Anda di halaman 1dari 16

PERAWATAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL

PADA KORBAN BENCANA

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 2

NAMA NAMA KELOMPOK


1. Salgrien Betoky 7. Plethy A, Ferdinandus
2. Joanna G. Sahetapy 8. Rina Salakory
3. Karlin I. Leihitu 9. Rio R. Hehakaya
4. Ofli Waemese 10. Rosmila Y. Porumau
5. Philjon Latupeirissa 11. Antohneta F. Serhalav
6. Pilya E. Thyssen

FAKULTAS KESEHATAN

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU

AMBON

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
kasihnya kami boleh diperkenankan menyelesaikan makalah yang berjudul “Perawatan
Psikososial dan Spiritual pada Korban Bencana” dapat selesai dengan tepat waktu.

Kami mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yNg telah membantu kami
dalam menyelesaikan makalah ini terutama kepada dosen pengampuh mata kuliah keperawatan
bencana yang telah membimbing kami sampai terselesainya makalah ini.

Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan untuk itu kami berharap agar
para pembaca dapat memberikan tanggapan agar makalah ini dapat menjadi sumber pengetahuan
kepada banyak orang dan dapat memajukan pengetahuan kita bersama mengenai keperawatan
bencana.

Ambon, Maret 2020

Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang …………………………………………………………….. 1-2


1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………… 2
1.3 Tujuan ……………………………………………………………………… 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bencana ……………………………………………………….. 3

2.2 Fase fase Bencana …………………………………………………………. 3-4

2.3 Dampak Bencana pada Psikososial ……………………………………… 4-7

2.4 Dampak Bencana pada Spiritual ………………………………………… 7

2.5 Perawatan Psikososial dan Spiritual pada Korban Bencana …………. 7 - 11

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan …………………………………………………………………. 12

3.2 Saran ……………………………………………………………………….. 12

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 13


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap orang pasti pernah mengalami kejadian yang hebat, mengejutkan, atau bahkan
mengerikan. Kejadian-kejadian tersebut seringkali akan mengganggu kondisi kejiwaan. Salah
satu peristiwa mengerikan yang mungkin dialami oleh seseorang adalah bencana alam. Dampak
dari bencana selain merusak bangunan fisik juga dapat menimbulkan dampak psikologis.
Bencana alam yang terjadi seringkali dapat menyebabkan trauma bagi para korban.
Bencana alam yang berkepanjangan di dunia termasuk di Indonesia sepanjang tahun
2010, disebabkan oleh faktor alam yang berbeda. Dampak bencana alam tidak hanya
mengakibatkan hilangnya harta benda tetapi juga nyawa masyarakat di wilayah bencana.
Berdasarkan data dari 644 kejadian bencana di Indonesia total kerugian material diperkirakan
mencapai lebih 15 trilyun rupiah. Kerugian tersebut meliputi kehilangan harta benda, kerusakan
rumah-rumah masyarakat, sarana dan prasarana umum, lahan pertanian, perkebunan, peternakan,
dan sebagainya. Selain itu juga menimbulkan kehilangan orang yang dicintai, trauma, dan
timbuln ya gangguan kesehatan (Nugroho, 2010).
Peristiwa traumatik dapat terjadi pada siapa saja. Seseorang bisa secara tiba-tiba
mengalami bencana, baik karena bencana alam ataupun tindak kejahatan tertentu sehingga
menyebabkan trauma. Peristiwa tersebut datang tanpa dapat diprediksi sebelumnya, sehingga
kondisi psikologis menjadi terganggu. Reaksi terhadap suatu peristiwa dapat berbeda-beda pada
setiap orang. Pada sebagian orang suatu bencana tidak menyebabkan trauma, tapi pada orang lain
dapat menyebabkan trauma yang mendalam. Terkadang trauma menyebabkan seseorang tidak
mampu menjalankan kesehariannya seperti yang biasanya dilakukan, bayangan akan peristiwa
tersebut senantiasa kembali dalam ingatannya dan mengusiknya,  ia juga merasa tak mampu
untuk mengatasinya (Koentara, 2016).

Jika berbicara tentang tindak kekerasan atau trauma, ada suatu istilah yang dikenal sebagai
Post Traumatic Stress Disorderatau PTSD (gangguan stres pasca trauma) yaitu gangguan stres
yang timbul berkaitan dengan peristiwa traumatis luar biasa. Misalnya, melihat orang dibunuh,
disiksa secara sadis, korban kecelakaan, bencana alam, dan lain-lain. PTSD merupakan
gangguan kejiwaan yang sangat berat, karena biasanya penderita mengalami gangguan jiwa yang
mengganggu kehidupannya (Koentara, 2016).

Profesi keperawatan bersifat luwes dan mencakup segala kondisi, dimana perawat tidak
hanya terbatas pada pemberian asuhan dirumah sakit saja melainkan juga dituntut mampu
bekerja dalam kondisi siaga tanggap bencana. Situasi penanganan antara keadaan siaga dan
keadaan normal memang sangat berbeda, sehingga perawat harus mampu secara skill dan teknik
dalam  menghadapi kondisi seperti ini (Anggi, 2010).
Kegiatan pertolongan medis dan perawatan dalam keadaan siaga bencana dapat dilakukan
oleh profesi  keperawatan. Berbekal pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki seorang perawat
bisa melakukan pertolongan siaga bencana dalam berbagai bentuk (Anggi, 2010).

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan umum

Mengetahui asuhan keperawatan pada trauma psikis/kejiwaan pada korban bencana


1.2.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui masalah psikososial dan spiritual pada pengungsi.


2. Mengetahui intervensi pada fase kedaruratan akut (intervensi sosial, psikososial,
spiritual).
3. Mengetahui intervensi pada fase konsolidasi (intervensi sosial, psikologis, spiritual).
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Bencana

Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan


Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau
faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
(http://www.bnpb.go.id)

Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan
manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga
mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.
1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
2. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi,
dan wabah penyakit.
3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok
atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.

2.2 Fase-fese Bencana

Menurut Barbara Santamaria (1995), ada 3 fase dalam terjadinya suatu bencana, yaitu
diantaranya :

1. Fase preimpact merupakan warning phase, tahap awal dari bencana. Informasi didapat
dari badan satelit dan meteorologi cuaca. Seharusnya pada fase inilah segala persiapan
dilakukan baik oleh pemerintah, lembaga, dan warga masyarakat.
2. Fase impact merupakan fase terjadinya klimaks dari bencana. Inilah saat-saat dimana
manusia sekuat tenaga mencoba untuk bertahan hidup (survive). Fase impact ini terus
berlanjut hingga terjadi kerusakan dan bantuan-bantuan darurat dilakukan.
3. Fase postimpact adalah saat dimulainya perbaikan dan penyembuhan dari fase darurat,
juga tahap dimana masyarakat mulai berusaha kembali pada fungsi komunitas normal.
Secara umum dalam fase postimpact ini para korban akan mengalami tahap respon
psikologis mulai penolakan, marah, tawar-menawar, depresi hingga penerimaan.

2.3 Dari Aspek Psikososial, Bencana Dapat Berdampak :

1. Stress

Secara sederhana, stres dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana individu
terganggu keseimbangannya. Stres terjadi akibat adanya situasi dari luar ataupun dari
dalam diri yang memunculkan gangguan, dan menuntut individu berespon secara sesuai.

Mereka yang mengalami stres mungkin merasa lebih gelisah, tegang, cemas, mengalami
kelelahan, ketegangan otot dan sulit tidur. Ada pula yang tekanan darah dan detak
jantungnya nmeningkat, sakit kepala, perut mulas, gatal-gatal atau diare. Stres juga
dapat merubah perilaku kita. Misalnya kita menjadi lebih cepat marah, lebih suka
sendirian, menjadi tidak enak makan, merasa tidak berdaya, tidak bersemangat,
frustrasi, atau merasa tidak percaya diri.

2. Trauma

Secara sederhana, trauma berarti luka atau kekagetan (syok/shock). Penyebab trauma
adalah peristiwa yang sangat menekan, terjadi secara tiba-tiba dan di luar
kontrol/kendali seseorang, bahkan seringkali membahayakan kehidupan atau
mengancam jiwa. Peristiwa ini begitu mengagetkan, menyakitkan dan melebihi situasi
stres yang kita alami sehari-hari. Peristiwa ini dinamakan sebagai peristiwa traumatis.

Ciri-ciri peristiwa traumatis adalah :


a. Terjadi secara tiba-tiba.
b. Mengerikan, menimbulkan perasaan takut yang amat sangat.
c. Mengancam keutuhan fisik maupun mental.
d. Dapat menimbulkan dampak fisik, pikiran, perasaan, dan perilaku yang amat
membekas bagi mereka yang mengalami ataupun yang menyaksikan.

Bencana alam seperti gempa bumi jelas merupakan peristiwa traumatis, karena tidak
pernah ada yang bisa meramalkan kapan akan datang dan menimbukan perasaan takut
dan mengerikan. Sehingga dapat menimbukan trauma bagi yang mengalaminya.
Kondisi seperti stres yang kita rasakan setelah munculnya peristiwa traumatis disebut
sebagai stres traumatis. Kondisi inilah yang biasa kita kenal sebagai trauma.

Gejala trauma sebenarnya dapat juga dialami oleh orang yang tidak mengalami
langsung peristiwa traumatis. Misalnya, seseorang yang menonton berita bencana
secara terus menerus. Ia kemudian menjadi sulit tidur, mengalami rasa takut dan
waspada berlebihan. Hal semacam ini disebut sebagai trauma sekunder, yaitu stres
traumatis yang dialami oleh orang yang tidak mengalami secara langsung.

Siapapun orangnya, sekuat dan sehebat apapun dia, biasanya akan menunjukkan
respon tertentu. Respon yang muncul mungkin berbeda-beda bagi tiap orang, namun
umumnya respon yang muncul adalah:
a. Memiliki ingatan atau bayangan yang sulit dilupakan, seperti mencengkeram, atau
ingatan lainnya tentang traumanya
b. Merasakan peristiwa seperti terjadi lagi (flashback)
c. Merasa terganggu bila diingatkan, atau teringat peristiwa
d. traumatis karena sesuatu yang dilihat, didengar, dirasakan, atau diciumnya.
e. Ketakutan, merasa kembali berada dalam bahaya
f. Kesulitan mengendalikan perasaan karena tidak mampu mengendalikan ingatan
tentang peristiwa traumatis.
Selain respon-respon tersebut, kita mungkin akan mengalami perubahan perasaan
ataupun perilaku. Perubahan perasaan yang mungkin dialami antara lain:
a. Cepat sedih
b. Cepat marah
c. Ingin menangis
d. Merasa bersalah
e. Merasa tidak berdaya
f. Suasana hati tidak menentu atau mudah berubah
g. Merasa tidak dipahami oleh orang-orang disekitarnya

Sementara perubahan perilaku yang mungkin terjadi antara lain :


a. Lebih banyak menyendiri
b. Gemetar
c. Tidak mau keluar rumah
d. Mudah tersinggung
e. Mengalami gangguan tidur, seperti: sering mimpi buruk,
f. susah tidur atau justru terlalu banyak tidur.
g. Gelisah
h. Kewaspadaan berlebih, sangat ingin menjaga dan melindungi diri
i. Mengalami gangguan makan, seperti : mual, muntah, tidak mau makan, atau
justru terlalu banyak makan
j. Mudah merasa was-was
k. Tiba-tiba dicekam bayangan menakutkan
l. Sulit berkonsentrasi atau berpikir jernih
m. Badan sering terasa lemas dan keluar keringat dingin
n. Sesak napas

Biasanya perubahan perilaku maupun perasaan tersebut akan berkurang seiring dengan
berjalannya waktu. Namun, kita perlu mewaspadai apabila perubahan tersebut
dirasakan lebih dari 6-8 minggu dan mengganggu kehidupan kita sehari-hari. Dampak
yang kita alami mungkin lebih besar daripada yang kita bayangkan.
3. Extreme peritraumatic stress reactions (reaksi stres & trauma)
Gejala ini muncul pada masa kurang dari 2 hari. Gejala ini ditandai dengan simptom-
simptom yang muncul setelah bencana, di antaranya:

a. Dissosiasi (depersonalisasi, derelisasi, amnesia).

b. Menghindar (menarik diri dari situasi sosial).

c. Kecemasan (cemas berlebihan, nervous, gugup, merasa tidak berdaya).

d. Intrusive re-experiencing (flashback, mimpi buruk).

4. Acute stress disorder (ASD)

Gejala ini muncul pada masa 2 s.d 30 hari/4 minggu yang ditandai dengan:

a. Individu/korban mengalami peristiwa traumatik yang mengancam jiwa diri sendiri


maupun orang lain, atau menimbulkan kengerian luar biasa bagi dirinya (horor).

b. Peningkatan keterbangkitan psikologis, misalnya kewaspadaan tinggi, mudah kaget,


sulit konsentrasi, sulit tidur, mudah tersinggung dan gelisah.

c. Gangguan efektifitas diri di area sosial dan pekerjaan.

5. Post traumatic stress disorder (PTSD)

Gejala ini muncul di atas 30 hari/1 bulan yang ditandai dengan:

a. Gangguan muncul akibat suatu peristiwa hebat yang mengejutkan, bahkan sering
tidak terduga dan akibatnya pun tidak tertahankan oleh orang yang mengalaminya.

b. Terulangnya bayangan mental akibat peristiwa traumatik yang pernah dialami.

c. Ketidakberdayaan/ke-”tumpul”an emosional dan “menarik diri”.

d. Terlalu siaga/waspada yang disertai ketergugahan/keterbangkitan secara kronis.


e. Terjadi gangguan yang menyebabkan kegagalan untuk berfungsi secara efektif
dalam kehidupan sosial (pekerjaan, rumah tangga, pendidikan, dll).

2.4 Dampak Spiritual pada Korban Bencana

Manusia sebagai makhluk yang utuh atau holistik memiliki kebutuhan yang kompleks
yaitu kebutuhan biologis, psikologis, sosial kultural dan spiritual. Spiritual digambarkan sebagai
pengalaman seseorang atau keyakinan seseorang, dan merupakan bagian dari kekuatan yang ada
pada diri seseorang dalam memaknai kehidupannya. Spiritual juga digambarkan sebagai
pencarian individu untuk mencari makna.

Kejadian bencana dapat merubah pola spiritualitas seseorang. Ada yang bertambah
meningkat aspek spiritualitasnya ada pula yang sebaliknya. Bagi yang meningkatkan aspek
spiritualitasnya berarti mereka meyakini bahwa apa yang terjadi merupakan kehendak dan kuasa
sang pencipta yang tidak mampu di tandingi oleh siapapun. Mereka mendekat dengan cara
mendekatkan spiritualitasnya supaya mendapatkan kekuatan dan pertolongan dalam menghadapi
bencana atau musibah yang dialaminya. Sedangkan bagi yang menjauh umumnya karena dasar
keimanan atau keyakinan terhadap sang pencipta rendah atau kaarena putus asa.

2. 5 Perawatan Psikososial dan Spiritual pada Korban Bencana

 Dukungan Psikososial
Bantuan yang diberikan kepada individu dan masyarakat yang mengalami
gangguan psikologis, dimana bantuan ini dilakukan secara terus menerus dan saling
mempengaruhi antara aspek psikologis dan aspek sosial dalam lingkungan dimana
individu atau masyarakat berada.

Tujuan dukungan psikososial


Mengembalikan individu, keluarga, masyarakat agar setelah peristiwa bencana
terjadi dapat secara bersama menjadi kuat, berfungsi optimal dan memiliki ketangguhan
menghadapi masalah sehingga menjadi produktif dan berdaya guna
Manfaat Dukungan Psikososial
1. Membantu individu untuk mengurangi beban emosinya
2. Mengembalikan fungsi sosial individu didalam lingkungannya
3. Meningkatkan kemampuan individu didalam pemecahan masalah masalah yang
dihadapi pasca bencana

Pelaksana pemberi dukungan psikososial, diantaranya :


1. Perawat jiwaPsikiater
2. Psikolog
3. PMI, Dll

Prinsip dasar pemberian dukungan psikososial


1. Pendekatan berbasis masyarakat
2. Pemanfaatan relawan terlatih
3. Penguatan
4. Keterlibatan aktif
5. Partisipasi masyarakat
6. Kerahasiaan

Cara berkomunikasi dalam memberikan dukungan psikososial


Adapun cara cara komunikasi dengan korban bencana yaitu :
Hindari ucapan :
Saya mengerti, Jangan sedih, Anda kuat, anda akan melaluinya, Jangan menangis, Ini
kehendak tuhan, Ini bisa lebih buruk

Adapun ucapan yang lebih membantu adalah :

Ada orang disini yang akan membantu anda, Kami tidak akan meninggalkan anda
sendirian, Silahkan tumpahkan emosi anda, Kita berada dalam kondisi ini bersama Saya
tahu anda kuat
 Dukungan Psikososial berupa
1. Bantuan Konseling dan Konsultasi :
Pemberian pertolongan kepada individu atau keluarga untuk melepaskan ketegangan dan
beban pikiran
2. Pelaksanaan Trauma Healing
3. Pelatihan.

 Dukungan Spiritual berupa

Terapi psiko-spiritual ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu

1. Tahapan penyadaran diri (self awareness),

Pada fase penyadaran diri, para korban akan melalui proses pensucian diri dari
bekasan atau hal-hal yang menutupi keadaan jiwa melalui cara penyadaran diri,
penginsyafan diri, dan pertaubatan diri. Fase ini akan menguak hakikat persoalan,
peristiwa, dan kejadian yang dialami oleh para korban. Pun menjelaskan hikmah
atau rahasia dari setiap peristiwa tersebut.

2. Tahapan pengenalan jati diri dan citra diri (self identification),

pada fase pengenalan diri, para korban akan dibimbing kepada pengenalan hakikat
diri secara praktis dan holistik dengan menanamkan nilai-nilai ketuhanan dan
moral. Melalui fase ini, individu diajak untuk menyadari potensi-potensi yang ada di
dalam dirinya. Setelah diidentifikasi, pelbagai potensi itu perlu segera dimunculkan.
Kemudian mengelola potensi diri yang menonjol tersebut agar terus berkembang
dan dicoba untuk diaktualisasikan. Adalah sebuah riwayat yang menyebutkan,
“Barangsiapa mengenal dirinya, maka dia pun akan mengenal Tuhannya.”

3. Tahapan pengembangan diri (self development).


pada fase pengembangan diri, para korban akan didampingi dan difasilitasi untuk
tidak hanya sehat fisikal, namun juga sehat mental dan spiritual. Kesehatan mental
terwujud dalam bentuk keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi
jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi masalah yang terjadi, dan
merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya. Adapun kesehatan
spiritual mencakup penemuan makna dan tujuan dalam hidup seseorang,
mengandalkan Tuhan (The Higher Power), merasakan kedamaian, dan merasakan
hubungan dengan alam semesta.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bencana alam  merupakan sebuah musibah  yang tidak dapat diprediksi kapan
datangnya.  Apabila bencana tersebut telah datang maka akan menimbulkan kerugian dan
kerusakan yang membutuhkan upaya pertolongan melalui tindakan tanggap bencana yang dapat
dilakukan oleh perawat. Dari Aspek Psikososial, Bencana Dapat Berdampak : stress, trauma,
PTSD (Post Traumatic Stress Disorder), Extreme peritraumatic stress reactions (reaksi stres &
trauma), Acute stress disorder (ASD). Perawatan Psikososial dan Spiritual pada Korban Bencana
; Bantuan Konseling dan Konsultasi : Pemberian pertolongan kepada individu atau keluarga
untuk melepaskan ketegangan dan beban pikiran, Pelaksanaan Trauma Healing, Pelatihan.
Dukungan Spiritual berupa; Tahapan penyadaran diri (self awareness), Tahapan pengenalan jati
diri dan citra diri (self identification), Tahapan pengembangan diri (self development).

3. 2 Saran
Sebagai calon perawat kita harus bisa memiliki pengetahuan mengenai cara tepat dan
benar dalam menangani korban pasca bencana alam dalam hal ini harus membantu
menyembuhkan setiap aspek dari fisik, mental, dan spiritual.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/9824865/BAB_I_LATAR_BELAKANG

https://www.academia.edu/36423562/Kep_Gadar_and_Manaj_Bencana_Komprehensif.pdf

Anda mungkin juga menyukai