B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat
diidentifikasi beberapa permasalahan seperti di bawah ini.
1. Penanaman berpikir kritis untuk siswa kelas IV oleh guru pada mata pelajaran
IPA masih kurang.
2. Siswa menerima informasi dari guru tanpa menganalisis dan mengevaluasi
dengan bertanya atau berargumentasi terkait informasi yang diberikan
sehingga siswa belum mampu menunjukan sikap berpikir kritis.
3. Pada kegiatan pembelajaran IPA jarang dijumpai keaktifan siswa belajar yang
lebih, seperti berdiskusi, melakukan penemuan, menguji suatu konsep atau
teori, hal ini mengakibatkan kurangnya aktivitas fisik dan berpikir kritis
siswa dalam belajar.
C. Pembatasa Masalah
PenelitUntuk menghindari meluasnya permasalahan yang akan dikaji dalam
penelitian ini, maka dilakukan pembatasan masalah, sebagai berikut:
1. Subyek penelitian ini dibatasi pada siswa kelas IV SDN Gunungsari 1
semester genap tahun ajaran 2016/2017.
2. Materi pada penelitian ini adalah IPA mengenai sumber daya alam dan
teknologi yang digunakan.
3. Indikator kemampuan berpikir kritis dalam penelitian ini adalah indikator
menurut Ennis, diantaranya adalah focus (fokus), reason (alasan), inference
(simpulan), situation (situasi), clarity (kejelasan), overview (pemeriksaan atau
tinjauan).
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah diatas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini diantaranya:
1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis IPA siswa yang
mendapatkan model pembelajaran yang menggunakan model inkuiri
7
terbimbing lebih baik dari pada berpikir kritis IPA yang mendapatkan
pembelajaran konvensional?
2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis IPA
antara siswa yang berkemampuan rendah, sedang, tinggi setelah
mendapatkan model inkuiri terbimbing ?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui apakah kemampuan berpikir krtis IPA siswa yang
mendapatkan model pembelajaran yang menggunakan model inkuiri
terbimbing lebih baik dari pada berpikir kritis IPA yang mendapatkan
pembelajaran konvensional.
2. Untuk mengetahui perbedaan perbedaan peningkatan rata-rata kemampuan
berpikir kritis IPA antara siswa yang berkemampuan rendah, sedang, tinggi
setelah mendapatkan model inkuiri terbimbing.
F. Kegunaan Penelitian
Secara umum, penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi
pendidik, peserta didik, serta lembaga pendidikan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan. Secara khusus, kegunaan dan manfaat penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Kegunaan Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi ilmiah
dalam rangka memperluas pemahaman tentang aspek sikap berpikir kritis pada
sekolah dasar dalam proses pembelajaran IPA.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi Sekolah
Memberikan gambaran tentang sikap berpikir kritis yang dimiliki oleh siswa
kelas IV di sekolah tersebut.
b. Bagi Guru
8
G. Kerangka Berpikir
Pelajaran IPA secara umum didefinisikan sebagai suatu sistem dalam
mempelajari alam melalui pengumpulan data dengan cara observasi dan
percobaan yang terkendali. Setelah data dikumpulkan baru dapat dikemukakan
teori yang lebih jauh untuk menjelaskan apa yang telah diteliti. IPA dapat
dipandang dari beberapa dimensi. Pertama, dimensi IPA sebagai produk yaitu
sebagai kumpulan pengetahuan tentang IPA sebagai produk yaitu sebagai
kumpulan pengetahuan tentang IPA yang telah teruji kebenarannya dan telah
ditemukan oleh para ahli terdahulu. Kedua, IPA sebagai proses yaitu cara
memperolehnya, yang tidak lain adalah metode imliah (Supriyadi, 2012 : 200).
Oleh karena itu mengajarkan IPA pada siswa SD tidak cukup hanya dengan
mentransfer apa yang ada dibuku paket, akan tetapi lebih jauh dari itu anak harus
diajak kea lam IPA yang lebih konkret. Anak diajak untuk melakukan
pengamatan dan observasi seolah mereka menjadi “ilmuan cilik” mereka
melakukan pengamatan dan penemuan sendiri (Supriyadi, 2012 : 201)
Inkuiri Terbimbing (guided inquiry) yaitu pendekatan inkuiri dimana guru
membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan
mengarahkan pada suatu diskusi. Guru mempunyai peran aktif dalam menentukan
permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya. Pendekatan inkuiri terbimbing ini
digunakan bagi siswa yang kurang berpengalaman belajar dengan pendekatan
inkuiri. Dengan pendekatan ini siswa belajar lebih beorientasi pada bimbingan
dan petunjuk dari guru hingga siswa dapat memahami konsep-konsep pelajaran.
9
Pada pendekatan ini siswa akan dihadapkan pada tugas-tugas yang relevan untuk
diselesaikan baik melalui diskusi kelompok maupun secara individual agar
mampu menyelesaikan masalah dan menarik suatu kesimpulan secara mandiri
(Yuliastuti: 2013)
Pada dasarnya siswa selama proses belajar berlangsung akan memperoleh
pedoman sesuai dengan yang diperlukan. Pada tahap awal, guru banyak
memberikan bimbingan, kemudian pada tahap-tahap berikutnya, bimbingan
tersebut dikurangi, sehingga siswa mampu melakukan proses inkuiri secara
mandiri. Bimbingan yang diberikan dapat berupa pertanyaan-pertanyaan dan
diskusi multi arah yang dapat menggiring siswa agar dapat memahami konsep
pelajaran IPA. Di samping itu, bimbingan dapat pula diberikan melalui lembar
kerja siswa yang terstruktur. Selama berlangsungnya proses belajar guru harus
memantau kelompok diskusi siswa, sehingga guru dapat mengetahui dan
memberikan petunjuk-petunjuk dan scafolding yang diperlukan oleh siswa
(Yuliastuti: 2013).
Melalui model pembelajaran inkuiri siswa berorientasi pada bimbingan dan
petunjuk dari guru hingga siswa dapat memahami konsep-konsep pelajaran,
dengan model tersebut siswa tidak mudah bingung dan akan gagal karena guru
terlibat penuh Suparno (dalam Anggun Wicaktini, 2014). Dalam inkuiri
terbimbing ini juga terdapat proses-proses mental seperti menyajikan pertanyaan,
atau masalah, membuat hipotesis, merancang percobaan, melakukan percobaan
untuk memperoleh informasi, mengumpulkan dan menganalisis data dan menarik
kesimpulan melalui proses ini dapat membiasakan diri siswa dalam kegiatan
pelajaran yang berpusat pada siswa. Model inkuiri terbimbing juga dapat
meningkatkan keterampilan berpikir kritis karena dalam pembelajarannya terjadi
sebuah proses yang dapat merangsang siswa untuk berpikir kritis.
Sementara itu keterampilan berpikir kritis merupakan kemampuan untuk
memahami suatu permasalahan dan mencari solusi pemecahan masalahnya,
serta selalu berpikiran terbuka terhadap hal-hal baru untuk menemukan solusi
terbaik dari permasalahan yang dihadapi. Pada prinsipnya orang yang mampu
10
berpikir kritis adalah suatu kegiatan yang melalui cara berpikir tentang idea tau
gagasan yang berhubung dengan konsep yang diberikan atau yang dipaparkan.
Berpikir kritis juga dapat dipahami sebagai kegiatan menganalisis idea atau
gagasan ke arah yang lebih spesifik, membedakannya secara tajam, memilih,
mengidentifikasi, mengkaji, dan mengembangkannya kearah yang lebih sempurna
(Susnto, 2013 : 121). Pada anak-anak sekolah dasar, prinsip ini pun berlaku. Kita
dapat menilai apakah mereka sudah melakukan berpikir kritis atau belum dari
perilaku mereka menanggapi informasi. Berikut ini beberapa contoh dari indikan
berpikir kritis berdasarkan media yang digunakan untuk memfasilitasi pada anak-
anak di taman kanak-kanak dan sekolah dasar.
1. Dengan media observasi, anak yang berpikir kritis dapat menemukan dan
mempertanyakan objek-objek yang tidak dipahaminya. Ia juga dapat
menemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan pengetahuan atau pengalaman
yang dimilikinya.
2. Dari media pengandaian, anak dapat mengandaikan dan menemukan
kemungkinan-kemungkinan baru atau lain berdasarkan pengandaiannya.
3. Dari kegiatan menemukan kemungkinan-kemungkinan kegunaan lain dari
benda-benda anak dapat mengemukan berbagai kemungkinan kegunaan dari
sebuah benda.
4. Anak dapat menemukan kekurangan dari gambar.
5. Anak yang berpikir kritis secara konstruktif dapat memberikan komentar-
komentar yang melengkapi sesuatu.
Kemampuan berpikir kritis diajarkan di sekolah melalui cara-cara langsung
dan sistematis. Dengan memunculkan kemampuan-kemampuan berpikir kritis
siswa akan melatih siswa untuk mampu bersikap rasional dan memilih alternatif
pilihan yang terbaik bagi dirinya. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis
akan selalu bertanya pada diri sendiri dalam setiap menghadapi segala persoalan
untuk menentukan yang terbaik bagi dirinya. Demikian juga jika siswa yang
memiliki kemampuan berpikir kritis akan terpatri dalam watak dan kepribadiannya
dan terimplementasi dalam segala aspek kehidupannya (Susanto, 2013).
11
H. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah serta rumusan masalah yang telah
dikemukakan di atas, maka penulis dapat mengungkapkan hipotesis
penelitiannya adalah:
1. Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang pembelajarannya
menggunakan inkuiri terbimbing lebih baik dibanding dengan siswa yang
menggunakan pembelajaran konvensional.
2. Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis IPA siswa yang
menggunakan model pembelajarannya inkuiri terbimbing antara kelompok
siswa yang berkategori kemampuan rendah, sedang, dan tinggi.
I. Kajian Teoritik
a) Hakikat Belajar
Banyak pengertian belajar telah dikemukakan oleh para ahli. Salah satu di
antaranya ialah menurut Gagne (Anita, 2009 : 1.3), bahwa belajar adalah suatu
prosess di mana suatu organisme berubah prilakunya sebagai akibat pengalaman.
Dari pengertian belajar tersebut, terdapat tiga atribut pokok (ciri utama) belajar,
yaitu : proses, perubahan, perilaku, dan pengalaman.
12
1. Proses
Belajar adalah proses mental dan emosional atau proses berpikir dan
merasakan. Seseorang dikatakan belajar bila pikiran dan perasaannya atif.
Aktivitas pikiran dan perasaan itu sendiri tidak dapat diamati orang lain,
akan tetapi terasa oleh yang bersangkutan (orang yang belajar itu sendiri).
Guru tidak dapat melihat ativitas pikiran dan perasaan siswa. Yang dapat
diamati guru ialah menifestasinya, yaitu kegiatan siswa sebagai akibat
adanya aktivitas pikiran dan perasaan pada diri siswa tersebut.
2. Perubahan Perilaku
Hasil belajar berupa perubahan perilaku atau tingkah laku. Seseorang
yang belajar akan berubah atau bertambah perilakunya, baik yang berupa
pengetahuan, keterampilan, atau penguasaan nilai-nilai (sikap).
Menurut para ahli psikologi tidak semua perubahan perilaku dapat
digolongkan kedalam hasil belajar. Perubahan perilaku karena kematangan.
Perilaku sebagai hasil belajar ialah perubahan yang dihasilkan dari
pengalaman (interaksi dengan lingkungan), tempat proses mental dan
emosional terjadi.
Perubahan perilaku sebagai hasil belajar dikelompokan ke dalam tiga
ranah (kawasan), yaitu pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik),
dan penguasaan nilai-nilai atau sikap (afektif). Ketiga ranah tersebut didalam
Kurikulum 2004 terkandung dalam rumusan kompetensi.
3. Pengalaman
Belajar adalah mengalami; dalam arti belajar terjadi di dalam interaksi
antara individu dengan lingkungan, bai lingkungan fisik maupun lingkungan
sosial. Contoh lingkungan fisik ialah : buku, alat peraga, dan alam sekitar.
Contoh lingkungan sosial, antara lain guru, siswa, pustakawan, dan kepala
sekolah.
Lingkungan pembelajaran yang baik ialah lingkungan yang memicu dan
menantang siswa belajar. Guru yang mengajar tanpa menggunakan alat
peraga, apalagi dikelas rendah kurang memicu siswa untuk belajar giat.
13
(g). Memiliki sikap ilmiah antara lain objektif, rasa ingin tahu, keterbukaan,
bertanggung jawab. Proses-proses tersebut disebut discovery cognitive
process.
Melalui model inkuiri siswa secara aktif melakukan kegiatan pembelajaran
dan menggunakan seluruh kemampuan yang dimiliki untuk mencari,
menyelidiki, menemukan konsep, secara sistematis, berpikir kritis, logis.
Dalam proses inkuiri siswa mengolah informasi yang didapat sehingga akan
memperoleh pengetahuan dan keterampilan (Yuliastuti: 2013)..
Sagala (2005 : 87), Hanafiah (2009 : 73), Gulo (2009:77), Gulo (2002 :
93), dan Hamzah (2008 :199) menyatakan bahwa kemampuan yang
diperlukan untuk melaksanakan pembelajaran inkuiri adalah : 1).
Merumuskan masalah dilakukan ketika siswa diberikan permasalahan oleh
guru, 2). Merumuskan hipotesis berupa jawaban sementara suatu
permasalahan yang diberikan guru, 3). Mengumpulkan data merupakan
aktivitas mengumpulkan informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis
yang diajukan, 4). Analisis data merupakan fakta penting yang berupa proses
pemikiran benar atau tidaknya hipotesis, 5). Kesimpulan merupakan proses
mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian
hipotesis (Yuliastuti: 2013). Adapun tahapan dalam pembelajaran model
inkuiri sebagai berikut:
Tabel. 1.1 Tahapan Dalam Pembelajaran Inkuiri
Tahap Perilaku guru Perilaku siswa
1. Menyajikan Guru membagi Membaca
pertanyaan atau siswa dalam permasalahan
masalah kelompok dan secara umum,
membimbing menganalisis
siswa untuk masalah
mengidentifikasi
masalah.
Mendorong siswa Melakukan
aktif berpikir, pengkajian atau
belajar dan investigasi
mencipta serta terhadap
mengeksplorasi. permasalahan,
16
mecipta dan
mengeksplorasi.
2. Membuat Guru memberikan Menentukan
Hipotesis kesempatan hipotesis dari topik
kepada siswa yang dipilih.
untuk melakukan
diskusi untuk
merumuskan
hipotesis terhadap
suatu
permasalahan.
3. Merancang Guru memberikan Menentukan
percobaan kesempatan percobaan yang
kepada siswa akan dilakukan
untuk menentukan sesuai dengan
langkah-langkah topik.
dalam melakukan
suatu percobaan.
4. Melakukan Guru Melakukan
percobaan membimbing percobaan sesuai
untuk siswa dalam topic atau
memperoleh melakukan suatu permasalahan yang
informasi percobaan. dipilih.
5. Mengumpulkan Guru memberikan Mengembangkan
dan kesempatan hipotesis,
menganalisis kepada masing- mengembangkan
data. masing kelompok kesimpulan
untuk sementara.
menyampaikan
hasil dari
pengolahan data.
6. Membuat Guru Menetapkan
kesimpulan membimbing kesimpulan yang
siswa untuk tepat sesuai dengan
membuat topik atau masalah
kesimpulan yang dipilih.
Sumber :Trianto, 2009 : 172 & Wena, 2009 : 69-70 (Yuliastuti : 2013)
Dalam pembelajaran inkuiri siswa dapat menemukan bagian inti dari kegiatan
pembelajaran yang dilakukan. Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki siswa
tersebut diharapkan bukan hanya hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi
juga hasil dari menemukan sendiri Sagala (Yuliastuti :2013).
17
Sund and Trowbidge (Mulyasa, 2006 :109) mengemukakan ada tiga macam
model inkuiri sebagai berikut:
1. Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry)
Pembelajaran inkuiri terbimbing (guaided inquiry) guru tidak melepas begitu
saja kegiatan-kegiatan yang dilakuakan oleh siswa dalam melakukan kegiatan-
kegiatan sehingga kegiatan yang dilakukan dapat terarah oleh sebab itu guru
harus memiliki kemampuan mengelola kelas yang baik (Yuliastuti :2013)..
Inkuiri terbimbing (guaided inquiri) biasanya digunakan terutama bagi siswa-
siswi tahap yang belum berpengalaman belajar dengan menggunakan inkuiri.
Pada tahap awal pegajaran diberikan bimbingan lebih banyak yaitu berupa
pertanyaan-pertanyaan pengarah agar siswa mampu menemukan sendiri arah dan
tindakan –tindakan yang harus dilakukan untuk memecahkan masalah yang
diberikan guru. Dalam kegiatan pembelajaran guru menetapkan jenis
penyelidikan yang akan dilakukan siswa dan memberikan bimbingan secara aktif
kepada siswa dalam mengumpulkan data, analisis, dan mengambil kesimpulan.
Selain itu, siswa melakukan langkah-langkah percobaan. Oleh karena itu, inkuiri
terbimbing (guaided inquiry) berpusat pada siswa karena guru hanya bertindak
sebagai pembimbing dalam proses pembelajaran Mulyasa, 2006 : 109 dan Jauhar,
2011 : 69 (Yuliastuti :2013).
2. Inkuiri Bebas (Free inqury)
Pada inkuiri bebas (free inquiry) peserta didik melakukan penelitian sendiri
bagaikan seorang ilmuan, antara lain mengidentifikasi, merumuskan, menentukan
permasalahan, dan mencari permasalahannya sehingga diperoleh kesimpulan.
Dalam pembelajaran inkuiri bebas (free inqury) guru hanya berperan sebagai
fasilitator dan pengarah saja, melakukan hipotesis an merancang sendiri
percobaan Hanafiah, 2009 :77 dan Jauhar, 2011 : 73 (Yuliastuti :2013).
Dalam inkuiri bebas, siswa harus dapat mengidentifikasi dan merumuskan
berbagai topik permaslahan yang hendak diselidiki. Untuk itu siswa diberikan
motivasi untuk melatih keterampilan berpikir kritis seperti mencari informasi,
menganalisis argument dan data, membangun dan mensistesis ide-ide baru,
18
b. Keunggulan Inkuiri
Mengajar dengan menggunakan model inkuiri memiliki keuntungan.
Beberapa keunggulannya adalah : 1). Membantu peserta didik untuk
mengembangkan bakat atau kecakapan individu, kesiapan, serta penguasaan
keterampilan dalam proses kognitif, 2). Peserta didik memperoleh pengetahuan
secara individual sehingga dapat membentuk “self concept” pada diri siswa
sehingga siswa dappat mengerti dan dapat diingat dalam pikirannya tentang
konsep suatu materi, 3). Dapat membangkitkan motivasi dan gairah belajar
peserta didik untuk belajar giat lagi, 4). Memberikan peluang untuk berkembang
dan maju sesuai dengan kemampuan dan minat masing-masing, 5). Memperkuat
dan menambah kepercayaan diri sendiri dengan proses menemukan sendiri
karena pembelajaran berpusat pada peserta didik dengan peran guru yang sangat
terbatas Hanafiah (Yuliastuti :2013).
Roestiyah (Yuliastuti: 2013)menambahkan keuntungan lain yaitu : (1).
Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas dasar inisiatif sendiri, bersikap
objektif, jujur, dan terbuka sehingga memberikan kebebasan kepada siswa untuk
belajar sendiri, (2). Siswa terhindar dari cara belajar yang tradisional, (3). Situasi
proses belajar mengajar menjadi lebih merangsang siswa untuk memperoleh
19
informasi, dan (4). Dapat membrikan waktu kepada siswa sehingga dapat
mengasimilasi dan mengakomodasi informasi yang didapat. Dengan
pembelajaran model inkuiri siswa dapat mengkontruksi pemahaman dan
pemikirannya sendiri dengan cara menggali atau menemukan pengetahuan baru.
Dengan pengetahuan baru yang ada, siswa dapat membangun konsep
berdasarkan apa yang diperolehnya melalui interaksi langsung dengan
lingkungannya.
c. Kelemahan Inkuiri
Selain memiliki keunggulan dalam melakukan proses belajar mengajar
dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terdapat beberapa kelemahan
antara lain : (1) siswa harus memiliki kesiapan dan kematangan mental, siswa
harus berani dan memiliki keinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya
dengan baik. (2) keadaan kelas yang jumlahnya gemuk maka penggunaan model
ini tidak akan mencapai hasil yang memuaskan, (3) guru dan siswa sudah sangat
terbiasa dengan PBM gaya lama maka model inkuiri akan mengecewakan
Hanafiah,2009 : 79 (Yuliastuti :2013).
idea atau gagasan ke arah yang lebih spesifik, membedakannya secara tajam,
memilih, mengidentifikasi, mengkaji, dan mengembangkannya kea rah yang
lebih sempurna. Berpikir kritis berkaitan dengan asumsi bahwa berpikir
merupakan potensi yang ada pada manusia yang perlu dikembangkan untuk
kemampuan yang optimal (Susanto, 2013 : 121).
Menurut Ennis (Susanto, 2013 : 121)., berpikir kritis adalah suatu berpikir
dengan tujuan membuat keputusan masuk akal tentang apa yang diyakini atau
dilakukan. Berpikir kritis merupakan kemampuan menggunakan logika. Logika
merupakan cara berpikir untuk mendapatkan pengetahuan yang disertai
pengkajian kebernaran berdasarkan pola penalaran tertentu. selanjutnya, Ennis
menyebutkan ada enam unsure dasar dalam berpikir kritis, yang disingkat dengan
FRISCO, yaitu Focus (focus), Reason (alasan), Inference (menyimpulkan),
Situation (situasi), Clarity (kejelasan), dan Overview (pandangan menyeluruh).
Menurut Halpen (1966), berpikir kritis adalah memeberdayakan keterampilan
atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setela
menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran.
Berpikir kritis merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam
rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai
kemungkinan, dan membuat keputusan. Berpikir kritis juga bisa disebut direted
tinking, sebab berpikir langsung kepada focus yang akan dituju.
Pendapat senada dikemukakan juga oleh Anggelo (Susanto, 2013 : 122)
bahwa berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang
tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, menyintesis, mengenal
permasalahan dan pemecahanny, menyimpulka, dan mengevaluasi.
Menurut Tapilouw (Susanto, 2013 : 122).berpikir kritis merupakan cara
berpikir disiplin dan dikendalikan oleh kesadaran. Cara berpikir ini mengikuti
alur logis dan rambu-rambu pemikiran yang sesuai dengan fakta atau teori yang
diketaui. Tipe berpikir ini mencerminkan pikiran yang terarah.
Berpikir kritis dapat diinterprstasikan dalam berbagai cara. Fister (Susanto,
2013 : 123) misalnya, mengemukakan bahwa proses berpikir kritis adalah
21
e) Pembelajaran IPA
Ilmu Pengetahuan Alam adalah sebagai suatu sistem dalam mempelajari alam
melaului pengumpulan data dengan cara observasi dan percobaan yang terkendali.
Setelah data dikumpulkan baru dapat dikemukakan teori yang lebih jauh untuk
menjelaskan apa yang telah diteliti. Ilmu Pengetahuan Alam sebagai produk tidak
lepas dari hakikatnya sebagai proses. IPA sebagai produk adalah fakta-fakta,
konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori. Ilmu Pengetahuan Alam sebagai
proses adalah memahami bagaimana pengumpulan fakta-fakta untuk
menginterprestasikannya (Supriyadi, 2012: 200).
Mata pelajaran IPA di SD bertujuan agar siswa memiliki kemampuan untuk
mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, mengembangkan
25
J. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen
semu (quasi experimental), yaitu metode eksperimen yang mendekati
percobaan sungguhan dimana tidak memungkinkan untuk mengontrol semua
variabel yang relevan. Desain penelitian yang digunakan adalah Randomized
Subjects, Pretest-Post test Control Group Design (Subjek Random Desain
Pretes – Postes Grup) dengan pola sebagai berikut :
27
Tabel 1.2
Desain penelitian
Grup Pretest Perlakuan Post Test
Eksperimen Y1 X1 Y2
kontrol Y1 - Y2
Sumber : Sukardi (Alamsyah:2012)
Keterangan :
Y1 : Pretest (Tes-Awal)
Y2 : Post test (Tes-Akhir)
X1 : Perlakuan Pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing
- : Pembelajaran Konvensioa
Keterangan:
rxy : Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y
N : Jumlah responden
X : Skor item soal
Y : Jumlah skor total
ΣXY : Jumlah perkalian X dan Y
b) Reliabilitas Instrumen
Reabilitas digunakan untuk menunjukkan sejauh mana instrumen
dapat dipercaya dalam penelitian. Bentuk soal tes yang digunakan pada
penelitian ini adalah soal tes uraian, karena itu untuk menperoleh
koefisien reliabilitas (11) digunakan rumus Alpha yang dirumuskan
sebagai berikut:
r n
2
( n−1
11= )(1− ss ti )
2
Keterangan:
30
Kriteria
r11≤ 0,20 sangat rendah
0,20 < r11 ≤ 0,40 Rendah
0,40 < r11≤ 0,60 Sedang
0,60 < r11≤ 0,80 Tinggi
0,80 < r11≤ 1,00 sangat tinggi
Tabel 1.3
Daya Kriteria
pembeda (DP)
DP = 0,00 Sangat jelak
0,00 < DP ≤ Jelek
0,20
0,20 < DP ≤ Agak baik
0,40
0,40< DP ≤ Baik
0,70
0,70 < DP ≤ Sangat baik
1,00
tindakan
(b) berinteraksi dengan
orang lain.
Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data yang berasal
dari data kuantitatif. Data kuantitatif yang akan dianalisis berupa data pretest,
data posttest dan gain.
a. Pretest
Pretest adalah tes yang diberikan sebelum diberikannya pembelajaran
dimulai dan bertujuan untuk mengetahui sampai dimana penguasaan
siswa terhadap bahan pembelajaran yang akan diajarkan sebelum
diberikannya perlakuan yang berbeda.
b. Post test
Posttest adalah tes yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan akhir
siswa setelah perlakuan diberikan pada pembelajaran.
c. Gain
Setelah pretest dan post test dilaksanakan maka langkah selanjutnya
yang dilakukan adalah menghitung gain (peningkatan) kemampuan
penalaran matematik siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Data
gain diperoleh dengan cara membandingkan hasil post test dengan
hasil pretest. Penghitungan gain bertujuan untuk membandingkan
manakah pembelajaran yang lebih baik antara pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
pembelajaran konvensional dalam pengaruhnya terhadap kemampuan
berpikir kritis siswa. Gain yang digunakan untuk menghitung
peningkatan kemampuan berpikir kritis IPA siswa adalah gain
ternormalisasi.
Menurut Melzer (Noer, 2010:105) besarnya peningkatan dihitung
dengan rumus gain ternormalisasi, yaitu:
Tabel 1.5
Indeks Gain (g) Kriteria
g > 0,7 Tinggi
0,3 < g ≤ 0,7 Sedang
G ≤ 0,3 Rendah
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel yang
diteliti berasal dari distribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini,
pengujian normalitas menggunakan uji Chi-kuadrat, adapun prosedur
pengujian adalah sebagai berikut:
1) Menentukan Hipotesis
H0 = Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1= Data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi
normal
2) Menentukan rata-rata
3) Menentukan standar devisi
4) Menentukan daftar frekuensi observasi dan frekuensi
a) Rumus banyak kelas interval (aturan Struges):
K = 1 + 3,3 log (n, dengan n = banyaknya subjek
b) Rentang (R) = skor terbesar – skor terkecil
rentang R
c) Panjang kelas interval (P) = =
banyak kelas K
5) Mencari X2 hitung dengan menggunakan rumus:
Oi−Ei 2
X2 = ∑ Ei
Keterangan:
X2 = harga chi-kuadrat
Oi = frekuensi observasi
Ei = frekuensi ekspektasi
6) Mencari X2 tabel dengan derajat kebebasan (dk) = banyak kelas (k) –
3 dan taraf kepercayaan 95 % serta taraf signifikansi α = 5%
37
7) Kriteria pengujian:
Setelah diperoleh harga X2 hitung, maka selanjutnya dilakukan
pengujian normalitas dengan membandingkan X2 hitung dengan X2
tabel.
a) Terima H0 jika X2hitung ≤ X2tabel makaH1 ditolak
b) Tolak H0 jika X2tabel, maka H1 diterima
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah masingmasing
data yang diperoleh dari kedua kelompok memiliki variansi yang
sama atau berbeda. Data yang diuji adalah data pretest, post testdan
gain. Uji homogenitas ini menggunakan uji-F dengan rumus
Sudjana (Alamsyah : 2012) : Perhitungan homogenitas dapat
dilakukan dengan berbagai cara dan metode. Beberapa yang cukup
popular dan sering digunakan oleh penulis adalah :
f hitung = Varians terbesar
Varians terkecil
K. Jadwal Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas IV SD Negeri Gunungsari 1 Tepatnya Kp.
Pasir buah kec. Gunungsari Kabupaten Serang-Banten.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil dengan lama penelitian 1
bulan, terhitung dari penelitian pendahuluan hingga penyusunan penelitian ini
selesai. Adapun jadwal penelitian yang dilaksanakan pada 4 Maret 2016 di kelas
IV SD Negeri Gunungsari 1.
38
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, Trian Pamungkas. Strategi Pembelajaran React (Relating Experiencing
Applying Cooperating Transfering) Terhadap Peningkatan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMP. FKIP Untirta: FKIP Untirta.
Anitah, Sri, dkk. 2009. Strategi Pembelajaran SD. Jakarta: Universtas Terbuka.
39