Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR

Oleh :
I Gede Agus Artana, S.Kep
NIM.C2220066

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES BINA USADA BALI
2020/2021
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR

Diajukan Oleh:

I Gede Agus Artana, S.Kep


NIM.C2220066

Telah Disahkan Sebagai Laporan Praktik

Stase Konsep Dasar Profesi

Mengetahui,

Preseptor Akademik

Ns. I Made Dwie Pradnya S, S.Kep., M.Kes

NIK. 12.10.0059

Mengetahui,

STIKES Bina Usada Bali

Profesi Ners

Ketua

Ns. I Putu Artha Wijaya, S.Kep.,M.Kep

NIK. 11.01.0045
LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP DASAR
ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR

A. DEFINISI
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya k ontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya ( Brunner & Suddarth, 2005 dalam Wijaya
dan putri, 2013).
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman, 2010).
Pendapat lain menyatakan bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang
bersih (karena kulit masih utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson, M. A,
2011).

B. ANATOMI FISIOLOGI
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada intraseluler. Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses “Osteogenesis” menjadi tulang.
Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut “Osteoblast”. Proses mengerasnya
tulang akibat penimbunan garam kalsium.
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima
kelompok berdasarkan bentuknya :
1. Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang disebut
diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah proksimal dari epifisis
terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang rawan
yang tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang
panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan
digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang
memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk
dari spongi bone (cancellous atau trabecular). Pada akhir tahun-tahun remaja tulang
rawan habis, lempeng epifisis berfusi, dan tulang berhenti tumbuh. Hormon
pertumbuhan, estrogen, dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang.
Estrogen, bersama dengan testosteron, merangsang fusi lempeng epifisis. Batang
suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis. Kanalis
medularis berisi sumsum tulang.
2. Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous (spongy)
dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.
3. Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan
lapisan luar adalah tulang concellous.
4. Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek.
5. Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial,
misalnya patella (kap lutut).
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri
atas tiga jenis dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam
pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun atas 98%
kolagen dan 2% subtansi dasar (glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan
proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang
dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ). Osteoklas adalah sel multinuclear
( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorpsi dan remosdeling
tulang.
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah osteon
terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang
dinamakan lamella. Didalam lamella terdapat osteosit, yang memperoleh nutrisi
melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1 mm).
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum.
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh, selain sebagai
tempat perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum mengandung saraf, pembuluh
darah, dan limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast,
yang merupakan sel pembentuk tulang.
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum
tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast , yang
melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum, terletak dekat endosteum dan
dalam lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang).
Anatomi tulang panjang Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 % bahan organik
(hidup) dan 70 % endapan garam. Bahan organik disebut matriks, dan terdiri dari
lebih dari 90 % serat kolagen dan kurang dari 10 % proteoglikan (protein plus
sakarida). Deposit garam terutama adalah kalsium dan fosfat, dengan sedikit natrium,
kalium karbonat, dan ion magnesium. Garam-garam menutupi matriks dan berikatan
dengan serat kolagen melalui proteoglikan. Adanya bahan organik menyebabkan
tulang memiliki kekuatan tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan).
Sedangkan garam-garam menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi
(kemampuan menahan tekanan).
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang. Kecepatan pembentukan tulang berubah selama
hidup. Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon, faktor makanan, dan
jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang, dan terjadi akibat aktivitas sel-sel
pembentuk tulang yaitu osteoblas.
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang. Osteoblas berespon
terhadap berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang. Sewaktu
pertama kali dibentuk, matriks tulang disebut osteoid. Dalam beberapa hari
garamgaram kalsium mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa
minggu atau bulan berikutnya. Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid,
dan disebut osteosit atau sel tulang sejati. Seiring dengan terbentuknya tulang, osteosit
dimatriks membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan
osteosit lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang.
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang, sebagian
ion kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi. Garam nonkristal ini dianggap
sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan, yaitu dapat dipindahkan dengan cepat
antara tulang, cairan interstisium, dan darah.
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi, terjadi secara bersamaan dengan
pembentukan tulang. Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut
osteoklas. Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel
mirip-monosit yang terdapat di tulang. Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai
asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis. Osteoklas
biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang, dan memfagosit
tulang sedikit demi sedikit. Setelah selesai di suatu daerah, osteoklas menghilang dan
muncul osteoblas. 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan
tulang baru. Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan
tulang baru yang lebih kuat.
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang
terus menerus diperbarui atau mengalami remodeling. Pada anak dan remaja, aktivitas
osteoblas melebihi aktivitas osteoklas, sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan
menebal. Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang pulih
dari fraktur. Pada orang dewasa muda, aktivitas osteoblas dan osteoklas biasanya
setara, sehingga jumlah total massa tulang konstan. Pada usia pertengahan, aktivitas
osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai berkurang.
Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami imobilisasi.
Faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoblas dirangsang oleh olahraga dan
stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang. Fraktur
tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas, tetapi mekanisme pastinya belum
jelas. Estrogen, testosteron, dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat bagi
aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tulang dipercepat semasa
pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut. Estrogen dan testosteron
akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan merangsang
penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang). Sewaktu kadar estrogen
turun pada masa menopaus, aktivitas osteoblas berkurang. Defisiensi hormon
pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang.
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung
dengan bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang
penyerapan kalsium di usus. Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah, yang
mendorong kalsifikasi tulang. Namun, vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan
kadar kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang. Dengan demikian,
vitamin D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan
akan menyebabkan absorpsi tulang.
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol
oleh hormon paratiroid. Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang
terletak tepat di belakang kelenjar tiroid. Pelepasan hormon paratiroid meningkat
sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum. Hormon paratiroid
meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk
membebaskan kalsium ke dalam darah.
Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan
menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal. Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi
ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah. Pengaktifan vitamin D
di ginjal bergantung pada hormon paratiroid. Sedangkan kalsitonin adalah suatu
hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan
kadar kalsium serum.

C. ETIOLOGI/PREDISPOSISI
1. Cedera traumatik
a. Cedera langsung
Cedera langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
b. Cedera tidak langsung
Cedera tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Cedera akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya,
dan penarikan.
2. Fraktur patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses peyakit, dimana jika terjadi trauma
minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada keadaan :
a. Tumor tulang (jinak atau ganas)
b. Infeksi seperti osteomyelitis
c. Rakhitis, suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh devisiensi vitamin D
yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain.
3. Secara spontan, disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada
penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

D. MANIFESTASI KLINIS/TANDA GEJALA


Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna yang
dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang
dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur
lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas
yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan ektremitas normal.
Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling
melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji
krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa
jam atau hari setelah cedera.

E. KLASIFIKASI
Jenis-jenis fraktur ada beberapa macam yaitu:
1. Jenis-jenis fraktur berdasarkan garis fraktur:
b. Fraktur Komplit, adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal).
c. Fraktur Tidak Komplit, patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah
tulang.
2. Jenis jenis fraktur berdasarkan hubungan Fragmen dengan dunia luar:
a. Fraktur tertutup (simple / closed fracture).
Suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar
(menyebabkan robeknya kulit.)
b. Fraktur terbuka (compound / open fracture).
Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit
dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from
without (dari luar).
Fraktur terbuka dapat dibagi atas tiga derajat (menurut R. Gustillo), yaitu :
1) Derajat I
a) luka < 1 cm
b) kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
c) fraktur sederhana, transversal, oblik, atau koinutif ringan
d) kontaminasi minimal
2) Derajat II
a) laserasi > 1 cm
b) kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse
c) fraktur kominutif sedang
d) kontaminasi sedang
3) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot,
dan neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III
terbagi atas:
a) IIIA: Fragmen tulang masih dibungkus jaringan lunak
b) IIIB: Fragmen tulang tak dibungkus jaringan lunak terdapat pelepasan
lapisan periosteum, fraktur kontinuitif
c) IIIC: Trauma pada arteri yang membutuhkan perbaikan agar bagian
distal dapat diperthankan, terjadi kerusakan jaringan lunak hebat.
3. Klasifikasi Etiologis
a. Fraktur traumatik: terjadi karena trauma yang tiba-tiba.
b. Fraktur patologis: terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan
patologis di dalam tulang.
c. Fraktur stress: terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu
tempat tertentu.
4. Klasifikasi komplit / tidak komplit
a. Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal)
b. Fraktur tidak komplit adalah patah hanya terjadi pada sebagian dari garis
tengah tulang
5. Klasifikasi menurut garis khusus fraktur
a. Greenstic, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya
membengkok.
b. Transfersal, fraktur sepanjang garis tengah tulang.
c. Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih tidak stabil
di banding transfersal).
d. Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.
e. Kominutif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
f. Depresi, fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam (sering terjadi
pada tulang tengkorak dan tulang wajah).
g. Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang
belakang).
h. Avulsi, tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau tendon pada
perlekatannya.
i. Epifiseal, fraktur melalui epifisis.
j. Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.
(Smeltzer & Bare, 2010: 2358)
6. Berdasarkan jumlah garis
a. Fraktur kominutif: garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan
b. Fraktur segmental: garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan. Bila
dua garis patah disebut pula fraktur bifocal
c. Fraktur multiple: garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan
tempatnya, misalnya fraktur femur, fraktur kruris, dan fraktur tulang belakang.
Gambar : klasifikasi fraktur

F. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang
rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di
rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah.
Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah
putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang
nantinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur:
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan,
dan kepadatan atau kekerasan tulang.
G. PATHWAY

Trauma

Fraktur

Perubahan status Cedera sel Diskontunitas Luka terbuka


kesehatan fragmen tulang

Kurang informasi Lepasnya lipid


Degranulasi Terapi pada sum-sum Port de’entri Kerusakan
sel mast restrictif tulang kuman Integritas kulit
Defisiensi
pengetahuan
Pelepasan Hambatan Terabsorbsi Risiko Infeksi
mediator kimia Mobilitas fisik masuk ke
aliran darah

Nociceptor
Oklusi arteri Nekrosis
Emboli
paru Jaringan paru
Medulla spinali

Luas
Korteks Gangguan Penurunan
permukaan
serebri pertukaran gas laju difusi
paru menurun

Nyeri Akut
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG/DIAGNOSTIK
1. Pemerikssaan fisik
a. Look : Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang abnormal,
angulasi, rotasi, pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting
adalah apakah kulit itu utuh; kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan
dengan fraktur, cedera terbuka
b. Feel : Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal
dari fraktur untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera
pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan
c. Movement :Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih
penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi – sendi
dibagian distal cedera.
2. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan dengan sinar x harus dilakukan dengan 2 proyeksi yaitu anterior
posterior dan lateral, kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada
lebih dari satu tingkat karena itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur
perlu juga diambil foto sinar – x pada pelvis dan tulang belakang
b. Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur
yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain
juga mengalaminya.
c. Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah
di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
d. Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal
dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
e. Bone scans atau MRI Scans
f. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
g. CCT kalau banyak kerusakan otot.
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
c. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat
Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
I. PENATALAKSANAAN
1. Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6- 8 jam (golden period). Kuman
belum terlalu jauh meresap dilakukan:
a. Pembersihan luka
b. Exici
c. Hecting situasi
d. Antibiotik
2. Seluruh Fraktur
a. Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya.
b. Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula
secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasfanatomis
(Brunner, 2011).
Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip
yang mendasarinya tetap, sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur
sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilaugan elastisitasnya
akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus,
roduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami
penyembuhan. Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus
dipersiapkan untuk menjalani prosedur; harus diperoleh izin untuk melakukan
prosedur, dan analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan
anastesia. Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan lembut
untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Ekstremitas
dipertahankan dalam posisi yang diinginkan, sementara gips, biadi dan alat
lain dipasang oleh dokter. Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan
untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imoblisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Sinar-x
digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang.
Ketika tulang sembuh, akan terlihat pembentukan kalus pada sinar-x. Ketika
kalus telah kuat dapat dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilisasi.
Reduksi terbukapada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan
pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk
pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan logam digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang
yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke
rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang
kuat bagi fragmen tulang.
c. Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimun.
d. Imobilisasi fraktur.
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode
fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik
gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi
interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
e. Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya diarahkan
pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankansesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis. pengkajian
peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi
diberitahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan,
ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis.
meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan nyeri, termasuk analgetika).
Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi
disuse dan meningkatkan peredaran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup
sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga-diri.
Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan
terapeutika. Biasanya, fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih awal.
Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya
gerakan dan stres pada ekstrermitas yang diperbolehkan, dan menentukan
tingkat aktivitas dan beban berat badan.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR

A. Pengkajian
1. Anamnesis
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.
register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa
ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain
itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka
kecelakaan yang lain.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes
dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun
kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetic.
f. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
g. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
 Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada
dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan
hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu
metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu
keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.
 Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-
harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien
bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium
atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor
predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga
obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
 Pola Eliminasi Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola
eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi,
warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola
eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada
kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
 Pola Tidur dan Istirahat Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan
gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien.
Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana
lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat
tidur.
 Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh
orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama
pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk
terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain.
 Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena
klien harus menjalani rawat inap.
 Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image).
 Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga
pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa
nyeri akibat fraktur.
 Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa
nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya
termasuk jumlah anak, lama perkawinannya.
 Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
 Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan
baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena
nyeri dan keterbatasan gerak klien
2. Pemeriksaan fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih
mendalam.
a. Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti:
a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, kompos mentis
tergantung pada keadaan klien.
b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan
pada kasus fraktur biasanya akut.
c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
a) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.
b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan
ada.
d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak
terjadi perdarahan)
f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
g) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut
tidak pucat.
i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
j) Paru
 Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
 Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
 Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
 Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya
seperti stridor dan ronchi.
k) Jantung
 Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
 Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
 Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
l) Abdomen
 Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
 Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
 Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
 Auskultasi
 Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
b. Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain,
Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem
muskuloskeletal adalah:
1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
 Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
 Cape au lait spot (birth mark).
 Fistulae.
 Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
 Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal).
 Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
 Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai
dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun
klien. Yang perlu dicatat adalah:
 Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
Capillary refill time Normal 3 – 5 “
 Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian.
 Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,
tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status
neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu
dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar
atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada
pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi
keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran
derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam
ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak
(mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan
pasif.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik, fraktur
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi
perfusi
3. Risiko infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh primer menurun, prosedur
invasive, fraktur
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan patah tulang
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan konsekuensi imobilitas fisiologi
6. Defisensi pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya berhubungan dengan
kurang paparan terhadap informasi, keterbatan kognitif
C. RENCANA KEPERAWATAN/ INTERVENSI

Hari/ No Rencana Perawatan


tgl Dx Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan Asuhan NIC NIC
keperawatan selama ….x Manajemen nyeri Manajemen nyeri
24 jam tingkat Intervensi :
kenyamanan pasien 1. Lakukan pengkajian 1. Untuk mengetahui
meningkat, tingkat nyeri nyeri yang komprehensif lokasi, karakteristik,
terkontrol dengan Kriteria yang meliputi lokasi, durasi, frekuensi,
hasil: karakteristik, durasi, kuantits, intensitas
frekuensi, kuantits, atau beratnya nyeri
NOC : intensitas atau beratnya dan faktor pencetus
a. Kontrol nyeri nyeri dan faktor nyeri
- Pasien melaporkan pencetus
nyeri berkurang dg 2. Ajarkan penggunaan 2. Untuk meningkatkan
scala 2-3 teknik nonfarmakologi sirkulasi jaringan
- Ekspresi wajah tenang untuk mengurangi nyeri perifer
- Pasien dapat istirahat seperti terapi musik,
dan tidur terapi bermain, terapi
aktivitas, terapi aplikasi
panas dingin dan pijatan
3. Dorong pasien untuk 3. Untuk mencegah
memonitor nyeri dan nyeri semakin
penanganan nyeri secara memberat
tepat
4. Dorong pasien untuk 4. Untuk mengetahui
mendiskusikan penanganan yang
pengalaman nyeri sesuai tepat untuk
kebutuhan menangani nyeri
5. Atur posisi yang nyaman 5. Mengurangi nyeri
dan aman dan pergerakan
6. Berikan informasi 6. Menambah
mengenai nyeri seperti pengetahuan pasien
penyebab nyeri, berapa tentang nyeri
lama nyeri yang
dirasakan dan antisipasi
akibat dan
ketidaknyamanan
prosedur
7. Kolaborasi pemberian 7. Mengurangi nyeri
analgetik yang ditimbulkan
2 Setelah dilakukan Asuhan NIC NIC
keperawatan selama …x Manajemen jalan nafas Manajemen jalan
24 jam diharapkan Intervensi: nafas
pertukaran gas pasien 1. Buka jalan nafas dengan 1. Untuk mengetahui
kembali efektif dengan teknik chin lift atau jaw adanya sumbatan
Kriteria hasil: thrust, sebagaimana jalan nafas
NOC : mestinya
a. Status pernafasan : 2. Posisikan pasien untuk 2. Posisi semi fowler
ventilasi memaksimalkan ventilasi memungkinkan
- Suara nafas bersih ekspansi p aru dan
- Tidak ada sianosis dan memudahkan
dyspnea pernafasan
- Frekuensi pernafasan 3. Lakukan fisioterapi dada 3. Memaksimalkan
dalam batas normal sebagaimana mestinya keefektifan jalan
- Saturasi oksigen dalam nafas
batas normal 4. Buang sekret dengan 4. Ronchi dan
momitifasi pasien untuk wheezing menyertai
b. Status pernafasan : melakukan batuk dan obstruksi jalan nafas
pertukaran gas menyedot lendir
- Keseimbangan 5. Auskultasi suara nafas, 5. Mendengarkan suara
ventilasi dan perfusi catat area ventilasinya tambahan dalam
- Tekanan parsial menurun atau tidak ada pernafasan
oksigen di darah arteri dan adanya suara
(PaO2) normal tambahan
- Tekanan parsial
karbondioksida di
darah arteri (PaCo2) Terapi oksigen Terapi oksigen
normal Intervensi :
- Kesadaran baik 1. Pertahanan kepatenan 1. Mempertahankan
jalan nafas kepatetan jalan nafas
2. Berikan oksigen 2. Oksigen terpenuhi
tambahan
3. Monitor efektivitas terapi 3. Memantau
oksigen pemakaian oksigen
4. Pantau adanya tanda- 4. Mengetahui efek
tanda keracunan oksigen pemakaian oksigen

Monitor tanda-tanda vital Monitor tanda tanda


Intervensi : vital
1. Monitor tekanan darah 1. Memantau kondisi
nadi suhu dan status pasien
pernafasan dengan tepat
2. Monitor dan laporkan 2. Membuat dokumen
gejala hipotermi dan pasien
hipertermi
3. Monitor keberadaan dan 3. Memantau kondisi
kualitas nadi nadi

3 Setelah dilakukan Asuhan NIC NIC


keperawatan selama …x Kontrol infeksi Kontrol infeksi
24 jam diharapkan tidak 1. Bersihkan lingkungan 1. kebersihan
terjadi infeksi dengan setelah dipakai pasien lingkungan
Kriteria hasil: lain. mempengaruhi
NOC faktor pencetus
Deteksi resiko infeksi
- Mengenali tanda dan 2. Intruksikan kepada 2. Cuci tangan
gejala yang pengunjung untuk langkah pertama
mengindikasi resiko mencuci tangan saat mencegah infeksi
- Mengidentifikasi berkunjung dan
kemungkinan resiko sesudahnya.
- Melakukan skrining 3. Gunakan sabun anti 3. Sabun anti microba
sesui dengan waktu microba untuk mencuci dapat
yang diberikan tangan. membersihkan
kuman
4. Lakukan cuci tangan 4. Cuci tangan
sebelum dan sesudah langkah pertama
tindakan keperawatan. mencegah infeksi
5. Lakukan perawatan luka, 5. Perawatan yang
dainage, dresing infus baik akan mencegah
dan dan kateter setiap terjadinya infeksi
hari.
6. Berikan antibiotik sesuai 6. Antibiotik
program. membantu untuk
mengurahi infeksi
7. Jelaskan tanda gejala 7. Menambah
infeksi dan anjurkan pengetahuan pasien
untuk segera lapor dan mencegah
petugas terjadinya infeksi
yang lebih parah

4 Setelah dilakukan Asuhan NIC NIC


keperawatan selama …x Terapi ambulasi Terapi ambulasi
24 jam diharapkan Intervensi :
mobilitas fisik tidak 1. Kaji kemampuan pasien 1. Mengetahui
mengalami gangguan dalam melakukan kemampuan pasien
dengan Kriteria hasil: ambulasi
NOC: 2. Kolaborasi dg fisioterapi 2. Mempercepat
a) Ambulasi untuk perencanaan proses ambulasi
- Dapat berjalan ambulasi
dengan pelan 3. Latih pasien ROM pasif- 3. Latihan ROM dapat
- Dapat berjalan aktif sesuai kemampuan membantu pasien
menurun, menaiki dalam ambulasi
tangga
- Dapet berjalan 4. Ajarkan pasien 4. Untuk membantu
mengelilingi tangga berpindah tempat secara mobilisasi pasien
b) Pergerakan bertahap
- Dapat menggerakan 5. Evaluasi pasien dalam 5. Mengetahui
otot kemampuan ambulasi kemampuan pasien
- Dapat menggerakan setalah terapi
sendi
Pendidikan kesehatan Pendidikan kesehatan
Intervensi :
1. Edukasi pada pasien dan 1. Dapat memahami
keluarga pentingnya pentingnya
ambulasi dini ambulasi dini
2. Edukasi pada pasien dan 2. Dapat melakukan
keluarga tahap ambulasi tahapan ambulasi
3. Berikan reinforcement 3. Dengan
positip atas usaha yang reinforcement
dilakukan pasien. positif, pasien akan
bersemangat untuk
melakukan latihan
5 Setelah diberikan asuhan NIC : NIC :
keperawatan selama ...x24 Pengecekan kulit Pengecekan kulit
jam , diharapkan tidak 1. Amati warna, 1. Mengetahui adanya
terjadi kerusakan kehangatan, bengkak, tanda-tanda
integritas kulit dengan pulpasi, tekstur, edema, kerusakan kulit
kriteria hasil : dan ulserasi pada
NOC : ekstremitas
Integritas jaringan : 2. Periksa kondisi luka 2. Mencegah adanya
kulit dan mukosa operasi dengan tepat infeksi pada luka
- Suhu kulit, sensasi, 3. Monitor warna dan suhu 3. Perubahan warna
elastitisitas dalam kulit dan suhu kulit
batas normal adalah tanda awal
- Tidak adanya tanda- terjadi kerusakan
tanda infeksi seperti jaringan kulit
lesi pada
kulit,pigmentasi 4. Monitor sumber tekanan 4. Tekanan dan
abnormal dan dan gesekan gesekan akan
nekrosis memperlambat
sirkulasi
5. Monitor infeksi, terutama 5. Mencegah terjadi
dari daerah edema infeksi lebih lanjut
6. Ajarkan anggota keluarga 6. Meningkatkan
mengenai tanda-tanda pengetahuan dan
kerusakan kulit mencegaj kerusakan
kulit yang lebih
parah
6 Setelah diberikan asuhan NIC : NIC :
keperawatan selama ...x24 Pendidikan kesehatan : Pendidikan
jam diharapkan proses penyakit kesehatan : proses
pengetahuan pasien Intervensi : penyakit
betambah dengan kriteria 1. Kaji pengetahuan
hasil : pasien. 1. Untuk mengetahui
NOC : pengetahuan pasien
a) Pengetahuan : Proses 2. Jelaskan proses tentang penyakitnya
penyakit terjadinya penyakit, 2. Meningkatkan
- Pasien dapet tanda gejala serta pengetahuan pasien
mengetahui komplikasi yang
penyebab, tanda mungkin terjadi
gejalan, proses 3. Berikan informasi pada
perjalanan penyakit keluarga tentang 3. Dapat memberi
- Pasien dapat perkembangan pasien. semangat kepada
mengetahui manfaat pasien untuk tetap
manajemen penyakit melanjukan
4. Berikan informasi pada pengobatan
pasien dan keluarga 4. Dapat mencegah
tentang tindakan yang kebingungan pasien
akan dilakukan. dan keluarga
5. Diskusikan pilihan
terapi 5. Pasien dapat
memilih terapi yang
6. Berikan penjelasan sesuai
tentang pentingnya 6. Ambulasi dini
ambulasi dini mencegah terjadinya
kerusakan integritas
7. Jelaskan komplikasi kulit
kronik yang mungkin 7. Mencegah terjadi
akan muncul komplikasi yng
muncul

D. EVALUASI
Diagnosa keperawatan Evaluasi
Nyeri akut berhubungan dengan agen - Pasien melaporkan nyeri berkurang dg
injuri fisik, fraktur scala 3-4
- Ekspresi wajah tenang
- Pasien dapat istirahat dan tidur
Gangguan pertukaran gas berhubungan - Suara nafas bersih
dengan ketidakseim bangan ventilasi - Tidak ada sianosis dan dyspnea
perfusi - Frekuensi pernafasan dalam batas
normal
- Saturasi oksigen dalam batas normal
- Keseimbangan ventilasi dan perfusi
- Tekanan parsial oksigen di darah arteri
(PaO2) normal
- Tekanan parsial karbondioksida di
darah arteri (PaCo2) normal
- Kesadaran baik
Risiko infeksi berhubungan dengan - Mengenali tanda dan gejala yang
imunitas tubuh primer menurun, mengindikasi resiko
prosedur invasive, fraktur - Mengidentifikasi kemungkinan resiko
- Melakukan skrining sesui dengan
waktu yang diberikan
Hambatan mobilitas fisik berhubungan - Dapat berjalan dengan pelan
dengan patah tulang - Dapat berjalan menurun, menaiki
tangga
- Dapet berjalan mengelilingi tangga
- Dapat menggerakan otot
- Dapat menggerakan sendi
Kerusakan integritas kulit berhubungan - Suhu kulit, sensasi, elastitisitas dalam
dengan konsekuensi imobilitas fisiologi batas normal
- Tidak adanya tanda-tanda infeksi
seperti lesi pada kulit,pigmentasi
abnormal dan nekrosis
Defisensi pengetahuan tentang penyakit - Pasien dapet mengetahui penyebab,
dan perawatannya berhubungan dengan tanda gejalan, proses perjalanan
kurang paparan terhadap informasi, penyakit
keterbatan kognitif - Pasien dapat mengetahui manfaat
manajemen penyakit

DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2011. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC.
Jakarta.
Butcher, H., ett all, 2016, Nursing Interventions Classification (NIC) 6th Indonesian
Edition, IOWA intervention Project, Mosby
Gloria Bulechek. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi Bahasa
Indonesia, Edisi Keenam, Mocomedia, Jakarta
Ircham Machfoedz, 2010. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau di
Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya
Johnson, M., et all. 2010. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2010. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius.
NANDA, 2015, Diagnosis Keperawatan NANDA Definisi dan Klasifikasi 2015-2017,
Jakarta: EGC.
Smeltzer, S.C., 2010, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
Sue Moorhead.2016. Nursing Outcomes Clasification (NOC) Pengukuran Outcomes

Kesehatan Edisi Bahasa Indonesia, Edisi Kelima, Mocomedia, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai