Anda di halaman 1dari 67

LITERATURE REVIEW : HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN

TINGKAT KECEMASAN PADA LANSIA

PROPOSAL PENELITIAN
Dianjurkan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

Sarjana Keperawatan

RATI APRIANI BANGUN


NIM. AK.1.16.044

PROGAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG
2020

1
2
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL : LITERATURE REVIEW : HUBUNGAN HIPERTENSI


DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA LANSIA
NAMA : RATI APRIANI BANGUN
NIM : AK.1.16.044

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas

berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal

penelitian dengan judul “Literature Review: Hubungan Hipertensi dengan

Tingkat Kecemasan pada Lansia.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terselesaikan tanpa

dukungan dari berbagai pihak baik secara moril ataupun materil. Penulis ingin

menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung

dan membantu penulis dalam menyelesaikan proposal skripsi ini yaitu, kepada:

1. H. Mulyana,S.Pd.,SH.,M.Pd.,MH.Kes., selaku ketua Yayasan Adhi Guna

Kencana.

2. Dr. Entris Sutrisno, MH.Kes.,Apt. selaku Rektor Universitas Bhakti

Kencana Bandung.

3. Rd. Siti Jundiah, S.Kp.,M.Kep., selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Bhakti Kencana Bandung.

4. Lia Nurliawati, S.Kep.,Ners.,M.Kep., sebagai ketua Program Studi Sarjana

Keperawatan Universitas Bhakti Kencana Bandung.

5. Raihany Sholihatul Mukaromah, S.Kep.,Ners.,M.Kep., selaku Pembimbing

I yang telah memberikan motivasi, saran dan arahan kepada penulis selama

proses penyusunan proposal penelitian ini.

6. Inggrid Dirgahayu, S.Kp.,M.KM selaku Pembimbing II yang telah

memberikan motivasi, saran dan arahan kepada penulis selama proses

penyusunan proposal penelitian ini.

ii
7. Seluruh Dosen, Staf dan karyawan Fakultas Keperawatan Universitas

Bhakti Kencana yang telah memberikan ilmu dan segala bantuan.

8. Kepada Ibu (Kristina Br Surbakti), Bapak (Ranggi Bangun), adik (Debora

Melani Bangun,) yang telah memberikan dukungan dan do’a yang tiada

hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini.

9. Kepada seluruh teman-teman Angkatan 2016 Sarjana Keperawatan,

Sedecim Infermiera (Kelas A) serta orang-orang terdekat penulis yang telah

memberikan dukungan dan Doa selama penulis menyusun proposal

penelitian ini.

Penulis menyadari bahwasanya proposal penelitian ini masih jauh

sempurna. Akhir kata semoga proposal penelitian ini dapat bermanfaat bagi

penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Bandung, Juni 2020

Rati Apriani Bangun

iii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PERSETUJUAN................................................................. i

KATA PENGANTAR........................................................................... ii

DAFTAR ISI.......................................................................................... iv

DAFTAR TABEL.................................................................................. vii

DAFTAR BAGAN................................................................................. viii

DAFTAR LAMPIRAN......................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN................................................................... 1

1.1 Latar Belakang................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah............................................................ 9

1.3 Tujuan Penelitian............................................................. 9

1.4 Manfaat Penelitian............................................................ 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................... 11

2.1 Konsep Lanjut usia .......................................................... 11

2.1.1 Definisi Lansia....................................................... 11

iv
2.1.2 Klasifikasi Lansia................................................... 12

2.1.3 Proses Penuaan....................................................... 12

2.1.4 Faktor mempengaruhi penuaan.............................. 12

2.1.5 Perubahan yang terjadi pada lansia........................ 13

2.2 Konsep Hipertensi............................................................ 15

2.2.1 Definisi Hipertensi................................................. 15

2.2.2 Klasifikasi Hipertensi............................................. 16

2.2.3 Jenis-jenis Hipertensi............................................. 17

2.2.4 Etiologi Hipertensi................................................. 18

2.2.5 Tanda dan Gejala.................................................... 20

2.2.6 Patofisioligi Hipertensi........................................... 21

2.2.7 Mekanisme Hipertensi............................................ 22

2.2.8 Faktor yang Mempengaruhi Hipertensi.................. 23

2.2.9 Penatalaksanaan.................................................... 26.

2.2.10 Komplikasi Hipertensi ......................................... 28

2.3 Konsep Kecemasan ......................................................... 29

2.3.1 Definisi Kecemasan................................................ 29

2.3.2 Jenis-jenis Kecemasan............................................ 30

2.3.3 Etiologi Kecemasan................................................ 30

2.3.4 Gejala Kecemasan.................................................. 31

2.3.5 Tingkat Kecemasan................................................ 31

2.3.6 Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan................ 32

2.3.7 Faktor Pencetus Kecemasan................................... 33

2.3.8 Respon Kecemasan................................................ 35

2.3.9 Dampak Kecemasan............................................... 35

v
2.3.10 Alat Ukur Kecemasan ......................................... 36

BAB III METODE PENELITIAN...................................................... 38

3.1 Rancangan Penelitian...................................................... 38

3.2 Variabel Penelitian.......................................................... 38

3.3 Populasi dan Sampel ...................................................... 39

3.4 Analisis Data.................................................................. 41

3.5 Tahapan Literature Review............................................. 43

3.6 Etika Penelitian............................................................... 45

3.7 Lokasi dan Waktu Penelitian........................................... 46

DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 47

LAMPIRAN

vi
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel Klasifikasi derajat Hipertensi 16

vii
DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 3.1 Tahapan Literature Review 42

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Konsultasi Bimbingan

Lampiran 2 Joanna Briggs Institute (JBI) cheklist for cross sectional studies

ix
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

World Health Organization (2013). mengatakan populasi lansia

meningkat sangat cepat pada tahun 2020, diprediksi jumlah lansia sudah

menyamai jumlah balita, karena menurut data WHO sebelas persen dari 6,9

milyar penduduk dunia adalah lansia. Lansia adalah salah satu kelompok yang

mana kelompok atau populasi tersebut berisiko (population at risk) yang

semakin lama semakin meningkat jumlahnya.Jumlah lansia di dunia saat ini

diperkirakan sekitar 500 juta orang dengan usia rata-rata 60 tahun dan akan

meningkat ditahun 2025 menjadi 1,2 miliyar) (Allender,Rector,dan

Warner,2014). Lansia merupakan tahap akhir dari suatu proses kehidupan, UU

No.13/Tahun 1998 yang menjelaskan tentang kesejahtraan lansia disebutkan

bahwa lansia adalah yang dimana seseorang berusia lebih dari 60 tahun

(Dewi,2014).

Proses penuaan disebut juga (aging process) adalah adanya penurunan

atau perubahan yang terjadi pada kondisi fisik, psikologis, maupun sosial

dalam berinteraksi dengan orang lain. Antara tahun 2015-2050, lansia yang

diatas 60 tahun diperkirakan hampir dua kali lipat yang sekitar 12% menjadi

22% (WHO,2017).

Dampak proses penuaan bagi aspek kehidupan, baik kesehatan,

ekonomi, sosial. secara kesehatan, semakin bertambahnya umur seseorang

maka semakin rentan terjadi berbagai keluhan fisik contohnya seperti lansia,
baik karena faktor alamiah karena penurunan daya tahan fisik ataupun karena

penyakit. Secara ekonomi, lansia lebih dipandang sebagai beban potensi,

karena dianggap sudah tidak produktif dan hidupnya harus ditopang dengan

generasi yang lebih muda. Serta secara sosial, lansia sering di presepsikan

ssecara negatif, dan sering dipandang tidak banyak memberikan manfaat bagi

keluarga dan masyarakat. Keluhan kesehatan yang paling tinggi yaitu keluhan

dari penyakit yang merupakan penyakit yang tidak menular, kronik, yang

bersifat degeneratif.

WHO (2018) mengatakan penyakit degeneratif adalah penyakit yang

tidak menular yang berlangsung kronis karena adanya penurunan fungsi organ

yang terjadi pada organ tubuh akibat proses penuaan. Salah satu penyakit

degeneratif adalah hipertensi, penyakit ini menjadi masalah yang besar bagi

negara yang maju maupun negara berkembang.

Perubahan kondisi anatomis pada lansia sering terjadi peningkatan

tekanan darah tinggi yaitu dimana tekanan darah melebihi batas normal dan

akan menimbulkan keluhan seperti komplikasi jantung, otak, ginjal, pembuluh

darah, atau organ-organ vital lainnya(South,2014). Perubahan fungsi tubuh

yang berhubungan dengan lansia adalah salah satunya terjadi pada sistem

kardiovaskuler. Perubahan sistem kardiovaskuler ini disebabkan oleh

penurunan elastisitas arteri dan kekakuan pada aorta, sehingga terjadi

pengapuran dan penyempitan di sepanjang pembuluh darah. akan memicu

kerja jantung memompa lebih cepat untuk memenuhi nutrisi sehingga terjadi

hipertensi. (Subekti,2015). Penyakit hipertensi salah satu penyakit yang paling

sering dialami lansia, karna berhubungan dengan terjadinya perubahan fungsi

tubuh yang terjadi pada lansia, dan lansia akan mengalami penyempitan

2
pembuluh darah dan akan berpengaruh terhadap peningkatan kerja jantung.

Selain itu pada lansia tekanan darah juga bisa berubah karna gaya hidup

sehingga terjadi hipertensi.

Hipertensi atau biasa disebut dengan tekanan darah tinggi adalah suatu

keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah diatas batas normal yaitu

120/80 mmHg, dan batas tekanan darah yang dianggap normal adalah kurang

dari 130/85 mmHg. Apabila tekanan darah sudah lebih dari 140/90 mmHg

dinyatakan hipertensi WHO (2019). Hipertensi salah satu masalah kesehatan

yang cukup berbahaya di seluruh Dunia, karena hipertensi merupakan salah

satu faktor utama, yang akan mengarah kepada penyakit kardiovkaskuler

seperti serangan jantung, gagal jantung, yang dimana pada tahun 2016

penyakit jantung dan stroke menjadi dua penyebab kematian utama yang

terjadi di Dunia (WHO,2018). Data WHO 2015 menunjukkan bahwa terdapat

1,13 miliar orang di dunia mendetita penyakit hipertensi, yang dimana artinya

1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis menderita hipertensi. dan setiap tahunnya

di perkirakan ada 9,4 juta orang yang meninggal akibat hipertensi. Menurut

perkembangan yang terjadi saat ini penyakit hipertensi menjadi masalah

global karena prevalensinya terus mengalami peningkatan sejalan dengan

perubahan gaya hidup seperti merokok, obesitas (pola makan), aktivitas fisik.

Jika dikelompokkan berdasarkan umur (31,6%) terdapat pada di umur 31-44

tahun, umur 45-55 tahun (45,3%), dan 55-64 tahun ke atas (55,2%)

(Riskesdas 2018). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018)

di Indonesia hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular tertinggi,

hal ini dibuktikan oleh peningkatan hipertensi berdasarkan hasil pengukuran

tekanan darah yaitu dari (25.8%) tahun 2013 menjadi (34,1%) pada tahun

3
2018. Menurut data Riskesdas (2013) terdapat beberapa penyakit yang sering

di derita lansia yang berusia 65-74 tahun yaitu di antaranya Hipertensi

(57,6%), Atritis (51,9%), Stroke (46,1%), Diabetes Melitus (4,8%), Jantung

Koroner (3,6%), Kanker (3,9 %), Batu Ginjal (1,2%).

Dampak Hipertensi bila tidak segera diobati atau ditanggulangi, dalam

jangka panjang akan menyebabkan kerusakan ateri didalam tubuh sampai

organ yang mendapat suplai darah dari arteri sehingga bisa menyebabkan

komplikasi penyakit yaitu stroke, infark miokard, gagal ginjal,dan ketidak

mampuan jantung dalam memompa darah yang kebali ke jantung dengan

cepat (Triyanto, 2014). Menurut (Das, 2010 dikutip dalam Sujatha &

Judhi,2014). hipertensi termasuk penyakit kronis penyakit ini tidak dapat

disembuhkan, penyakit hipertensi hanya mampu dicegah dan distabilkan

dengan cara memodif faktor yang akan menimbulkan terjadinya hipertensi.

Oleh karena itu penyakit hipertensi tidak hanya berpengaruh terhadap fisik

saja, tetapi juga akan mempengaruhi kondisi psikologis seseorang. Adapun

faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi yaitu faktor nutrisi,

usia, genetik, kelamin, faktor pola hidup, psikologis (Bumi,2017) Faktor

nutrisi yaitu memodifikasi diet terbukti menurunkan tekanan datah pada

penderita hipetensi, prinsip yang dianjurkan adalah dengan cara gizi harus

seimbang yaitu membatasi mengkonsumsi garam, gula, sayuran, buah,

makanan rendah lemak jenuh. Faktor usia adalah salah satu faktor risiko

terjadinya hipertensi yang tidak dapat diubah. Karena semakin bertambahnya

usia maka semakin besar risiko terjadinya hipertensi. Hal tersebut tersebut

terjadi karena adanya perubahan struktur pembuluh darah seperti penyempitan

lumen, serta dinding pembuluh darah menjadi kaku dan elastisitasnya

4
berkurang sehingga meningkatkan tekanan darah. Faktor genetik adalah salah

satu faktor risiko terjadinya hipertensi yang tidak bisa diubah. Resiko terkena

hipertensi akan lebih tinggi dan lebih mudah terjadi pada orang dengan

keluarga yang punya riwayat hipertensi. Faktor jenis kelamin yaitu salah satu

faktor risiko terjadinya hipertensi yang tidak dapat diubah. Laki-laki

cenderung lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan dengan perempuan

. karena adanya dugaan laki-laki banyak memiliki gaya hidup yang kurang

sehat kalo dibandingkan dengan perempuan. Akan tetapi, hipertensi pada

perempuan akan terjadi peningkatan setelah usia menopause. Faktor gaya

hidup juga sangat berpengaruh terhadap kehidupan lansia, jika gaya hidup

tidak sehat akan menyebabkan resiko terjadinya penyakit hipertensi,

contohnya seperti makanan, aktifitas fisik, merokok. Faktor psikologis yaitu

yang berupa kecemasan sangat mempengaruhi peningkatan tekanan darah,

yang dimana akan terjadi kondisi emosional yang tidak stabil juga dapat

memicu terjadinya peningkatan tekanan darah atau hipertensi. (Healthy

Tadulako Journal) (Adhar Aruffudin, A. Fahira Nur : 48=53).

Seiring bertambahnya usia lansia akan mengalami kemunduran sel –

sel karena proses penuaan yang dapat berakibat pada kelemahan organ,

kemunduran fisik, timbulnya berbagai macam penyakit terutama penyakit

degeneratif. Semakin meningkatnya jumlah lansia di Indonesia maka akan

dapat menimbulkan masalah yang cukup komplek baik itu fisik maupun

psikologis, dan yang paling banyak yang terjadi pada lansia adalah seperti

kesepian, stres, depresi, dan kecemasan. Stres merupakan suatu pristiwa atau

sesuatu yang mengancam serta membahayakan dan individu merespon

peristiwa tersebut pada level fisiologis, emosional, kognitif, dan prilaku.

5
Richard (2010). Depresi merupakan penyakit yang ditandai dengan perasaan

sedih terus menerus dan kehilangan minat dalam segala kegiatan yang

biasanya individu nikmati, dan disertai dengan ketidakmampuan melakukan

aktifitas sehari-hari WHO (2017).

Cemas merupakan suatu stresor atau pencetus stres sebagai stimulus

yang akan dipersepsikan oleh manusia sebagai suatu ancaman tantangan yang

membutuhkan tenaga ekstra untuk mempertahankan diri dari berbagai stresor

itu salah satunya yaitu psikologis (fisik) dimana fisik sering terganggu

(muncul penyakit) dan akan memberi efek yang nyata sebagai presipitasi

terjadinya kecemasan (Donsu,2017).

Kecemasan atau ansietas ini adalah salah satu kegagalan dimana

seseorang sulit untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi

fisiologis (Padila,2013). Selain masalah fisik, hipertensi juga menyebabkan

masalah psikiologis pada lansia, dimana lansia merasa takut dan cemas akan

penurunan fungsi tubuh karena penyakitnya, yang menyebabkan keterbatasan

fisik. (Subekti,2015). Penelitian oleh Kretchy et al., 2014 dan Liao et al., 2014

Mengemukakan bahwa penyakit hipertensi dapat menyebabkan gangguan

psikologis kecemasan, Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan

adalah adanya penyakit kronis yang mengidap seseorang, salah satu contohnya

seperti penyakit Hipertensi. Penyakit ini rawan terjadi pada lansia karena

adanya penurunan fungsi organ, oleh sebab itu lansia akan merasakan cemas

dengan penyakit yang di deritanya (Kemenkes RI,2013). Cemas sebagai

stimulus yang akan dipersepsikan oleh manusia sebagai suatu ancaman

tantangan yang membutuhkan tenaga ekstra untuk mempertahankan diri dari

berbagai stresor itu salah satunya yaitu psikologis (fisik) dimana fisik

6
seringterganggu (muncul penyakit) dan akan memberi efek yang nyata sebagai

presipitasi terjadinya kecemasan (Donsu,2017). Tingkatan kecemasan dapat

dikelompokkan dalam beberapa tingkatan diantaranya yaitu kecemasan ringan

(Mild anxiety), kecemasan sedang (Moderate anxiety) dan kecemasan berat

(Severe anxiety). Menurut Hurclock (2013), tingkat kecemasan ringan

dihubungkan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari yang

menyebabkan seseorang lebih waspada serta meningkatkan ruang persepsinya.

Tingkat kecemasan sedang menjadikan seseorang untuk terfokus pada hal

yang dirasakan penting dengan mengesampingkanaspek hal yang lain,

sehingga seseorang masuk dalam kondisi perhatian yang selektif tetapi tetap

dapat melakukan suatu hal tertentu dengan lebih terarah. Tingkatan kecemasan

berat dapat menyebabkan seseorang cenderung untuk memusatkan pada

sesuatu yang lebih terperinci, spesifik serta tidak dapat berpikir tentang perihal

lain. dan rasa tidak tentram dari dalam diri maupun dari luar diri yang

dinamakan kecemasan.

Berdasarkan fenomena tersebut bahwa adanya penyakit kronis yang

mengidap seseorang sangat berpengaruh terhadap gangguan kecemasan

terutama bagi lansia. Oleh sebab itu penanganan hipertensi harus dilakukan

secara optimal, tepat, dan efisien. Kondisi lansia yang mengalami hepertensi

dapat membaik dan dapat stabil kembali, akan tetapi faktor-faktor psikologis

yang dialami lansia sangatlah berpengaruh pada proses penanganan hipertensi.

dan ditambah lagi dengan keterbatasan fisik yang dialami lansia membuat

lansia mengalami kecemasan karena penyakit yang dideritanya tak kunjung

sembuh bahkan semakin memburuk. Sehingga harapan lansia untuk sembuh

7
kembali sangatlah sedikit, hal seperti inilah pada akhirnya yang menyebabkan

lansia mengalami gangguan psikis seperti kecemasan.

Dampak cemas yang dialami lansia jika berkepanjangan akan

menyebabkan terjadinya penurunan aktifitas fisik dan status fungsional

menurun, presepsi tentang kesehatan yang buruk,menurunnya kepuasan hidup

dan kualitas hidup, serta meningkatnya kesepian(Tampi &Tampi,2014,p.2).

Oleh sebab itu jika hipertensi dibiarkan berkepanjangan akan menyebabkan

dampak buruk bagi lansia, yaitu bisa menyebabkan komplikasi penyakit

seperti stroke,gagal jantung, dan gagal ginjal dan jika tidak ditangani dengan

cepat bisa menyebabkan kematian, Berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan Hardiyanis (2014 Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh

peneliti pada tanggal 9 April tahun 2016 di desa Banjarejo diketahui jumlah

lansia yakni; Posyandu Laju I 60 orang, posyandu Laju II 30 orang, Posyandu

Babeh 30 orang, Posyandu Selobrojo 30 orang dan posyandu Turus 30 orang.

Total seluruh populasi lansia di lima tempat posyandu lansia di Desa

Banjarejo sebanyak 180 orang, dan yang mengalami hipertensi sebanyak 70

orang.

Menurut Hardiyanis (2014) Fenomena hipertensi ini sangat menarik,

kerena banyak lansia yang menderita hipertensi, hal itu bisa dilihat dari data

studi pedahuluan komunitas diposyandu lansia, yang disitu terdapat banyak

lansia yang mengalami hipertensi karena beberapa faktor, salah satunya

psikologis yaitu kecemasan.

Berdasarkan Fenomena tersebut bisa dilihat bahwa penyakit hipertensi

dapat menyebabkan dampak buruk hingga bisa berdampak fatal jika tidak

8
ditangani. Meskipun hipertensi tidak dapat kembali sembuh seperti normal,

hipertensi masih bisa distabilkan. Maka dari itu perlu ditekan untuk

menurunkan keparahan dari hipertensi, salah satu caranya yaitu menekan atau

memperbaiki salah satu faktor yang mempengaruhi hipertensi adalah faktor

psikologis yaitu rasa cemas. Akibat dari cemas pada lansia dengan hipertensi

jika tidak ditangani akan meningkatkan curah jantung dan resistensi pembuluh

darah perifer, maka akan menstimulasi kerja saraf simpatis, dan akan terjadi

reaksi di dalam tubuh, seperti meningkatnya ketegangan otot, denyut jantung

meningkat, dan ketika denyut jantung meningkat maka tekanan darah juga ikut

meningkat ( Saputri,2010). Sedangkan secara umum cemas pada lansia dapat

menyebabkan penurunan aktifitas fisik, status fungsional, penurunan sistem

yang sangat berpengaruh meningkatkan tekanan darah yang dapat

menyebabkan hipertensi. Dan apabila cemas tidak ditangani dapat

menyebabkan tekanan darah semakin meningkat dan akan menyebabkan

komplikasi penyakit seperti stroke, gagal jantung, gagal ginjal, serta kematian

akibat tekanan darah yang tinggi. Sehingga perlu dikaji tingkat cemas pada

lansia agar dapat ditangani secara dini.

Alasan peneliti mengangkat judul ini dari faktor psikologis yaitu

cemas, karena dari kesekian faktor psikologis masih bisa di tangani dengan

perubahan seperti gaya hidup, nutrisi, karena hipertensi penyakit seumur

hidup, yang dimana jika seseorang sudah terkena hipertensi tidak dapat

disembuhkan secara normal hanya bisa di stabilkan. Meskipun lansia penderita

hipertensi melakukan pola hidup baik, nutrisinya baik, tetapi jika lansia terus-

menerus cemas dengan penyakit yang dideritanya maka akan terus memicu

peningkatan tekanan darah sehingga ditakutkan lansia akan mengalami

9
penyakit komplikasi dari hipertensi seperti stoke, gagal jantung dan bisa

menyebabkan kematian . sehingga peneliti tertarik mengangkat judul

Hubungan Hipertensi dengan Tingkat Kecemasan Pada Lansia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka

peneliti merumuskan masalah Apakah ada Hubungan Hipertensi dengan

Tingkat Kecemasan Pada Lansia?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Melakukan review jurnal tentang Hubungan Hipertensi dengan Tingkat

Kecemasan Pada Lansia

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi Hipertensi ditinjau dari kajian literatur

2. Mengidentifikasi Kecemasan ditinjau dari kajian literatur

3. Mengidentifikasi Hubungan kejadian Hipertensi dengan Tingkat kecemasan

pada lansia

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Manfaat Bagi Keperawatan

Hasil literature review ini bisa digunakan sebagai acuan untuk meningkatkan

pelayanan yang berkualitas.


10
2. Manfaat Bagi Peneliti Lain

Diharapkan hasil dari literature review ini dapat menjadi data dasar

dan referensi dan pembanding dalam mengembangkan penelitian yang terkait

untuk mengetahui hubungan hipertensi dengan tingkat kecemasan pada lansia.

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lanjut Usia

2.1.1 Definisi Lansia

Batasan lansia bervariasi sesuai yang dikemukakan oleh para ahli.

Lansia adalah dimana seseorang mengalami kegagalan untuk mempertahankan

kondisi fisiologis, kegagalan tersebut berkaitan dengan penurunan daya

kemampuan hidup individu serta kepekaan individu meningkat (Hawari, diku

tip dalam Efendi &Makhfudli,2013,p.635). Lansia merupakan tahap akhir dari

suatu proses kehidupan, UU No.13/Tahun 1998 yang menjelaskan tentang

kesejahtraan lansia disebutkan bahwa lansia adalah yang dimana seseorang

berusia lebih dari 60 tahun (Dewi,2014) Lansia akan mengalami penurunan

dan perubahan fisik, psikologis, sosial dan saling berhubungan satu dengan

yang lain, sehingga lansia akan mengalami masalah fisik, psikologis, dan jiwa

(Cabrera,2015). Lansia juga dapat diartikan sebagai kegagalan atau

menurunnya jaringan untuk memperbaiki diri serta gagal dalam melakukan

fungsi normalnya, oleh sebab itu tidak akan dapat bertahan terhadap jejas

(Darmojo,2015). Lansia merupakan kelompok atau populasi tersebut berisiko

(population at risk) yang semakin lama semakin meningkat jumlahnya.Jumlah

lansia di dunia saat ini diperkirakan sekitar 500 juta orang dengan usia rata-

12
rata 60 tahun dan akan meningkat ditahun 2025 menjadi 1,2 miliyar)

(Allender,Rector,dan Warner,2014).

2.1.2 Klasifikasi Lansia

World Health Organization (WHO,2013) mengatakan beberapa

klasifikasi lansia sebagai berikut:

1. Usia Pertengahan (middle age), kelompok usia 45-54 tahun.

2. Lansia (elderly), kelompok usia 55-65 tahun.

3. Lansia muda (young old), kelompok usia 66-74 tahun.

4. Lansia tua (old), kelompok usia 75-90 tahun.

5. Lansia sangat tua (very old), kelompok usia lebih dari 90 tahun.

2.1.3 Proses Penuaan

Proses penuaan adalah bertambahnya umur seseorang dan mengalami

perubahan. Penuaan dapat dipengaruhi oleh banyak faktor salah satu

contohnya adalah faktor genetik yang melibatkan DNA dalam proses

perbaikan respon stres dan pertahanan antioksidan. Selanjutnya faktor

lingkungan juga berpengaruh dalam pemasukan kalori serta berbagai macam

penyebabj stres dari luar, seperti radiasi atau bahan –bahan kimiawi, kedua

faktor tersebut dapat mempengaruhi aktivitas metabolisme maka terjadi

kerusakan sel, sehingga akan terjadi proses penuaan (Suryano,et.al,2016).

2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penuaan

Menurut Miller (1995) dan Tamber, S dan noorkasiani (2009) faktor

yang mempengaruhi penuaan yaitu:

a. Psikologis

13
Dari aspek psikologis di kenal isu yang erat hubungannya dengan lansia dari teori

yang timbulnya depresi, gangguan kognitif, stres dan koping, serta komponyg h en

yang berperan adalah penyesuaian diri yang terdiri dari pembelajaran, memory,

perasaan, dan daya ingat.

b. Biologis

Manusia semakin lama dan semakin tua dan proses penuaannya bukan karna

evolusi tetapi karena terjadinya proses biologis di dalam tubuh.

c. Sosial

Lingkungan sosial sangat berpengaruh terhadap proses penuaan, karna jika

lingkungan aman dan bebas dari penyakit maka akan meningkatkan status

kesehatan.

d. Nutrisi dan makanan

e. Stres

f. Hereditas atau ketuaan genetic

2.1.5 Perubahan-perubahan yang Terjadi Pada lansia

Semakin bertambahnya umur setiap orang maka akan terjadi

proses penuaan secara degeneratif yang dampaknya kan terliha pada

perubahan diri seseorang, tidak hanya perubahan fifik saja, tetapi juga

perubahan kognitif,perasaan, sosial, dan seksual (Kholifah,2016).

a. Perubahan Fisik

1. Lasnsia akan mengalami gangguan sistem pendengaran, perubahan

hilangnay daya pendengaran telinga dalam. Terutama ketika

mendengar bunyi nada-nada yang tinggi, suara yg tidak jelas, dan

14
sangat sulit mengerti kata-kata. 50% terjadi pada usia diatas umur 65

tahun.

2. Perubahan sistem penglihatan pada lansia hilangnya respon terhadap

sinar, karna kornea lansia lebih terbentuk spesies, lensa juga lebih

seuram sehingga menjadi katarak yang memyebabkan terjadinya

gangguan penglihatan. Akibat menurunnya sistem pendengaran dan

penglihatan akan mempengaruhi persepsi lansia karena tidak bisa

membedakan objek yang dilihatnya sehingga lansia merasa tidak

berguna dengan kondisi yang dialaminya.

b. Perubahan mental

Gejala-gejala memory suka di kaitkan dengan keadaan yang

disebut pikun tua. Terkadang disebut juga kerusakan memory berkenan

dengan usia atau penurunan kognitif dengan proses menua.

c. Perubahan psikososial

Identitas dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan biasanya orang

yang pensiun (purna tugas), ia akan mengalami kehilangan finansial,

status, teman, dan pekerjaan. Biasanya lansia lebih mementingkan

seperti kematian itu sendiri serta kematian dirinya.ketika kondisi

kesehatan lansia memburuk mreka lansung akan memikirkan masalah

kematian dan mentalnya juga akan semakin memburuk. Berbeda

dengan orang yang lebih muda,kematian bagi mereka tampaknya

masih jauh dan kurang memikirkan tentang kematian.

d. Perubahan psikologis

15
Perubahan psikologis yang dialami lansia adalah mengenai sikap

mereka dalam menghadapi proses menua yang mereka alami. Pada lansia

yg realistik dapat menyesuaikan terhadap lingkungan yang baru, karna

sudah lanjut usia, mereka juga seringkali dianggap terlalu lamban dan

reaksi mereka juga dianggap lamban serta bertindak dan berpikir yang

menurun, akibat dari daya ingat lansia menurun dan dan lupa sampai pikun

dan dimensia. Ada beberapa hal yang berpengaru terhadap psikologis

lansia yaitu: kognisi, moral dan konsep diri. Kognisi adalah proses input

sensori yang di transformasikan dan didapatkan kembali seperti persepsi,

berfikir, dan memory semua dapat dipengaruhi oleh perubahan pada

lansia. Moral adalah kepuasan hidup dan kebahagiaan hidup seseorang,ini

termasuk komponen dari emosional dari perilaku lansia itu sendiri sebagai

gambaran dari perasaanya di masa lampau. Dan penuaan tidak selalu dapat

disimpulkan bahwa penambahan usia dapat diterangkan dengan perubahan

kepuasan hidup, moral, kebahagiaan atau stres psikologis. Konsep diri

suka dikaitkan dengan prilaku lansia, yang biasanya bertambahnya umur

lansia cenderung menarik diri, selalu ingin menceritakan pengalaman

hidup yang sudah mereka alami, tetapi kebanyakan keluarga

menganggapnya cerewet dan menghindari lansia, sehingga lansia merasa

tidak dianggap, oleh sebab itu lansia menjadi pendiam dan menarik diri,

presepsi seperti ini biasanya mencangkup perubahan fisik, psikologis, dan

psikososial.

2.2 Konsep Hipertensi

2.2.1 Definisi Hipertensi

16
Hipertensi adalah salah satu masalah kesehatan yang cukup berbahaya

di seluruh Dunia, karena hipertensi merupakan salah satu faktor utama, yang

akan mengarah kepada penyakit kardiovkaskuler seperti serangan jantung,

gagal jantung, yang dimana pada tahun 2016 penyakit jantung dan stroke

menjadi dua penyebab kematian utama yang terjadi di Dunia (WHO,2018).

Hipertensi merupakan gangguan yang terjadi pada sistem peredaran darah dan

ini sering terjadi pada lansia, dengan keadaan dimana tekanan darah sistolik

berada diatas 150 MmHg dan tekanan darah diastoliknya lebih dari 90 MmHg,

Tetapi tekanan darah sistolik 150-155 masih dikatakan normal pada lansia

(Sudarta,2013)

2.2.2 Klasifikasi Hipertensi

Berdasarkan Klasifikasi derajat hipertensi yang diutarakan oleh

(Smeltzer, et, al. 2012) terdapat empat derajat klasifikasi tekanan darah

sistolik dan diastolik yaitu sebagai berikut!

Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah

Darah (Mmhg) Diastolik (MmHg)

Normal < 120 < 80

Prahipertensi 120-139 80-89

Hipertensi stadium 1 140-159 90-99

Hipertensi stadium 2 > 160 > 100

Klasifikasi derajat tekanan darah berdasakan WHO

17
Kategori Sistol Diastol

Optimal < 120 < 80

Normal < 130 < 85

Normal – tinggi 130 – 139 85 – 89

Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140 – 159 90 – 99

Sub grup: perbatasan 140 – 149 90 – 94

Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160 – 179 100 – 109

Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110

Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90

Sub-gruo: perbatasan 140 – 149 < 90

2.2.3 Jenis- Jenis Hipertensi

Hipertensi terbagi menjadi 2 jenis yakni hipertensi primer (esensial )

dan hipertensi sekunder. Adapun perbedaannya adalah (Ramdhani, 2014):

a. Hipertensi primer

Hipertensi primer disebut juga sebagai hipertensi idiopatik karena

hipertensi ini memiliki penyebab yang belum diketahui. Penyebab yang belum

jelas atau belum diketahui tersebut sering dihubungkan dengan faktor gaya

hidup yang kurang sehat. Hipertensi primer merupakan hipertensi yang paling

banyak terjadi ,yaitu sekitar 90 % dari kejadian hipertensi (Bumi, 2017).

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh penyakit

lain seperti penyakit ginjal, kelainan hormonal, atau penggunaan obat tertentu

18
(Bumi 2017). Kondisi lain yang mempengaruhi ginjal, arteri , jantung, atau

system endokrin menyebabkan 5-10 % kasus lainnya (hipertensi

sekunder).Beberapa tanda dan gejala tambahan dapat menunjukkan hipertensi

sekunder, yaitu hipertensi akibat penyebab yang jelas seperti penyakit ginjal

atau penyakit endokrin. Contohnya obesitas pada dada dan perut , intoleransi

glukosa , wajah bulat seperti bulan , punuk kerbau. Penyakit tiroid dan

akromegali juga dapat menyebabkan hipertensi dan mempunyai gejala dan

tanda yang khas. Besar perut mungkin mengidikasikan stenosis arteri renalis

( Penyempitan arteri yang mengedarkan darah ke ginjal) (Ramdhani, 2014).

2.2.4 Etiologi Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan(Aspiani,

2014) :

a. Hipertensi primer atau hipertensi esensial

Hipertensi primer atau hipertensi esensial disebut juga hipertensi

idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Faktor yang memengaruhi yaitu

: (Aspiani, 2014).

1. Genetik

Individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi,

beresiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini. Faktor genetik ini

tidak dapat dikendalikan, jika memiliki riwayat keluarga yang memliki

tekanan darah tinggi.

2) Jenis kelamin dan usia

Laki - laki berusia 35- 50 tahun dan wanita menopause beresiko tinggi

untuk mengalami hipertensi. Jika usia bertambah maka tekanan darah

19
meningkat faktor ini tidak dapat dikendalikan serta jenis kelamin laki–

laki lebih tinggi dari pada perempuan.

3) Diet

Konsumsi diet tinggi garam secara langsung berhubungan dengan

berkembangnya hipertensi. Faktor ini bisa dikendalikan oleh penderita

dengan mengurangi konsumsinya, jika garam yang dikonsumsi

berlebihan, ginjal yang bertugas untuk mengolah garam akan menahan

cairan lebih banyak dari pada yang seharusnya didalam tubuh.

Banyaknya cairan yang tertahan menyebabkan peningkatan pada

volume darah. Beban ekstra yang dibawa oleh pembuluh darah inilah

yang menyebabkan pembuluh darah bekerja ekstra yakni adanya

peningkatan tekanan darah didalam dinding pembuluh darah dan

menyebabkan tekanan darah meningkat.

4) Berat badan

Faktor ini dapat dikendalikan dimana bisa menjaga berat badan dalam

keadaan normal atau ideal. Obesitas (>25% diatas BB ideal) dikaitkan

dengan berkembangnya peningkatan tekanan darah atau hipertensi.

5. Gaya hidup

Faktor ini dapat dikendalikan dengan pasien hidup dengan pola hidup

sehat dengan menghindari faktor pemicu hipertensi yaitu merokok,

dengan merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap dalam

waktu sehari dan dapat menghabiskan berapa putung rokok dan lama

merokok berpengaruh dengan tekanan darah pasien. Konsumsi alkohol

yang sering, atau berlebihan dan terus menerus dapat meningkatkan

tekanan darah pasien sebaiknya jika memiliki tekanan darah tinggi

20
pasien diminta untuk menghindari alkohol agar tekanan darah pasien

dalam batas stabil dan pelihara gaya hidup sehat penting agar terhindar

dari komplikasi yang bisa terjadi.

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder terjadiakibat penyebab yang jelas.salah satu

contoh hipertensi sekunder adalah hipertensi vaskular rena, yang terjadiakibat

stenosi arteri renalis. Kelainan ini dapat bersifat kongenital atau akibat

aterosklerosis.stenosis arteri renalis menurunkan aliran darah ke

ginjalsehingga terjadi pengaktifan baroreseptor ginjal, perangsangan pelepasn

renin, dan pembentukan angiostenin II. Angiostenin II secara langsung

meningkatkan tekanan darahdan secara tidak langsung meningkatkan sintesis

andosteron danreabsorbsi natrium. Apabiladapat dilakukan perbaikan pada

stenosis,atau apabila ginjal yang terkena diangkat,tekanan darah akan

kembalike normal (Aspiani, 2014).

2.2.5 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang biasa ditimbulkan pada penderita hipertensi

menurut Nurarif dan Kusuma (2013) adalah :

a. Tidak ada gejala

Tekanan darah yang tinggi namun penderita tidak merasakan

perubahan kondisi tubuh, seringkali hal ini mengakibatkan banyak

penderita hipertensi mengabaikan kondisinya karna memang gejala

yang tidak dirasakan.

b. Gejala yang lazim

Gejala yang lazim menyertai hipertensi adalah nyeri kepala dan

kelelahan. Beberapa pasien memerlukan pertolongan medis karena


21
mereka mengeluh skit kepala, pusing, lemas, kelelahan, sesak nafas,

gelisah, mual, muntah, epistaksis, kesadaran menurun. Hipertensi yang

menaun dan tergolong hipertensi berat biasanya akan menimbulkan

keluhan yang sangan nampak yaitu : sakit kepala, kelelahan, mual,

muntah, sesak nafas, nafas pendek (terengah-engah), gelisah,

pandangan mata kabur dan berkunang-kunang, emosional, telinga

berdengung, sulit tidur, tengkuk terasa berat, nyeri kepala bagian

belakang dan didada, otot lemah, terjadi pembengkakan pada kaki dan

pergelangan kaki, keringat berlebih, denyut jantung cepat.

2.2.6 Patofisiologi Hipertensi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak pada pusat vasomotor pada medulla di otak. Dari vasomotor tersebut

bermula jaras saraf simpatis yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar

dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di thorak dan abdomen.

Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak

kebawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,

neuron preganglion melepaskan asetikolin yang akan merangsang serabut saraf

pasca ganglion ke pembuluh darah. Dengan dilepaskannya norepineprin akan

mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan

dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang

vasokontriktor (Ramdhani, 2014). Seseorang dengan hipertensi sangat sensitive

terhadap norepinefrin. Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis

merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal

juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula

adrenal mensekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal

22
mensekresi kortisol dan steroid linnya, yang dapat memperkuat respon

vasokontriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan

aliran darah ke ginjal menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang

pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II yang

menyebabkan adanya sutu vasokontriktor yang kuat. Hal ini merangsang sekresi

aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan

air oleh tubulus ginjal yang mengakibatkan volume intravaskuler. Semua faktor

tersebut cenderung menyebabkan hipertensi. Pada lansia, perubahan struktur

dan fungsi pada system pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan

tekanan darah yang terjadi. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,

hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos

pembuluh darah yang akan menurunkan kemampuan distensi daya regang

pembuluh darah. Hal tersebut menyebabkan aorta dan arteri besar berkurang

kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh

jantung ( volume sekuncup ) sehingga terjadi penurunan curah jantung dan

peningkatan tahanan perifer (Ramdhani, 2014).

2.2.7 Mekanisme Hipertensi

Beberapa literatur lain menyatakan bahwa mekanisme terjadinya

hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh

angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis

penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen

yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh

ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-

paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang

memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi
23
utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH)

dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja

pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan

meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh

(antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk

mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara

menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat

yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah

menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan

hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal Untuk mengatur

volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl

(garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi

NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan

ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan

darah (Femmy, 2011).

2.2.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hipertensi

Hipertensi dapat dipicu oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang

memiliki potensi menimbulkan masalah atau kerugian kesehatan biasa disebut

faktor risiko. Pada kejadian hipertensi, faktor risiko dibagi menjadi dua

kelompok yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah dan faktor risiko yang

dapat diubah. (Bumi, 2017) Faktor risiko kejadian hipertensi yang tidak dapat

diubah terdiri dari usia, jenis kelamin, dan keturunan (genetik) (Bumi, 2017).

a. Usia

24
Usia merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi yang

tidak dapat diubah. Pada umumnya, semakin bertambahnya usia maka

semakin besar pula risiko terjadinya hipertensi. Hal tersebut disebabkan oleh

perubahan struktur pembuluh darah seperti penyempitan lumen, serta dinding

pembuluh darah menjadi kaku dan elastisitasnya berkurang sehingga

meningkatkan tekanan darah. Menurut beberapa penelitian, terdapat

kecenderungan bahwa pria dengan usia dari 45 tahun lebih rentan mengalami

peningkatan tekanan darah, sedangkan wanita cenderung mengalami

peningkatan tekanan darah pada usia di atas 55 tahun.

b. Merokok

Merokok juga dapat menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya

hipertensi. Merokok dapat menyebabkan denyut jantung dan kebutuhan

oksigen untuk disuplai ke otot jantung mengalami peningkatan. Bagi penderita

yang memiliki aterosklerosis atau penumpukan lemak pada pembuluh darah,

merokok dapat memperparah kejadian hipertensi dan berpotensi pada penyakit

generative lain seperti stroke dan penyakit jantung. Rokok mengandung

berbagai zat berbahaya seperti Nikotin misalnya ,zat ini dapat diserap oleh

pembuluh darah kemudian diedarkan melalui aliran darah ke seluruh tubuh,

termasuk otak . Akibatnya otak akan berekasi dengan memberikan sinyal pada

kelenjar adrenal untuk melepaskan epinefrin. Hormon inilah yang akan

mengalami penyempitan. Penyempitan pembuluh darah otak akan memaksa

jantung untuk bekerja lebih berat sehingga bisa terjadi stroke. Selain itu,

karbonmonoksida yang terdapat dalam rokok diketahui dapat mengikat

hemoglobin dalam darah dan mengentalkan darah. Hemoglobin sendiri

merupakan protein yang mengandung zat besi dalam sel darah merah yang

25
berfungsi mengangkut oksigen. Dalam hal ini karbonmonoksida menggantikan

ikatan oksigen dalam darah sehingga memaksa jantung memompa untuk

memasukkan oksigen yang cukup dalam organ dan jaringan tubuh. Hal inilah

yang dapat meningkatkan tekanan darah.

c. Keturunan

Keturunan atau genetic juga merupakan salah satu faktor risiko

terjadinya hipertensi yang tidak dapat diubah. Risiko terkena hipertensi akan

lebih tinggi pada orang dengan keluarga dekat yang memiliki riwayat

hipertensi. Selain itu, faktor keturunan juga dapat berkaitan dengan

metabolism pengaturan garam (NaCl) dan rennin membrane sel.

d. Jenis kelamin

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi

yang tidak dapat diubah. Dalam hal ini, pria cenderung lebih banyak

menderita hipertensi dibandingkan dengan wanita. Hal tersebut terjadi karena

adanya dugaan bahwa pria memiliki gaya hidup yang kurang sehat jika

dibandingkan dengan wanita. Akan tetapi, prevalensi hipertensi pada wanita

mengalami peningkatan setelah memasuki usia menopause. Hal tersebut

disebabkan oleh adanya perubahan hormonal yang dialami wanita yang telah

menopause.

` e. Psikologis

Gangguan psikologis yang sering dijumpai adalah kecemasan, stres,

dan depresi, gangguan psikologis meningkatkan tekanan darah pada banyak

orang. Gangguan psikologis beruba kecemasan sangat berpengaruh terhadap

peningkatan tekanan darah ( Healthy Tadulako Journal) (Adhar Aruffudin, A.

Fahira Nur : 48=53).


26
1. Faktor risiko yang tidak dapat di ubah

Faktor risiko yang melekat pada penderita hipertensi dan tidak dapat di rubah

antara lain (Sutomo, 2016)

1) Umur

2) Jenis Kelamin

3) Genetik

2. Faktor risiko yang dapat diubah

Faktor risiko yang diakibatkan perilaku tidak sehat dari penderita hipertensi

antara lain (Sutomo, 2016)

1) Merokok dan konsumsi alkohol

2) Diet rendah serat

3) Konsumsi garam berlebih

4) Kurang aktivitas fisik

5) Berat badan berlebih atau kegemukan

6) Dyslipidemia

7) Stress

2.2.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan nonfarmakologis dengan modifikasi gaya hidup

sangat penting dalam mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian

yang tidak dapat dipisahkan mengobati tekanan darah tinggi , berbagai macam

cara memodifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah yaitu :

(Aspiani, 2014)

1. Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan tekanan darah pada

klien hipertensi. Dengan pengurangan konsumsi garam dapat mengurangi

stimulasi sistem renin- angiostensin sehingga sangata berpotensi sebagai


27
anti hipertensi. Jumlah asupan natrium yang dianjurkan 50-100 mmol atau

setara dengan 3-6 gram garam per hari.

2. Diet tinggi kalium, dapat menurunkantekanan darah tetapi mekanismenya

belum jelas. Pemberian kalium secara intravena dapat menyebabkan

vasodilatasi, yang dipercaya dimediasi oleh oksidanitat pada dinding

vaskular. Penurunan berat badan

3. Mengatasi obesitas, pada sebagian orang dengan cara menurunkan berat

badan mengurangi tekanan darah, kemungkinan dengan mengurangi beban

kerja jantung dan voume sekuncup. Pada beberapa studi menunjukan

bahwa obesitas berhubungan dengan kejadian hipertensi dan hipertrofi

ventrikel kiri. Jadi, penurunan berat badan adalah hal yangs angat efektif

untuk menurunkan tekanan darah.

4. Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang, bersepeda bermanfaat

untuk menurunkan tekanan darah dan memperbaiki kedaan jantung..

olahraga isotonik dapat juga meningkatkan fungsi endotel, vasoldilatasin

perifer, dan mengurangi katekolamin plasma. Olahraga teratur selama 30

menit sebanyak 3-4 kali dalam satu minggu sangat dianjurkan untuk

menurunkan tekanan darah. Olahraga meningkatkan kadar HDL, yang

dapat mengurangi terbentuknya arterosklerosis akibat hipertensi.

5. Memeperbaiki gaya hidup yang kurang sehat dengan cara berhenti

merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol, penting untuk mengurangi efek

jangka oanjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran

darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan kerja jantung.

Terapi farmakologis

28
1. Diuretik merupakan anti hipertensi yang merangsang pengeluaran

garam dan air. Dengan mengonsumsi diuretik akan terjadi

pengurangan jumlah cairan dalam pembuluh darah dan menurunkan

tekanan pada dinding pembuluh darah.

2. Beta bloker dapat mengurangi kecepatan jantung dalam memompa

darah dan mengurangi jumlah darah yang dipompa oleh jantung.

3. ACE-inhibitor dapat mencegah penyempitan dinding pembuluh darah

sehingga bisa mengurangi tekanan pada pembuluh darah dan

menurunkan tekanan darah.

4. Ca bloker dapat mengurangi kecepatan jantung dan merelaksasikan

pembuluh darah.

2.2.10 Komplikasi

Tekanan darah tinggi bila tidak segera diobati atau ditanggulangi,

dalam jangka panjang akan menyebabkan kerusakan ateri didalam tubuh

sampai organ yang mendapat suplai darah dari arteri tersebut.

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita hipertensi yaitu : (Aspiani,

2014)

a. Stroke terjadi akibat hemoragi disebabkan oleh tekanan darah

tinggi di otak dan akibat embolus yang terlepas dari pembuluh

selain otak yang terpajan tekanan darah tinggi.

b. Infark miokard dapat terjadi bila arteri koroner yang

arterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke

miokardium dan apabila membentuk 12 trombus yang bisa

memperlambat aliran darah melewati pembuluh darah. Hipertensi

kronis dan hipertrofi ventrikel, kebutuhan infark. Sedangkan

29
hipertrofi ventrikel dapat menyebabkan perubahan waktu hantaran

listrik melintasi ventrikel terjadilah disritmia, hipoksia jantung, dan

peningkatan resiko pembentukan bekuan.

c. Gagal jantung dapat disebabkan oleh peningkatan darah tinggi.

Penderita hipertensi, beban kerja jantung akan meningkat, otot

jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya, disebut

dekompensasi. Akibatnya jantung tidak mampu lagi memompa,

banyak cairan tertahan diparu yang dapat menyebabkan sesak nafas

(eudema) kondisi ini disebut gagal jantung.

d. d. Ginjal tekanan darah tinggi bisa menyebabkan kerusakan ginjal.

Merusak sistem penyaringan dalam ginjal akibat ginjal tidak dapat

membuat zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk melalui

aliran darah dan terjadi penumpukan dalam tubuh.

2.3 Konsep Kecemasan

2.3.1 Definisi Kecemasan

Cemas merupakan suatu stresor atau pencetus stres sebagai stimulus yang

akan dipersepsikan oleh manusia sebagai suatu ancaman tantangan yang

membutuhkan tenaga ekstra untuk mempertahankan diri dari berbagai stresor

itu salah satunya yaitu psikologis (fisik) dimana fisik sering terganggu

(muncul penyakit) dan akan memberi efek yang nyata sebagai presipitasi

terjadinya kecemasan (Donsu,2017). Ansietas adalah suatu perasaan takut

akan terjadinya sesuatu yang disebabkan oleh antisipasi bahaya dan

merupakan sinyal yang membantu individu untuk bersiap mengambil tindakan

menghadapi ancaman. Pengaruh tuntutan, persaingan, serta bencana yang

terjadi dalam kehidupan dapat membawa dampak terhadap kesehatan fisik dan
30
psikologi. Salah satu dampak psikologis yaitu ansietas atau kecemasan

(Sutejo, 2018).

2.3.2 Jenis-jenis Kecemasan

Jenis-jenis kecemasan menurut Zaviera (2016), diantaranya yaitu

1. Kecemasan obyektif (Realistics) ialah jenis kecemasan yang berorientasi

pada aspek bahaya – bahaya dari luar seperti misalnya melihat atau

mendengar sesuatu yang dapat berakibat buruk.

2. Kecemasan neurosis adalah suatu bentuk jenis kecemasan yangapabila

insting pada panca indera tidak dapat dikendalikan dan menyebabkan

seseorang berbuat sesuatu yang dapat dikenakan sanksi hukum.

3. Kecemasan moral adalah jenis kecemasan yang timbul dari perasaan

sanubari terhadap perasaan berdosa apabila seseorang melakukan sesuatu

yang salah.

2. 3.3 Etiologi

Ada beberapa factor yang mempengaruhi kecemasan, (Donsu, 2017)

adalah sebagai berikut :

1. Faktor Predisposisi

 Biologi

Suatu model biologis yang menerangkan bahwa ekspresi emosi

yang melibatkan struktur anatomi dalam otak. Dan aspek biologis ini yang

menerangkan adanya pengaruh neutransmiter yang dapat menyebabkan

kecemasan. Dikatakan bahwa ada 3 jenis neurotransmiten yang

berhubungan dengan anatomi otak yang dapat mempengaruhi kecemasan

adalah norepineprin, serotonin dan gamma-aminobutyric acid (GABA).

 Psikologis

31
Stuart & Laraia (2005) yang dikutip dalam Donsu (2017)

mengatakan bahwa factor psikologis yang mempengaruhi kecemasan

adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian

yaitu id dan superego. Sedangkan menurut Suliswati, et al., (2005)

oleh Donsu (2017) menjelaskan bahwa ketegangan dalam kehidupan

yang dapat menimbulkan ansietas diantaranya adalah suatu tragedi

yang membuat trauma baik krisis perkembangan maupun situasional

seperti terjadinya bencana, konflik emosional individu yang

terselesaikan dengan baik serta mengalami konsep diri yang terganggu.

 Sosial Budaya

Adanya riwayat gangguan ansietas dalam keluarga yang

mempengaruhi respon individu dalam bereaksi terhadap konflik dan

bagaimana cara mengatasi kecemasan. Dikatakan bahwa factor -faktor

yang mempengaruhi terjadinya kecemasan adalah social budaya,

potensi stress, serta lingkungan.

2.3.4 Gejala Kecemasan

Menurut Sutejo (2018), tanda dan gejala pasien dengan ansietas adalah

cemas, khawatir, firaat buruk, takut akan pikirannya sendiri serta mudah

tersinggung, pasien merasa tegang, tidak tenang, gelisah dan mudah terkejut,

pasien mengatakan takut bila sendiri atau pada keramaian dan banyak orang,

mengalami gangguan pola tidur dan disertai mimpi yang menegangkan.

2.3.4 Tingkat Kecemasan

32
Tingkatan kecemasan dapat dikelompokkan dalam beberapa tingkatan

diantaranya yaitu kecemasan ringan (Mild anxiety), kecemasan sedang

(Moderate anxiety) dan kecemasan berat (Severe anxiety).

Menurut Hurclock (2013), tingkat kecemasan ringan dihubungkan dengan

ketegangan dalam kehidupan sehari-hari yang menyebabkan seseorang lebih

waspada serta meningkatkan ruang persepsinya.

 Tingkat kecemasan sedang menjadikan seseorang untuk terfokus pada

hal yang dirasakan penting dengan mengesampingkanaspek hal yang

lain, sehingga seseorang masuk dalam kondisi perhatian yang selektif

tetapi tetap dapat melakukan suatu hal tertentu dengan lebih terarah.

 Tingkatan kecemasan berat dapat menyebabkan seseorang cenderung

untuk memusatkan pada sesuatu yang lebih terperinci, spesifik serta

tidak dapat berpikir tentang perihal lain serta akan memerlukan banyak

pengarahan agar dapat memusatkan perhatian pada suatu objek yang

lain.

 Panik adalah Individu kehilangan kendali diri dan detil perhatian

hilang. Karena hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan

apapun meskipun dengan perintah. Terjadi peningkatan aktivitas

motorik, berkurangnya kemampuan berhubungan dengan orang lain,

penyimpangan persepsi dan hilangnya pikiran rasional, tidak mampu

berfungsi secara efektif. Biasanya disertai dengan disorganisasi

kepribadian.

2.3.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

33
Blacburn & Davidson (dalam Triantoro Safaria & Nofrans Eka

Saputra, 2012: 51) menjelaskan faktor-faktor yang menimbulakan kecemasan,

seperti pengetahuan yang dimiliki seseorang mengenai situasi yang sedang

dirasakannya, apakah situasi tersebut mengancam atau tidak memberikan

ancaman, serta adanya pengetahuan mengenai kemampuan diri untuk

mengendalikan dirinya (seperti keadaan emosi serta fokus

kepermasalahannya). Kemudian Adler dan Rodman (dalam M. Nur Ghufron

& Rini Risnawita, S, 2014: 145- 146) menyatakan terdapat dua faktor yang

dapat menimbulkan kecemasan, yaitu.

a. Kegagalan ketastropik, yaitu adanya asumsi dari individu bahwa sesuatu

yang buruk akan terjadi pada dirinya. Individu mengalami kecemasan serta

perasaan ketidakmampuan dan ketidaksanggupan dalam mengatasi

permaslaahannya.

b. Kesempurnaan, individu mengharapkan kepada dirinya untuk berperilaku

sempurna dan tidak memiliki cacat. Individu menjadikan ukuran

kesempurnaan sebagai sebuah target dan sumber yang dapat memberikan

inspirasi.

c. Generalisasi yang tidak tepat, yaitu generalisasi yang berlebihan, ini

terjadi pada orang yang memiliki sedikit pengalaman.

d. Status Kesehatan

e. Faktor Pekerjaan

f. Dukungan Keluarga dan sosial

e. Penyakit kronis dapat menimbulkan dampak bagi kesehatan lansia, dalam

ini kesehatan jiwa yaitu kecemasan. Yang dimana seseorang akan merasa

tidak aman dan terancam (Stuart,2013) serta adanya penyakit kronis

34
seperti hipertensi yang diderita seseorang penyakit ini tidak hanya

berdampak bagi fisik tapi juga mempengaruhi kondisi psikologis dan

menyebabkan ganggusn psikologis ansietas(Penelitian oleh Zhang Fan et

al., 2005; Kretchy et al., 2014; dan Liao et al., 2014)

2.3.6 Faktor Pencetus terjadinya Kecemasan

Digambarkan oleh Stuart & Laraia (2005), yang dikutip dalam Donsu

(2017) bahwa stresor pencetus sebagai stimulant yang dipersepsikan oleh

individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan tenaga

ekstra untuk mempertahankan diri. Faktor pencetus ini bisa dari internal

maupun eksternal yaitu :

1) Biologi ( fisik )

Gangguan kesehatan pada tubuh merupakan suatu keadaan yang

terganggu secara fisik oleh penyakit maupun secara fungsional berupa aktifitas

sehari-hari yang menurun. Menurut Stuart & Laraia (2005) oleh Donsu (2017)

mengutip dalam bukunya mengatakan bahwa kesehatan umum seseorang akan

memiliki efek yang nyata sebagai presipitasi terjadinya kecemasan. Apabila

seseorang sudah mengalami gangguan pada kesehatan akan berakibat pada

kemampuan seseorang dalam mengatasi ancaman berupa penyakit (gangguan

fisik) akan menurun.

2) Psikologis

Suatu ancaman eksternal yang berhubungan dengan kondisi psikologis

dan dapat menyebabkan suatu keadaan kecemasan seperti kematian,

perceraian, dilema etik, pindah kerja sedangkan ancaman internal yang terkait

dengan kondisi psikologis yang dapat menyebabkan kecemasan seseorang

35
seperti gangguan hubungan interpersonal dalam rumah tangga, menerima

peran yang baru dalam berkeluarga sebagai istri, suami atau sebagai ibu baru.

3) Sosial Budaya

Status sosial ekonomi seseorang dapat juga mempengaruhi timbulnya

stress yang akan berakibat terjadinya kecemasan. Seseorang dengan status

ekonomi yang kuat akan susah mengalami stress dibandingkan dengan orang

yang mempunyai status ekonomi yang rendah. Secara tidak langsung akan

mempengaruhi seseorang akan mengalami kecemasan dan pergaulan sosial

pun akan ikut terganggu

2.3.7 Respon Kecemasan

Respon tubuh secara umum pada gangguan kecemasan adalah Jantung

berdebar, berkeringat (sweating), insomnia/kelelahan peningkatan frekuensi

BAB atau Diare, Ketegangan otot Sakit kepala, serta merasa tidak berdaya

(Nasir & Muhit 2011).

2.3.8 Dampak kecemasan

Beberapa dampak dari kecemasan kedalam beberapa simtom, antara

lain :

1. Simtom suasana hati

Individu yang mengalami kecemasan memiliki perasaan akan

adanya hukuman dan bencana yang mengancam dari suatu sumber

tertentu yang tidak diketahui. Orang yang mengalami kecemasan tidak

bisa tidur, dan dengan demikian dapat menyebabkan sifat mudah

marah.

2. Simtom kognitif

36
Kecemasan dapat menyebabkan kekhawatiran dan keprihatinan

pada individu mengenai hal-hal yang tidak menyenangkan yang

mungkin terjadi. Individu tersebut tidak memperhatikan masalah-

masalah real yang ada, sehingga individu sering tidak bekerja atau

belajar secara efektif, dan akhirnya dia akan menjadi lebih merasa

cemas.

3. Simtom motorik

Orang-orang yang mengalami kecemasan sering merasa tidak

tenang, gugup, kegiatanmotorik menjadi tanpa arti dan tujuan,

misalnya jari-jari kaki mengetuk-ngetuk, dan sangatkaget terhadap

suara yang terjadi secara tiba-tiba. 3. Simtom motorik merupakan

gambaranrangsangan kognitif yang tinggi pada individu dan

merupakan usaha untuk melindungidirinya dari apa s aja yang

dirasaya mengancam (Pieter, Janiwarti& Saragih, 2011).

Dampak kecemasan yang yang dialami oleh lansia meliputi

terjadinya penurunan aktifitas fisik dan status funsional, persepsi diri

tentang kesehatan yang tidak baik, menurunnya kepuasan hidup (life

satisfaction) dan kualitas hidup ( quality of life), meningkatnya

kesepian (lonelinees) menghabiskan biaya besar untuk pelayanan

(Tampi & Tampi, 2014, p.2).

2.3.9 Alat Ukur Tingkat Kecemasan

`Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemmasan seseorang dapat

menggunakan beberapa alat ukur (instrumen). Utomo (2015) menyebutkan

alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kecemasan seseorang

antara lain :

37
a. Visual Analoge Scale for Anxiety (VAS-A)

VAS didasarkan pada skala 100 mm berupa garis horisontal,

dimana ujung sebelah kiri menunjukkan tidak ada kecemasan

dan ujung sebelah kanan menandakan kecemasan maksimal .

Skala VAS dalam bentuk horisontal terbukti menghasilkan

distribusi yang lebih seragam dan lebih sensitif (William et al,

2010). Responden diminta memberi tanda pada sebuah garis

horisontal tersebut kemudian dilakukan penelitian.

b. Hamilton Rating Scale for Anxiety

HRS-A (Hamilton Rating Scale for Anxiety), yang terdiri atas

14 gejala yaitu perasaan cemas, ketegangan, ketakutan,

gangguan tidur, gangguan kecerdasan, perasaan depresi, gejala

otot, gejala sensori, gejala kardiovaskuler, gelajala respirasi,

gejala gastrointestinal,gejala urogenital, gejala otonom, tingkah

laku. Cara penilaian HRS-A dengan sistem skoring yaitu:

Skror 0 = tidak ada gejala

Skor 1 = ringan (satu gejala)

Skor 2 = sedang (dua gejala)

Skor 3 = berat ( lebih dari dua gejala)

Skor 4 = sangat berat (semua gejala)

Bila skor < 14 = tidak ada kecemasan, skor 14-20 = cemas

ringan, skor 21-27 = cemas sedang, skor 28-41 = cemas berat,

skor 42-56 = panik.

c. Visual Numeric Rating Scale og Anxiety (VNRS-A)

38
Pasien diminta menyatakan menggambarkan seberapa besar

kecemasan yang dirasakan VNRS-A menggunakan skala dari

angka 0 (nol) sampai 10 (sepuluh), dimana 0 menunjukkan

tidak cemas, 1-3 cemas ringan, 4-6 cemas sedang, 7-9 cemas

berat, dan 10 menunjukkan tingkat panik (Fjriati, 2013;Liza,

2014).

39
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian Literature Review

dengan pendekatan Systematic Review. Literatur Review adalah sebuah

metode sistematis yang bersifat jelas yang digunakan untuk mengidentifikasi,

menganalisis, dan mengevaluasi secara kritis dengan melalui pengumpulan

data-data mengenai hasil-hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh para

peneliti dan praktisi (Okoli & Schabram, Ring, Ritchie, Mandara & Jepson,

2011). Systematic review adalah ringkasan hasil dari banyak penelitian yang

memakai metode kuantitatif (Melnyk & Fineout, 2011). Penelitian ini akan

menggunakan sumber data berdasarkan temuan peneliti dari jurnal-jurnal

ilmiah dengan tema hubungan hipertensi dengan tingkat kecemasan pada

lansia.

3.2 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,

serta objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang akan

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya

(Sugiyono,2016). Variabel dalam penelitian ini terdiri atas dua variabel yaitu
40
variabel independen (bebas) dan variable dependen (terikat). Variabel

independen ( bebas) adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya variabel

dependen (terikat) sedangkan variabel dependen (terikat) adalah variabel yang

menjadi akibat dari adanya variabel independen (Sugiyono, 2016).

3.2.1 Variabel Dependen

Variabel dependen atau variabel terikat adalah variabel yang di pengaruhi

atau yang menjadi akibat karena adanya variabel independen (bebas)

(Sugiono,2016). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat

kecemasan.

3.2.2 Variabel Independen

Variabel dependen atau variabel bebas adalah variabel yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya

variabel dependen (terikat) (Sugiono,2016). Variabel independen dalam

penelitian ini adalah Hipertensi.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi penelitian

Populasi adalah seluruh subyek yang dijadikan fokus penelitian

(Sugiyono, 2018). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh jurnal yang

berkaitan dengan hubungan hipertensi dengan tingkat kecemasan lansia.

3.3.2 Sampel

41
Sampel adalah sebagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau

keadaan tertentu yang akan diteliti (Sugiyono,2018). Sampel yang digunakan

dalam penelitian ini adalah jurnal hasil penelitian dengan topik hubungan

hipertensi dengan tingkat kecemasan pada lansia.

3.3.3 Teknik sampling

Teknik sampling adalah teknik teknik pengambilan sampel, teknik

untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam suatu penelitian

(Sugiyono,2016).

Dalam penelitian literature review sampling yang digunakan peneliti

adalah Non Probability Sampling yang dimana teknik ini memberi peluang

atau kesempatan tidak sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk

dipilih menjadi sampel. Jenis Non Probability Sampling yang digunakan

peneliti adalah Purposive Sampling yang dimana design ini menetapkan

sample dengan cara menentukan target dari elemen populasi yang

diperkirakan paling cocok untuk dikumpulkan datanya. Pengambilan sampel

pada penelitian ini dilakukan dengan cara mengakses database (Scholar

Google, Pubmed) dengan menggunakan Keyword sesuai masalah pada

penelitian yaitu sebagai berikut: Hipertensi, Kecemasan, dan Lansia.

3.3.3.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah ciri-ciri subyek penelitian yang akan diteliti

(Nursalam, 2017). Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu sebagai berikut :

42
1) Jurnal harus merupakan riset asli yang telah dipublikasikan dalam

Bahasa Inggris atau Indonesia.

2) Jurnal penelitian yang diterbitkan dalam batas waktu maksimal 10

tahun ( 2010- 2020) dengan kriteria full text.

3) Jurnal terindeks ISSN/ISBN dan DOI.

4) Jurnal harus berkaitan dengan hipertensi.

5) Jurnal deskriptif korelatif

3.3.3.2 Kriteria Ekslusi

Kriteria ekslusi adalah ciri-ciri subyek penelitian yang tidak sesuai

dengan kriteria yang diinginkan oleh peneliti dan tidak layak menjadi sampel

penelitian (Nursalam, 2017). Adapun kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah

1) Jurnal yang dipublikasikan menggunakan Bahasa selain Bahasa Inggris

dan Indonesia.

2) Jurnal terindeks dalam batas universitas atau suatu lembaga saja.

3) Jurnal telah melebihi batas waktu 10 tahun terakhir.

4) Jurnal hanya menampilkan abstrak.

3.4 Analiais Data

Menurut Nursalam (2017) analisa data adalah proses yang dilakukan

secara sistematis terhadap data yang diperoleh. Dalam Penelitian ini peneliti

akan menggunakan tahapan literature review dalam bentuk PRISMA

(Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-analyses) flow

diagram sebagai berikut:

43
Tabel 3.1 PRISMA Flow Diagram

Pencarian pada situs Pencarian pada situs


PUBMED (n=) Google Scholar (n=)

Hasil jurnal secara keseluruhan (n=)

1. Jurnal dalam batas waktu maksimal 10 tahun


Screening (n=) (Maret 2010 – Maret 2020), Pubmed , Google
Scholar.
2. Jurnaal menggunakan bahasa Indonesia dan
bahasa Inggris.
3. Jurnal terindeks ISSN/ISBN dan DOI
4. Tipe : Research Articles, Full Text
Jurnal yang dapat 5. Jurnal nasional dan internasional
diakses penuh
Jurnal Full Text
(Full Text) (n=)
1. PUBMED
2. Google
44 Scholar
Jurnal akhir yang Kriteria Inklusi:
sesuai dengan
kriteria inklusi 1. Jurnal yang berkaitan dengan kata Kunci:
(n=) Lansia, kecemasan, hipertensi
2. Jurnal yang membahas penelitian cross
sectional
3. Jurnal deskriptif korelatif

3.5 Tahapan Literature Review

3.4.1 Merumuskan Masalah

Masalah penelitian adalah suatu hal yang sangat penting karna akan

menentukan kualitas dari penelitian tersebut. Rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah apakah ada hubungan hipertensi dengan tingkat

kecemasan pada lansia?

3.4.2 Mencari dan Mengumpulkan Data atau Literature

Menentukan PICOT (Problem, Intervention, Control, Outcome and

Time). PICOT adalah metode yang digunakan untuk membantu dalam

pencarian informasi klinis

1) Adapun penjelasan mengenai PICOT dalam penelitian ini adalah :

a. . P (patient/population/problem) adalah pasien atau populasi baik dari

segi umur, ras, gender ataupun penyakit klinis yang dijadikan


45
subyek penelitian. Dalam penelitian ini populasi yang di ambil

adalah lansia penderita hipertensi

b. I (Intervention) tidak ada intervensi

c. C (Comparison Intervention) tidak ada intervensi pembanding

d. O ( Outcome) adalah hubungan hipertensi dengan tingkat kecemasan

e. T (Time) adalah kerangka waktu. Penelitian ini menggunakan jurnal

dalam rentang waktu maksimal 10 tahun ( 2010- 2020).

2. Tetapkan kata kunci (key word)

Kata kunci yang digunakan dalam mencari data pada penelitian ini adalah

Hipertensi, Kecemasan, dan Lansia (hipertesion,anxiety, and ederly).

3. Tentukan teknik pencarian yang akan digunakan, dapat secara manual

melalui buku atau elektronik melalui internet seperti google scholar,

PUMED.

4. Gunakan Booelan Operator untuk strategi pencarian data/ literature,

beberapa Booelan operator sebagai berikut:

a. “...” digunakan untuk mencari frase kata-kata dalam urutan yang sama.

b. * digunakan untuk menentukan semua bentuk kata.

c. # digunakan sebagai pengganti nol, yaitu satu karakter atau lebih di tengah

kata.

d. OR digunakan untuk mengkombinasikan alternatif kata dengan arti kata yang

hampir sama.

e. AND digunakan untuk menghubungkan kata yang berbeda.

f. NOT digunakan untuk mengecualikan istilah tertentu dalam pencarian.

g. 0 digunakan untuk memperjelas tahap mana yang harus dilakukan terlebih

dahulu.

46
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan AND dalam melakukan

pencarian data yang bertujuan untuk menghubungkan kata yang berbeda.

5. Metode citation style yang biasa digunakan (ex: APA style, AMA style,

MLA style, IEE style) peneliti menggunakan APA (American Psychological

Association) style.

6. Menerapkan kriteria inklusi dan ekslusi untuk membatasi hasil pencarian.

Kriteria yang digunakan yaitu berdasarkan tahun diterbitkan (2010-2020,

full text, diterbitkan dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris, dan

original article.

3.4.3 Mengevaluasi Kelayakan Data/ Literature

Dalam mengevaluasi kelayakan data literature, peneliti melakukan

Instrumen: Joanna Brigs Institutete (JBI) Critical Appraisal deskriptif

correlation dengan teknik pengambilan sampel yaitu total sampling dengan

pendekatan rancangan cheklist for cross sectional studies yang harus diisi oleh

peneliti dengan memberi tanda ceklis sesuai atau tidaknya dengan jurnal yang

diambil oleh peneliti. Instrumen tersebut dilakukan untuk melakukan skrining

sehingga dapat memisahkan antara atrtikel yang relevan dan artikel yang

tidak relevan untuk dilakukan analisa lebih lanjut.

3.6 Etika Penelitian

Etika penelitian merupakan suatu pedoman etika berlaku di setiap

kegiatan dalam penelitian yang melibatkan pihak peneliti dan pihak diteliti

47
(subjek penelitian) serta masyarakat yang memperoleh dampak

tersebut(Notoatmodjo,2018) ada beberapa prinsip etika penelitian yaitu:

3.6.1 Palgiarisme

Plagiarisme adalah tidak mengutip sebagian ataupun keseluruhan isi

refrensi yang menjadi panutan ataupun memanipulasi suatu rancangan penelitian

sampai akhir dari penelitian yang dijalankan, karena hal ini tidak menghargai

hak cipta yang dimiliki orang lain(Nursalam,2017). Dalam penelitian ini peneliti

tidak menjiplak hasil karya orang lain dalam setiap pengambilan kutipan,

gagasan yang bersumber dari buku ataupun jurnal, peneliti melakukan

paraphrase dan mencantumkan sumber aslinya.

3.6.2 Research Fraud

Dalam proses ini peneliti tidak boleh melakukan pemalsuan data untuk

kepentingan pribadi, Data yang dicantumkan peneliti harus data dan

informasi yang sebenar-benarnya sesuai hasil yeng diperoleh peneliti baik

itu melebih-lebihkan ataupun mengurangi(Nursalam,2017). Dalam

penelitian ini peneliti mencantumkan data sesuai dengan sumner yang

didapat. Hasil analisa data yang dibuat berdasarkan hasil penelitian dari

jurnal-jurnal yang dijadikan sampel. Peneliti tidak mengarang data hasil

penelitian.

3.6.3 Misconduct

48
Penelitian ini tidak melakukan penipuan, penelitian harus dilakukan

sesuai dengan langkah-langkah penelitian dan waktu penelitian yang sudah

dibuat(Nursalam,2017). Dalam penelitian ini peneliti mencari data yang

sesuai dengan hasil yang ditemukan baik bersumber dari jurnal ataupun

buku.

3.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.7.1 Lokasi

Data penelitian ini didapatkan dari hasil pencarian Pubmed dan Google

Scholar.

3.7.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2020 hingga bulan Juni 2020.

Daftar Pustaka

Allender, J.A., Rector, C., & Warner, K.D.(2014). Comunity dan public health
nursing promoting the public’s health (8th Ed.). Philadelphia: Lippincot
Williams & Wilkins.
Aspiani, R. Y. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: Trans Info Media.
Bloch, M. J. 2016. Worldwide Prevalence of Hypertension Exceedes 1.3 Billion.
Journal of The American Society of Hypertension, 10 (10): 753-754.
Bumi,M. (2017). Berdamai Dengan Hipertensi. Cetakan 1. Jakarta Penerbit Buku
Bumi Medika.
Cabrera, A. J. 2015, Theoris Of Human Anging Of Molecules To Society. MOJ
Immunology. 2(2).00041.
Darmojo.2013. buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta. Balai
Penerbit FK UI.
Donsu. J.D. L., (2017). Psikologi Keperawatan. Ypgyakarta: Pustaka Baru Pres.
49
Dewi, S. R. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta; Deepublish.
Efendi &Makhfudli. (2013) Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta : Salemba
Medika.
Ferri, F. F. 2017. Ferri’s Clinical Advisor 2017: 5 books in 1. Philadelphia: Elsevier,
Inc.
Femmy, P I. (2011). Prevalensi dan Determinan Hipertensi Di Posyandu Lansia
Wilayah Kecematan Pasar Rebo Jakarta Timur Tahun 2010.
Hardiyanis. 2014. Hubungan Hipertensi Dengan Tingkat Kecemasan Di Poli
Penyakit Dalam Dan Poli Jantung Rsud Dr.Zainoel Abidin Banda Aceh
Tahun 2014. Banda Aceh : Universitas Syiah Kuala
Healthy Tadulako Journal (adhar Arifuddin, A. Fahira Nur)
Heningsih. 2014. Gambaran Tingkat Ansietas Pada Lansia Di Panti Werdha Dharma
Bhakti Kasih Surakarta. Sekolah Tinggi Ilmu kesehatan Kusuma Husada, Surakarta.
Kholifah, S. N. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Gerontik Jakarta:
Kemenkes RI Pusdik SDM Kesehatan
Kretchy et al.2014. Mental health in Hypertension: assesing symtoms of anxiety,
depression and stress on anti-hypertensive medication adherence.
International Journal of Mental Health Systems, Volume 8, Issue 25.
Diperoleh pada tanggal 16 januari 2015.
Liao et al. 2014. Prevalence and Related Risk Factors Of Hypertensive Patiens With
Co-Morbid Anxiety And/Or Depression In Community: A Cross Sectional
Study. Zhonghua Yi Xue ZaZhi,Volume 7; 94(1):62-6. Diperoleh pada tanggal
4 Februari 2015.
Melnyk, B. M., & Fineout-Overholt, E. (2011). Evidence-based practice in nursing
& healthcare: a guide to best practice (2nd ed). Philadelphia: Wolters
Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins.

Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis.


Jakarta: Salemba Medika.
Padila. (2013). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika.
Prof. Dr. Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Puspitoroni, (2010). Jurnal Hubungan Gaya Hidup dan pola makan dengan kejadian
hipertensi pada lansia di kelurahan Sawang Baru

Richad. (2010). Coping with Stress In a Changing World. New York: McGraw-Hill

Ridwan.,Widodo, D., Widiani, E,. (2017) Hubungan Hipertensi Denggan Tingkat


Kecemasan pada Lansia di Posyandu Permadi Kelurahan Tlogomas
Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. Nursing News, Vol.2.No. 3.
50
Ring, Jepson, Ritchie. (2011). Methods Of Synthesizing Qualitative Research Stusies
For Health Technology Assessment. Int J Technol Assess Health Care. 2011
Oct;27(4):384-90. doi: 10.1017/S0266462311000389

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan Kementrian RI tahun 2018.

Subekti, Rakhmalia Yuliana. 2015. Analisis faktor-faktor yang Mempengaruhi


Tekanan Darah
Sugiyono. (2016-2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D.
Bandung; PT Alfabet.
Tampi, R . R & Tampi, D. J. (2014). Anxiety disorders in late life: a comprehensive
review. Healthy Aging Research 3:14, 1-9. doi: 10.12715/har.2014.3.14
World Health Organization. 2013. A Global Brief On Hypertesion: Silent Killer,
Global Public Health Crisis. Diperileh pada tanggal 16 januari 2015
WHO. 2018. Global Health Estimates 2016: Deaths by Cause, Age, Sex, by Country
and by Region, 2000-2016. Geneva: World Health Organization.

51
52
53
54
55
56

Anda mungkin juga menyukai