Anda di halaman 1dari 15

Tinjauan Pustaka

A. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

1. Jamkesmas dan Jamkesda

Nama Obat Sediaan Kekuatan Obat yang tersedia


Rifampisin (R) KAPTAB 300 mg & 450 mg
Isoniazid (INH) TABLET 100 mg & 300 mg
Pyrazinamid (Z) TABLET 500 mg
Ethambuthol (E) TABLET 500 mg
2. Askes dan Umum

Kekuatan Obat yang


Nama Obat Sediaan Komposisi
tersedia
Rifamtibi Kaplet Rifampisin 450 mg dan 600 mg
Rimstar Tablet salut Rifampisin, 900 mg
film Isoniazid,
Pirazinamid,
Etambutol
Santibi Plus Tablet Etambutol HCl, 500 mg
Isoniazid,
Vitamin B6
Streptomycin (Streptomisin)

Sediaan:

Vial 5 gram

Cara Kerja Obat:

1
Streptomycin adalah obat yang termasuk kelompok aminoglycoside. Streptomycin
ini bekerja dengan cara mematikan bakteri sensitif, dengan menghentikan
pemroduksian protein esensial yang dibutuhkan bakteri untuk bertahan hidup.

Indikasi:

Untuk mengobati tuberculosis (TB) dan infeksi yang disebabkan oleh bakteri
tertentu.

Kontraindikasi :

Hipersensitif terhadap aminoglikosida lain.

Dosis:

-     Tuberkulosa : 750 mg sehari 3 kali/minggu atau 1,5 gram 2 kali/minggu.

-     Infeksi akut : 1-2 gram/hari.

Peringatan dan Perhatian :

-     Kerusakan ginjal dan hati.

-     Usia lanjut, gizi per oral maupun parenteral jelek.

-     Hamil dan menyusui.

Efek Samping :

-     Efek ototoxic (bisa menyebabkan ototoxicity yang tidak dapat diubah, berupa
kehilangan pendengaran, kepeningan, vertigo);

-     Efek renal (nephrotoxicity yang dapat diubah, gagal ginjal akut dilaporkan terjadi
biasanya ketika obat nephrotoxic lainnya juga diberikan);

-     Efek neuromuskular (penghambatan neuromuskular yang menghasilkan


depresi berturut-turut dan paralisis muskuler); reaksi hipersensitivitas.

Pyrazinamide (Pirazinamid)

2
Sediaan:

Tablet 500 mg

Cara Kerja Obat:

Pyrazinamide (Pirazinamid) merupakan obat antituberkulosis yang digunakan


sebagai terapi kombinasi dengan antituberkulosis (TBC) lainnya. Pirazinamid
aktif terhadap suasana asam terhadap mikobakterium. Pirazinamid bersifat
bakterisid terutama pada basil tuberkulosis intraselular.

Indikasi:

Tuberkulosis, dalam kombinasi dengan obat lain

Kontraindikasi :

-     Hipersensitif atau alergi terhadap Pirazinamid

-     Gangguan fungsi hati atau gangguan fungsi ginjal

-     Hiperurisemia dan atau gout / asam urat

-     Hipoglikemia (kadar gula darah rendah)

-     Penderita diabetes

-     Wanita hamil

Dosis:

Oral : pengobatan tuberkolosis

Catatan : Digunakan sebagai bagian dari multidrug regimen. Regimen pengobatan


meliputi fase pengobatan awal 2 bulan, diikuti dengan fase lanjutan 4 hingga 7
bulan; frekuensi dan dosis berbeda tergantung dari fase terapi

3
1.  Anak-anak :

-     Terapi harian 15 – 30 mg/kg/hari (maksimum : 2 g/hari)

-     Dua kali seminggu DOT (directly observed therapy) : 50 mg/kg/dosis (maksimal


4 g/dosis)

2.  Dewasa :

-     Terapi  harian 15 – 30 mg/kg/hari

40 – 55 kg  : 1000 mg

56 – 75 kg  : 1500 mg

76 – 90 kg  : 2000 mg

-     Dua kali seminggu DOT (directly observed therapy): 50 mg/kg

40 – 55 kg  : 2000 mg

56 – 75 kg  : 3000 mg

76 – 90 kg  : 4000 mg

-     Tiga kali seminggu DOT (directly observed therapy): 25 – 30 mg/kg (maks. 2,5
g)

40 – 55 kg  : 1500 mg

56 – 75 kg  : 2500 mg

76 – 90 kg  : 3000 mg

-     Pasien usia lanjut : mulai dari dosis harian yang lebih rendah (15 mg/kg) dan
ditingkatkan sampai dosis yang masih dapat ditoleransi

Peringatan dan Perhatian :

Kehamilan, kerusakan hati (monitor fungsi hati) ; diabetes ; gout (dihindari pada
serangan akut). Penggunaan obat pada pasien dengan penyakit hati : pasien atau
keluarganya harus diberitahu tanda-tanda gangguan fungsi hati , dan menyarankan
untuk tidak meneruskan pengobatan dan segera  memeriksakan diri jika timbul
gejala seperti: mual, muntah, malaise dan jaundice.

Efek Samping :

4
Hepatotoksisitas, gout, anemia skleroblastik, intoleransi saluran pencernaan, ulkus
peptikum yang bertambah parah, disuria, perasaan tidak enak badan yang tidak
jelas, demam, urtikaria

Rifampicin

 
Sediaan:

Kapsul 150 mg

Kapsul 300 mg

Kapsul 450 mg

Kaplet 600 mg

Cara Kerja Obat:

Rifampisin adalah antibiotika oral yang mempunyai aktivitas bakterisida terhadap


Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium leprae. Mekanisme kerja
rifampisina dengan jalan menghambat kerja enzim DNA-dependent RNA
polymerase yang mengakibatkan sintesa RNA mikroorganisme dihambat. Untuk
mempercepat penyembuhan dan mencegah resistensi kuman selama pengobatan,
rifampisina sebaiknya dikombinasikan dengan antituberkulosis lain seperti INH
atau Etambutol. Dengan antibiotika lain rifampisina tidak menunjukkan resistensi
silang.

Indikasi:

Tuberkulosa, lepra

Kontraindikasi :

-     Hipersensitifitas terhadap Rifampisin

-     Penderita yang pernah diketahui menderita hepatitis akibat Rifampisin

-     Wanita hamil

5
Dosis:

-     Tuberkulosa : sebagai dosis tunggal.

Dewasa : 8-12 mg/kg berat badan atau 600 mg/hari.

Anak-anak : 10-20 mg/kg berat badan/hari.

Maksimal : 600 mg/hari.

Harus diberikan dalam kombinasi dengan obat-obat anti tuberkulosa lainnya.

-     Lepra : 450-600 mg sekali sehari dalam kombinasi dengan antilepra lain.

Peringatan dan Perhatian :

-     Pemberian Rifampisin kepada penderita-penderita dengan gangguan pada hati


harus dilakukan dengan hati-hati.

-     Dianjurkan supaya sebelum dan selama pengobatan dilakukan tes terhadap


fungsi hati.

-     Sebagai obat yang dapat melalui plasenta, Rifampisin tidak dianjurkan untuk
dipakai wanita hamil.

-     Rifampisin atau metabolitnya dapat mewarnai air seni, tinja, air liur, dahak,
keringat, dan air mata menjadi merah jingga.

Efek Samping :

-     Efek pada lambung-usus, fungsi hati abnormal, sakit kuning, reaksi demam
dengan gejala-gejala seperti flu.

-     Perubahan pada fungsi ginjal dan gagal ginjal (akibat hipersensitifitas).

-     Reaksi kulit, eosinofilia, leukopenia, trombositopenia, purpura, hemolisis, syok.

-     Urin, dahak, air mata berwarna kemerah-merahan, pengotoran lensa kontak.

Isoniazid (INH)

6
 
Sediaan:

Tablet 300 mg

Cara Kerja Obat:

Isoniazid atau isonikotinil hidrazid yang disingkat dengan INH. Isoniazid secara
in vitro bersifat tuberkulostatik (menahan perkembangan bakteri) dan tuberkulosid
(membunuh bakteri). Mekanisme kerja isoniazid memiliki efek pada lemak,
biosintesis asam nukleat,dan glikolisis. Efek utamanya ialah menghambat
biosintesis asam mikolat (mycolic acid) yang merupakan unsur penting dinding
sel mikobakterium. Isoniazid menghilangkan sifat tahan asam dan menurunkan
jumlah lemak yang terekstrasi oleh metanol dari mikobakterium. Isoniazid atau
INH bekerja dengan menghambat sintesa asam mikolinat yang merupakan unsur
penting pembentukan dindis sel mikobakterium tuberkulosis. Isoniazid aktif
terhadap bakteri M. tuberculosis, M. bovis, dan beberapa strain M. kansasii.

Indikasi:

-     Pengobatan dan pencegahan tuberkulosis, dalam bentuk pengobatan tunggal


maupun kombinasi dengan obat tuberkulosis lainnya.

-     Pengobatan infeksi mikobakterium non-tuberkulosis.

Kontraindikasi :

-     Penderita penyakit hati akut.

-     Penderita dengan riwayat kerusakan sel hati disebabkan terapi isoniazid.

-     Penderita yang hipersensitif atau alergi terhadap isoniazid.

7
Dosis:

Oral (bentuk injeksi dapat digunakan untuk pasien yang tidak dapat menggunakan
sedían oral maupun karena masalah absorbsi)

1.  Bayi dan anak-anak :

-     Pengobatan pada LTBI (latent TB infection) : 10 – 20 mg/kg/hari dalam 1 – 2


dosis terbagi (maksimal 300 mg/hari) atau 20 – 40 mg/kg (maksimal 900 mg/
dosis) dua kali seminggu selama 9 bulan

-     Pengobatan infeksi TB aktif :

Terapi  harian 10 – 15 mg/kg/hari dalam 1 – 2 dosis terbagi (maksimal 300


mg/hari)

Dua kali seminggu DOT (directly observed therapy) : 20 – 30 mg/kg (maksimal


900 mg)

2.  Dewasa :

Pengobatan pada LTBI (latent TB infection) : 300 mg/hari atau 900 mg dua kali
seminggu selama 6-9 bulan pada pasien yang tidak menderita HIV (terapi 9 bulan
optimal, terapi 6 bulan berkaitan dengan penurunan biaya terapi) dan 9 bulan pada
pasien yang Pengobatan infeksi TB aktif : Terapi harian 5 mg/kg/hari diberikan
setiap hari (dosis lazim : 300 mg/hari); 10 mg/kg/hari dalam 1 – 2 dosis terbagi 
pada pasien dengan  penyakit yang telah menyebar. Dua kali seminggu DOT
(directly observed therapy) : 5 mg/kg (maksimal 900 mg); terapi 3 kali/minggu :
15 mg/kg (maksimal 900 mg)

Peringatan dan Perhatian :

-     Hati-hati penggunaan Isoniazid pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal


dan hati. Pada penderita gangguan fungsi ginjal dosis isoniazid perlu diturunkan.

-     Hati-hati penggunaan isoniazid pada penderita dengan riwayat psikosis,


penderita dengan risiko neuropati (seperti diabetes melitus), alkoholisme,
malnutrisi, dan penderita HIV.

-     Perlu dilakukan pemeriksaan fungsi hati sebelum memulai terapi dan selama
terapi perlu dilakukan monitor fungsi hati secara berkala.

-     Hati-hati penggunaan isoniazid pada ibu hamil dan ibu menyusui. Isoniazid
diberikan bila manfaat pengobatan lebih besar dari pada risiko bagi ibu dan bayi.

8
TES FUNGSI HATI

Tes fungsi hati atau lebih dikenal dengan liver panel atau liver function test
adalah sekelompok tes darah yang mengukur enzim atau protein tertentu di dalam
darah anda. Tes fungsi hati umumnya digunakan untuk membantu mendeteksi,
menilai dan memantau penyakit atau kerusakan hati.

Biasanya jika untuk memantau kondisi hati, tes ini dilakukan secara ber-
kala. Atau dilakukan juga ketika Anda memiliki risiko perlukaan hati, ketika
Anda memiliki penyakit hati, atau muncul gejala-gejala tertentu seperti jaundice
(ikterus).

Untuk tes ini diperlukan contoh darah yang diambil dari pembuluh balik
(vena) umumnya pada lengan pasien. Dan sebelum tes dilakukan, tidak diperlukan
persiapan khusus, kecuali tes dilakukan bersamaan dengan tes lain yang mungkin
memerlukan persiapan khusus.

Tes fungsi hati, seperti yang disampaikan sebelumnya, mengukur enzim,


protein dan unsur yang dihasilkan atau dilepaskan oleh hati dan dipengaruhi oleh
kerusakan hati. Beberapa dihasilkan oleh sel-sel hati yang rusak dan beberapa
mencerminkan kemampuan hati yang menurun dalam melakukan satu atau
beberapa fungsinya. Ketika dilakukan bersamaan, tes ini memberikan dokter
gambaran kondisi kesehatan hati, suatu indikasi keparahan akan kerusakan hati,
perubahan status hati dalam selang waktu tertentu, dan merupakan batu loncatan
untuk tes diagnosis selanjutnya.

Tes ini biasanya berisi beberapa tes yang dilakukan bersamaan pada contoh
darah yang diambil. Ini bisa meliputi:

  Alanine Aminotransferase (ALT)  — suatu enzim yang utamanya ditemukan di


hati, paling baik untuk memeriksa hepatitis. Dulu disebut sebagai SGPT (Serum
Glutamic Pyruvate Transaminase). Enzim ini berada di dalam sel hati/hepatosit.
Jika sel rusak, maka enzim ini akan dilepaskan ke dalam aliran darah.

9
  Alkaline Phosphatase (ALP) – suatu enzim yang terkait dengan saluran empedu;
seringkali meningkat jika terjadi sumbatan.

  Aspartate Aminotransferase (AST) – enzim ditemukan di hati dan di beberapa


tempat lain di tubuh seperti jantung dan otot. Dulu disebut sebagai SGOT (Serum
Glutamic Oxoloacetic Transaminase), dilepaskan pada kerusakan sel-sel parenkim
hati, umumnya meningkat pada infeksi akut.

  Bilirubin – biasanya dua tes bilirubin digunakan bersamaan (apalagi pada


jaundice): Bilirubin total mengukur semua kadar bilirubin dalam darah; Bilirubin
direk untuk mengukur bentuk yang terkonjugasi.

  Albumin – mengukur protein yang dibuat oleh hati dan memberitahukan apakah
hati membuat protein ini dalam jumlah cukup atau tidak.

Protein total – mengukur semua protein (termasuk albumin) dalam darah,


termasuk antibodi guna memerangi infeksi.

Tergantung pada pertimbangan dokter, beberapa tes tambahan mungkin


diperlukan untuk melengkapi seperti GGT (gamma-glutamyl transferase), LDH
(lactic acid dehydrogenase) dan PT (prothrombine time).

Ada beberapa potensi disfungsi hati di mana tes fungsi hati bisa disarankan
untuk dilakukan. Beberapa di antaranya adalah orang yang memiliki riwayat
diketahui atau berpotensi terpapar virus hepatitis; mereka yang merupakan
peminum berat; individu dengan riwayat keluarga menderita penyakit hati;
mereka yang mengonsumsi obat yang kadang dapat merusak hati.

Tes fungsi hati juga bisa disarankan pada temuan tanda & gejala penyakit
hati, beberapa di antaranya adalah: kelelahan, kelemahan, berkurangnya selera
makan, mual, muntah, pembengkakan atau nyeri perut, jaundice, urine gelap, tinja
berwarna terang, pruritus (gatal-gatal).

10
Pada dasarnya tidak ada tes tunggal yang digunakan untuk menegakkan
diagnosis. Terkadang beberapa kali tes berselang diperlukan untuk menentukan
jika suatu pola ada dan membantu menentukan penyebab kerusakan hati. Pun
ketika penyakit hati sudah dideteksi, tes fungsi hati biasanya tetap berlanjut secara
berkala untuk memantau tingkat keberhasilan terapi atau perjalanan penyakit.

Hasil tes fungsi hati bukanlah sebuah media diagnostik untuk kondisi
spesifik; mereka mengindikasikan bahwa terdapat kemungkinan ada suatu
masalah pada hati. Pada orang yang tidak memperlihatkan gejala atau tidak
terindentifikasi adanya faktor risiko, hasil tes fungsi hati yang abnormal bisa
mengindikasikan adanya perlukaan hati sementara atau sesuatu yang terjadi di
lokasi lain di dalam tubuh – seperti pada otot, pankreas atau jantung. Namun juga
bisa menandakan penyakit hati tahap awal dan memerlukan tes lebih lanjut
dan/atau pemantauan secara berkala.

Hasil-hasil tes fungsi hati biasanya dievaluasi secara bersama-sama. Jadi


beberapa set tes dalam periode tertentu dilihat apakah memiliki pola tertentu.
Setiap orang akan memiliki sebuah set tes fungsi hati yang unik yang biasanya
berubah-ubah seiring berjalannya waktu. Seorang dokter mengamati kombinasi
hasil-hasil tes ini guna mendapatkan petunjuk tentang kondisi yang mendasarinya.
Seringkali, tes lebih lanjut diperlukan untuk menentukan apa sebenarnya yang
menyebabkan penyakit dan/atau kerusakan hati tersebut.

Jika seseorang mengonsumsi obat yang bisa memengaruhi hatinya, maka


hasil tes abnormal bisa jadi mengindikasikan bahwa perlu mengevaluasi lagi dosis
dan pilihan medikasi. Ketika seseorang dengan penyakit hati sedang dalam
pemantauan, maka dokter akan mengevaluasi apakah hasil tes menunjukkan
perburukan atau perbaikan.

Dokter akan menanyakan semua obat-obatan yang sedang dikonsumsi


pasien, termasuk suplemen makanan & produk herbal karena beberapa mungkin
memiliki efek potensial pada hati. Penggunaan acetaminophen berlebih dan

11
alkohol misalnya, dapat merusak hati sebagaimana terpapar racun misal dari
jamur yang beracun.

Gejala awal penyakit hati kadang tidak terlalu kentara, karena hanya berupa
kelelahan dan mual. Namun gejala lain akan muncul jika perburukan kerusakan
hati terjadi.

Tentu saja nilai tes abnormal bisa terjadi walau Anda tidak memiliki
penyakit hati. Beberapa kondisi sementara bisa menyebabkannya, misalnya syok,
luka bakar, infeksi berat, trauma otot, dehidrasi, pankreatitis, hemolisis, dan
kehamilan.

Pemeriksaan laboraturium pada penyakit hati

Pemeriksaan laboratorium klinik merupakan salah satu faktor penunjang


yang sangat penting dalam membantu diagnosis suatu penyakit. Pelayanan
pemeriksaan laboratorium klinik biasanya dilakukan sesuai dengan permintaan
dokter sehubungan dengan gejala klinis dari penderita.

Pemeriksaan bilirubin total adalah salah satu pemeriksaan laboratorium


untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit hati. Pada saat ini banyak test faal
hati yang dapat dilakukan, salah satu test faal hati adalah pemeriksaan kadar
bilirubin dalam serum. Pemeriksaan bilirubin dalam serum dapat menggambarkan
faal sekresi hati, dan dapat memberikan informasi tentang kesanggupan hati
mengangkut empedu secara umum disamping memberikan informasi tentang
kesanggupan untuk mengkonjugasi bilirubin dan diekresikan ke empedu.
Pemeriksaan bilirubin direct dan indirect digunakan untuk menentukan lokasi
gangguan aliran darah, apa kah berada di lokasi sebelum, dalam, atau sesudah
organ hati). Batas normal bilirubin total: 0,3-1 mg/l. Bila lebih tinggi dari normal,
kemungkinan terjadi penyumbatan atau gangguan aliran bilirubin. Pemeriksaan
lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan bilirubin dalam urin, jika
didapatkan bilirubin maka menunjukkan adanya kelainan hati atau saluran
empedu.

12
Ada dua parameter berupa enzim yang dapat dijadikan sebagai indikator
terhadap adanya kerusakan sel hati.. Keduanya sangat membantu dalam
mengenali adanya penyakit pada hati. Enzim-enzim tersebut adalah aspartat
aminotransferase (AST/SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT/SGPT).
Peningkatan kadar enzim-enzim tersebut mencerminkan adanya kerusakan sel-sel
hati. Dalam uji SGOT dan SGPT, hati dapat dikatakan rusak bila jumlah enzim
tersebut dalam plasma lebih besar dari kadar normalnya.

Pemeriksaan SGPT/SGOT 
SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase), sebuah enzim yang
biasanya hadir dalam dan jantung sel-sel hati. SGOT dilepaskan ke dalam darah
ketika hati atau jantung rusak. Tingkat darah SGOT ini adalah demikian tinggi
dengan kerusakan hati (misalnya,dari hepatitis virus) atau dari serangan jantung.
Beberapa obat juga dapat meningkatkan kadar SGOT. SGOT juga disebut
aspartateaminotransferase (AST). Sedangkan SGPT adalah Serum Glutamic
Piruvic Transaminase. SGPT atau juga dinamakan ALT (alanin aminotransferase)
merupakan enzim yang banyak ditemukan pada sel hati serta efektif untuk
mendiagnosis destruksi hepatoseluler. Enzim ini dalam jumlah yang kecil
dijumpai pada otot jantung, ginjal dan otot rangka. Pada umumnya nilai tes
SGPT/ALT lebih tinggi daripada SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut,
sedangkan pada proses kronis didapat sebaliknya. SGPT/ALT serum umumnya
diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, secara semi otomatis atau
otomatis. Batas normal SGOT: 0-37 U/L dan batas normal SGPT : 0-45 U/L. 
Nilai rujukan untuk SGPT/ALT adalah :
Laki-laki : 0 - 50 U/L
Perempuan : 0 - 35 U/L

Dalam uji SGOT dan SGPT, hati dapat dikatakan rusak bila jumlah enzim
tersebut dalam plasma lebih besar dari kadar normalnya. (Joyce,2007)
Kondisi yang meningkatkan kadar SGPT/ALT adalah :

13
1)    Peningkatan SGOT/SGPT > 20 kali normal : hepatitis viral akut, nekrosis hati
(toksisitas obat atau kimia)
2)   Peningkatan 3-10 kali normal : infeksi mononuklear, hepatitis kronis aktif,
sumbatan empedu ekstra hepatik, sindrom Reye, dan infark miokard
(SGOT>SGPT)
3)  Peningkatan 1-3 kali normal : pankreatitis, perlemakan hati, sirosis Laennec,
sirosisbiliaris.

Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :


1)    Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat menurunkan
kadar 
2)   Trauma pada proses pengambilan sampel akibat tidak sekali tusuk kena dapat
meningkatkan kadar 
3)  Hemolisis sampel
4)  Obat-obatan dapat meningkatkan kadar : antibiotik (klindamisin,
karbenisilin,eritromisin, gentamisin, linkomisin, mitramisin, spektinomisin,
tetrasiklin), narkotika (meperidin/demerol, morfin, kodein), antihipertensi
(metildopa, guanetidin), preparat digitalis, indometasin (Indosin), salisilat,
rifampin, flurazepam (Dalmane), propanolol(Inderal), kontrasepsi oral (progestin-
estrogen), lead, heparin.

14
Daftar Pustaka

1. Data Obat Indonesia (DOI), Penerbit PT. Muliapurna Jayaterbit, 2008. 


2. Data Obat Esensial Nasional (DOEN), Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2013.
3. http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/52-tuberkulosis-dan-leprosi
4. Indonesia, Kementerian Kesehatan Republik. "Pedoman nasional pengendalian
tuberkulosis." Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan,
Jakarta, Indonesia, ISBN (2014): 978-979.
5. Rosida, Azma. "Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Hati." Berkala Kedokteran 12.1
(2016): 123-131.

15

Anda mungkin juga menyukai