Makalah Askep Kritis Combustio Severely PDF

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 80

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA PASIEN DENGAN

SEVERELY BURN INJURY


Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Keperawatan Kritis

TIM DOSEN
Nur Intan Hayati K., S.Kep., Ners., M.Kep
Disusun:
Astiyani AK.1.16.007
Evi Siti Fatimah AK.1.16.018
Ferdy Fatullah AK.1.16.020
Maryna Octavia Sanggo AK.1.16.035
Sandra Pebriani AK.1.16.045
Selma Yusriyyah AK.1.16.046
Sri Nuryanti AK.1.16.050

Kelas A Kecil Tingkat 4 Semester VII, Kelompok 1

FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
2019

i
Kata Pengantar

Puji dan syukur Tim penulis panjatkan kepada Tuhan Yang maha Esa atas
Rahmat-Nya yang telah dilimpahkan sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah
yang berjudul “Asuhan Keparawatan Kritis pada Pasien dengan Luka Bakar
Severely” yang merupakan salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan masih terdapat beberapa
kekurangan, hal ini tidak lepas dari terbatasnya pengetahuan dan wawasan yang
penulis miliki. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan
saran yang konstruktif untuk perbaikan di masa yang akan datang, karena manusia
yang mau maju adalah orang yang mau menerima kritikan dan belajar dari suatu
kesalahan.
Akhir kata dengan penuh harapan penulis berharap semoga makalah yang
berjudul “Asuhan Keparawatan Kritis pada Pasien dengan Luka Bakar Severely”
mendapat ridho dari Allah SWT, dan dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
bagi pembaca umumnya. Amiin....

Bandung, Oktober 2019

Tim Penulis

ii
Daftar Isi

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii

BAB I Pendahuluan 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 2

BAB II Tinjaun Teori 3


2.1 Konsep Teori Luka Bakar 3
2.2 Asuhan Keperawatan Teori Luka Bakar 42

BAB III Tinjauan Kasus 61


3.1 Kasus 61
3.2 Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Hematothoraks 62

BAB IV Penutup 76
4.1 Kesimpulan 76
4.2 Saran 76

Daftar Pustaka 77

Lampiran Jurnal

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Luka bakar (Combustio) merupakan suatu kejadian yang paling sering terjadi
di Indonesia maupun negara lainnya. Luka bakar yang terjadi dapat disebabkan oleh
panas, listrik ataupun kimia. Kecelakaan luka bakar ini dapat saja terjadi dimana-
mana seperti di rumah, kantor ataupun tempat umum yang lainnya (mal, terminal).
Brdasarkan hasil dari bbraa kasus yang ditmukan, skitar 80% kecelakaan yang trjadi
menyebabkan luka bakar, kasus yang banyak trjadi adalah di rumah dan korban
yang terbanyak ternyata anak-anak, baik terkena air panas, tumpahan kuah sayur,
api dan lain sebagainya (komas.com 2011)
Cedera luka bakar terutama pada luka bakar yang dalam dan luas masih
merupakan penyebab utama kematian. Oleh sebab itu penderita luka bakar
memerlukan perawatan secara khusus, karena ada kondisi luka bakar terjadi
pengeluaran air, serum, darah, serta kondisi luka yang terbuka memungkinkan
untuk terjadinya infeksi). Berdasarkan kondisi tersebut, dimana dalam hal ini peran
perawat sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan yang
komprehensif. Selain itu, diperlukan kerjasama dengan tim medis yang lainnya
seperti dokter, fisioterapis, ahli gizi dan bahkan psikiater.
Pasien yang menderita luka bakar berat menghadirkan tantangan-tantangan
unik dalam jenis dan besarnya masalah manajemen. Resusitasi cairan, disfungsi
paru, stres metabolik, dan infeksi yang mempersulit luka bakar mayor dapat sama
atau melampaui masalah serupa pada populasi unit perawatan intensif (ICU)
lainnya, dan perawatan selanjutnya dipersiapkan oleh farmakologi obat yang
abnormal, nyeri parah, dan stres psikososial, semua ditumpangkan pada kebutuhan
untuk beberapa prosedur bedah utama dan terapi fisik.
Kelangsungan hidup dari luka bakar telah berulang kali terbukti tergantung
pada tiga faktor: (1) usia pasien, (2) ukuran luka bakar, dan (3) adanya cedera
inhalasi. Kerusakan paru-paru akibat menghirup asap itu sendiri adalah cedera
serius dan dapat sebanyak kematian ganda dari luka bakar kulit saja. Ryan dan

1
rekannya menemukan bahwa ukuran luka bakar 40% atau lebih besar dari TBSA,
usia 60 tahun atau lebih, dan cedera inhalasi berkontribusi terhadap kematian secara
bertahap; pasien dengan ketiganya memiliki mortalitas 90%.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun Rumusan Masalah pada Makalah ini yaitu:
1. Jelaskan Konsep Teori Luka Bakar
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan Kritis dengan Pasien Severely Burn Injury
berdasarkan Teori
3. Bagaimana Asuhan Keperawatan Kritis dengan Pasien Severely Burn Injury
berdasarkan Kasus

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun Tujuan Penulisan pada Makalah ini yaitu:
1. Untuk Mengetahui dan Memahami Konsep Teori Luka Bakar
2. Untuk Mengetahui dan Memahami Asuhan Keperawatan Kritis dengan Pasien
Severely Burn Injury berdasarkan Teori
3. Untuk Mengetahui dan Memahami Asuhan Keperawatan Kritis dengan Pasien
Severely Burn Injury berdasarkan Kasus

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Teori Luka Bakar


2.1.1 Definisi Luka Bakar
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas arus listrik,
bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih
dalam. Luka bakar yang luas mempengaruhi metabolisme dan fungsi setiap sel
tubuh, semua sistem dapat terganggu, terutama sistem kardiovaskuler
(Rahayuningsih, 2012).
Luka bakar bisa merusak kulit yang berfungsi melindungi kita dari
kotoran dan infeksi. Jika banyak permukaan tubuh terbakar, hal ini bisa
mengancam jiwa karena terjadi kerusakan pembuluh darah ketidak-
seimbangan elektrolit dan suhu tubuh, gangguan pernafasan serta fungsi saraf
(Adibah dan Winasis, 2014).
Luka bakar adalah kerusakan jaringan tubuh terutama kulit akibat
trauma panas, elektrik, kimia dan radiasi (Smith, 1998). Luka bakar adalah
kerusakan pada kulit diakibatkan oleh panas, kimia atau radio aktif (Wong,
2003). Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas
ke tubuh. Panas tersebut dapat dipindahkan melalui konduksi dan radiasi
elektromagnetic. (Effendi. C, 1999).

2.1.2 Epidemiologi Luka Bakar


Berdasarkan WHO Global Burden Disease, pada tahun 2004
diperkirakan 310.000 orang meninggal akibat luka bakar, dan 30% pasien
berusia kurang dari 20 tahun. Luka bakar karena api merupakan penyebab
kematian ke-11 pada anak berusia 1 – 9 tahun. Anak – anak beresiko tinggi
terhadap kematian akibat luka bakar, dengan prevalensi 3,9 kematian per
100.000 populasi. Luka bakar dapat menyebabkan kecacatan seumur hidup

3
(WHO, 2008). Di Amerika Serikat, luka bakar menyebabkan 5000 kematian
per tahun dan mengakibatkan lebih dari 50.000 pasien di rawat inap (Kumar et
al., 2007). Di Indonesia, prevalensi luka bakar sebesar 0,7% (RISKESDAS,
2013).
Secara global, 96.000 anak–anak yang berusia di bawah usia 20 tahun
mengalami kematian akibat luka bakar pada tahun 2004. Frekuensi kematian
lebih tinggi sebelas kali di negara dengan pendapatan rendah dan menengah
dibandingkan dengan negara dengan pendapatan tinggi sebesar 4,3 per 100.000
orang dan 0,4 per 100.000 orang. Kebanyakan kematian terjadi pada daerah
yang miskin, seperti Afrika, Asia Tenggara, dan daerah Timur Tengah.
Frekuensi kematian terendah terjadi pada daerah dengan pendapatan tinggi,
seperti Eropa dan Pasifik Barat (WHO, 2008).

2.1.3 Etiologi Luka Bakar


1. Luka Bakar Termal
Luka bakar termal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau
kontak dengan api, cairan panas atau objek-objek panas lainnya. Penyebab
paling sering yaitu luka bakar yang disebabkan karena terpajan dengan
suhu panas seperti terbakar api secara langsung atau terkena permukaan
logam yang panas (Fitriana, 2014).
2. Luka Bakar Kimia
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan
kulit dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak
dan banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena
zat kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak
dengan zat– zat pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan
rumah tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang
industri, pertanian dan militer (Rahayuningsih, 2012).

4
3. Luka Bakar Elektrik
Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakkan
dari energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka
dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang
elektrik itu sampai mengenai tubuh (Rahayuningsih, 2012). Luka bakar
listrik ini biasanya lukanya lebih serius dari apa yang terlihat di permukaan
tubuh (Fitriana, 2014).

4. Luka Bakar Radiasi


Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber
radioaktif. Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan
radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan
terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat
terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar
radiasi (Rahayuningsih, 2012).

2.1.4 Faktor yang mempengaruhi berat ringannya Luka Bakar


1. Kedalaman luka bakar
Kedalaman luka bakar dilihat dari permukaan kulit yang paling luar.
Kedalaman suatu luka bakar terdiri dari beberapa kategori yang didasarkan
pada elemen kulit yang rusak seperti pada tabel di bawah ini:

2. Luas luka bakar


Terdapat beberapa metode untuk menentukan luas luka bakar
meliputi Rule of nine, Lund and Browder dan hand palm. Ukuran luka
bakar ditentukan dengan prosentase dari permukaan tubuh yang terkena
luka bakar. Akurasi dari perhitungan bervariasi menurut metode yang
digunakan dan pengalaman seseorang dalam menentukan luas luka bakar
(Gurnida dan Lilisari, 2011).

5
1) Metode rule of nine
Dasar dari metode ini adalah bahwa tubuh di bagi kedalam bagian-
bagian anatomic, dimana setiap bagian mewakili 9% kecuali daerah
genitalia 1%. Metode ini adalah metode yang baik dan cepat untuk
menilai luka bakar menengah d an berat pada penderita yang berusia
diatas 10 tahun. Tubuh dibagi menjadi area 9%. Metode ini tidak akurat
pada anak karena adanya perbedaan proporsi tubuh anak dengan
dewasa.

Gambar. Metode Rule of Nine

2) Metode Hand Palm


Metode permukaan telapak tangan. Area permukaan tangan pasien
(termasuk jari tangan) adalah sekitar 1% total luas permukaan tubuh.
Metode ini biasanya digunakan pada luka bakar kecil (Gurnida dan
Lilisari, 2011).

3) Metode Lund and Browde


Metode ini mengkalkulasi total area tubuh yang terkena berdasarkan
lokasi dan usia. Metode ini merupakan metode yang paling akurat pada
anak bila digunakan dengan benar (Gurnida dan Lilisari, 2011). Metode
lund and browder merupakan modifikasi dari persentasi bagian-bagian

6
tubuh menurut usia, yang dapat memberikan perhitungan yang lebih
akurat tentang luas luka bakar yaitu kepala 20%, tangan masing-masing
10%, kaki masing-masing 10%, dan badan kanan 20%, badan kiri 20%
(Hardisman, 2014).

3. Lokasi luka bakar (bagian tubuh yang terkena)


Berat ringannya luka bakar dipengaruhi pula oleh lokasi luka bakar.
Luka bakar yang mengenai kepala, leher dan dada sering kali berkaitan
dengan komplikasi pulmoner. Luka bakar yang menganai wajah seringkali
menyebabkan abrasi kornea. Luka bakar yang mengenai lengan dan
persendian seringkali membutuhkan terapi fisik dan occupasi dan dapat
menimbulkan implikasi terhadap kehilangan waktu bekerja dan atau
ketidakmampuan untuk bekerja secara permanen (Rahayuningsih, 2012).
Luka bakar yang mengenai daerah perineal dapat terkontaminasi
oleh urine atau feces. Sedangkan luka bakar yang mengenai daerah torak
dapat menyebabkan tidak adekuatnya ekspansi dinding dada dan terjadinya
insufisiensi pulmoner (Rahayuningsih, 2012).

4. Mekanisme injury
Mekanisme injury merupakan faktor lain yang digunakan untuk
menentukan berat ringannya luka bakar. Secara umum luka bakar yang
mengalami injuri inhalasi memerlukan perhatian khusus. Pada luka
bakarelectric, panas yang dihantarkan melalui tubuh, mengakibatkan
kerusakan jaringan internal (Rahayuningsih, 2012).
Injury pada kulit mungkin tidak begitu berarti akan tetapi kerusakan
otot dan jaringan lunak lainnya dapat terjad lebih luas khususnya bila injury
electrik dengan voltage tinggi. Oleh karena itu voltage, tipe arus (direct
atau alternating), tempat kontak dan lamanya kontak adalah sangat penting
untuk diketahui dan diperhatikan karena dapat mempengaruhi morbidity
(Rahayuningsih, 2012).

7
5. Usia
Kelompok terbesar dengan kasus luka bakar adalah anak-anak
kelompok usia dibawah 6 tahun bahkan sebagian besar berusia kurang dari
2 tahun. Puncak insiden kedua adalah luka bakar akibat kerja yaitu pada
usia 25-35 tahun. Kendatipun jumlah pasien lanjut usia dengan luka bakar
cukup kecil, tetapi kelompok ini sering kali memerlukan perawatan pada
fasilitas khusus luka bakar. Dalam tahun tahun terakhir ini daya tahan
hidup dimana penderita dapat kembali pada keadaan sebelum cedera pada
penderita lanjut usia mengalami perbaikan yang lebih cepat dibandingkan
dengan populasi umum luka bakar lainnya.
Usia klien mempengaruhi berat ringannya luka bakar. Angka
kematiannya (mortality rate) cukup tinggi pada anak yang berusia kurang
dari 4 tahun, terutama pada kelompok usia 0-1 tahun dan klien yang berusia
di atas 65 tahun. Tingginya statistic mortalitas dan morbiditas pada orang
tua yang terkena luka bakar merupakan akibat kombinasi dari berbagai
gangguan fungsional (seperti lambatnya bereaksi, gangguan dalam
menilai, dan menurunnya kemampuan mobilitas), hidup sendiri, dan
bahaya-bahaya lingkungan lainnya.
Disamping itu juga mereka lebih rentan terhadap injury luka bakar
karena kulitnya menjadi lebih tipis, dan terjadi athropi pada bagian-bagian
kulit lain. Sehingga situasi seperti ketika mandi dan memasak dapat
menyebabkan terjadinya luka bakar (Rahayuningsih, 2012).
Pada anak dibawah umur 3 tahun penyebab luka bakar paling umum
adalah cedera lepuh (scald burn). Luka ini dapat terjadi bila bayi dan balita
yang tak terurus dengan baik, dimasukkan kedalam bak mandi yang berisi
air yang sangat panas dan anak tak mampu keluar dari bak mandi tersebut.
Selain itu kulit balita lebih tipis daripada kulit anak yang lebih besar dan
orang dewasa, karenanya lebih rentan cedera. Pada anak umur 3-14 tahun,
penyebab luka bakar paling sering karena nyala api yang membakar baju.
Kematian pada anak-anak oleh karena daya kekebalan belum sempurna.

8
2.1.5 Patofisiologi Luka Bakar
Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu
sumber panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau
radiasi elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi
protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan
lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat
mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan
burning agent. Nekrosis dan keganasan organ dapat terjadi. Kedalaman luka
bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan lamanya kontak
dengan agen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas dengan suhu
sebesar 55°C mengakibatkan cidera full thickness yang serupa. Perubahan
patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal periode
syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang
terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase
hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar
yang berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas
kapiler dan kemudian terjadi perpindahan cairan, natrium serta protein dari
ruang intravaskuler ke dalam ruanga interstisial.
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada
volume darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan
dan berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan
terjadi penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf simpatik akan
melepaskan ketokelamin yang meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi
denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan
curah jantung. Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam
24 hingga 36 jam pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam
tempo 6-8 jam. Dengan terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka
bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen
vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat
pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan

9
saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga
terjadi iskemia. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen. Volume
darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi syok luka
bakar. Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum luka
bakar ditutup. Selama syok luka bakar, respon luka bakar respon kadar natrium
serum terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hipnatremia terjadi
segera setelah terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan dijumpai sebagai
akibat destruksi sel massif.
Hipokalemia dapat terjadi kemudian dengan berpindahnya cairan dan
tidak memadainya asupan cairan. Selain itu juga terjadi anemia akibat
kerusakan sel darah merah mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena
kehilangan plasma. Abnormalitas koagulasi yang mencakup trombositopenia
dan masa pembekuan serta waktu protrombin memanjang juga ditemui pada
kasus luka bakar. Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar
berat, konsumsi oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat
hipermetabolisme dan respon lokal. Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat
dari berkurangnya volume darah. Destruksi sel-sel darah merah pada lokasi
cidera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Bila aliran darah
lewat tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat
tubulus renal sehingga timbul nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal.
Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor
inflamasi yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen
serum, gangguan fungsi neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat
pasien luka bakar bereisiko tinggi untuk mengalmai sepsis. Hilangnya kulit
menyebabkan ketidakmampuan pengaturan suhunya. Beberapa jam pertama
pasca luka bakar menyebabkan suhu tubuh rendah, tetapi pada jam-jam
berikutnya menyebabkan hipertermi yang diakibatkan hipermetabolisme.
(Arief, 2000: 365)

10
Respon sistemik muncul dengan segera dan menimbulkan pelepasan
mediator inflamasi dan oxygen radicals. Respon inflamasi menimbulkan
hyperdynamic dan hipermetabolic fase, yang akan menyebabkan kegagalan
multi organ.
Efek pada sistem kardiovaskular pada respon luka bakar dibagi menjadi
akut dan hypermetabolic fase. Hipovolemia mendominasi pada fase akut, hal
ini disebabkan oleh peningkatan permiabilitas kapiler menyebabkan
kehilangan protein dan volume cairan pada area extravascular.
Hipermetabolik fase menimbulkan hypoproteinaemia yang menyebabkan
udema jaringan, sementara kelebihan sistesis catecholamine dapat
menimbulkan kegagalan fungsi jantung dan gagal ginjal akut sekunder pada
iskemia atau infark.
Cedera termal menghasilkan komplikasi pada sistem gastroinstestinal.
Pengurangan asupan nutrisi, peningkatan insiden pada ulkus mukosa lambung
dan iskemia dinding usus yang dapat menyebabkan pendarahan pada sistem
gastrointestinal. Translokasi dari bakteri yang melewati ke dinding mukosa
juga dapat menyebabkan sepsis.

11
Terdapat dua aspek pada patofiosologi cedera pernafasan yaitu direct
thermal inflammatory response dan smoke inhalation. Inflamasi sel lokal
terjadi di seluruh alur respiratory termasuk parenchyma yang menghasilkan
udema, iritai dan peningkatan tekanan jalan nafas yang dapat memperberat
selama positive pressure ventilation (PPV). Smoke inhalation dapat
menyebabkan direct asfiksia dengan pemindahan O2 alveoli, atau secara
sistematik melalui carboxyhaemoglobinaemia.

12
Pathway Luka Bakar Severely
Agen penyebab:
termal, listrik, bahan kimia, radiasi,
sinar ultraviolet (sinar matahari),
suhu rendah
Persendian Inhalasi Asap

Luka Bakar Hipermetabolik

Disfungsi Sendi Gangguan Jalan Napas

Kerusakan Peningkatan
Risiko Gangguan
integritas kulit pembuluh darah
Infeksi termoregulasi
kapiler
Risiko tinggi terhadap
Gangguan Ileus Paralitik
Nyeri bersihan jalan napas
perfusi (distensi abdomen,
jaringan Tekanan onkotik
mual) menurun Hypertermi
 Gangguan
Risiko tinggi mobilitas Cairan intravaskuler
terhadap Nutrisi kurang fisik
menurun
dari kebutuhan  Gangguan
perubahan
tubuh rasa nyaman
neurovaskuler nyeri
Hipovolemia

Risiko tinggi
1 terhadap
defisit volume cairan
2.1.6 Klasifikasi Luka Bakar

A. Klasifikasi luka bakar menurut kedalaman


1. Luka bakar derajat I
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis superfisial, kulit
kering hiperemik, berupa eritema, tidak dijumpai pula nyeri karena
ujung –ujung syaraf sensorik teriritasi, penyembuhannya terjadi secara
spontan dalam waktu 5 -10 hari (Brunicardi et al., 2005).
2. Luka bakar derajat II
Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagai
lapisan dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi.
Dijumpai pula, pembentukan scar, dan nyeri karena ujung –ujung
syaraf sensorik teriritasi. Dasar luka berwarna merah atau pucat. Sering
terletak lebih tinggi diatas kulit normal (Moenadjat, 2001).
a. Derajat II Dangkal (Superficial)
1) Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis.
2) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea masih utuh.

14
3) Bila mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera, dan
luka bakar pada mulanya tampak seperti luka bakar derajat I
dan mungkin terdiagnosa sebagai derajat II superficial setelah
12-24 jam
4) Ketika bula dihilangkan, luka tampak berwarna merah muda
dan basah.
5) Jarang menyebabkan hypertrophic scar.
6) Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara
spontan kurang dari 3 minggu (Brunicardi et al., 2005).

b. Derajat II dalam (Deep)


1) Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
2) Organ-organ kulit seperti folikel-folikel rambut, kelenjar
keringat, kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
3) Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung biji epitel yang
tersisa.
4) Juga dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka biasanya
tanpak berwarna merah muda dan putih segera setelah terjadi
cedera karena variasi suplay darah dermis (daerah yang
berwarna putih mengindikasikan aliran darah yang sedikit atau
tidak ada sama sekali, daerah yg berwarna merah muda
mengindikasikan masih ada beberapa aliran darah) (Moenadjat,
2001)
5) Jika infeksi dicegah, luka bakar akan sembuh dalam 3 -9
minggu (Brunicardi et al., 2005)

3. Luka bakar derajat III (Full Thickness burn)


Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dermis dan lapisan lebih
dalam, tidak dijumpai bula, apendises kulit rusak, kulit yang terbakar
berwarna putih dan pucat. Karena kering, letak nya lebih rendah
dibandingkan kulit sekitar. Terjadi koagulasi protein pada epidermis

15
yang dikenal sebagai scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi,
oleh karena ujung –ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan atau
kematian. Penyembuhanterjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi
spontan dari dasar luka (Moenadjat, 2001).

4. Luka bakar derajat IV


Luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan
ltulang dengan adanya kerusakan yang luas. Kerusakan meliputi
seluruh dermis, organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar
sebasea dan kelenjar keringat mengalami kerusakan, tidak dijumpai
bula, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat, terletak lebih
rendah dibandingkan kulit sekitar, terjadi koagulasi protein pada
epidemis dan dermis yang dikenal scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan
hilang sensori karena ujung-ujung syaraf sensorik mengalami
kerusakan dan kematian. penyembuhannya terjadi lebih lama karena
ada proses epitelisasi spontan dan rasa luka (Moenadjat, 2001).

B. Klasifikasi Berdasarkan Mekanisme dan Penyebab


1. Luka bakar termal
Luka bakar yang biasanya mengenai kulit. Luka bakar ini bisa
disebabkan oleh cairan panas, berkontak dengan benda padat panas,
terkena lilin atau rokok, terkena zat kimia, dan terkena aliran listrik
(WHO, 2008).

2. Luka bakar inhalasi


Luka bakar yang disebabkan oleh terhirupnya gas yang panas, cairan
panas atau produk berbahaya dari proses pembakaran yang tidak
sempurna. Luka bakar ini penyebab kematian terbesar pada pasien luka
bakar (WHO, 2008).

16
C. Klasifikasi Berdasarkan Luas Luka
Sedangkan berdasarkan luas lesi dapat diklasifikasikan menjadi 3
yakni:
1. Luka bakar ringan, yakni luka bakar derajat I seluas <10% atau derajat
II seluas <2%.
2. Luka bakar sedang, yakni luka bakar derajat I seluas 10-15% atau
derajat II seluas 5-10%
3. Luka bakar berat, yakni luka bakar derajat II seluas >20% atau derajat
III seluas >10%

2.1.7 Gambaran Klinis Luka Bakar


Gambaran klinis luka bakar dapat dikelompokkan menjadi trauma primer
dan sekunder, dengan adanya kerusakan langsung yang disebabkan oleh luka
bakar dan morbiditas yang akan muncul mengikuti trauma awal. Pada daerah
sekitar luka, akan ditemukan warna kemerahan, bulla, edema, nyeri atau
perubahan sensasi. Efek sistemik yang ditemukan pada luka bakar berat seperti
syok hipovolemik, hipotermi, perubahan uji metabolik dan darah (Rudall &
Green, 2010).
Syok hipovolemik dapat terlihat pada pasien dengan luas luka bakar lebih
dari 25% LPTT. Hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas
pembuluh darah yang berlangsung secara kontinyu setidaknya dalam 36 jam
pertama setelah trauma luka bakar. Berbagai protein termasuk albumin keluar
menuju ruang interstitial dengan menarik cairan, sehingga menyebabkan
edema dan dehidrasi. Selain itu, tubuh juga telah kehilangan cairan melalui
area luka, sehingga untuk mengkompensasinya, pembuluh darah perifer dan
visera berkonstriksi yang pada akhirnya akan menyebabkan hipoperfusi. Pada
fase awal, curah jantung menurun akibat melemahnya kontraktilitas
miokardium, meningkatnya afterload dan berkurangnya volume plasma.
Tumour necrosis factor-α yang dilepaskan sebagai respon inflamasi juga
berperan dalam penurunan kontraktilitas miokardium (Rudall & Green, 2010).

17
Suhu tubuh akan menurun secara besar dengan luka bakar berat, hal ini
disebabkan akibat evaporasi cairan pada kulit karena suhu tinggi luka bakar
dan syok hipovolemik. Uji kimia darah menunjukkan tingginya kalium (akibat
kerusakan pada sel) dan rendahnya kalsium (akibat hipoalbuminemia). Setelah
48 jam setelah trauma luka, pasien dengan luka bakar berat akan menjadi
hipermetabolik (laju metabolik dapat meningkat hingga 3 kali lipat). Suhu
basal tubuh akan meningkat mencapai 38,5 0C akibat adanya respon inflamasi
sistemik terhadap luka bakar. Respon imun pasien juga akan menurun karena
adanya down regulation pada reseptor sehingga meningkatkan resiko infeksi
dan juga hilangnya barier utama pertahanan tubuh yaitu kulit (Rudall & Green,
2010).
Nyeri akibat luka bakar dapat berasal dari berbagai sumber yaitu antara
lain, sumber luka itu sendiri, jaringan sekitar, penggantian pembalut luka
ataupun donor kulit. Setelah terjadinya luka, respon inflamasi akan memicu
dikeluarkannya berbagai mediator seperti bradikinin dan histamin yang
mampu memberi sinyal rasa nyeri (Richardson & Mustard, 2009).
Hiperalgesia primer terjadi sebagai respon terhadap nyeri pada lokasi
luka, sedangkan hiperalgesia sekunder terjadi beberapa menit kemudian yang
diakibatkan adanya transmisi saraf dari kulit sekitarnya yang tidak rusak.
Pasien dengan luka bakar derajat I atau derajat II superfisial biasanya akan
berespon baik terhadap pengobatan dan sembuh dalam waktu 2 minggu, luka
bakar tersebut tampak berwarna merah muda atau merah, nyeri dan memiliki
suplai darah yang baik (Rudall & Green, 2010).

2.1.8 Fase Luka Bakar


1. Fase Akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita
akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething
(mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak
hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun
masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi

18
dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian
utama penderiat pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.

2. Fase Sub Akut


Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas.
Luka yang terjadi menyebabkan:
1) Proses inflamasi dan infeksi.
2) Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang
atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ
fungsional.
3) Keadaan hipermetabolisme.

3. Fase Lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat
luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul
pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid,
gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.

2.1.9 Carboxyhemoglobin (COHb)


Karbon monoksida merupakan gas tidak berwarna, tidak berbau tidak
berasa, tidak menyebabkan iritasi, namun mudah terbakar dan merupakan gas
beracun. 3 Sifat-sifat tersebut menyebabkan gas ini sulit dideteksi sehingga CO
dikenal sebagai silent killer.
Karbon monoksida mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan
hemoglobin, pigmen sel darah merah yang mengangkut oksigen keseluruh
tubuh. Sifat ini menghasilkan pembentukan karboksihemoglobin (COHb) yang
ikatannya 200 kali lebih stabil dibandingkan oksihaemoglobin (HbO2). Dengan
terbentuknya COHb ini, mengakibatkan berkurangnya kapasitas darah untuk

19
menyalurkan oksigen (O2) kepada jaringan tubuh. Hal ini menyebabkan
turunnya kapasitas transportasi oksigen dalam darah oleh hemoglobin dan
penggunaan oksigen di tingkat seluler.
Teori pada Smart (2001) disampaikan bahwa afinitas pengikatan
karbon monoksida untuk hemoglobin adalah 200-250 kali lebih besar dari
oksigen untuk hemoglobin. Teori lainnya menyatakan hal serupa dimana
disampaikan bahwa afinitas hemoglobin terhadap CO 210 kali lebih besar
dibandingkan afinitas terhadap oksigen. Toksisitas CO terjadi jika CO sudah
menggantikan kedudukan O2 di dalam darah.
Toksisitas CO dapat menimbulkan berbagai gejala, pada paparan awal
dimana kadar COHb di dalam tubuh manusia < 5% belum ada gejala yang
muncul. Gejala akan muncul pada kadar COHb > 5%, salah satu gejala yang
akan muncul ialah gejala hipoksia seperti pusing dan mual. Gejala kronik dari
toksisitas CO ialah munculnya warna cherry kemerahan yang muncul di
permukaan kulit. Efek paling parah dari toksisitas CO ialah kematian, hal ini
dapat terjadi bila 70-80% sirkulasi di hemoglobin sudah berikatan dengan CO.
Walaupun sifatnya reversibel, namun ikatan COHb tersebut sangat lambat
melepaskan CO dari ikatannya. Sehingga CO menggantikan kedudukan O2
pada hemoglobin dan menurunkan kapasitas oksigen di dalam darah. Hal ini
akan mengganggu distribusi serta pelepasan O2 dari Hb untuk pemanfaatannya
dalam jaringan. Semua jaringan akan rentan terhadap efek dari CO ini, namun
organ-organ yang memiliki kebutuhan tertinggi pada O2 ialah yang paling
rentan seperti pada otak dan jantung. Seperti disebutkan sebelumnya, jika
organ-organ tersebut terganggu maka dapat mempengaruhi kapasitas dan
kelelahan kerja. Meskipun banyak bahan dalam darah tidak pernah berkontak
langsung dengan jaringan otak, namun otak dibandingkan dengan jaringan lain
sangat bergantung pada pasokan darah yang konstan. Otak tidak seperti
kebanyakan jaringan yang masih dapat mengandalkan metabolisme anaerob
untuk menghasilkan ATP tanpa adanya O2. Oleh karena itu otak bergantung
mutlak pada pasokan O2.

20
Sel-sel otot jantung mengandung banyak mitokondria, organel energi
dependen O2. Pada kenyataannya, hingga 40% volume sel otot jantung
ditempati oleh mitokondria, yang menunjukkan betapa bergantungnya jantung
pada penyaluran O2 dan metabolisme aerobik untuk menghasilkan energi yang
dibutuhkan untuk kontraksi. Pada keadaan kurang oksigen, karbondioksida dan
ion H+ dilepaskan. Untuk memenuhi kekurangan oksigen tersebut, tubuh
mengadakan proses anaerob dan proses ini menghasilkan asam laktat.
Absorbsi atau ekskresi CO ditentukan oleh kadar CO dalam udara
lingkungan, kadar COHb sebelum pemaparan, lamanya pemaparan, dan
ventilasi paru. Bila orang yang telah mengabsorbsi CO dipindahkan ke udara
bersih dan berada dalam keadaan istirahat, maka kadar COHb semula akan
berkurang. Dalam waktu 6-8 jam darahnya tidak mengandung COHb lagi.
Inhalasi oksigen mempercepat ekskresi CO sehingga dalam waktu 30 menit
kadar COHb telah berkurang setengahnya dari kadar semula. Umummya kadar
COHb akan berkurang 50% bila penderita CO akut dipindahkan ke udara
bersih dan selanjutnya sisa COHb akan berkurang 8-10% setiap jamnya.
Maka dari itu penanganan terhadap korban toksisitas CO yang pertama
kali harus dilakukan ialah membawa korban ke lokasi dengan udara segar,
pindahkan dari lokasi paparan CO, kemudian dilakukan pemberian terapi
oksigen 100% sampai kadar COHb sudah di bawah kadar berbahaya.

2.1.10 Efek Paparan Arus Listrik terhadap Peningkatan Biomarker dan


Kelainan Irama Jantung
Electric shock didefinisikan sebagai suatu respon fisiologis yang
terjadi saat aliran arus listrik melalui setiap bagian dari tubuh seseorang.
Electrocution adalah kematian yang disebabkan oleh sengatan listrik. Ada 4
penyebab kematian akibat sengatan listrik:
1. Efek langsung saat jaringan tubuh terpapar arus menyebabkan terjadi
asistol, fibrilasi ventrikel, ataupun apnea,
2. Cedera tumpul akibat terlontar setelah tersambar petir

21
3. Konversi energi listrik menjadi energi panasyang mengakibatkan luka
bakar,
4. Elektroporasi, didefinisikan sebagai penciptaan pori-pori di membran sel
oleh arus listrik. Tidak seperti luka bakar, yang menyebabkan kerusakan
jaringan oleh denaturasi protein dan koagulasi, elektroporasi mengganggu
membrane sel dan menyebabkan kematian sel tanpa pemanasan klinis
yang signifikan.
Cedera listrik melibatkan duamekanisme, langsung dan tidak
langsung. Arus listrik dapat secara langsung menyebabkan kerusakan jaringan
dengan mengubah potensial membran yang dapat berakhir dengan kontraksi
otot berlebihan, dan terjadi konversi dari energi listrik menjadi energi panas
yang akan menyebabkan destruksi jaringan masif dan nekrosis koagulasi.
Mekanisme cedera tidak langsung cenderung didapat dari hasil dari akibat
terlempar setelah tersengat listrik dari sumbernya.
Secara umum beratnya cedera yang diakibatkan arus listrik
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut.
1. Jenis arus, dapat berupa arus searah (DC) atau arus bolak balik. Arus
searah (DC) adalah arus yang mengalir dalam satu arah saja, contohya
adalah baterai, sel surya, dinamo, dan lain-lain. Arus bolak balik (AC)
adalah arus yang mengalir bolak-balik (siklus) melalui konduktor.
Kontak tegangan tinggi dengan arus searah (DC) cenderung
menyebabkan kejang otot tunggal dan sering melempar korban dari
sumber listrik. Hal ini menyebabkan durasi paparan yang lebih singkat
namun meningkatkan kemungkinan trauma tumpul. Paparan arus bolak
balik (AC) dengan tegangan yang sama cenderung tiga kali lebih
berbahaya dari DC karena dapat menyebabkan kontraksi otot terus-
menerus (tetani).
2. Lamanya kontak, semakin lama kontak, maka akan semakin besar arus
listrik yang memasuki jaringan tubuh.
3. Besarnya tegangan (voltase). Tegangan adalah ukuran dari perbedaan
potensial listrik antara dua titik dan ditentukan oleh sumber listrik.

22
Sengatan listrik diklasifikasikan menjadi tegangan tinggi (≥ 1000 V) dan
tegangan rendah (<1000 V). Tegangan sering menjadi satu-satunya
variabel yang diketahui dengan pasti setelah terpapar listrik,oleh karena
itu tegangan listrik menjadi penanda yang paling masuk akal untuk
mengkategorikan sengatan listrik. Sengatan listrik tegangan
tinggimengakibatkan cederayang lebih parah perwaktu paparan.
4. Besarnya tahanan (resistensi). Menurut hukum Ohm, arus listrik
sebanding dengan sumber tegangan dan berbanding terbalik dengan
resistansi konduktor. Dengan demikian, paparan listrik ke bagian tubuh
yang berbeda dengan tegangan yang sama akan menghasilkan arus yang
berbeda (dengan lama dantingkat kerusakan yang berbeda) karena
resistensi bervariasi antara berbagai jaringan. Resistensi paling rendah
ditemukan dalam saraf, darah, selaput lendir, dan otot sedangkan
resistensi tertinggi ditemukan di tulang, lemak, dan tendon. Kulit
memiliki resistensi intermediet.
5. Kuat arus (ampere), besarnya kuat arus menentukan berbagai efek yang
terjadi pada tubuh.
6. Luasnya daerah terkena kontak.
Paparan arus listrik baik tegangan tinggi maupun tegangan rendah
dapat merusak otot jantung. Arus listrik dapat mempengaruhi jantung dalam
dua cara yaitu dengan menyebabkan nekrosis langsung pada miokardium
akibat efek konversi elektrotermal dan elektroporasi, dan dengan
menyebabkan kelainan irama jantung karena spasme dan hipoperfusi koroner.
Pembuluh darah yang terlibat sebagai akibat dari efek sengatan listrik
bergantung dari ukurannya. Arteri besar tidak ikut terpengaruh karena
alirannya yangcepat memungkinkannya untuk mengusir panas yang
dihasilkan oleh arus listrik. Namun, arteri besar rentan terhadap nekrosis
medial yang berujung pada pembentukan aneurisma dan pada akhirnya
menjadi pecah. Arteri kecil mengalami nekrosis koagulasi akibat cedera
sengatan listrik tegangan tinggi.

23
Mekanisme kelainan irama jantung dapat dijelaskan sebagai akibat
terjadinya hipoksia jaringan akibat gagal napas, fokus aritmogenik akibat
nekrosis miokardium, perubahan konsentrasi Na-K adenosinetrifosfatase,
dan perubahan permeabilitas membran miosit. Kelainan irama jantung yang
muncul lama mungkin karena fokusaritmogenik sekunder untuk
nekrosismiokardium dan cedera dari nodus SA.
Kematian jantung mendadak karena fibrilasi ventrikel sering terjadi
akibat arus listrikbolak balik tegangan rendah, sedangkan asistol lebih sering
oleh kejutan arus listrik bolak balik tegangan tinggi. Kejadian fibrilasi
ventrikel berbanding terbalik dengan besar tegangan dan terjadinya takikardia
ventrikel dan fibrilasi atrium yang berbanding lurus dengan besar tegangan.
Aritmia fatal besar kemungkinan disebabkan oleh aliran arus horizontal
(tangan ke tangan) sedangkan arus yang secara vertikal (dari kepala sampai
kaki) lebih sering menyebabkan kerusakan jaringan miokardium. Apabila
selamat dari sengatan listrik,besar risiko mengalami beberapa bentuk aritmia
berikutnya (10% sampai 46%). Kebanyakan aritmia terjadi segera setelah
sengatan listrik, namun hingga 12 jam setelah insiden aritmia dapat baru
terjadi.
Berbagai temuan dalam hasil pemeriksaan elektrokardiografi
menunjukkan terjadinya kelainan irama jantung setelah mengalami sengatan
arus listrik. Paparan dengan arus rendah AC sering menyebabkan fibrilasi
ventrikel, sedangkan paparan dengan arus kuat DC sering terjadi asistol.
Beberapa temuan lainnya menunjukan kelainan berupa sinus takikardi, AV
blok derajat I, elevasi segmen ST sementara, perpanjangan segmen QT
reversibel, kontraksi ventrikelprematur, fibrilasi atrium, dan bundle branch
block.
Kerusakan pada dinding pembuluh pada saat cedera dapat
mengakibatkan trombosis dan perdarahan, terutama di arteri-arteri kecil pada
otot jantung. Perubahan vaskuler yang sedang berlangsung dapat
menyebabkan berkurangnya suplai darah ke daerah yang terkena.

24
Sengatan listrik dapat menyebabkan beberapa mekanisme dalam
tubuh yaitu:
1. Elektroporasi.
Elektroporasi terjadi saat energi listrik diinduksikan pada sel sehingga
meningkatkan permeabilitas membran sel dan dapat membentuk pori-pori
membrane.
2. Hiperkontraksi serabut otot.
Aliran listrik yang terus menerus merangsang voltage-gate chanel
membranesel sehingga terjadi hiperpolarisasi. Selain itu juga terjadi
spasme arteri koroner, efek trombogenik hipotensi, dan efek termal pada
miokardium yang akan berakhir pada kerusakan atau nekrosis otot
jantung.
Nekrosis otot jantung akan menyebabkan ruptur membran sel yang
ditandai oleh pelepasan mioglobin dari spatium intraselular secara besar-
besaran, depolarisasi miosit dan tidak adekuatnya ATP sitoplasma untuk
melepaskan komplek actin-miosin, peningkatan kadar asam arakhidonat pada
membran fospolipid.
Pelepasan protein intraseluler ke dalam ruang interstitial dan sirkulasi
sistemik melalui mikrovaskular lokal dan aliran limfatik merupakan salah satu
penanda terjadinya ruptur membran sel otot jantung. Protein-protein
intraseluler ini meliputi aspartate aminotransferase (AST), lactate
dehydrogenase, creatin phosphokinase (CPK), creatine kinase (CK), creatine
kinase isoenzime MB (CK-MB), myoglobin, carbonic anhydrase III (CA III),
myosin light chain (MLC), dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT).
Pada cedera yang diakibatkan sengatan listrik ditemukan terdapat peningkatan
yang signifikan dan sangat cepat dari troponin I, CK-MB dan CPK.
Peningkatan pada cTnI berlangsung cepat pada 12 jam setelah kejadian dan
dapat mengalami peningkatan 1000 kali dari nilai normalnya yaitu 0,02mL.
Sedangkan pada CK-MB dan CPK peningkatan berlangsung jauh lebih cepat
dari cTnI.17-19

25
Kedua kadar serum CK dan CK-MB meningkat, karena secara
bersamaan terjadi cedera otot skeletal serta henti jantung paru. Tidak jelas
sampai sejauh mana cedera muskuloskeletal berkontribusi dalam peningkatan
biomarker ini. Hal ini dapat menyebabkan diagnosis palsu dari infark miokard
setelah sengatan listrik.

2.1.11 Proses Penyembuhan Luka Bakar


Krisanty (2009) mengatakan bahwa proses penyembuhan luka bakar
terdiri dari 3 fase meliputi fase inflamasi, fase fibioblastik, dan fase maturasi.
Adapun proses penyembuhannya antara lain:
1. Fase inflamasi
Fase terjadinya luka bakar sampai 3-4 hari pasca luka bakar. Pada
fase ini terjadi perubahan vascular dan proliferase seluler. Daerah luka
mengalami agregasi trombosit dan mengeluarkar serotonin serta mulai
timbul epitalisasi.
2. Fase Fibi Oblastik
Fase yang dimulai pada hari ke 4 sampai 20 pasca luka bakar Pada
fase ini timbul abrobast yang membentuk kolagen yang tampak secara
klinis sebagai jaringan granulasi yang berwarna kemerahan.
3. Fase Maturasi
Proses pematangan kolagen dan terjadi penurunan aktivitas seluler
dan vaskuler. Hasil ini berlangsung hingga 8 bulan sampai lebih dari satu
tahun dan berakhir jika sudah tidak ada tanda-tanda inflamasi untuk akhir
dari fase ini berupa jaringan parut yang berwarna pucat, tipis, lemas tanpa
rasa nyeri atau gatal.

26
2.1.12 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik dari luka bakar sebagai penunjang untuk
menggunakkan diagnosa keperawatan antara lain sebagai berikut:
1. Hitung darah lengkap
Peningkatan HT awal menunjukkan hemokonsentrasi sehubungan
dengan pemindahan atau kehilangan cairan.

2. Sel darah putih


Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan kehilangan sel pada
sisi luka.

3. GDA (Gas Darah Arteri)


Penurunan Pa O2 atau peningkatan Pa CO2 mungkin terlihat pada
retensi karbon monoksida. Asidosis dapat terjadi sehubungan dengan
penurunan fungsi ginjal dan kehilangan kompensasi pernapasan.

4. CoHbg (Karboksi Hemoglobin)


Peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan keracunan karbon
monoksida atau cedera inhalasi.

5. Elektrolit Serum
Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera
jaringan dan penurunan fungsi ginjal: hipokalemi dapat terjadi apabila
mulai terjadi diuresis. Magnesium mungkin menurun, Natrium pada awal
juga menurun.

6. Natrium Urine Random


Lebih besar dari 20 mEq/L, mengindikasikan kelebihan resusitasi
cairan, kurang dari 10 mEq/L, menduga ketidakadekuatan resusitasi
cairan.

27
7. BUN
Untuk mengetahui apakah ada penurunan fungsi ginjal/tidak

2.1.13 Manajemen Penatalaksanaan Luka Bakar


Penanganan luka bakar pada anak dan dewasa pada dasarnya sama hanya
akibat yang ditimbulkan dapat lebih serius pada anak. Hal itu disebabkan
secara anatomi kulit anak lebih tipis, lebih mudah terjadi kehilangan cairan dan
elektrolit serta kemungkinan terjadi hipotermi cukup besar (Hadinegoro,
2014).
Perawatan luka bakar akut biasanya dibagi menjadi tiga fase. 48 jam
pertama setelah cedera merupakan resusitasi akut, fokus pada penilaian awal,
dukungan jalan napas, dan penggantian cairan. Fase cakupan luka kemudian
terjadi, di mana fokus utama pengobatan adalah eksisi bedah dan penutupan
luka bakar. Manajemen ventilator, dukungan metabolisme, pengendalian
infeksi dan nyeri, terapi fisik, dan tindakan pendukung lainnya adalah
tambahan penting untuk pembedahan selama periode ini. Sasaran akhir, fase
rehabilitasi meliputi pengendalian bekas luka, fungsi optimalisasi, dan kembali
ke kehidupan mandiri. Periode ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan
dan melanjutkan debit lama. Jelas, fase-fase ini tumpang tindih: Banyak unit
memulai eksisi bedah bahkan sebelum resusitasi selesai, dan beberapa aspek
rehabilitasi terapi fisik, dukungan psikososial, nutrisi harus dimulai secara
esensial pada saat cedera.
Berbagai macam respon sistem organ yang terjadi setelah mengalami luka
bakar menuntut perlunya pendekatan antar disiplin Perawat bertanggung jawab
untuk mengembangkan rencana perawatan yang didasarkan pada pengkajian
data yang merefleksikan kebutuhan fisik dan psikososial klien dan keluarga
atau orang lain yang dianggap penting (Rahayuningsih, 2012). Perawatan
sebelum di rumah sakit (prehospital care). Perawatan sebelum klien dibawa ke
rumah sakit dimulai pada tempat kejadian luka bakar dan berakhir ketika
sampai di institusi pelayanan emergensi. Prehospital care dimulai dengan

28
memindahkan/menghindarkan klien dari sumber penyebab luka bakar dan atau
menghilangkan sumber panas (Rahayuningsih, 2012).
1. Penatalaksanaan prehospital
Menurut Rahayuningsih (2012) mengatakan bahwa penanganan
pertama pada luka bakar antara lain:
1) Menjauhkan penderita dari sumber luka bakar
2) Memadamkan pakaian yang terbakar
3) Menghilangkan zat kimia penyebab luka bakar
4) Menyiram dengan air sebanyak -banyaknya bila karena zat kimia.
5) Mematikan listrik atau buang sumber listrik dengan menggunakan
objek yang kering dan tidak menghantarkan arus (nonconductive).

Fitriana (2014) menyebutkan bahwa pada tindakan penatalaksanaan


luka bakar terdapat beberapa prioritas tindakan untuk mengatasi kegawatan
pada klien yaitu sebagai berikut:
1) Menghentikan proses pembakaran
Jika menemukan penderita masih dalam keadaan terbakar maka
harus segera dilakukan pemadaman dengan cara menyiram dengan air
dalam jumlah banyak apabila disebabkan bensin atau minyak.
Menggulingkan penderita pada tanah (drop and roll) atau
menggunakan selimut basah untuk memadamkan api.
Walaupun api sudah mati, luka bakar akan tetap mengalami proses
perjalanan pembakaran, untuk mengurangi proses ini luka dapat
disiram atau direndam dengan air bersih untuk pendinginan. Perlu
diketahui bahwa proses pendalaman ini hanya akan berlangsung
selama 15 menit, sehingga apabila pertolongan datang setelah 15 menit,
usaha sia-sia dan hanya akan menimbulkan hipotermi. Tidak
diperbolehkan sekali-kali mengompres luka bakar dengan kassa air es
karena dapat mengakibatkan kerusakan jaringan.

29
2) Perawatan luka bakar
Luka bakar harus ditutup secepat mungkin untuk memperkecil
kemungkinan kontaminasi bakteri dan mengurangi rasa nyeri dengan
mencegah aliran udara agar tidak mengenai permukaan kulit yang
terbakar. Perawatan tergantung pada karakteristik dan ukuran dari luka.
Tujuan dari semua perawatan luka bakar agar luka segera sembuh rasa
sakit yang minimal. Setelah luka dibersihkan dan di debridement, luka
ditutup. Penutupan luka ini memiliki beberapa fungsi: Pertama dengan
penutupan luka akan melindungi luka dari kerusakan epitel dan
meminimalkan timbulnya koloni bakteri atau jamur. Kedua, luka harus
benar-benar tertutup untuk mencegah evaporasi pasien tidak hipotermi.
Ketiga, penutupan luka diusahakan semaksimal mungkin agar pasien
merasa nyaman dan meminimalkan timbulnya rasa sakit. Pilihan
penutupan luka sesuai dengan derajat luka bakar (Holmes & Heimbach,
2005).
a) Luka bakar derajat I
Merupakan luka ringan dengan sedikit hilangnya barier
pertahanan kulit. Luka seperti ini tidak perlu di balut, cukup dengan
pemberian salep antibiotik untuk mengurangi rasa sakit dan
melembabkan kulit. Bila perlu dapat diberi NSAID (Ibuprofen,
Acetaminophen) untuk mengatasi rasa sakit dan pembengkakan.

b) Luka bakar derajat II (superfisial)


Perlu perawatan luka setiap harinya, pertama-tama luka
diolesi dengan salep antibiotik, kemudian dibalut dengan perban
katun dan dibalut lagi dengan perban elastik. Pilihan lain luka dapat
ditutup dengan penutup luka sementara yang terbuat dari bahan
alami (Xenograft (pig skin) atau Allograft (homograft, cadaver
skin) atau bahan sintetis (opsite, biobrane, transcyte, integra).

30
c) Luka derajat II (dalam) dan luka derajat III
Perlu dilakukan eksisi awal dan cangkok kulit (early
exicision and grafting) Setelah sembuh dari luka, masalah
berikutnya adalah jaringan parut yang dapat berkembang menjadi
cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi dan
menyebabkan kekakuan sendi atau menimbulkan cacat estetik yang
buruk sekali sehingga diperlukan juga ahli ilmu jiwa untuk
mengembalikan kepercayaan diri. Permasalahan-permasalahan
yang ditakuti pada luka bakar (Yovita, 2010):
Infeksi dan sepsis
Oliguria dan anuria
Oedem paru
ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome)
Anemia
Kontraktur
Kematian

Pengasuhan terhadap anak yang dilakukan oleh seorang ibu tidak


hanya berkaitan dengan pemberian asupan makanan dan pengasuhan
perilaku saja, tetapi seorang ibu perlu memiliki pengetahuan tentang
perawatan teterhadap anak ketika dalam kondisi sakit termasuk
pengetahuan tentang perawatan luka bakar.

2. Terapi Non Operatif


Pada 6 jam pertama luka bakar merupakan fase kritis. Rujuk segera
pasien yang mengalami luka bakar parah ke rumah sakit. Berikut langkah
–langkah yang dilakukan untuk pertolongan pertama pada luka bakar,
antara lain (WHO, 2003):
1) Jika pasien belum mendapatkan pertolongan pertama, alirkan air dingin
pada luka bakar pasien untuk mencegah kerusakan lebih jauh dan
melepaskan pakaian yang terbakar.

31
2) Jika luka bakar terbatas, kompres dengan air dingin selama 30 menit
untuk mengurangi nyeri, edema dan meminimalisasi kerusakan
jaringan.
3) Jika luka bakar luas, setelah dialirkan air dingin, pasang pembalut yang
bersih pada daerah luka untuk mencegah hipotermia.

Initial Treatment Wound Care:


1) Luka bakar harus steril.
2) Pemberian profilaksis tetanus.
3) Bersihkan semua bulla, kecuali pada luka bakar yang sangat kecil.
4) Eksisi dan lakukan debridement pada jaringan nekrosis yang
menempel.
5) Setelah di-debridement, bersihkan luka bakar dengan larutan
chlorhexidine 0.25% (2.5g/liter), 0.1% (1g/liter) larutan cetrimide, atau
antiseptik lain yang berbahan dasar air (CEPDR, 2013).
6) Jangan menggunakan larutan berbahan dasar alkohol.
7) Gosok dengan hati – hati jaringan nekrotik yang longgar. Berikan
lapisan tipis krim antibiotik (silver sulfadiazine)
8) Balutkan kain kasa pada luka. Gunakan kasa kering yang tebal untuk
mencegah terjadinya kebocoran pada lapisan luar.

Daily Treatment Wound Care


1) Ganti balutan kasa setiap hari (dua kali sehari jika memungkinkan) atau
sesering mungkin untuk mencegah terjadinya kebocoran cairan.
2) Inspeksi luka, ada perubahan warna atau tidak yang mengindikasikan
adanya infeksi.
3) Demam dapat muncul hingga luka tertutup
4) Adanya selulitis mengindikasikan adanya infeksi
5) Berikan antibiotik sistemik jika mengalami infeksi Streptococcus
hemolyticus.

32
6) Infeksi Pseudomonas aeruginosa sering menimbulkan septicemia dan
kematian. Berikan aminoglikosida sistemik.
7) Pemberian antibiotik topikal setiap hari. Jenis antibiotik topikal yang
dapat diberikan antara lain:
a. Nitrat silver (0.5% aqueous), paling murah, diaplikasikan pada
balutan kassa oklusif namun tidak dapat penetrasi ke dalam
jaringan parut. Obat ini dapat menyebabkan deplesi elektrolit dan
menyebabkan noda.
b. Silver sulfadiazine (1% ointment), diaplikasikan pada selapis
balutan kasa, memiliki kemampuan penetrasi ke dalam jaringan
parut yang terbatas, dan dapat menyebabkan neutropenia.
c. Mafenide acetate (11% ointment), diaplikasikan tanpa balutan kasa,
memiliki kemampuan penetrasi ke dalam jaringan parut yang lebih
baik, dapat menyebabkan asidosis (WHO, 2003).

Trauma luka bakar kurang dari 20% LPTT hanya mengalami sedikit
kehilangan cairan, sehingga secara umum dapat diresusitasi dengan hidrasi
oral kecuali pada kasus luka bakar pada wajah, tangan, area genital atau
luka bakar yang terjadi pada anak-anak dan lanjut usia. Saat ini
rekomendasi untuk memberikan cairan resusitasi secara intravaskular yaitu
ketika area luka lebih besar dari 20%. Salah satu rumus yang digunakan
untuk menghitung jumlah cairan yang diberikan pada trauma luka bakar
adalah rumus Brooke yang termodifikasi yaitu dalam 24 jam pertama
cairan Ringer Laktat 2 ml/kg BB/% area luka bagi pasien dewasa dan 3
ml/kg BB/% area luka bagi pasien anak-anak. Selanjutnya, untuk 24 jam
berikutnya diberikan cairan koloid dengan dosis 0,3 – 0,5 ml/kg/BB/% area
luka (Haberal et al., 2010).

3. Terapi Operatif
Luka bakar sirkumferensial derajat III pada ekstremitas dapat
menyebabkan gangguan vaskular. Hilangnya sinyal ultrasound Doppler

33
pada arteri ulnar dan radialis merupakan indikasi dilakukannya eskaratomi
pada ekstremitas atas. Hilangnya sinyal arteri dorsalis pedis atau arteri
tibialis posterior mengindikasikan dilakukannya eskaratomi pada
ekstremitas bawah (Edlich, 2015).
Setelah terjadinya trauma luka, peningkatan tekanan jaringan
interstitial akan meyumbat aliran vena, baru kemudian aliran kapiler arteri.
Dalam periode 3 hingga 8 jam dibutuhkan untuk terjadinya edema yang
akan meningkatkan tekanan jaringan. Ketika tekanan kompartemen
jaringan lebih besar daripada 40 mmHg, eskaratomi pada luka bakar derajat
III akan mencegah terjadinya trauma iskemik berlanjut. Perlu diingat
bahwa penyebab umum tidak adanya denyut nadi pada ekstremitas
diakibatkan karena hipovolemik dengan vasokonstriksi perifer, bukan
akibat dari tekanan interstitial (Edlich, 2015).
Eskaratomi dilakukan pada bagian medial dan lateral ekstremitas
yang memanjang sesuai dengan ukuran panjang eskar (jaringan yang
nekrosis). Insisi dibuat menggunakan skalpel. Akibat lamanya gangguan
vaskular yang terjadi, eskaratomi dapat menyebabkan trauma reperfusi
pada ekstremitas dengan hiperemis reaktif dan edema pada otot
kompartemen. Pada kasus tersebut, fasiotomi diperlukan untuk
mengembalikan perfusi jaringan terhadap ekstremitas (Edlich, 2015).

4. Penatalaksaan Keperawatan
Penatalaksaan keperawatan luka bakar dibagi mnjadi sbagai
berikut:
a) Perawatan luka umum
1) Pembersihan luka
2) Terapi antibiotik lokal
3) Ganti balutan
4) Perawatan luka tertutup/tidak tertutup

34
b) Resusitasi cairan

Penilaian Awal
Penilaian awal terhadap korban luka bakar harus mengikuti protokol
yang diterima secara universal dari kursus Advanced Trauma Life Support
(ATLS) American College of Sur-geons. Dalam melakukan hal itu, perhatian
harus diberikan pada sejumlah masalah spesifik luka bakar, tetapi harus juga
diingat bahwa cedera jenis lain yang tidak terduga selalu ada, menekankan
pentingnya evaluasi pasien yang sistematis.

Survei Utama: Cedera Penghirupan


Pada pasien luka bakar, penilaian jalan napas, pernapasan, dan
sirkulasi harus mencakup evaluasi untuk tanda-tanda dan gejala cedera
inhalasi. Keracunan karbon monoksida (CO) dan asfiksia menyebabkan
sebagian besar kematian di tempat kejadian dan gawat darurat dan hingga
80% kematian terkait kebakaran. hasil neurologis dan fungsional.
Cidera inhalasi harus dicurigai pada semua korban luka bakar.
Kebakaran yang terjadi di dalam ruang tertutup adalah petunjuk paling
penting tentang adanya cedera inhalasi, terutama jika pasien tidak sadar atau
terjebak. Tanda-tanda dan gejala lain termasuk luka bakar di wajah, rambut
hidung atau alis yang hangus, mengi atau stridor, dahak mobil-bonaceous,
suara serak, atau kecemasan. Temuan ini sangat sugestif pada cedera inhalasi
dan harus memberi tahu pemeriksa tentang kemungkinan komplikasi ini, serta
kemungkinan kebutuhan akan dukungan jalan nafas.
Cedera inhalasi secara klasik dianggap terdiri dari tiga entitas berbeda:
Keracunan CO, cedera saluran napas bagian atas, dan cedera saluran napas
bagian bawah (cedera inhalasi yang “benar”). Meskipun mekanisme ini dapat
tumpang tindih dan pasien sering hadir dengan kombinasi ketiganya,
klasifikasi ini bermanfaat karena proses patologis dan perjalanan waktu yang
berbeda dengan cedera ini.

35
Cedera Jalan nafas atas
Pasien dengan luka bakar yang luas atau dalam pada wajah, atau yang
menghirup gas panas atau jelaga dalam jumlah besar, berisiko tersumbatnya
jalan nafas akibat edema faring atau supra-glotis dan dari luka bakar kimia
dan panas pada pharynx, epiglottis, dan laring. Banyak dari masalah ini
disebabkan oleh pembengkakan wajah dan dengan demikian dapat terjadi
bahkan tanpa adanya paparan asap seperti pada anak-anak dengan luka bakar
melepuh atau cedera yang berhubungan dengan "priming the carbure-tor."
Pembentukan edema bisa sangat cepat dan progresif untuk pada setidaknya
24 jam. Untuk alasan ini, pasien harus diikuti secara serial dan diintubasi dini
dan secara elektif jika bukti kompromi jalan napas progresif terjadi. Gambar
68-1 mengilustrasikan kasus seperti itu.

Indikasi untuk Intubasi


Kesadaran akan risiko kompromi jalan napas akut setelah cedera bakar
telah menyebabkan sikap liberal terhadap intubasi, yang mungkin tepat.
"Ketika ragu, intubasi" mengekspresikan sikap banyak dokter terhadap
masalah ini. Namun, kepatuhan yang ketat terhadap diktum ini kadang-
kadang menyebabkan intubasi pasien yang tidak pandang bulu, bahkan luka
bakar kecil di wajah, yang tidak perlu dan berisiko komplikasi sendiri.
Kecurigaan cedera inhalasi tidak dengan sendirinya mengamanatkan intubasi,
dan kompromi jalan nafas bisa mengancam jiwa bahkan jika tidak ada cedera
inhalasi. Indikasi untuk intubasi elektif, seperti pada semua pasien trauma,
didasarkan pada gejala yang ditemukan pada penilaian awal. Mereka
termasuk perubahan status mental, hipoksemia refrakter, dan tanda-tanda
obstruksi jalan napas yang akan datang termasuk mengi, stridor, dyspnea,
tachy-pnea, dan pembengkakan wajah progresif. Trakeostomi atau
cricothyroidotomy sebagai prosedur darurat jarang diperlukan jika intubasi
dilakukan tepat waktu dan bisa sangat sulit untuk dilakukan dalam pengaturan
pembengkakan kepala dan leher yang masif.
Menurut Sunatrio (2000), pada luka bakar mayor terjadi
perubahan permeabilitas kapiler yang akan diikuti dengan ekstrapasasi
cairan (plasma protein dan elektrolit) dari intravaskuler ke jaringan

36
interstisial mengakibatkan terjadinya hipovolemik intravaskuler dan
edema interstisial. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik
terganggu sehingga sirkulasi kebagian distal terhambat, menyebabkan
gangguan perfusi sel atau jaringan atau organ. Pada luka bakar yang
berat dengan perubahan permeabilitas kapiler yang hampir menyeluruh,
terjadi penimbunan cairan massif di jaringan interstisial menyebabkan
kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami defisit,
timbul ketidakmampuan menyelenggarakan proses transportasi oksigen
ke jaringan. Keadaan ini dikenal dengan sebutan
syok.
Syok yang timbul harus diatasi dalam waktu singkat, untuk
mencegah kerusakan sel dan organ bertambah parah, sebab syok secara
nyata bermakna memiliki korelasi dengan angka kematian. Beberapa
penelitian membuktikan bahwa penatalakannan syok dengan
menggunakan metode resusitasi cairan konvensional (menggunakan
regimen cairan yang ada) dengan penatalaksanaan syok dalam waktu
singkat, menunjukan perbaikan prognosis, derajat kerusakan jaringan
diperkecil (pemantauan kadar asam laktat), hipotermi dipersingkat dan
koagulatif diperkecil kemungkinannya, ketiganya diketahui memiliki
nilai prognostik terhadap angka mortalitas.

Pedoman dan rumus untuk penggantian cairan luka bakar:


1) Rumus Evans
Untuk menghitung kebutuhan airan pada hari pertama hitunglah:
(a) Berat badan (kg) x % luka bakar x 1 cc NaCL
(b) Berat badan (kg) x % luka bakar x 1cc Larutan Koloid Cc
Glukosa 5 %

Separuh dari jumlah (1), (2), (3) diberikan dalam 8 jam pertama.
Sisanya diberikan 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan
setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan

37
setengah jumlah cairan hari kedua, sebagai monitor pemberian
cairan lakukan penghitungan diuresis. Maksimum 10.000 ml
selama 24 jam. Luka bakar derajat dua dan tiga yang melebihi 50
% luas permukaan tubuh dihitung berdasarkan 50 % luas
permukaan tubuh.

2) Rumus Baxter
Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan banyak dipakai.
Jumlah cairan hari pertama dihitung dengan rumus = %luka bakar
x BB (kg) x 4cc. Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8
jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam selanjutnya. Hari
pertama diberikan larutan ringer laktat karena terjadi hipotermi.
Untuk hari kedua di berikan setengah dari jumlah hari pertama

(a) Larutan RL: ml x % luas luka bakar


(b) Hari 1: separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh dalam
16 jam berikutnya
(c) Hari 2: Bervariasi Ditambahkan koloid

38
Resusitasi Cairan dari Pasien Bakar Akut DEWASA:
Mulailah LR menggunakan Perhitungan Resusitasi cairan terbakar

LANGKAH 1 (jam-1) Infus Tanda vital tidak


pada tingkat yang dihitung stabil

seperti yang diperintahkan oleh IHR >140


MD. Ukur Output Urine setelah
BP < 90/60
1 jam
Panggil Dokter

Tanda vital stabil HR <140, BP >90/60, SaO2 > 0.90

Urin output Urin ouput Urin


Urin ouput 15- Urin ouput
< 15mL ouput
30 mL 30-50 mL 50-200 mL
>200
mL

Peningkatan Peningkatan Peningkatan Penurunan


kecepatan IV kecepatan IV 10% kecepatan kecepatan IV Penurunan
dari 20% atau atau 100 mL/hari IV 10% atau 100 kecepatan
200 mL/hari dapat lebih mL/jam yang IV satiap
dapat lebih mana dapat 1/2 jam dari
lebih 10% atau
100
mL/jam
yang mana
dapat besar

Ulangi Langkah 1 setiap jam

39
Urin output < Dihitung tingkat
15mL/jam untuk pemeliharaan Kebutuhan pasien ≥
2atau lebih dicapai dan 2x dihitung tingkat
perjam meskipun ditahan untuk 2 resusitasi
meningkatnya jam dan pasien setidaknya untuk 2
cairan setidaknya 24 jam jam
setelah terbakar

Panggil Dokter
Resusitasi cairan Pasien
Periksa kateter selesai : ganti membutuhkan
pasien ke IV D5/ resusitasi koloid :
Menilai suara 0.45 NaCl + 20 mEq ppanggil dokter
nafas KCl/L dihitung pada untuk diskusi, cek
tingkat poli katater, suara
Tanda vital, pemeliharaan nafas, tanda vital,
Tekanan tekanan kandung
kandung kemih, kemih.
Pwertimbangkan Jika pasien
mengalami oliguria
Protokol albumin :
atau
menjadi sebuah
ketidakstabilan
kombinasi dari 1/3
hemodinamik :
dari tingkat IV saat
panggil dokter. Jika
ini yang mana 5%
pasien kembali LR
albumin, 2/3 LR.
pada tingkat ini.
Ulangi step 1.
Kembali ke langkah
memperkecil IV
satu.
sebagai toleransi,
mempertahankan
rasio dari 1/3
albumin menjadi
2/3 LR sampai
mempertahankan

Ganti cairan IV ke LR
polos dan ulangi
langkah 1.

40
Gambar 68-5. Protokol resusitasi cairan bakar digunakan di Universitas
Utah. Dokter memesan laju infus awal larutan Ringer laktasi berdasarkan
perhitungan Parkland dan menunjukkan tingkat pemeliharaan target. Staf
perawat mengukur output urin per jam dan menambah atau mengurangi cairan
berdasarkan respons ini. Jika pasien mengalami perubahan tak terduga pada
tanda-tanda vital atau gagal merespons dengan tepat, dokter akan dihubungi.
Opsi untuk penggunaan resusitasi yang mengandung koloid dimasukkan
untuk pasien yang persyaratannya tidak menurun. Regimen ini
memungkinkan titrasi cairan yang mendekati tanpa memerlukan input dokter
setiap jam. BP, tekanan darah; SDM, detak jantung; IHR, detak jantung; IV,
intravena; LR, solusi Ringer laktasi

c) Nutrisi yang cukup


Dengan banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung
protein, dapat mempercepat proses penyembuhan luka bakar,karena
protein berperan penting dalam pembentukkan sel- sel jaringan tubuh
yang rusak . contohnya sepeti : ikan dan telur.

2.1.14 Komplikasi Luka Bakar


Menurut (Effendi, 1999), Komplikasi yang timbul akibat luka bakar yaitu,
adalah:
1. Septikemia (infeksi)
2. Pneumonia =tidur terus -> statis pneumoni
3. Gagal Ginjal Akut= tdk ada plasma dalam darah -> anuri
4. Deformitas (perubahan bentuk tubuh)
5. Sindrom Kompartemen
6. Kekurangan Kalori, Protein
7. Kontraktur (lengketnya)
Merupakan gangguan fungsi pergerakan
8. Ileus Paralitik (distensi abdomen, mual).

41
2.2 Asuhan Keperawatan Kritis Berdasarkan Teori pada Pasien Luka Bakar
1. Pengkajian
a) Identitas klien dan keluarga
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan,
suku bangsa, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor registrasi dan
adekuat.
2) Identitas penanggung jawab.
Meliputi nama, jenis kelamin, pekerjaan, hubungan dengan klien dan
alamat.

b) Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Biasanya pasien dengan luka bakar mengeluh adanya nyeri, tergantung
dari derajat luka bakar dan luasnya luka bakar juga menentukan
beratnya nyeri. Misalnya daerah wajah akan lebih mengalami nyeri
yang lebih berat bila dibandingkan dengan daerah ekstrimitas. Selain
itu luka bisa disertai dengan tanda-tanda syok seperti penurunan
kesadaran, tanda-tanda vital yang tidak stabil.

2) Riwayat Kesehatan Sekarang


Saat dikaji pasien mengeluh Nyeri pada daerah yang terkena luka
bakar, napas sesak, sering merasa haus dan tidak napsu makan.

3) Riwayat Kesehatan Dahulu


Perlu dikaji apakah pernah mengalami luka bakar sebelumnya, riwayat
pengobatan luka bakar terdahulu. Kaji riwayat penyakit jantung,
ginjal, paru-paru dan DM.

42
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adakah riwayat penyakit yang sama pada keluarga klien seperti
yang dialaminya sekarang. Apakah dalam keluarga klien ada yang
punya penyakit keturunan seperti asma, jantung dan DM.

5) Struktur keluarga
Menggambarkan kedudukan klien dalam keluarga.

c) Data Biologis
Untuk mengetahui aktivitas antara di rumah dan di rumah sakit meliputi
pola makan, tidur, kebersihan dan eliminasi.

d) Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Biasanya tanda-tanda syok seperti penurunan kesadaran dapat dialami
oleh pasien dan tanda-tanda vital tidak stabil.

2) Sistem pernafasan
Bila terjadi luka bakar didaerah wajah, leher, dan dapat
memungkinkan terjadinya obstruksi jalan napas yang menyebabkan
gangguan pertukaran gas, selain itu jaringan nekrosis dari luka bakar
dapat mengelurkan burn toksin ke dalam sirkulasi sistemik yang
menyebabkan disfungsi paru-paru sehingga terjadi ARDS.

3) Sistem kardiovaskular
Terjadinya penurunan curah jantung akibat kehilangan cairan dan
berkurangnya volume vaskular.Terjadinya penurunan tekanan darah
yang merupakan awitan shock luka bakar.

43
4) Sistem pencernaan
Respon umum yang terjadi pada pasien luka bakar lebih dari 20 %
adalah penurunan aktivitas gastrointestinal hal ini disebabkan oleh
kombinasi efek respon hipovolemik dan neurologik serta respon
endokrin terhadap adanya luas luka bakar.

5) Sistem urinaria
Riwayat adanya haluaran urine dapat tidak memadai sebagai akibat
dari kehilangan cairan yang merupakan permulaan terjadinya gagal
ginjal akut.

6) Sistem persyarafan
Biasanya ditemukan nyeri yang hebat dan perubahan status mental
yang merupakan gejala awal terjadinya syok hipovolemik.

7) Sistem musculoskeletal
Jarang ditemukan kelainan atau perubahan tetapi dapat juga terjadi
kontraktur akibat otot yang tidak digerakan.

8) Sistem integument
Kerusakan system integumen yang terjadi akibat luka bakar
digambarkan dengan adanya bulae, bahkan dapat terjadi kehilangan
lapisan kulit akibat luka bakar yang dalam.

e) Data psikologi
Klien dengan luka bakar sering mengalami gangguan psikologi berupa
kecemasan yang meningkat akibat nyeri yang tidak bisa ditanggulangi.
Dan terdapatnya perubahan struktur tubuh akibat kerusakan integritas
kulit.

44
f) Data Sosial
Data yang diambil dari klien mengenai hubungan sosialnya dengan
keluarga dan gaya hidup klien. Klien dengan luka bakar menjadi tidak
percaya diri dalam bergaul karena takut dia tidak di terima didalam
masyarakat akibat struktur tubuhnya yang berubah.

g) Data spiritual
Kemungkinan terjadi perubahan dalam aktifitas spiritual yang disebabkan
karena kondisi luka bakar.

h) Data Penunjang
1) Hitung darah lengkap
Peningkatan Ht awal menunjukkan hemokonsentrasi sampai dengan
perpindahan atau kehilangan cairan.

2) Elektrolit
Kalium dapat meningkat pada awal sampai dengan cedera jaringan
atau kerusakan sel darah merah dan penurunan fungsi ginjal.

3) Rontgen dada
Dapat tampak normal pada paska luka bakar dini meskipun dengan
cedera inhalasi, namun cedera inhalasi sesungguhnya akan tampak
saat foto torax, kerusakan bagian-bagian paru.

4) EKG
Tanda ischemia, disritmia dapat terjadi pada luka bakar listrik.

2. Analisa Data
Data yang sudah ada dikumpulkan kemudian dikelompokkan
berdasarkan masalahnya kemudian dianalisa sehingga menghasilkan masalah

45
keperawatan yang nantinya akan terjadi diagnosa keperawatan.

3. Diagnosa Keperawatan yang muncul


1) Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan melalui rute abnormal, contoh luka, peningkatan kebutuhan: status
hipermetabolik, ketidak cukupan pemasukan, kehilangan perdarahan.
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak ade
kuat: kerusakan perlindungan kulit, jaringan traumatik, pertahanan
sekunder tidak adekuat, penurunan Hb, penekanan proses inflamasi.
3) Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan,
pembentukan edema, manipulasi jaringan kerja contohnya debridement.
4) Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
status hipermetabolik, katabolisme protein.
5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma: kerusakan
permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial atau luka bakar
dalam).
6) Perubahan gangguan citra tubuh: penampilan, peran berhubungan dengan
krisis situasi: kejadian traumatik, peran pasien terganggu, kecacatan,
nyeri.

4. Perencanaan
1) Resiko tinggi Defisit volume cairan berhubungan dengan Kehilangan
cairan melalui rute abnormal, contoh luka, peningkatan kebutuhan: status
hipermetabolik, ketidak cukupan pemasukan, perdarahan.
Tujuan: Defisit volume cairan tidak terjadi
Kriteria hasil:
a. Haluaran urine individu adekuat
b. Tanda vital stabil
c. Membran mukosa lembab

46
Intervensi Rasional
1. Awasi tanda vital, cvp, 1. Memberikan pedoman untuk
perhatikan pengisian kapiler dan menggantikan cairan dan mengkaji
kekuatan nadi. respon kardiovaskular

2. Awasi haluaran urine dan 2. Secara umum, penggantian cairan


observasi warna urine harus difiltrasi untuk
meyakinkanrata-rata haluaran
urine. Urine dapat tampak hitam
kemerahan, pada kerusakan otot
massif sehubungan dengan adanya
darah dan mioglobin.

3. Perkirakan drainage luka dan 3. Peningkatan permeabilitas kapiler,


kehilangan yang tak tampak perpindahan protein, proses
inflamasi, dan kehilangan
evaporasi besar dapat
mempengaruhi volume sirkulasi
dan haluaran urine.

4. Pertahankan pencatatan 4. Penggantian masip/cepat dengan


kumulatif Jumlah dan tipe tipe cairan berbedadan fluktuasi
pemasukan cairan kecepatan pemberian memerlukan
tabulasi ketat untuk mencegah
ketidak seimbangan dan kelebihan
cairan.

47
5. Obeservasi distensi abdomen, 5. Stress (curling ulkus) terjadi pada
hematemesis, faeces hitam setengah dari semua pasien luka
bakar berat.

Kolaborasi
6. Pasang/pertahankan kateter urine 6. Memungkinkan observasi ketat
tak menetap fungsi ginjal dan mencegah urine
statis.

7. Pasang/pertahankan kateter IV 7. Memungkinkan infus cairan cepat

8. Awasi pemeriksaan laboratorium 8. Mengidentifikasi kehilangan darah


dan kebutuhan penggantian cairan
dan elektrolit.

9. Berikan obat sesuai indikasi : 9. Larutan pembersih yang kurang


Tambahkan elektrolit pada air lebih sama dengan cairan jaringan
yang digunakan untuk dapat meminimalkan perpindahan
debridemen luka. cairan osmotik

2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak


adekuat: kerusakan perlindungan kulit, jaringan traumatic, pertahanan
sekunder tidak adekuat, penurunan HB, penekanan proses inflamasi.
Tujuan: Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil:
a) Area luka bakar mulai pulih secara adekuat
b) Suhu tubuh normal
c) Nilai-nilai laboratorium dalam batas normal
d) Jaringan sekitarnya bersih, kering dan utuh.

48
Intervensi Rasional
1. Tekankan pentingnya teknik 1. Mencegah kontaminasi silang dan
mencuci tangan sebelum dan menurunkan resiko infeksi
sesudah kontak dengan pasien

2. Gunakan teknik septic antiseptik 2. Mencegah pasien terpajan pada


ketat selama perawatan luka organisme penyebab infeksi
berlangsung

3. Awasi/batasi pengunjung 3. Mencegah kontaminasi silang dari


pengunjung.

4. Periksa area yang terbakar secara 4. Infeksi oportunistik terjadi


rutin sehubungan dengan depresi sistem
imun atau proliferasi flora normal
tubuh selama terapi antibiotik
sistemik.

5. Awasi tanda vital 5. Indikasi resiko memerlukan


evaluasi cepat dan intervensi

Kolaborasi
6. Tempatkan infus pada area yang 6. Menurunkan resiko infeksi pada
tidak terbakar sisi insersi dan kemungkinan
mengarah septikimia.

7. Berikan agen topical sesuai 7. Membantu untuk mencegah infeksi


indikasi luka dan mencegah luka kering

49
yang dapat menyebabkan
kerusakan lebih lanjut.

3) Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan,


pembentukan edema, manipulasi jaringan kerja, contoh debridement
Tujuan: Rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil:
a) Pasien melaporkan rasa nyeri dalam batas yang dapat di toleransi
b) Wajah tenang dan rileks
c) Mengekspresikan kemampuan peningkatan jumlah jam tidur

Intervensi Rasional
1. Tutup luka sesegera mungkin 1. Suhu berubah dan gerakan
kecualai perawatan luka bakar udara dapat menyebabkan nyeri
metode pemajanan pada udara hebat pamajanan pada ujung
terbuka. saraf.

2. Tinggikan ekstermiatas luka 2. Peninggian mungkin


bakar secra periodik diperlukan pada awal untuk
menurunkan pembentukan
edema, setal perubahan posisi
dan peninggian menurunkan
ketidaknyamanan serta resiko
kontraktur sendi.

3. Berikan tempat tidur ayunan 3. Peninggian linen dari luka


sesuai indikasi membantu menurunkan nyeri

50
4. Ubah posisi dengan sering dan 4. Gerakan dan latihan dapat
rentang gerak pasif dan aktif menurunkan kekakuan sendi
sesuai indikasi dan kelelahan otot. Latihan
tergantung pada lokasi dan luas
cedera

5. Pertahankan suhu lingkungan 5. Pengaturan suhu dapat hilang


nyaman, berikan lampu karena luka bakar mayor
pengahangat, penutup tubuh sumber panas ekstermitas perlu
hangat untuk mencegah menggigil

6. Kaji keluhan nyerim, perhatiakan 6. Nyeri hampir selalu ada pada


lokal/karakter danintesitas skala beberapa derajat beratnya
1-10 keterlibatan jaringan/kerusakan
tetapi biasanya paling berat
selama ganti balutan dan
debridemen.

7. Lakukan penggantian balutan dan 7. Menurunkan terjadinya distres


debredemen. fisik dan emosi sehubungan
dengan penggantian balutan
dan debridemen.

8. Berikan tindakan kenyamanan 8. Meningkatkan relaksasi


dasar contoh pijatan pada area menburunkan tegangan otot
yang tak sakit perubahan posisi dan kelelahan umum
dengan sering

9. Dorong penggunaan teknih 9. Memfokuskan kembali


manejemen stres, contoh perhatian, meningkatkan
relaksasi progresif, napas dalam, relaksai dan meningktakan rasa

51
bimbingan imajinasi, dan kontorl yang dapat menurunka
visualisasi. ketergantungan farmakologis

10. Berikan aktivitas terapeutik tepat 10. Membantu mengurangi


untuk usia/kondisi konsentrasi nyeri yang dialami
dan memfokuskan kembali
perhatian

11. Tingkatkan periode tidur tanpa 11. Kekurangan tidur dapat


gangguan meningkatkan persepso
nyeri/kemampuan koping
menurun

Kolaborasi :
12. Berikan analgesik sesuai indikasi 12. Metode IV sering digunakan
pada awal untuk
memasimalkan efek obat.

4) Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


status hipermetabolik, katabolisme protein
Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil:
a) Berat badan stabil/massa otot terukur
b) Keseimbangan nitrogen positif
c) Pemasukan nutrisi adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme

52
Intervensi Rasional
1. Auskultasi bising usus. 1. Ileus sering berhubungan
Perhatikan hipoaktif/tidak ada dengan periode pasca luka
bunyi bakar tetapi biasanya dalam 36-
48 am diamana makanan oral
dapat dimulai

2. Pertahankan jumlah kalori ketat. 2. Pedoman tepat untuk


Timbang tiap hari, kaji ulang pemasukan kalori tepat. Sesuai
persen area permukaan tubuh penyembuhan luka , presentasi
terbuka/luka tiap minggu area luka bakar dievaluasi
untuk menghitung bentuk diet
yang diberikan dan penilain
yang teapat dibuat
3. Berikan makan dan makanan 3. Membantu mencegah distensi
kecil sedikit tapi sering gaster/ketidaknyaman dan
Makan meningkatkan pemasukan

4. Dorong pasien untuk memandang 4. Kalori/protein diperlukan untuk


diet sebagai pengobatan dan mempertahankan berta badan,
untuk membuat pilhan kebutuhan memenuhi
makanan/mainuman yang tinggi metabolik dan meningktakan
protein/kalori penyembuhan.

5. Dorong pasien untuk duduk saat 5. Duduk dapat membantu


mencegah aspirasindan
membantu pencernaan
makanan yang baik

6. Berikan kebersihan oral sebelum 6. Mulut/palatum bersih


makan meningkatkan rasa dan

53
membantu nafsu makan yang
Kolaborasi baik
7. Rujuk ke ahli diet/tim dukungan 7. Berguna dalam membuat
nutrisi kebutuhan nutrisi individu.
8. Berikan diet tinggi kalori/protein 8. Kalori (3000-5000/hari).
dengan tambahan vitamin Protein dan vitamin yang
dibutuhkan untuk memenuhi
peningktan kebutuhan
metabolik, mempertahankan
berat badan dan mendorong
regrenasi jaringan.
9. Pasang/pertahankan makanan 9. Memberi makanan
sedikit melalui selang kontinu/tambahan bila pasein
enterik/tambahan bila perlu tidak mampu untuk
dibutuhkan mengkonsmsi kebutuhan kalori
total harian secara oral
10. Berikan hiperalimentasi 10. Akan mempertahankan
parenteral sesuai indikasi pemasukan nutrisi/memenuhi
kebutuhan metabolik pada
adnya komplikasi berat atau
berlanjutnya esofagial/gastrik
yang tidak memungkinkan
makan per enteral
11. Berikan insulin bila diperlukan 11. Peningkatan kadar glukosa
serum dapat terjadi sehubungan
dengan respons stres terhadap
cedera , pemsukan tinggi
kalori/protein.
12. Awasi pemeriksaan laboratorium 12. Indikator kebutuhan nutrisi dan
contoh albumin serum, kreatinin, keadekuatan diet/terapi
transferin, nitrogen urea urine

54
5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma: kerusakan
permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).
Kriteria Hasil:
a) Menunjukan regenerasi jaringan
b) Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar

Intervensi Rasional
Mandiri
Praoperasi
1. Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman 1. Memberikan informasi dasar tentang
luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kebutuhan penanaman kulit dan
kondisi sekitar luka. kemungkinan petunjuk tentang
sirkulasi pada area graft.

2. Berikan perawatan luka bakar yang 2. Menyiapkan jaringan untuk


tepat dan tindakan kontrol infeksi. penanaman dan menurunkan resiko
infeksi/kegagalan graft.
Pascaoperasi
3. Pertahankan penutupan luka sesuai 3.
indikasi, contoh:
a. balutan biosintetik a. Kain nilon/membran silikon
mengandung kolagen porcine
peptida yang melekat pada
permukaan luka sampai lepasnya
atau mengelupasnya secara spontan
kulit repitelisasi. Berguna untuk
bebas jaringan parut luka bakar
ketebalan parsial menunggu
autograft karena dapat menetap
ditempatnya 2-3 minggu atau lebih

55
lama dan permeabel sampai agen
antimikrobial topikal.

b. Balutan sintetik b. Balutan hidroaktif yang melekat


pada kulit untuk menutupi luka
bakar ketebalan parsial kecil dan
interaksi dengan eksudat luka untuk
membentuk jel lembut yang
membantu sisi donor.

c. Op-site c. Tipis, transparan, elastik, tahan air


balutan oklusif (permeabel pada
kelembaban dan udara) yang
digunakan untuk menutup luka
ketebalan parsial bersih dan
membersihkan sisi donor.

4. Tinggikan area graft bila 4. Menurunkan pembengkakan/


mungkin/tepat. Pertahankan posisi membatasi resiko pemisahan graft.
yang di inginkan dan imobilisasi area Gerakan jaringan di bawah graft
bila di indikasikan. dapat mengubah posisi yang
mempengaruhi penyembuhan
optimal.

5. Pertahankan balutan diatas area graft 5. Area mungkin ditutupi oleh bahan
baru dan atau sisi donor sesuai dengan permukaan tembus pandang
indikasi, contoh berlubang, tak reaktif (antara balutan graft dan
petroleum, tak berperekat. bagian luarnya) untuk
menghilangkan robekan dari epitel

56
baru/melindungi jaringan yang
telah sembuh.
6. Evaluasi sisi warna graft dan donor; 6. Mengevaluasi keefektifan sirkulasi
perhatikan adanya/tak adanya dan mengidentifikasi komplikasi.
penyembuhan.

7. Cuci sisi luka dengan sabun ringan, 7. Kulit graft baru dan sisi donor yang
cuci dan oleskan dengan lotion sembuh memerlukan perawatan
beberapa waktu dalam sehari, setelah khusus untuk mempertahankan
balutan dilepas dan penyembuhan kelenturan.
selesai.

8. Aspirasi bleb di bawah kulit graft 8. Bleb berisi cairan mencegah graft
dengan jarum steril atau gulung melekat pada jaringan di bawahnya.
dengan lidi kapas steril.

Kolaborasi
9. Siapkan/bantu prosedur bedah/balutan 9.
biologis. Contoh:
a. Homograft (alograft) a. Graft kulit diambil dari kulit orang
itu sendiri atau orang yang sudah
meninggal, digunakan untuk
penutupan sementara pada luka
bakar luas sampai kulit orang itu
siap ditanam (tes graft), untuk
menutup luka terbuka secara cepat
setelah eskarotomi untuk
melindungi jaringan granulasi.

57
b. Heterograft (xenograft, porcine) b. Kulit graft diambil mungkin dari
binatang dengan penggunaan yang
sama untuk homografi atau untuk
menutup autograft yang berlubang.

c. Autograft c. Kulit graft diambil dari bagian pasien


yang tidak cidera; mungkin
ketebalan penuh atau ketebalan
parsial.

6) Perubahan gangguan citra tubuh: penampilan, peran berhubungan


dengan krisis situasi; kejadian traumatik, peran pasien terganggu,
kecacatan, nyeri.
Kriteria Hasil:
a) Menyatakan penerimaan diri.
b) Bicara dengan keluarga/orang terdekat tentang situasi, perubahan yang
terjadi
c) Membuat tujuan realitas/rencana untuk masa depan
d) Memasukan perubahan dalam konsep diri tanpa harga diri negatif.

Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji makna kehilangan/perubahan 1. Episode traumatik mengakibatkan
pada pasien/orang terdekat. perubahan tiba-tiba, tak di antisipasi
membuat perasaan kehilangn pada
kehilangan aktual/yang dirasakan.
Ini memerlukan dukungan dalam
perbaikan optimal.

58
2. Terima dan akui ekspresi frustasi, 2. Penerimaan perasaan sebagai repon
ketergantungan, marah, kedukaan, normal terhadap apa yang terjadi
dan kemarahan. Perhatikan perilaku membantu perbaikan. Ini tidak
menarik diri dan penggunaan membantu atau kemungkinan
penyangkalan. mendorong pasien sebelum siap
untuk menerima situasi.
Penyangkalan mungkin lama dan
mungkin mekanisme adaptif, karena
psien tidak siap mengatasi masalah
pribadi.

3. Susun pembatasan prilaku meladaptif 3. Pasien dan orang terdekat cenderung


(contoh: manipulasi/agresif). menerima krisis ini dengan cara
Perhatikan perilaku tak menilai saat yang sama dimana mereka telah
memberikan perawatan, dan mengalaminya waktu lalu. Staf
membantu pasien untuk menghadapi kesulitan dan frustasi
mengidentifikasi perilaku positif yang untuk mengatasi perilaku yang
membantu perbaikan. mengganggu/tidak membantu,
tetapi harus menyadari bahwa
perilaku biasanya ditunjukan pada
situasi yang bukan pemberi asuhan.

4. Bersikap realitis dan positif selama 4. Meningkatkan kepercayaan dan


penobatan, pada penyuluhan mengadakan hubungan antara
kesehatan, dan menyusun tujuan pasien dan perawat
dalam keterbatasan.

5. Berikan harapan dalam parameter 5. Meningkatkan perilaku positif dan


situasi individu, jangan memberikan memberikan kesempatan untuk
keyakinan yang salah. menyusun tujuan dan rencana untuk
masa depan berdasarkan realitas.

59
6. Berikan penguatan positif terhadap 6. Kata-kata penguatan dapat
kemajuan dan dorong usaha untuk mendukung terjadinya perilaku
mengikuti tujuan rehabilitasi. koping positif.

7. Tunjukan film atau gambar perawatan 7. Memungkinkan pasien/orang


luka bakar/hasil pasien lain, seleksi terdekat menjadi realistis alam
apa yang ditunjukan cocok dengan harapan. Juga membantu
situasi pasien. Dorong diskusi demonstrasi pentingnya/perlunya
perasaan tentang apa yang mereka alat dan prosedur tertentu.
lihat.

8. Dorong interaksi keluarga dan dengan


tim rehabilitasi. 8. Mempertahankan/membuka garis
komunikasi dan memberikan
dukungan terus-menerus pada
pasien dan keluarga

9. Berikan kelompok pendukung untuk 9. meningkatkan ventilasi perasaan dan


orang terdekat. Berikan mereka kemungkinan respons yang lebih
informasi tentang bagaimana mereka membantu pasien.
dapat membantu pasien.
Kolaborasi
10. Rujuk terapi fisik/kejujuran, konsul 10.membantu dalam identifikasi
psikiatrik, contoh klinik spesialis cara/alat untuk meningkatkan/
perawatan psikiatrik, pelayanan sosial, mempertahankan kemandirian.
psikologis sesuai kebutuhan Pasien dapat memerlukan bantuan
lanjut untuk mengatasi masalah
emosi mereka bila mereka menetap
(contoh: respons pasca trauma)

60
BAB III
ANALISIS KASUS

3.1 Kasus
Seorang Wanita berusia 45 tahun dirawat di Ruang Intensive Care, dari
hasil pengkajian didapatkan data pasien riwayat mengalami Cedera akibat
adanya konsleting pada HP yang sedang di Charge sehingga meledak dan
berakibat terjadinya kebakaran ruang kamar tidur pasien, saat terjadi kebakaran
pasien pingsan karena terkena ledakan dan terkena aliran listrik, pasien dibawa
ke UGD dalam keadaan tidak sadar, di UGD pasien mengalami Ventrikel
Fibrilasi dan berhasil ditangani dan dipindah rawat ke ruang Intensive Care.
Saat ini kondisi pasien mengalami kesadaran koma, terpasang ventilator dengan
mode peep, terdapat luka derajat III di seluruh tangan, kepala, dan leher, dada
atas dan seluruh punggung. Tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 100x/ menit,
Urine Output 25 cc/ jam, COHB (Carboxyhemoglbin) 40%, PH 7, Sputum
Berwarna Gelap (Jelaga).

61
3.2 Asuhan Keperawatan Kritis Pada Pasien dengan Luka Bakar Severely

Asuhan Keperawatan Kritis pada Ny. W (45 Tahun) Dengan Luka Bakar
Severely di Ruang Intensive Care
No. Rekam Medis ... ... ... Diagnosa Medis : Luka Bakar Severely
IDENTITAS

Nama : Jenis Kelamin : Perempuan


Umur : 45 Tahun
Agama : Status Perkawinan : Pendidikan :
Pekerjaan : Sumber informasi : Alamat :
TRIAGE P1 P2 P3 P4

GENERAL IMPRESSION
Keluhan Utama :
Pasien mengalami Cedera akibat adanya konsleting pada HP yang sedang di
Charge sehingga meledak dan berakibat terjadinya kebakaran ruang kamar tidur pasien.
PRIMER SURVEY

Mekanisme Cedera :
Saat terjadi kebakaran pasien pingsan karena terkena ledakan dan terkena aliran
listrik, di UGD pasien mengalami Ventrikel Fibrilasi dan berhasil ditangani dan dipindah
rawat ke ruang Intensive Care.

Orientasi (Tempat, Waktu, dan Orang) :  Baik (√) Tidak Baik, ... ... ...
Saat ini kondisi pasien mengalami kesadaran koma

62
AIRWAY
Jalan Nafas :  Paten (√)Tidak Paten
Obstruksi :  Lidah  Cairan  Benda Asing  N/A
Suara Nafas : Snoring Gurgling  Stridor
 N/A
Keluhan Lain:
Sputum Berwarna Gelap (Jelaga)

BREATHING
Gerakan dada :  Simetris  Asimetris
Irama Nafas :  Cepat  Dangkal ) Normal
PRIMER SURVEY

Pola Nafas :  Teratur  Tidak Teratur


Retraksi otot dada :  Ada  N/A
Sesak Nafas :  Ada  N/A  RR : 32 x/mnt

Keluhan Lain: … …

Klien terpasang Ventilator dengan Mode Peep

CIRCULATION
Nadi : (√) Teraba  Tidak teraba
Sianosis :  Ya  Tidak
CRT :  < 2 detik  > 2 detik
Pendarahan :  Ya  Tidak ada

Keluhan Lain: ... ...

Tekanan Darah 90/ 60 mmHg, Nadi 100x/ menit, COHB (Carboxyhemoglobin)


40%

63
DISABILITY
Respon : Alert  Verbal  Pain (√) Unrespon
Kesadaran :  CM  Delirium  Somnolen
(√) Koma
GCS : (√) Eye: 1 (√)Verbal: 1 (√)Motorik: 1
Pupil :  Isokor  Unisokor  Pinpoint  Medriasis
Refleks Cahaya:  Ada  Tidak Ada

Keluhan Lain : … …
Pasien mengalami Kesadaran Koma

EXPOSURE
Deformitas :  Ya  Tidak
Contusio :  Ya  Tidak
Abrasi :  Ya  Tidak
Penetrasi : Ya  Tidak
Laserasi : Ya  Tidak
Edema : Ya  Tidak

Keluhan Lain:
Terdapat Luka derajat III diseluruh tangan (18%), kepala dan leher (9%), dada atas (9%)
dan seluruh punggung (18%). Total Area yang terbakar 54%

ANAMNESA
SECONDARY
SURVEY

Riwayat Penyakit Saat Ini : … … …

Pasien mengalami Kesadaran Koma terpasang Ventilator dengan mode peep,


terdapat luka derajat III di seluruh tangan, kepala dan leher, dada atas dan seluruh

64
punggung. Tekanan Darah 90/60 mmHg, Nadi 100 x/menit, Urine Output 25 cc/ jam,
COHB 40 %, pH 7, Sputum berwarna Gelap (Jelaga).

Alergi :

Medikasi :

Riwayat Penyakit Sebelumnya:

Makan Minum Terakhir:

Even/Peristiwa Penyebab:
Pasien mengalami Cedera akibat adanya konsleting pada HP yang sedang di
Charge sehingga meledak dan berakibat terjadinya kebakaran ruang kamar tidur pasien.
Pasien Pingsan karena terkena ledakan dan terkena aliran Listrik.

Tanda Vital :
TD : 90/ 60 mmHg N : 100 x/ Menit S: -
RR : -

PEMERIKSAAN FISIK

Kepala dan Leher:


Inspeksi: Terdapat Luka derajat III di daerah Kepala dan Leher

Palpasi ... ...

65
Dada:
Inspeksi: Terdapat Luka derajat III di Dada atas
Palpasi ... ...
Perkusi ... ...
Auskultasi ... ...

Abdomen:
Inspeksi ... ...
Palpasi ... ...
Perkusi ... ...
Auskultasi ... ...

Pelvis:
Inspeksi ... ...
Palpasi ... ...

Ektremitas Atas/Bawah:
Inspeksi: Terdapat Luka derajat III di seluruh tangan
Palpasi ... ...

Punggung :
Inspeksi: Terdapat Luka derajat III di seluruh Punggung

Palpasi ... ...

Neurologis :
Klien mengalami Kesadaran Koma

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
 RONTGEN  CT-SCAN  USG  EKG

66
 ENDOSKOPI (√)Lain-lain, ... ...

Hasil :
1. COHB (Carboxyhemoglobin)40%
2. Ph 7
3. Sputum Berwarna Gelap
4. Urine Output 25 cc/ Jam

Tanggal Pengkajian :
Jam :
Keterangan :

BURN ESTIMATE AND DIAGRAM AGE VERSUS AREA

Area Birth 1–4 5–9 10– 14 yr 15 Adult 2 3 Total Donor


yr yr degree degre Areas
1 yr yr
s es

Head 19 17 13 11 9 7 √ 7

Neck 2 2 2 2 2 2 √ 2

Ant. 13 13 13 13 13 13 √ 13
Trunk

Post. 13 13 13 13 13 13 √ 13
Trunk

R. 2½ 2½ 2½ 2½ 2½ 2½
Buttock

67
L. 2½ 2½ 2½ 2½ 2½ 2½
Buttock

Genitalia 1 1 1 1 1 1

R. U. 4 4 4 4 4 4 √ 4
Arm

L. U. 4 4 4 4 4 4 √ 4
Arm

R. L. 3 3 3 3 3 3 √ 3
Arm

L. L. Arm 3 3 3 3 3 3 √ 3

R. Hand 2½ 2½ 2½ 2½ 2½ 2½ √ 2½

L. Hand 2½ 2½ 2½ 2½ 2½ 2½ √ 2½

R. Thigh 5½ 6½ 8 8½ 9 9½

L. Thigh 5½ 6½ 8 8½ 9 9½

R. Leg 5 5 5½ 6 6½ 7

L. Leg 5 5 5½ 6 6½ 7

R. Foot 3½ 3½ 3½ 3½ 3½ 3½

L. Foot 3½ 3½ 3½ 3½ 3½ 3½

Total 54

68
Cause of Burn:
Konsleting pada HP yang sedang di
charge sehingga meledak dan berakibat
terjadinya kebakaran ruang kamar tidur
pasien.

Date of Burn:

Time of Burn:

Age: 45 Tahun

Sex: Perempuan

Weight:

Analisa Data

No. Data Etiologi Problem

1. DS: Konsleting menyebabkan


Kebakaran di kamar tidur
-

Pasien menghirup Asap


DO: yang mengandung CO
1. Sputum Berwarna Gangguan Pertukaran Gas
Gelap (Jelaga)
CO terhirup secara
2. Terpasang Ventilator
berlebihan
mode peep
3. COHB 40%

69
CO berikatan dengan
Hemoglobin

Penurunan Kapasitas
transportasi Oksigen dalam
darah oleh hemoglobin

Gangguan Pertukaran Gas

2. DS: Konsleting pada HP yang


sedang di Charge

Terkena Aliran Listrik

DO: Spasme dan Hipoperfusi


1. Saat terjadi Kebakaran Koroner
pasien pingsan karena
Penurunan Curah Jantung
terkena ledakan dan Kelainan Irama Jantung
terkena aliran listrik. (Ventrikel Fibrilasi)
2. Pasien mengalami
Ventrikel Fibrilasi Penurunan Curah Jantung
3. Tekanan Darah 90/60
mmHg
4.

3. DS: Konsleting pada HP yang


sedang di charge sehingga
Meledak

Luka Bakar Kerusakan Integritas Kulit

70
Kulit Rusak (Seluruh

DO: Dermis)

1. Terdapat Luka Derajat


III di Seluruh Tangan,
Kepala dan Leher, Kerusakan Integritas Kulit

Dadat atas dan seluruh


Punggung.
2. Hasil Pengkajian Luas
Luka Bakar: 54%
4. DS: Konsleting pada HP yang
sedang di Charge

DO: Terkena Aliran Listrik

1. TD: 90 / 60 mmHg
Luka Bakar, Kerusakan
2. Urine output 25
Kulit
cc/jam
3. Pasien mengalami
Penguapan, Tekanan
Ventrikel Fibrilasi
Onkotik Menurun

Penurunan Curah Jantung Resiko ketidakefektifan


perfusi ginjal

Cairan Intravaskular
menurun

Hipovolemia,
Hemokonsentrasi

71
Gangguan Perfusi Organ
Penting

Ginjal

Hipoksia Sel Ginjal

Fungsi Ginjal

Resiko Ketidakefektifan
Perfusi GInjal

Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan Penurunan Kapasitas
transportasi Oksigen dalam darah oleh hemoglobin akibat peningkatan kadar
COHb dalam darah.
2. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan Kelainan Irama jantung
(Ventrikel Fibrilasi) akibat Spasme dan Hipoperfusi Koroner
3. Kerusakan Integritas Jaringan berhubungan dengan Kerusakan Jantung
(Seluruh Lapisan Dermis)
4. Resiko Ketidakefektifan Perfusi Ginjal Berhubungan dengan Pasokan darah ke
ginjal berkurang

72
Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Perencanaan
Tujuan Intervensi
1. Gangguan Pertukaran Gas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 x Airway Management
berhubungan dengan Penurunan 24 jam Gangguan Pertukaran Gas dapat teratasi 1. Posisikan Pasien untuk memaksimalkan
Kapasitas transportasi Oksigen dengan kriteria hasil: Ventilasi
dalam darah oleh hemoglobin akibat 1. Sputum Normal 2. Identifikasi Pasien perlunya pemasangan alat
peningkatan kadar COHb dalam 2. Tidak terpasang Ventilator mode peep jalan nafas buatan
darah. 3. Nilai COHB kembali Normal 3. Monitor Respirasi dan Status Oksigen
4. Pasang Mayo bila Perlu
DS: -

DO: Oxygen Therapy


1. Pertahankan Jalan Nafas yang Paten
1. Sputum Berwarna Gelap
2. Atur Peralatan Oksigenasi
(Jelaga)
3. Observasi adanya tanda- tanda Hipoventilasi
2. Terpasang Ventilator mode peep
4. Monitor adanya Kecemasan pasien terhadap
3. COHB 40%
Oksigenasi

73
2. Penurunan Curah Jantung Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 x Cardiac Care
berhubungan dengan Kelainan 24 jam Penurunan Curah Jantung dapat teratasi 1. Catat adanya disritmia jantung
Irama jantung (Ventrikel Fibrilasi) dengan kriteria hasil: 2. Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac
akibat Spasme dan Hipoperfusi 1. Pasien tidak mengalami Ventrikel Fibrilasi output
Koroner kembali 3. Monitor status kardiovaskuler
2. Tekanan Darah Normal 4. Monitor Balance Cairan
DS: - 5. Monitor adanya perubahan tekanan darah

DO: 6. Monitor adanya dyspnea, fatigue, takipneu dan

1. Pasien mengalami Ventrikel ortopneu.

Fibrilasi
2. Tekanan Darah 90/60 mmHg

3. Kerusakan Integritas Jaringan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 x Pressure ulcer prevention wound care
berhubungan dengan Kerusakan 24 jam Kerusakan Integritas Kulit dapat teratasi 1. Jaga Kulit agar tetap bersih dan rapih
Jantung (Seluruh Lapisan Dermis) dengan kriteria hasil: 2. Mobilisasi Pasien (Ubah Posisi Pasien) setiap 2
1. Luka Bakar menjadi Kering jam sekali

74
DS: - 2. Luas Luka Bakar berkurang 3. Observasi Luka: Lokasi, Dimensi, kedalaman
DO: luka, jaringan nekrotik, tanda- tanda infeksi lokl,
1. Terdapat Luka Derajat III di formasi traktus
Seluruh Tangan, Kepala dan 4. Lakukan tekhnik perawatan luka dengan steril
Leher, Dadat atas dan seluruh 5. Berikan Posisi yang mengurangi tekanan pada
Punggung. luka
2. Hasil Pengkajian Luas Luka 6. Hindari Kerutan pada tempat tidur
Bakar: 54%
4. Resiko Ketidakefektifan Perfusi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 x Acid Base Management
Ginjal Berhubungan dengan 24 jam Resiko Ketidakefektifan Perfusi Ginjal dapat 1. Observasi status hidrasi (Kelembaban membrane
Pasokan darah ke ginjal berkurang teratasi dengan kriteria hasil: mukosa, TD Ortostatik, dan Keadekuatan
1. Tekanan Darah Normal dinding Nadi)
DS: - 2. Urine Output Normal 2. Observasi Tanda- tanda cairan berlebih/ retensi
3. Pasien tidak mengalami Ventrikel Fibrilasi (CVP meningkat, oedem, distensi vena leher dan
DO:
asites)
1. TD: 90 / 60 mmHg
3. Pertahankan Intake dan Output secara akurat
2. Urine output 25 cc/jam
4. Monitor Glukosa darah arteri dan serum,
3. Pasien mengalami Ventrikel
elektrolit urine
Fibrilasi

75
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Mengingat kasus luka bakar merupakan suatu cidera berat yang
memerlukan penanganan dan penatalaksanaan yang sangat komplek dengan biaya
yang cukup tinggi serta angka morbiditas dan mortalitas karena beberapa faktor
penderita, factor pelayanan petugas, factor fasilitas pelayanan dan faktor
cideranya. Untuk penanganan luka bakar perlu perlu diketahui fase luka bakar,
penyebab luka bakar, derajat kedalaman luka bakar, luas luka bakar. Pada
penanganan luka bakar seperti penanganan trauma yang lain ditangani secara teliti
dan sistematik. Penatalaksanaan sejak awal harus sebaik – baiknya karena
pertolongan pertama kali sangat menentukan perjalanan penyakit ini.

4.2 Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya,
karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan
kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini
dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya.

76
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC- NOC.
Yogyakarta: Mediaction Publishing

Drilna, Putri Umagia. 2016. Hubungan Kadar Karboksihemoglobin (COHb) dalam


Darah dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja Bengkel Kendaraan
Bermotor di Kota Pontianak (Naskah Publikasi). Universitas
Tanjungpura. https://media.neliti.com/media/publications/189056-
ID-hubungan-kadar-karboksihemoglobin-cohb-d.pdf

Ocatviani, Wulan & Wulan, Anggraeni J. 2016. Efek Paparan Arus Listrik terhadap
Peningkatan Biomarker dan Kelainan Irama Jantung. MAJORITY
I Volume 5 I Nomor 4 I Oktober 2016 I 60.
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/viewF
ile/885/793. Diakses pada 17 Oktober 2019.

77

Anda mungkin juga menyukai