Oleh :
I Gede Agus Artana, S.Kep
NIM.C2220066
Diajukan Oleh:
Mengetahui,
Preseptor Akademik
NIK. 12.10.0059
Mengetahui,
Profesi Ners
Ketua
NIK. 11.01.0045
LAPORAN PENDAHULUAN
TONSILITIS
A. DEFINISI
Tonsilitis merupakan terdapatnya peradangan umum dan pembengkakan dari
jaringan tonsil dengan lekosit, sel-sel epitel mati, dan bakteri phatogen dalam kripta (Nort
American Nursing Diagnosis Association, 2012).
Tonsilitis adalah peradangan umum dan pembengkakan jaringan tonsil dengan
pengumumpulan leukosit, sel-sel epitel mati dan bakteri phatogen (Derricson, 2009).
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam
rongga mulut yaitu: tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tosil faucial), tonsil lingual
(tosil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring / Gerlach’s tonsil)
(Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk, 2007).
Kesimpulan penulis berdasarakan beberapa pengertian diatas, tonsilitis merupakan
suatu peradangan pada tonsil yang disebabkan karena bakteri atau virus, prosesnya bisa
akut atau kronis.
B. ANATOMI FISIOLOGI
Amandel atau tonsil merupakan kumpulan jaringan limfoid yang banyak
mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Tonsil terletak pada
kerongkongan di belakang kedua ujung lipatan belakang mulut. Tonsil juga bagian dari
struktur yang disebut Ring of Waldeyer (cincin Waldeyer). Kedua tonsil terdiri juga atas
jaringan limfe, letaknya di antara lengkung langit-langit dan mendapat persediaan limfosit
yang melimpah di dalam cairan yang ada pada permukaan dalam sel-sel tonsil (Pearce,
2006). Tonsil terdiri atas:
1. Tonsil fariengalis, agak menonjol keluar dari atas faring dan terletak di belakang
koana.
2. Tonsil palatina, dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.
3. Tonsil linguais, epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.
Tonsil berfungsi mencegah agar infeksi tidak menyebar ke seluruh tubuh dengan
cara menahan kuman memasuki tubuh melalui mulut, hidung, dan kerongkongan, oleh
karena itu tidak jarang tonsil mengalami peradangan. Peradangan pada tonsil disebut
dengan tonsilitis, penyakit ini merupakan salah satu gangguan Telinga, Hidung dan
Tenggorokan (THT). Kuman yang dimakan oleh imunitas seluler tonsil dan adenoid
terkadang tidak mati dan tetap bersarang disana serta menyebabkan infeksi amandel yang
kronis dan berulang (Tonsilitis kronis). Infeksi yang berulang ini akan menyebabkan
tonsil dan adenoid bekerja terus dengan memproduksi sel-sel imun yang banyak sehingga
ukuran tonsil dan adenoid akan membesar dengan cepat melebihi ukuran yang normal
(Pearce, 2006 ; Syaifuddin, 2006).
C. ETIOLOGI
D. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala Tonsilitis adalah sakit tenggorokan, demam, ngorok, dan
kesulitan menelan (Smeltzer & Bare, 2000). Menurut Effiaty Arsyad Soepardi, dkk
(2007) tanda dan gejala yang timbul yaitu nyeri tenggorok, tidak nafsu makan, nyeri
menelan, kadang-kadang disertai otalgia, demam tinggi, serta pembesaran kelenjar
submandibular dan nyeri tekan.
E. KLASIFIKASI
1. Tonsilitis Akut
a. Tonsilis viral
Tonsilitis dimana gejalanya lebih menyerupai commond cold yang disertai rasa
nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah virus Epstein Barr.
Hemofilus influenza merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi
infeksi virus coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-
luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan pasien.
b. Tonsilitis bacterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus, β hemolitikus
yang dikenal sebagai strep throat, pneumokokus, Streptokokus viridan,
Streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan
menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga
terbentuk detritus. Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut
tonsilitis folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk
alur-alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris.
2. Tonsilitis Membranosa
a. Tonsilitis difteri
Tonsilitis diferi merupakan tonsilitis yang disebabkan kuman Coryne bacterium
diphteriae. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak-anak berusia kurang dari
10 tahun, frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun.
b. Tonsilitis septik
Tonsilitis yang disebabkan karena Streptokokus hemolitikus yang terdapat dalam
susu sapi.
c. Angina Plaut Vincent ( stomatitis ulsero membranosa )
Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri spirochaeta atau triponema yang
didapatkan pada penderita dengan higiene mulut yang kurang dan defisiensi
vitamin C.
d. Penyakit kelainan darah
Tidak jarang tanda leukemia akut, angina agranulositosis dan infeksi
mononukleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup membran semu. Gejala
pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di mukosa mulut, gusi dan di bawah
kulit sehingga kulit tampak bercak kebiruan.
3. Tonsilis Kronik
Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis
makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan
tonsilitis akut yang tidak adekuat.
F. PATOFISIOLOGI
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Amandel atau
tonsil berperan sebagai filter, menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut. Hal ini
akan memicu tubuh untuk membentukanti body terhadap infeksi yang akan datang akan
tetapi kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan infeksi atau virus. Kuman
menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial
mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli
morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak
kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel
yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis falikularis, bila
bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis lakunaris. Tonsilitis
dimulai dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya
mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga berhenti makan. Tonsilitis dapat
menyebabkan kesukaran menelan, panas, bengkak, dan kelenjar getah bening melemah
didalam daerah sub mandibuler, sakit pada sendi dan otot, kedinginan, seluruh tubuh
sakit, sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga. Sekresi yang berlebih membuat pasien
mengeluh sukar menelan, belakang tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal yang
tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam. Bila bercak melebar,
lebih besar lagi sehingga terbentuk membrane semu (Pseudomembran), sedangkan pada
tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan
limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan
parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus)
yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya
timbul perlengketan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai
dengan pembesaran kelenjar limfe submandibular (Reeves, Roux, Lockhart, 2001).
G. PATHWAY
Tonsilitis
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
Pembesaran tonsil
Peningkatan suhu tubuh hipertermia
Obstruksi jalan
nafas Hipertermia
Tindakan
Nyeri akut Nyeri akut
pembedahan Obstruksi mekanik
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien tonsilitis menurut (Mansjoer, 2000) yaitu:
1. Penatalaksanaan tonsilitis akut
a. Antibiotik golongan Penicilin atau Sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur atau
obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan Eritromisin atau
Clindamisin.
b. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid untuk
mengurangi edema pada laring dan obatsimptomatik.
c. Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari komplikasi
kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3x negatif.
d. Pemberian antipiretik.
2. Penatalaksanaan tonsilitis kronik
a. Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap.
b. Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi
konservatif tidak berhasil
1. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah mendapatkan terapi
yang adekuat.
2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan
pertumbuhan orofasial.
3. Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan nafas, sleep
apnea, gangguan menelan, dan gangguan bicara.
4. Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil, yang tidak berhasil
hilang dengan pengobatan.
5. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.
6. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A Sterptococcus β hemoliticus
7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan
8. Otitis media efusa / otitis media supuratif (Soepardi, Effiaty Arsyad, dkk. 2007).
Tonsilektomi menurut Nettina (2006) yaitu:
1. Perawatan pra Operasi:
a. Lakukan pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorok secara seksama dan
dapatkan kultur yang diperlukan untuk menentukan ada tidak dan sumber infeksi.
b. Ambil spesimen darah untuk pemeriksaan pra operasi untuk menentukan adanya
resiko perdarahan: waktu pembekuan, pulasan trombosit, masa protrombin, masa
tromboplastin parsial.
c. Lakukan pengkajian pra operasi:Perdarahan pada anak atau keluarga, kaji status
hidrasi, siapkan anak secara khusus untuk menghadapi apa yang diharapkan pada
masa pascaoperasi, gunakan teknikteknik yang sesuai dengan tingkat
perkembangan anak (buku, boneka, gambar), bicaralah pada anak tentang hal-hal
baru yang akan dilihat di kamar operasi, dan jelaskan jika terdapat konsep-konsep
yang salah, bantu orang tuamenyiapkan anak mereka dengan membicarakan
istilah yang umum terlebih dahulu mengenai pembedahan dan berkembang ke
informasi yang lebih spesifik, yakinkan orang tua bahwa tingkat komplikasi
rendah dan masa pemulihan biasanya cepat, anjurkan orang tua untuk tetap
bersama anak dan membantu memberikan perawatan.
2. Perawatan pasca operasi:
a. Kaji nyeri dengan sering dan berikan analgesik sesuai indikasi.
b. Kaji dengan sering adanya tanda-tanda perdarahan pasca operasi
c. Siapkan alat pengisap dan alat-alat nasal packing untuk berjaga-jaga seandainya
terjadi kedaruratan.
d. Pada saat anak masih berada dalam pengaruh anestesi, beri posisi telungkup atau
semi telungkup pada anakdengan kepala dimiringkan kesamping untuk mencegah
aspirasi.
e. Biarkan anak memperoleh posisi yang nyaman sendiri setelah sadar (orang tua
boleh menggendong anak).
f. Pada awalnya anak dapat mengalami muntah darah lama. Jika diperlukan
pengisapan, hindari trauma pada orofaring.
g. Ingatkan anak untuk tidak batuk atau membersihkan tenggorok kecuali jika perlu.
h. Berikan asupan cairan yang adekuat; beri es batu 1 sampai 2 jam setelah sadar dari
anestesi. Saat muntah susah berhenti, berikan air jernih dengan hati-hati.
i. Tawarkan jus jeruk dingin disaring karena cairan itulah yang paling baik
ditoleransi pada saat ini, kemudian berikan es loli dan air dingin selama 12 sampai
24 jam pertama.
j. Ada beberapa kontroversi yang berkaitan dengan pmberian susu dan es krim pada
malam pembedahan:dapat menenangkan dan mengurangi pembengkakan, tetapi
dapat meningkatkan produksi mukus yang menyebabkan anak lebih sering
membersihkan tenggorokanya, meningkatkan resiko perdarahan.
k. Berikan collar es pada leher, jika didinginkan. (lepas collar es tersebut, jika anak
menjadi gelisah ).
l. Bilas mulut pasien dengan air dingin atau larutan alkalin.
m. Jaga agar anak dan lingkungan sekitar bebas dari drainase bernoda darah untuk
membantu menurunkan kecemasan.
n. Anjurkan orang tua agar tetap bersama anak ketika anak sadar.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam mengumpulkan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2015).
1. Identitas klien yang terdiri dari nama, umur, suku/bangsa, status perkawinan, agama,
pendidikan, alamat, nomor register, tanggal datang ke rumah sakit.
2. Riwayat kesehatan yang terdiri dari:
a. Keluhan utama klien tonsilitis biasanya nyeri pada tenggorokan dan pada saat
menelan disertai demam.
b. Riwayat kesehatan sekarang adalah faktor yang melatarbelakangi atau
mempengaruhi dan mendahuli keluhan, bagaimana sifat terjadinya gejala
(mendadak, perlahan-lahan, terus menerus atau berupa serangan, hilang dan
timbul atau berhubungan dengan waktu), lokalisasi gejalanya dimana dan sifatnya
bagaimana (menjalar, menyebar, berpindah-pindah atau menetap). Bagaimana
berat ringannya keluhan berkurang, lamanya keluhan berlangsung atau mulai
kapan serta upaya yang telah dilakukan apa saja.
c. Riwayat kesehatan masa lalu dapat ditanyakan seperti riwayat pemakaian jenis
obat, jumlah dosis dan pemakaiannya, riwayat atau pengalaman masa lalu tentang
kesehatan atau penyakityang pernah dialami atau riwayat masuk rumah sakit atau
riwayat kecelakaan.
d. Riwayat kesehatan keluarga
3. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan adanya tanda dan gejala yang
menyebabkan klien mencari pertolongan kesehatan seperti: nyeri pada
tenggorokan, susah untuk menelan, peningkatan suhu tubuh, kelemahan hebat,
kehilangan perhatian pada lingkungan.
b. Pola nutrisi dan metabolik, anoreksia, mual, muntah, BB menurun karena intake
kurang, nyeri untuk menelan, nafas berbau, membran mukosa kering.
c. Pola eliminasi warna urin kuning pekat, ureum meningkat.
d. Pola aktivitas dan latihan kelelahan (fatique), kelemahan.
e. Pola tidur dan istirahat gelisah tidur sering terganggu karena nyeri pada
tenggorokan.
f. Pola persepsi sensor dan kognitif. Kurangnya pendengaran perhatian berkurang
atau menyempit, kemampuan berfikir abstrak menurun, kehilangan perhatian
untuk lingkungan, sakit kepala.
g. Pola persepsi diri dan konsep diri, penurunan harga diri, perubahan konsep diri
dan bodyimage, menurunnya harga diri, menurunnya tingkat kemandirian dan
perawatan diri.
h. Pola peran dan hubungan sosial. Tidak dapat menjalankan sekolah, penurunan
kontak social dan aktivitas.
i. Pola koping dan toleransi terhadap stress. Ketidak efektifan koping individu dan
keluarga, mekanisme pertahanan diri : denial proyeksi, rasionalisasi, displasmen.
j. Pola nilai dan kepercayaan, kehilangan kepercayaan kepada pemberi pelayanan
kesehatan.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit termasuk ekspresi wajah
dan posisipasien, kesadaran (GCS / Gaslow Coma Scale), yang dapat meliputi
penilaian secara kualitas seperti composmentis, apatis, somnolen, koma, delirium,
dan status gizinya.
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi nadi, tekanan darah, pola pernafasan dan
suhu tubuh. Biasanya klien tonsilitis mengalami kesulitan bernafas karena ada
pembesaran pada tonsil dan mengalami peningkatan suhu tubuh.
c. Pemeriksaan kulit, rambut dan kelenjar getah bening. Kulit meliputi warna
(meliputi pigmentasi, sianosis, ikterik, pucat, eritema), turgor, kelembaban kulit
dan atau ada tidaknya edema.
d. Rambut meliputi dapat dinilai dari warna, kelebatan, distribusi dan karakteristik.
e. Kelenjar getah bening meliputi dapat dinilai dari bentuknya serta tanda-tanda
radang yang dapat dinilai di daerah servikal anterior, inguinal oksiptil, dan
retroavrikuler.
f. Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala meliputi dapat dinilai bentuk dan ukuran kepala, ubun-ubun, wajahnya
asimetris atau ada tidaknya pembengkakan, mata dilihat dari visus palpebra, mata
merah, alis, bulu mata, konjungtiva, anemis karena Hb nya menurun, skelera,
kornea, pupil, lensa. Pada bagian telinga dapat dinilai pada daun telinga, lubang
telinga, membran timpani, mastoid, ketajaman pendengaran hidung dan mulut ada
tidaknya stismus.
Leher meliputi kuku kuduk, ada tidaknya masa di leher, dengan ditentukan
ukuran, bentuk, posisi, konsistensi, dan ada tidaknya nyeri tekan.
g. Pemeriksaan dada meliputi organ paru dan jantung, secara umum bentuk dada,
keadaan paru yang meliputi simetris atau tidaknya, pergerakan nafas, ada tidaknya
femitus suara, krepitasi serta dapat dilihat batas ada saat perkuasi didapatkan
(bunyi perkusinya bagaimana apakah hipersenosor atau timpani). Pada
pemeriksaan jantung dapat diperiksa tentang denyut apeks atau dikenal dengan
siklus kordis dan aktivitas artikel, getaran bising, bunyi jantung.
h. Pemeriksaan abdomen meliputi bentuk perut, dinding perut, bising usus, adanya
ketegangan dinding perut atau adanya nyeri tekan serta dilakukan palpasi pada
organ hati, limfa, ginjal, kandung kemih, yang ditentukan ada tidaknya nyeri pada
pembesaran pada organ tersebut, kemudian pada daerah anus, rectum, serta
genitalia.
i. Pemeriksaan anggota gerak dan neurologi meliputi adanya rentang gerak
keseimbangan dan gaya berjalan, genggaman tangan, otot kaki dan lainnya.
5. Prosedur Diagnostik
a. Tes Laboratorium, tes ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada
dalam tubuh pasien merupkan akteri grup A, karena grup ini disertai dengan
demam reumatik, glomerulnefritis.
b. Pemeriksaan penunjang, kultur dan uji resistensi bila diperlukan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan menelan berhubungan dengan abnormalitas jalan nafas atas.
2. Nyeri akut berhubungan dengan infeksi, prosedur bedah.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan makan, kurang asupan makanan.
4. Hipertermia berhubungan dengan penyakit (infeksi tonsil).
5. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan.
6. Risiko infeksi.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
5. Libatkan keluarga
dalam menjaga
kebersihan.
D. EVALUASI
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya
berhasil dicapai. Evaluasi bisa bersifat formatif yaitu dilakukan terus-menerus untuk
menilai setiap hasil yang telah di capai. Dan bersifat sumatif yaitu dilakukan sekaligus
pada akhir dari semua tindakan keparawatan yang telah dilakukan. Melalui SOAP kita
dapat mengevaluasi kembali.
Keterangan:
S : Subjektif adalah informasi yang didapat dari pasien.
O : Objektif adalah informasi yang didapatkan berdasarkan pengamatan.
A : Asesment adalah analisa dari masalah pasien.
P : Planing of action adalah rencana tindakan yang akan diambil.
DAFTAR PUSTAKA
Butcher, H., ett all, 2016, Nursing Interventions Classification (NIC) 6th Indonesian Edition,
IOWA intervention Project, Mosby
Darwin E. Imunologi & Infeksi. Cetakan 1. Padang: Andalas University Press, 2006, diakses
pada 18 Oktober 2013, diakses pada 17 Oktober 2013.
Masna, P.W. (1979), Tonsillectomy & Adenoidectomy, dalam : Masna, P.W. (ed) Tonsilla
Palatina dan Permasalahannya, FK UNUD, Denpasar, diakses pada 18 Oktober 2013.
Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aeus Calpius.
Ngastiyah, 1997, Perawatan anak Sakit, Jakarta: EGC.
Nave H, Gebert A, Pabst. Morphology and Immunology of the Human Palatine Tonsil. Anat
Embryol; 2004: 367-73, diakses pada 19 Oktober 2013.