Anda di halaman 1dari 7

Latar Belakang

Batuk merupakan salah satu keluhan klinis yang paling banyak membawa
pasien mencari pertolongan medis1,2,3. Batuk adalah pengeluaran sejumlah volume
udara secara mendadak dari rongga toraks melalui epiglottis dan mulut. Melalui
mekanisme tersebut dihasilkan aliran udara yang sangat cepat dapat melontarkan
keluar material yang ada di sepanjang saluran respiratorik, terutama memberitahu
adanya gangguan pada sistem respiratorik atau sistem organ lainnya yang terkait. 1,3
Hampir semua keadaan menganggu system respiratorik dan beberapa gangguan
ekstra-respiratorik memberikan gejala batuk.3

Gejala batuk terutama yang kronik dapat menganggu aktivitas sehari-hari


sehingga menganggu produktivitas seseorang. Khususnya pada anak, batuk bias
menyebabkan gangguan kegiatan seperti belajar, mengurangi nafsu makan dan
pada akhirnya dapat menggangu proses tumbuh kembangnya. 4 Orang tua juga akan
terganggu terutama bila gejala batuk lebih sering dan lebih berat pada malam hari.

Batuk tidak selalu berarti patologis atau abnormal. Sebagai mekanisme


pertahanan respiratorik, batuk diperlukan untuk membersihkan jalan napas dari
mucus sekresi respiratorik, pada orang dewasa 30 ml/hari. 3 Batuk yang berlangsung
selama lebih dari 4 minggu disebut batuk kronis. Batuk kurang dari 2 minggu
termasuk batuk akut, antara 2 – 4 minggu disebut sebagai batuk sub-akut. 4

Sulit untuk membedakan antara batuk yang abnormal atau normal. Batuk juga
bisa menjadi medium dalam penyebaran penyakit menular seperti penyakit
tuberkulosis. Oleh itu, edukasi tentang etika ketika batuk dan pengetahuan dasar
tentang batuk amat penting dalam menjamin kehidupan yang sehat.

Mekanisme Batuk
Batuk merupakan suatu reflek kompleks yang melibatkan banyak system
organ. Batuk akan terbangkitkan apabila ada rangsangan pada reseptor batuk
melalui saraf aferen akan meneruskan pusat batuk tersebar difus di medulla. 1 Dari
pusat batuk melalui saraf eferen impuls diteruskan ke efektor batuk yaitu berbagai
otot respiratorik. Bila rangsangan pada batuk ini berlangsung ulang maka akan
timbul batuk berulang, sedangkan bila rangsangannya terus menerus akan
menyebabkan batuk kronik. 1

Reseptor batuk terletak dalam epitel respiratorik, tersebar di seluruh saluran


respiratorik dan sebagian kecil di luar saluran respiratorik misalnya di gaster. Lokasi
utama reseptor batukdijumpai pada faring, laring, trakea, karina, dan bronkus mayor.
Lokasi reseptor lainnay adalah bronkus cabang, liang telinga tengah, pleura dan
gaster.1 Ujung saraf aferen batuk tidak ditemukan di bronkiolus respiratorik ke arah
distal. Reseptor ini dapat terangsang secara mekanis (secret, tekanan), kimiawi (gas
yang merangsang), atau secara termal (udara dingin). Mereka juga bisa terangsang
oleh mediator local seperti histamine, prostaglandin, leukotriene dan
bronkokonstriksi.1

Etiologi

Beberapa penelitian telah dilakukan tentang hubungan antara batuk kronis


dengan polusi udara. Batuk kronis menjadi perhatian utama di negara berkembang
sebagai tanda gangguan saluran pernapasan, seperti Tuberkulosis Paru (TB). Gejala
batuk terus menerus yang berlangsung selama 2-3 minggu dapat diduga sebagai
indikasi penyakit TB di beberapa Asia Tenggara.

Penyebab batuk juga bisa berasal dari kebiasaan merokok, papara asap rokok
dan paparan polusi lingkungan. Survei berskala besar dilaporkan di Negara Sweden
sebanyak 11% batuk tidak produktif, 8% batuk produktif, 38% batuk yang terjadi
pada malam hari, dan ketiga hal tersebut diperoleh dari sebanyak 623 orang (usia
rata-rata 31 tahun) yang disebabkan oleh asma, rhinitis alergi, relux lambung dan
merokok. Data survey European Respiratory Society terhadap 18.277 subyek usia
20-48 tahun, dilaporkan batuk noktural sebanyak 30%, batuk produktif 10% dan
batuk non produktif 10%.
Batuk kronis juga bisa disebabkan oleh alergi terhadap makanan atau bahan
kimia yang disebabkan oleh reaksi imunologik spesifik yang ditimbulkan oleh
allergen. Reaksi alergi terjadi akibat peran mediator-mediator alergi. Mediator
tersebut adalah histamine,newly synthesized mediator, ECF-A, PAF, dan heparin.2,4

Tabel 1. Etiologi batuk kronik menurut kelompok umur. 4

Bayi Balita Remaja dan dewasa


Kelainan kongenital  Aspirasi benda asing  Asma
 Trakeomalasia  Post infectious  Merokok (pasif/aktif)
 Bronkomalasia cough  Postnasal drip
 Vascular ring  Asma  Infeksi
 Fistula trakeo-  Tuberculosis  Tuberculosis
esofagus  Pertussis  Otitis media kronik
Infeksi  Otitis media kronik  Bronkiektasis
 Pertussis  Refluks  Psikogen
 Klamida gastroesofagus  Tumor
 Adenovirus  Bronkiectasis  Sindrom
 Parainfluenza imunodefisiensi
Asma
Aspirasi kronik
 Gangguan menelan
 Refluks
gastroesofagus
Lain-lain
 Merokok pasif
 Polusi lingkungan

Pendekatan Diagnostik
Bila menghadapi pasien dengan batuk kronik, pendekatan diagnostik
pemaham mekanisme dan anatomi reflex batuk sangat membantu. Penerapan cara
tersebut dapat mengidentifikasi sekitar 90% dengan keberhasilan terapi yang kurang
lebih sama tingginya. Untuk membantu pendekatan diagnostic, beberapa hal bisa
digunakan sebagai petunjuk yang didapatkan dari anamnesis yang baik,
pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang.5

a. Anamnesis

Langkah awal dalam penilain batuk kronis adalah menentukan karakteristik


batuk. Perlu ditanyakan apakah batuk produktif atau kering, tunggal atau berurutan.
Pertanyaan lain meliputi kapan batuk, apakah lebih sering terjadi dari biasa, apakah
timbul pada malam hari, apakah menganggu tidur, bagaimana bunyi batuk, apakah
ada gejala penyerta (demam, mengi, sesak), apakah sebelumnya pernah terjadi pola
yang sama.4,5 Hal yang memperberat dan meringankan gejala. Secara khusus
tanyakan pencetus yang lazim pada asma (aktivitas, tertawa, menangis, udara
dingin, perubahan cuaca, debu, asap rokok, rontokan bulu binatang). Terapi yang
pernah didapat dan bagaimana hasilnya.4,5

b. Pemeriksaan Fisis

Pada batuk kronis tanpa kelainan paru yang serius, pemeriksaan fisis yang
didapatkan normal. Namun tetap perlu dicari berbagai kelainan fisis yang khas
misalnya nyeri tekan paranasal, tanda cairan dan infeksi di telinga tengah. Tanda-
tanda alergi. Pada pasien asma, pemeriksaan fisis mungkin didapatkan peningkatan
diameter anteroposterior toraks, retraksi, mengi atau ronki. Temuan klinis lain seperti
deviasi trakea menunjukkan paru kolaps ipsilateral, atau massa kontralateral. 4,5

Tabel 2. Anamnesis dan pemeriksaan fisis4,5

Anamnesis Pemeriksaan fisis


 Umur Inspeksi
 Karakteristik batuk  Tanda-tanda sinusitis
 Saat timbul batuk  Tanda-tanda alergi
 Gejala pennyerta  Toraks
 Faktor pencetus Palpasi

 Pengaruh lingkungan dan cuaca Perkusi


 Respon terhadap terapi Auskultasi
sebelumnya

c. Pemeriksaan Penunjang

Foto toraks perlu dibuat pada semua pasien batuk kronik, bila ada foto lama
ikut dievaluasi. Uji fungsi paru dilakukan pada semua pasien yang mampu laksana
sebelum dan setelah pemakaian bronkodliator. Prevalens tuberculosis di Indonesia
termasuk yang tertinggi di dunia, oleh kerana itu skrining tuberculosis dengan uji
tuberculin perlu dilakukan khususnya pada anak-anak terlebih dengan gejala batuk
kronik.6

Bila dicurigai adanya refluks gastro-esofagus, perlu dilakukan pemeriksaan


monitoring 24 jam pH efsofagus. Foto sinus paranasalis terindikasi pada pasien IRA
disertai secret purulen, batuk yang bertambah pada posisi telentang, nyeri daerah
frontal, dan nyeri tekan di atas sinus. CT scan sinus lebih dianjurkan terutama pada
anak-anak. Pemeriksaan imunologis perlu dilakukan pada kasus batuk yang
berhubungan dengan batuk produktif yang tidak responsif dengan antibiotik. 6

Penatalaksanaan

Keberhasilan tata laksana batuk kronik tergantung pada keberasilan diagnosis


penyebabnya. Oleh karena itu,usaha paling keras dalam tatalaksana batuk kronik
adalah dalam penetuan diagnosis secara sistematik. Penatalaksaan dapat dibagi
menjadi dua yaitu farmakologi dan non farmakologi.

Farmakoterapi untuk batuk dibagi dalam dua jenis yaitu 1) antitusif untuk
mencegah, mengendalikan dan menekan batuk, atau 2) protusif untuk membuat
batuk lebih efektif.7 Terapi antitusif terindikasi bila batuk tidak mempunyai manfaat,
misalnya batuk yang timbul akibat adanya rangsangan di faring. Antitusif nonspesifik
ditujukan kepada gejala bukan kepada penyebab atau mekanisme batuknya, oleh itu
peran antitusif sangat terbatas.7 Obat ini terindikasi hanya bila terapi definitive dan
spesifik tidak dapat diberikan , baik karena etiologinya tidak diketahui, batuk hebat
atau bila terapi definitive tidak berhasil misalnya batuk kerana kanker paru. 7 Protusif
terindikasi bila batuknya bermnafaat dan perlu diberdayakan, yaitu pada kelainan
respiratorik yang menghasilkan banyak sekresi seperti bronchitis dan pneumonia.
Dari beberapa studi yang dievaluasi beberapa obat protusif yang dinyatakan efektif
adalah salin hipertonik, erdostein, dan terbutalin. 7

Untuk penatalaksaan non farmakologi adalah edukasi etika ketika batuk. 8 Seperti
hal lainnya, batuk juga memiliki etika. Banyak yang salah saat mengalami batuk.
Kebanyakkan malah menutup mulut dan hidungnya dengan telapak tangan.
Meskipun tujuannya baik namun hal ini belum tentu benar, kerana bakteri dapat
berpindah ke tangan dan menyebar melalui sentuhan atau bersalaman. 8 Cara yang
benar adalah :8

1. Tutup mulut dan hidung menggunakan tisu atau lengan baju bila batuk atau
bersin
2. Buang tisu yang sudah digunakan ke tempat sampah
3. Cuci tangan dengan menggunakan air bersih dan sabun atau pencuci tangan
berbasis alcohol
4. Saat flu atau batuk, gunakan masker agar orang lain tidak tertular. Tidak
meletakkan masker bekas dipakai pada leher karena bisa menyebar kembali
virus dan bakteri ketika digunakan kembali.
1.

Anda mungkin juga menyukai