Anda di halaman 1dari 14

TUGAS KEPERAWATAN ANAK II

KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA ANAK DENGAN PENYAKIT
MENGANCAM KEHIDUPAN

“TRAUMA KEPALA”
DI SUSUN OLEH :

SUMARDI (095141017)
BUDI SUSETIO (095141021)
WAGIMIN (095141027)
EKA MEIYANTI (095141007)
EKO HERIYANI (095141008)
NURHAYATI ( )

PERGURUAN TINGGI MITRA LAMPUNG (STIKES)


PROGRAM STUDY KEPERAWATAN
BANDAR LAMPUNG
2011 / 2012
BAB I
KONSEP DASAR

A. Pengertian
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung
maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)

B. Klasifikasi
Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG):
1. Minor
 SKG 13 – 15
 Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit.
 Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang
 SKG 9 – 12
 Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam.
 Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
 SKG 3 – 8
 Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
 Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

C. Etiologi
 Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan
mobil.
 Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
 Cedera akibat kekerasan.
D. Patofisiologis
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera
percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur
kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena
kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila
kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan
mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila
terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi
bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi
dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma
regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar
pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi.
Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi
serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi
hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas
kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi
intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa
kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia,
hiperkarbia, dan hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan
“menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk
menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari
kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral,
serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi,
pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan
kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu:
cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak
menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini
menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena
cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.
E. Pathway
Trauma kepala

Ekstra kranial Tulang kranial Intra kranial

Terputusnya kontinuitas
jaringan kulit, otot dan Terputusnya kontinuitas Jaringan otak rusak
vaskuler jaringan tulang (kontusio, laserasi)

Gangguan suplai darah -Perubahan outoregulasi


Resiko Nyeri -Odem cerebral
-Perdarahan infeksi
Iskemia
-Hematoma Kejang
Perubahan
Hipoksia
perfusi jaringan

Perubahan sirkulasi CSS Gangg. fungsi otak 1. Bersihan


Gangg. Neurologis jln. nafas
fokal 2. Obstruksi
jln. nafas
3. Dispnea
Peningkatan TIK Mual – muntah
4. Henti nafas
Papilodema
Defisit Neurologis 5. Perub. Pola
Pandangan kabur
nafas
Penurunan fungsi
pendengaran
Girus medialis lobus Nyeri kepala
temporalis tergeser Gangg. persepsi Resiko tidak

Resiko kurangnya sensori efektifnya jln. nafas

Herniasi unkus volume cairan

Tonsil cerebelum tergeser Kompresi medula oblongata

Mesesenfalon tertekan Resiko injuri


Resiko gangg.
integritas kulit
Immobilisasi

Gangg. kesadaran Kurangnya


Cemas perawatan diri
F. Manifestasi Klinis
 Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
 Kebungungan
 Iritabel
 Pucat
 Mual dan muntah
 Pusing kepala
 Terdapat hematoma
 Kecemasan
 Sukar untuk dibangunkan
 Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

G. Komplikasi
 Hemorrhagie
 Infeksi
 Edema
 Herniasi

H. Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT)
 Rotgen Foto
 CT Scan
 MRI

I. Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala
adalah sebagai berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian,
status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah
kejadian.
2. Pemeriksaan fisik
a. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi, ataksik)

b. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK


c. Sistem saraf :
 Kesadaran  GCS.
 Fungsi saraf kranial  trauma yang mengenai/meluas ke batang
otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
 Fungsi sensori-motor  adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri,
gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia,
riwayat kejang.
d. Sistem pencernaan
 Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan,
kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak.
Jika pasien sadar  tanyakan pola makan?
 Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
 Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
e. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik  hemiparesis/plegia,
gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
f. Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan 
disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf
fasialis.
g. Psikososial  data ini penting untuk mengetahui dukungan yang
didapat pasien dari keluarga.

B. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:
1. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola
nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi
pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral
dan peningkatan tekanan intrakranial.
3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan
menurunnya kesadaran.
4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah.
5. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau
meningkatnya tekanan intrakranial.
6. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma
kepala.
8. Kecemasan orang tua-anak berhubungan dengan kondisi penyakit akibat
trauma kepala.
9. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.

C. Intervensi Keperawatan
1. Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas
berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi
pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.
Tujuan: Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan
tidak ada sesak atau kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan
pernafasan dalam batas normal.
Intervensi:
 Kaji Airway, Breathing, Circulasi.
 Kaji anak, apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari
memposisikan kepala ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi bila
ada cedera vertebra.
 Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada
sekret segera lakukan pengisapan lendir.
 Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas.
 Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi
dan tinggikan 15 – 30 derajat.
 Pemberian oksigen sesuai program.

2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral


dan peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan: Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada
pusing hebat, kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-
tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Intervensi:
 Tinggikan posisi kepala 15 – 30 derajat dengan posisi “midline” untuk
menurunkan tekanan vena jugularis.
 Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya
 peningkatan tekanan intrakranial: fleksi atau hiperekstensi pada
leher, rotasi kepala, valsava meneuver, rangsangan nyeri,
prosedur (peningkatan lendir atau suction, perkusi).
 tekanan pada vena leher.
 pembalikan posisi dari samping ke samping (dapat
menyebabkan kompresi pada vena leher).
 Bila akan memiringkan anak, harus menghindari adanya tekukan pada
anggota badan, fleksi (harus bersamaan).
 Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya valsava maneuver.
 Hindari tangisan pada anak, ciptakan lingkungan yang tenang, gunakan
sentuhan therapeutic, hindari percakapan yang emosional.
 Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan
intrakranial sesuai program.
 Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan
karena dapat meningkatkan edema serebral.
 Monitor intake dan out put.
 Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.
 Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi
dan pemenuhan nutrisi.
 Libatkan orang tua dalam perawatan anak dan jelaskan hal-hal
yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial.

3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan


menurunnya kesadaran.
Tujuan: Kebutuhan sehari-hari anak terpenuhi yang ditandai dengan
berat badan stabil atau tidak menunjukkan penurunan berat
badan, tempat tidur bersih, tubuh anak bersih, tidak ada iritasi
pada kulit, buang air besar dan kecil dapat dibantu.
Intervensi:
 Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan – minum,
mengenakan pakaian, BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur,
dan kebersihan perseorangan.
 Berikan makanan via parenteral bila ada indikasi.
 Perawatan kateter bila terpasang.
 Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk
memudahkan BAB.
 Libatkan orang tua dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-
hari dan demonstrasikan, seperti bagaimana cara memandikan
anak.

4. Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan mual dan


muntah.
Tujuan: Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau
dehidrasi yang ditandai dengan membran mukosa lembab,
integritas kulit baik, dan nilai elektrolit dalam batas normal.
Intervensi:
 Kaji intake dan out put.
 Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan
ubun-ubun atau mata cekung dan out put urine.
 Berikan cairan intra vena sesuai program.

5. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau


meningkatnya tekanan intrakranial.
Tujuan: Anak terbebas dari injuri.
Intervensi:
 Kaji status neurologis anak: perubahan kesadaran, kurangnya
respon terhadap nyeri, menurunnya refleks, perubahan pupil,
aktivitas pergerakan menurun, dan kejang.
 Kaji tingkat kesadaran dengan GCS
 Monitor tanda-tanda vital anak setiap jam atau sesuai dengan
protokol.
 Berikan istirahat antara intervensi atau pengobatan.
 Berikan analgetik sesuai program.

6. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.


Tujuan: Anak akan merasa nyaman yang ditandai dengan anak tidak
mengeluh nyeri, dan tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi:
 Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi
nyeri, lamanya, serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau
lambat, berkeringat dingin.
 Mengatur posisi sesuai kebutuhan anak untuk mengurangi nyeri.
 Kurangi rangsangan.
 Pemberian obat analgetik sesuai dengan program.
 Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.
 Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya injuri.
Tujuan: Anak akan terbebas dari infeksi yang ditandai dengan tidak
ditemukan tanda-tanda infeksi: suhu tubuh dalam batas
normal, tidak ada pus dari luka, leukosit dalam batas normal.
Intervensi:
 Kaji adanya drainage pada area luka.
 Monitor tanda-tanda vital: suhu tubuh.
 Lakukan perawatan luka dengan steril dan hati-hati.
 Kaji tanda dan gejala adanya meningitis, termasuk kaku kuduk,
iritabel, sakit kepala, demam, muntah dan kenjang.

8. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit akibat


trauma kepala.
Tujuan: Anak dan orang tua akan menunjukkan rasa cemas berkurang
yang ditandai dengan tidak gelisah dan orang tua dapat
mengekspresikan perasaan tentang kondisi dan aktif dalam
perawatan anak.
Intervensi:
 Jelaskan pada anak dan orang tua tentang prosedur yang akan
dilakukan, dan tujuannya.
 Anjurkan orang tua untuk selalu berada di samping anak.
 Ajarkan anak dan orang tua untuk mengekspresikan perasaan.
 Gunakan komunikasi terapeutik.

9. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.


Tujuan: Tidak ditemukan tanda-tanda gangguan integritas kulit yang
ditandai dengan kulit tetap utuh.
Intervensi:
 Lakukan latihan pergerakan (ROM).
 Pertahankan posisi postur tubuh yang sesuai.
 Rubah posisi setiap 2 jam sekali atau sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi anak.
 Kaji area kulit: adanya lecet.
 Lakukan “back rub” setelah mandi di area yang potensial
menimbulkan lecet dan pelan-pelan agar tidak menimbulkan nyeri.
DAFTAR PUSTAKA

Suriadi & Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi I. Jakarta: CV
Sagung Seto; 2001.

Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta:
EGC; 1996.

Cecily LB & Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta:
EGC; 2000.

Suzanne CS & Brenda GB. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta:
EGC; 1999.

Anda mungkin juga menyukai