Anda di halaman 1dari 39

1

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan kegiatan yang sangat penting bagi penyiapan
anak-anak untuk menghadapi kehidupannya di masa mendatang. Dalam Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1
dikemukakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Dengan
kata lain pendidikan adalah sesuatu yang penting yang harus diberikan
kepada seseorang sejak dini untuk mempersiapkan dirinya menghadapi masa
depan dengan potensi-potensi yang dimilikinya melalui pendidikan.
Pendidikan memiliki arah dan tujuan yang ingin dicapai, sejalan dengan hal
tersebut Taufik (2013:18), menyatakan bahwa pendidikan diarahkan untuk
menjadikan manusia menjadi insan yang berkualitas atau diistilahkan dengan
manusia yang utuh. Pendidikan diarahkan untuk mengembangkan peserta didik
untuk mampu berdiri sendiri dan mampu memikul tanggung jawab sendiri.
Pendidikan berfungsi mengembangkan peserta didik untuk membentuk
kepribadiannya sehingga dia menjadi dirinya sendiri, bukan orang lain.
Terselenggaranya sebuah pendidikan tidak dapat terlepas dari lingkungan
pendidikan, yaitu tempat (wilayah) yang meliputi lingkungan keluarga, sekolah,
dan masyarakat. Lingkungan pendidikan juga sebagai keadaan atau suasana yang
dipandang berpengaruh kepada proses atau hasil pendidikan Syamsul Yusuf
(Taufik, 2013:18)
Lingkungan pendidikan di sekolah hendaknya dirancang seperti halnya
sebuah mesin canggih. Sekolah sebagai lembaga berlangsungnya proses rekayasa
perubahan tingkah laku. Wardani (2009:1.1) Pendidikan di Sekolah Dasar (SD)
secara sistemik merupakan bagian ari jenjang pendidikan dasar. Jenjang
pendidikan dasar mencakup Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD Formal), Taman
Kanak-kanak atau TK dan pendidikan di Sekolah Dasar (SD), serta Sekolah
2

Mengengah Pertama (SMP). Dilihat dari kedudukan dan perannya, SD


merupakan jenis pendidikan umum yang sangat strategis, karena merupakan
pendidikan formal yang paling awal memberi landasan bagi pendidikan
selanjutnya, yakni pendidikan di SMP. Mulai dari sekolah dasar inilah proses
pencerdasan anak bangsa dimulai. Proses pendidikan harus didasarkan pada
kurikulum yang dirancang secara ilmiah dan bentuk kegiatan-kegiatannya harus
diorganisasikan dengan penuh disiplin.
Kurikulum Sekolah Dasar (SD) meliputi berbagai mata pelajaran, salah
satunya adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Ilmu Pengetahuan Alam adalah
sebagai suatu sistem dalam mempelajari alam melaului pengumpulan data dengan
cara observasi dan percobaan yang terkendali. Setelah data dikumpulkan baru
dapat dikemukakan teori yang lebih jauh untuk menjelaskan apa yang telah
diteliti. Ilmu Pengetahuan Alam sebagai produk tidak lepas dari hakikatnya
sebagai proses. IPA sebagai produk adalah fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-
prinsip, dan teori-teori. Ilmu Pengetahuan Alam sebagai proses adalah memahami
bagaimana pengumpulan fakta-fakta untuk menginterprestasikannya (Supriyadi,
2012: 200).
Mata pelajaran IPA di SD bertujuan agar siswa memiliki kemampuan untuk
mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, mengembangkan
keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan
membuat keputusan serta mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan
kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA,
lingkungan, teknologi dan masyarakat. Adapun tujuan mata pelajaran IPA
direalisasikan melalui pembelajaran IPA (Supriyadi, 2012: 201).
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Depdiknas, 2006) tujuan
pembelajaran IPA meliputi: mengembangkan pemahaman tentang berbagai
macam gejala alam, konsep dan prinsip sains yang bermanfaat dan dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, melakukan kerja ilmiah untuk
membentuk sikap ilmiah, meningkatkan kesadaran menghargai alam dan segala
3

keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, meningkatkan pengetahuan,


konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi. Hal tersebut menegaskan bahwa pendidikan IPA
diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk
memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri untuk menumbuhkan
sikap ilmiah, bekerja dan mengkomunikasikannya sebagai aspek penting
kecakapan hidup serta menumbuhkan kemampuan berpikir kritis.
Berpikir kritis adalah suatu kegiatan melalui cara berpikir tentang idea tau
gagasan yang berhubung dengan konsep yang diberikan atau masalah yang
dipaparkan. Berpikir kritis juga dapat dipahami sebagai kegiatan menganalisis
idea atau gagasan ke arah yang lebih spesifik, membedakannya secara tajam,
memilih, mengidentifikasi, mengkaji, dan mengembangkannya kea rah yang lebih
sempurna. Berpikir kritis berkaitan dengan asumsi bahwa berpikir merupakan
potensi yang ada pada manusia yang perlu dikembangkan untuk kemampuan yang
optimal (Susanto, 2013 : 121).
Kita dapat menilai apakah mereka sudah melakukan berpikir kritis atau belum
dari perilaku mereka menanggapi informasi. Masalah dalam pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam adalah salah satu permasalahan yang mampu merangsang
kemampuan siswa dalam berpikir kritis karena dengan menyelesaikan
permasalahan pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam siswa mampu berpikir
secara kritis, logis dan ilmiah sehingga kemampuan mereka dalam berpikir
kritis juga dapat terus dikembangkan (Susanto, 2013).
Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan melalui pengamatan dan percobaan
bukan hanya teori yang panjang di dalam kelas. Melalui pengamatan dan
percobaan akan membuat siswa menjadi aktif di dalam kelas dan mereka
menjadi lebih paham terhadap materi yang diajarkan karena mereka
mengalaminya sendiri secara langsung. Hal tersebut juga akan menumbuhkan
rasa ingin tahu siswa yang besar dan mengajarkan mereka untuk berpikir kritis
menghadapi masalah-masalah yang ada di dalam pelajaran IPA (Susanto, 2013).
4

Peneliti mengamati salah satu sekolah dasar di kecamatan Gunungsari


yaitu SD Negeri Gunungsari 1, di mana sekolah tersebut adalah sekolah terbaik
dikecamatan Gunungsari. Selain itu, peneliti memilih kelas IV sebagai subjek
penelitian karena kelas IV merupakan awal mulainya kelas tinggi, dimana
karakteristik pada kelas tinggi telah mampu untuk berpikir kritis.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas IV di SDN Gunungsari 1,
pelaksanaan pembelajaran IPA dikelas umumnya menerapkan model
konvensional. Guru cenderung menggunakan metode ekspositori sehingga dalam
pembelajarannya guru lebih aktif dari pada siswa, aktivitas yang dilakukan siswa
dalam pembelajaran cenderung hanya mendengarkan penjelasan materi dari guru,
tidak ada respon dari siswa terkait materi yang telah dijelaskan. Siswa menerima
informasi dari guru tanpa menganalisis dan mengevaluasi dengan bertanya
ataupun berargumentasi terkait informasi yang diberikan.
Ketika guru menanyakan mengenai materi yang telah dijelaskan apakah sudah
mengerti atau tidak, siswa dengan sepontan menjawab sudah mengerti namun
ketika guru memberikan soal terkait penjelasan yang telah diberikan hasil yang
diperoleh siswa kurang memuaskan. Pada kegiatan pembelajaran IPA jarang
dijumpai keaktifan siswa belajar yang lebih, seperti berdiskusi, melakukan
penemuan, menguji suatu konsep atau teori, hal ini mengakibatkan kurangnya
aktivitas fisik dan berpikir kritis siswa dalam belajar.
Selain itu, guru belum menggunakan media pembelajaran yang menarik.
Guru hanya menggunakan gambar yang ada di buku pegangan siswa dalam
menyampaikan materi pelajaran. Padahal, saat guru menggunakan media
pembelajaran yang menarik maka siswa akan lebih mudah memahami materi
yang disampaikan serta dapat membantu mengembangkan berpikir kritis mereka.
Keadaan diatas mengimplikasikan perlu adanya suatu upaya untuk
memperbaiki kualitas pembelajaran IPA dengan meningkatkan keterampilan
berpikir kritis dalam siswa. Berdasarkan hasil kajian pustaka, ada beberapa
pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan satu diantaranya model inkuiri
terbimbing. Model inkuiri memberikan banyak keuntungan karena
5

memungkinkan siswa menggunakan segala potensinya terutama proses


mentalnya untuk menemukan sendiri konsep dan prinsip sains ditambah proses
mental lainya yang memberikan ciri orang dewasa atau ciri seorang ilmuan,
sehingga siswa dapat menemukan konsep diri, kreatif dan mampu berpikir kritis.
Pendekatan inkuiri terbimbing dapat diterapkan untuk memperbaiki kualitas
pembelajaran IPA. Hal ini mengacu pada karakteristik pendekatan inkuiri
terbimbing.
Dalam model pembelajaran inkuiri terbimbing ini, guru memberikan
pengarahan dan bimbingan kepada siswa dalam melakukan kegiatan-kegiatan
sehingga siswa yang berpikir lambat atau siswa yang mempunyai intelegensi
rendah tetap mampu mengikuti kegiatan-kegiatan yang sedang dilaksanakan dan
siswa yang mempunyai intelegensi tinggi tidak memonopoli kegiatan Ayu
(Budiartini, 2012). Dalam pembelajaran ini siswa dilatih mengembangkan fakta-
fakta, membangun konsep-konsep, dan menarik kesimpulan umum atau teori-
teori yang menerangkan fenomena-fenomena yang mengembangkan keterampilan
keterampilan penemuan ilmiah siswa.
Pada penerapan pembelajaran inquiri terbimbing, guru tidak lagi berperan
sebagai pemberi informasi dan siswa penerima informasi, tetapi guru berperan
sebagai motivator, fasilitator, penanya, administrator, dan pengarah. Karakteristik
dari pendekatan inkuiri terbimbing ini adalah guru tidak mengkomunikasikan
pengetahuan tetapi membantu siswa untuk belajar bagi mereka sendiri.
Pembelajaran inkuiri terbimbing memberi tekanan pada ide-ide kontruktivis dari
belajar (Susanto, 2013).
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik mengadakan penelitian kuasi
eksperimen dengan judul ”Penerapan Model Inkuiri Terbimbing Terhadap
Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis Pada Mata Pelajaran IPA Sekolah
Dasar.”
6

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat
diidentifikasi beberapa permasalahan seperti di bawah ini.
1. Penanaman berpikir kritis untuk siswa kelas IV oleh guru pada mata pelajaran
IPA masih kurang.
2. Siswa menerima informasi dari guru tanpa menganalisis dan mengevaluasi
dengan bertanya atau berargumentasi terkait informasi yang diberikan
sehingga siswa belum mampu menunjukan sikap berpikir kritis.
3. Pada kegiatan pembelajaran IPA jarang dijumpai keaktifan siswa belajar yang
lebih, seperti berdiskusi, melakukan penemuan, menguji suatu konsep atau
teori, hal ini mengakibatkan kurangnya aktivitas fisik dan berpikir kritis
siswa dalam belajar.

C. Pembatasa Masalah
PenelitUntuk menghindari meluasnya permasalahan yang akan dikaji dalam
penelitian ini, maka dilakukan pembatasan masalah, sebagai berikut:
1. Subyek penelitian ini dibatasi pada siswa kelas IV SDN Gunungsari 1
semester genap tahun ajaran 2016/2017.
2. Materi pada penelitian ini adalah IPA mengenai sumber daya alam dan
teknologi yang digunakan.
3. Indikator kemampuan berpikir kritis dalam penelitian ini adalah indikator
menurut Ennis, diantaranya adalah focus (fokus), reason (alasan), inference
(simpulan), situation (situasi), clarity (kejelasan), overview (pemeriksaan atau
tinjauan).

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah diatas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini diantaranya:
1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis IPA siswa yang
mendapatkan model pembelajaran yang menggunakan model inkuiri
7

terbimbing lebih baik dari pada berpikir kritis IPA yang mendapatkan
pembelajaran konvensional?
2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis IPA
antara siswa yang berkemampuan rendah, sedang, tinggi setelah
mendapatkan model inkuiri terbimbing ?

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui apakah kemampuan berpikir krtis IPA siswa yang
mendapatkan model pembelajaran yang menggunakan model inkuiri
terbimbing lebih baik dari pada berpikir kritis IPA yang mendapatkan
pembelajaran konvensional.
2. Untuk mengetahui perbedaan perbedaan peningkatan rata-rata kemampuan
berpikir kritis IPA antara siswa yang berkemampuan rendah, sedang, tinggi
setelah mendapatkan model inkuiri terbimbing.

F. Kegunaan Penelitian
Secara umum, penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi
pendidik, peserta didik, serta lembaga pendidikan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan. Secara khusus, kegunaan dan manfaat penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Kegunaan Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi ilmiah
dalam rangka memperluas pemahaman tentang aspek sikap berpikir kritis pada
sekolah dasar dalam proses pembelajaran IPA.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi Sekolah
Memberikan gambaran tentang sikap berpikir kritis yang dimiliki oleh siswa
kelas IV di sekolah tersebut.
b. Bagi Guru
8

1) Memberikan gambaran tentang sikap berpikir kritis siswa kelas IV dalam


pembelajaran IPA di sekolah tersebut.
2) Meningkatkan motivasi guru untuk selalu menanamkan sikap berpikir
kritis pada siswa dalam setiap proses pembelajaran IPA.
c. Bagi Mahasiswa PGSD
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan dalam rangka menambah khasanah
pengetahuan mengenai sikap berpikir kritis siswa sekolah dasar.

G. Kerangka Berpikir
Pelajaran IPA secara umum didefinisikan sebagai suatu sistem dalam
mempelajari alam melalui pengumpulan data dengan cara observasi dan
percobaan yang terkendali. Setelah data dikumpulkan baru dapat dikemukakan
teori yang lebih jauh untuk menjelaskan apa yang telah diteliti. IPA dapat
dipandang dari beberapa dimensi. Pertama, dimensi IPA sebagai produk yaitu
sebagai kumpulan pengetahuan tentang IPA sebagai produk yaitu sebagai
kumpulan pengetahuan tentang IPA yang telah teruji kebenarannya dan telah
ditemukan oleh para ahli terdahulu. Kedua, IPA sebagai proses yaitu cara
memperolehnya, yang tidak lain adalah metode imliah (Supriyadi, 2012 : 200).
Oleh karena itu mengajarkan IPA pada siswa SD tidak cukup hanya dengan
mentransfer apa yang ada dibuku paket, akan tetapi lebih jauh dari itu anak harus
diajak kea lam IPA yang lebih konkret. Anak diajak untuk melakukan
pengamatan dan observasi seolah mereka menjadi “ilmuan cilik” mereka
melakukan pengamatan dan penemuan sendiri (Supriyadi, 2012 : 201)
Inkuiri Terbimbing (guided inquiry) yaitu pendekatan inkuiri dimana guru
membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan
mengarahkan pada suatu diskusi. Guru mempunyai peran aktif dalam menentukan
permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya. Pendekatan inkuiri terbimbing ini
digunakan bagi siswa yang kurang berpengalaman belajar dengan pendekatan
inkuiri. Dengan pendekatan ini siswa belajar lebih beorientasi pada bimbingan
dan petunjuk dari guru hingga siswa dapat memahami konsep-konsep pelajaran.
9

Pada pendekatan ini siswa akan dihadapkan pada tugas-tugas yang relevan untuk
diselesaikan baik melalui diskusi kelompok maupun secara individual agar
mampu menyelesaikan masalah dan menarik suatu kesimpulan secara mandiri
(Yuliastuti: 2013)
Pada dasarnya siswa selama proses belajar berlangsung akan memperoleh
pedoman sesuai dengan yang diperlukan. Pada tahap awal, guru banyak
memberikan bimbingan, kemudian pada tahap-tahap berikutnya, bimbingan
tersebut dikurangi, sehingga siswa mampu melakukan proses inkuiri secara
mandiri. Bimbingan yang diberikan dapat berupa pertanyaan-pertanyaan dan
diskusi multi arah yang dapat menggiring siswa agar dapat memahami konsep
pelajaran IPA. Di samping itu, bimbingan dapat pula diberikan melalui lembar
kerja siswa yang terstruktur. Selama berlangsungnya proses belajar guru harus
memantau kelompok diskusi siswa, sehingga guru dapat mengetahui dan
memberikan petunjuk-petunjuk dan scafolding yang diperlukan oleh siswa
(Yuliastuti: 2013).
Melalui model pembelajaran inkuiri siswa berorientasi pada bimbingan dan
petunjuk dari guru hingga siswa dapat memahami konsep-konsep pelajaran,
dengan model tersebut siswa tidak mudah bingung dan akan gagal karena guru
terlibat penuh Suparno (dalam Anggun Wicaktini, 2014). Dalam inkuiri
terbimbing ini juga terdapat proses-proses mental seperti menyajikan pertanyaan,
atau masalah, membuat hipotesis, merancang percobaan, melakukan percobaan
untuk memperoleh informasi, mengumpulkan dan menganalisis data dan menarik
kesimpulan melalui proses ini dapat membiasakan diri siswa dalam kegiatan
pelajaran yang berpusat pada siswa. Model inkuiri terbimbing juga dapat
meningkatkan keterampilan berpikir kritis karena dalam pembelajarannya terjadi
sebuah proses yang dapat merangsang siswa untuk berpikir kritis.
Sementara itu keterampilan berpikir kritis merupakan kemampuan untuk
memahami suatu permasalahan dan mencari solusi pemecahan masalahnya,
serta selalu berpikiran terbuka terhadap hal-hal baru untuk menemukan solusi
terbaik dari permasalahan yang dihadapi. Pada prinsipnya orang yang mampu
10

berpikir kritis adalah suatu kegiatan yang melalui cara berpikir tentang idea tau
gagasan yang berhubung dengan konsep yang diberikan atau yang dipaparkan.
Berpikir kritis juga dapat dipahami sebagai kegiatan menganalisis idea atau
gagasan ke arah yang lebih spesifik, membedakannya secara tajam, memilih,
mengidentifikasi, mengkaji, dan mengembangkannya kearah yang lebih sempurna
(Susnto, 2013 : 121). Pada anak-anak sekolah dasar, prinsip ini pun berlaku. Kita
dapat menilai apakah mereka sudah melakukan berpikir kritis atau belum dari
perilaku mereka menanggapi informasi. Berikut ini beberapa contoh dari indikan
berpikir kritis berdasarkan media yang digunakan untuk memfasilitasi pada anak-
anak di taman kanak-kanak dan sekolah dasar.
1. Dengan media observasi, anak yang berpikir kritis dapat menemukan dan
mempertanyakan objek-objek yang tidak dipahaminya. Ia juga dapat
menemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan pengetahuan atau pengalaman
yang dimilikinya.
2. Dari media pengandaian, anak dapat mengandaikan dan menemukan
kemungkinan-kemungkinan baru atau lain berdasarkan pengandaiannya.
3. Dari kegiatan menemukan kemungkinan-kemungkinan kegunaan lain dari
benda-benda anak dapat mengemukan berbagai kemungkinan kegunaan dari
sebuah benda.
4. Anak dapat menemukan kekurangan dari gambar.
5. Anak yang berpikir kritis secara konstruktif dapat memberikan komentar-
komentar yang melengkapi sesuatu.
Kemampuan berpikir kritis diajarkan di sekolah melalui cara-cara langsung
dan sistematis. Dengan memunculkan kemampuan-kemampuan berpikir kritis
siswa akan melatih siswa untuk mampu bersikap rasional dan memilih alternatif
pilihan yang terbaik bagi dirinya. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis
akan selalu bertanya pada diri sendiri dalam setiap menghadapi segala persoalan
untuk menentukan yang terbaik bagi dirinya. Demikian juga jika siswa yang
memiliki kemampuan berpikir kritis akan terpatri dalam watak dan kepribadiannya
dan terimplementasi dalam segala aspek kehidupannya (Susanto, 2013).
11

Dari pemaparan mengenai ketrampilan berpikir kritis diatas dapat


berkesinambungan dengan proses yang dilakukan dari model inkuiri terbimbing
dan sesuai dengan hakikat pembelajaran IPA di SD.
Dengan demikian, diduga jika model inkuiri terbimbing diterapkan maka akan
terjadi peningkatan keterampilan berpikir kritis pada siswa untuk konsep sumber
daya alam dalam pembelajaran IPA di kelas IV SD Negeri Gunungsari 1.

Kondisi awal Siswa:


Kemampuan
Kemampuan Berpikir
berpikir kritis
Kritis Siswa Masih Model Pembelajaran
siswa kelas IV
Inkuiri Terbimbing
Rendah.
SDN
Kadubereum 1

H. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah serta rumusan masalah yang telah
dikemukakan di atas, maka penulis dapat mengungkapkan hipotesis
penelitiannya adalah:
1. Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang pembelajarannya
menggunakan inkuiri terbimbing lebih baik dibanding dengan siswa yang
menggunakan pembelajaran konvensional.
2. Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis IPA siswa yang
menggunakan model pembelajarannya inkuiri terbimbing antara kelompok
siswa yang berkategori kemampuan rendah, sedang, dan tinggi.

I. Kajian Teoritik
a) Hakikat Belajar
Banyak pengertian belajar telah dikemukakan oleh para ahli. Salah satu di
antaranya ialah menurut Gagne (Anita, 2009 : 1.3), bahwa belajar adalah suatu
prosess di mana suatu organisme berubah prilakunya sebagai akibat pengalaman.
Dari pengertian belajar tersebut, terdapat tiga atribut pokok (ciri utama) belajar,
yaitu : proses, perubahan, perilaku, dan pengalaman.
12

1. Proses
Belajar adalah proses mental dan emosional atau proses berpikir dan
merasakan. Seseorang dikatakan belajar bila pikiran dan perasaannya atif.
Aktivitas pikiran dan perasaan itu sendiri tidak dapat diamati orang lain,
akan tetapi terasa oleh yang bersangkutan (orang yang belajar itu sendiri).
Guru tidak dapat melihat ativitas pikiran dan perasaan siswa. Yang dapat
diamati guru ialah menifestasinya, yaitu kegiatan siswa sebagai akibat
adanya aktivitas pikiran dan perasaan pada diri siswa tersebut.
2. Perubahan Perilaku
Hasil belajar berupa perubahan perilaku atau tingkah laku. Seseorang
yang belajar akan berubah atau bertambah perilakunya, baik yang berupa
pengetahuan, keterampilan, atau penguasaan nilai-nilai (sikap).
Menurut para ahli psikologi tidak semua perubahan perilaku dapat
digolongkan kedalam hasil belajar. Perubahan perilaku karena kematangan.
Perilaku sebagai hasil belajar ialah perubahan yang dihasilkan dari
pengalaman (interaksi dengan lingkungan), tempat proses mental dan
emosional terjadi.
Perubahan perilaku sebagai hasil belajar dikelompokan ke dalam tiga
ranah (kawasan), yaitu pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik),
dan penguasaan nilai-nilai atau sikap (afektif). Ketiga ranah tersebut didalam
Kurikulum 2004 terkandung dalam rumusan kompetensi.
3. Pengalaman
Belajar adalah mengalami; dalam arti belajar terjadi di dalam interaksi
antara individu dengan lingkungan, bai lingkungan fisik maupun lingkungan
sosial. Contoh lingkungan fisik ialah : buku, alat peraga, dan alam sekitar.
Contoh lingkungan sosial, antara lain guru, siswa, pustakawan, dan kepala
sekolah.
Lingkungan pembelajaran yang baik ialah lingkungan yang memicu dan
menantang siswa belajar. Guru yang mengajar tanpa menggunakan alat
peraga, apalagi dikelas rendah kurang memicu siswa untuk belajar giat.
13

Belajar dapat melalui pengalaman langsung dan melalui pengalaman


tidak langsung. Belajar dengan pengalaman langsung, siswa belajar dengan
melakukan sendiri atau dengan mengalaminya sendiri.
Belajar dengan melauli pengalaman langsung hasilnya akan lebih baik
karena siswa akan lebih memahami, dan lebih menguasai pelajaran tersebut.
Bahkan pelajaran terasa oleh siswa lebih bermakna.
b) Hakikat Model Pembelajaran
Model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai
pedoman dalam melakukan kegiatan. Model dapat dipahami sebagai: 1)suatu
tipe atau desain, 2) suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk
membantu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat dengan langsung diamati;
3) suatu sistem asumsi-asumsi data-data, dan inferensi-inferensi yang dipakai
untuk menggambarkan secara sistematis suatu objek atau peristiwa; 4) suatu
desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja, suatu terjemahan realitas
yang disederhanakan; 5) suatu deskripsi dari suatu sistem yang mungkin atau
imajiner; 6) penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukan
sifat bentuk aslinya Komarudin (Supriyadi, 2012:71).
Model mengajar merupakan sebuah perencanaan pengajaran yang
menggambarkan prose yang ditempuh pada proses belajar mengajar agar dicapai
perubahan spesifik dalam dunia pendidikan, model diartikan sebagai a plan,
method, or series of activities designed to achieves a particular educational goal
J. R. David (Supriyadi, 2012:72). Jadi dengan demikian model pembelajaran
dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian yang didesain
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Ada dua hal yang patut kita cermati dari pengertian diatas. Pertama, model
pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk
penggunaan motode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/ kekuatan dalam
pembelajaran. Ini berarti tujuan penyusunan suatu model baru sampai disusun
pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Kedua,
model disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua
14

keputusan penyusunan model adala pencapaian tujuan. Dengan demikian,


penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan
sumber belajar semuanya diarakan dalam upaya pencapaian tujuan yang jelas
yang dapat diukur keberhasilannya, sebab tujuan adalah rohnya dalam
implementasi suatu model (Supriyadi, 2012:71).

c) Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guaided Inquiry)


a. Model Pembelajaran Inkuiri
Salah satu cara dalam proses belajar mengajar yang menekankan kepada
keterlibatan siswa secara aktif yaitu melalui kegiatan yang berorientasi pada
discovery. Salah satunya adalah dengan menggunakan model pembelajaran
inkuiri. Inkuiri didefinisikan sebagai upaya untuk mencari kebenaran,
informasi dan pengetahuan. Hal ini didasari sifat manusia yang penuh dengan
rasa ingin tahu. Seperti yang diungkapkan oleh Cairin dan sund (Mulyasa
2006:108). Bahwa inkuiri adalah the process of investigating is problem.
Model pembelajaran inkuiri didefinisikan Piaget (Mulyasa, 2006:108)
sebagai pembelajaran yang mempersiapkan situasi bagi peserta didik untuk
melakukan eksperimen sendiri. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik
mampu melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, mencari jawaban atas pertanyaan sendiri,
menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain,
membandingkan apa yang ditemukan sendiri dengan yang ditemukan peserta
didik lain.
Model pembelajaran inkuiri mendorong siswa untuk bertindak sebagai
seorang ilmuan (scientist), karena melakukan ekperimen dan mampu
melakukan proses mental berinkuiri. Hamalik (Yuliastuti :2013) dan Mulyasa
(2006:109) mengungkapkan proses-proses mentaltersebut adalah : (a).
Mengajukan tentang gejala alami, (b). Merumuskan masalah-masalah, (c).
Merumuskan hipotesis, (d). Merancang pendekatan investigative melalui
eksperimen, (e). Melaksanakan ekperimen, (f). Mensintesiskan pengetahuan
15

(g). Memiliki sikap ilmiah antara lain objektif, rasa ingin tahu, keterbukaan,
bertanggung jawab. Proses-proses tersebut disebut discovery cognitive
process.
Melalui model inkuiri siswa secara aktif melakukan kegiatan pembelajaran
dan menggunakan seluruh kemampuan yang dimiliki untuk mencari,
menyelidiki, menemukan konsep, secara sistematis, berpikir kritis, logis.
Dalam proses inkuiri siswa mengolah informasi yang didapat sehingga akan
memperoleh pengetahuan dan keterampilan (Yuliastuti: 2013)..
Sagala (2005 : 87), Hanafiah (2009 : 73), Gulo (2009:77), Gulo (2002 :
93), dan Hamzah (2008 :199) menyatakan bahwa kemampuan yang
diperlukan untuk melaksanakan pembelajaran inkuiri adalah : 1).
Merumuskan masalah dilakukan ketika siswa diberikan permasalahan oleh
guru, 2). Merumuskan hipotesis berupa jawaban sementara suatu
permasalahan yang diberikan guru, 3). Mengumpulkan data merupakan
aktivitas mengumpulkan informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis
yang diajukan, 4). Analisis data merupakan fakta penting yang berupa proses
pemikiran benar atau tidaknya hipotesis, 5). Kesimpulan merupakan proses
mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian
hipotesis (Yuliastuti: 2013). Adapun tahapan dalam pembelajaran model
inkuiri sebagai berikut:
Tabel. 1.1 Tahapan Dalam Pembelajaran Inkuiri
Tahap Perilaku guru Perilaku siswa
1. Menyajikan Guru membagi Membaca
pertanyaan atau siswa dalam permasalahan
masalah kelompok dan secara umum,
membimbing menganalisis
siswa untuk masalah
mengidentifikasi
masalah.
Mendorong siswa Melakukan
aktif berpikir, pengkajian atau
belajar dan investigasi
mencipta serta terhadap
mengeksplorasi. permasalahan,
16

mecipta dan
mengeksplorasi.
2. Membuat Guru memberikan Menentukan
Hipotesis kesempatan hipotesis dari topik
kepada siswa yang dipilih.
untuk melakukan
diskusi untuk
merumuskan
hipotesis terhadap
suatu
permasalahan.
3. Merancang Guru memberikan Menentukan
percobaan kesempatan percobaan yang
kepada siswa akan dilakukan
untuk menentukan sesuai dengan
langkah-langkah topik.
dalam melakukan
suatu percobaan.
4. Melakukan Guru Melakukan
percobaan membimbing percobaan sesuai
untuk siswa dalam topic atau
memperoleh melakukan suatu permasalahan yang
informasi percobaan. dipilih.
5. Mengumpulkan Guru memberikan Mengembangkan
dan kesempatan hipotesis,
menganalisis kepada masing- mengembangkan
data. masing kelompok kesimpulan
untuk sementara.
menyampaikan
hasil dari
pengolahan data.
6. Membuat Guru Menetapkan
kesimpulan membimbing kesimpulan yang
siswa untuk tepat sesuai dengan
membuat topik atau masalah
kesimpulan yang dipilih.
Sumber :Trianto, 2009 : 172 & Wena, 2009 : 69-70 (Yuliastuti : 2013)
Dalam pembelajaran inkuiri siswa dapat menemukan bagian inti dari kegiatan
pembelajaran yang dilakukan. Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki siswa
tersebut diharapkan bukan hanya hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi
juga hasil dari menemukan sendiri Sagala (Yuliastuti :2013).
17

Sund and Trowbidge (Mulyasa, 2006 :109) mengemukakan ada tiga macam
model inkuiri sebagai berikut:
1. Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry)
Pembelajaran inkuiri terbimbing (guaided inquiry) guru tidak melepas begitu
saja kegiatan-kegiatan yang dilakuakan oleh siswa dalam melakukan kegiatan-
kegiatan sehingga kegiatan yang dilakukan dapat terarah oleh sebab itu guru
harus memiliki kemampuan mengelola kelas yang baik (Yuliastuti :2013)..
Inkuiri terbimbing (guaided inquiri) biasanya digunakan terutama bagi siswa-
siswi tahap yang belum berpengalaman belajar dengan menggunakan inkuiri.
Pada tahap awal pegajaran diberikan bimbingan lebih banyak yaitu berupa
pertanyaan-pertanyaan pengarah agar siswa mampu menemukan sendiri arah dan
tindakan –tindakan yang harus dilakukan untuk memecahkan masalah yang
diberikan guru. Dalam kegiatan pembelajaran guru menetapkan jenis
penyelidikan yang akan dilakukan siswa dan memberikan bimbingan secara aktif
kepada siswa dalam mengumpulkan data, analisis, dan mengambil kesimpulan.
Selain itu, siswa melakukan langkah-langkah percobaan. Oleh karena itu, inkuiri
terbimbing (guaided inquiry) berpusat pada siswa karena guru hanya bertindak
sebagai pembimbing dalam proses pembelajaran Mulyasa, 2006 : 109 dan Jauhar,
2011 : 69 (Yuliastuti :2013).
2. Inkuiri Bebas (Free inqury)
Pada inkuiri bebas (free inquiry) peserta didik melakukan penelitian sendiri
bagaikan seorang ilmuan, antara lain mengidentifikasi, merumuskan, menentukan
permasalahan, dan mencari permasalahannya sehingga diperoleh kesimpulan.
Dalam pembelajaran inkuiri bebas (free inqury) guru hanya berperan sebagai
fasilitator dan pengarah saja, melakukan hipotesis an merancang sendiri
percobaan Hanafiah, 2009 :77 dan Jauhar, 2011 : 73 (Yuliastuti :2013).
Dalam inkuiri bebas, siswa harus dapat mengidentifikasi dan merumuskan
berbagai topik permaslahan yang hendak diselidiki. Untuk itu siswa diberikan
motivasi untuk melatih keterampilan berpikir kritis seperti mencari informasi,
menganalisis argument dan data, membangun dan mensistesis ide-ide baru,
18

memanfaatkan ide-ide awalnya untuk memecahkan masalah serta


menggeneralisasikan data. Guru bereran mengarahkan siswa untuk membuat
kesimpulan yang menjadikan kegiatan belajar lebih menyerupai kegiatan
penelitian seperti yang biasa dilakukan para ahli Mulyasa, 2006 :109 (Yuliastuti :
2013).
3. Inkuiri Bebas Yang Dimodifikasi (Modiefied Free Inquiry)
Pada inkuiri ini guru memberikan permasalahan yang didasakan teori yang
sudah dipahami siswa. Tujuannya untuk melakukan penyelidikan dalam rangka
membuktikan kebenarannya. Peserta didik diminta untuk memecahkan
permasalahan tersebut melalui pengamatan, eksplorasi dan prosedur penelitian
Hanafiah, 2009:77 (Yuliastuti :2013).

b. Keunggulan Inkuiri
Mengajar dengan menggunakan model inkuiri memiliki keuntungan.
Beberapa keunggulannya adalah : 1). Membantu peserta didik untuk
mengembangkan bakat atau kecakapan individu, kesiapan, serta penguasaan
keterampilan dalam proses kognitif, 2). Peserta didik memperoleh pengetahuan
secara individual sehingga dapat membentuk “self concept” pada diri siswa
sehingga siswa dappat mengerti dan dapat diingat dalam pikirannya tentang
konsep suatu materi, 3). Dapat membangkitkan motivasi dan gairah belajar
peserta didik untuk belajar giat lagi, 4). Memberikan peluang untuk berkembang
dan maju sesuai dengan kemampuan dan minat masing-masing, 5). Memperkuat
dan menambah kepercayaan diri sendiri dengan proses menemukan sendiri
karena pembelajaran berpusat pada peserta didik dengan peran guru yang sangat
terbatas Hanafiah (Yuliastuti :2013).
Roestiyah (Yuliastuti: 2013)menambahkan keuntungan lain yaitu : (1).
Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas dasar inisiatif sendiri, bersikap
objektif, jujur, dan terbuka sehingga memberikan kebebasan kepada siswa untuk
belajar sendiri, (2). Siswa terhindar dari cara belajar yang tradisional, (3). Situasi
proses belajar mengajar menjadi lebih merangsang siswa untuk memperoleh
19

informasi, dan (4). Dapat membrikan waktu kepada siswa sehingga dapat
mengasimilasi dan mengakomodasi informasi yang didapat. Dengan
pembelajaran model inkuiri siswa dapat mengkontruksi pemahaman dan
pemikirannya sendiri dengan cara menggali atau menemukan pengetahuan baru.
Dengan pengetahuan baru yang ada, siswa dapat membangun konsep
berdasarkan apa yang diperolehnya melalui interaksi langsung dengan
lingkungannya.

c. Kelemahan Inkuiri
Selain memiliki keunggulan dalam melakukan proses belajar mengajar
dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terdapat beberapa kelemahan
antara lain : (1) siswa harus memiliki kesiapan dan kematangan mental, siswa
harus berani dan memiliki keinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya
dengan baik. (2) keadaan kelas yang jumlahnya gemuk maka penggunaan model
ini tidak akan mencapai hasil yang memuaskan, (3) guru dan siswa sudah sangat
terbiasa dengan PBM gaya lama maka model inkuiri akan mengecewakan
Hanafiah,2009 : 79 (Yuliastuti :2013).

d) Kemampuan Berpikir Kritis


Berpikir kritis tidak terlepas dari aktivitas manusia, karena berpikir
merupakan ciri yang membedakan antara manusia dengan makhluk hidup
lainnya. Berpikir pada umumnya didefinisikan sebagai proses mental yang dapat
menghasilkan pengetahuan. Kemampuan berpikir dikelompokan menjadi
keterampilan berpikir dasar dan keterampilan tinggi. Berpikir ternyata mampu
mempersiapkan peserta didik berpikir pada berbagai disiplin serta dapat dipakai
untuk pemenuhan kebutuhan intelektual dan pengembangan potensi peserta didik
(Susanto, 2013 : 121).
Berpikir kritis adalah suatu kegiatan melalui cara berpikir tentang idea tau
gagasan yang berhubung dengan konsep yang diberikan atau masalah yang
dipaparkan. Berpikir kritis juga dapat dipahami sebagai kegiatan menganalisis
20

idea atau gagasan ke arah yang lebih spesifik, membedakannya secara tajam,
memilih, mengidentifikasi, mengkaji, dan mengembangkannya kea rah yang
lebih sempurna. Berpikir kritis berkaitan dengan asumsi bahwa berpikir
merupakan potensi yang ada pada manusia yang perlu dikembangkan untuk
kemampuan yang optimal (Susanto, 2013 : 121).
Menurut Ennis (Susanto, 2013 : 121)., berpikir kritis adalah suatu berpikir
dengan tujuan membuat keputusan masuk akal tentang apa yang diyakini atau
dilakukan. Berpikir kritis merupakan kemampuan menggunakan logika. Logika
merupakan cara berpikir untuk mendapatkan pengetahuan yang disertai
pengkajian kebernaran berdasarkan pola penalaran tertentu. selanjutnya, Ennis
menyebutkan ada enam unsure dasar dalam berpikir kritis, yang disingkat dengan
FRISCO, yaitu Focus (focus), Reason (alasan), Inference (menyimpulkan),
Situation (situasi), Clarity (kejelasan), dan Overview (pandangan menyeluruh).
Menurut Halpen (1966), berpikir kritis adalah memeberdayakan keterampilan
atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setela
menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran.
Berpikir kritis merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam
rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai
kemungkinan, dan membuat keputusan. Berpikir kritis juga bisa disebut direted
tinking, sebab berpikir langsung kepada focus yang akan dituju.
Pendapat senada dikemukakan juga oleh Anggelo (Susanto, 2013 : 122)
bahwa berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang
tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, menyintesis, mengenal
permasalahan dan pemecahanny, menyimpulka, dan mengevaluasi.
Menurut Tapilouw (Susanto, 2013 : 122).berpikir kritis merupakan cara
berpikir disiplin dan dikendalikan oleh kesadaran. Cara berpikir ini mengikuti
alur logis dan rambu-rambu pemikiran yang sesuai dengan fakta atau teori yang
diketaui. Tipe berpikir ini mencerminkan pikiran yang terarah.
Berpikir kritis dapat diinterprstasikan dalam berbagai cara. Fister (Susanto,
2013 : 123) misalnya, mengemukakan bahwa proses berpikir kritis adalah
21

menjelaskan bagaimana bertanya, kapan bertanya, dan apa metode penalaran


yang dipakai. Seorang siswa hanya dapat berpikir kritiis atau bernalar sampai
sejauh ia mampu menguji pengalamannya, mengevaluasi pengetahuan, ide-ide,
dan mempertimbangkan argument sebelum mencapai suatu justifikasi yang
seimbang. Menjadi seorang pemikir seperti keinginan untuk bernalar, keinginan
untuk ditantang, dan hasrat untuk mencari kebenaran.
Pada prinsipnya, orang yang mampu berpikir kritis adalah orang yang tidak
begitu saja menerima atau menolak sesuatu. Mereka akan mencermati,
menganalisis, dan mengevaluasi menolak informasi. Jika belum memiliki cukup
pemahaman, maka mereka juga mungkin menangguhkan keputusan mereka
menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan
gagasan, pemecahan masalah, dan mengatasi masalah serta kekurangannya.
Baron dan Sternberg (Susanto, 2013 : 123) mengemukakan lima kunci dalam
berpikir kritis, yaitu: praktis, reflektif, masuk akal, dalam berpikir dasar dan
kompleks. Berpikir dasar merupakan gambaran dari proses berpikir rasional yang
mengandung sejumlah langkah dari sederhana menuju yang kompleks. Aktivitas
berpikir rasional, meliputi mengafal, membayangkan, mengelompokan,
menggeneralisasikan, membandingkan, mengevaluasi, menganalisis, mensintesis,
mendedukasi, dan menyimpulkan.
Fisher (Susanto, 2013 : 121).membagi strategi berpikir kritis kedalam tiga
jenis, yaitu stategi afektif, kemampuan makro, dan keterampilan mikro. Ketiga
jenis strategi ini satu sama lain saling berkaitan. Pertama, strategi afektif,
bertujuan untuk meningkatkan meningkatkan berpikir independen dengan sikap
menguasai atau percaya diri; misalnya, saya dapat mengerjakannya sendiri. Siswa
harus didorong untuk mengembangkan kebiasaan self questisioning seperti: apa
yang saya yakini? Bagaimana saya dapat meyakininya? Apakah saya benar-benar
menerima keyakinan ini? Untuk mencapainya, siswa perlu suatu pendamping
yang mengarahkan pada saat mengalami kebuntuan, memberikan motivasi pada
saat mengalami kejenuhan dan sebaginya, misalnya guru.
22

Kedua, kemampuan makro adalah proses yang terlibat dalam berpikir,


mengorganisasikan keterampilan dasar yang terpisah pada saat urutan yang
diperluas dari pikiran, tujuannya tidak untuk menghasilkan suatu keterampilan-
keterampilan yang saling terpisah, tetapi terpadu dan mampu berpikir
komperhensif.
Ketiga keterampilan mikro adalah keterampilan yang menekankan pada
kemampuan global. Guru dalam melakukan pembelajaran harus memfasilitasi
siswa dalam mengembangkan proses berpikir kritis, melakukan tindakan yang
mereflesikan kemampuan, dan diposisi seperti yang direkomendasikan.
Klasifikasi berpikir kritis menurut Ennis dibagi kedalam dua bagian, yaitu
aspek umum dan aspek yang berkaitan dengan materi pelajaran. Pertama yang
berkaitan dengan aspek umum, terdiri atas:
1. Aspek kemampuan (abelities), yang meliputi: (a) memfokuskan pada suatu
isu spesifik; (b) menyimpan maksud utama dalam pikiran; (c)mengklasifikasi
dengan pertanyaan-pertanyan; (d) menjelaskan pertanyaan-pertanyaan; (e)
memerhatikan pendapat siswa, baik salah amupun benar, dan
mendiskusikannnya; (f) mengkoneksikan pengetahuan sebelumnya dengan
yang baru ; (g) secara tepat menggunakan pernyataan dan symbol ;(h)
menyediakan informasi dalam suatu cara yang sistematis, menekankan pada
urutan logis, dan ; (i) kekonsistenan dalam pertanyaan-pertanyaan (Susanto,
2013 : 124).
2. Aspek disposisi (dispotion), yang meliputi : (a) menekankan kebutuhan untuk
mengidentifikasikan tujuan dan apa yang harus dikerjakan sebelum menjawab;
(b) meneankan kebutuhan untuk mengidentifikasikan informasi yang
diberikan sebelum menjawab ; (c) memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mencari informasi yang diperlukan ; (d) memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menguji solusi yang diperoleh ; dan (e) memeberikan
kesempatan kepada siswa ; (f) untuk mempresentasikan informasi dengan
menggunakan tabel, grafik, dan lain-lain (Susanto, 2013 : 125).
23

kedua aspek yang berkaitan dengan materi pelajaran, meliputi : konsep,


generalisasi, dan algoritme serta pemecahan masalah. Berikut ini merupakan
indikator-indikator dari masing-masing aspek berpikir kritis yang berkaitan
dengan materi pelajaran, yaitu :
1. Memberikan penjelasan sederhana yang meliputi ; (a) memfokuskan
pertanyaan ;(b) menganalisis pertanyaan; dan (c) bertanya dan menjawab
tentang suatu penjelasan dan atau tantangan.
2. Membangun keterampilan dasar, yang meliputi; (a).
mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya ; (b). mengamati dan
mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi.
3. Menyimpulkan, yang meliputi ; (a). mendeduksi dan mempertimbangkan
hasil deduksi ;(b). menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi ;
(c). membuat dan menentukan nilai pertimbangan.
4. Memberikan kejelasan lanjut yang meliputi ; (a). mendefinisikan istilah
dan pertimbangan istilah dan pertimbangan definisi dalam tiga dimensi ;
(b). mengidentifikasi konsumsi.
5. Mengatur strategi dan taktik, yang meliputi ; (a). menentukan tindakan
(b). berinteraksi dengan orang lain.
untuk mengajarkan atau melatih siswa agar mampu berpikir kritis harus
ditempuh melalui beberapa tahapan. Tahapan-tahapan ini sebagaimana
dikeumukakan oleh Arief (Susanto, 2013 : 129)yaitu :
1. Keterampilan menganalisis yaitu suatu keterampilan menguraikan
sebuah struktur kedalam komponen-komponen agar mengetahui
pengorganisasian struktur tersebut. kata-kata oprasional yang
mengindikasikan keterampilan berpikir analisis, diantaranya :
menguraikan, mengidentifikasi, menggambarkan, menghubungkan,
dan merinci.
2. Keterampilan menyintensis, yaitu ketrampilan yang
menggabungkan bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau
susunan yang baru. pertanyaan sintesis menuntut pembaca untuk
24

menyatu padukan semua informasi yang diperoleh dari materi


bacaannya, sehingga dapat menciptakan ide-ide baru yang tidak
dinyatakan secara eksplisit didalam bacaannya.
3. Keterampilan mengenal dan memecahkan masalah, merupakan
keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa pengertian baru.
keterampilan ini bertujuan agar pembaca mampu memahami dan
menerapkan konsep-konsep kedalam permasalahan atau ruang
lingkup.
4. Keterampilan menyimpulkan, yaitu kegiatan akal pikiran manusia
berdasarkan pengertian atau pengetahuan yang dimilikinya, dapat
beranjak mencapai pengertian atau pengetahuan ( kebenaran) baru
yang lain.
5. Keterampilan mengevaluasi atau menilai. Keterampilan ini
menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan nilai sesuatu
dengan berbagai criteria yang ada. Ketrampilan menilai menghendaki
pembaca agar memberikan penilaian tentang nilai yang diukur dengan
menggunakan standar tertentu.

e) Pembelajaran IPA
Ilmu Pengetahuan Alam adalah sebagai suatu sistem dalam mempelajari alam
melaului pengumpulan data dengan cara observasi dan percobaan yang terkendali.
Setelah data dikumpulkan baru dapat dikemukakan teori yang lebih jauh untuk
menjelaskan apa yang telah diteliti. Ilmu Pengetahuan Alam sebagai produk tidak
lepas dari hakikatnya sebagai proses. IPA sebagai produk adalah fakta-fakta,
konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori. Ilmu Pengetahuan Alam sebagai
proses adalah memahami bagaimana pengumpulan fakta-fakta untuk
menginterprestasikannya (Supriyadi, 2012: 200).
Mata pelajaran IPA di SD bertujuan agar siswa memiliki kemampuan untuk
mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, mengembangkan
25

keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan


membuat keputusan serta mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan
kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA,
lingkungan, teknologi dan masyarakat. Adapun tujuan mata pelajaran IPA
direalisasikan melalui pembelajaran IPA (Supriyadi, 2012: 200).
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Depdiknas, 2006) tujuan
pembelajaran IPA meliputi: mengembangkan pemahaman tentang berbagai
macam gejala alam, konsep dan prinsip sains yang bermanfaat dan dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, melakukan kerja ilmiah untuk
membentuk sikap ilmiah, meningkatkan kesadaran menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, meningkatkan pengetahuan,
konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi.
Hal tersebut menegaskan bahwa pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan
berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang
lebih mendalam tentang alam sekitar. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan
secara inkuiri untuk menumbuhkan sikap ilmiah, bekerja dan
mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup serta
menumbuhkan kemampuan berpikir kritis.

f) Pembelajaran IPA Berbasis Inkuiri


Pembelajaran inkuiri menekankan pada semua pendidik agar menerapkan
kegiatan pembelajaran yang menekankan dalam pemahaman materi
pembelajaran. Mendidik seyogyanya memahami bahwa inkuiri menjadi inti dari
inti pembelajaran sains, yang oleh Alberta (Susanto, 2013 : 121).disebut sebagai :
… the essence of scientific interprise, and inquiry as a strategy for teaching and
learning. Pemahaman bahwa inkuiri sebagai inti pemebelajaran sains adalah
bahwa inkuiri memiliki sintaks dimana siswa memiliki kemampuan menarik
kesimpulan sebagai suatu hasil dari berbagai jurusan penyeledidikan sederhana
dalam pemeblajaran sains. Proses pembelajaran inkuiri yang diawali dengan
26

pertanyaan dapat menumbuhkan keingintahuan siswa dalam melihat fenomena


alam.
Secara umum, inkuiri merupakan proses yang bervariasi dan meliputi
kegiatan yang mengobservasi, merumuskan pertanyaan yang relevan,
mengevaluasi buku dari sumber-sumber informasi lain secara kritis,
merencanakan penyelidikan atau investigasi, mereview apa yang telah diketahui,
pelaksanaan percobaan atau eksperimen dengan menggunakan alat untuk
memperoleh data, menganalisis dan menginterpretasikan data, serta membuat
prediksi dan mengkomunkasikan hasilnya (Susanto :2013).
Susanto (2013) Tujuan utama pembelajaran berbasis inkuiri menurut
National Research Council (NNC, 2000) sebagai berikut:
1. Mengembangkan keinginan dan motivasi siswa untuk memperlajari prinsip
dan konsep sains.
2. Mengembangkan ketrampilan ilmiah siswa sehingga mampu bekerja seperti
layaknya ilmuan.
3. Membiasakan siswa bekerja keras untuk memperoleh pengetahuan.
Tujuan diatas dapat dicapai dengan mengikuti sintaks yang ada dalam
pembelajaran inkuiri.

J. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen
semu (quasi experimental), yaitu metode eksperimen yang mendekati
percobaan sungguhan dimana tidak memungkinkan untuk mengontrol semua
variabel yang relevan. Desain penelitian yang digunakan adalah Randomized
Subjects, Pretest-Post test Control Group Design (Subjek Random Desain
Pretes – Postes Grup) dengan pola sebagai berikut :
27

Tabel 1.2
Desain penelitian
Grup Pretest Perlakuan Post Test
Eksperimen Y1 X1 Y2
kontrol Y1 - Y2
Sumber : Sukardi (Alamsyah:2012)
Keterangan :
Y1 : Pretest (Tes-Awal)
Y2 : Post test (Tes-Akhir)
X1 : Perlakuan Pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing
- : Pembelajaran Konvensioa

2. Populasi dan Sampel


a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV semester II
SD Negeri Gunungsari 1, Tahun Pelajaran 2016/2017.
b. Sampel
Penentuan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik cluster
random sampling, karena metode penelitian yang digunakan adalah metode
kuasi eksperimen. Dalam teknik cluster random sampling, sampel yang
dipilih bukanlah individu-individu melainkan sekelompok individu yang
secara alami berada dalam satu tempat bersama-sama Furchan (Alamsyah :
2012). Sehingga random yang dimaksud adalah pengacakan yang
ditujukan untuk memilih sampel berdasarkan kelas yang telah ada di tempat
penelitian.

3. Teknik Pengumpulan Data


Dalam melaksanakan suatu penelitian biasanya digunakan lebih dari satu
teknik pengumpulan data agar kelemahan yang satu dapat ditutup dengan
kebaikan yang lain. Namun apabila memang satu teknik dipandang dapat
mencukupi, maka teknik lain tidak peril digunakan. Pada intinya bahwa
28

teknik pengumpulan data tersebut benar-benar mendapatkan data yang valid


dan reliabel.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam melaksanakan
penelitian eksperimen semu ini adalah teknik tes dan non tes.
a. Teknik Tes
Tes adalah pemberian sejumlah pertanyaan yang jawabannya dapat
benar atau salah. Dalam penelitian ini, teknik tes digunakan untuk
mendapatkan data yang bersifat kuantitatif yaitu nilai hasil peningkatan
kemampuan berpikir kritis siswa. Teknik tes dilakukan untuk
memperoleh data nilai-nilai siswa berupa angka yang akan dilaksanakan
pada awal dan akhir pembelajaran pada kedua kelompok sampel, yaitu
pada kelas eksperimen yang pada pembelajarannya diterapkan model
inkuiri terbimbing dan pada kelas kontrol yang pembelajarannya
diterapkan model pembelajaran konvensional. Tes kemampuan berpikir
kritis yang diberikan terdiri dari 10 butir soal berbentuk pilihan ganda
dan 5 butir soal berbentuk uraian dengan pokok bahasan Sumber Daya
Alam Dengan teknologi yang Digunakan pada masing-masing tes awal
dan tes akhir.
b. Teknik Non Tes
Teknik nontes merupakan prosedur yang dilalui untuk memperoleh
gambaran mengenai karakteristik minat, sikap dan kepribadian. Teknik
nontes digunakan untuk memperoleh data yang bersifat kualitatif yang
dilakukan melalui observasi untuk mengukur variabel berupa skala sikap
selama pembelajaran berlangsung.

4. Instrumen dan Analisis Instrumen Penelitian


a. Instrumen Tes
Dalam penelitian ini instrumen tes digunakan untuk memperoleh data
kuantitatif kemampuan berpikir kritis siswa. Soal tes yang digunakan terdiri
dari 12 soal, diantaranya 10 soal pilihan ganda dan 5 soal uraian. Setiap soal
29

dibuat untuk menguji kemampuan siswa berdasarkan indukator kemampuan


berpikir kritis terkait materi sumber daya alam hayati denga teknologi yang
digunakan. Soal tes dipergunakan dua kali, yaitu pada saat tes awal dan pada
saat tes akhir.
a) Validitas Instrumen
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan
atau ketetapan suatu instrumen yang digunakan. Suatu instrumen
dikatakan mempunyai validitas tinggi jika instrumen yang digunakan
dapat mengukur apa yang ingin diukur (Sugiyono, 2015: 173). Dalam
penelitian ini yang diukur adalah tingkat kemampuan berpikir kreatif
siswa pada mata pelajaran IPA. Uji validitas instrumen dilakukan
dengan menggunakan rumus korelasi product moment
r xy =N ∑ XY −¿ ¿ ¿

Keterangan:
rxy : Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y
N : Jumlah responden
X : Skor item soal
Y : Jumlah skor total
ΣXY : Jumlah perkalian X dan Y
b) Reliabilitas Instrumen
Reabilitas digunakan untuk menunjukkan sejauh mana instrumen
dapat dipercaya dalam penelitian. Bentuk soal tes yang digunakan pada
penelitian ini adalah soal tes uraian, karena itu untuk menperoleh
koefisien reliabilitas (11) digunakan rumus Alpha yang dirumuskan
sebagai berikut:
r n
2

( n−1
11= )(1− ss ti )
2

Keterangan:
30

r11 = Koefisien reliabilitas alat evaluasi


𝑛 = Banyaknya butir soal.
S2i = Jumlah varians skor tiap soal.
S2t = Varians skor total.
Koefisien reliabilitas yang telah dihitung memiliki interpretasi
yang berbeda-beda. Menurut Suherman (1990:177), koefisien
reliabilitas diinterpretasikan seperti yang terlihat pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2 Kriteria Reliabilitas

Kriteria
r11≤ 0,20 sangat rendah
0,20 < r11 ≤ 0,40 Rendah
0,40 < r11≤ 0,60 Sedang
0,60 < r11≤ 0,80 Tinggi
0,80 < r11≤ 1,00 sangat tinggi

c) Uji Taraf Kesukaran Butir Soal


Taraf kesukaran untuk setiap butir soal menunjukan apakah butir
soal tersebut tergolong sukar, sedang atau mudah. Soal yang baik adalah
soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. untuk mengetahui
tingkat kesukaran butir soal pilihan ganda digunakan rumus :
B
P=
JS
Keterangan:
P : tingkat kesukaran
B : banyaknya peserta didik yang menjawab soal dengan benar
JS: jumlah seluruh peserta didik yang ikut tes
Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Soal dengan P = 0,00 adalah soal terlalu sukar;
Soal dengan 0,00 < P ≤ 0,30 adalah soal sukar;
31

Soal dengan 0,30 < P ≤ 0,70 adalah soal sedang;


Soal dengan 0,70 < P ≤ 1,00 adalah soal mudah; dan
Soal dengan P = 1,00 adalah soal terlalu mudah.

Untuk menghitung taraf kesukaran tiap butir soal berbentuk uraian


digunakan rumus :
ΣX
p=
N . Sm
Keterangan :
p : proporsi menjawab benar atau tingkat kesukaran
ΣX : banyaknya peserta tes yang menjawab benar
N : jumlah peserta tes
Sm : skor maksimal
d) Daya Pembeda
Daya pembeda dari sebuah soal menyatakan seberapa jauh
kemampuan butir soal tersebut membedakan antara siswa yang
berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah.
Untuk mengetahui daya pembeda tiap butir soal digunakan rumus:
BA BB
D ¿ P= − =P A −PB
J A JB
Keterangan:
Dp :indeks daya pembeda suatu butir soal
BA :banyaknya siswa kelompok atas yang menjawab benar
BB :banyaknya siswa kelompok bawah yang menjawab benar
JA :banyaknya siswa pada kelompok atas
JB :banyaknya siswa pada kelompok bawah
PA :tingkat kesukaran kelompok atas
PB :tingkat kesukaran kelompok bawah
Tolakukur untuk menginterpretasikan daya pembeda tiap butir soal
digunakan criteria sebagai berikut:
32

Tabel 1.3
Daya Kriteria
pembeda (DP)
DP = 0,00 Sangat jelak
0,00 < DP ≤ Jelek
0,20
0,20 < DP ≤ Agak baik
0,40
0,40< DP ≤ Baik
0,70
0,70 < DP ≤ Sangat baik
1,00

b. Instrumen Non tes


Instrument nontes yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket
kemampuan berpikir kritis yang diberikan kepada siswa yang mengikuti
pembelajaran inkuiri terbimbing dan pembelajaran konvensional sebelum
mendapat perlakuan dan setelah mendapat perlakuan.
Untuk mengukur kemamppuan berpikir kritis siswa pada penelitian ini
menggunakan skala Likert yang terdiri dari empat pilihan jawaban, yaitu
sangat setuju (SS), setuju (S), dan sangat tidak setuju (STS). Skala berpikir
kritis mengguanakan hasil pengisisan skala berpikir kritis sebelum dan
sesudah pembelajaran dengan 26 responden pada kelas kontrol dan 25
responden pada kelas eksperimen.
Skala berpikir kritis dalam penelitian ini berdasarkan pada empat aspek
pengukuran berpikir kritis yaitu keyakinan kemampuan diri, optimis,
objektif, bertanggung jawab dan rasional dan reaistik.

Adapun indikator dari masing-masing aspek pengukuran berpikir kritis


ditunjukkan seperti pada tabel dibawal ini.
Tabel 1.4
No Aspek Indikator
33

1 Memberikan Kemampuan siswa


untuk:
. penjelasan sederhana
(a)Memfokuskan
pertanyaan.
(b)Menganalisis
pertanyaan.
(c)Bertanya dan
menjawab tentang
suatu penjelasan dan
atau tantangan.

2 Membangun Kemampuan siswa


untuk:
. keterampilan dasar
(a) mempertimbangkan
apakah sumber dapat
dipercaya
(b) mengamati dan
mempertimbangkan
suatu laporan hasil
observasi.
3 Menyimpulkan Kemampuan siswa
untuk:
(a) mendeduksi dan
mempertimbangkan
hasil deduksi
(b) menginduksi dan
mempertimbangkan
hasil induksi
(c) membuat dan
menentukan nilai
pertimbangan.
4 Memberikan kejelasan Kemampuan siswa
untuk:
. lanjut
(a) mendefinisikan
istilah dan
pertimbangan istilah
dan pertimbangan
definisi dalam tiga
dimensi
(b) mengidentifikasi
konsumsi.
5 Mengatur strategi dan Kemampuan siswa
untuk:
. taktik
(a) menentukan
34

tindakan
(b) berinteraksi dengan
orang lain.

Diadaptasi dari Ennis (Susanto :2013)

Berpikir kritis siswa tentang pembelajaran IPA adalah skor total


diperoleh siswa setelah memilih pernyataan yang ada pada skala berpikir
kritis yang mengukur kemampuan dirinya dan pandangannya terhadap IPA,
membandingkan kemampuan yang dimilikinya dengan orang lain,
mengidentifikasi kemampuan, kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya
dalam IPA (Susanto :2013).
Prosedur penghitungan skor skala berpikir kritis untuk setiap nomor
adalah:
1. Menghitung frekuensi masing-masing kategori tiap butir pernyataan,
2. Menentukan proporsi masing-masing kategori,
3. Menghitung besarnya proporsi kumulatif,
1
4. Menghitung nilai dari pktengah = p + pkb, dimana pkb = proporsi
2
kumulatif dalam kategori sebelah kiri,
5. Mencari dalam tabel distribusi normal standar bilangan baku (z) yang
sesuai dengan pktengah,
6. Menjumlahkan nilai z dengan suatu konstanta k sehingga diperoleh
nilai terkecil dari z + k = 1 untuk suatu kategori pada setiap
pertanyaan, dan
7. Membulatkan hasil penjumlahan pada langkah 6.
Hasil pembulatan ini merupakn skor untuk masing-masing kategori
tiap butir pernyataan angket berpikir kritis.
5. Teknik Analisis Data
35

Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data yang berasal
dari data kuantitatif. Data kuantitatif yang akan dianalisis berupa data pretest,
data posttest dan gain.
a. Pretest
Pretest adalah tes yang diberikan sebelum diberikannya pembelajaran
dimulai dan bertujuan untuk mengetahui sampai dimana penguasaan
siswa terhadap bahan pembelajaran yang akan diajarkan sebelum
diberikannya perlakuan yang berbeda.
b. Post test
Posttest adalah tes yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan akhir
siswa setelah perlakuan diberikan pada pembelajaran.
c. Gain
Setelah pretest dan post test dilaksanakan maka langkah selanjutnya
yang dilakukan adalah menghitung gain (peningkatan) kemampuan
penalaran matematik siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Data
gain diperoleh dengan cara membandingkan hasil post test dengan
hasil pretest. Penghitungan gain bertujuan untuk membandingkan
manakah pembelajaran yang lebih baik antara pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
pembelajaran konvensional dalam pengaruhnya terhadap kemampuan
berpikir kritis siswa. Gain yang digunakan untuk menghitung
peningkatan kemampuan berpikir kritis IPA siswa adalah gain
ternormalisasi.
Menurut Melzer (Noer, 2010:105) besarnya peningkatan dihitung
dengan rumus gain ternormalisasi, yaitu:

posttes score− pretest score


g= maximum possible score− pretest scor
Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan klasifikasi
seperti berikut:
36

Tabel 1.5
Indeks Gain (g) Kriteria
g > 0,7 Tinggi
0,3 < g ≤ 0,7 Sedang
G ≤ 0,3 Rendah

a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel yang
diteliti berasal dari distribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini,
pengujian normalitas menggunakan uji Chi-kuadrat, adapun prosedur
pengujian adalah sebagai berikut:
1) Menentukan Hipotesis
H0 = Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1= Data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi
normal
2) Menentukan rata-rata
3) Menentukan standar devisi
4) Menentukan daftar frekuensi observasi dan frekuensi
a) Rumus banyak kelas interval (aturan Struges):
K = 1 + 3,3 log (n, dengan n = banyaknya subjek
b) Rentang (R) = skor terbesar – skor terkecil
rentang R
c) Panjang kelas interval (P) = =
banyak kelas K
5) Mencari X2 hitung dengan menggunakan rumus:
Oi−Ei 2
X2 = ∑ Ei
Keterangan:
X2 = harga chi-kuadrat
Oi = frekuensi observasi
Ei = frekuensi ekspektasi
6) Mencari X2 tabel dengan derajat kebebasan (dk) = banyak kelas (k) –
3 dan taraf kepercayaan 95 % serta taraf signifikansi α = 5%
37

7) Kriteria pengujian:
Setelah diperoleh harga X2 hitung, maka selanjutnya dilakukan
pengujian normalitas dengan membandingkan X2 hitung dengan X2
tabel.
a) Terima H0 jika X2hitung ≤ X2tabel makaH1 ditolak
b) Tolak H0 jika X2tabel, maka H1 diterima

b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah masingmasing
data yang diperoleh dari kedua kelompok memiliki variansi yang
sama atau berbeda. Data yang diuji adalah data pretest, post testdan
gain. Uji homogenitas ini menggunakan uji-F dengan rumus
Sudjana (Alamsyah : 2012) : Perhitungan homogenitas dapat
dilakukan dengan berbagai cara dan metode. Beberapa yang cukup
popular dan sering digunakan oleh penulis adalah :
f hitung = Varians terbesar
Varians terkecil

K. Jadwal Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas IV SD Negeri Gunungsari 1 Tepatnya Kp.
Pasir buah kec. Gunungsari Kabupaten Serang-Banten.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil dengan lama penelitian 1
bulan, terhitung dari penelitian pendahuluan hingga penyusunan penelitian ini
selesai. Adapun jadwal penelitian yang dilaksanakan pada 4 Maret 2016 di kelas
IV SD Negeri Gunungsari 1.
38

DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, Trian Pamungkas. Strategi Pembelajaran React (Relating Experiencing
Applying Cooperating Transfering) Terhadap Peningkatan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMP. FKIP Untirta: FKIP Untirta.
Anitah, Sri, dkk. 2009. Strategi Pembelajaran SD. Jakarta: Universtas Terbuka.
39

Budiartini , Ni L. Orin. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Inquiri Terbimbing


Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis IPA Siswa Kelas V Di SD 7 Datah.
Jurnal (Diakses pada tanggal 13 Maret 2016).
Dimyati & Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta, Jakarta:
ix+289
Gusmentari, Selly. 2014. Sikap Ilmiah Siswa Kelas Ivc Dalam Pembelajaran IPA Di
SD Muhammadiyah Condongcatur. Skripsi. Jurusan Pendidikan Guru Sekolah
Dasar: Universitas Negeri Yogyakarta. (diakses pada tanggal 20 Maret 2016).
Herdian. 2010. Model Pembelajaran Inkuiri. Terdapat pada https: // herdy 07.
wordpress. Com /2010/05/27/model-pembelajaran-inkuiri/. (Diakses pada
tanggal 23 Maret 2016).
Mulyasa. 2006. Menjadi Guru profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan. Remaja Rosda Karya, Bandung :viii +232 hlm.
Muslim,Asep. 2005. Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Standar Nasional
Pendidikan. Bandung: Fokusmedia.
Rusyanti, Hetty. 2014. Ciri-ciri kemampuan Berpikir Kritis.
http://Kajianteori.com./tag/teori-psikologi. (diakses pada tanggal 23 Maret
2016).
Sugiyono.2015. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Supriyadi, dkk. 2012. Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Sekolah Dasar.
Jakarta: Universitas Jakarta.
Takwin, Bagus. 2007. Mengajar Anak Berpikir Kritis.
Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta :
Prenada Media Group.
Taufik, M. 2013. Pengantar Pendidikan. Bandung: CV. Mujahid Press.
Wardani, I.G.A.K, dkk. 2009. Perspektif Pendidikan SD. Jakarta: Univesitas Terbuka.
Wicaktini, Anggun. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Terbimbing
Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Sistem Pernapasan. Skripsi.
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam: Universita Islam Negeri Syarif
Hidayatullah. (diakses pada tanggal 23 Maret 2016).
Yuliastuti, Selly Dewi. 2013. Skripsi Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri
Terbimbing (Guaided Inquiry) Pada Konsep Keaneka Ragaman Hayati
Terhadap Literasi Biodiveritas Siswa di SMA 5 Kota Serang. FKIP Untirta:
FKIP Untirta.

Anda mungkin juga menyukai