Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN

INFEKSI POST PARTUM

Oleh :

Eka Aprillia Hastyaning Pangestu, S.Kep


NIM. 19020021

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER
YAYASAN PENDIDIKAN JEMBER INTERNASIONAL SCHOOL (JIS)
2019/2020
LEMBAR KONSULTASI
TANGGAL MATERI YANG NAMA dan
DIKONSULKAN DAN TANDA TANGAN
URAIAN PEMBIMBING PEMBIMBING
PERSETUJUAN

Laporan Pendahuluan pada kasus Infeksi Post Partum


Telah dibuat pada tanggal 20 Juli 2020
Pada pasien di Puskesmas Perkasa

20 Juli 2020
Pembimbing ruangan, Pembimbing Akademik,

(……………………………………………..) (…………………………………………..)
NIP/NIK. NIK.

Kepala Ruangan,

(……………………………………………..)
NIP/NIK.
LAPORAN PENDAHULUAN
INFEKSI POST PARTUM

A. KONSEP DASAR INFEKSI POST PARTUM


1. Pengertian Infeksi Nifas atau Postpartum
a. Masa nifas (puerperium) adalah masa pulihnya kembali, mulai dari
persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti keadaan
sebelum hamil. (Muchtar, 1998 : 115).
b. Periode postpartum (puerperium) adalah jangka waktu 6 minggu, yang
dimulai setelah kelahiran bayi sampai pemulihan kembali organ-organ
reproduksi seperti sebelum kehamilan. (Bobak, 2000 : 716).
c. Masa nifas atau postpartum adalah masa setelah partus selesai dan
berakhir setelah kira-kira 6 minggu. (Hanifa, 1999 : 237).
d. Postpartum adalah masa setelah melahirkan dimana masa ini meliputi
beberapa minggu pada waktu saluran reproduksi kembali ke keadaan
sebelum hamil yang normal. (Cuningham, 1995 : 281).
e. Pengertian yang dikemukakan oleh para ahli tersebut diatas dapat
disimpulkan bahwa : “Masa nifas disebut juga postpartum atau
puerperium, adalah masa penyembuhan dan pulihnya kembali alat-alat
reproduksi sejak selesai melahirkan sampai pada keadaan normal, seperti
sebelum hamil, lamanya kira-kira 6 minggu.
f. Infeksi postpartum adalah semua peradangan yang disebabkan oleh
masuknya kuman-kuman ke dalam alat-alat genetalia pada waktu
persalinan dan nifas (Sarwono Prawirohardjo, 2005 : 689 ).
g. Infeksi postpartum adalah keadaan yang mencakup semua peradangan
alat-alat genetalia dalam masa nifas (Mochtar Rustam, 1998 : 413).
Jadi, yang dimaksud dengan infeksi postpartum adalah infeksi
bakteri pada traktus genetalia yang terjadi setelah melahirkan, ditandai
dengan kenaikan suhu hingga 38 C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari
pertama pasca persalinan dengan mengecualikan 24 jam pertama.
2. Periode Nifas atau Postpartum
a. Periode Immediate postpartum : terjadi dalam 24 jam pertama setelah
melahirkan.
b. Periode Early postpartum : terjadi setelah 24 jam postpartum sampai akhir
minggu pertama sesudah melahirkan, dimana resiko sering terjadi pada ibu
postpartum, hampir seluruh sistem tubuh mengalami perubahan secara
drastic.
c. Periode late postpartum : terjadi mulai minggu kedua sampai minggu
keenam sesudah melahirkan, dan terjadi perubahan secara bertahap.
B. Etiologi
1. Faktor persipitasi (faktor pemungkin) infeksi post partum

Penyebab dari infeksi postpartum ini melibatkan mikroorganisme


anaerob dan aerob patogen yang merupakan flora normal serviks dan jalan
lahir atau mungkin juga dari luar. Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50
% adalah streptococcus dan anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai
penghuni normal jalan lahir. Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi
postpartum antara lain :
a. Streptococcus haematilicus aerobic
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari
penderita lain , alat alat yang tidak steril , tangan penolong , dan sebagainya.
b. Staphylococcus aurelis
Masuk secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab
infeksi di rumah sakit
c. Escherichia coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rectum , menyebabkan infeksi terbatas
d. Clostridium welchii
Kuman anaerobik yang sangat berbahaya , sering ditemukan pada abortus
kriminalis dan partus yang ditolong dukun dari luar rumah sakit.
2. Faktor predisposisi infeksi post partum

a. Faktor predisposisi infeksi postpartum


1) Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, seperti
perdarahan, dan  kurang gizi atau malnutrisi
2) Partus lama, terutama partus dengan ketuban pecah lama.
3) Tindakan bedah vaginal yang menyebabkan perlukaan jalan lahir.
4) Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan dara
5) Anemia, higiene, kelelahan
6) Proses persalinan bermasalah :
7) Partus lama/macet, korioamnionitis, persalinan traumatik, kurang baiknya
proses pencegahan infeksi, manipulasi yang berlebihan, dapat berlanjut ke
infeksi dalam masa nifas.
b. Cara Terjadinya infeksi
1) Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada
pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam
vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain ialah bahwa sarung tangan atau
alat-alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari
kuman-kuman.
2) Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri
yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau petugas kesehatan
lainnya. Oleh karena itu, hidung dan mulut petugas yang bekerja di kamar
bersalin harus ditutup dengan masker dan penderita infeksi saluran pernafasan
dilarang memasuki kamar bersalin.
3) Dalam rumah sakit terlalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari
penderita-penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa
dibawa oleh aliran udara kemana-mana termasuk kain-kain, alat-alat yang
suci hama, dan yang digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau
pada waktu nifas.
4) Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali
apabila mengakibatkan pecahnya ketuban.
5) Infeksi Intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala-gejala pada waktu
berlangsungnya persalinan. Infeksi intraparum biasanya terjadi pada waktu
partus lama, apalagi jika ketuban sudah lam pecah dan beberapakali
dilakukan pemeriksaan dalam. Gejal-gejala ialah kenaikan suhu, biasanya
disertai dengan leukositosis dan takikardia; denyut jantung janin dapat
meningkat pula. Air ketuban biasanya menjadi keruh dan berbau. Pada infeksi
intra partum kuman-kuman memasuki dinding uterus pada waktu persalinan,
dan dengan melewati amnion dapat menimbulkan infeksi pula pada janin.

d. Jenis infeksi post partum

a. Infeksi Payudara
1) Mastitis
a) Definisi
Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan payudara.
Pada infeksi yang berat atau tidak diobati, bisa terbentuk abses payudara
(penimbunan nanah di dalam payudara).
b) Penyebab
Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak
ditemukan pada kulit yang normal (Staphylococcus aureus).
Bakteri seringkali berasal dari mulut bayi dan masuk ke dalam saluran air
susu melalui sobekan atau retakan di kulit (biasanya pada puting susu).
Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan paling sering
terjadi dalam waktu 1-3 bulan setelah melahirkan. Sekitar 1-3% wanita
menyusui mengalami mastitis pada beberapa minggu pertama setelah
melahirkan.
Pada wanita pasca menopause, infeksi payudara berhubungan dengan
peradangan menahun dari saluran air susu yang terletak di bawah puting
susu. Perubahan hormonal di dalam tubuh wanita menyebabkan
penyumbatan saluran air susu oleh sel-sel kulit yang mati. Saluran yang
tersumbat ini menyebabkan payudara lebih mudah mengalami infeksi.
c) Gejala
Gejalanya berupa :
 Nyeri payudara
 Benjolan pada payudara
 Pembengkakan salah satu payudara
 Jaringan payudara membengkak, nyeri bila ditekan, kemerahan dan teraba
hangat
 Nipple discharge (keluar cairan dari puting susu, bisa mengandung nanah)
 Gatal - gatal
 Pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan
payudara yang terkena
 Demam.
d) Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Jika
tidak sedang menyusui, bisa dilakukan mammografi atau biopsi payudara.
e) Pengobatan
Dilakukan pengompresan hangat pada payudara selama 15-20 menit, 4
kali/hari. Diberikan antibiotik dan untuk mencegah pembengkakan,
sebaiknya dilakukan pemijatan dan pemompaan air susu pada payudara
yang terkena.
 Berikan klosasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila diberikan
sebelum terbentuk abses biasanya keluhannya akan berkurang.
 Sangga payudara.
 Kompres dingin.
 Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
 Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada PUS.
 Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan.
f) Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya mastitis bisa dilakukan beberapa tindakan
berikut
 Menyusui secara bergantian payudara kiri dan kanan
 Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran, kosongkan
payudara dengan cara memompanya
 Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah
robekan/luka pada puting susu
 Minum banyak cairan
 Menjaga kebersihan puting susu
 Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui.

2) Bendungan ASI
a) Definisi
Bendungan ASI adalah pembendungan air susu karena penyempitan
duktus laktiferi atau oleh kelenjar yang tidak dikosongkan dengan sempurna
atau karena kelainan pada putting susu (Mochtar, 1996).
Menurut Huliana (2003) payudara bengkak terjadi karena hambatan
aliran darah vena atau saluran kelenjar getah bening akibat ASI terkumpul
dalam payudara. Kejadian ini timbul karena produksi yang berlebihan,
sementara kebutuhan bayi pada hari pertama lahir masih sedikit.
b) Patologi
Faktor predisposisi terjadinya bendungan ASI antara lain :
 Faktor hormon
 Hisapan bayi
 Pengosongan payudara
 Cara menyusui
 Faktor gizi
 Kelainan pada puting susu
c) Patofisiologi
 Gejala yang biasa terjadi pada bendungan ASI antara lain payudara penuh
terasa panas, berat dan keras, terlihat mengkilat meski tidak kemerahan.
 ASI biasanya mengalir tidak lancar, namun ada pula payudara yang
terbendung membesar, membengkak dan sangat nyeri, puting susu teregang
menjadi rata.
 ASI tidak mengalir dengan mudah dan bayi sulit mengenyut untuk
menghisap ASI. Ibu kadang-kadang menjadi demam, tapi biasanya akan
hilang dalam 24 jam (Mochtar, 1998).
d) Penatalaksanaan
 Upaya pencegahan untuk bendungan ASI adalah :
1) Menyusui dini, susui bayi sesegera mungkin (setelah 30 menit) setelah
dilahirkan
2) Susui bayi tanpa jadwal atau ondemand
3) Keluarkan ASI dengan tangan atau pompa, bila produksi melebihi
kebutuhan bayi
4) Perawatan payudara pasca persalinan
 Upaya pengobatan untuk bendungan ASI adalah :
1) Kompres hangat payudara agar menjadi lebih lembek
2) Keluarkan sedikit ASI sehingga puting lebih mudah ditangkap dan dihisap
oleh bayi.
3) Sesudah bayi kenyang keluarkan sisa ASI
4) Untuk mengurangi rasa sakit pada payudara, berikan kompres dingin
5) Untuk mengurangi statis di vena dan pembuluh getah bening lakukan
pengurutan (masase) payudara yang dimulai dari putin kearah korpus.
(Sastrawinata, 2004)
3) Abses Payudara
a) Definisi
Abses payudara berbeda dengan mastitis. Abses payudara terjadi
apabila mastitis tidak tertangani dengan baik, sehingga memperberat infeksi.
b) Gejala
 Sakit pada payudara ibu tampak lebih parah.
 Payudara lebih mengkilap dan berwarna merah.
 Benjolan terasa lunak karena berisi nanah.
 Payudara yang tegang dan padat kemerahan.
 Pembengkakan dengan adanya fluktuasi.
 Adanya pus/nanah.
c) Penanganan
 Teknik menyusui yang benar.
 Kompres payudara dengan air hangat dan air dingin secara bergantian.
 Meskipun dalam keadaan mastitis, harus sering menyusui bayinya.
 Mulailah menyusui pada payudara yang sehat.
 Hentikan menyusui pada payudara yang mengalami abses, tetapi ASI
harus tetap dikeluarkan.
 Apabila abses bertambah parah dan mengeluarkan nanah, berikan
antibiotik.
 Rujuk apabila keadaan tidak membaik.

b. Infeksi Parineal
1) Definisi
Masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh melalui robekan dan serambi liang
senggama waktu bersalin, sehingga luka terasa nyeri dan mengeluarkan
nanah.
2) Penyebab
Disebabkan oleh keadaan yang kurang bersih dan tindakan pencegahan
infeksi yang kurang baik.
3) Tanda / Gejala
a) Nyeri pada luka.
b) Luka pada perineal yang mengeras.
c) Demam.
d) Keluar pus / cairan.
e) Kemerahan.
f) Berbau busuk.
4) Penatalaksanaan
a) Bila didapati pus dan cairan pada luka, buka jahitan dan lakukan
pengeluaran serta kopmres antiseptic.
b) daerah jahitan yang terinfeksi dihilangkan dan lakukan debridemen.
c) Bila infeksi sedikit tidak perlu antibiotika.
d) Bila infeksi relative superficial, berikan Ampisilin 500mg per oral selama
6 jam dan Metronidazol 500 mg per oral 3 kali/hari selaa 5 hari.
e) Bila infeksi dalam dan melibatkan otot dan menyebabkan nekrosis, beri
Pennisilin G 2 juta U IV setiap 4 jam ( atau Ampisilin inj 1 g 4x/hari )
ditambah dengan Gentamisin 5 mg/kg berat badan per hari IV sekali
ditambah dengan Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam, sampai bebas panas
selama 24 jam. Bila ada jaringan nekrotik harus dibuang, lakukan jahitan
sekunder 2 – 4 minggu setelah infeksi membaik.
f) Berikan nasihat kebersihan dan pemakaian pembalut yang bersih dan
sering diganti.
5) Pelaksanaan
a) Jika terdapat pus atau cairan, buka dan drain luka tersebut.
b) Angkat kulit yang nekrotik dan jahitan subkutis dan lakukan debridement.
Jangan angkat jahitan fasia.
c) Jika infeksi hanya superficial dan tidak meliputi jaringan dalam, atau akan
timbulnya abses dan berikan antibiotika. Ampisilin 500 mg per oral 4 kali
sehari selama 5 hari.
d) Jika infeksi cukup dalam, meliputi otot dan menimbulkan nekrotik atau
berikan kombinasi antibiotika sampai pasien bebas panas 48 jam.
 Penisilin G sebanyak 2 juta unit I.V setiap 6 jam.
 Ditambah Gentamisin 5 mg/kgBB I.V setiap 24 jam.
 Ditambah Metronidazol 500 mg per oral 3 kali sehari selaa 5 hari.
 Jika sudah bebas demam 48 jam, berikan :
- Ampisilin 500mg per oral 4 kali sehari selama 5 hari.
- Ditambah Metronidazol 400 mg per oral 3 kali sehari selama 5 hari.
- Catatan : Fasilitas nekrotikan membutuhkan debridement dan jahitan situasi.
Lakukan jahitan reparasi 2 – 4 minggu kemudian, bila luka sudah bersih.
- Jika infeksi parah pada fasilitas nekrotikan, rawat pasien untuk kompres 2
kali sehari.

c. Infeksi Uterus
1) Endometritis (Lapisan dalam rahim)
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari
rahim). infeksi ini dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau
infeksi tersendiri dan terdapat benda asing dalam rahim (Anonym, 2008).
Endometritis adalah infeksi yang berhubungan dengan kelahiran
anak, jarang terjadi pada wanita yang mendapatkan perawatan medis yang
baik dan telah mengalami persalinan melalui vagina yang tidak
berkomplikasi. Infeksi pasca lahir yang paling sering terjadi adalah
endometritis yaitu infeksi pada endometrium atau pelapis rahim yang
menjadi peka setelah lepasnya plasenta, lebih sering terjadi pada proses
kelahiran caesar, setelah proses persalinan yang terlalu lama atau pecahnya
membran yang terlalu dini. Juga sering terjadi bila ada plasenta yang
tertinggal di dalam rahim, mungkin pula terjadi infeksi dari luka pada leher
rahim, vagina atau vulva.
Tanda dan gejalanya akan berbeda bergantung dari asal infeksi,
sedikit demam, nyeri yang samar-samar pada perut bagian bawah dan
kadang-kadang keluar dari vagina berbau tidak enak yang khas
menunjukkan adanya infeksi pada endometrium. Pada infeksi karena luka
biasanya terdapat nyeri dan nyeri tekan pada daerah luka, kadang berbau
busuk, pengeluaran kental, nyeri pada perut atau sisi tubuh, gangguan buang
air kecil. Kadang-kadang tidak terdapat tanda yang jelas kecuali suhu
tunbuh yang meninggi. Maka dari itu setiap perubahan suhu tubuh pasca
lahir harus segera dilakukan pemeriksaan.
Infeksi endometrium dapat dalam bentuk akut dengan gejala klinis
yaitu nyeri abdomen bagian bawah, mengeluarkan keputihan, kadang-
kadang terdapat perdarahan dapat terjadi penyebaran seperti meometritis
(infeksi otot rahim), parametritis (infeksi sekitar rahim), salpingitis (infeksi
saluran tuba), ooforitis (infeksi indung telur), dapat terjadi sepsis (infeksi
menyebar), pembentukan pernanahan sehingga terjadi abses pada tuba atau
indung telur (Anonym, 2008).
Terjadinya infeksi endometrium pada saat persalinan, dimana bekas
implantasi plasenta masih terbuka, terutama pada persalinan terlantar dan
persalinan dengan tindakan pada saat terjadi keguguran, saat pemasangan
alat rahim yang kurang legeartis (Anonym, 2008).
Kadang-kadang lokia tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan
selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan lokiametra dan dapat menyebabkan
kenaikan suhu. Uterus pada endometritis agak membesar, serta nyeri pada
perabaan dan lembek.
Pada endometritis yang tidak meluas, penderita merasa kurang sehat
dan nyeri perut pada hari-hari pertama. Mulai hari ke-3 suhu meningkat,
nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun
dan dalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah normal kembali.
Lokia pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang
berbau. Hal ini tidak boleh dianggap infeksinya berat. Malahan infeksi berat
kadang-kadang disertai oleh lokia yang sedikit dan tidak berbau.
Untuk mengatasinya biasanya dilakukan pemberian antibiotik, tetapi
harus segera diberikan sesegera mungkin agar hasilnya efektif. Dapat pula
dilakukan biakkan untuk menentukan jenis bakteri, sehingga dapat diberikan
antibiotik yang tepat.
2) Miometritis (infeksi otot rahim)
Miometritis adalah radang miometrium. Sedangkan miometrium
adalah tunika muskularis uterus. Gejalanya berupa demam, uterus nyeri
tekan, perdarahan vaginal dan nyeri perut bawah, lokhea berbau, purulen.
Metritis akut biasanya terdapat pada abortus septik atau infeksi
postpartum. Penyakit ini tidak brerdiri sendiri akan tetapi merupakan bagian
dari infeksi yang lebih luas yaitu merupakan lanjutan dari endometritis.
Kerokan pada wanita dengan endometrium yang meradang dapat
menimbulkan metritis akut. Pada penyakit ini miometrium menunjukkan
reaksi radang berupa pembengkakan dan infiltarsi sel-sel radang. Perluasan
dapat terjadi lewat jalan limfe atau lewat tromboflebitis dan kadang-kadang
dapat terjadi abses.
Metritis kronik adalah diagnosa yang dahulu banyak dibuat atas
dasar menometroragia dengan uterus lebih besar dari bisa, sakit pnggang,
dan leukore. Akan tetapi pembesaran uterus pada multipara umumnya
disebabkan oleh pemanbahan jaringan ikat akibat kehamilan. Terapi dapat
berupa antibiotik spektrum luas seperti amfisilin 2gr IV per 6 jam,
gentamisin 5 mg kg/BB, metronidasol mg IV per 8 jam, profilaksi anti
tetanus, efakuasi hasil konsepsi.
3) Parametritis (infeksi daerah di sekitar rahim).
Parametritis adalah radang dari jaringan longgar di dalam lig latum.
Radang ini biasanya unilatelar. Tanda dan gejala suhu tinggi dengan demam
tinggi, Nyeri unilateral tanpa gejala rangsangan peritoneum, seperti muntah.
Penyebab Parametritis yaitu :
a) Endometritis dengan 3 cara yaitu :
 Per continuitatum : endometritis → metritis → parametitis
 Lymphogen
 Haematogen : phlebitis → periphlebitis → parametritis
b) Dari robekan serviks
c) Perforasi uterus oleh alat-alat ( sonde, kuret, IUD )

d. Peritonitis
Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi
dapat juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis
pelvika. Selanjutnya, ada kemungkinan bahwa abses pada sellulitis pelvika
mengeluarkan nanahnya ke rongga peritoneum dan menyebabkan
peritonitis.
Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada
daerah pelvis. Gejala-gejalanya tidak seberapa berat seperti pada peritonitis
umum. Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap
baik. Pada pelvioperitonitis bisa terdapat pertumbuhan abses. Nanah yang
biasanya terkumpul dalam kavum douglas harus dikeluarkan dengan
kolpotomia posterior untuk mencegah keluarnya melalui rektum atau
kandung kencing.
Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan
merupakan penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan
kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita,
yang mula-mula kemerah-merahan, menjadi pucat, mata cekung, kulit muka
dingin; terdapat apa yang dinamakan facies hippocratica. Mortalitas
peritonitis umum tinggi.
e. Tromboflebitis
1) Definisi
Perluasan infeksi nifas yang paling sering ialah perluasan atau invasi
mikroorganisme pathogen yang mengikuti aliran darah disepanjang vena
dan cabang – cabangnya sehingga terjadi trobpoflebitis.
Tomboflebitis merupakan inflamasi permukaan pembuluh darah
disertai pembentukan pembekuan darah. Tomboflebitis cenderung terjadi
pada periode pasca partum pada saat kemampuan penggumpalan darah
meningkat akibat peningkatan fibrinogen; dilatasi vena ekstremitas bagian
bawah disebabkan oleh tekanan keopala janin gelana kehamilan dan
persalinan; dan aktifitas pada periode tersebut yang menyebabkan
penimbunan, statis dan membekukan darah pada ekstremitas bagian bawah
(Adele Pillitteri, 2007).
2) Klasifikasi
a) Pelviotromboflebitis
 Definisi
Yaitu infeksi nifas yang mengenai vena – vena dinding uterus dan
ligamentum latum, yaitu vena ovarika dekstra karena infeksi pada tempat
implantasi plasenta terletak di bagian atas uterus ; proses biasanya
unilateral. Perluasan infeksi dari vena ovarika sinistra ialah ke vena renalis,
sedangkan perluasan infeksidari vena ovarika dekstra ialah ke vena kafa
inferior. Peritoneum yang menutupi vena ovarika dekstra, mengalami
imflamasi dan akan menyebabkan perisalpingo – 00foritis dan
periapendisitis. Perluasan infeksi dari vena utruna ialah ke vena iliaka
komunis.
 Etiologi
Disebabkan oleh kurangnya gizi atau mal nutrisi, anemia, kurang personal
hygiene, trauma jalan lahir. Seperti partus lama atau macet dan periksa
dalam yang berlebihan.
 Gejala
1. Nyeri, yang terdapat pada perut bagian bawah dan / atau perut bagian
samping, timbul pada hari ke 2 – 3 masa nifas dengan atau tanpa panas.
2. Penderita tampak sakit berat dengan gambaran karakteristik sebagai
berikut :
a. Menggigil berulang kali. Menggigil inisial terjadi sangat berat ( 30 – 40
menit ) dengan interval hanya beberapa jam saja dan kadang – kadang 3
hari. Pada waktu menggigil penderita ha[irtidak panas.
b. Suhu badan naik turun secara tajam ( 360C menjadi 400C ) yang diikuti
dengan penurunan suhu dalam waktu 1 jam ( biasanya subfebris seperti pada
endometritis ).
c. Penyakit dapat berlangsung selama 1 – 3 bulan.
d. Cenderung berbentuk pus, yang menjalar ke mana – mana, terutama ke
paru – paru.
3. Gambaran darah
a. Terdapat leukositosis ( meskipun setelah endotoksin menyebar ke
sirkulasi, dapat segera terjadi leukopenia ).
b. Untuk membuat kultur darah, darah diambil pada saat sebelum mulainya
menggigil. Meskipun bakteri ditemukan di dalam darah selama menggigil,
kultur darah sangat sukar dibuat karena bakterinya adalah anaerob.
4. Pada periksa dalam hampir tidak ditemukan apa – apa karena yang
paling banyak terkena ialah vena ovarika yang sukar dicapai dalam
pemeriksaan.
 Komplikasi
1. Komplikasi pada paru – paru : infark, abses, pneumonia.
2. Komplikasi pada ginjal sinistra, nyeri mendadak, yang diikuti dengan
proteinuria dan hematuria.
3. Komplikasi pada persendian, mara dan jaringan subkutan.
 Penanganan
1. Rawat Inap
Penderita tirah baring untuk pemantauan gejala penyakit yang dan
mencegah terjadinya emboli pulmonum.
2. Terapi Medik
Pemberian antibiotika dan heparin jika terdapat tanda – tanda atau dugaan
adanya emboli pulmonum.
3. Terapi Operatif
Pengikatan vena kava inferior dan vena ovarika jika emboli septic terus
berlangsung sampai mencapai paru – paru, meskipun sedang dilakukan
heparinisasi.

b) Tromboflebitis Femoralis
 Definisi
Yaitu infeksi nifas yang mengenai vena – vena pada tungkai,
misalnya vena femoralis, vena poplitea dan vena safvena.
 Penilaian Klinik
1. Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris selama 7 -10 hari,
kemudian suhu mendadak naik kira – kira pada hari ke 10 – 20, yang
disertai dengan menggigil dan nyeri sekali.
2. Pada salah satu kaki yang terkena biasanya kaki kiri, akan meberikan
tanda – tanda sebagai berikut :
a. Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi ke luar serta sukar
bergerak, lebih panas dibanding dengan kaki lainnya.
b. Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dank
eras pada paha bagian atas.
c. Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha.
d. Reflektorik akan terjadi spasus arteria sehingga kaki menjadi
bengkak, tegang, putih, nyeri dan dingin, pulsasi menurun.
e. Edema kadang – kadang terjadi sebelum atau setelah atau setelah
nyeri dan pada uumnya terdapat pada paha bagian atas, tetapi lebih sering
dimulai dari jari – jari kaki dan pergelangan kaki, kemudian meluas dari
bawah ke atas.
f. Nyeri pada betis, yang akan terjadi spontan atau dengan memijit
betis atau dengan meregangkan tendo akhiles ( tanda Homan ).
 Penanganan
1. Perawatan.
Kaki ditinggikan untuk mengurangi edema, lakukan kompres pada kaki.
Setelah mobilisasi kaki hendaknya tetap dibalut elastik atau memakai kaos
kaki panjang yang elastic selama mungkin.
2. Mengingat kondisi ibu yang sangat jelek, sebaiknya jangan menyusui.
3. Terapi medik : pemberian antibiotika dan analgetik.

e. Patofisiologi
Setelah kala III, daerah bekas insertio plasenta merupakan sebuah luka dengan
diameter kira-kira 4 cm, permukaan tidak rata, berbenjol-benjol karena banyaknya
vena yang ditutupi trombus dan merupakan area yang baik untuk tumbuhnya
kuman-kuman dan masuknya jenis-jenis yang patogen dalam tubuh wanita.
Serviks sering mengalami perlukaan pada persalinanan, begitu juga vulva, vagina,
perineum merupakan tempat masuknya kuman patogen. Proses radang dapat
terbatas pada luka-luka tersebut atau dapat menyebar di luar luka asalnya. Reaksi
tubuh dapat berupa reaksi lokal dan dapat pula terjadi reaksi umum. Pada infeksi
dengan reaksi umum akan melibatkan syaraf dan metabolik pada saat itu terjadi
reaksi ringan limporetikularis diseluruh tubuh, berupa proliferasi sel fagosit dan
sel pembuat antibodi (limfosit B).Kemudian reaksi lokal yang disebut inflamasi
akut, reaksi ini terus berlangsung selama menjadi proses pengrusakan jaringan
oleh trauma. Bila penyebab pengrusakan jaringan bisa diberantas, maka sisa
jaringan yang rusak disebut debris akan difagositosis dan dibuang oleh tubuh
sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Bila trauma berlebihan, reksi sel fagosit
kadang berlebihan sehingga debris yang berlebihan terkumpul dalam suatu rongga
membentuk abses atau bekumpul dijaringan tubuh yang lain membentuk flegman
(peradangan yang luas dijaringan ikat). (Sjamsuhidajat, R, 1997 ).
F . PATHWAY Proses persalinan
Tindakan yang diberikan selama persalinan (pemeriksaan dalam, pemakaian alat
menolong, partus lama, insisi, laseralisasi) sehingga menyebabkan bakteri masuk dan
berkontaminasi dan terjadilah infeksi post partum

peritoneum Perluasan infeksi payudara


Perineum, vagina,
mikroorganisme
vulva, serviks,
patogen mengikuti
dan endometrium
Trauma aliran darah
persalinan Penyempitan duktus laktiferi

Luka Penekanan vena


Luka daerah Mengaktifkan neurotrofil oleh ligamen
perineum bekas insercio Kontaminas &makrofag inguinale Statis ASI
dan serviks plasenta i bekteri

Pelepasan zat pirogen Edema tungkai betis


Hygine Payudara bengkak
HIS royan lokiometra peradangan andogen dan paha
yang buruk

Merangsang sel endogen HT Luka papila


Pengeluara Penumpuka Sulit bergerak, sendi
peradangan Uterus
n lokhea n cairan kaku, fisik lemah
membesar
yang rongga
peritoneum Mengeluarkan asam Respon imun
banyak dan
eritema arakidonat
bau Perut Hambatan mobilitas
disekitar
lokasi kembung fisik
Kebocoran isi Kemerahan
Abses payudara
infeksi rongga abdomen
Perubahan Memicu pengeluaran bengkak
warna nyeri akut prostaglandin, merangsang
lokhea termoregulasi HT
Ketidakefektifan
Panas & hipertermi
pemberian ASI nyeri akut
bengkak
Gelisah , Suhu tubuh tnggi
bingung Istirahat terganggu
nyeri akut

hipertermi
ansietas Gangguan pola tidur
G. Pengobatan Infeksi Kala Nifas
Pengobatan infeksi pada masa nifas antara lain:
a. Sebaiknya segera dilakukan kultur dari sekret vagina dan servik, luka
operasi dan darah, serta uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika
yang tepat.
b. Memberikan dosis yang cukup dan adekuat.
c. Memberi antibiotika spektrum luas sambil menunggu hasil
laboratorium.
d. Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh seperti infus, transfusi
darah, makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan tubuh, serta
perawatan lainnya sesuai komplikasi yang dijumpai.

H. Pengobatan Kemoterapi dan Antibiotika Infeksi Nifas


Infeksi nifas dapat diobati dengan cara sebagai berikut:
a. Pemberian Sulfonamid – Trisulfa merupakan kombinasi dari sulfadizin
185 gr, sulfamerazin 130 gr, dan sulfatiozol 185 gr. Dosis 2 gr diikuti 1
gr 4-6 jam kemudian peroral.
b. Pemberian Penisilin – Penisilin-prokain 1,2 sampai 2,4 juta satuan IM,
penisilin G 500.000 satuan setiap 6 jam atau metsilin 1 gr setiap 6 jam
IM ditambah ampisilin kapsul 4×250 gr peroral.
c. Tetrasiklin, eritromisin dan kloramfenikol.
d. Hindari pemberian politerapi antibiotika berlebihan.
e. Lakukan evaluasi penyakit dan pemeriksaan laboratorium.

I. Komplikasi
a. Peritonitis (peradangan selaput rongga perut)
b. Tromboflebitis pelvika (bekuan darah di dalam vena panggul), dengan
resiko terjadinya emboli pulmoner.
c. Syok toksik akibat tingginya kadar racun yang dihasilkan oleh bakteri
di dalam darah. Syok toksik bisa menyebabkan kerusakan ginjal yang
berat dan bahkan kematian.
J. Penatalaksanaan
a. Pencegahan
1) Masa Persalinan
a) Hindari pemeriksaan dalam berulang, lakukan bila ada
indikasi dengan sterilitas yang baik, apalagi bila ketuban telah
pecah.
b) Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama.
c) Jagalah sterilitas kamar bersalin dan pakailah masker, alat-alat
harus suci hama.
d) Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan baik
pervaginam maupun perabdominal dibersihkan, dijahit sebaik-
baiknya dan menjaga sterilitas.
e) Pakaian dan barang-barang atau alat-alat yang berhubungan
dengan penderita harus terjaga kesuci-hamaannya.
f) Perdarahan yang banyak harus dicegah, bila terjadi darah yang
hilang harus segera diganti dengan transfusi darah.
g) Masa Nifas
h) Luka-luka dirawat dengan baik jangan sampai kena infeksi,
begitu pula alat-alat dan pakaian serta kain yang berhubungan
dengan alat kndung kencing harus steril.
i) Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasi dalam
ruangan khusus, tidak bercampur dengan ibu sehat.
j) Tamu yang berkunjung harus dibatasi.
2) Masa Kehamilan:
Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi
seperti anemia, malnutrisi dan kelemahan serta mengobati
penyakit-penyakit yang diderita ibu. Pemeriksaan dalam jangan
dilakukan kalau tidak ada indikasi yang perlu. Begitu pula koitus
pada hamil tua hendaknya dihindari atau dikurangi dan dilakukan
hati-hati karena dapat menyebabkan pecahnya ketuban, kalau ini
terjadi infeksi akan mudah masuk dalam jalan lahir.
b. Pencegahan infeksi postpartum :
1) Anemia diperbaiki selama kehamilan. Berikan diet yang baik.
Koitus pada kehamilan tua sebaiknya dilarang.
2) Membatasi masuknya kuman di jalan lahir selama persalinan. Jaga
persalinan agar tidak berlarut-larut. Selesaikan persalinan dengan
trauma sesedikit mungkin. Cegah perdarahan banyak dan
penularan penyakit dari petugas dalam kamar bersalin. Alat-alat
persalinan harus steril dan lakukan pemeriksaan hanya bila perlu
dan atas indikasi yang tepat.
3) Selama nifas, rawat higiene perlukaan jalan lahir. Jangan merawat
pasien dengan tanda-tanda infeksi nifas bersama dengan wanita
sehat yang berada dalam masa nifas.
c. Penanganan umum
1) Antisipasi setiap kondisi (faktor predisposisi dan masalah dalam
proses persalinan) yang dapat  berlanjut menjadi
penyulit/komplikasi dalam masa nifas.
2) Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang
mengalami infeksi nifas.
3) Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau
infeksi yang dikenali pada saat kehamilan ataupun persalinan.
4) Jangan pulangkan penderita apabila masa kritis belum terlampaui.
5) Beri catatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri di rumah
dan gejala-gejala yang harus diwaspadai dan harus mendapat
pertolongan dengan segera.
6) Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru lahir,
dari ibu yang mengalami infeksi pada saat persalinan. Dan
Berikan hidrasi oral/IV secukupnya.
d. Pengobatan secara umum
1) Sebaiknya segera dilakukan pembiakan (kultur) dan sekret vagina,
luka operasi dan darah serta uji kepekaan untuk mendapatkan
antibiotika yang tepat dalam pengobatan.,
2) Berikan dalam dosis yang cukup dan adekuat.
3) Karena hasil pemeriksaan memerlukan waktu, maka berikan
antibiotika spektrum luas (broad spektrum) menunggu hasil
laboratorium.
4) Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh penderita, infus atau
transfusi darah diberikan, perawatan lainnya sesuai dengan
komplikasi yang dijumpai.
e. Penanganan infeksi postpartum :
1) Suhu harus diukur dari mulut sedikitnya 4 kali sehari.
2) Berikan terapi antibiotik, Perhatikan diet. Lakukan transfusi darah
bila perlu, Hati-hati bila ada abses, jaga supaya nanah tidak masuk
ke dalam rongga perineum.
Proses Keperawatan
1. Pengkajian

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan


untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Effendy, 1995 : 18).
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan awal dari pengkajian untuk mengumpulkan
informasi tentang klien yang akan dilakukan secara sistematis untuk menentukan
masalah-masalah serta kebutuhan kesehatan klien sehari-hari meliputi :
1) Identitas
2) Status Kesehatan
3) Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan ibu
 Keadaan Umum
Pada klien post operasi seksio sesarea hari kedua biasanya klien masih lemah,
tigkat kesadaran pada umumnya compos mentis, tanda-tanda vital biasanya sudah
stabil, tingkat emosi mulai stabil dimana ibu mulai masuk dalam fase taking hold.
BB biasanya mendekati BB sebelum hamil.
 Sistem Respirasi
Respirasi kemungkinan meningkat sebagai respon tubuh terhadap nyeri,
perubahan pola nafas terjadi apabila terdapat penumpukan secret akibat anesthesi.
 Sistem Kardiovaskuler
Klien biasanya mengeluh pusing, tekanan darah biasanya mengalami
penurunan. Bila terjadi peningkatan 30 mmHg systolic atau 15 mmHg diastolic
kemungkinan terjadi pre eklampsia dan membutuhkan evaluasi lebih lanjut.
Observasi nadi terhadap penurunan sehingga kurang dari 50x/menit kemungkinan
ada shock hypovolemik, kaji apakah konjungtiva anemis sebagi akibat kehilangan
darah operasi, kaji apakah ada peningkatan JVP, kaji juga fungsi jantung. Pada
tungkai bawah kaji adanya tanda-tanda tromboemboli periode post partum, seperti
kemerah-merahan, hangat dan sakit di sekitar betis perasaan tidak nyaman pada
ekstremitas bawah, kaji ada tidaknya tanda-tanda humans positif dorso fleksi pada
kaki.
 Sistem Saraf
Kaji fungsi persarafan, kesadaran terutama sensasi pada tungkai bawah pada
klien dengan spinal anesthesi.
 Sistem Pencernaan
Kaji keadaan mulut, pada hari pertama dan kedua keadaan mulut biasanya
kering arena klien puasa pada klien dengan anesthesi umum, fungsi menelan baik,
kecuali klien merasa tenggorokan terasa kering. Berbeda pada klien dengan
anesthesi spinal tidak perlu puasa, kaji bising usus, apakah ada tanda distensi pada
saluran cerna, apakah klien sudah BAB, atau flatus.
 Sistem Urinaria
Bagaimana pola berkemih klien, berapa kali frekuensinya, kaji keadaan blass
apakah ada distensi, bagaimana pola BAK klien, kecuali terpasang kateter, kaji
warna urine, jumlah dan bau urine.
 Sistem Reproduksi
Kaji bagaimana keadaan payudara, apakah simetris, adakah hyperpigmentasi
pada areola, putting susu menonjol, apakah ASI sudah keluar.
Kaji tinggi fundus uteri pada pinggir abdomen, karena pada bagian tengah
abdomen terdapat luka, kaji kontraksi uterus, perasaan mulas adalah normal
karena proses involusi. Tinggi fundus uteri pada post partum seksio sesarea hari
kedua adalah 1-2 jari dibawah umbilicus atau pertengahan antara sympisis dan
umbilical.
Kaji pengeluaran lochea, jumlahnya, warna da baunya. Biasanya lochea
berwarna merah, bau amis dan agak kental (lochea rubra). Kaji pengetahua klien
tentang cara membersihkannya, berapa kali mengganti pembalut dalam sehari.
 Sistem Integumen
Kebersihan rambut biasanya kurang, karena sejak post operasi klien belum
melakukan aktivitas seperti biasa, kaji muka apakah ada hyperpigmentasi,
kloasma gravidarum, kaji keadaan luka operasi, balutan dan kebersihannya, luka
balutan biasanya dibuka pada hari ke tiga.
 Sistem Muskuloskletal
Bagaimana keadaan klien apakah lemah, adakah pergerakan klien kaku, apakah
ekstremitas simetris, apakah klien mampu melakukan pergerakan ROM, tonus
otot biasanya normal, tapi kekuatan masih lemah, terutama karena klien
dipuasakan pada saat operasi. Pergerakan sendi-sendi biasanya tidak ada
keterbatasan. Kaji apakah ada diastasis rektus abdominalis.
 Sistem Endokrin
Kaji apakah ada pembesaran tyroid, bagaimana produksi ASI, pada post
partum akan terjadi penurunan hormone estrogen dan progesterone sehingga
hormone prolaktin meningkatyang menyebabkan terjadinya produksi ASI dan
hormone oksitosin yang merangsang pengeluaran ASI. Sehingga pada masa ini
akan terjadi peningkatan produksi ASI dan akan terjadi pembengkakan payudara
bila bay tidak segera diteteki.

2. Masalah Keperawatan
1. Nyeri akut (00132)
2. Ansietas (00146)
3. Gangguan pola tidur (00198)
4. Hipertemi (00007)
5. Hambatan mobilitas fisik (00085)
6. Ketidakefektifan pemberian ASI (00104)
3. Intervensi

DIAGNOSA
NO TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
KEPERAWATAN
1. Nyeri akut (00132) Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen Nyeri (1400)
keperawatan selama 2 x24 jam, diharapakan Aktifitas :
nyeri teratasi.
1. Lakukan penilaian nyeri secara
Kriteria Hasil: komprehensif dimulai dari lokasi,
Kontrol nyeri (1605) karakteristik, dan penyebab
Kode Indikator SA ST 2. Kaji ketidaknyamanan non verbal
16050 mengenali kapan 3. Tentukan dampak nyeri pada kehidupan
2 nyeri terjadi sehari-hari
16050 menggambarkan
4. Ajari untuk menggunakan teknik non
1 faktor penyebab
16051 melaporkan nyeri farmakologis (seperti biofeedback, TENS,
1 yang terkontrol hypnosis, relaksasi, terapi musik, distraksi,
Keterangan indikator (2102): terapi bermain, acupresure, aplikasi
1 = Berat
2 = Cukup berat hangat/dingin dan pijatan) sebelum, sesudah
3 = Sedang dan jika memungkinkan selama puncak
4 = Ringan
5 = Tidak ada nyeri, sebelum nyeri terjadi atau meningkat
dan sepanjang nyeri itu terjadi atau
meningkat dan sepanjang nyeri itu masih
terukur
5. Anjurkan untuk istirahat atau tidur yang
adekuat untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi dengan Tim Medis dalam
pemberian analgesik ibu post partum.
2. Ansietas (00146) NOC: NIC :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pengurangan kecemasan (5820)
selama 2x24 jam, masalah ansietas dapat 1. Gunakan pendekatan yang tenang dan
teratasi. meyakinkan
Kriteri hasil 2. Berikan informasi faktual terkait
- Tingkat kecemasan (1211) diagnosis perawatan dan prognosis
Kode Indikator SA ST 3. Dorong keluarga untuk mendampingi
12110 Perasaan gelisah klien dengan cara yang tepat
5 4. Dukung penggunaan mekanisme koping
12111 Rasa cemas yang
yang sesuai
7 disampaikan secara
lisan
keterangan :
1 : berat

2 : cukup berat

3 : sedang

4 : ringan

5 : tidak ada

3. Gangguan pola tidur (00198) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Peningkatan tidur (1850)
selama 1x24 jam masalah gangguan pola 1. tentukan pola tidur pasien
tidur dapat teratasi. 2. monitor pola tidur pasien dan catat
kriteria hasil : kondisi fisik.
tidur ( 0004) 3. sesuaikan lingkungan untuk meningatkan
Kode Indikator SA ST tidur
00040 Kualitas tidur 4. Diskusikan dengan keluarga dan pasien
4 mengenal teknik untuk meningkatkan tidur.
00040 Efisiensi tidur
5
00042 nyeri
5
keterangan :
1 : sangat terganggu
2 : banyak terganggu
3 : cukup terganggu
4 : sedikit terganggu
5 : tidak terganggu

4. Hipertemi (00007) Setelah dilakukan asuhan keperawatan Perawatan demam (3740)


selama 3 x 24 jam masalah hipertemi 1. Pantau suhu dan tanda tanda vital
dapat teratasi. 2. Monitor warna kulit dan suhu
kriteria hasil : 3. Monitor asupan dan keluaran, sadari
termoregulasi (0800) perubahan kehilangan cairan yang
Kode Indikator SA ST tidak dirasakan
08000 peningkatan 4. Dorong konsumsi cairan
1 suhu kulit 5. Fasilitasi istirahat
08001 Penurunan suhu
8 kulit
08001 hipertermia
9
keterangan :
1 : sangat terganggu
2 : banyak terganggu
3 : sedikit terganggu
4 : cukup terganggu
5 : tidak terganggu
5. Hambatan mobilitas fisik NOC : Peningkatan latihan : peregangan (0202)
(00085) Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Bantu pasien untuk mngeksplorasi
selama 2x24 jam, masalah hambtan keyakinannya sendiri motivasi dan
mobilitas fisik dapat teratasi. tingkat kebugaran neuromuskular
- Ambulasi ( 0200) 2. Instruksi untu memulai latihan rutin pada
Kode Indikator SA ST kelompok otot / sendi yang tidak kaku
02000 Berjalan dengan atau pegal dan secara bertahap pindah ke
2 langkah yang efektif otot/sendi yang kaku
02000 Berjalan dengan
3. Instruksikan menghindari gerakan cepat,
3 pelan
dd kuat, atau memantul, untuk mencegah
keterangan : stimulasi berlebihan
4. Kolaborasi dengan anggota keluarga
1 : sangat terganggu
dalam perencanaan pengajaran dan
2 : banyak terganggu
pemantauan rencana latihan
3 : cukup terganggu

4 : sedikit terganggu
5 : tidak terganggu

5. Ketidakefektifan pemberian NOC : Manajemen Nyeri (1400)


ASI (00104) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Aktifitas :
selama 2x24 jam, masalah ketidakefektifan 6. Lakukan penilaian nyeri secara
pemberian ASI dapat teratasi. komprehensif dimulai dari lokasi,
- Tingkat nyeri (2102) karakteristik, dan penyebab
Kode Indikator SA ST 7. Kaji ketidaknyamanan non verbal
21020 Nyeri yang 8. Tentukan dampak nyeri pada kehidupan
1 dilaporkan sehari-hari
21020 Ekspresi wajah
9. Ajari untuk menggunakan teknik non
6
Dd farmakologis (seperti biofeedback, TENS,
keterangan : hypnosis, relaksasi, terapi musik, distraksi,
terapi bermain, acupresure, aplikasi
1 : berat
hangat/dingin dan pijatan) sebelum, sesudah
2 : cukup berat
dan jika memungkinkan selama puncak
3 : sedang nyeri, sebelum nyeri terjadi atau meningkat
4 : ringan dan sepanjang nyeri itu terjadi atau
meningkat dan sepanjang nyeri itu masih
5 : tidak ada
terukur
10. Anjurkan untuk istirahat atau tidur yang
adekuat untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi dengan Tim Medis dalam
pemberian analgesik ibu post partum.
DAFTAR PUSTAKA

1. http://webforum.plasa.com/archive/index.php/t-39873.html
2. http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/01/askep-nifas-pada-ibu-dengan-
infeksi.html
3. http://www.scribd.com/doc/6502571/Infeksi-nifas
4. http://www.docstoc.com/docs/27033219/Infeksi-nifas-post-partum
5. http://www.ners.unair.ac.id/materikuliah/Askep%20Komplikasi%20Post
%20Partum.pdf
6. http://www.indonesiaindonesia.com/f/13074-pasca-persalinan/
7. https://www.scribd.com/document/197065302/LP-Infeksi-Post-Partum
8. https://www.scribd.com/doc/135289665/Laporan-Pendahuluan-Dan-Askep-
INFEKSI-POST-PARTUM
9. https://www.scribd.com/document/408301202/Pathway-Infeksi-Postpartum

Anda mungkin juga menyukai