1 Tahun 2011: 16 - 25
Buana Ma’ruf
Abstrak
Kapal berbahan fiberglass memiliki peran penting di dalam menunjang transportasi laut nasional khususnya di
wilayah pantai. Kapal jenis ini juga memiliki beberapa keunggulan teknis dan ekonomis, sehingga kebutuhannya
terus meningkat. Namun demikian, kekuatan konstruksi laminasi lambung kapal fiberglass sering menjadi
penyebab terjadinya kecelakaan di laut. Hasil survei pendahuluan di beberapa galangan kapal fiberglass tahun
2009 menunjukkan bahwa, disain konstruksi dan proses laminasi lambung kapal fiberglass umumnya tidak
mengacu pada persyaratan kelas, sehingga kekuatan konstruksinya sulit dijamin. Selain itu, galangan kapal tidak
memiliki standar enjiniring mengenai penggunaan material/bahan, komposisi dan prosedur laminasi yang dapat
memenuhi persyaratan kelas. Makalah ini secara khusus mengkaji aspek kekuatan konstruksi laminasi lambung
kapal fiberglass melalui studi pustaka, survei galangan, dan pengujian sampel laminasi dari kapal yang sedang
dibangun di tujuh galangan kapal berpengalaman di dalam negeri, sesuai rules BKI 2006. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa, sekitar 30 persen sample galangan memiliki nilai kuat tarik dan kuat tekuk yang tidak
memenuhi nilai minimum sebagaimana disyaratkan rules BKI. Untuk mengatasi dan menghindari hal yang sama
di masa datang, diperlukan sebuah standar konstruksi laminasi lambung kapal fiberglass dengan berbagai variasi
struktur dan prosedur laminasi, yang dikembangkan dari hasil uji sampel laminasi fiberglass dimana pembuatan
dan pengujiannya terkontrol dan mengacu pada rules BKI.
Kata kunci: produksi kapal, laminasi fiberglass, uji tarik, uji tekuk
Abstract
Fiberglass made vessels have an important role in supporting the national sea transportation particularly in the
coastal area. This kind of vessel has also several technical and economical advantages; therefore its demand is
continuously increased. However, the strength of ship’s hull lamination construction sometime becomes the cause
of sea accident. Result of preliminary survey in several fiberglass shipyards in 2009 shows that, construction
design and hull lamination process of fiberglass vessels generally do not comply to class requirement, therefore
their strength of hull construction is obviously difficult to ensure. Besides that, the shipyards do not have
engineering standards with regard to material used, composition, and lamination procedures that could fulfill the
classification requirements. This paper is particularly intended to assess the strength of ship’s hull lamination
through literature survey, shipyard survey, and sample test of fiberglass ships being built in seven experienced
national shipyards, based on the BKI’s rules 2006. The result shows that, about 30 percent of samples have
tensile strength and bending strength values that do not exceed the minimum value, as required by the BKI’s
rules. To anticipate and avoid this kind of problem in the future, a standard of ship’s hull lamination for various
lamination structures and procedures is needed that developed from the result of sample test with a controlled
sample preparation and testing based on the rules of BKI.
Keywords: ship production, fiberglass lamination, tensile test, bending test
mutu laminasi lambung kapal yang rendah Dengan demikian, terdapat beberapa
terutama jika mengalami benturan. Dari hasil permasalahan yang akan dikaji dalam makalah
diskusi teknis dengan pihak Biro Klasifikasi ini antara lain, (i) bagaimana mengidentifikasi
Indonesia (BKI) diperoleh bahwa, faktor kritis yard practices terkait dengan jenis bahan,
pada kapal berbahan fiberglass adalah kekuatan komposisi, dan susunan laminasi yang umum
konstruksi lambungnya. Hasil survei ke beberapa digunakan, (ii) bagaimana mengetahui kekuatan
galangan kapal fiberglass di dalam negeri pada konstruksi laminasi pada kapal-kapal yang
tahun 2009 menunjukkan bahwa, disain sedang dibangun, (iii) bagaimana standardisasi
konstruksi dan proses produksi kapal fiberglass konstruksi laminasi fiberglass dapat dibuat
umumnya belum mengacu pada persyaratan sebagai engineering standards di dalam
klasifikasi, khususnya pada kapal-kapal menunjang proses pembuatan kapal berbahan
berukuran di bawah 24 meter (Ma’ruf, 2009). fiberglass di masa datang.
Berbeda halnya pada kapal berbahan baja dan
aluminium, dimana rules klasifikasi/BKI
2. KAJIAN PUSTAKA
diterapkan secara ketat.
Hasil survei tersebut juga ditemukan
bahwa, galangan kapal umumnya belum Kapal untuk operasi dan pengamanan wilayah
memiliki engineering standards pada proses pantai, kapal penumpang antar pulau-pulau
produksinya. Jenis bahan, komposisi, dan kecil, speed boats dan sejenisnya umumnya
susunan laminasi di masing-masing galangan berukuran kecil dan berkecepatan tinggi,
bervariasi, tanpa adanya pengujian spesimen di sehingga konstruksinya harus ringan dengan
laboratorium, sehingga kekuatan konstruksinya rasio berat dan volume yang rendah. Oleh
sulit dijamin. Untuk itu, pada penelitian ini karena itu, kapal-kapal jenis ini umumnya
dilakukan sebuah kajian kekuatan konstruksi berbahan fiberglass (Fiberglass Reinforced
laminasi lambung kapal fiberglass, yang Plastics). Bahan aluminium juga ringan dan
bertujuan untuk membuat standardisasi bahan, secara umum lebih baik daripada bahan
komposisi, dan susunan laminasi lambung kapal fiberglass terutama untuk kapal-kapal high speed
fiberglass sesuai persyaratan pada rules BKI. berukuran besar hingga 40 meter (Ma’ruf, 2004).
Standar tersebut diharapkan kelak dapat Sedangkan bahan baja tidak cocok karena
digunakan oleh galangan-galangan kapal pertimbangan berat konstruksi kapal.
fiberglass di dalam negeri, sehingga mutu Perbandingan antara ketiga bahan tersebut
produknya terjamin dan produktivitasnya terus ditunjukkan pada Tabel 1 (Coackley, et al, 2003)
meningkat.
Pemilihan material untuk bahan lambung Namun demikian, lambung kapal berbahan
kapal tidak hanya karena pertimbangan- fiberglass tetap harus memiliki kekuatan yang
pertimbangan tersebut di atas, melainkan juga memadai dan mampu mengantisipasi gelombang
pertimbangan tingkat teknologi dan nilai ekonomi. dan benturan benda keras di wilayah pantai.
Dengan demikian, bahan fiberglass (FRP) Seperti halnya pada rules klasifikasi asing,
menjadi pilihan yang paling dominan untuk kapal- persyaratan dalam rules BKI mengatur mengenai
kapal berukuran kecil hingga 20 meter seperti proses produksi kapal fiberglass (BKI, 1996), dan
disebutkan di atas. Kapal berbahan fiberglass nilai kuat tarik dan kuat lengkung/tekuk minimum
juga dapat diproduksi massal (memakai cetakan) untuk laminasi lambung kapal fiberglass (BKI,
dengan waktu yang cepat, murah, dan banyak 2006). Namun kedua rules tersebut hanya
galangan yang mampu membuatnya karena diberlakukan untuk kapal berukuran panjang 24
investasinya kecil, teknologinya sederhana, dan meter ke atas, sedangkan kapal-kapal fiberglass
tidak memerlukan kualifikasi tenaga kerja yang yang beroperasi di wilayah pantai Indonesia
tinggi (Ma’ruf, 2004). umumnya berukuran lebih kecil. Penggunaan
rules tersebut untuk kapal ukuran kecil hanya
17
Jurnal Standardisasi Vol. 13, No. 1 Tahun 2011: 16 - 25
bersifat optional (jika diminta oleh pihak yang disyaratkan adalah uji tarik dan uji
pemesan), seperti pada kapal-kapal operasi tekuk/lengkung dengan jumlah sampel
pantai “Seatruck” di Kalimantan Timur (Ma’ruf, (spesimen) masing-masing uji adalah enam
2009). buah. Rules ini mengacu pada International
Akibatnya, kapal-kapal fiberglass Standard ISO 14125 (1998) dan ISO 527-4
berukuran kecil yang umumnya tidak dikelaskan, (1997). Uji tarik bertujuan untuk menentukan nilai
sulit dijamin kekuatan konstruksi lambungnya tensile strength, fracture strain dan modulus of
(Ma’ruf, 2010a). Salah satunya dijumpai pada elasticity, sedangkan uji tekuk bertujuan untuk
prototipe kapal SEP-Hull 8 meter yang dibangun menentukan nilai bending strength dan modulus
pada tahun 2009, dimana hasil uji tarik dan uji of elasticity. Untuk spesimen fiberglass yang
tekuk spesimen laminasi kapal ini kurang menggunakan serat berbentuk mat, nilai
memuaskan, terutama nilai kuat lengkungnya minimum yang disyaratkan rules BKI (BKI, 2006)
(B2TKS, 2009). Sesuai spesifikasinya (BPPH, untuk kedua jenis uji tersebut adalah:
2009), susunan laminasi prototipe kapal tersebut - Kuat Tarik (tensile strength),
terdiri dari: kulit bagian luar dengan gelcoat type R z = 1278Ф - 510Ф + 123 [Mpa]
2
X ref α
Fibre Property
[Mpa] o o o o o o o o
0 0 /90 0 /±45 0 /90 /±45
18
Studi Standardisasi Konstruksi Laminasi Lambung Kapal Fiberglass (Buana Ma’ruf)
Survei lapangan dilakukan di beberapa Rancangan sampel uji tarik dan uji tekuk
galangan kapal fiberglass di dalam negeri yang ditunjukkan masing-masing pada Gambar 2 dan
sudah berpengalaman membangun kapal Gambar 3.
dengan material fibreglass. Survei ini bertujuan Sesuai rules BKI 2006, sebelum diuji
untuk mengidentifikasi engineering standards sampel terlebih dahulu ditemper pada
dan yard practices, khususnya mengenai jenis temperatur 40 derajat celcius non-stop selama
bahan yang digunakan, susunan dan prosedur 16 jam, atau 50 derajat celcius non-stop selama
laminasi, dan sistem pengendalian mutu selama 9 jam, dengan alat pemanas yang suhunya
proses produksinya. Data dan informasi ini terkontrol. Setelah ditemper, dilakukan
diperoleh melalui kuesioner wawancara, diskusi pengukuran luas penampang masing-masing
dengan praktisi galangan, dan pengamatan sampel. Uji tarik (tensile) dan uji tekuk (bending)
langsung pada proses pembuatan kapal dilakukan hingga terjadi patah, sehingga
2
fiberglass di lapangan. diperoleh nilai kuat tarik [N/mm ] dan nilai kuat
2
Dari hasil survei tersebut dilakukan tekuk [N/mm ], sesuai beban maksimum (Kgf)
pengambilan sampel pada kapal yang sedang yang dicapai. Nilai kuat tarik dan kuat tekuk
dibangun di galangan-galangan tersebut, atau minimum yang disyaratkan ditentukan sesuai
pembuatan sampel laminasi yang persis sama dengan kandungan fiber (fiber content) pada
dengan kapal tersebut, baik bahan dan susunan sampel. Kandungan fiber dalam laminasi
laminasinya maupun proses kerjanya. Ukuran (glass/fiber content) dihitung berdasarkan
dan disain sampel dibuat sesuai persyaratan uji perbandingan komposisi berat dalam struktur
dalam Rules BKI yang berlaku (BKI, 2006), yang laminasi, antara serat fiber dan resin. Nilai kuat
meliputi: 6 buah sampel uji tarik dan 6 buah tarik dan tekuk minimum yang disyaratkan BKI
sampel uji tekuk. Rules ini mengacu pada untuk serat berbentuk mat, roving, dan fiber
International Standard ISO 527-4 (1997) untuk carbon dihitung berdasarkan rumus
uji tarik, dan ISO 14125 (1998) untuk uji tekuk. sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.
19
Jurnal Standardisasi Vol. 13, No. 1 Tahun 2011: 16 - 25
Galangan 3 (Batam): CSM 300, biaxial mat/BAM 900, mat Anti api 209 PT
3. Kapal penumpang 42 m 450, biaxial mat 900 FR-26 0.371%
Galangan 6 (Tanjungpinang): Carbon Fiber CF-200 (14 lapis) Anti api 209 PT
6. Kapal penumpang 40.2 m FR-26 0.333%
Keterangan: Struktur lapisan tersebut tidak termasuk lapisan Gelcoat (lapisan pertama)
21
Jurnal Standardisasi Vol. 13, No. 1 Tahun 2011: 16 - 25
Sampel tersebut menggunakan tiga variasi jenis metode uji ISO 527-4 (1997), dan uji tekuk
resin yaitu: Yucalac 157 BQTN, resin 405 EPA, (bending) dengan mesin uji Amsler 2000 N dan
Everpol 324 AR-1, dan resin Anti api 209 PT FR- metode uji ISO 14125 (1998). Uji tarik dan uji
26, dengan kandungan 25 s.d. 35 persen. tekuk dilakukan hingga terjadi patah, sehingga
2
Sedangkan jenis serat yang digunakan juga diperoleh kuat tarik [N/mm ] dan kuat tekuk
2
bervariasi antara lain: CSM tipe E (ukuran 300, [N/mm ] dari masing-masing sampel yang diuji,
450, dan 600 gram/m2), biaxial mat (BAM 900 sesuai beban maksimum [Kgf] yang dicapai. Dari
gram/m2), WR (ukuran 600 dan 800 gram/m2), hasil pengujian tersebut diperoleh rata-rata nilai
dan carbon fiber CF-200. Sebelum diuji sampel kuat tarik dan kuat tekuk dari masing-masing
tersebut ditemper terlebih dahulu di UPT BPPH kelompok sampel.
pada temperatur 40 derajat celcius non-stop Nilai kuat tarik dan kuat tekuk minimum
selama 16 jam, sebagaimana disyaratkan pada yang disyaratkan ditentukan sesuai dengan
rules BKI 2006. Setelah itu dilakukan kandungan fiber (fiber content) pada sampel.
pengukuran luas penampang masing-masing Kandungan fiber dalam laminasi (glass/fiber
sampel. content) dihitung berdasarkan perbandingan
komposisi berat fiber dan berat resin dalam
struktur laminasi. Nilai kuat tarik dan tekuk
4.3 Hasil Uji Spesimen
minimum yang disyaratkan BKI untuk serat jenis
Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Las mat, roving, dan carbon diperoleh dari rumus
dan Material PT BKI (Persero), dimana seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Rata-
laboratorium ini telah terakreditasi ISO rata nilai kuat tarik dan nilai kuat tekuk untuk
17025:2008 sebagai laboratorium pengujian dari seluruh sampel galangan tersebut ditunjukkan
KAN (No. LP 442 IDN). Uji tarik (tensile) pada Tabel 3 dan Tabel 4.
dilakukan dengan mesin uji Trebel 25 ton dan
Sampel 2 49 74 67 79 91 92 75 75
Sampel 3 80 83 55 79 68 93 76 110
22
Studi Standardisasi Konstruksi Laminasi Lambung Kapal Fiberglass (Buana Ma’ruf)
2
Nomor Kuat Lengkung [N/mm ]
Sampel
Kelompok
I II III IV V VI Rata-rata Syarat Minimal
Sampel 5 203 171 175 213 230 205 200 163
Dari hasil pengujian tersebut menunjukkan, nilai sudut-sudut kecil dapat terjangkau dan mudah
kuat tarik dan kuat tekuknya bervariasi dan menempel pada lapisan gelcoat secara merata
banyak yang tidak mencapai nilai minimum yang (Ma’ruf, 2010b). Disusul dengan lapisan CSM
disyaratkan BKI. Di antara tujuh kelompok 450 dan WR 600 atau 800 (lapisan CSM dan
sampel terdapat dua kelompok sampel yang WR secara bergantian), atau Biaxial Mat
tidak memenuhi syarat nilai kuat tarik minimum (kombinasi mat dan roving), dan lapisan terakhir
(sampel 2 dan 3) seperti pada Tabel 3, dan tiga selalu CSM 450 agar permukaan terluar (bagian
kelompok sampel yang tidak memenuhi syarat dalam) lebih halus.
nilai kuat tekuk minimum (sampel 1, 2 dan 4) Nilai kuat tarik dan kuat tekuk yang cukup
seperti pada Tabel 4. Nilai kuat tarik terendah variatif dari kelompok sampel yang sama
adalah sampel 2, dan nilai kuat tekuk terendah menunjukkan, struktur laminasi cenderung tidak
adalah sampel 3. Sampel 6 yang memakai homogen dan cara pengerjaan laminasi yang
bahan fiber carbon memilki kuat tarik dan kuat kurang sempurna. Namun menurut para praktisi
tekuk tertinggi. galangan, susunan lapisan laminasi tersebut
cukup baik dan menjadi standar yard practice
hampir di semua galangan. Oleh karena itu,
4.4 Pembahasan
perbedaan kekuatan konstruksi laminasinya
Hasil pengujian sampel laminasi tersebut perlu diteliti lebih lanjut untuk mengetahui
mengindikasikan bahwa, sekitar 30 persen kapal sejauhmana pengaruh bahan, susunan laminasi,
fiberglass yang dibangun selama ini dan kapal dan proses pengerjaan terhadap kekuatan
fiberglass yang beroperasi di dalam negeri tidak konstruksi laminasi lambung kapal fiberglass.
memenuhi kekuatan konstruksi sesuai
Di antara sepuluh galangan (termasuk
persyaratan BKI, terutama kerawanan ketika
yang galangan disurvei pada tahun 2009),
lambung kapal mengalami benturan, dimana
penggunaan fiber carbon hanya dijumpai di PT
benda-benda keras yang terapung di perairan
Sukses Bahari Nusantara (Tanjungpinang)
Indonesia. Angka ini tergolong besar dan perlu
dimana galangan ini hanya membangun kapal-
ada solusi teknologinya.
kapal besar berukuran 30 s.d. 40 meter, dan
Hasil pengujian tersebut didiskusikan resin yang digunakan adalah jenis anti api,
dengan ahli/praktisi terkait secara terpisah di sesuai permintaan pihak pemesannya. Bahan
beberapa tempat, meliputi: BKI Pusat (Jakarta), fiber carbon jauh lebih ringan dan kuat dibanding
CV Siagan Boat (Makassar), BKI Cabang Utama bahan fiberglass lainnya, namun harganya jauh
Batam (Batam), PT Marinatama Gemanusa sangat mahal daripada bahan fiber biasa (tetapi
(Batam), dan PT Sukses Bahari Nusantara masih jauh lebih murah daripada kapal berbahan
(Tangjungpinang). Hasil diskusi dan aluminium). Penggunaan fiber carbon dengan
pembahasan tersebut diperoleh bahwa, resin anti api lebih tepat digunakan pada kapal
lemahnya konstruksi laminasi fiberglass antara penumpang berukuran besar, karena bahan-
lain disebabkan: perlakuan/penyimpanan bahan, bahan yang digunakan tersebut memiliki tingkat
komposisi bahan, susunan laminasi, dan proses keamanan yang tinggi.
laminasi yang kurang sempurna (antara lain:
Komposisi bahan dan susunan laminasi
tempat, suhu, cuaca, dan kerataan dan
pada kapal fiberglass yang cukup variatif di
kepadatan laminasinya).
galangan-galangan kapal di dalam negeri
Komposisi bahan dan susunan laminasi di selama ini ditentukan sendiri sesuai kebiasaan
sejumlah galangan, diawali dengan mat (CSM) dan pengalaman masing-masing galangan,
300 pada lapisan pertama setelah lapisan tanpa adanya acuan khusus atau engineering
gelcoat. Hal ini dimaksudkan agar semua standards, sehingga cukup banyak kapal yang
permukaan terutama daerah lengkungan dan dibangun tidak memenuhi persyaratan kekuatan
23
Jurnal Standardisasi Vol. 13, No. 1 Tahun 2011: 16 - 25
sebagaimana yang diatur pada rules BKI atau pembangunan kapal fiberglass, meliputi:
klasifikasi sejenis lainnya. Kondisi ini dapat penyimpanan dan penggunaan bahan,
diantisipasi dengan membuat sebuah standar disain konstruksi kapal, proses pengerjaan
komposisi bahan, susunan laminasi dan proses laminasi dan pengawasan proses produksi
laminasi yang telah teruji di laboratorium. secara ketat.
Standar tersebut potensial dan perlu b. Perlu dilakukan pengujian khusus terhadap
diajukan untuk mendapatkan SNI (Standar beberapa variasi sampel menurut jenis dan
Nasional Indonesia), dimana selama ini belum komposisi bahan, dan susunan lapisan
ada SNI tentang komposisi bahan dan susunan laminasi, melalui pembuatan sampel
laminasi fiberglass untuk lambung kapal. Dengan laminasi yang lebih terkontrol sesuai rules,
adanya pengakuan SNI untuk hal ini, pihak untuk mengetahui sejauhmana pengaruh
pemilik/pemesan kapal dan galangan masing-masing faktor tersebut terhadap
pembangun akan mendapatkan acuan dan kekuatan konstruksi laminasi.
jaminan kekuatan konstruksi lambung kapal c. Perlu adanya standar baku yang ber-SNI
yang sedang dibangun, sehingga tingkat terhadap beberapa variasi komposisi bahan
kecelakaan laut akibat lemahnya konstruksi dan susunan laminasi untuk lambung kapal
lambung dapat diperkecil. fiberglass, yang kelak dapat dijadikan
sebagai engineering standard bagi pihak
5. KESIMPULAN DAN SARAN galangan pada pembangunan kapal
fiberglass.
5.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan
sebagai berikut:
a. Sekitar 30 persen kapal fiberglass yang BKI (2009). Rules for the Classification and
dibangun di galangan kapal fiberglass dalam Construction of Seagoing Ships Vol II.
negeri selama ini tidak memenuhi kekuatan Biro Klasifikasi Indonesia. Jakarta.
konstruksi sesuai persyaratan BKI, terutama -------. (2006). Fibreglass Reinforced Plastics
kerawanan ketika lambung kapal mengalami Ships, Rules and Regulation for the
benturan. Classification and Construction of Ships,
b. Lemahnya konstruksi laminasi fiberglass Biro Klasifikasi Indonesia. Jakarta.
umumnya disebabkan oleh komposisi -------. (1996). Peraturan untuk Material Non-
bahan, susunan laminasi, dan proses Metal. Biro Klasifikasi Indonesia.
pengerjaannya yang tidak mengacu pada Jakarta.
persyaratan kelas.
Coackley, et al (2003). Fishing Boat
c. Nilai kuat tarik dan kuat tekuk yang cukup
Construction: 2 Building a Fibreglass
variatif dari kelompok sampel yang sama,
Fishing Boat, FAO Fisheries Technical
cenderung terjadi karena struktur laminasi
Paper. United Nations.
yang tidak homogen dan cara pengerjaan
laminasi yang kurang sempurna. International Organization for Standardization.
d. Lambung kapal berbahan fiber carbon dan (1998). ISO 14125. International
resin anti api memiliki kekuatan konstruksi Standard, Fibre-reinforced Plastic
yang paling baik dan aman, namun harga Composites Determination of Flexural
bahannya sangat mahal dibandingkan Properties.
dengan bahan-bahan fiberglass biasa. -------. (1997). ISO 527-4. International Standard,
e. Hasil kajian variasi komposisi bahan dan Plastics-Determination of Tensile
susunan laminasi lambung kapal fiberglass Properties.
yang memenuhi persyaratan pada rules BKI Jamaluddin, A. (2010b). Teknologi
dapat diajukan untuk mendapatkan SNI Pembangunan Skala Komersil Kapal
(Standar Nasional Indonesia). Sep-Hull Berbahan Fiberglass, Majalah
Pengkajian Industri, Vol. 4 No.2,
5.2 Saran Agustus, hal 113-22. Jakarta.
Beberapa saran yang diberikan dari hasil Ma’ruf, B. (2010a). Modernisasi dan
penelitian ini adalah sebagai berikut: Standardisasi Teknologi Pembangunan
a. Penerapan rules BKI/klas sejenisnya perlu Kapal Berbahan Fiberglass, Laporan
dilakukan secara konsisten pada proses Penelitian. BPPT. Jakarta.
24
Studi Standardisasi Konstruksi Laminasi Lambung Kapal Fiberglass (Buana Ma’ruf)
25