Anda di halaman 1dari 14

Bab Tiga: Obesitas

A. Definisi Obesitas

Obesitas merupakan keadaan patologis sebagai akibat dari konsumsi makanan yang jauh melebihi
kebutuhannya (psychobiological cues for eating) sehingga terdapat penimbunan lemak yang berlebihan
dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh. Obesitas umumnya menyebabkan akumulasi lemak pada
daerah subkutan dan jaringan lainnya[21].

Ditinjau dari segi ilmu gizi, obesitas adalah penimbunan trigliserida yang berlebihan di jaringan lemak
tubuh. Jumlah lemak tubuh manusia (dewasa muda) yang normal pada laki-laki adalah 15-18% berat
badan, dan pada wanita lemak tubuhnya berjumlah 30%[22].

B. Klasifikasi Obesitas

Berdasarkan tempat penimbunan lemaknya, maka obesitas dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu :

a.   Kegemukan Android

Bila lemak tertimbun di setengah bagian atas tubuh (perut, dada, punggung, dan muka).

b.   Kegemukan Gynecoid

Bila lemak tertimbun di setengah bagian bawah tubuh (pinggul, paha, dan pantat)[23]

Menurut patogenesisnya, obesitas dapat digolongkan atas:

a.   Obesitas Reguler (regulatory obesity)

Pada obesitas reguler terjadi gangguan primer pada pusat yang mengatur masukan makanan, misalnya
pada kerusakan hipotalamus
b.   Obesitas metabolik (metabolic obesity)

Pada obesitas metabolik terjadi kelainan pada metabolisme lemak dan karbohidrat, misalnya pada
obesitas karena kelainan genetik.

Menurut tipenya, obesitas diklasifikasikan sebagai berikut :

a.   Inappropiate eating habits

Bila faktor utama terjadinya obesitas adalah karena adanya kelebihan masukan makanan, biasanya
terjadi pada masa bayi dan masa remaja.

b.   High set point for fat stores

Cenderung terjadi peningkatan deposit lemak, biasanya dimulai pada masa anak-anak dan selalu ada
faktor keturunan.

Untuk mendiagnosis obesitas pada anak, haruslah ditemukan gejala klinis obesitas, yang disokong oleh
pemeriksaan antropometri. Pada remaja obese, diagnosis antropometri memakai indeks massa tubuh
(IMT) dan lipatan kulit trisep[24].

C. Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Obesitas

Secara sederhana timbulnya obesitas terjadi bila masukan makanan melebihi kebutuhan faali. Bahan-
bahan yang terkandung dalam makanan sehari-hari akan menjadi penyusun tubuh setelah melalui
berbagai proses dengan mekanisme pengaturan sebagai berikut:

1.    Penyerapan dalam saluran pencernaan


2.   Metabolisme dalam jaringan

3.   Pengeluaran oleh alat-alat ekskresi

Beberapa faktor yang diketahui mempengaruhi mekanisme pengaturan tersebut, antara lain :

a.   Jenis kelamin

Jenis kelamin, tampaknya juga ikut berperan dalam timbulnya obesitas. Meskipun dapat terjadi pada
kedua jenis kelamin, tetapi obesitas lebih umum dijumpai pada wanita terutama setelah kehamilan dan
pada saat menopause.

Pada saat kehamilan jelas karena adanya peningkatan jaringan adipose sebagai simpanan yang akan
diperlukan selama masa menyusui. Mungkin juga obesitas pada wanita disebabkan karena pengaruh
faktor endokrin, karena kondisi ini muncul pada saat adanya perubahan hormonal tersebut di atas[25].

b.   Tingkat sosial

Di kehidupan sehari-hari terdapat suatu kontradiksi hubungan antara status ekonomi sosial dan
prevalensi overweight. Di tingkat sosial yang rendah, dimana makanan sukar didapat, overweight
tampak sebagai suatu indikator visual terhadap tingkat kesejahteraan dan status. Namun sebaliknya,
pada tingkat sosial yang lebih tinggi, kekurusan dianggap sebagai suatu keinginan yang harus diraih,
sedangkan overweight dipandang sebagai suatu indikator terhadap status yang lebih rendah.

c.    Pola makan


Riwayat kebiasaan makan dan frekuensi asupan makanan berkalori tinggi perlu digali. Tujuannya adalah
untuk menentukan makanan yang dapat dihilangkan dari dietnya, sehingga terjadi pengurangan kalori
tanpa merubah tampilan diet[26].

Pola makan tinggi lemak jenuh dan gula, rendah serat, dan rendah zat gizi mikro akan menyebabkan
maslah kegemukan, gizi lebih, serta meningkatkan radikal bebas yang dapat memicu munculnya
penyakit degeneratif. Kegemukan lebih banyak terkait dengan jenis atau apa yang dimakan daripada
jumlah atau berapa banyak yang dimakan[27].

d.   Aktivitas fisik

Aktivitas fisik memerlukan energi di luar kebutuhan untuk metabolisme basal. Aktivitas fisik adalah
gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Selama aktivitas fisik, otot
membutuhkan energi di luar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru
memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk
mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh[28].

Kebutuhan tenaga basal sangat beragam antar individu. Demikian pula kebutuhan tenaga untuk aktivitas
juga beragam tergantung pada aktivitas seseorang. Obesitas banyak dijumpai pada orang yang kurang
melakukan aktivitas fisik dan kebanyakan duduk. Kurangnya pemanfaatan tenaga akan menyebabkan
simpanan tenaga tidak akan banyak digunakan dan lambat laun akan semakin bertumpuk sehingga
menyebabkan obesitas.

Tabel 3.1 Tingkat Aktivitas Fisik untuk Laki-Laki dan Perempuan[29]

Kelompok Aktivitas

Jenis Kegiatan

Ringan
75% waktu digunakan untuk duduk atau berdiri.

25% waktu untuk berdiri atau bergerak.

Sedang

40% waktu digunakan untuk duduk atau berdiri.

75% waktu digunakan untuk aktivitas pekerjaan tertentu.

Berat

25% waktu digunakan untuk duduk atau berdiri.

75% waktu digunakan untuk aktivitas pekerjaan tertentu.

e.    Faktor psikologis

Faktor stabilitas emosi diketahui berkaitan dengan obesitas. Keadaan obesitas dapat merupakan
dampak dari pemecahan masalah emosi yang dalam, dan ini merupakan satu pelindung penting bagi
yang bersangkutan.
f.     Faktor genetis

Faktor genetis merupakan salah satu faktor yang juga berperan dalam timbulnya obesitas. Telah lama
diamati bahwa anak-anak obesitas umumnya berasal dari keluarga dengan orangtua obesitas. Bila salah
satu orangtua obesitas, kira-kira 40% - 50% anak-anaknya akan menjadi obesitas, sedangkan bila kedua
orangtuanya obesitas, 80% anak-anaknya akan menjadi obesitas.

D. Status Obesitas dan Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data bahwa dari 50 orang responden, kelompok remaja
obesitas banyak didominasi oleh remaja laki-laki. Berikut ini disajikan distribusi responden berdasarkan
status obesitas dan jenis kelamin.

Tabel 3.2 Distribusi Responden berdasarkan Status Obesitas dan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Jumlah Responden

Obesitas

Non Obesitas

%
n

Laki-laki

15

60

32

Perempuan

10

40

17

68

Jumlah
25

100

25

100

Gangguan perilaku makan ternyata mencakup persoalan identitas dan konsep diri yang dipengaruhi oleh
banyak faktor. Salah satu faktor adalah adanya pandangan dan gambaran yang baik berhubungan
dengan penerimaan diri terhadap keadaan fisik yang disebut citra raga. Citra raga pada umumnya
berhubungan dengan remaja putri daripada remaja pria, remaja putri cenderung untuk memperhatikan
penampilan fisik. Remaja putri menyadari bahwa salah satu penampilan fisik yang menarik adalah
dengan memiliki bentuk tubuh dan berat badan ideal[30].

Urusan penampilan fisik dianggap sebagai perkara besar yang selalu dipikirkan. Turunnya berat badan
remaja perempuan erat hubungannya dengan faktor emosional, misalnya takut gemuk atau dipandang
kurang baik oleh lawan jenis[31]. Lebih lanjut lagi dijelaskan, sebagian kelompok masyarakat terutama
perempuan memiliki persepsi yang cenderung salah terhadap berat badan yang ideal. Majalah, televisi,
dan media publikasi yang lain telah mempengaruhi persepsi sebagian masyarakat. Mereka menganggap
tubuh yang kurus adalah cantik dan menyenangkan[32].

Tabel 3.2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden obesitas berjenis kelamin laki-laki, sedangkan
sebagian besar responden non obesitas berjenis kelamin perempuan. Hal ini masih tidak jauh berbeda
dengan hasil screening siswa obesitas pada siswa SMP Negeri 1 Palembang, dimana sebagian besar
siswa obesitas berjenis kelamin laki-laki atau sebesar 81,8%[33]. Data ini mengindikasikan risiko obesitas
pada remaja banyak terjadi pada laki-laki.

E. Status Obesitas dan Usia

Penelitian yang dilakukan ini menunjukkan bahwa kejadian obesitas pada siswa di dua SMP Negeri di
Jawa Timur paling banyak terjadi pada usia 12,0-12,9 tahun yaitu sejumlah 40%.
Tabel 3.3 Distribusi Responden Berdasarkan Status Obesitas dan Usia

Usia

Jumlah Responden

Obesitas

Non Obesitas

12,0-12,9 tahun

10

40
8

32

13,0-13,9 tahun

36

28

14,0-14,9 tahun

24

36

15,0-15,9 tahun
0

Jumlah

25

100

25

100

Seperti banyak diketahui sebagian besar remaja yang berusia 12 tahun masih duduk di kelas VII. Hal ini
dapat disebabkan siswa pada usia ini masih dalam masa adaptasi di sekolah yang baru sehingga
pengaruh kelompok teman sebaya masih belum kuat dan ini sesuai dengan pernyataan Purwaningrum
(2008) yang berhubungan dengan citra raga yang masih belum kuat muncul mengingat anak-anak usia
12 tahun masih cenderung membawa perilaku usia sebelumnya[34].

Selama fase remaja awal, individu mulai mengalami perubahan biologik yang terkait dengan pubertas.
Perkembangan penampilan fisik dan peningkatan ketertarikan terhadap lawan jenis merupakan
psikososial utama yang terjadi selama fase ini. Pengaruh kawan sebaya sangat kuat selama masa remaja,
kesadaran terhadap penampilan fisik dan tingkah laku sosial selalu diusahakan sesuai dengan kelompok
teman sebaya mereka[35].

F. Status Obesitas dan Aktivitas Fisik

Kejadian obesitas juga berkaitan dengan ketidakseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran energi.
Aktivitas yang kurang dapat menyebabkan ketidakseimbangan energi sehingga memicu terjadinya
obesitas. Orang yang memiliki tubuh ideal kadang kala merasa tidak perlu melakukan aktivitas fisik yang
berlebihan. Orang yang memiliki berat badan ideal lama-kelamaan dapat menjadi obesitas apabila ia
kurang melakukan aktivitas dan memiliki pola makan yang tidak baik. Di sisi lain, orang yang obesitas
aktivitasnya dapat berkurang oleh karena terganggu oleh bentuk dan berat tubuhnya sehingga menjadi
malas dan tidak lincah[36]. Pada umumnya, kegiatan mata pelajaran olahraga yang dilakukan di dua
SMP Negeri di Jawa Timur hanya dilakukan satu kali dalam seminggu, sehingga siswa perlu lebih kreatif
dan aktif dalam melakukan aktivitas lain yang menunjang kesehatannya.

Penelitian menunjukkan bahwa tingkat aktivitas fisik yang dilakukan oleh responden pada umumnya
ringan sampai sedang. Namun demikian, responden non obesitas yang melakukan aktivitas berat lebih
banyak daripada responden obesitas, yaitu sebanyak 28% responden non obesitas dan 16% responden
obesitas.

Tabel 3.4 Distribusi Responden Berdasarkan Status Obesitas dan Tingkat Aktivitas Fisik

Tingkat Aktivitas Fisik

Jumlah Responden

Obesitas

Non Obesitas

n
%

Ringan

36

36

Sedang

12

48

36
Berat

16

28

Jumlah

25

100

25

100

Menurut Hadi (2005), beberapa data cross-sectional yang menunjukkan adanya hubungan negatif
antara BMI dan aktivitas fisik dimana orang obesitas atau gemuk mempunyai aktivitas kurang
dibandingkan orang-orang yang ramping. Akan tetapi hubungan tersebut tidak bisa menggambarkan
adanya hubungan sebab akibat dan sulit untuk menentukan apakah orang obesitas mempunyai aktivitas
fisik kurang oleh karena obesitasnya atau aktivitas fisik yang kurang menjadikan mereka obesitas[37].

Anda mungkin juga menyukai