Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH ILMU PANGAN LANJUT

PENGOLAHAN SETENGAH JADI BAHAN PANGAN


UNGGAS, DAGING & IKAN

Disusun oleh:

Kelompok 11

REG. A Tingkat 1 / Semester 2

1. Deviana Risqi Syach Putri (P1337431119020)


2. Kamilatun Na’ima (P1337431119043)
3. Salsabila Shafa Imanda (P1337431119054)

PRODI DIII GIZI SEMARANG


JURUSAN GIZI POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan Rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu. Melalui penulisan ini, penulis berharap dapat membantu dalam
pemecahan masalah yang sedang dihadapi oleh makalah ini. Dengan cara menerapkan teori-teori yang penulis
terima.

Dengan kemampuan terbatas, tentunya penulis dengan rendah hati menerima saran atau kritikan yang
bersifat positif guna perbaikan yang dapat menuju kesempurnaan, disamping itu pula kami mengucapkan terima
kasih kepada teman-teman yang sudah berkontribusi dalam dengan memberikan saran usulnya.

Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada seluruh pihak terutama :

1. Tri Kusuma Agung Puruhita, S.Gz., M.Sc selaku dosen pengampu


2. Orangtua yang tak pernah putus dalam mendoakan dan mememberi dukungan penuh kepada kami

Diharapkan semoga segala bantuan dan bimbingannya mendapat imbalan dari Tuhan dan semoga makalah
ini dapat bermanfaat, khususnya para pembaca makalah ini.

Semarang, 13 April 2020

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................................................ii

i
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG............................................................................................................................1
1.2 TUJUAN................................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................................................3
2.1 DENDENG SAPI...................................................................................................................................3
2.1.1 PENGARUH PENAMBAHAN ASAM PADA DENDENG.................................................................4
2.1.2 PENGARUH PENAMBAHAN GARAM PADA DENDENG.............................................................5
2.2 IKAN KERING......................................................................................................................................6
2.2.1 PENGARUH PERENDAMAN GARAM.......................................................................................9
2.3 SOSIS SAPI..........................................................................................................................................10
2.3.1 PENGGUNAAN ES BATU PADA PEMBUATAN SOSIS SAPI...............................................11
2.3.2 PENGGUNAAN TEPUNG TAPIOKA PADA PEMBUATAN SOSIS SAPI..............................12
KESIMPULAN....................................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam yang banyak. Kekayaan alam
Indonesia terdapat bukan hanya pada sektor kekayaan alam migas seperti minyak bumi dan bahan tambang,
tetapi juga kekayaan alam non- migas, seperti sektor pertanian. Bidang pertanian meliputi; pertanian,
perikanan dan peternakan. Sektor pertanian menjadi sumber pangan dalam memenuhi kebutuhan 4 sehat 5
sempurna, yang menjadi sumber zat-zat yang diperlukan oleh tubuh berupa karbohidrat, protein, lemak,
vitamin dan mineral. Sumber pangan hewani meliputi susu, telur,ikan dan daging serta produk- produk
olahan yang bahan dasarnya berasal dari hewan memiliki kandungan gizi yang tinggi.

Pengolahan bahan pangan hewani bertujuan untuk memperlambat kerusakan yang diakibatkan
reaksi biokimiawi serta menghasilkan produk olahan yang secara sensorik (aroma, rasa dan tekstur)
memiliki bentuk yang menarik dan bernilai gizi tinggi. Bahan pangan ikan, ungags dan daging yang masih
mentah memiliki kandungan air yang tinggi sehingga dapat membuat ikan, unggas dan daging menjadi cepat
rusak. Oleh karena itu, harus dilakukan pengolahan. Cara pengolahan bahan ikan, unggas dan daging yang
sering dilakukan berupa pengawetan dengan cara pembekuan, pengeringan, pengasapan dan curring. Jenis-
jenis produk olahan ikan, unggas dan daging yang sering ditemukan di masyarakat berupa pindang ikan,
pepes ikan, ikan kering, pepes ayam, ayam goreng, sop ayam/daging sapi atau kambing, sate (ikan, ayam
dan daging sapi), dendeng, sosis, rendang dan sebagainya. Proses pengolahan bahan pangan harus
dilakukan dengan baik agar nilai gizinya tidak berkurang/menurun. Penurunan zat gizi dapat terjadi pada
proses pengolahan apabila: menggoreng terlalu kering, membakar sampai hangus, dan sebagainya.
Pembahasan ini juga merupakan pengetahuan dasar yang menjadi referensi banyak produk-produk hasil
olahan yang saat ini banyak dijual dipasaran.

Keuntungan pengolahan bahan pangan setengah jadi :

 Peningkatan kualitas dari bahan mentah


 Masa simpan yang relative lama
 Harga lebih terjangkau
 Pengemasan yang baik sehingga lebih menjamin mutu dari bahan pangan

1.2 TUJUAN
Mampu melaksanakan pemilihan, penyimpanan, dan pengamatan perubahan selama penyimpanan hasil
olahan setengah jadi menggunakan berbagai metoda baku bersama kelompok dan mempresentasikan dengan
penuh tanggungjawab

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DENDENG SAPI

Daging merupakan bahan pangan yang sangat mudah mengalami kerusakan (perishable food).
Sebagai bahan pangan, daging sapi memiliki nilai gizi yang sangat tinggi. Disamping itu daging juga
mempunyai nilai biologis yang tinggi ,kandungan gizinya mudah dicerna dan diserap oleh tubuh.
Konsumsi daging dan produknya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Salah satu bentuk pengawetan daging tradisional di Indonesia adalah dendeng, yang diproduksi
secara meluas serta dikonsumsi oleh berbagai lapisan masyarakat. Dendeng sangat populer di Indonesia

2
karena merupakan makanan setengah basah (intermediate moisture food). Berbagai jenis daging dapat
diolah menjadi dendeng, namun demikian hanya dendeng daging sapi yang beredar luas dipasaran.

Dendeng termasuk salah satu produk pengolahan daging seperti biltong, jerky yang
menggunakan metode curing dan pengeringan. Dendeng adalah lembaran daging yang dikeringkan
dengan menambahkan campuran garam, gula serta bumbu-bumbu lain. Dendeng juga mempunyai cita
rasa spesifik. Perubahan pola pikir dan jaman mempengaruhi berbagai macam makanan yang
dikonsumsi masyarakat. Makanan praktis dan tahan lama menjadi pilihan bagi masyarakat. Dendeng
termasuk salah satu makanan yang digemari dan menjadi alternatif lauk yang sangat digemari.

Dendeng merupakan produk makanan berbentuk lempengan yang terbuat dari irisan atau
gilingan daging segar atau daging beku yang telah diberi bumbu dan dikeringkan. Dendeng biasanya
disajikan dengan cara digoreng. Curing merupakan tahapan dari pengolahan daging yang biasa
dilakukan industri pembuatan dendeng. Curing didefinisikan sebagai penambahan garam dapur, garam
nitrat atau garam nitrit, gula, atau bumbu-bumbu pada daging dengan tujuan memperoleh warna
merah yang stabil serta menghasilkan karakteristik yang khas pada daging.

Pengolahan daging menjadi dendeng bertujuan meningkatkan umur simpan. Namun demikian,
penyimpanan dan penggorengan produk ini berpotensi menimbulkan reaksi oksidasi akibat pengaruh
aktivitas air dan suhu. Oksidasi lemak merupakan salah satu reaksi perubahan pada pangan yang mudah
terjadi jika ada kontak lemak dengan sejumlah oksigen selama penyimpanan. Kerusakan akibat proses
oksidasi lemak menyebabkan turunnya nilai gizi dan rusaknya cita rasa produk yang dihasilkan. Faktor-
faktor yang mempengaruhi terjadinya oksidasi ini antara lain kadar air, aktivitas air, dan suhu. Aktivitas
reaksi ini akan meningkat pada bahan yang kering dan bersuhu tinggi .

Garam merupakan bahanbahan yang penting dalam pembuatan dendeng, garam (NaCl) dalam
pembuatan dendeng sapi disamping berfungsi sebagai pengawet, garam juga berfungsi sebagai
penambah rasa (Margono, Suryati dan Hartinah, 1993). Garam juga mempengaruhi aktivitas air (Aw)
yang kemudian dapat mengontrol pertumbuhan mikrobial pada dendeng (Buckle, Edwards, Fleet and
Wootton, 2009). Garam dapur dengan komponen yang dominan sodium klorida (NaCl) berfungsi
sebagai pelarut protein dan meningkatkan daya ikat protein.

METODE BAKU PENAMBAHAN GARAM DAN ASAM

1. Pilih daging yang baik (berwarna merah cerah, tidak terdapat bagian busuk, bertekstur kenyal, dan tidak
berlendir) kemudian cuci sampai bersih;
2. Sayat paru-paru tipis-tipis dengan ketebalan kira-kira 2 - 3 mm;
3. Bumbu-bumbu (lengkuas, ketumbar, bawang putih, gula pasir) ditumbuk sampai halus;
4. Kemudian ditambahkan ekstrak asam dan garam. Pencampuran dilakukan hingga adonan menjadi rata
(homogen), setelah itu didiamkan selama 24 jam agar bumbu yang telah dicampurkan dapat meresap
kedalam daging;
5. Sebelum dilakukan pengeringan dibawah sinar matahari harus dilakukan penimbangan berat awal
sebagai bahan untuk analisis rendemen, lalu dilakukan pengeringan selama 15 jam (tergantung cuaca);
6. Dendeng yang telah kering dilakukan perendaman menggunakan air bersih selama 2 menit, kemudian
digoreng dengan menggunakan api kecil sampai dendeng berwarna kecoklatan, kemudian diangkat dan
siap untuk dilakukan pengamatan pada dendeng daging.

3
2.1.1 PENGARUH PENAMBAHAN ASAM PADA DENDENG
Penentuan kadar air berguna untuk mengetahui ketahanan suatu bahan dalam penyimpanannya dan
merupakan cara penanganan yang baik bagi suatu bahan untuk menghindari pengaruh aktifitas mikroba. Jumlah
kadar air yang rendah membuat bahan akan lebih tahan disimpan dalam jangan waktu yang relatif lama
(Malangi, 2015). Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinayatakan berdasarkan
berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat karing (dry basis). Kadar air berat basah mempunyai batas
maksimum teoritis sebesar 100%, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100% (Castro,
2011).

Penambahan ekstrak asam jawa dengan konsentrasi yang berbeda memberikan pengaruh yang tidak
nyata terhadap kadar air dendeng sayat daging ayam yang dihasilkan. Kadar air yang diperoleh pada penelitian
ini memenuhi persyaratan dengan batas maksimum kadar air menurut SNI.

Nilai pH tertinggi diperoleh dari rata-rata perlakuan dengan penambahan ekstrak asam jawa 4% yaitu
6,26 sedangkan nilai pH terendah diperoleh perlakuan penambahan ekstrak asam jawa 10% yaitu 4,21 yang
berbeda dengan perlakuan penambahan ekstrak asam jawa 4%, 6%, dan 8%. Hal sesuai dengan pendapat
Soeparno (2005), penurunan nilai pH ini disebabkan oleh asam jawa yang memiliki pH yang asam sehingga
penambahan level asam semakin meningkatkan keasaman yang akan menurunkan nilai pH dendeng tersebut.

Ekstrak asam jawa mempengaruhi rasa dendeng sayat daging karena peningkatan penambahan ekstrak
asam jawa menyebabkan keasaman pada dendeng. Penambahan asam jawa pada dendeng akan memberikan
rasa yang khas pada dendeng sayat daging bersama dengan bumbu-bumbu yang lainnya.

Tekstur dendeng sayat daging yang terbentuk dipengaruhi oleh adanya penambahan esktrak asam jawa.
Semakin banyak esktrak asam jawa yang ditambahkan maka akan semakin bagus tekstur yang dihasilkan.
Tingginya penambahan ekstrak asam jawa mempengaruhi tekstur dari dendeng sayat daging karena selama
pemanasan terjadi peningkatan kekerasan daging yang disebabkan keluarnya cairan dalam daging, menyusutnya
serat daging dan koagulasi (Napitupulu, 2012).

Tingginya penambahan ekstrak asam jawa mempengaruhi rasa dari dendeng sayat daging ayam karena
dengan penambahan ekstrak asam jawa menyebabkan aroma khas pada dendeng tersebut. Selain itu penambahan
ekstrak asam jawa dan bumbu-bumbu lainnya juga dapat membantu dalam mengurangi bau tengik dan bahkan
memberikan aroma yang khas pada dendeng yang dihasilkan.

2.1.2 PENGARUH PENAMBAHAN GARAM PADA DENDENG


Rata-rata nilai kadar protein interaksi antara imbangan garam hasil ini menunjukkan bahwa semakin
banyak penambahan garam nilai kadar protein yang terkandung akan cenderung menurun. Hal ini dapat
disebabkan karena terjadi denaturasi protein yang mana denaturasi protein adalah proses perubahan struktur
lengkap dan karakteristik bentuk protein akibat dari gangguan interaksi sekunder, tersier, dan kuaterner
struktural. Proses denaturasi berlangsung secara tetap, dan tidak berubah, suatu protein yang mengalami proses
denaturasi akan mengalami perubahan viskositas atau berkurangnya kelarutan cairan sehingga mudah
mengendap (Stoker, 2010).

Denaturasi akibat asam/basa terjadi ketika adanya penambahan kadar asam atau basa pada garam protein
yang dapat memutus kandungan struktur dari protein tersebut karena terjadi subtitusi ion negatif dan positif pada
garam dengan ion positif dan negatif pada asam atau basa. Penurunan nilai protein ini terjadi karena garam
mempunyai sifat higroskopis dan mengabsorpsi air dari jaringan daging. Garam merupakan elektrolit kuat yang

4
dapat melarutkan protein, sehingga garam mampu memecah ikatan molekul air dalam air dan dapat mengubah
sifat alami protein (Zaitsev, Kizevetter, Lagunov, Makarova, Minder, dan Podsevalov, 1969).

Rata-rata nilai kadar lemak interaksi antara imbangan garam yang diperoleh dari hasil penelitian
berkisar antara 8,41% sampai dengan 13,47%. Perlakuan imbangan garam nilai kadar lemak meningkat hasil ini
menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan garam nilai kadar lemak yang terkandung akan cenderung
meningkat. Hal ini disebabkan oleh kadar air yang mengalami penurunan.

Penambahan garam menyebabkan kadar air dendeng mengalami penurunan. Hal ini menyebabkan
kadar lemak dendeng cenderung meningkat. Lemak tidak larut dalam air, sehingga semakin banyak air keluar
dari daging akan menyebabkan kecenderungan kadar lemak daging meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat
Kurniawan (2008) yang menyatakan, bahwa kadar lemak memiliki hubungan yang negatif dengan kadar air,
artinya apabila kadar air menurun maka komponen lain misalnya lemak akan meningkat.

Kadar lemak pada produk akhir merupakan kadar lemak total dendeng setelah dilakukan pengolahan.
Kondisi kadar lemak ini dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain tipe pengolahan yang dilakukan serta
kandungan lemak bahan yang digunakan. Pada beberapa bahan pangan, kadar lemak juga dipengaruhi oleh
bahan-bahan sumber lemak yang ditambahkan ke dalamnya.

Semakin banyak penambahan garam nilai pH yang terkandung akan cenderung meningkat. Hal ini
dapat disebabkan karena garam dapat menahan aktifitas enzim glikolitik yang menghambat pemecahan glikogen
dan pembentukan asam laktat penyebab turunnya pH. Menurut Hatta, Hermianto dan Maheswari (2006) daging
segar yang diberi garam dapur (NaCl) terlebih dahulu dapat menyebabkan pH dapat dipertahankan relatif tinggi
dibandingkan dengan pemberian garam dapur setelah penyimpanan.

2.2 IKAN KERING

Di beberapa daerah di Indonesia, orang jarang mengkonsumsi ikan segar, terutama bagi mereka
yang jauh dari tempat penangkapan. Bagi mereka, perlu disediakan ikan awetan atau ikan olahan. Secara
umum pengolahan ikan bertujuan untuk memperbaiki citarasa dan meningkatkan daya awet bahan
mentah. Ikan termasuk produk pangan yang cepat mengalami kemunduran cita rasa. Untuk menghindari
hal ini maka perlu dilakukan penanganan yang cepat, tepat, dan hiegienis yang sesuai seperti
pendinginan, pembekuan dan penggaraman (Borgstrom, 1965 dalam Sriwinarti, 1991).

Salah satu hasil olahan ikan yang dapat dikembangkan dan mempunyai prospek pemasaran yang
cukup cerah dan sudah dikenal adalah ikan asin. Pengolahan ikan asin adalah cara pengawetan ikan yang
sederhana dan hingga saat ini masih banyak dilakukan orang diberbagai negara. (Anonim, 2001).
Pengawetan ikan dengan menggunakan proses penggaraman akan menghambat pertumbuhan bakteri
pembusuk (Pseudomonas sp., Sarcina sp., Serratia sp., Achromobacter sp., Flavobacterium sp.,
Micrococcus sp., Vibrio sp. Bacillus sp., Achromobacter sp., dan Achromobacter sp). (Gozali, 2004).

Ikan kawalinya (Selar leptolepis) merupakan salah satu jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis
yang cukup tinggi tertangkap di perairan Maluku. Dari hasil ikan kawalinya (Selar leptolpis) lebih dari
setengahnya dikonsumsi dalam bentuk segar. Proses penggaraman ikan sampai sekarang ini belum
tertangani dengan baik, sehingga ikan dapat mengalami perubahan, baik itu perubahan sifat fisik
maupun kimia yang disebabkan oleh mikroorganisme sebelum proses penggaraman itu selesai (Delvalle
and Nickerson, 1968 dalam Sriwinarti, 1991).

A. Pembaluran Garam (Curing) pada Pembuatan Ikan Kering


5
 Prinsip Penggaraman Ikan
Hildaniyulia (2012) menyatakan penggaraman merupakan proses pengawetan yang
banyak dilakukan di berbagai negara termasuk Indoneia. Proses tersebut menggunakan garam
sebagai media pengawet, baik yang berbentuk kristal maupun larutan. Selama proses
penggaraman, terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan dari tubuh ikan
karena perbedaan konsentrasi. Cairan ini dengan cepat dapat melarutkan kristal garam arau
mengencerkan larutan garam.
Selanjutnya dijelaskan bersamaan dengan keluarna cairan dari dalam tubuh ikan,
partikel garam akan memasuki tubuh ikan. Lama kelamaan kecepatan proses pertukaran garam
dan cairan semakin lambat dengan menurunnya konsentrasi garam di luar tubuh ikan dan
meningkatkan konsentrasi garam di dalam tubuh ikan. Bahkan pertukaran garam dan cairan
tersebut berhenti sama sekali setelah terjadi keseimbangan. Proses itu mengakibatkan
pengentalan cairan tubuh yang masih tersisa dan penggumpalan protein denaturasi serta
pengerutan sel-sel tubuh ikan sehingga sifat dagingnya berubah.
Margono (1993) menyatakan ikan yang telah mengalami proses penggaraman, sesuai
dengan prinsip yang berlaku, akan mempunyai daya simpan tinggi karena garam dapat berfungsi
menghambat atau membunuh bakteri yang terdapat di dalam tubuh ikan. Cara kerja garam di
dalam menjalankan fungsi kedua adalah garam menyerap cairan tubuh ikan, selain itu garam
juga menyerap cairan tubuh bakteri sehingga proses metabolisme bakteri terganggu karena
kekurangan cairan, akhirnya bakteri mengalami kekeringan dan mati.
Selanjutnya dijelaskan bahwa garam pada dasarnya tidak bersifat membunuh
mikroorganisme (germisida). Konsentrasi garam rendah (1 – 3%) justru membantu pertumbuhan
bakteri halofilik. Garam yang berasal dari tempat-tempat pembuatan garam di pantai
mengandung cukup banyak bakteri halofilik yang dapat merusak ikan kering. Beberapa jenis
bakteri dapat tumbuh pada larutan garam berrkonsentrasi tinggi, misalnya red halofilic bacteria
yang menyebabkan warna merah pada ikan. Selain mengakibatkan terjadinya proses osmosis
pada sel sel mikroorganisme sehingga terjadi plasmolisis. Kadar air dalam sel bakteri ekstrasi,
sehingga menyebabkan Kematian bakteri. Penggaraman ikan biasanya diikuti dengan
pengeringan untuk menurunkan kadar air dalam daging ikan. Dengan demikian, pertumbuhan
bakteri semakin terhambat.

 Metode Penggaraman

Hildaniyulia (2012) menyatakan bahwa penggaraman merupakan cara pengawetanyang


sudah lama dilakukan orang. Pada proses penggaraman, pengawetan dilakukan dengancara
mengurangi kadar air dalam badan ikan sampai titik tertentu sehingga bakteri tidak dapathidup
dan berkembang lagi

Pengawetan ikan dengan cara penggaraman terdiri dari dua proses, yaitu
proses penggaraman dan proses pengeringan. Adapun tujuan utama dari penggaraman sama
dengantujuan pengawetan dan pengolahan lainnya, yaitu untuk memperpanjang daya tahan dan
dayasimpan ikan. Ikan yang mengalami proses penggaraman menjadi awet karena garam
dapatmenghambat atau membunuh bakteri penyebab kebusukan pada ikan.

Garam merupakan faktor utama dalam proses penggaraman ikan. Sebagai


bahan pengawet, kemurnian garam sangat mempengaruhi mutu ikan yang dihasilkan. Garam jug
amerupakan bahan pembantu yang sengaja ditambahkan atau diberikan dengan tujuan

6
untukmeningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan,
sertadapat memantapkan bentuk dan rupa

.Moeljanto (1992), menyatakan secara umum garam terdiri atas 39,39% Na dan60,69%
Cl, bentuk kristal seperti kubus dan berwarna putih. Di dalam pengolahan ikan
asin, biasnya garam diperuntukkan sebagai pengawet dan
pemberi rasa. Sebagai bahan pengawet,garam mempunyai tekanan osmosis yang tinggi sehingga
dapat mengakibatkan terjadinya peristiwa osmosis dengan daging ikan.

Margono (1993), menyatakan produk yang dihasilkan dari proses penggaraman


terdiriatas bermacam-macam tergantung proses selanjutnya. Misalnya, setelah
dilakukan penggaraman dilanjutkan dengan pengeringan, maka hasilnya adalah ikan kering. Apa
biladilanjutkan dengan perebusan maka menghasilkan ikan pindang atau cue, dan bila
diteruskandengan proses fermentasi diperoleh beberapa produk fermentasi seperti papeda, terasi,
kecap, bekasem, dan wadi.

 Pengasinan ikan menggunakan metode penggaraman kering dapat dilakukan dengan cara :


a. Melakukan penyiangan ikan yang akan diolah kemudian dicuci agar bersih hingga bebas dari sisa-
sisa kotoran.
b. Menyediakan sejumlah garam kristal sesuai berat ikan, untuk ikan berukuran
besar jumlah garam yang harus disediakan berkisar 20 – 30% dari berat ikan, untuk ikan berukuran
sedang 15 –  20%, sedangkan ikan yang berukuran kecil 5%
c. Menaburkan garam ke dalam wadah / bak setebal 1 –  5 cm, tergantung jumlah garamdan ikan yang
akan diolah. Lapisan garam ini berfungsi sebagai alas pada saat proses penggaraman.
d. Menyusun ikan di atas lapisan garam tersebut dengan cara bagian perut ikanmenghadap ke dasar
bak. Selanjutnya taburkan kembali garam. pada lapisan ikan tersebut, lakukan penyusunan ikan dan
garam secara berlapis-lapishingga lapisan teratas adalah susunan dengan lapisan lebih banyak/tebal.
e. Menutup tumpukan ikan dan garam tersebut dengan keranjang /anyaman bambu dan beri pemberat
di atasnya.
f. Membiarkan selama beberapa hari untuk terjadinya proses penggaraman.Untuk
ikan berukuran besar selama 2-3 hari, ikan yang berukuran sedang dan ikan yang berukuran kecil
selama 12-24 jam..
g. Selanjutnya mencuci dengan air bersih dan ditiriskan, kemudian menyusun ikan diatas para-para
penjemuran.
h. Pada saat penjemuran/pengering, ikan sekali-kali dibalik agar ikan cepat mengering.

METODE BAKU
1. Proses penyiapan ikan kawaliny disederhanakan dengan cara menyipakan ikan kawalinya yang telah
disortir berdasarkan berat dan kesegaran yang seragam pada proses penetrasi berlangsung.
2. Ikan kemudian disimpan dalam wadah penyimpan (termos) yang telah disterilkan terlebih dahulu dengan
alkohol.
3. Kemudian ikan kawalinya dibersihkan / dicuci dengan air bersih, disiangi dan kemudian dibelah menjadi
dua bagian yang sama besar.
4. Tahap pembuatan ikan kawalinya asin kering kemudian dibagi menjadi 4 (empat) yaitu, menyiapkan
daging ikan sesuai dengan kosentrasi 20%, 40% dan 60%.
5. Tahapan selanjutnya yaitu perendaman di dalam larutan garam selama 4 jam, 6 jam dan 8 jam.
6. Penirisan larutan garam dan pengeringan selama 2-3 hari di bawah sinar matahari.

7
2.2.1 PENGARUH PERENDAMAN GARAM

Tabel 1. Nilai Penilaian Panelis Terhadap Kenampakan Ikan Kawalinya Asin kering.

Konsentrasi Nilai Kenampakan Ikan Kawalinya Asin kering pada Lama


Garam Perendaman Rata-rata
4 Jam 6 Jam 8 Jam
20% 65 75 46 60,67
40% 75 75 45 65
60% 75 75 45 65
Rata-rata 70,33 75 45,33

Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa hasil penilaian panelis pada kosentrasi garam 20%, dan
waktu perendaman 6 jam memiliki nilai kesukaan tertinggi 75 dan Terjadi penurunan pada lama
perendaman 4 jam dengan nilai 61 sedangkan kesukaan terendah pada lama perendaman 8 jam dengan
nilai 46. Berdasarkan hasil uji cita rasa maka kenampakan yang disukai oleh panelis yaitu utuh, bersih
dan warna tidak berubah, pada pemberian kosentrasi garam 20% dan lama perendaman 6 jam dan
pemberian kosentrasi 40% dan 60% dan lama perendaman 4 jam dan 6 jam.

Tabel 2. Nilai Penilaian Panelis terhadap Bau Ikan Kawalinya Asin kering

Konsentrasi Nilai Kenampakan Ikan Kawalinya Asin kering pada Lama


Garam Perendaman Rata-rata
4 Jam 6 Jam 8 Jam
20% 60 71 30 53,67
40% 75 75 30 69
60% 71 75 30 58,67
Rata-rata 68,67 73,67 30

Pada Tabel 2 dari hasil uji cita rasa oleh 15 orang panelis terhadap bau ikan kawalinya asin
menunjukkan bahwa hasil penilaian panelis pada konsentrasi garam 20%, dan waktu perendaman 6 jam
memiliki nilai kesukaan tertinggi 71 dan Terjadi penurunan pada lama penyimpanan 4 hari dengan nilai
60 sedangkan kesukaan terendah pada lama perendaman 8 hari dengan nilai 30. Berdasarkan hasil uji
cita rasa maka bau yang disukai oleh panelis yaitu tidak busuk, pada pemberian konsentrasi garam 40%
dan lama perendaman 4 jam dan 6 jam dan konsentrasi garam 60% dan lama perendaman 6 jam.

Konsentrasi garam dan waktu perendaman berpengaruh terhadap cita rasa ikan kawalinya asin
kering. Konsentrasi garam dan lama penyimpanan terhadap cita rasa ikan kawalinya asin kering maka
yang terbaik adalah kosentrasi garam 40%, dengan lama perendaman 4 jam dan 6 jam dan diikuti oleh
konsentrasi garam 60%, dengan lama perendaman 4 jam dan 6 jam dan konsentrasi 20% dengan lama
perendaman 4 jam dan 6 jam. Agar menghasilkan ikan kawalinya asin kering dengan cita rasa yang baik,
konsentrasi garam dan waktu perendaman ikan yang terbaik adalah konsentrasi garam 40 % dan waktu
perendaman 6 jam.

2.3 SOSIS SAPI

8
Sosis adalah makanan yang dibuat dari daging yang telah dicincang kemudian dihaluskan dan
diberi bumbu-bumbu, dimasukkan ke dalam pembungkus yang berupa usus hewan atau pembungkus
buatan, dengan atau tidak dimasak. Menurut Kramlich (1971), sosis adalah makanan yang dibuat dari
daging yang digiling dan dibumbui, umumnya dibentuk menjadi bentuk yang simetris.

Menurut SNI 01-3020-1995 sosis adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging
halus (mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dengan atau tanpa
penambahan bumbu-bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukan ke dalam
selongsong sosis. Komponen daging yang sangat penting dalam pembuatan sosis adalah protein. Protein
daging berperan dalam peningkatan hancuran daging selama pemasakan sehingga membentuk struktur
produk yang kompak. Peran protein yang lain adalah pembentukan emulsi daging, yaitu protein yang
berfungsi sebagai zat pengemulsi lemak (Krimlich,1971).

METODE BAKU

1. Cuci daging sapi, haluskan dengan blender


2. Campur daging sapi dengan es batu yang dihancurkan, masukkan minyak, aduk rata
3. Campurkan semua bumbu, tepung tapioca, dan es serut, aduk rata
4. Masukkan adonan ke dalam casing sosis hingga adonan habis
5. Timbang berat adonan sosis per kemasan
6. Kukus/ rebus sosis hingga matang sekitar 30 menit
7. Angkat dan masukkan ke dalam air dingin
8. Tiriskan dan lepaskan ikatan
9. Amati organoleptic dan hitung rendemen
10. Buat laporan dengan format pada lampiran

2.3.1 PENGGUNAAN ES BATU PADA PEMBUATAN SOSIS SAPI

Menurut Kramlich (1971), pada proses pembuatan sosis biasanya ditambahkan air dalam
bentuk es sebanyak 20-30%. Penambahan es juga berfungsi untuk mencegah agar suhu adonan
tetap rendah selama penggilingan sehingga kestabilan emulsi dapat terjaga (Wilson etal., 1981).

Kandungan air sosis bervariasi tergantung pada jumlah air yang ditambahkan dan macam
daging yang digunakan. Fungsi air adalah untuk meningkatkan keempukan dan juice (sari minyak)
daging, menggantikan sebagian air yang hilang selama proses pembuatan, melarutkan protein
yang mudah larut dalam air, membentuk larutan garam yang diperlukan untuk melarutkan protein
larut garam, berperan sebagai fase kontinu dari emulsi daging, menjaga temperatur produk serta
mempermudah penetrasi bahan-bahan curing (Soeparno,1994). Kandungan air sosis bervariasi
tergantung pada jumlah air yang ditambahkan dan macam daging yang digunakan.

Tujuan penambahan air dalam pembuatan sosis adalah agar sosis yang dihasilkan tidak
terasa kering. Air biasanya ditambahkan dalam bentuk es. Banyaknya air dalam produk akhir
adalah 4P+10 = 4 x kadar protein ditambah 10%. Protein, air dan lemak harus merupakan suatu
emulsi tiga fase.dalam hal ini lemak merupakan fase diskontinu, dan air merupakan fase kotinu
(Anjarsari, 2010).

Pengaruh penggunaan es pada pembuatan sosis sapi

Penambahan es batu bertujuan untuk menjaga suhu adonan agar tidak terlalu panas akibat
gaya gesek yang terjadi selama pengggilingan. Sehingga protein yang ada dalam daging tidak
9
terdenaturasi. Es pada adonan ini berfungsi untuk mengempukkan sosis, karena kadar air akan
meningkat.

Hal ini didukung dengan pernyaataan Soeparno (1994), fungsi air adalah untuk
meningkatkan keempukan dan juice (sari minyak) daging, melarutkan protein yang mudah larut
dalam air, membentuk larutan garam yang diperlukan untuk melarutkan protein larut garam,
berperan sebagai fase kontinu dari emulsi daging, menjaga temperatur produk serta
mempermudah penetrasi bahan-bahan kuring. Penambahan es batu dilakukan secara bertahap
dengan total penambahan 400 gram (40%). Menurut Kramlich (1971), pada proses pembuatan
sosis biasanya ditambahkan air dalam bentuk es sebanyak 20-30%.

2.3.2 PENGGUNAAN TEPUNG TAPIOKA PADA PEMBUATAN SOSIS SAPI

Tapioka berasal dari pati yang diperoleh dari singkong. kandungan amilosa dan
amilokpektin tapioka adalah sebesar 17% dan 83%, amilosa berperan dalam gelatinasi (Rapaille
& Vanhemelrijck, 1992). Kelebihan yang dimiliki oleh tapioka adalah larutannya yang jernih,
kekuatan gelnya yang bagus, mempunyai flavor yang netral, mempunyai daya rekat yang baik,
dan menghasilkan warna mengkilap pada produk yang dihasilkan (Radley, 1976). Tapioka
selain mudah didapat juga sering digunakan dalam pembuatan produk makanan pada
masyarakat umum.

Tepung tapioca dalam industri pangan digunakan sebagai bahan pengikat maupun
sebagai bahan pengental. Fungsi dari tapioca adalah bahan pengikat dimana kemampuan sosis
sebagai bahan restrukturisasi ditentukan oleh kemampuan saling mengikat diantara bahan-bahan
yang digunakan , maka sebab itu digunakan pati , misalnya tepung tapioca. Tapioka mempunyai
amilopektin tinggi , tidak mudah menggumpal , daya lekatnya tinggi , tidak mudah pecah , atau
rusak dan mempunyai  suhu gelatinasasi relative rendah (Prinyawiwatkul , 1997). Pati Tapioka
mempunyai sifat mudah mengembang (swelling) dalam air panas. Selain itu , pati tapioca
mempunyai kadar amilosa sebesar 17%-23% dan suhu gelatinisasi berkisar 52°C – 64°C (Hui ,
1992)

Pengaruh penambahan tepung tapioca pada pembuatan sosis sai

Tepung tapioka yang ditambahkan dalam adonan sosis berfungsi sebagai bahan pengisi
yang berpengaruh kecil terhadap emulsifikasi. Penambahan tepung tapioka ini dapat membantu
meningkatkan daya mengikat air selama proses pengolahan. Pada pembuatan sosis ini,
ditambahkan tepung tapioka dengan kadar tertentu supaya diketahui efek tepung tapioca
terhadap emulsifikasi dan uji hedonik sosis. Kadar tepung tapioca yang digunakan sebesar 20%,
25%, 30% dan 35%. Penambahan tepung tapioka akan berpengaruh terhadap rasa daging yang
ada dalam sosis, semakin tinggi tepung yang ditambahkan maka semakin tinggi jumlah atau
volume adonan tetapi akan semakin rendah rasa daging dalam sosis. Tapioka adalah pati yang
berasal dari ekstra umbi ketela pohon (Manihot utilissima Pohl) yang telah mengalami
pencucian dan pengeringan. Kandungan utama tepung tapioka adalah pati. Pati mempunyai rasa
yang tidak manis, tidak larut dalam air dingin, tetapi didalam air panas dapat membentuk sol
atau gel yang bersifat kental.

10
KESIMPULAN

1. Perlakuan penambahan ekstrak asam jawa yang berbeda (4%, 6%, 8%, dan 10%) memberikan pengaruh
terhadap pH dan organoleptik rasa, aroma, dan tekstur. Namun, memberikan pengaruh yang tidak nyata
terhadap rendemen, kadar air, dan warna dendeng sayat daging ayam. Dendeng sayat daging ayam
dengan kualitas organoleptik yang terbaik terdapat pada perlakuan dengan penambahan konsentrasi 10%
dengan nilai organoleptik warna 4,48 (agak suka), nilai organoleptik rasa 5,11 (suka), nilai organoleptik
aroma 4,61 (agak suka), dan nilai organoleptik tekstur 4,63 (agak suka).
2. Perlakuan garam menunjukkan semakin banyak konsentrasi garam dalam dendeng paru-paru sapi nilai
kadar air dan protein cenderung turun, sedangkan kadar lemak dan pH cenderung naik.
3. Perlakuan imbangan garam dan gula terbaik adalah dengan komposisi gula 20 % dengan garam 2,5 %
dengan nilai kadar air 15,07 %, Aw 0,62, kadar protein 39,26 %, kadar lemak 8,41 % dan pH 5,72.
4. Konsentrasi garam dan waktu perendaman berpengaruh terhadap cita rasa ikan kawalinya asin kering.
Konsentrasi garam dan lama penyimpanan terhadap cita rasa ikan kawalinya asin kering maka yang
11
terbaik adalah kosentrasi garam 40%, dengan lama perendaman 4 jam dan 6 jam dan diikuti oleh
konsentrasi garam 60%, dengan lama perendaman 4 jam dan 6 jam dan konsentrasi 20% dengan lama
perendaman 4 jam dan 6 jam. Agar menghasilkan ikan kawalinya asin kering dengan cita rasa yang baik,
konsentrasi garam dan waktu perendaman ikan yang terbaik adalah konsentrasi garam 40 % dan waktu
perendaman 6 jam.
5. Penambahan es batu bertujuan untuk menjaga suhu adonan agar tidak terlalu panas akibat gaya gesek
yang terjadi selama pengggilingan. Sehingga protein yang ada dalam daging tidak terdenaturasi. Es pada
adonan ini berfungsi untuk mengempukkan sosis, karena kadar air akan meningkat.
6. Penambahan tepung tapioka ini dapat membantu meningkatkan daya mengikat air selama proses
pengolahan. Pada pembuatan sosis ini, ditambahkan tepung tapioka dengan kadar tertentu supaya
diketahui efek tepung tapioca terhadap emulsifikasi dan uji hedonik sosis. Kadar tepung tapioca yang
digunakan sebesar 20%, 25%, 30% dan 35%. Penambahan tepung tapioka akan berpengaruh terhadap
rasa daging yang ada dalam sosis, semakin tinggi tepung yang ditambahkan maka semakin tinggi jumlah
atau volume adonan tetapi akan semakin rendah rasa daging dalam sosis.

12
DAFTAR PUSTAKA

Napitupulu PM. 2012. Pemisahan dan Penentuan Kadar Asam Sitrat dari Buah Asam Jawa. Skripsi tidak
dipublikasikan. USU. Medan.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Castro, 2011. Banana Peel Applied To The Solid Phase Extraction Of Copper And Lead From River water:
Preconcentration Of Metal Lons With a Fruit Waste. Brasil: Dept. Quimica.

Malangi. 2015. Penentuan Kandungan Tanin dan Uji Aktifitas Antioksidan Ekstrak Biji Buah Alpukat (Persea
americana mill). Jurnal Mipa UNSRAT, 1(1) : 510

Hatta, W., J. Hermianto, dan R.R.A. Maheswari. 2006. Karakteristik Daging dengan Penambahan NaCl pada
Berbagai Waktu Aging Post Mortem. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan 9 (4): 258-266.

Kurniawan, E. 2008. Karakteristik Kimia Dendeng Daging Sapi Iris atau Giling Yang Difermentasi oleh Bakteri
Asam Laktat Lactobacillus Plantarum 1b1. Skripsi.
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9669/2008eku.pdf?sequence=2008eku Diakses 20
Februari 2012.

Stoker, H.S. 2010. General, Organic, and Biological Chemistry Fifth Edition Page 684. Cengage Learning:
Belmont, CA USA.

Zaitsev, V., I, Kizevetter, L, Lagunov, T. Makarova, L. Minder, and V. Podsevalov, 1969. Fish Curing and
Processing. MIR Publishers Moscow.

Rapaille, A.& J. Vanhemelrijck. 1992. Modified Starch. Dalam A. Imesen (Ed), Thickening and Gelling Agents
for Food. Blackie Academic & Profesional, Glasgow.

Radley, J.A. 1976. Starch Production Technology. Applied Science, London.

Priyawinatkul , W. 1997. Optimizing Aceeptability of ChickenNuggets Containing Fermented Courpea and


Peanuts Flours. Journal of Food Science 62 : 889-882

Hui , F H. 1992. Encyclopedia of Food Science and Technology. John Willy and Sons , Inc. USA

Sriwinarti, 1991. Pengaruh Lama Penggaraman dan Pencucian Kembali Terhadap Mutu Ikan Asin Cetak. Skripsi
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura. Ambon. Taniwel

Anonim, 2001. Pengolahan Ikan Asin. Dalam: http//72.14.235.104/search?q=cahce: N1d8PI-jhsoj:


www.mailarchive.com/balitaanda%40indoglobal.com/msg322236.html+ikan&hl=jddet=cinc%cd.l&gl=id.

Efendi Yepita, 2008. Ingin Sehat "Makan Ikan" Setiap Hari. Dalam http://fpik.bung-hatta.info/news.php
( Online) di akses, 10 Januari 2010.

Gosali H. Thomas., Dedi Muchtadi., Yaroh., (2004). Peningkatan Daya Tahan Simpan “Sate Bandeng”
(Chanoschanos) Dengan Cara Penyimpanan Dingin dan Pembekuan. Jurusan Teknologi Pangan Fakultas
Teknik – Unpas. Infomatek Volume 6 Nomor 1 Maret : 51-66

Margono, Tri, dkk, 1993. Buku Panduan Teknologi Pangan. http://www.ristek.go.id. Diakses15 Mei 2014.

10
Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta : Penebar Swadaya

Kramlich WE. 1971. Sausage Product. In: Price JF dan Schweigert BS (Eds.). The Science of Meat and Meat
Product. 2nd ed. San Fransisco: Freeman WH an Co.

Wilson, C.M. 1981. Variations in soluble endosperm proteins of corn (Zea mays L.) in breeds as detected by disc
gel electrophoresis. Cereal Chem. 58(5): 401-408.

Soeparno, 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Anjarsari, B. (2010). Pangan Hewani. Yogyakarta: Graha Ilmu.

11

Anda mungkin juga menyukai