Anda di halaman 1dari 11

2.

6 Komunikasi
Model Dasar Komunikasi

Model adalah representasi simbolis dari suatu benda, proses, sistem atau gagasan.
Model dapat berbentuk gambar-gambar graifs, verbal atau matematikal. Perbedaan pokok
antara teori dan model adalah: teori merupakan penjelasan, sementara model hanya
merupakan representasi. Fungsi model ada (4): mengorganisasikan, membantu
menjelaskan, heuristik dan memprediksi.

Secara umum,model-model komunikasi dapat dibagi dalam lima kelompok.


Kelompok pertama, disebut sebagai model-model dasar. Kelompok dua menyangkut
pengaruh personal, penyebaran dan dampak komunikasi massa terhadap perorangan.
Kelompok ketiga meliputi model-model tentang efek komunikasi massa tehadap
kebudayaan dan masyarakat. Kelompok keempat berisikan tentang model-model yang
memusatkan perhatian kepada khalayak. Kelompok lima mencakup model-model
komunikasi tentang sistem, produksi, seleksi dan alur media massa.

1) Model Komunikasi Barnlund

Dean C. Barnlund, seorang ahli komunikasi Amerika Serikat membuat dua model
komunikasi: model komunikasi “intrapersonal” dan model komunikasi “antarpersonal”.
Gambar mengenai kedua model tersebut adalah sebagai berikut:

Model Komunikasi Intrapersonal

Komunikasi intrapersonal atau intra pribadi adalah komunikasi yang terjadi di


dalam diri seseorang. Pengertian komunikasi di sini menunjuk pada proses pengolahan
dan pembentukan informasi melalui sistem syaraf dan otak manusia sehubungan dengan
adanya stimulus yang ditangkap melalui pancaindra. Proses berpikir (mencerna dan
memahami suatu simbol), serta melakukan reaksi atau suatu stimulus, adalah bagian dari
proses komunikasi yang terjadi dalam diri manusia.

2) Model Lasswell

Harold D. Lasswell adalah seorang ilmuwan politik yang juga tertarik mendalami
komunikasi. Bidang studi yang ditekuninya terutama yang menyangkut propoganda dan
komunikasi politik. Karena kontribusinya yang besar terhadap perkembangan ilmu
komunikasi,ia dipanadang sebagai saah seorang dari empat tokoh yang mendapat sebutan
The Founding Fathers.
Menurut Lasswell, persoalan komunikasi menyangkut 5 (lima) pertanyaan sederhana
sebagai berikut:

Who? (siapa?)

Says what? (mengatakan apa?)

In which channel? (melalui saluran apa?)

To whom? (kepada siapa?)

With what effect? (dengan akibat apa?)

Model komunikasi klasik dari Lasswell ini menunjukkan bahwa pihak pengirim pesan
(komunikator) pasti mempunyai keinginan untuk mempengaruhi pihak penerima
(komunikan), dan karenanya komunikasi harus dipandang sebagai upaya persuasi. Setiap
upaya penyampaian pesan dianggap akan menghasilkan dampak postif ataupun negatif.
Dan hal ini, menurut Lasswell banyak ditentukan oleh bentuk dan cara penyampaiannya.
Salah satu kelemahan dari model Lasswell ini adalah tidak digambarkannya unsur
feedback (umpan balik). Sehingga proses komunikasi yang dijelaskan bersifat
linear/searah.

3) Model Komunikasi Sirkuler dari Osgood dan Schramm

Model proses komunikasi yang digambarkan oleh Osgood dan Schramm ini terutama
berlaku untuk bentuk-bentuk komunikasi antar pribadi. Dijelaskan bahwa proses
komunikasi berjalan secara sirkuler, dimana masing-masing pelaku secara bergantian
bertindak sebagai komunikator/sumber dan komunikan/penerima.

Proses komunikasinya dapat digambarkan demikian: pertama, pelaku komunikasi yang


pertama kali mengambil inisiatif sebagai sumber/komunikator membentuk pesan
(encoding) dan menyampaikannya melalui saluran komunikasi tertentu pada lawan
komunikasinya yang bertindak sebagai penerima/komunikan. Saluran komunikasi yang
digunakan dapat bermacam-macam. Misalnya: telepon, surat, atau bentuk komunikasinya
adalah percakapan langsung secara tatap muka maka yang menjadi salurannya adalah
gelombang udara. Kedua, pihak penerima/komunikan kemudian setelah menerima pesan
akan mengartikan (decoding) dan menginterpretasikan (interpreting) pesan yang diterima.
Apabila ia (penerima/komunikan) mempunyai tanggapan atau reaksi, maka selanjutnya ia
akan membentuk pesan (encoding) dan menyampaikannya kembali. Kali ini ia bertindak
sebagai sumber, dan tanggapan atau reaksinya disebut sebagai umpan balik. Ketiga, pihak
sumber/komunikator yang pertama sekarang bertindak sebagai penerima/komunikan. Ia
akan mengartikan dan menginterpretasikan pesan yang diterimanya, dan kalau ada
tanggapan/reaksi, kembali ia akan membentuk pesan dan menyampaikannya kembali
kepada pasangan komunikasinya. Demikianlah proses ini akan berlangsung terus-
menerus secara sirkuler. Dengan demikian, menurut model ini masing-masing pelaku
komunikasi akan terlibat dalam proses pembentukan pesan (encoding), penafsiran
(interpreting) pesan, serta penerimaan dan pemecahan kode pesan (decoding).

4) Model Komunikasi Gerbner

Model komunikasi yang dikemukakan Gerbner hampir sama bentuknya yang dengan
model Lasswell. Tapi prosesnya lebih kompleks karena melibatkan elemen-elemen
komunikasi yang lebih banyak. Model komunikasi yang dibuat Gerbner ada dua: model
verbal dan model gambar.

Model verbal:

Model komunikasi verbal yang dikembangkan Gerbner mencakup sepuluh (10) unsur
sebagai berikut:

Someone (komunikator dan komunikan)

Perceives an event (persepsi)

And reacts (reaksi)

In a situation (situasi fisik/psikologis/sosial)

Through some means (saluran/media)

To make available materials (distribusi/administrasi)

In some form (bentuk, struktur, pola)

And context (konteks)

Conveying content (makna pesan)

Of some consequence (akibat/hasil)

5) Model Komunikasi Riley & Riley

Proses komunikasi pada model-model yang terdahulu sepertinya mengasumsikan


terjadinya suatu kevakuman sosial di mana pengaruh lingkungan tidak perlu
dipersoalkan. HaI ini dikritik oleh John W. Riley dan Mathilda W. Riley (1959) dalam
tulisannya tentang Mass Communication The Social System.

Manusia, menurut mereka, sebagai Homo Comunicas sebenarnya merupakan bagian dari
suatu lingkungan atau sistem dengan struktur yang berbeda-beda. Oleh karena itu,
pengamatan terhadap tingkah laku komunikasi manusia perlu dipandang secara
sosiologis. Riley dan Riley mengatakan bahwa komunikan dalam menerima pesan yang
disampaikan oleh komunikator tidak Iangsung bereaksi begitu saja. Ada faktor-faktor di
luar dirinya yang turut mempengaruhi dan bahkan mengendalikan aksi dan reaksinya
terhadap suatu pesan yang diterimanya. Faktor-faktor yang dimaksud adalah terutama
berkaitan dengan peran dan kelompok primer (misalkan keluarga) dan kelompok Iainnya
yang menjadi rujukan (referensi) dan si komunikan. Nilai-nilai yang berlaku pada
kelompok primer dan kelompok rujukan inilah yang lazimnya mempengaruhi komunikan
dalam menentukan sikap dan tindakannya. Hal ini terjadi karena umumnya orang akan
selalu berusaha agar sikap dan tindakannya tidak terlalu menyimpang dan nilai-nilai
kelompok di lingkungannya.

6) Model Newcomb

Model komunikasi yang dikembangkan Newcomb merupakan model komunikasi


antarpribadi. Melalui modelnya ini Newcomb menggambarkan tentang dinamika
hubungan komunikasi antara dua individu tentang suatu objek yang dipersoalkan mereka.

Menurut model Newcomb, yang kemudian dikenal dengan sebutan “model


keseimbangan”, pola komunikasi yang terjadi antara dua individu mempunyai dua bentuk
atau situasi: “seimbang dan “tidak seimbang”. Situasi komunikasi seimbang akan terjadi
apabila dua orang yang berkomunikasi tentang suatu hal/objek sama-sama mempunyai
sikap menyukai atau memiliki selera yang sama terhadap hal/objek yang dibicarakan.
Keadaan tidak seimbang terjadi apabila terdapat perbedaan sikap di antara kedua orang
tersebut. Namun, apabila keadaan tidak seimbang ini terjadi, umumnya masing-masing
pihak berupaya untuk mengurangi perbedaan sehingga keadaan “relatif seimbang” bisa
tercapai. Sementara kalau keadaan seimbang terjadi masing-masing pihak berusaha untuk
terus mempertahankannya. Menjaga keseimbangan inilah yang menurut Newcomb
merupakan hakikat utama dan komunikasi antarpribadi.

A: individu 1

B: individu 2

X: objek pembicaraan

7) Model Komunikasi Shannon dan Weaver

Model komunikasi dari Shannon dan Weaver melibatkan tujuh (7 komponen komunikasi.
Ketujuh komponen komunikasi tersebut adalah: information source (sumber informasi),
message (pesan), transmitter (alat/saluran penyampaian), signal (tanda, sinyal), receiver
(penerima), destination (sasaran penerima pesan), noise source (sumber gangguan).
8) Model Komunikasi DeFleur

Model komunikasi yang dibuat oleh Melvin DeFleur pada dasarnya merupakan
pengembangan dari model komunikasi yang dibuat oleh Shannon dan Weaver. Model
DeFleur ini cocok untuk menggambarkan proses komunikasi melalui media massa
(komunikasi massa). Di dalamnya tercakup 8 (delapan) komponen proses komunikasi
massa, yaitu: source, transmitter, channel, receiver, destination, noise, mass medium
device (sarana medium massa), dan feedback device (sarana penyampai umpan balik).

Apa Saja Yang Di komunikasikan Selama Negoisasi?

1. Tawaran, Tawaran Balik, dan Motif

Menurut Tutzauer (1992), mungkin komunikasi yang paling penting dalam sesi tawar-
menawar adalah komunikasi yang menyampaikan tawaran dan tawaran balik pihak yang
terlibat. Tutzauer menyatakan bahwa penawar memiliki preferensi tertentu dan
menunjukkan perilaku rasional dengan bertindak sesuai dengan preferensi mereka, dan
bahwa preferensi tersebut dapat dinyatakan menurut beberapa skala numerik, yaitu
bahwa mereka memiliki derajat utilitas atau nilai yang berbeda. Preferensi negosiator
tercermin dalam ukuran yang baik terhadap motivasi yang mendasarinya, yang juga
dikomunikasikan selama negosiasi, dan mereka dapat memiliki pengaruh yang kuat
terhadap tindakan pihak lain dan hasil negosiasi. Negosiator dengan motif afiliasi
cenderung untuk menyampaikan konsesi positif yang menurunkan ketegangan atau
memfasilitasi kesepakatan. Sebaliknya, negosiator dengan motif kekuatan lebih
cenderung menolak konsesi dan meningkatkan konflik.

Sebuah kerangka komunikatif untuk negosiasi didasarkan pada asumsi bahwa (1)
komunikasi penawaran merupakan proses yang dinamis, (2) proses penawaran
merupakan proses yang interaktif, dan (3) bebagai faktor internal dan eksternal
mengendalikan interaksi dan memotivasi penawar untuk mengubah tawarannya
(Tutzauer, I992).

2. Informasi mengenai Alternatif

Komunikasi dalam negosiasi tidak terbatas pada pertukaran penawaran dan penawaran.
Aspek penting lainnya yang telah dipelajari adalah bagaimana kegiatan berbagi informasi
dengan pihak lain memengaruhi proses negosiasi. Misalnya, Pinkley dkk. telah meneliti
pertanyaan apakah dengan hanya memiliki alternatif terbaik terhadap perjanjian yang
dinegosiasikan (Best Alternative To a Negotiated Agreement/BATNA) cukup untuk
memberikan keuntungan kepada negosiator atas pihak lain, atau apakah BATNA tersebut
perlu dikomunikasikan kepada pihak lain. Keberadaan BATNA mengubah beberapa hal
dalam sebuah negosiasi (1) dibandingkan dengan negosiator yang tidak memiliki
BATNA yang menarik, negosiator dengan BATNA yang menarik menetapkan harga
yang lebih tinggi bagi dirinya sendiri dibandingkan lawannya, (2) negosiator yang
lawannya memiliki BATNA yang menarik menetapkan poin yang lebih rendah bagi
mereka sediri, (3) ketika kedua pihak menyadari BATNA yang menarik yang dimiliki
salah satu negosiator, negosiator tersebut menerima hasil negosiasi yang lebih positif.
Negosiator dengan BATNA yang menarik harus memberi tahu pihak lain mengenai hal
tersebut jika mereka mengharapkan keuntungan penuh. Gaya dan nada yang diigunakan
untk menyampaikan informasi tentang BATNA yang menarik merupakan hal yang
penting. Membuat pihak lain mengetahui altenatif baik seseorang dengan sopan dapat
memberikan pengaruh tanpa mengasingkan pihak lain. Di sisi lain, memperlihatkan
BATNA yang baik dalam menghadapi pihak lain dengan cara memaksakan atau
merendahkan dapat ditafsirkan sebagai tindakan agresif atau mengancam.

3. Informasi mengenai Hasil

Dalam sebuah studi simulasi negosiasi, Thompson, Valley, dan Kramer (1995) meneliti
efek dari berbagi jenis informasi yang berbeda, bagaimana pihak lain mengevaluasi
keberhasilannya dalam negosiasi, dan bagaimana hal ini memengaruhi evaluasi
negosiator terhadap keberhasilan mereka sendiri. Penelitian ini fokus pada bagaimana
pihak yang menang dan yang kalah mengevaluasi hasil negosiasi mereka. Thompson dkk.
menemukan bahwa pemenang dan yang kalah mengevaluasi sendiri hasil mereka dangan
cara yang sama ketika mereka tidak mengetahui sebaik apa yang telah dilakukan pihak
lain, namun jika mereka menemukan bahwa negosiator yang lainnya telah bekerja dengan
lebih baik, atau cukup puas dengan hasilnya, maka negosiator merasa bahwa basil mereka
sendiri kurang positif. Negosiator harus berhati-hati mengenai pembagian hasil mereka
atau bahkan reaksi positif mereka terhadap hasil dengan pihak lain, terutama jika mereka
akan bernegosiasi lagi dengan pihak tersebut di masa mendatang. Negosiator harus
mengevaluasi keberhasilan mereka sendiri sebelum mempelajari evaluasi pihak lain
terhadap hasil.

4. Akun Sosial

Tipe lain dari komunikasi yang terjadi selama negosiasi terdiri atas akun sosial yang
digunakan negosiator untuk menjelaskan sesuatu kepada pihak lain, terutama ketika
negosiator perlu untuk mejustifikasi berita buruk. Sebuah tinjauan literatur oleh Sitkin
dan Bies (1993) menunjukkan tiga penjelasan penting (1) penjelasan keadaan mitigasi,
dimana negosiator menunjukkan bahwa mereka tidak memiliki pilhan kecuali mengambil
posisi yang mereka ambil, (2) penjelasan keadaan pembebasan tuduhan, di mana
negosiator menjelaskan posisi mereka dari sudut pandang yang lebih luas, menyatakan
bahwa sementara posisi mereka saat itu terlihat negatif, hal tersebut berasal dari motif
yang positif (misalnya, kesalahan yang jujur); dan (3) pembingkaian ulang penjelasan,
dimana hasil dapat dijelaskan dengan mengubah konteks (misalnya, kerugian jangka
pendek untuk keuntungan jangka panjang). Negosiator yang menggunakan beberapa
penjelasan cenderung mendapatkan hasil yang lebih baik dan bahwa efek negatif dari
hasil yang buruk dapat diatasi dengan mengomunikasikan penjelasan bagi mereka.

5. Komunikasi mengenai Proses

Beberapa komunikasi adalah mengenai proses negosiasi itu sendiri, seberapa baik
negosiasi tersebut berjalan atau prosedur apa saja yang mungkin diadopsi untuk
memperbaiki situasi. Beberapa komunikasi ini mengambil bentuk yang tampaknya basa-
basi yang mencairkan suasana atau membangun hubungan antara negosiator. Terdapat
bukti bahwa interaksi yang meningkatkan aktivitas berbagi kognisi dan berbagi identitas
di antara negosiator sebelum mereka membenamkan diri dalam tugas mereka mengarah
pada hasil integratif yang lebih baik (Swaab, Postmes, van Beest, dan Spears, 2007).
Beberapa komunikasi mengenai proses tidak hanya membantu, tetapi juga penting,
seperti ketika konflik semakin intensif dan negosiator membiarkan terjadinya risiko
permusuhan di atas kemajuan.

Bagaimana Orang-orang Berkomunikasi dalam Negosiasi

Bagaimana negosiator berkomunikasi sama pentingnya dengan apa yang perlu mereka
katakan, sementara itu penelitian telah menguji aspek yang berbeda mengenai bagaimana
orang-orang berkomunikasi dalam negosiasi. Terdapat tiga aspek yang berhubungan
dengan bagaimana komunikasi dalam bernegosiasi.

1. Karekteristik Bahasa

Gibbons, Bradac, dan Busch (1992) menyatakan bahwa negosiasi merepresentasikan


pertukaran informasi melalui bahasa yang mengkoordinasikan dan mengelola makna.
Dalam negosiasi, bahasa beroperasi dalam dua level yaitu level logikal (untuk proposal
atau penawaran) dan level pragmatis (semantik, sintaksis, dan gaya). Makna yang
disampaikan oleh proposisi atau pernyataan merupakan kombinasi antara sebuah pesan
logikal yang ada di permukaan dan beberapa pesan pragmatis (misalnya, diisyaratkan
atau disimpulkan). Dengan kata lain, bukan hanya yang diucapkan dan bagaimana
mengucapkannya yang menjadi hal penting, tapi juga informasi tambahan, tersirat, atau
tersembunyi yang dimaksud, disampaikan, atau ditangkap dalam penerimaan. Pemilihan
kata-kata yang dilakukan negosiator tidak hanya mengisyaratkan sebuah posisi, namun
juga membentuk dan memprediksikan percakapan yang dikembangkan. Simons (1993)
meneliti pola linguistik komunikasi dalam negosiasi, yaitu:

a) Pihak yang pernyataannya mengomunikasikan minat dalam substansi negosiasi


(banyak hal) dan hubungan dengan pihak lain mencapai hasil lebih baik, solusi yang lebih
integratif dibandingkan pihak-pihak yang memiliki pernyataan yang memiliki perhatian
sepenuhnya hanya pada substansi atau hanya pada hubungan.
b) Pola linguistik pada awal negosiasi membantu untuk mendefinisikan isu dengan
cara yang dapat menunjang para pihak untuk menemukan kemungkinan integratif.

2. Penggunaan Komunikasi Nonverbal

Kebanyakan apa yang dikomunikasikan orang satu sama lain ditransmisikan oleh
komunikasi nonverbal. Contohnya, termasuk ekspresi wajah, bahasa tubuh, gerakan
kepala, dan nada bicara, hal itu hanya sebagian kecil saja. Beberapa tindakan nonverbal,
yang disebut dengan attending behaviors, merupakan hal yang sangat penting dalam
berhubungan dengan orang lain dalam interaksi yang terkoordinasi seperti negosiasi.
Berikut merupakan pembahasan mengenai attending behaviors.

a. Membuat Kontak Mata

Orang yang tidak jujur dan pengecut tidak akan mampu melihat mata orang lain.
Pujangga menyatakan bahwa mata adalah cerminan jiwa seseorang. Peryataan-
pernyataan tersebut mengilustrasikan pentingnya kontak mata. Pada umumnya, kontak
mata merupakan salah satu cara untuk menunjukan bahwa anda memperhatikan dan
mendengarkan dan bahwa anda menganggap mereka penting. Jika ada orang yang tidak
melihat anda saat anda berbicara, anda mungkin bertanya-tanya apakah mereka
mendengarkan atau tidak. Tentu saja sangat mungkin untuk mendengarkan dengan baik
tanpa melihat orang yang berbicara; kenyataannya, mungkin lebih mudah untuk melihat
kea rah lain karena anda akan fokus pada kata-kata yang diucapkan dan tidak teralihkan
oleh infomasi visual. Namun, permasalahannya adalah dengan tidak membuat kontak
mata, anda tidak memberikan isyarat bahwa Anda terlibat dan mendengarkan orang lain.

b. Menyesuaikan Posisi Tubuh

Para orangtua sering kali menyarankan anak-anaknya bagaimana cara berdiri dan duduk,
terutama saat mereka berada dalam situasi formal, seperti sekolah, gereja, atau pesta
makan malam. Perintah “duduk tegak!” sering kali diiringi dengan “Perhatikan” Di sini,
orangtua mengajarkan anaknya nilai yang diyakini secara luas sikap tubuh seseorang
mengindikasikan apakah orang tersebut memperhatikan lawan bicara atau tidak. Untuk
memastikan bahwa anda memperhatikan lawan bicara anda, tegakkan tubuh anda.
bersandar sedikit ke depan, dan hadapi lawan bicara anda secara langsung (lvey dan
Simek-Downing, 1980). Jika anda menerima dan menyetujui pesan lawan bicara, perlu
diperhatikan untuk tidak menunjukan sikap tidak hormat melalui sikap tubuh dengan
bungkuk, berbalik, atau mengangkat kaki ke atas meja (Stack dan Burgoon, 1981).
Sebaliknya, menyilangkan tangan.

3. Pemilihan Saluran Komunikasi


Komunikasi dialami secara berbeda ketika komunikasi tersebut muncul melalui saluran
yang berbeda. Kita mungkin berpikir bahwa negosiasi biasanya terjadi secara tatap muka
asumsi yang ditekankan oleh metafora umum "meja negosiasi" Namun, kenyataannya
adalah bahwa orang-orang bernegosiasi melalui berbagai jenis media komunikasi:
melalui telpon, tulisan, dan lebih banyak lagi melalui saluran elektronik, seperti e-mail,
telekonferensi, pesan instan, dan bahkan SMS. Penggunaan teknologi infomasi jaringan
dalam negosiasi kadang-kadang disebut sebagai negosiasi virtual (atau juga “e-
negotiation”). Penggunaan saluran tertentu membentuk pandangan tugas komunikasi
secara praktis dan norma berdasarkan perilaku yang sesuai; sehingga, variasi saluran
memiliki pengaruh potensial yang penting terhadap proses dan hasil negosiasi
(Bazerman, Curhan, Moore, dan Valley, 2000: Lewicki dan Dmeen, 2002).

Bagaimana Cara Meningkatkan Komunikasi dalam Negosiasi

Mengingat bahwa banyak cara berkomunikasi dapat terganggu dan terdistorsi, kita hanya
dapat menerka sejauh mana negosiator dapat mengerti satu sama lain. Terdapat tiga
teknik utama untuk meningkatkan komunikasi dalam negosiasi: penggunaan pertanyaan,
mendengarkan, dan pembalikan peran. Masing-masing teknik akan dibahas lebih lanjut
berikut ini.

1. Penggunaan Pertanyaan

Salah satu teknik yang paling umum untuk mengklarifikasi komunikasi dan
menghilangkan gangguan dan distorsi adalah penggunaan pertanyaan. Nierenberg (1976)
menekankan bahwa pertanyaan merupakan elemen penting dalam negosiasi untuk
memperoleh infomasi; menanyakan pertanyaan yang bagus memungkinkan negosiator
untuk mendapatkan sejumlah besar informasi mengenai posisi pihak lain, alasan-alasan
yang mendukung, dan kebutuhannya.

Nierenberg menyatakan bahwa pertanyaan dapat dibagi ke dalam dua kategori dasar:
pertanyaan yang dikelola dan pertanyaan yang tidak dikelola serta menimbulkan
kesulitan. Pertanyaan yang dikelola menyebabkan perhatian atau menyiapkan pemikiran
pihak lain untuk pertanyaan selanjutnya (“Bolehkah saya mengajukan pertanyaan?”),
mendapatkan infomasi (“Berapa harga yang akan harus dibayar untuk ini?”) dan
menghasilkan pemikiran ("Apakah Anda memiliki saran untuk meningkatkan hal ini?").
Pertanyaan yang tidak dikelola menyebabkan kesulitan. memberikan informasi (“Apakah
Anda tidak tahu bahwa kita tidak dapat membiayainya?”), dan membawa diskusi tersebut
ke dalam kesimpulan yang salah (“Tidakkah Anda berpikir bahwa kita telah cukup
membicarakan hal ini.”). Kebanyakan pertanyaan yang tidak dikelola cenderung
menghasilkan kemarahan dan sikap defensif dari pihak lain. Meskipun pertanyaan-
pertanyaan ini dapat menghasilkan informasi, pertanyaan ini dapat membuat pihak lain
merasa tidak nyaman dan kurang bersedia untuk memberikan informasi di kemudian hari.
2. Mendengarkan

“Mendengarkan aktif” dan “refleksi” merupakan istilah yang biasa digunakan dalam
profesi di bidang bantuan, seperti konseling dan terapi (Rogers, 1957, 1961). Konselor
menyadari bahwa komunikasi sering kali sarat akan makna yang berbeda dan konselor
harus mencoba untuk mengidentifikasi makna-makna yang berbeda ini tanpa membuat
pihak yang berkomunikasi menjadi marah atau defensif. Selama beberapa dekade sejak
Carl Rogers menganjurkan dinamisme komunikasi kunci ini, minat terhadap
keterampilan mendengarkan, dan terutama mendengarkan aktif, telah terus-menerus
tumbuh, baik dalam konteks umum maupun domain spesifik bisnis dan organisasi.
Terdapat tiga bentuk utama mendengarkan:

a. Mendengarkan pasif melibatkan menerima pesan saat tidak ada umpan balik bagi
pengirim pesan mengenai keakuratan atau kelengkapan penerimaan. Kadang-kadang.
mendengarkan pasif hanya cukup bagi komunikan untuk mengirimkan pesan. Beberapa
orang senang berbicara dan tidak nyaman dengan keheningan yang panjang. Seorang
negosiator yang lawan bicaranya senang berbicara mungkin menemukan bahwa strategi
yang paling baik adalah dengan duduk diam dan mendengarkan, sementara pihak lainnya
mengupayakan posisinya sendiri.

b. Pengakuanmerupakan bentuk kedua dari mendengarkan, sedikit lebih aktif


dibandingkan mendengarkan pasif. Saat mengakui, penerima sesekali menganggukan
kepalanya. mempertahankan kontak mata, atau menyisipkan respons, seperti "Saya
mengerti,” “mm-hmm,” “menarik,” “benarkah?” "tentu," “lanjutkan," dan semacamnya.
Respons-respons tersebut cukup untuk membuat komunikan terus mengirimkan pesan,
namun pengiriman pesan mungkin salah mengartikan respons tersebut sebagai
persetujuan penerima pesan terhadap posisi mereka, bukannya sebagai pengakuan
penerima telah menerima pesan yang disampaikan.

c. Mendengarkan aktif merupakan bentuk ketiga. Ketika penerima pesan secara aktif
mendengarkan, mereka menyatakan kembali atau memparafrasakan pesan pengirim
dalam bahasa mereka sendiri.

3. Pembalikan Peran

Komunikasi juga dapat ditingkatkan melalui pembalikan peran, Rapoport (1964)


mengemukakan bahwa terus-menerus berargumen pada satu posisi tertentu dalam debat
mengarah pada “kebutaan keterlibatan,” atau siklus memperkuat diri dari argumentasi
yang membatasi negosiator dalam menyadari kesesuaian yang mungkin terjadi antara
posisi mereka dengan posisi pihak yang lain. Dalam diskusi mendengarkan aktif, kami
menyarankan bahwa salah satu tujuannya adalah untuk mendapatkan pemahaman
mengenai pandangan pihak lain atau kerangka acuan. Meskipun demikian, mendengarkan
aktif masih merupakan proses yang pasti.
Pertimbangan Komunikasi Khusus pada Penutupan Negosiasi

Karena negosiasi bergerak menuju perjanjian yang hampir dicapai, negosiator harus
memenuhi dua aspek kunci komunikasi dan negosiasi secara berkesinambungan;
penghindaran kesehalan fatal dan pencapaian penutupan/kesepakatan yang memuaskan
dengan cara yang konstruktif.

1. Menghindari Kesalahan-kesalahan Fatal

Mencapai kesepakatan dalam negosiasi pada umumnya melibatkan pembuatan keputusan


untuk menerima tawaran, mengompromikan prioritas, untuk bertukar masalah dengan
pihak lain, atau untuk mengombinasikan tahapan-tahapan tersebut. Proses pengambilan
keputusan tersebut dapat dibagi ke dalam empat elemen kunci: pembingkaian,
mengumpulkan inteligensi, membuat keputusan, dan belajar dari umpan balik (Russo dan
Schoemaker, 1989) Tiga elemen pertama telah kita bahas di bagian lain; elemen keempat,
yaitu belajar (atau gagal untuk belajar) dari umpan balik, sebagian besar merupakan
masalah komunikasi, yang melibatkan “tetap berada di jalur yang diharapkan akan
terjadi, secara sistematis mempertahankan diri dari harapan yang menguntungkan diri
sendiri, dan memastikan bahwa Anda meninjau pelajaran yang diberikan dari umpan
balik saat nanti terjadi hal yang sama” (Russo dan Schoemaker. hlm. 3).

2. Mencapai Penutupan

Gary Karrass (1935), berfokus terutama pada negosiasi penjualan, memiliki saran
spesifik mengenai komunikasi di sekitar akhir negosiasi. Karrass menganjurkan
negosiator untuk, “mengetahui kapan untuk tutup mulut,” untuk menghindari penyerahan
informasi penting yang tidak perlu dilakukan, dan agar tidak untuk mengucapkan “kata-
kata konyol” yang dapat membuatnya menjauh dari kesepakatan yang hampir dibuat. Sisi
lain dari hal ini adalah untuk menyadari kesalahan yang dibuat pihak lain dan ucapan-
ucapan konyol mengenai mereka sendiri dan apa yang mereka tolak untuk merespons
atau teralihkan oleh mereka. Karrass juga mengingatkan para negosiator perlunya
memperhatikan masalah-masalah di menit terakhir, seperti nit-picking atau “tebakan
kedua" oleh pihak yang tidak berpartisipasi dalam proses tawar-menawar, tetapi memiliki
hak atau tanggung jawab untuk meninjaunya. Karrass menganjurkan negosiator untuk
memperhatikan tantangan tersebut dan siap untuk menangainya dengan percaya diri.
Terakhir, Karrass mencatat pentingnya menamakan perjanjian tersebut ke dalam bentuk
tertulis, menyadari bahwa pihak yang menuliskan kontrak berada dalam posisi untuk
mencapai kejelasan tujuan dan pelaksanan permen.

Anda mungkin juga menyukai