
Skala Ratio mempunyai sifat – sifat yang dimiliki Skala Interval, Ordinal dan
Nominal. Skala Interval memiliki ciri – ciri yang dimiliki Skala Ordinal dan
Nominal, sedangkan Skala Ordinal memiliki sifat yang dimiliki Skala Nominal.
Adanya perbedaan tingkat pengukuran memungkinkan terjadinya Transformasi
Skala Ratio dan Interval menjadi Ordinal atau Nominal. Transformasi ini dikenal
sebagai Data Reduction atau Data Collapsing. Hal ini dimaksudkan agar dapat
menerapkan metode statistic tertentu, terutama yang menghendaki skala data
dalam bentuk Ordinal atau Nominal.
Sebaliknya, Skala Ordinal dan Nominal tidak dapat diubah menjadi Interval atau
Ratio. Skala Nominal yang diberi label 0, 1 atau 2 dikenal sebagai Dummy
Variable (Variabel Rekayasa). Misalnya : Pemberian label 1 untuk laki – laki dan
2 untuk perempuan tidak mempunyai arti kuantitatif (tidak mempunyai nilai /
hanya kode). Dengan demikian, perempuan tidak dapat dikatakan 1 lebih banyak
dari laki – laki. Pemberian label tersebut dimaksudkan untuk mengubah kategori
huruf (Alfabet) menjadi kategori Angka (Numerik), sehingga memudahkan
analisis data. (Cara ini dijumpai dalam Uji Q Cochran pada Pengujian Hipotesis).
Diposkan oleh hana di 19.32 Tidak ada komentar:
PENELITIAN SEBAGAI PROSES ILMIAH
PERTEMUAN 2
PENELITIAN SEBAGAI PROSES ILMIAH
A. Pengetahuan
Saat ini pembagian pengetahuan yang dianggap baku boleh dikatakan tidak ada
yang memuaskan dan diterima semua pihak. Pembagian yang lazim dipakai dalam
dunia keilmuan di Barat terbagi menjadi dua saja, sains (pengetahuan ilmiah) dan
humaniora. Termasuk ke dalam sains adalah ilmu-ilmu alam (natural sciences)
dan ilmu-ilmu sosial (social sciences), dengan cabang-cabangnya masing-masing.
Termasuk ke dalam humaniora adalah segala pengetahuan selain itu, misalnya
filsafat, agama, seni, bahasa, dan sejarah.
Penempatan beberapa jenis pengetahuan ke dalam kelompok besar humaniora
sebenarnya menyisakan banyak kerancuan karena besarnya perbedaan di antara
pengetahuan-pengetahuan itu, baik dari segi ontologi, epistemologi, maupun
aksiologi. Kesamaannya barangkali terletak pada perbedaannya, atau barangkali
sekadar pada fakta bahwa pengetahuan-pengetahuan humaniora itu tidak dapat
digolongkan sebagai sains. Humaniora itu sendiri, pengindonesiaan yang tidak
persis dari kata Inggris humanities, berarti (segala pengetahuan yang) berkaitan
dengan atau perihal kemanusiaan. Tetapi kalau demikian, maka ilmu-ilmu sosial
pun layak dimasukkan ke dalam humaniora karena sama-sama berkaitan dengan
kemanusiaan.
Perlu diketahui bahwa akhir-akhir ini kajian epistemologi di Barat cenderung
menolak kategorisasi pengetahuan (terutama dalam humaniora dan ilmu sosial)
yang ketat. Pemahaman kita akan suatu permasalahan tidak cukup mengandalkan
analisis satu ilmu saja. Oleh karena itu muncullah gagasan pendekatan
interdisiplin atau multidisplin dalam memahami suatu permasalahan. Bidang-
bidang kajian yang ada di perguruan tinggi-perguruan tinggi Barat tidak lagi
hanya berdasarkan jenis-jenis keilmuan tradisional, tetapi pada satu tema yang
didekati dari gabungan berbagai disiplin. Misalnya program studi Timur Tengah,
studi Asia Tenggara, studi-studi keislaman (Islamic studies), studi budaya
(cultural studies), dll.
Tema-tema yang dahulu menjadi monopoli satu ilmu pun kini harus didekati dari
berbagai macam disiplin agar diperoleh pemahaman yang lebih komprehensif.
Wilayah-wilayah geografis tertentu, misalnya Jawa, suku Papua, pedalaman
Kalimantan, atau Maroko dan Indian, yang dahulu dimonopoli ilmu antropologi,
kini harus dipahami dengan menggunakan berbagai macam disiplin (sosiologi,
psikologi, semiotik, bahkan filsafat).
Pendekatan interdisiplin ini pun kini menguat dalam kajian-kajian keislaman,
termasuk dalam fikih. Untuk menentukan status hukum terutama dalam
permasalahan kontemporer, pemakaian ilmu fikih murni tidak lagi memadai.
Apalagi jika fikih dimengerti sebagai fikih warisan zaman mazhab-mazhab. Ilmu-
ilmu modern saat ini menuntut untuk lebih banyak dilibatkan dalam penentuan
hukum suatu masalah. Sekadar contoh, untuk menentukan hukum pembuatan bayi
tabung, diperlukan pemahaman akan biologi dan kedokteran. Untuk menghukumi
soal berbisnis di bursa saham, ilmu ekonomi harus dipahami.
Ada tiga aspek yang membedakan satu pengetahuan dengan pengetahuan lainnya,
yakni:
1. Ontologi
Ontologi adalah pembahasan tentang hakekat pengetahuan. Ontologi membahas
pertanyaan-pertanyaan semacam ini: Objek apa yang ditelaah pengetahuan?
Adakah objek tersebut? Bagaimana wujud hakikinya? Dapatkah objek tersebut
diketahui oleh manusia, dan bagaimana caranya?
2. Epistemologi
Epistemologi adalah pembahasan mengenai metode yang digunakan untuk
mendapatkan pengetahuan. Epistemologi membahas pertanyaan-pertanyaan
seperti: bagaimana proses yang memungkinkan diperolehnya suatu pengetahuan?
Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita
mendapatkan pengetahuan yang benar? Lalu benar itu sendiri apa? Kriterianya
apa saja?
3. Aksiologi
Aksiologi adalah pembahasan mengenai nilai moral pengetahuan. Aksiologi
menjawab pertanyaan-pertanyaan model begini: untuk apa pengetahuan itu
digunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan pengetahuan tersebut
dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah
berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara metode pengetahuan
dengan norma-norma moral/profesional?
Perbedaan suatu pengetahuan dengan pengetahuan lain tidak mesti dicirikan oleh
perbedaan dalam ketiga aspek itu sekaligus. Bisa jadi objek dari dua pengetahuan
sama, tetapi metode dan penggunaannya berbeda. Filsafat dan agama kerap
bersinggungan dalam hal objek (sama-sama membahas hakekat alam, baik-buruk,
benar-salah, dsb), tetapi metode keduanya jelas beda. Sementara perbedaan antar
sains terutama terletak pada objeknya, sedangkan metodenya sama.
Adapun yang menjadi sumber pengetahuan adalah sebagai berikut:
1. Indera
Indera digunakan untuk berhubungan dengan dunia fisik atau lingkungan di
sekitar kita. Indera ada bermacam-macam; yang paling pokok ada lima (panca
indera), yakni indera penglihatan (mata) yang memungkinkan kita mengetahui
warna, bentuk, dan ukuran suatu benda; indera pendengaran (telinga) yang
membuat kita membedakan macam-macam suara; indera penciuman (hidung)
untuk membedakan bermacam bau-bauan; indera perasa (lidah) yang membuat
kita bisa membedakan makanan enak dan tidak enak; dan indera peraba (kulit)
yang memungkinkan kita mengetahui suhu lingkungan dan kontur suatu benda.
Pengetahuan lewat indera disebut juga pengalaman, sifatnya empiris dan terukur.
Kecenderungan yang berlebih kepada alat indera sebagai sumber pengetahuan
yang utama, atau bahkan satu-satunya sumber pengetahuan, menghasilkan aliran
yang disebut empirisisme, dengan pelopornya John Locke (1632-1714) dan David
Hume dari Inggris. Mengenai kesahihan pengetahuan jenis ini, seorang empirisis
sejati akan mengatakan indera adalah satu-satunya sumber pengetahuan yang
dapat dipercaya, dan pengetahuan inderawi adalah satu-satunya pengetahuan yang
benar.
Tetapi mengandalkan pengetahuan semata-mata kepada indera jelas tidak
mencukupi. Dalam banyak kasus, penangkapan indera seringkali tidak sesuai
dengan yang sebenarnya. Misalnya pensil yang dimasukkan ke dalam air terlihat
bengkok, padahal sebelumnya lurus. Benda yang jauh terlihat lebih kecil, padahal
ukuran sebenarnya lebih besar. Bunyi yang terlalu lemah atau terlalu keras tidak
bisa kita dengar. Belum lagi kalau alat indera kita bermasalah, sedang sakit atau
sudah rusak, maka kian sulitlah kita mengandalkan indera untuk mendapatkan
pengetahuan yang benar.
2. Akal
Akal atau rasio merupakan fungsi dari organ yang secara fisik bertempat di dalam
kepala, yakni otak. Akal mampu menambal kekurangan yang ada pada indera.
Akallah yang bisa memastikan bahwa pensil dalam air itu tetap lurus, dan bentuk
bulan tetap bulat walaupun tampaknya sabit. Keunggulan akal yang paling utama
adalah kemampuannya menangkap esensi atau hakikat dari sesuatu, tanpa terikat
pada fakta-fakta khusus. Akal bisa mengetahui hakekat umum dari kucing, tanpa
harus mengaitkannya dengan kucing tertentu yang ada di rumah tetangganya,
kucing hitam, kucing garong, atau kucing-kucingan.
Akal mengetahui sesuatu tidak secara langsung, melainkan lewat kategori-
kategori atau ide yang inheren dalam akal dan diyakini bersifat bawaan. Ketika
kita memikirkan sesuatu, penangkapan akal atas sesuatu itu selalu sudah dibingkai
oleh kategori. Kategori-kategori itu antara lain substansi, kuantitas, kualitas,
relasi, waktu, tempat, dan keadaan.
Pengetahuan yang diperoleh dengan akal bersifat rasional, logis, atau masuk akal.
Pengutamaan akal di atas sumber-sumber pengetahuan lainnya, atau keyakinan
bahwa akal adalah satu-satunya sumber pengetahuan yang benar, disebut aliran
rasionalisme, dengan pelopornya Rene Descartes (1596-1650) dari Prancis.
Seorang rasionalis umumnya mencela pengetahuan yang diperoleh lewat indera
sebagai semu, palsu, dan menipu.
3. Hati atau Intuisi
Organ fisik yang berkaitan dengan fungsi hati atau intuisi tidak diketahui dengan
pasti; ada yang menyebut jantung, ada juga yang menyebut otak bagian kanan.
Pada praktiknya, intuisi muncul berupa pengetahuan yang tiba-tiba saja hadir
dalam kesadaran, tanpa melalui proses penalaran yang jelas, non-analitis, dan
tidak selalu logis. Intuisi bisa muncul kapan saja tanpa kita rencanakan, baik saat
santai maupun tegang, ketika diam maupun bergerak. Kadang ia datang saat kita
tengah jalan-jalan di trotoar, saat kita sedang mandi, bangun tidur, saat main catur,
atau saat kita menikmati pemandangan alam.
Intuisi disebut juga ilham atau inspirasi. Meskipun pengetahuan intuisi hadir
begitu saja secara tiba-tiba, namun tampaknya ia tidak jatuh ke sembarang orang,
melainkan hanya kepada orang yang sebelumnya sudah berpikir keras mengenai
suatu masalah. Ketika seseorang sudah memaksimalkan daya pikirnya dan
mengalami kemacetan, lalu ia mengistirahatkan pikirannya dengan tidur atau
bersantai, pada saat itulah intuisi berkemungkinan muncul. Oleh karena itu intuisi
sering disebut supra-rasional atau suatu kemampuan yang berada di atas rasio, dan
hanya berfungsi jika rasio sudah digunakan secara maksimal namun menemui
jalan buntu.
Hati bekerja pada wilayah yang tidak bisa dijangkau oleh akal, yakni pengalaman
emosional dan spiritual. Kelemahan akal ialah terpagari oleh kategori-kategori
sehingga hal ini, menurut Immanuel Kant (1724-1804), membuat akal tidak
pernah bisa sampai pada pengetahuan langsung tentang sesuatu sebagaimana
adanya (das ding an sich) atau noumena. Akal hanya bisa menangkap yang
tampak dari benda itu (fenoumena), sementara hati bisa mengalami sesuatu secara
langsung tanpa terhalang oleh apapun, tanpa ada jarak antara subjek dan objek.
Kecenderungan akal untuk selalu melakukan generalisasi (meng-umumkan) dan
spatialisasi (meruang-ruangkan) membuatnya tidak akan mengerti keunikan-
keunikan dari kejadian sehari-hari. Hati dapat memahami pengalaman-
pengalaman khusus, misalnya pengalaman eksistensial, yakni pengalaman riil
manusia seperti yang dirasakan langsung, bukan lewat konsepsi akal. Akal tidak
bisa mengetahui rasa cinta, hatilah yang merasakannya. Bagi akal, satu jam di
rutan salemba dan satu jam di pantai carita adalah sama, tapi bagi orang yang
mengalaminya bisa sangat berbeda. Hati juga bisa merasakan pengalaman
religius, berhubungan dengan Tuhan atau makhluk-makhluk gaib lainnya, dan
juga pengalaman menyatu dengan alam.
Pengutamaan hati sebagai sumber pengetahuan yang paling bisa dipercaya
dibanding sumber lainnya disebut intuisionisme. Mayoritas filosof Muslim
memercayai kelebihan hati atas akal. Puncaknya adalah Suhrawardi al-Maqtul
(1153-1192) yang mengembangkan mazhab isyraqi (iluminasionisme), dan
diteruskan oleh Mulla Shadra (w.1631). Di Barat, intuisionisme dikembangkan
oleh Henry Bergson.
4. Wahyu
Wahyu adalah pemberitahuan langsung dari Tuhan kepada manusia dan
mewujudkan dirinya dalam kitab suci agama. Namun sebagian pemikir Muslim
ada yang menyamakan wahyu dengan intuisi, dalam pengertian wahyu sebagai
jenis intuisi pada tingkat yang paling tinggi, dan hanya nabi yang bisa
memerolehnya.
Dalam tradisi filsafat Barat, pertentangan keras terjadi antara aliran empirisisme
dan rasionalisme. Hingga awal abad ke-20, empirisisme masih memegang kendali
dengan kuatnya kecenderungan positivisme di kalangan ilmuwan Barat.
Sedangkan dalam tradisi filsafat Islam, pertentangan kuat terjadi antara aliran
rasionalisme dan intuisionisme (iluminasionisme, ‘irfani), dengan kemenangan
pada aliran yang kedua. Dalam kisah perjalanan Nabi Khidir a.s. dan Musa a.s.,
penerimaan Musa atas tindakan-tindakan Khidir yang mulanya ia pertanyakan
dianggap sebagai kemenangan intuisionisme. Penilaian positif umumnya para
filosof Muslim atas intuisi ini kemungkinan besar dimaksudkan untuk
memberikan status ontologis yang kuat pada wahyu, sebagai sumber pengetahuan
yang lebih sahih daripada rasio.