Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

LEUKEMIA

NAMA : Eka Aprillia Hastyaning Pangestu


NIM : 19020021

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER
YAYASAN JEMBER INTERNATIONAL SCHOOL
2020
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Pengertian
Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang
belakang, yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis darah putih dengan
menyingkirkan jenis sel lain (Corwin, 2008)
Leukemia tampak merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sel kanker
abnormal berproliferasi tanpa terkendali, menghasilkan sekelompok sel anak yang
abnormal. Sel-sel ini menghambat sel darah lain di sumsum tulang utnuk
berkembang secara normal, sehingga mereka tertimbun di sumsum tulang. Karena
faktor-faktor ini, leukemia disebut gangguan akumulasi sekaligus gangguan
klonal. Pada akhirnya, sel-sel leukemia mengambil alih sumsum tualng, sehingga
menurunkan kadar sel-sel nonleukemik di dalam darah yang merupakan penyebab
berbagai gejala umum leukemia (Corwin, 2008)

1.2 Etiologi

Menurut Handayani (2008) ada beberapa faktor yang terbukti dapat


menyebabkan leukemia, faktor genentik, sinar radioaktof, dan virus.
1. Faktor genetik
Insidensi leukemia akut pada anak-anak penderita sindrom Down adalah
20 kali lebih banyak daripada normal. Pada anak kembar identik yang
akan berisiko tinggi bila kembaran yang lain mengalami leukemia.
2. Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat
menyebabkan leukemia pada manusia. Akhir-akhir ini dibuktikan bahwa
penderita yang diobati dengan dinar radioaktif akan menderita leukemia
pada 6 % klien,dan baru terjadi sesudah 5 tahun.
3. Virus
Sampai saat ini belum dapat dibuktikan bahwa penyebab leukemia pada
manusia adalah virus.namun, ada beberapa hasil penelitian yang
mendukung teori virus sebagai penyebab leukemia, yaitu enzyme reverse
transcriptase ditemukan dalam darah manusia.
1.3 Klasifikasi

Menurut Perpustakaan Nasional (2008), Tambayong (2000), dan Handayani


(2008), klasifikasi leukemia dapat berdasarkan jenis sel (limfositik atau
mielositik) dan perjalan penyakit (akut atau kronik).
1. Leukemia Akut
Leukemia Akut dapat dibagi menjadi dua kategori umum, leukemia
mieloid akut (AML) dan leukemia limfoblastik akut (AAL). Pasien
biasanya mengalami riwayat penurunan berat badan yang cepat, memar,
perdarahan, pucat, lelah, dan infeksi berulang di mulut dan tenggorokan.
Hitung darah lengkap sering kali menunjukkan anemia dan
trombositopenia. Hitung sel darah putih dapat meningkat atau sangat
rendah. Perdarahan di area vital, akumulasi leukosit dalam organ vital.
2. Leukemia Mieloid Akut
AML jarang terjadi pada anak dan insidennya meningkat seiring
pertambahan usia. AML sekunder kadang terlihat pada orang yang
diobati dengan kemoterapi sitotoksik atau radioterapi.
3. Leukemia Limfoblastik Akut
ALL adalah bentuk keganasan hematologisyang umum terjadi pada anak.
Akan tetapi, ALL terjadi pada orang dewasa, dengan peningkatan
insidens seiring pertambahan usia.
Banyak tanda dan gejala ALL yang mirip dengan AML serta sebagian
besar menyebabkan kegagalan sumsum tulang. Pasien juga mengalami
manifestasi spesifik ynag meliputi pembesaran nodus limfe
(limfadenopati), hati, dan limpa ( hepatosplenomegali), serta infiltrasi
pada sistem saraf pusat.
4. Leukemia Mieloid Kronik
CML adalah gangguan sel benih yang disebabkan produksi tidak
beraturan dari sel darah putih mieloid. CML dapat mengenai semua
kelompok usia, namun terutama berusia antara 40 dan 60 tahun.
5. Leukemia Limfosit Kronik
CLL adalah gangguan proliferatif limfosit.Sel ini terakumulasi di darah,
sumsum tulang, nodus limfe dan limfa.CLL adalah kasus di jumpai pada
individu berusia di atas 50 tahun.

1.4 Patofisiologi

Menurut Hidayat (2006) dan Handayani (2008), leukimia terjadi akibat dari
beberapa faktor antara lain faktor genetik, sinar radioaktif, dan virus. Menurut
Corwin (2009) dan Hidayat (2006), leukimia tampak merupakan penyakit klonal,
yang berarti satu sel kanker abnormal berpoliferasi tanpa terkendali, menghasilkan
sekelompok sel anak yang abnormal sehingga dapat menyebabkan terjadinya
anemia trombositopenia. Kemudian leukimia atau limfositik akut merupakan
kanker jaringan yang menghasilkan leukosit yang imatur dan berlebih sehingga
jumlahnya yang menyusup ke berbagai organ seperti sum-sum tulang dan
mengganti unsur sel yang normal sehingga mengakibatkan jumlah eritrosit kurang
untuk mencukupi kebutuhan sel (Hidayat, 2006). Karena faktor-faktor ini
leukimia disebut gangguan akumulasi sekaligus gangguan klonal. Pada akhirnya,
sel-sel leukemik mengambil alih sum-sum tulang. Sehingga menurunkan kadar
sel-sel nonleukemik di dalam darah yang merupakan penyebab berbagai gejala
umum leukimia. Trombosit pun berkurang sehingga timbul pendarahan. Proses
masuknya leukosit yang berlebihan dapat menimbulkan hepatomegali apabila
terjadi pada hati, splenomegali, dll. (Hidayat, 2006)
1.5 Pathway

Virus

Mutasi somatik pada DNA

Okoginesis aktif

Myeloblast belum matang Devisi (pembelahan) sel terganggu Infiltrasi ekstramedular

Produksi sel darah normal terganggu Keganasan sel induk myloid Pembesaran hati dan nodus limfe

Eritrosit, platelet, granulosit berkurang Proliferasi myeloid terganggu Nyeri tulang dan persendian

Resiko Perdarahan Mempengaruhi sel iduk hematopoetik Nyeri Akut


Perdarahan Kelemahan Diforensisi meningkat anemia Sel inti lymfoid tunggal rusak

Penurunan produktivitas Keganasan proliferasi limfoblas


Resiko Infeksi Intoleransi Aktivitas
SSP Terkena

Ggn penglihatan nyeri kepala ggn nutrisi

Mual muntah

Resiko Nyeri akut Kekurangan


cedera volume cairan
1.6 Manifestasi Klinis

Leukemia akut memperlihatkan gejala klinis yang mencolok.


Leukemia kronis berkembang secara lambat dan mungkin hanya
memperlihatkan sedikit gejala sampai stadium lanjut.
1. Kepucatan dan rasa lelah akibat anemia
2. Infeksi berulang akibat penurunan sel darah putih
3. Perdarahan dan memar akibat trombositopenia dan gangguan koagulasi
4. Nyeri tulang akibat penumpukan sel di sumsum tulang, yang
menyebabkan peningkatan tekanan dan kematian sel. Tidak seperti nyeri
yang semakin mingkat, nyeri tulang berhubungan dengan leukemia
biasanya bersifat progresif.
5. Penurunan berat karena berkurangnya nafsu makan dan peningkatan
konsumsi kalori oleh sel-sel neoplastik.
6. Limfadenopati, spinomegali, dan hepatomegali akibat infiltrasi sel
leukemik ke organ-organ limfoid dapat terjadi.
7. Gejala system saraf pusat dapat terjadi. (Davey, 2005)

Gejala leukemia akut biasanya terjadi setelah beberapa minggu dan


dapat dibedakan menjadi tiga tipe:
1. Gejala kegagalan sumsum tulang merupakan manifestasi keluhan yang
paling umum. Leukemia menekan fungsi sumsum tulang, menyebabkan
kombinasi dari anemia, leucopenia (jumlah sel darah putih rendah), dan
trombositopenia (jumlah trombosit rendah). Gejala yang tipikal adalah
lelah dan sesak napas (akibat anemia), infeksi bakteri (akibat leucopenia),
dan perdarahan (akibat trombositopenia dan terkadang akibat koagulasi
intravascular diseminata (DIC). Pada pemeriksaan fisis ditemukan kulit
yang pucat, beberapa memar, dan perdarahan. Demam menunjukkan
adanya infeksi, walaupun pada beberapa kasus, demam dapat disebabkan
oleh leukemia itu sendiri. Namun, cukup berbahaya apabila kita
menganggap bahwa demam yang terjadi merupakan akibat leukemia itu
sendiri.
2. Gejala sistemik berupa malaise, penurunan berat badan, berkeringat, dan
anoreksia cukup sering terjadi.
3. Gejala local, terkadang pasien datang dengan gejala atau tanda infiltrasi
leukemia di kulit, gusi, atau system saraf pusat. (Corwin, 2009)

1.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Hitung darah lengkap (FBC) biasanya menunjukkan gambaran anemia
dan trombositopenia. Jumlah sel darah putih yang normal biasanya
berkurang dan jumlah sel darah putih total dapat rendah, normal, atau
meningkat. Apabila normal atau meningkat, sebagian besar selnya adalah
sel darah putih primitif (blas). (Patrick, 2005)
a. Leukemia limfoblastik akut
Pada kira-kira 50% pasien ditemukan jumlah leukosit melebihi
10.000/mm3 pada saat didiagnosis, dan pada 20% pasien melebihi
50.000/mm3.Neutropenia (jumlah neutrofil absolut kurang dari
500/mm3 [normalnya 1500/mm3] sering dijumpai.Limfoblas dapat
ditemukan di darah perifer, tetapi pemeriksa yang tidak berpengalaman
dapat melaporkan limfoblas tersebut sebagai limfosit atipik. (William,
2004)
b. Leukemia nonlimfositik akut
Evaluasi laboratorium secara tipikal menunjukkan adanya
neutropenia, anemia, da trombositopenia.Jumlah leukosit bervariasi,
walaupun pada saat didiagnosis kira-kira 25% anak memiliki jumlah
leukosit melebihi 100.000/mm3.Pada darah perifer dapat ditemukan
sel blas.Diagnosis pasti ditegakkan dengan dilakukan pemeriksaan
aspirat sumsum tulang, yang menunjukkan adanya sel blas lebih dari
25%.Seperti pada leukemia limfoblastik akut, cairan spinal juga harus
diperiksa untuk menemukan bukti adanya leukemia.Mencapai 15%
pasien memiliki bukti sel blas pada cairan spinal pada saat
didiagnosis. (William, 2004)
c. Leukemia mielositik kronis
Evaluasi laboratorium secara tipikal memperlihatkan leukositosis
nyata, trombositosis, dan anemia ringan.Sumsum tulang hiperselular
tetapi disertai maturasi mieloid yang normal.Sel blas tidak banyak
dijumpai. Pada kira-kira 90% kasus, tanda sitogenik yang khas pada
leukemia mielositik kronis yang terlihat adalah: kromosom
Philadelphia. (William, 2004)
2. Pemeriksaan biokimia dapat menunjukkan adanya disfungsi ginjal,
hipokalemia, dan peningkatan kadar bilirubin. (Patrick, 2005)
3. Profil koagulasi dapat menunjukkan waktu protombin dan waktu
tromboplastin parsial teraktivasi (APPT) yang memanjang karena sering
terjadi DIC (disseminated intravaskular coagulation). (Patrick, 2005)
4. Kultur darah karena adanya risiko terjadi infeksi. (Patrick, 2005)
5. Foto toraks: pasien dengan ALL (acute tymphoblastic leukaemia) jalur sel
T sering memiliki massa mediastinum yang dapat dilihat pada foto toraks.
(Patrick, 2005)
6. Golongan darah karena cepat atau lambat akan dibutuhkan transfusi darah
dan trombosit. (Patrick, 2005)
7. Pemeriksaan penunjang diagnosis spesifik termasuk aspirasi sumsum
tulang yang memperlihatkan limfoblas lebih dari 25%, biopsi trephine,
penanda sel, serta pemeriksaan sitogenetik untuk membedakan ALL (akut
limfoblastik leukemia) dengan AML (akut mieloblastik leukemia) secara
akurat. Auer rod di sitoplasma sel blas merupakan tanda patognomonik
pada AML, namun hanya ditemukan pada 30% kasus. Pemeriksaan
penanda sel dapat membantu membedakan ALL jalur sel B atau sel T dan
juga membedakan subtipe AML yang berbeda-beda. Ini berguna bagi
hematolog untuk merancang terapi dan memperkirakan prognosis.
Analisis kromosom sel leukemia berguna untuk membedakan ALL dan
AML, dan yang penting adalah dapat memberikan informasi prognosis.
(Patrick, 2005)
8. Cairan spinal juga perlu diperiksa karena sistem saraf pusat merupakan
tempat persembunyian penyakit ekstramedular. (Patrick, 2005)
1.8 Penatalaksanaan
1. Kemoterapi
Terapi definitive leukemia akut adalah dengan kemoterapi
sitotoksik menggunakan kombinasi obat multiple.Obat sitotoksik bekerja
dengan berbagai mekanisme namun semuanya dapat menghancurkan sel
leukemia.Tetapi dengan metode ini beberapa sel normal juga ikut rusak
dan ini menyebabkan efek samping seperti kerontokan rambut, mual,
muntah, nyeri pada mulut (akibat kerusakan pada mukosa mulut), dan
kegagalan sumsum tulang akibat matinya sel sumsum tulan.Salah satu
konsekuensi mayor dari neutropenia akibat kemoterapi adalah infeksi
berat.Pasien harus diterapi selama berbulan-bulan (AML) atau selama 2-3
tahun (ALL).
Menurut Suriadi (2006) dan Yuliani (2006), fase penatalakasanaan
kemoterapi meliputi tiga fase yaitu fase induksi, fase proflaksis, fase
konsolidasi.

a. Fase Induksi
Dimulai 4-6 minggu setelah diagnose ditegakkan. Pada fase ini
diberikan terapi kortikosteroid (prednison), vincristin, dan L
asparaginase.Fase induksi dinyatakan berhasil jika tanda-tanda
penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum tulang
ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.
b. Fase Profilaksis
Sistem saraf pusat, pada terapi ini diberikan metotreksat, cytarabine
dan hydrocortisone melalui intrathecal untuk mencegah invasi sel
leukemia ke otak.Terapi irradiasi cranial dilakukan hanya pada pasien
leukemia yang mengalami gangguan system saraf pusat.
c. Konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan
remisi dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam
tubuh.Secara berkala, mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan
darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap
pengobatan.Jika terjadi surpresi sumsum tulang, maka pengobatan
dihentikan sementra atau dosis obat dikurangi.
Penatalaksanaan medis dalam pemberian kemoterapi dan radioterapi:
1. Prednison untuk efek antiinflamasi
2. Vinkristin (oncovin) untuk antineoplastik yang menghambat
pembelahan sel selama metaphase
3. Asparaginase untuk menurunkan kadar asparagin (asam amino untuk
pertumbuhan tumor)
4. Metotreksat sebagai antimetabolik untuk menghalangi metabolism
asam folat sebagai zat untuk sintesis nucleoprotein yang diperlukan
yang diperlukan sel-sel yang cepat membelah
5. Sitarabin untuk menginduksi remisi pada pasien dengan leukemia
granulositik yang menekan sumsum tulang yang kuat.
6. Alopurinol sebagai penghambat produksi asam urat dengan
menghambat reaksi biokimia.
7. Siklofosfamid sebagai antitumor kuat.
8. Daurnorubisin sebagai penghambat pembelahan sel selama pengobatan
leukemia akut
(Hidayat, Aziz. 2008)

2. Transplantasi sumsum tulang


Ini merupakan pilihan terapi lain setelah kemoterapi dosis tinggi
dan radioterapi pada beberapa pasien leukemia akut. Transplantasi dapat
bersifat autolog, yaitu el sumsum tulang diambil sebelum pasien
meneraima terapi dosis tinggi, disimpan, dan kemudian diinfusikan
kembali.Selain itu, dapat jug bersifat alogenik, yaitu sumsum tulang
berasal dari donor yang cocok HLA-nya. Kemoterapi dengan dosis sangat
tinggi akan membunuh sumsum tulang penderita dan hal tersebut tidak
dapat pulih kembali. Sumsum tulang pasien yang diinfusikan kembali akan
mengembalikan fungsi sumsum tulang pasien tersebut. Pasien yang
menerima transplantasi alogenik memiliki risiko rekurensi yag lebih
rendah dibandingkan dengan pasien yang menerima transplantasi autolog,
karena sel tumor yang terinfusi kembali dapat menimbulkan relaps. Pada
transplantasi alogenik memiliki risiko rekurensi yang lebih rendah
dibandingkan dengan pasien yang menerima transplantsi autolog, karena
sel tumor yang terinfusi kembali dapat menimbulkan relaps. Pada
transplantasi alogenik, terdapat bukti kuat yang menunjukan bahwa
sumsum yang ditransplantasikan akan berefek antitumor yang kuat karena
limfosit T yang tertransplantasi. Penelitian-penelitian baru menunjukan
bahwa transplantasi alogenik menggunakan terapi dosis rendah dapat
dilakukan dan memiliki kemungkinan sembuh akibat mechanism
imunologis.

3. Resusitasi
Pasien yang baru didiagnosis leukemia akut biasanya berada dalam
keadaan sakit berat dan renta terhadap infeksi berat dan atau perdarahan.
Prioritas utamanya adalah resusitasi mengguakan antibiotic dosis tinggi
intravena untuk melawan infeksi, transfusi trombosit atau plasma beku
segar (fresh frozen plasma) utuk mengatasi anmia. Penggunaan antibiotic
dalam situasi ini adalah tindakan yang tepat walaupun demam yang terjadi
ternyata merupakan akibat dari penyakit itu sendiri dan bukan akibat
infeksi.Lebih mudah menghentikan pemberian antibiotic daripada
menyelamatkan pasien dengan syok dan septicemia yang telah diberikan
tanpa terapi antibiotik. (Patrick. 2005)

1.9 Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi :

1. Gangguan sistem kekebalan tubuh


Komplikasi yang paling umum terjadi pada penderita leukemia
mieloblastik akut. Kondisi ini dapat disebabkan oleh penyakit sendiri atau
efek samping obat yang digunakan selama pasien menjalani kemoterapi.
2. Perdarahan
Leukemia menyebabkan tubuh lebih rnetan mengalami memar dan
pendarahan karena trombositopenia. Perdarahan dapat terjadi di lambung,
paru, hingga otak.
3. Leukostasis
Leukostasis terjadi ketika sel darah putih dalam aliran darah sangat tinggi
(>50.000/uL darah). Leukostasis memicu terjadinya penggumpalan sel
darah putih yang dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah dan
terganggunya asupan oksigen ke sel-sel tubuh. Kondisi ini mengakibatkan
gangguan fungsi berbagai organ tubuh, terutama otak dan paru-paru.

1.10 Proses Keperawatan


1. Pengkajian
a. Riwayat penyakit : pengobatan kanker sebelumnya
b. Riwayat keluarga : adanya gangguan hematologis, adanya faktor
herediter misal kembar (monozigot)
c. Kaji adanya tanda – tanda anemia : kelemahan, kelelahan, pucat, sakit
kepala, anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat
d. Kaji adanya tanda – tanda leukopenia : demam, stomatitis, gejala
infeksi pernafasan atas, infeksi perkemihan; infeksi kulit dapat timbul
kemerahan atau hiotam tanpa pus
e. Kaji adanya tanda – tanda trombositopenia : ptechiae, purpura,
perdarahan membran mukosa, pembentukan hematoma, kaji adanya
tanda – tanda invasi ekstra medulla; limfadenopati, hepatomegali,
splenomegali.
f. Kaji adanya pembesaran testis, hematuria, hipertensi, gagal ginjal,
inflamasi di sekitar rektal dan nyeri.

2. Analisa Data Keperawatan


a. Data Subjektif
Data Subjektif yang mungkin timbul pada penderita leukemia adalah
sebagai berikut :
 Lelah
 Letargi
 Pusing
 Sesak
 Nyeri dada
 Napas sesak
 Priapismus
 Hilangnya nafsu makan
 Demam
 Nyeri Tulang dan Persendian.
b.      Data Objektif
Data Subjektif yang mungkin timbul pada penderita leukemia adalah
sebagai berikut :
 Pembengkakan Kelenjar Lympa
 Anemia
 Perdarahan
 Gusi berdarah
 Adanya benjolan tiap lipatan
 Ditemukan sel – sel muda
3. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko cedera (00035)
b. Risiko infeksi (00004)
c. Nyeri akut (00132)
d. Intoleransi aktivitas (00092)
4. Rencana Keperawatan

N DIAGNOSA PERENCANAAN PARAF


NOC NIC
O KEPERAWATAN
1. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Manajemen Energi (0180)
(00092) 3 x 24 jam masalah intoleran aktifitas dapat 1. Observasi adanya pembatasan klien dalam
teratasi. melakukan aktivitas
kriteria hasil : 2. Dorong anak untuk mengungkapkan
Daya tahan (0001) perasaan terhadap keterbatasan
K Indikator S ST 3. Kaji adanya factor yang menyebabkan
o A kelelahan
d 4. Monitor nutrisi dan sumber energy yang
e adekuat
0 oksigen 5. Monitor klien akan adanya kelelahan fisik
0 darah ketika dan emosi secara berlebihan
0 beraktifitas 6. Monitor respon kardiovaskuler terhadap
1 aktivitas
1 7. Monitor pola tidur dan lamanya
2 tidur/istirahat klien
0 hemoglobin
8. Dukung klien dan keluarga untuk
0
0 mengungkapkan perasaan berhubungan
1 dengan perubahan hidup yang disebabkan
1 keletihan
3 9. Bantu aktivitas sehari-hari sesuai dengan
0 kelelahan kebutuhan
0 10. Tingkatkan tirah baring dan pembatasan
0 aktivitas (tingkatkan periode istirahat)
1 11. Konsultasi dengan ahli gizi untuk
1 meningkatkan asupan makanan yang
8 berenergi tinggi
keterangan :
1 : sangat terganggu
2 : banyak terganggu
3 : sedikit terganggu
4 : cukup terganggu
5 : tidak terganggu
2. Resiko Cedera Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Lingkungan (6480)
(Kode diagnosa selama 1x 24 jam masalah Resiko cedera dapat 1. Sediakan lingkungan yang aman untuk
00035) teratasi klien
Kriteria Hasil : 2. Identifikasi kebutuhan keamanan klien,
Kontrol Risiko (1902) sesuai kondisi fisik dan fungsi kognitifn
Kode Indikator S. S.T klien dan riwayat penyakit terdahulu klien
A 3. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
190219 Mencari 3 5 (misalnya memindahkan perabotan)
informasi tentang 4. Memasang side rail tempat tidur
risiko kesehatan 5. Menyediakan tempat tidur nyaman dan
190220 Mengidentifikasi 3 5
bersih
faktor risiko
190201 Mengenali faktor 3 5 6. Menganjurkan keluarga untuk menemani
risiko individu klien
7. Memindahkan barang-barang yang dapat
Keterangan : membahayakan
1 = Tidak pernah menunjukkan
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang-kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
5 = Secara konsisten menunjukkan
3. Risiko Infeksi (Kode Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan Kontrol Infeksi (6540)
diagnosa 00004) selama 1x 24 jam masalah Resiko infeksi dapat 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai klien
teratasi lain
Kriteria Hasil : 2. Batasi pengunjung bila perlu
Status Imunitas (0702) 3. Instruksikan kepada pengunjung untuk
mencuci tangan sebelum berkunjung dan
setelah meninggalkan klien.
4. Gunakan sabun antimikroba untuk cuci
Kode Indikator S. S.T tangan
A 5. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
070221 Skrining untuk 3 5 melakukan tindakan keperawatan
infeksi saat ini 6. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
070214 Jumlah sel darah 3 5
pelindung
putih absolut
070215 Jumlah sel darah 3 5 7. Pertahankan lingkungan aseptic selama
putih diferensial pemasangan alat
Keterangan : 8. Ganti letak IV perifer dan line control dan
1 = Sangat Terganggu dressing sesuai dengan petunjuk umum
2 = Banyak Terganggu 9. Tingkatkan intake nutrisi
3 = Cukup Terganggu 10. Berikan terapi antibiotic bila perlu
4 = Sedikit Terganggu
5 = Tidak Terganggu
4. Nyer akut (Kode Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri (1400)
diagnosa 00132) selama 1x 24 jam masalah Nyeri akut dapat 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
teratasi komprehensif termasuk lokasi,
Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
Kontrol Nyeri (1605) factor presipitasi
Kode Indikator S. S.T 2. Observasi reaksi nonverbal dari
A ketidaknyamanan
160502 Mengenali kapan 3 5 3. Gunakan teknik komunikasi teraupetik
nyeri terjadi untuk mengetahui pengalaman nyeri klien
160501 Menggambarkan 3 5
4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon
faktor penyebab
160504 Menggunakan 3 5 nyeri
tindakan 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
pengurangan 6. Evaluasi bersama klien dan tim kesehatan
(nyeri) tanpa lain tentang ketidakefektifan control nyeri
analgesik masa lampau
Keterangan : 7. Bantu klien dan keluarga untuk mencari
1 = Tidak pernah menunjukkan dan menemukan dukungan
2 = Jarang menunjukkan 8. Control lingkungan yang dapat
3 = Kadang-kadang menunjukkan mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
4 = Sering menujukkan pencahayaan dan kebingungan
5 = Secara konsisten menunjukkan 9. Kurangi factor presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan
interpersonal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non farmakologis
13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan control nyeri
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat, Aziz. 2008. Pengantar Ilmu Anak untuk Pendidikan Kebidanan.
Jakarta: Salemba Medika

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku Edisi 3. Jakarta: EGC.

Davey, Patrick. 2005. At a glance Medicine. Jakarta: EGC.

Handayani, Wiwik & Hariwibowo, Andi Sulistyo. 2008. Buku Ajar Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta:
Salemba Medika .

Herman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. Jakarta : EGC.

Hidayat, Aziz Alimut. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2. Jakarta:


Salemba Medika

Hidayat, Aziz Alimut. 2008. Pengantar Ilmu Anak untuk Pendidikan Kebidanan.
Jakarta: Salemba Medika.

Schwartz, M. William. 2004. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC.

Suriadi. Yuliani, Rita. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: Penebar
Swadaya

Anda mungkin juga menyukai