Anda di halaman 1dari 28

KERTAS KEBIJAKAN:

CATATAN KRITIS DAN REKOMENDASI


TERHADAP RUU CIPTA KERJA

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS GADJAH MADA
MARET 2020
1
KERTAS KEBIJAKAN
CATATAN KRITIS DAN
REKOMENDASI
TERHADAP RUU CIPTA KERJA


Tim Penyusun : Prof. Dr. Sigit Riyanto, S.H., LL.M.
Prof. Dr. Maria S.W Sumardjono, S.H., MCL, MPA.
Prof. Dr. Eddy O.S Hiariej, S.H., M.Hum.
Prof. Dr. Sulistiowati, S.H., M.Hum.
Prof. Dr. Ari Hernawan, S.H., M.Hum.
Dr. Zainal Arifin Mochtar, S.H., LL.M
Dr. Totok Dwi Diantoro, S.H., M.A., LL.M.
Dr. Mailinda Eka Yuniza, S.H., LL.M.
I Gusti Agung Made Wardana, S.H., LL.M, Ph.D
Nabiyla Risfa Izzati, S.H., LL.M.

Editor : Sri Wiyanti Eddyono, S.H., LLM (H.R), Ph.D.

Desain dan Tata Letak : Abimanyu Farras


Fadhil Mu’alim


Diterbitkan oleh :
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
Tahun 2020

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.


All rights reserved. Copyright © 2020

Catatan Kritis dan Rekomendasi terhadap RUU Cipta Kerja - Fakultas Hukum UGM 2020 |1
Daftar Isi

RINGKASAN EKSEKUTIF 4
Kajian atas Bidang-Bidang Kebijakan 4
Kajian atas Paradigma 6
Kesimpulan 6

I. Pendahuluan 7

II.Pembahasan Perbidang 7
Bidang 1, Penyederhanaan perizinan 7
1. Terjadinya sentraliasi perizinan yang berimplikasi pada otonomi daerah. 7
2. Permasalahan Izin 8

Bidang 2, Persyaratan Investasi 8


1. Perluasan Bidang Usaha Tertutup 8
2. Penghapusan persyaratan investasi yang krusial. 9

Bidang 3, Ketenagakerjaan 9
1. Banyaknya Ketentuan yang Perlu Diatur Lebih Lanjut 10
2. Penghapusan Batas Waktu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu 10
3. Aturan Alih Daya yang Ganjil 10
4. Perubahan Ketentuan Upah Minimum 10
5. Istilah Ambigu dalam Pemberian Cuti 11
6. Perubahan Konsep Pemutusan Hubungan Kerja 11
7. Pasal Sweetener Sulit Implementasi 12

Bidang 4, Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMK-M) dan Koperasi 13

Bidang 5, Dukungan Riset dan Inovasi 13


1. Landasan hukum yang tidak memadai. 13
2. Ketidakjelasan tujuan riset 14
3. Ketidakjelasan pihak yang terlibat 14
4. Ketidakjelasan hak dan kewajiban para pemangku kepentingan 14
5.Ketidakjelasan mekanisme pelaksanaan riset dan inovasi. 14
6. Ketidakjelasan peran institusi yang relevan seperti perguruan tinggi, Dewan Riset
Nasional dan institusi lain yang relevan dengan kegiatan riset dan inovasi. 14

Bidang 7, Administrasi Pemerintah 14


1. Penataan kewenangan Presiden 14
2. Terkait pengaturan diskresi 15
3. Pengubahan konsep fiktif positif 15
4. Terkait formil administrasi Pemerintahan yang menghilangkan kontrol 15
5. Subtansi dalam Kaitan Otonomi Daerah 15

Bidang 8, Penerapan Sanksi 15


1. Prinsip penormaan yang dilandasakan pada rubrica ets lex. 16
2. Ketidakkonsistenan ancaman sanksi pidana 16
3. Ketidaksingkronan penulisan nominal. 16

2 | Catatan Kritis dan Rekomendasi terhadap RUU Cipta Kerja - Fakultas Hukum UGM 2020
3

4. Penghapusan sanksi pidana untuk perbuatan pidana Lingkungan Hidup 16


5. Sanksi administrasi terkait persyaratan bangunan gedung. 16
6. Penggunaan stelsel pemidanaan yang tidak konsisten. 16
7. Perihal pertanggungjawaban korporasi. 16
8. Perihal penegakan hukum. 17

Bidang 9 Pengadaan Tanah, Alih Fungsi Lahan Pertanian, Pertanahan dan Isu Terkait Lainnya. 17
1. Tidak terpenuhi persyaratan materiil oleh RUU, 17
2. Permasalahan terkait pengaturan pertanahan 17
3. RUU Cipta Kerja menghapuskan pasal-pasal kunci di UU No.39 Tahun 2014 tentang
Perkebunan; 20
4. Pengubahan UU No.22 Tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian (UU SBP) 20
5. Pengulangan pengaturan dalam UU No.4 Tahun 2009 tentang Mineral dan
BatuBara (UU Minerba) 21
6. Pengubahan UU No.21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi. 21
7. Terkait UU No.30 Tahun 2009 tentang UU Ketenagalistrikan 21
8. Pengubahan UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman 21
9. Pelonggaran pengaturan terkait UU No.20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. 22
10. Persoalan terkait UU No.17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air. 22

Bidang 10, Ketentuan Investasi Pemerintah dan Percepatan Proyek Strategis Nasional 22

Bidang 11, Kawasan Ekonomi 23


1. Pelemahan Sanksi 23
2. Penghapusan AMDAL 23

III. Analisis terhadap metodologi dan paradigma RUU Cipta Kerja 24


IV.Penutup 25
Referensi; 26

Catatan Kritis dan Rekomendasi terhadap RUU Cipta Kerja - Fakultas Hukum UGM 2020 |3
I RINGKASAN EKSEKUTIF adalah penyederhanaan perizinan yang
dapat berimplikasi pada hilangnya beberapa
jenis izin, misalnya izin pemanfaatan ruang,
Pada 13 Februari 2020 Pemerintah Indonesia
izin lingkungan serta izin mendirikan
mengajukan secara resmi Rancangan
bangunan, yang diintegrasikan ke dalam
Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja sebagai
perizinanan berusaha. Hal ini menutup celah
rancangan undang-undang inisiatif
bagi masyarakat untuk menuntut transparansi
pemerintah kepada DPR RI. RUU Cipta Kerja
dan akuntabilitas pada setiap fase perizinan.
ini menggunakan model Omnibus Law dalam
Selain itu, dari aspek kelembagaan, RUU juga
teknis penyusunannya yang melingkupi
mengarah pada adanya sentralisasi perizinan
sebelas bidang kebijakan. Dari batang
yang dapat berampak pada tatanan otonomi
tubuhnya, RUU ini terdiri dari 174 pasal akan
daerah dan memberikan beban berlebih
tetapi secara subtansi rancangan ini memuat
bagi pemerintah pusat termasuk dalam hal
perubahan, penghapusan, dan pembatalan
pengawasan atas perizinan berusaha yang
atas 79 undang-undang yang terkait dengan
telah dikeluarkan.
pembangunan dan investasi.

Bidang Persyaratan Investasi


Sejak diwacanakan sebagai sebuah inisiatif Tentang persyaratan investasi, tim setidaknya
hingga penyerahannya ke DPR, RUU ini telah menemukan 2 (dua) poin penting. Pertama
menimbulkan berbagai reaksi di masyarakat. adalah perluasan bidang usaha yang tadinya
Dalam merespon perkembangan tersebut, ditutup bagi investasi asing, misalnya
Tim Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan
(FH UGM) menyusun sebuah kertas kebijakan peralatan perang, seperti senjata kimia.
(policy paper) guna mengkaji raison d’etre, Dengan dibukanya bidang usaha tersebut
politik hukum, proses legislasinya hingga bagi investasi asing maka ini akan berpotensi
bidang-bidang prioritas yang diatur. Ada mengancam kedaulatan negara, ketahanan,
pun pendekatan yang digunakan dalam serta keamanan nasional. Yang kedua
analisis kebijakan ini adalah pendekatan adalah adanya penghapusan persyaratan
hukum dan pembangunan yang berorientasi investasi yang krusial. Salah satunya adalah
pada kesejahteraan dan keadilan sosial penghapusan atas persyaratan untuk
sebagaimana visi misi UGM sebagai mendirikan Perseroan Terbatas Penanaman
institusi pendidikan yang mengabdi kepada Modal Asing yang tadinya berguna untuk
kepentingan dan kemakmuran bangsa. memberikan proteksi bagi pemerintah
terhadap perilaku eksesif investor yang
Kajian atas Bidang-Bidang Kebi- semata-mata mengejar keuntungan (profit
jakan oriented) tanpa mempertimbangkan
Setelah melakukan pengkajian atas Naskah tanggungjawab sosial dan lingkungannya.
Akademik dan RUU Cipta Kerja, tim
menemukan beberapa permasalahan penting Bidang Ketenagakerjaan
yang kemudian disusun sesuai dengan Pengaturan Bidang Ketenagakerjaan
cakupan bidangnya. Berikut uraiannya: menunjukkan bahwa alih-alih memberikan
perlindungan bagi pekerja, RUU Cipta Kerja
Bidang Penyederhanaan Perizinan justru berpotensi membuat pekerja kembali
Pada bidang ini, permasalahan yang disoroti

4 | Catatan Kritis dan Rekomendasi terhadap RUU Cipta Kerja - Fakultas Hukum UGM 2020
5

mengalami peminggiran demi kepentingan yang menghilangkan kontrol negara


investasi dan pembangunan ekonomi. dalam memudahkan investasi dengan
Padahal, dalam Hubungan Industrial menghapuskan persyaratan yang penting
Pancasila, perlindungan pekerja merupakan dalam perizinan; dan subtansi dalam konteks
tanggung jawab negara. Jikalaupun ada otonomi daerah di mana akan terjadi
pasal yang memberikan pemanis (sweetener) penumpukan kekuasaan ke pusat yang
bagi kepentingan pekerja, pasal-pasal ini dipegang langsung oleh presiden.
sebenarnya sulit untuk diimplementasikan.
Bidang Penerapan Sanksi
Bidang Kemudahan, Pemberdayaan, dan Per- Bidang penerapan sanksi ada 8 (delapan)
lindungan bagi UMK-M dan Koperasi poin yang dicermati. Adapun poin tersebut
Pada Bidang tentang UMK-M dan Koperasi, adalah: prinsip penormaan yang dilandasakan
disebutkan bahwa kemitraan merupakan pada rubrica ets lex, ketidakkonsistenan
bentuk pembinaan dan pengembangan ancaman sanksi pidana, ketidaksingkronan
UMK-M dan Koperasi hanya dapat dilakukan penulisan nominal, penghapusan sanksi
melalui kemitraan dalam rantai pasok (supply pidana untuk perbuatan pidana lingkungan
chain) saja. Hal ini berpotensi mensubordinat hidup, sanksi administrasi terkait persyaratan
peran UMK-M dan koperasi hanya terbatas bangunan gedung, penggunaan stelsel
pada rantai pasok serta mereduksi pemidanaan yang tidak konsisten, perihal
beragamnya pola kemitraan yang ada. pertanggungjawaban korporasi, dan
penegakkan hukum.
Bidang Dukungan Riset dan Inovasi
Pada bidang ini, terdapat setidaknya 6 (enam) Bidang Pertanahan dan yang terkait
permasalahan, yakni: landasan hukum yang Bidang ini termasuk di dalamnya Pengadaan
tidak memadai, ketidakjelasan tentang tujuan Tanah, Alihfungsi Lahan Pertanian Pangan
riset, ketidakjelasan pihak yang terlibat Bekelanjutan, Pertanahan dan bidang terkait
dalam riset dan inovasi, ketidakjelasan hak lainnya.Berbagai masalah tentang hal tersebut,
dan kewajiban para pemangku kepentingan, antara lain tidak memenuhi syarat formil dan
ketidakjelasan mekanisme pelaksanaannya, materiil dalam penyusunan RUU Cipta Kerja
dan ketidakjelasan peran institusi yang relevan berkenaan dengan asas keadilan, ketertiban
dalam riset dan inovasi, seperti perguruan dan kepastian hukum, dan penyusunannya
tinggi, lembaga penelitian, dan Dewan Riset terindikasi melanggar norma UU asalnya.
Nasional. Di samping permasalahan terkait 3 (tiga)
bidang tersebut di atas, RUU Cipta Kerja juga
Bidang Administrasi Pemerintahan merubah dan mencabut ketentuan esensial
Untuk Administrasi Pemerintahan, dalam UU sektoral, misalnya UU Perkebunan,
permasalahan yang muncul adalah: UU Sistem Budidaya Pertanian, UU Minerba,
penataan kewenangan Presiden dalam UU Panas Bumi, UU Ketenagalistrikan, UU
kaitannya dengan sistem ketatanegaraan Perumahan dan Permukiman, dan UU Rumah
Presidensial; pengaturan diskresi yang Susun. Dampaknya adalah terabaikannya
terlalu lebar dengan mekanisme kontrol keadilan dan perlindungan hukum bagi
yang tidak memadai; pengubahan konsep Masyarakat Hukum Adat, petani, dan pihak-
fiktif positif yang berpotensi menjadi bom pihak terdampak lainnya
waktu; formil administrasi Pemerintahan

Catatan Kritis dan Rekomendasi terhadap RUU Cipta Kerja - Fakultas Hukum UGM 2020 |5
Bidang Investasi Pemerintah dan Percepatan juga dalam substansi yang diaturnya. Sedari
Strategis Nasional awal, ada kesan bahwa partisipasi publik
Ketentuan tentang Investasi Pemerintah dianggap sebagai hambatan yang harus
dan Percepatan Proyek Strategis Nasional dihindari. Selanjutnya, demi kemudahan
merupakan norma baru yang diperkenalkan investasi proses-proses perizinan dipusatkan
oleh RUU Cipta Kerja. Dalam hal Proyek kembali ke presiden atau pemerintah pusat.
Strategis Nasional, pemerintah pusat atau Hal ini akan menyebabkan kewenangan
pemerintah daerah bertanggung jawab otonomi daerah dikurangi padahal otonomi
dalam menyediakan lahan sehingga daerah merupakan upaya untuk mendekatkan
terdapat kesan bahwa pemerintah hanya pengambilan keputusan kepada masyarakat
mempertimbangkan aspek ekonomi yang terkena dampak sehingga keputusan
sedangkan aspek lain, seperti sosial dan yang diambil menjadi partisipatif dan
lingkungan, tidak menjadi perhatian. demokratis.

Bidang Kawasan Ekonomi Kesimpulan


Hal yang disoroti dalam konteks kawasan Berdasarkan uraian di atas, Tim Fakultas Hukum
ekonomi salah satunya adalah penghapusan Universitas Gadjah Mada menarik beberapa
ketentuan wajib AMDAL dalam melakukan kesimpulan. Pertama, RUU Cipta Kerja
usaha di Kawasan Ekonomi Khusus dengan memiliki permasalahan-permasalahan krusial
digantikan oleh “Persetujuan lingkungan”. apabila ditinjau dari aspek metodologis,
Konsekuensinya, penyederhanaan ini paradigma dan substansi pengaturan di
berpotensi menimbulkan dampak bagi dalam bidang-bidang kebijakan. Kedua,
lingkungan hidup dan masyarakat di sekitar tim menyadari bahwa menciptakan iklim
kawasan. Selain itu, penyederhanaan kriteria investasi yang kondusif untuk mewujudkan
penentuan lokasi Kawasan Ekonomi Khusus pembangunan memang penting namun
dan penyederhanaan prosedur pengusulan seyogyanya upaya ini perlu dibangun dengan
yang tidak lagi dilakukan berjenjang sehingga tidak mengabaikan prinsip pembangunan
dapat memunculkan ketidaksinkronan berkelanjutan (sustainable development).
penataan kawasan antara pusat dan daerah. Ketiga, terdapat kontradiksi bahwa di satu
sisi RUU ini dibuat dengan maksud untuk
Kajian atas Paradigma mengatasi permasalahan over-regulated
Paradigma RUU Cipta Kerja ini patut dan over-lapping pengaturan bidang terkait
dipertanyakan. Pada prinsipnya, RUU ini pembangunan dan investasi, namun di
mendasarkan argumentasi akademisnya sisi lain, RUU Cipta Kerja mensyaratkan
pada pendekatan pembangunan ekonomi adanya sekitar 500 aturan turunan sehingga
sehingga berpotensi menyebabkan berpotensi melahirkan hyper-regulated
kemunduran dalam praktek pembangunan dan pengaturan yang jauh lebih kompleks.
yang telah berjalan menggunakan Terakhir, partisipasi merupakan aspek penting
pendekatan inklusivitas dengan model dalam penyusunan peraturan perundang-
pembangunan berkelanjutan (sustainable undangan yang menyangkut kepentingan
development). Berikutnya, demi kepentingan masyarakat luas. Oleh karena itu, RUU Cipta
investasi ini RUU Cipta Kerja mengabaikan Kerja perlu ditarik kembali oleh pemerintah
partisipasi publik. Hal ini tidak saja terjadi karena membutuhkan penyusunan ulang
pada proses perancangan RUU-nya namun

6 | Catatan Kritis dan Rekomendasi terhadap RUU Cipta Kerja - Fakultas Hukum UGM 2020
7

dengan melibatkan berbagai unsur perkembangan tersebut, Tim Fakultas Hukum


masyarakat di dalamnya. Universitas Gadjah Mada (FH UGM) menyusun
sebuah kertas kebijakan (policy paper).


Kertas kebijakan ini berisi tentang analisis
I. Pendahuluan
Tim FH UGM terhadap keberadaan RUU
Pada 13 Februari 2020 pemerintah Indonesia
Cipta Kerja. Dalam hal ini, kertas kebijakan
mengajukan secara resmi Rancangan Undang-
yang dimaksud mengkaji raison d’etre, politik
Undan (RUU) Cipta Kerja sebagai rancangan
hukum dan proses legislasi RUU Cipta Kerja.
undang-undang inisiatif pemerintah kepada
Selanjutnya, Kertas Kebijakan ini memaparkan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. RUU Cipta
hasil kajian pada bidang-bidang prioritas.
Kerja yang dalam teknis penyusunannya
Sebagai penutup, Tim FH UGM akan
menggunakan model Omnibus Law
memberikan kesimpulan dan rekomendasi
mencakup sebelas bidang kebijakan berikut:
terhadap keberadaan RUU Cipta Kerja.

1. Penyederhanaan Perizinan
Pendekatan yang digunakan dalam analisis
2. Persyaratan Investasi
kebijakan ini adalah pendekatan hukum
3. Ketenagakerjaan
dan pembangunan yang berorientasi pada
4.Kemudahan, Pemberdayaan, dan
kesejahteraan dan keadilan sosial. Pendekatan
Perlindungan UMK-M dan Perkoperasian
ini dipilih merujuk pada visi misi Universitas
5. Kemudahan Berusaha
Gadjah Mada sebagai institusi pendidikan
6. Dukungan Riset dan Inovasi
yang mengabdi kepada kepentingan dan
7. Administrasi Pemerintahan
kemakmuran bangsa.
8. Penerapan Sanksi
9.Pengadaan Tanah, Alih Fungsi Lahan
Pertanian, Pertanahan, dan Isu Terkait
II.Pembahasan Perbidang
Bidang 1, Penyederhanaan perizinan
lainnya
Ada beberapa permasalahan dalam
10. Investasi dan Proyek Strategi Nasional
pengaturan penyederhanaan perizinan,
11. Kawasan Ekonomi
yakni:
1. Terjadinya sentralisasi perizinan yang
Dalam hal sistematika, RUU ini berjumlah berimplikasi pada otonomi daerah.
174 Pasal, tetapi secara subtansi memuat RUU Cipta Kerja mencabut dan menyatakan
perubahan dan pembatalan norma atas 79 tidak berlaku pasal terkait kewenangan
undang-undang multi sektor dengan 1253 daerah di UU induknya. Kewenangan yang
pokok bahasan yang ditata dan diintegrasikan tercantum dalam pasal tersebut dikembalikan
di dalam 1074 halaman. Selanjutnya, RUU kepada pemerintah pusat, dalam hal ini
Cipta Kerja juga mensyaratkan adanya sekitar Presiden. Pengaturan kembali kewenangan
500 peraturan pelaksana untuk melengkapi tersebut di tingkat pusat dapat melalui
pengaturan kesebalas bidang di atas. berbagai macam cara, salah satunya melalui
peraturan pemerintah. Padahal kemampuan
Sejak diwacanakan sebagai inisiatif pemerintah pusat dari segi kuantitas dan
pemerintah hingga penyerahannya ke DPR RI, akses ke daerah di seluruh Indonesia sangat
RUU Cipta Kerja telah menimbulkan berbagai terbatas. Dengan demikian, perubahan
reaksi di masyarakat. Dalam merespon kewenangan pemerintah dapat dilakukan

Catatan Kritis dan Rekomendasi terhadap RUU Cipta Kerja - Fakultas Hukum UGM 2020 |7
secara sepihak oleh pemerintah pusat yang klasifikasi usaha yang syarat perizinannya
berdampak pula terhadap pelemahan akan menyesuaikan dengan risiko (tingkat
kewenangan pemerintah daerah. bahaya) dari usaha tersebut. Penilaian risiko
ditinjau dari aspek kesehatan, keselamatan,
Sebagai contoh adalah perubahan terhadap lingkungan, dan/atau pemanfaatan sumber
proses AMDAL yang terbagi menjadi daya7 dilakukan dengan memperhitungkan
kewenangan pemerintah pusat, pemerintah jenis kegiatan usaha, kriteria kegiatan usaha,
provinsi, dan pemerintah kabupaten/ lokasi kegiatan usaha, dan/atau keterbatasan
kota menjadi semata-mata kewenangan sumber daya.8 Berdasarkan Pasal 8 ayat (7)
pemerintah pusat dalam Pasal 23 angka 4 RUU Cipta Kerja, kegiatan usaha berisiko
RUU a quo, mengenai perubahan Pasal 63 UU tinggi yang memerlukan NIB dan izin. Izin
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan tersebut merupakan persetujuan Pemerintah
Hidup. 1 Pusat untuk melaksanakan kegiatan usaha
yang wajib dipenuhi oleh pelaku usaha
2. Permasalahan Izin sebelum melaksanakan kegiatan usahanya.9
RUU Cipta Kerja menyederhanakan perizinan
dengan proses pengurusan yang relatif Implikasi dari ketentuan Perizinan Berusaha
singkat, prosedur yang tidak rumit, dan biaya berbasis risiko adalah pemerintah harus
yang murah.2 Penyederhanaan ini terkait menyusun klasifikasi yang jelas mengenai
dalam beberapa hal: jenis usaha dan jenis izin yang akan digunakan.
a. Pendirian bangunan Lebih lanjut, harus tersedia indikator yang
RUU Cipta Kerja menghapus persyaratan jelas untuk mengkategorisasi bentuk usaha.
administratif yang meliputi persyaratan status RUU meletakkan kategorisasi tersebut dalam
hak atas tanah, status kepemilikan bangunan Peraturan Pemerintah.
gedung, dan izin mendirikan bangunan.
34
Persyaratan tersebut diganti dengan Bidang 2, Persyaratan Investasi
kewajiban bagi setiap bangunan gedung Ada beberapa catatan terhadap pengaturan
untuk memenuhi standar teknis bangunan persyaratan investasi:
gedung sesuai dengan fungsi dan klasifikasi
bangunan. 5 1. Perluasan Bidang Usaha Tertutup
Perubahan Pasal 12 ayat (2) UU Penanaman
b. Perizinan untuk kegiatan investasi dan Modal dalam Pasal 84 angka 2 RUU Cipta Kerja
berusaha yang menyebutkan bahwa bidang usaha yang
RUU Cipta Kerja mengatur Perizinan Berbasis tertutup untuk penanam modal, baik asing
Risiko/Risk-based Licencing (Pasal 8-13). maupun dalam negeri. salah satunya adalah
6
Model perizinan seperti ini membutuhkan budi daya dan industri narkotika golongan
1 Lihat Pasal 23 angka 4 RUU Cipta Kerja. I. Perlu dipertanyakan alasannya mengapa
2 BPHN, 2020, Naskah Akademik RUU Cipta Lapangan Kerja, hlm. yang ditutup dalam rumusan Pasal 84 angka
121.
3 UU No 28/2002 tentang Bangunan Gedung yang mengamanatkan 2 RUU Cipta Kerja tersebut hanyalah industri
bahwa setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan
administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan narkotika golongan I. Padahal, narkotika
Gedung. Lihat Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun golongan II dan golongan III juga sangat
2002 tentang Bangunan Gedung.
4 Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang licensing-and-regulation/licensing/environment-protection-
Bangunan Gedung. licences/risk-based-licensing diakses pada 2 Maret 2020.
5 BPHN, 2020, Naskah Akademik RUU Cipta Lapangan Kerja, hlm. 7 vide Pasal 8 ayat (3) RUU Cipta Kerja.
266. 8 vide Pasal 8 ayat (5) RUU Cipta Kerja.
6 EPA, “Risk-based licencing”, https://www.epa.nsw.gov.au/ 9 vide Pasal 11 ayat (2) RUU Cipta Kerja.

8 | Catatan Kritis dan Rekomendasi terhadap RUU Cipta Kerja - Fakultas Hukum UGM 2020
9

beresiko sebagai bidang usaha terbuka. dipenuhi sebelum melakukan pendirian


Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing
RUU Cipta Kerja juga memberi peluang bagi (disingkat PT PMA), yakni: 1) Bidang Usaha
investor asing untuk menjalankan di bidang PT tidak termasuk ke dalam Daftar Negatif
produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan Investasi; 2) Modal Minimal; dan 3) Maksimal
peralatan perang, seperti senjata kimia. Penyertaan Modal Asing.12
Peluang tersebut dapat terlihat dari tidak
diadopsinya ketentuan mengenai penanam Tiga persyaratan tersebut memberikan
modal asing yang dapat menjalankan proteksi bagi pemerintah terhadap perilaku
usahanya di bidang produksi senjata, mesiu, eksesif investor yang hanya ingin mengejar
alat peledak, dan peralatan perang dalam keuntungan (profit oriented) semata. Dengan
ketentuan mengenai bidang usaha tertutup demikian, RUU Cipta Kerja menghilangkan
sebagaimana diatur dalam Pasal 84 angka 2 jaring pengaman (safety net) bagi Pemerintah
RUU Cipta Kerja. 10 dalam menghadapi perilaku eksesif investor
dalam proses penyelenggaraan investasi di
RUU memberikan peluang pihak asing Indonesia.
menjadi pelaku industri, serta berpotensi
untuk menguasai industri persenjataan dalam Bidang 3, Ketenagakerjaan
negeri tersebut karena memiliki modal yang RUU Cipta Kerja lebih fokus pada tujuan
cukup, baik dari segi dana, sumber daya peningkatan ekonomi, dan abai terhadap
manusia,maupun teknologi.Apabila ketentuan peningkatan kompetensi sumber daya
dalam kondisi industri persenjataan nasional manusia. Pasal 88 RUU Cipta Kerja
sebagai sebuah informasi negara dapat menyebutkan bahwa pengaturan baru
diketahui oleh pihak asing sebagai penanam yang diatur dalam RUU ini bertujuan untuk
modal sebagaimana tercantum dalam Pasal menguatkan perlindungan kepada tenaga
84 RUU Cipta Kerja maka tak terelakkan kerja dan meningkatkan peran tenaga kerja
bila pihak asing tersebut bisa mengetahui dalam mendukung ekosistem investasi. Hal ini
informasi mengenai kemampuan pertahanan menguatkan paradigma developmentalisme
negara, kemampuan persenjataan nasional, yang cukup sentral dalam RUU ini, yang mana
pun kelemahan pertahanan nasional sebagai tersirat bahwa investasi dan pembangunan
informasi yang bisa diakses oleh pihak asing ekonomi merupakan hal paling utama dalam
yang beritikad buruk. Kondisi tersebut tentu pembangunan suatu negara. Sebagian
sangat berbahaya karena berpotensi besar besar peraturan yang diubah dalam RUU
mengancam kedaulatan negara, ketahanan, ini banyak berbicara mengenai efisiensi
serta keamanan nasional.11 dan peningkatan produktifitas tenaga kerja,
namun RUU ini justru tidak mengubah atau
2. Penghapusan persyaratan investasi yang membuat peraturan baru yang berkaitan
krusial dengan pelatihan kerja atau peningkatan
Perubahan Pasal 12 ayat (2) UU Penanaman kompetensi pekerja. Padahal, berbicara
Modal dalam Pasal 84 angka 2 RUU Cipta mengenai penciptaan lapangan kerja
Kerja persyaratan investasi yang harus seharusnya justru berkaitan erat dengan
10 vide Pasal 84 angka 2 Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja
11 Dr. Achmad Dirwan, 2011, Laporan Akhir Tim Pengkajian Hukum upaya untuk meningkatkan kompetensi calon
Tentang Pengembangan Dan Pemanfaatan Industri Strategis
Untuk Pertahanan, Jakarta: Tim Pengkajian Hukum Badan 12 vide Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar
Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI. Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka.

Catatan Kritis dan Rekomendasi terhadap RUU Cipta Kerja - Fakultas Hukum UGM 2020 |9
tenaga kerja. Hal ini dilanjutkan dengan dihapuskannya
ketentuan mengenai kemungkinan
Alih-alih perlindungan pekerja, RUU Cipta perubahan PKWT menjadi PKWTT (Perjanjian
Kerja justru berpotensi membuat pasal Kerja Waktu Tidak Tertentu/perjanjian kerja
ketenagakerjaan kembali terpinggirkan, tetap), yang mana output dari ketentuan ini
tergerus oleh kebutuhan investasi dan akan menyebabkan semakin menjamurnya
ekonomi. Padahal, dalam hubungan industrial jenis pekerja kontrak. Ketentuan ini sudah
Pancasila, perlindungan pekerja merupakan banyak dikritik oleh kalangan pekerja karena
bentuk tanggung jawab pemerintah. menunjukkan kurangnya keberpihakan
Beberapa catatan lebih lanjut dalam bidang pemerintah terhadap perlindungan hak dan
ketenagakerjaan adalah sebagai berikut: kepastian hukum bagi pekerja.

1. Banyaknya Ketentuan yang Perlu Diatur 3. Aturan Alih Daya yang Ganjil
Lebih Lanjut RUU menghapuskan Pasal 64 dan 65
Ada banyak pengaturan di RUU Cipta Kerja UU Ketenagakerjaan namun tetap
yang harus diterjemahkan dan diatur lebih mempertahankan Pasal 66. Penghapusan
lanjut dalam Peraturan Presiden atau Peraturan pasal tersebut menekankan alih daya atau
Pemerintah. Pada bab ketenagakerjaan, outsourcing masih diperbolehkan oleh
terdapat 17 (tujuh belas) ketentuan yang Undang-Undang. Hanya saja akan semakin
perlu diatur lebih lanjut dalam Peraturan membuka peluang menjamurnya jenis
Pemerintah, dan 2 (dua) ketentuan yang perlu hubungan kerja alih daya atau outsourcing,
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden. padahal sudah terbukti bahwa bentuk
Artinya, dapat dikatakan bahwa Rancangan hubungan triangular layaknya outsourcing ini
Undang-Undang ini tidak menyelesaikan sangat tidak menguntungkan bagi pekerja.
masalah hiper-regulasi.
4. Perubahan Ketentuan Upah Minimum
2. Penghapusan Batas Waktu Perjanjian Kerja Jika sebelumnya dalam Undang-Undang
Waktu Tertentu Ketenagakerjaan, Upah Minimum dapat
RUU Cipta Kerja mengubah ketentuan didasarkan pada wilayah provinsi (UMP) atau
Undang-Undang Ketenagakerjaan terkait kabupaten/kota (UMK), serta upah minimum
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau
yang tadinya terbatas untuk paling lama 2 kabupaten/kota (Upah Minimum Sektoral)
(dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang , maka ketentuan ini tidak lagi berlaku
1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama dalam RUU Cipta Kerja. RUU Cipta Kerja
1 (satu) tahun,13 menjadi tidak dibatasi oleh menyebutkan bahwa diantara Pasal 88 dan
Undang-Undang sebagaimana tertera dalam Pasal 89 Undang-Undang Ketenagakerjaan
Pasal 56 ayat (3) UU a quo. Dengan demikian akan disisipkan 7 (tujuh) pasal tambahan,
secara tidak langsung RUU Cipta Kerja salah satunya adalah Pasal 88C yang
menghapuskan pembatasan waktu Perjanjian berbunyi: (1) Gubernur menetapkan upah
Kerja Waktu Tertentu dan menyerahkannya minimum sebagai jaring pengaman. (2) Upah
pada kesepakatan para pihak. Artinya, peran minimum sebagaimana dimaksud pada ayat
pemerintah menjadi lemah, karena tidak (1) merupakan upah minimum provinsi.
dapat mengintervensi jangka waktu PKWT.
13 Lihat Pasal 5 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

10 |Catatan Kritis dan Rekomendasi terhadap RUU Cipta Kerja - Fakultas Hukum UGM 2020
11

Artinya, jika RUU disetujui, maka tidak akan pekerjaan karena berhalangan.”
ada lagi Upah Minimum Kabupaten/Kota
maupun Upah Minimum Sektoral,14 karena Tidak ada penjelasan lebih lanjut apa yang
Upah Minimum yang berlaku hanyalah dimaksud dengan ‘berhalangan’ baik dalam
Upah Minimum Provinsi. Masalahnya, tidak pasal tersebut, maupun dalam penjelasan
ada alasan yang mendasari penghapusan pasal. Padahal, kata ‘berhalangan’ memiliki
Upah Minimum Kabupaten/Kota dan Upah arti yang luas, sehingga rawan menyebabkan
Minimum Sektoral ini. Selama ini UMK dan ketidakpastian hukum dalam pemberian hak
Upah Minimum Sektoral wajib dipatok lebih cuti bagi pekerja. Ketika kata ‘berhalangan’
tinggi dibandingkan dengan Upah Minimum berintepretasi bebas maka perlindungan
Provinsi.15 hak cuti bagi pekerja menjadi tidak terjamin.
Ketidakjelasan pemilihan kata dalam Pasal 93
Hal baru lain yang ditawarkan oleh RUU ayat (2) RUU Cipta Kerja dikhawatirkan justru
Cipta Kerja adalah adanya Upah Minimum akan berpotensi menghapuskan hak pekerja
Padat Kerja yang berpotensi menimbulkan termasuk pekerja perempuan mendapatkan
polemik karena pengaturannya yang ambigu. cuti sakit, cuti haid, cuti melahirkan, maupun
RUU Cipta Kerja hanya menyebutkan bahwa cuti menikah dan menikahkan.
upah minimum industri padat kerja dihitung
dengan menggunakan formula tertentu.16 6. Perubahan Konsep Pemutusan Hubungan
Tidak ada penjelasan mengenai hal ini Kerja
kecuali ketentuan lebih lanjut akan diatur Pasal 151 ayat (1) Undang-Undang
dalam Peraturan Pemerintah.17 Artinya, lagi- Ketenagakerjaan yang tadinya berbunyi
lagi memperpanjang alur pengaturan upah “Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/
minimum ke ketentuan yang lain, yang mana serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala
berpotensi menyebabkan ketidakpastian upaya harus mengusahakan agar jangan
hukum. terjadi pemutusan hubungan kerja.” menjadi
“Pemutusan hubungan kerja dilaksanakan
5. Istilah Ambigu dalam Pemberian Cuti bedasarkan kesepakatan antara pengusaha
Kritik lain bagi RUU Cipta Kerja adalah adanya dengan pekerja/buruh.”
pasal-pasal yang rentan menimbulkan
misinterpretasi karena menggunakan istilah Perubahan ini menghilangkan konsepsi
yang ambigu. Sebagai contoh, Pasal 93 ayat mendasar mengenai PHK dalam Undang-
(2) RUU Cipta Kerja yang akan mengubah Undang Ketenagakerjaan yang harus
Pasal 93 Undang-Undang Ketenagakerjaan dipandang sebagai sesuatu yang sangat
terkait pengecualian dari asas ‘no work no pay’. dihindari. Rumusan Pasal 151 ayat (1) di
Pasal ini menyebutkan bahwa “pengusaha RUU Cipta Kerja juga menghilangkan peran
wajib membayar upah apabila pekerja/buruh pemerintah dalam mengupayakan tidak
tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan terjadinya pemutusan hubungan kerja; PHK
14 Lihat Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menjadi hal yang privat di mana seluruhnya
tentang Ketenagakerjaan.
15 Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang diserahkan pada kesepakatan antara pekerja
Pengupahan. Pasal 46 ayat (2): “Upah Mininimum Kabupaten/
Kota harus lebih tinggi dari Upah Minimum Provinsi di provinsi dan pengusaha. Selain itu, peranan serikat
yang bersangkutan.” Pasal 49 ayat (3): “Upah Minimum Sektoral buruh untuk berunding dengan pengusaha
sektoral provinsi harus lebih besar dari Upah Minimum Provinsi
yang bersangkutan.” terkait dengan pemutusan hubungan kerja
16 Lihat Pasal 88E ayat (3) RUU Cipta Kerja.
17 Lihat Pasal 88E ayat (4) RUU Cipta Kerja. juga terancam hilang, karena RUU Cipta

Catatan Kritis dan Rekomendasi terhadap RUU Cipta Kerja - Fakultas Hukum UGM 2020 | 11
Kerja mengubah ketentuan Pasal 151 ayat (2) kerja22, serta mengurangi perhitungan
Undang-Undang Ketenagakerjaan.18 maksimum uang penghargaan kerja23.
Perubahan ketentuan-ketentuan ini
Lebih lanjut, Pasal 151 ayat (2) RUU Cipta Kerja menunjukkan bahwa RUU Cipta Kerja pada
menyebutkan bahwa: “Dalam hal kesepakatan akhirnya memang lebih memudahkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja, jika
tidak tercapai, penyelesaian pemutusan dibandingkan dengan Undang-Undang
hubungan kerja dilakukan melalui prosedur Ketenagakerjaan
penyelesaian perselisihan hubungan
industrial sesuai dengan ketentuan peraturan 7. Pasal Sweetener Sulit Implementasi
perundang-undangan.” Rumusan pasal ini Dalam hal lain, pasal-pasal sweetener atau
membingungkan dan tidak tegas mengatur pemanis yang sebenarnya merupakan
kewajiban pengusaha untuk menyelesaikan poin yang positif, namun implementasinya
PHK melalui penetapan lembaga penyelesaian nanti akan sulit untuk dilakukan karena
perselisihan hubungan industrial. pengaturannya yang tidak jelas. Sebagai
contoh, Bagian Ketiga tentang Jenis Program
Masih terkait dengan PHK, RUU Cipta Kerja Jaminan Sosial mengubah Pasal 18 Undang-
juga memberikan keleluasaan lebih bagi Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
pengusaha untuk melakukan PHK tanpa perlu Jaminan Sosial Nasional, dan menambahkan
kesepakatan dan/atau prosedur penyelesaian ketentuan mengenai jaminan kehilangan
perselisihan hubungan industrial dalam hal: pekerjaan.
perusahaan tutup yang disebabkan karena
keadaan memaksa (force majeur); atau Hal lainnya adalah terkait dengan
perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan “penghargaan lainnya” yang diatur dalam
putusan pengadilan niaga.19 Pengecualian- Bagian Kelima tentang Penghargaan Lainnya
pengecualian ini tidak dikenal dalam Undang- dalam Pasal 92 ayat (1) yang berbunyi:
Undang Ketenagakerjaan20 , dan berpotensi “Untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja,
menimbulkan banyak PHK baru, utamanya pemberi kerja berdasarkan Undang-Undang
terkait perusahaan yang pailit. ini memberikan penghargaan lainnya kepada
pekerja/buruh.” Pemberian penghargaan
Pasal 156 RUU Cipta Kerja juga menghapus lainnya ini membingungkan, karena tidak
kewajiban perusahaan untuk memberikan jelas komponennya. Perumusan Pasal 92 juga
uang penggantian hak21, menghapuskan ambigu karena tidak jelas berapa kali pekerja
ketentuan spesifik mengenai kompensasi berhak mendapatkan uang penghargaan
untuk tiap-tiap alasan pemutusan hubungan lainnya, apa ketentuannya jika tidak diberikan,
18 Undang-Undang Ketenagakerjaan Pasal 151 ayat (2) menyebutkan:
“Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan dan lain-lain. Ketidakjelasan ini menyebabkan
hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan banyak pihak beranggapan bahwa pasal ini
hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat
pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/ hanyalah pasal “pemanis” yang sulit untuk
buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/
serikat buruh.” diimplementasikan karena pengaturannya
19 Lihat Pasal 151A RUU Cipta Kerja. 22 Diatur dalam Pasal 161-165 Undang-Undang Ketenagakerjaan.
20 Lihat Pasal 154 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Dalam RUU Cipta Kerja, pasal-pasal ini dihapuskan.
Ketenagakerjaan. 23 Undang-Undang Ketenagakerjaan mengatur uang penghargaan
21 Undang-Undang Ketenagakerjaan mewajibkan adanya uang masa kerja terbanyak mencapai 10 bulan upah bagi mereka yang
penggantian hak, namun RUU Cipta Kerja Pasal 156 ayat (4) masa kerjanya 24 tahun atau lebih. Sementara dalam RUU Cipta
mengatur bahwa “Pengusaha dapat memberikan uang penggantian Kerja, maksimal uang penghargaan yang dapat diterima seorang
hak yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau buruh hanya delapan bulan upah untuk masa kerja 21 tahun atau
perjanjian kerja bersama.” lebih.

12 |Catatan Kritis dan Rekomendasi terhadap RUU Cipta Kerja - Fakultas Hukum UGM 2020
13

yang ambigu. UMK-M dengan usaha besar. Tentu hal


tersebut bertentangan dengan Asas Efisiensi
Bidang 4, Kemudahan, Pemberdayaan, Berkeadilan dan Asas Kemandirian yang
dan Perlindungan bagi Usaha Mikro, dikenal dalam UU UMK-M.26 Kedua asas
Kecil, dan Menengah (UMK-M) dan tersebut dalam pelaksanaannya bertujuan
Koperasi untuk mewujudkan peningkatan daya saing
Kemitraan dengan UMK-M dan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.27
dalam Pasal 84 RUU Cipta Kerja yang
mengubah ketentuan dalam Pasal 13 UU Bidang 5, Dukungan Riset dan Inovasi
Penanaman Modal yang menyebutkan bahwa Dalam konteks pengaturan riset dan inovasi
kemitraan sebagai bentuk pembinaan dan ini, ada berbagai aspek yang perlu mendapat
pengembangan UMK-M dan Koperasi hanya perhatian:
dapat dilakukan melalui kemitraan dalam
rantai pasok (supply chain) saja.24 1. Landasan hukum yang tidak memadai
RUU Cipta Kerja ini tidak memberikan landasan
Ketentuan tersebut kontraproduktif, karena hukum yang memadai tentang bagaimana
seharusnya kemitraan yang dapat dilakukan riset dan inovasi menjadi bagian dari upaya
selain dalam rantai pasok (supply chain), penciptaan lapangan kerja. Rancangan
seperti dalam proses alih keterampilan di Undang-Undang ini juga tidak menjelaskan
bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, jangkauan pengaturan riset dan inovasi yang
permodalan, sumber daya manusia, dan dimaksudkan. Dengan demikian RUU ini tidak
teknologi pun dapat dilakukan oleh UMK-M akan mendukung upaya riset dan inovasi
dan Koperasi.25 yang relevan bagi penciptaan lapangan kerja
dan pembangunan ekonomi masa depan
Ada potensi risiko ke depan, apabila yang kompetitif dan berkelanjutan.
kemitraan yang diterapkan hanya dalam
rantai pasok (supply chain) saja mengingat Untuk mengembangkan inovasi apalagi
terdapat banyak pola Kemitraan yang diatur muaranya adalah untuk meningkatkan
dalam Pasal 26 UU UMK-M yang memiliki daya saing global dan kekuatan ekonomi
karakteristik tersendiri dan belum tentu cocok non-ekstraktif terhadap sumber daya alam,
dengan kemitraan yang dilakukan dalam maka riset dan inovasi harus mendapatkan
rantai pasok (supply chain). pengaturan lebih komprehensif dan akurat.

Selain itu, apabila Kemitraan yang diatur


2. Ketidakjelasan tujuan riset
dalam RUU Cipta Kerja hanya terbatas pada
Ketidakjelasan menyangkut mengapa riset
rantai pasok (supply chain) barang tentu maka
dan inovasi diperlukan dan apa tujuan
berpotensi membatasi pola kemitraan yang
kegiatan riset dan inovasi yang didukung oleh
dapat dibangun antara UMK-M dengan Usaha
negara dan atau para pemangku kepentingan
Besar, dimana hal tersebut akan berdampak
yang relevan. RUU Cipta Kerja juga cenderung
pada tidak tercapainya tujuan pemberdayaan
menggunakan pendekatan pengembangan
UMKM yang kemudian akan menimbulkan
ekonomi ekstraktif dan belum menunjukkan
efek domino pada tidak berdaya saingnya
26 vide Pasal 2 huruf d dan g Undang-Undang Republik Indonesia
24 vide Pasal 84 RUU Cipta Kerja. Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menangah.
25 vide Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 vide Pasal 4 huruf d Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menangah. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menangah.

Catatan Kritis dan Rekomendasi terhadap RUU Cipta Kerja - Fakultas Hukum UGM 2020 | 13
keberpihakan yang jelas terhadap ekonomi kegiatan riset dan inovasi
yang berbasis riset dan inovasi. Kejelasan dan pembagian peran institusi
sangat penting untuk memastikan sinergi
Selain itu, tidak ada kejelasan bagaimana di antara pemangku kepentingan termasuk
kerangka kebijakan riset dan inovasi dalam bagaimana skema kebijakan insentif yang
mendukung penciptaan lapangan kerja akan dirancang dan dilaksanakan.
serta meningkatkan daya saing potensi
dan kekuatan Indonesia. Padahal, kerangka Bidang 6, Administrasi Pemerintah
kebijakan ini penting untuk mendukung dan Ada beberapa titik kritis dari RUU
menjamin ketahanan ekonomi serta daya CIpta Kerja terkait administrasi pemer-
saing di hadapan lanskap global. intah, yakni:

3. Ketidakjelasan pihak yang terlibat 1. Penataan kewenangan Presiden


Hal ini menyangkut siapa saja yang dilibatkan Pasal 164 RUU Cipta Kerja sesungguhnya
dalam kegiatan riset dan inovasi yang cukup benar secara paradigma bahwa
didukung oleh negara. Tanpa kepastian kewenangan-kewenangan yang dicantumkan
pengaturan tentang siapa saja yang terlibat di berbagai peraturan perundang-undangan
dalam kegiatan riset dan inovasi, dapat seharusnya merupakan kewenangan
dipastikan bahwa kegiatan ini tidak akan Presiden. Secara doktrin ketatanegaraan
pernah terselenggara dengan baik dan Sistem Presidensial, hal itu menjadi menarik.
mencapai hasil optimal, atau bahkan terancam Kecuali ketika mengatakan bahwa termasuk
gagal. kewenangan Pemerintah Daerah. Hal ini
dapat menjadi perdebatan karena Pemerintah
4. Ketidakjelasan hak dan kewajiban para Daerah masih merupakan entitas tersendiri di
pemangku kepentingan dalam UUD. Pertanyaan penting yang harus
Tanpa kejelasan hak dan kewajiban para pihak dijawab adalah apakah Pemda merupakan
yang diharapkan terlibat dalam kegiatan riset bagian dari Pemerintah Pusat seperti doktrin
dan inovasi, maka program riset dan inovasi kaku negara kesatuan, atau atas nama
sulit mendapatkan dukungan dan bahkan otonomi daerah sebenarnya merupakan dua
tidak akan terlaksana dengan optimal. hal yang terpisah.

5.Ketidakjelasan mekanisme pelaksanaan 2. Pengaturan tentang diskresi


riset dan inovasi Pasal 165 RUU Cipta Kerja mengubah
Tanpa kejelasan tentang mekanisme beberapa ketentuan di dalam UU Administrasi
pelaksanaan riset dan inovasi; perumusan Pemerintahan. Di satu sisi, pasal ini
tentang dukungan riset dan inovasi dalam menghilangkan hambatan konsep undang-
RUU ini tidak akan pernah menjadi kenyataan. undang atas penggunaan diskresi. Diskresi
Harus ada kejelasan dan kepastian bagaimana dapat diartikan sebagai salah satu sarana yang
dukungan para pihak terhadap kegiatan riset memberikan ruang bergerak bagi pejabat
dan inovasi yang ditetapkan. atau badan-badan administrasi negara untuk
melakukan suatu tindakan pemerintahan,
6. Ketidakjelasan peran institusi yang relevan tanpa harus terikat sepenuhnya pada undang-
seperti perguruan tinggi, Dewan Riset Nasi- undang. Tetapi dalam UU Administrasi
onal dan institusi lain yang relevan dengan
Pemerintahan terdapat ketentuan syarat

14 |Catatan Kritis dan Rekomendasi terhadap RUU Cipta Kerja - Fakultas Hukum UGM 2020
15

sahnya diskresi adalah ketika tidak melanggar dan memudahkan perizinan dengan
ketentuan perundang-undangan. Hal ini menghapuskan persyaratan penting dalam
memang mempersempit ruang diskresi yang perizinan.
seharusnya lebih lebar karena dasar sifat
diskresi adalah terkadar against the law. 5. Subtansi dalam Kaitan Otonomi Daerah
Pasal 166-170 RUU Cipta Kerja merupakan
Di sisi lain, RUU ini menjadikan diskresi terlalu pasal-pasal penting karena cenderung
lebar dengan mekanisme kontrol yang tidak ‘menyapu jagat’ soal keseluruhan
memadai. Hal ini berbahaya terhadap adanya pembagian urusan pemerintah konkruen
potensi penggunaan diskresi yang tidak tepat dalam UU Pemerintah Daerah. Pasal ini
dan bertujuan koruptif. akan memunculkan perdebatan mendasar
soal konsep negara kesatuan yang bersifat
RUU ini memformulasi kontrol yang lebar, sentralistik bertabrakan dengan konsep
karena kontrol yang tercipta adalah dengan konfederasi yang sangat kuat di daerah,
menaikkan perizinan penggunaan diskresi termasuk konsep federalisme yang lebih
ke atasan secara langsung yaitu Presiden. merupakan perimbangan antara konsep
Dapat dipastikan bahwa Presiden sebagai kekuasaan Pusat dan Daerah.
atasan tertinggi tidak akan memiliki kontrol
penggunaan diskresi. Tatkala Presiden telah Menghidupkan kembali kewenangan Pusat
berkehendak, maka dengan sendirinya yang sentralistik ke Presiden akan sangat
diskresi itu pasti akan berjalan walaupun berbahaya karena berimplikasi dapat
dengan tujuan yang tidak benar. menumpukkan kekuasaan itu ke Pusat dan
dalam hal ini langsung dipegang oleh
3. Pengubahan konsep fiktif positif Presiden.
RUU Cipta Kerja mengubah model konsep fiktif
positif yang di UU Administrasi Pemerintahan Bidang 7, Penerapan Sanksi
yang semula 10 hari menjadi lebih singkat Dalam pengaturan sanksi, RUU Cipta Kerja
hanya 5 hari. Perubahan ini menyimpan bom telah mulai menggunakan keadilan restoratif;
waktu. Konsep dan kesiapan PTUN terhadap menitikberatkan pada pemulihan terhadap
konsep fiktif positif ini juga belum memadai. korban yang terdampak dari kesalahan
pelaku. Sayangnya paradigma hukum pidana
4. Terkait formil administrasi Pemerintahan modern tersebut tidak diikuti oleh penormaan
yang menghilangkan kontrol
yang sesuai. Pengaturan sanksi berpotensi
Negara tidak boleh bersifat menjadi
tidak memberikan kepastian hukum, multi-
“stopper”, tetapi harusnya bersifat “helper”.
interpretasi, dan diskriminatif.
Tak boleh menjadi penyumbat tetapi
harusnya memperlancar. Tapi dalam kaitan
Dengan demikian setidaknya ada 8 (delapan)
ini, menjadi tidak wajar jika demi menjadi
catatan perihal sanksi dan penegakkan
helper, membuka kran kontrol menjadi terlalu
hukumnya dalam RUU Cipta Kerja:
bebas. Di satu sisi perizinan dan syarat-
syarat administratif harus dipermudah dan 1. Prinsip penormaan yang dilandasakan
birokrasi yang koruptif yang menghambas pada rubrica ets lex
perlu dihilangkan. Namun, penyelesaiannya Artinya, judul bab yang menentukan. Hampir
tidak dengan menghilangkan kontrol semua sanksi dalam setiap klaster RUU Cipta

Catatan Kritis dan Rekomendasi terhadap RUU Cipta Kerja - Fakultas Hukum UGM 2020 | 15
Kerja berada dalam Bab Ketentuan Pidana. tentang Bangunan Gedung. Perubahan
Masalahnya, pelanggaran terhadap norma Pasal 44 pada intinya antara lain menyatakan
tersebut secara expressive verbis dikenakan bahwa pemilik bangunan gedung yang
sanksi administrasi. Tegasnya, terdapat tidak memenuhi persyaratan dikenakan
ketidaksinkronan antara judul bab dan sanksi administrasi. Padahal, dalam RUU a
substansi pasal. Hal ini melanggar prinsip quo sejumlah pasal mengenai persyaratan
yang lengkapnya adalah asas titulus ets lex bangunan gedung dihapus.
rubrica ets lex.
6. Penggunaan stelsel pemidanaan yang
tidak konsisten
2. Ketidakkonsistenan ancaman sanksi
Kerap ditemukan antara satu ayat dengan
pidana
ayat yang lain dalam satu pasal di RUU Cipta
Ancaman sanksi pidana tidak konsisten
Kerja menggunakan stelsel pemidanaan yang
antara satu undang-undang dengan undang-
berbeda. Pada ayat yang satu menggunakan
undang yang lain. Ada jenis sanksi pidana
indeterminate sentence. Artinya, pembentuk
yang diancamkan secara alternatif, namun
undang-undang menetapkan batasan
ada juga jenis sanksi pidana yang diancamkan
minimum dan batasan maksimum pidana
secara kumulatif. Padahal jika bersandar pada
yang dapat dijatuhkan, namun pada ayat
karakteristik hukum pidana khusus eksternal,
yang lain menggunakan indefinite sentence.
seharusnya jenis sanksi pidana diancamkan
Artinya, pembentuk undang-undang
secara alternatif.
hanya menetapkan minimum khusus tanpa
maksimum khusus. Hal ini dapat berdampak
3. Ketidaksingkronan penulisan nominal
pada disparitas pidana dalam praktik
Pasal 18 angka 35 mengubah Pasal 70
penegakan hukum sehingga menimbulkan
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
ketidakpastian dan cederung diskriminatif.
tentang Penataan Ruang. Dalam perubahan
Pasal 70 ini terdapat ketidaksinkronan antara
7. Perihal pertanggungjawaban korporasi.
angka nominal sanksi administrasi dengan
RUU Cipta Kerja tidak memiliki konsep yang
angka yang terbilang. Nominal angka yang
jelas terkait pertanggungjawaban korporasi;
tertulis Rp4.000.000.000,00 namun angka
apakah pertanggungjawaban korporasi hanya
yang terbilang adalah dua miliar rupiah.
sebatas administrasi dan perdata ataukah
juga termasuk pertanggungjawaban pidana
4. Penghapusan sanksi pidana untuk perbua-
tan pidana Lingkungan Hidup korporasi. Jika termasuk pertanggungjawaban
Pasal 23 angka 37 yang merubah Pasal 98 pidana korporasi, maka konsep lebih lanjut
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 yang dipertanyakan apakah menggunakan
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Teori Identifikasi ataukah Teori Agregasi.
Lingkungan Hidup. Perubahan Pasal 98 ayat (2) Hal ini sangat berdampak pada jenis pidana
dalam RUU Cipta Kerja tidak mencantumkan yang dijatuhkan. Jika menggunakan Teori
jenis sanksi pidana yang dapat dijatuhkan. Identifikasi maka selain pidana denda, pidana
penjara pun dapat dijatuhkan terhadap
5. Sanksi administrasi terkait persyaratan pengurus. Lain halnya jika yang digunakan
bangunan gedung adalah Teori Agregasi maka jenis pidana yang
Pasal 25 angka 41 RUU mengubah Pasal 44 dapat dijatuhkan hanyalah denda.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002

16 |Catatan Kritis dan Rekomendasi terhadap RUU Cipta Kerja - Fakultas Hukum UGM 2020
17

Bila melihat secara keseluruhan RUU Cipta persyaratan yang esensial untuk
Kerja, hampir sebagian besar menganut melaksanakan suatu kegiatan demi
pertanggungjawaban korporasi sebatas memberikan kemudahan berusaha
administrasi dan perdata. Sayangnya, kepada investor tanpa argumentasi dan
ada beberapa pasal yang mencantumkan analisis dampaknya. Hal ini berpotensi
ancaman pidana penjara terhadap korporasi. ketidakpastian hukum. Ditambah lagi,
RUU memerintahkan pengaturan lebih
8. Perihal penegakan hukum lanjut pada Peraturan Pemerintah (PP)
Kewenangan Polri sebagai penyidik dalam dan Perpres tanpa rambu-rambu yang
79 undang-undang yang tercakup RUU jelas dalam rumusan RUU berpotensi
Cipta kerja dihapus dan diserahkan kepada melenceng dari maksud RUU.
Penyidik Pegawai Negeri Sipil atau PPNS.
Perlu diingat bahwa tidak semua kementerian c) Penyusunan RUU melanggar norma
memiliki PPNS. Pembentukan PPNS pada lainnya. Khususnya terhadap bidang
suatu kementerian bukanlah hal yang mudah, pertanahan, RUU Cipta Kerja melanggar
terlebih jika tindakan tersebut bersifat asas dalam UU asalnya (UU No. 5
projustisia. Konsekuensi lebih lanjut, jika Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
terjadi pelanggaran terhadap RUU Cipta Pokok-pokok Agraria/UUPA), konstitusi
Kerja, sedangkan PPNS pada kementerian sebagaimana putusan Mahkamah
tersebut belum terbentuk maka penegakkan Konstitusi, dan melanggar konsepsi
hukum terhadap pelanggaran tidak dapat yang mendasari UU asalnya. RUU
diterapkan. Artinya, berbagai sanksi yang ada Cipta Kerja memasukkan berbagai isu
dalam RUU Cipta Kerja ibarat macan kertas. krusial yang kontroversial. itu yang telah
pernah ditolak di dalam RUU Pertanahan
(RUUP).
Bidang 8 Pengadaan Tanah, Alih Fung-
si Lahan Pertanian, Pertanahan dan Isu
2. Permasalahan terkait pengaturan pertana-
Terkait Lainnya
han
Ada beberapa catatan terkait pengaturan a) Pengaturan tentang Pengadaan Tanah (Ps
Lahan di dalam RUU Cipta Kerja: 120-121)
i. Perluasan jenis kegiatan yang termasuk
1. Tidak terpenuhi persyaratan materiil oleh dalam kategori kepentingan umum
RUU, sebagai berikut: yang semula terdiri dari 18 jenis kegiatan
pembangunan, diperluas dengan 5
a) Asas keadilan. RUU Cipta Kerja jenis pembangunan yakni: 1) kawasan
membuka peluang seluas-luasnya untuk hulu dan hilir industri migas; 2) kawasan
investasi, dan pada saat yang sama tidak ekonomi khusus/KEK; 3) kawasan
memberikan perhatian yang sama pada pariwisata; 4) kawasan industri; 5)
kelompok yang potensial terdampak kawasan lain yang diprakarsai dan /atau
(masyarakat hukum adat, dan kelompok- dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemda,
kelompok rentan lainnya). BUMN atau BUMD yang ditetapkan
dengan Perpres;
b) Asas ketertiban dan kepastian
hukum. RUU ini ”memotong”berbagai Pengadaan tanah bagi pelaksanaan program

Catatan Kritis dan Rekomendasi terhadap RUU Cipta Kerja - Fakultas Hukum UGM 2020 | 17
– program Reform Agraria (RA) SK Kepala Daerah dengan pengukuhan
baik perkotaan maupun pedesaan, penetapannya bersifat declaratoir.
khususnya terkait dengan redistribusi
tanah tidak dicantumkan dalam iv. Selain itu, RUU Cipta Kerja menguatkan
perluasan jenis kegiatan yang masuk Pasal 40 UU No.2 Tahun 2012 tentang
dalam kategori kepentingan umum. Pengadaan Tanah bagi Pembangunan
Padahal tak mudah untuk melaksanakan untuk Kepentingan Umum terkait
program redistribusi tanah jika hanya dengan bentuk ganti kerugian terhadap
harus mengandalkan pada tanah- tanah ulayat MHA, yakni: tanah
tanah bekas HGU dan tanah terlantar, pengganti, pemukiman kembali, dan
disamping tanah yang berasal dari bentuk lain yang disepakati. Hal ini tidak
pelepasan kawasan hutan produksi tepat dan perlu dikoreksi, disesuaikan
yang tidak produktif. dengan kerugian yang dialami MHA
ketika tanah ulayatnya diperlukan untuk
ii. Ganti kerugian. Dalam Penjelasan RUU kepentingan umum.
disebutkan sebagai contoh penerima
ganti kerugian pemakai tanah negara b) Pengaturan terkait Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B)
yang tidak melanggar peraturan
Pasal 122 RUU Cipta Kerja mengubah
perundang-undangan, misalnya: ”bekas
ketentuan Pasal 44 UU No. 41 Tahun
pemegang hak yang telah habis jangka
2009 tentang LP2B, khususnya ayat (2)
waktunya yang masih menggunakan
dengan menambahkan frasa kepentingan
atau memanfaatkan tanah yang
umum dengan Proyek Strategis Nasional
bersangkutan”. Hal ini tidak sesuai
(PSN). Dengan demikian Pasal tersebut
dengan ketentuan UUPA yang mengatur
berbunyi sebagai berikut ”Dalam hal untuk
jika jangka waktu hak atas tanah
kepentingan umum dan/atau PSN, LP2B dapat
berakhir karena tidak diperpanjang
dialihfungsikan, dan dilaksanakan sesuai
atau diperbaharui maka pemegang hak
dengan ketentuan peraturan perundang-
tidak dapat diberikan ganti kerugian,
undangan”.
karena tanahnya sudah menjadi tanah
negara, kecuali, apabila ada klausula
Beberapa catatan terkait ketentuan tentang
bahwa yang bersangkutan sedang
LP2B. Pertama, walaupun alihfungsi LP2B
dalam proses menunggu terbitnya SK
disamping untuk kepentingan umum
Perpanjangan/Pembaharuan Hak.
diperluas dengan PSN, tetapi RUU tidak
konsisten. Dalam Pasal 120, kegiatan
iii. Ganti kerugian tanah ulayat. RUU Cipta
pembangunan untuk kepentingan umum
Kerja mengatur Masyarakat Hukum
diperluas (lihat uraian butir 2.a) tetapi dalam
Adat (MHA) sebagai subjek hak ulayat
Penjelasan Pasal 122 masih menggunakan
yang berhak menerima ganti kerugin
definisi kepentingan umum sesuai UU
tetapi RUU keliru mendefenisikannya.
tentang PLP2B (tidak mengubah macam/jenis
RUU juga tidak tepat melihat
kegiatan).
keberadaan MHA dengan pengaturan
pengakuannya disandarkan pada
Kedua, Penghapusan Pasal 44 ayat (3) UU
peraturan daerah (Perda). Seharusnya
PLP2B yang memuat persyaratan yang
keberadaan MHA diakui dalam bentuk

18 |Catatan Kritis dan Rekomendasi terhadap RUU Cipta Kerja - Fakultas Hukum UGM 2020
19

ketat untuk pengalihfungsian lahan untuk tidak dapat diberikan di atas tanah HPL.
kepentingan umum, yakni:
a. dilakukan kajian kelayakan Kedua, pengaturan dalam Pasal 131 ayat (3)
strategis; bahwa dalam keadaan tertentu pemegang
b. disusun rencana alih fungsi lahan; HPL dapat memberikan rekomendasi
c. dibebaskan kepemilikan haknya pemberian hak atas tanah pertama kali
dari pemilik; dan dan perpanjangan diberikan sekaligus atas
d. disediakan lahan pengganti persetujuan Pemerintah Pusat. Pemberian
terhadap LP2B yang hak dan perpanjangan hak sekaligus itu
dialihfungsikan. bertentangan dengan Putusan MK No. 21-22/
PUU-V/2017.
Dengan meniadakan persyaratan ini, luasan
LP2B terancam semakin susut dengan segala Kemudahan administrasi dapat ditempuh
dampaknya. dengan memberikan kesempatan untuk
mengajukan permohonan perpanjangan
c) Pengaturan tentang Pertanahan
hak 5 (lima) tahun sebelum hak atas tanah
i) Bank Tanah (BT) diatur dalam Pasal 123, 124,
berakhir. SK Perpanjangan Hak bisa terbit,
125, 126, 127 dan 128 RUU yang mengatur
tetapi perpanjangan haknya diberikan
hal-hal yang relatif tidak berbeda dengan
ketika pendaftaran SK sesuai tanggal
RUUP namun penekanan bank tanah sebagai
mulai dan berakhirnya perpanjangan hak.
pelaku bisnis ketimbang non profit semakin
Frasa “keadaan tertentu” selain tidak jelas
kuat. Semakin tidak jelas bentuk, fungsi dan
kriterianya juga membuka peluang terjadinya
kewenangan Badan BT ini karena filosofi,
moral hazard.
asas/prinsip, dan tujuan pembentukannya
tidak jelas. Pemberian hak atas tanah di atas
Frasa serupa (“dalam keadaan tertentu”) juga
HPL selama 90 (sembilan puluh) tahun jelas
muncul dalam Pasal 132 (perumusannya
bertentangan dengan putusan Mahkamah
sama dengan Pasal 8 RUUP). Dalam keadaan
Konstitusi No 21-22/PUU-V/2017. Selain
tertentu, Pemerintah Pusat dapat membatalkan
itu, pengaturan di RUU CIpta Kerja salah
dan atau mencabut HPL sebagian atau
tempat karena tidak ada kaitannya dengan
seluruhnya. Tidak ada penjelasan terhadap
pengadaan lahan, regulasi dan perijinan.
makna ”keadaan tertentu” itu sehingga hal ini
dapat menimbulkan ketidakpastian hukum.
ii) Penguatan Hak Pengelolaan
Dua hal yang menjadi permasalahan dalam
iii) Satuan Rumah Susun (Sarusun) untuk
pengaturan tentang HPL adalah pertama,
Orang Asing
bahwa HGU dapat diberikan di atas HPL. Hal
Definisi yang menyesatkan itu (Pasal 136)
ini bertentangan dengan Pasal 28 UUPA dan
dipasang untuk menghalalkan cara agar
Pasal 2 UUPA beserta Penjelasan Umum II.2,
WNA dapat memiliki HMSRS (unit/flat) satuan
karena menyamakan tanah negara dengan
rumah susun yang status tanah-bersamanya
tanah HPL dan mengubah HPL sebagai
adalah HGB.
”fungsi” pengelolaan yang bersifat publik dan
menggesernya menjadi hak atas tanah yang
Pengaturan tentang Sarusun untuk WNA
bersifat perdata. HGB dan HP, bahkan HM
dalam Pasal 136-138 RUU Cipta Kerja dalam
dapat terjadi di atas tanah HPL, tetapi HGU
garis besarnya sama dengan pengaturannya

Catatan Kritis dan Rekomendasi terhadap RUU Cipta Kerja - Fakultas Hukum UGM 2020 | 19
dalam Pasal 46 RUUP. RUU Cipta Kerja dan
RUUP mencampuradukkan subjek yang dapat iii. Pasal 16 tentang kewajiban mengusahakan
menjadi pemegang HMSRS yang terdiri dari lahan perkebunan paling lambat 3 (tiga) tahun
WNI, WNA, Badan Hukum Indonesia dan setelah pemberian hak atas tanah minimal
Perwakilan Negara Asing tanpa membedakan 30% dari luas hak atas tanah; dan paling
status tanah - bersamanya. Jika WNA, badan lambat 6 (enam) tahun setelah pemberian
hukum asing dan Perwakilan Negara Asing hak atas tanah wajib mengusahakan seluruh
hendak memiliki HMSRS, tanah-bersamanya luas hak atas tanah yang secara teknis dapat
harus berstatus Hak Pakai (HP), baik yang ditanami Tanaman Perkebunan. Pasal 16
diberikan di atas tanah negara, ataupun di ayat (2) menyatakan bahwa pelanggaran
atas tanah HPL. terhadap ketentuan dalam ayat (1) berakibat
bahwa bidang tanah yang belum diusahakan
Permasalahan lain dalam pengaturan tentang diambilalih oleh negara. Ketentuan yang
sarusun untuk WNA adalah ketentuan Pasal dimaksudkan sebagai pengawasan dan
129 ayat (2) yang menyebutkan bahwa pengendalian oleh Pemerintah ini justru
“Pemberian HGB bagi rusun dapat diberikan dihapuskan sehingga berpotensi bahwa
sekaligus dengan perpanjangan haknya, pengusaha perkebunan dapat berbuat
setelah mendapat sertifikat laik fungsi”. sekehendak hati setelah memperoleh hak
Pemberian dan perpanjangan hak sekaligus atas tanahnya, tanpa khawatir tanahnya
itu bertentangan dengan Putusan MK No. 21- diambilalih oleh negara. Fungsi kontrol dari
22/PUU-V/2007. Pengaturan tentang HPL dan negara berdasarkan hak menguasai dari
satuan rumah susun untuk orang asing tidak negara dihapus dari Pasal 16, sehingga hal ini
perlu diatur dalam RUU Cipta Kerja karena berpotensi melanggar konstitusi berdasarkan
tidak kaitannya dengan pengalihan fungsi Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945.
lahan dan perizinan.
iv. Pasal 18 ayat (2) yang berisi tentang jenis-
3. RUU Cipta Kerja menghapuskan pasal- jenis sanksi administratif juga dihapus oleh
pasal kunci di UU No. 39 Tahun 2014 tentang RUU dan hanya menyerahkan pengaturannya
Perkebunan; pada PP (tanpa rambu-rambu).
i. Pasal 14 UU Perkebunan: merumuskan
tentang batasan luas maksimum dan luas
4. Pengubahan UU No. 22 Tahun 2019 ten-
minimum penggunaan lahan untuk usaha tang Sistem Budidaya Pertanian (UU SBP)
perkebunan. Pasal 30 RUU Cipta Kerja Pasal 32 RUU Cipta Kerja mengubah Pasal
mengubah Pasal 14 dengan meniadakan 19 UU SBP terkait syarat-syarat dalam
rambu-rambu dan menyerahkan pengaturan pengalihfungsian lahan yang berpotensi
selanjutnya pada Peraturan Pemerintah. terjadinya alih fungsi lahan secara tidak
terkontrol.
ii. Pasal 15 UU Perkebunan yang berisi
larangan untuk memindahkan hak atas tanah 5. Pengulangan pengaturan dalam UU No.4
Usaha Perkebunan yang mengakibatkan Tahun 2009 tentang Mineral dan BatuBara
satuan usaha yang kurang dari luas minimum. (UU Minerba)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah RUU Cipta Kerja mengikuti konsep UU
fragmentasi, namun dihapus dalam RUU Minerba namun menambah satu ayat yakni
Cipta Kerja. ayat (4) pada Pasal 134 terkait dengan

20 |Catatan Kritis dan Rekomendasi terhadap RUU Cipta Kerja - Fakultas Hukum UGM 2020
21

penyelesaian tumpang tindih antara kegiatan kompensasi sebagai akibat penggunaan


pertambangan dengan kawasan hutan, tanah secara tidak langsung oleh pemegang
rencana tata ruang, Perijinan Berusaha/ izin usaha, yang tidak disebutkan rambu-
Persetujuan, dan/atau hak atas tanah yang rambunya dalam RUU dengan hanya
diatur dengan Perpres. Tidak ada gambaran menyerahkan pengaturan selanjutnya
tentang sektor mana yang akan diberi prioritas dalam Peraturan Pemerintah. Masih belum
dan alasannya, yang dapat menyiratkan jelas apa maksud rumusan “berkurangnya
ketidadaan jaminan kepastian hukum. nilai ekonomi” atas tanah, bangunan serta
tanaman di atas tanah yang berimplikasi pada
Pemberian “cek kosong” juga tampak dalam kepastian hukum dan keadilan bagi pihak
Pasal 138A RUU yang menyebutkan bahwa terdampak.
“Pemerintah Pusat melakukan penyelesaian
permasalahan hak atas tanah untuk kegiatan 8. Pengubahan UU No.1 Tahun 2011 tentang
usaha pertambangan, dan ketentuan lebih Perumahan dan Kawasan Permukiman
lanjut diatur dengan Peraturan Pemerintah”. Ada beberapa ketentuan yang perlu ditelah
Ketentuan ini juga tidak mencerminkan terkait pengubahan UU Pemukiman:
kepastian hukum dalam berusaha ketika
terjadi permasalahan terkait dengan hak atas i. Pelonggaran terhadap Pasal 36 ayat (1)
tanah yang memang rentan terjadi. UU terkait pembangunan perumahan
dengan hunian berimbang tidak dalam satu
6. Pengubahan UU No. 21 Tahun 2014 ten- hamparan. RUU Cipta Kerja menambah frasa
tang Panas Bumi “dalam satu daerah kabupaten/kota yang
RUU Cipta Kerja mengubah ketentuan Pasal 42 berbatasan”.
UU Panas Bumi hanya dengan menambahkan
frasa “Pelaku Usaha pemanfaatan langsung ii. Peniadaan syarat minimal kewajiban
atau pelaku usaha Panas Bumi” dalam pembangunan perumahan dalam
pembukaan kalimat. Namun tetap alpa Pasal 42 ayat (2) UU Pemukiman. UU ini
mencantumkan secara eksplisit masyarakat mensyaratkan pemasaran rumah melalui
hukum adat sebagai pihak yang tanah Perjanjian Pendahuluan Jual Beli (PPJB)
ulayatnya sebagian atau seluruhnya, akan setelah memenuhi 5 (lima) persyaratan.
digunakan oleh pelaku usaha. Kealpaan ini RUU Cipta Kerja menghapus persyaratan
dapat diartikan bahwa perumus RUU tidak kelima yakni “prosentase keterbangunan
memahami esensi Pasal 18B ayat (2) UUD NRI perumahan paling sedikit 20%”, dengan
1945 terkait pengakuan masyarakat hukum hanya menjadi “keterbangunan perumahan”.
adat. Kepastian hukum bagi calon konsumen dapat
terabaikan.
7. Terkait UU No. 30 Tahun 2009 tentang UU
Ketenagalistrikan iii. Pengubahan ketentuan tentang izin
RUU hanya mengganti frasa “pemegang lokasi dari Pasal No. 107 ayat (2) UU diganti
izin usaha penyediaan tenaga listrik” dalam oleh RUU menjadi ‘penetapan lokasi atau
Pasal 30 UU Ketenagalistrikan dengan frasa kesesuaian kegiatan Pemanfaatan Ruang”.
“pelaku usaha untuk kegiatan penyediaan RUU Cipta Kerja meniadakan izin lokasi yang
tenaga listrik”. Yang tetap menjadi masalah secara yuridis berbeda fungsinya dengan
adalah ketidakjelasan pengaturan tentang penetapan lokasi.

Catatan Kritis dan Rekomendasi terhadap RUU Cipta Kerja - Fakultas Hukum UGM 2020 | 21
untuk mengatur dan mengelola sumber daya
Senada dengan Pasal 107 ayat (2), dalam air, sehingga kewenangan tersebut hanya
Pasal 114 ayat (1) peralihan /pelepasan hak ada pada Pemerintah Pusat.
atas tanah dilakukan setelah badan hukum
memperoleh izin lokasi. Dalam RUU izin Pengakuan tentang masyarakat hukum adat
lokasi diganti dengan kesesuaian kegiatan dalam Pasal 9 ayat (2) UU tidak diubah,
Pemanfaatan Ruang. yakni tetap dengan frasa “mengakui hak
ulayat masyarakat adat, dan hal yang serupa
iv. Penghilangan kewajiban perusahaan dengan itu sepanjang tidak bertentangan
pengembang untuk membangun (Pasal 134 dengan kepentingan nasional dan ketentuan
UU) terkait larangan menyelenggarakan peraturan perundang-undangan”.
pembangunan perumahan jika tidak
membangun sesuai persyaratan, tetapi syarat Hal ini menunjukkan bahwa perumus RUU
untuk membangun ”sarana dan utilitas umum tidak memahami perkembangan hukum
yang diperjanjikan” dihapuskan oleh RUU. terkait pengakuan MHA sesuai dengan
Pasal 18B ayat(2) UUD NRI 1945, termasuk
9. Pelonggaran pengaturan terkait UU No.20 kriterianya.
Tahun 2011 tentang Rumah Susun
Pasal 16 ayat (4) UU tentang persyaratan Bidang 9, Ketentuan Investasi Pemer-
pembangunan rumah susun (rusun) “umum” intah dan Percepatan Proyek Strategis
jika tidak berada dalam satu lokasi kawasan Nasional
rusun komersial wajib dilaksanakan dalam Norma baru dalam UU Cipta Kerja mengatur
satu daerah kabupaten/ kota yang sama. RUUP terkait kemudahan Proyek Strategis Nasional.
melonggarkan aturan ini dengan menambah Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
frasa “dalam satu daerah kabupaten/ kota bertanggung jawab dalam menyediakan lahan
yang berbatasan”. dan bagi proyek strategis nasional dengan
mempertimbangkan prinsip kemampuan
Selain itu Pasal 24 UU terkait dengan keuangan negara dan kesinambungan fiskal.
persyaratan pembangunan rusun yang
meliputi syarat administrasif, teknis, dan Berdasarkan ketentuan di atas pemerintah
ekologis. Dalam RUU Cipta Kerja, persyaratan hanya mempertimbangkan aspek ekonomi
diganti dengan frasa “standar” yang diatur dalam setiap pembangunan. Aspek lain
dengan PP tanpa menyebutkan rambu- seperti sosial dan lingkungan tidak menjadi
rambunya. perhatian. Padahal Indonesia berkomitmen
terhadap Suistanable Development Goals
Perubahan lain menyangkut penggantian IMB (SDGs) yang menempatkan pembangunan
dengan Persetujuan Bangunan Gedung, dan dalam makna yang komprehensif. Tujuan
semua putusan atau pengaturan selanjutnya Pembangunan Berkelanjutan atau SDG’s
dari UU ditarik ke pusat. 2030 tidak hanya mengedepankan pada
Pilar Pembangunan Ekonomi semata,
10. Persoalan terkait UU No. 17 Tahun 2019 melainkan juga Pilar Pembangunan Sosial,
tentang Sumber Daya Air. Pilar Pembangunan Lingkungan, dan Pilar
RUU Cipta Kerja menghapus Pemerintah Pembangunan Hukum dan Tata Kelola.
Daerah sebagai pihak yang diberi wewenang

22 |Catatan Kritis dan Rekomendasi terhadap RUU Cipta Kerja - Fakultas Hukum UGM 2020
23

untuk membahayakan keadaan ekologi atau


Bidang 10, Kawasan Ekonomi lingkungan hidup serta masyarakat di sekitar
Dalam Kawasan Ekonomi pun terdapat kawasan ekonomi.
beberapa pasal terdampak, khususnya
pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor Adanya perubahan nomenklatur Izin
39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Lingkungan dalam UU PPLH yang
Khusus (disingkat UU KEK) dan Undang- diganti dengan Persetujuan Lingkungan
Undang Republik Indonesia Nomor 32 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 RUU
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Cipta Kerja, meninggalkan catatan kritis,
Pengelolaan Lingkungan Hidup (disingkat dimana nomenklatur Izin Lingkungan yang
UU PPLH), seperti pasal-pasal terkait dengan dikenal dalam UU PPLH masuk dalam rezim
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan keputusan tata usaha negara. Hal tersebut
(disingkat AMDAL), Upaya Pengelolaan menjadi sarana yang digunakan untuk menilai
Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan apakah proses AMDAL tersebut memenuhi
Lingkungan Hidup (disingkat UKL-UPL) dan prosedur dan/atau kaidah ilmiah atau
Izin Lingkungan.28 tidak. Apabila hanya menggunakan model
persetujuan lingkungan saja, maka proses
1. Pelemahan Sanksi AMDAL tidak dapat diuji kembali berdasarkan
Pasal 105 RUU Cipta Kerja mengubah Pasal ketentuan substansi atau formalnya.
72 -76 UU PPLH.29 Pengubahan tersebut
berakibat bahwa sanksi administrasi tidak Dengan diadopsinya nomenklatur
memiliki ketegasan dalam pengawasannya. persetujuan lingkungan yang memiliki ciri
Dengan demikian Pemberian sanksi dalam yang berbeda dengan izin lingkungan,
Pasal 105 RUU Cipta Kerja tergolong status AMDAL yang dapat dikatakan menjadi
memudahkan dikarenakan pemberlakuan pelengkap dan bukan menjadi yang
sanksi administrasi tidak diikuti dengan prasyarat utama dalam izin lingkungan. Selain
sanksi lain seperti penutupan lahan maupun itu dengan dihilangkannya Komisi Penilai
pembekuan lahan atas pelanggaran dalam Amdal menjadi penilaian oleh pemerintah
Selain itu, memberlakuan sanksi dalam Pasal pusat, AMDAL tidak lagi dinilai menggunakan
105 RUU Cipta Kerja ini dinilai kurang tegas kriteria scientific review yang obyektif namun
dan terlalu berpihak kepada pelaku usaha berganti menjadi bureaucratic review. Hal
dalam hal ini adalah pemilik perkebunan.30 ini semakin mengabaikan aspek lingkungan
sebagai salah satu aspek pembangunan
2. Penghapusan AMDAL berkelajutan.
Pasal 142 RUU Cipta Kerja ini menghapus
ketentuan tentang keharusan adanya iii. permasalahan lainnya adalah
AMDAL dalam melakukan usaha. Sebagai penyederhanaan kriteria penentuan lokasi
gantinya, akan digunakan rezim “Persetujuan Kawasan Ekonomi Khusus (disingkat KEK)
lingkungan” sebagaimana termaktub dalam dan penyederhanaan prosedur pengusulan
Pasal 23 RUU. Penyederhanaan ini berpotensi yang tidak lagi dilakukan berjenjang (Pasal
28 vide Pasal 142 RUU Cipta Kerja. 142 RUU CiptaKerja). Hal ini berpotensi untuk
29 Pasal 105 Rancangan Undang-Undang tentang Cipta Kerja.
30 “Dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja, Pemda Tak Lagi
memunculkan ketidaksinkronan penataan
Berwenang Urus Amdal”, Kompas Nasional. Diambil dari https:// kawasan antara pusat dan daerah.
nasional.kompas.com/read/2020/02/14/12193881/dalam-ruu-
omnibus-law-cipta-kerja-pemda-tak-lagi-berwenang-urus-amdal.

Catatan Kritis dan Rekomendasi terhadap RUU Cipta Kerja - Fakultas Hukum UGM 2020 | 23
III. Analisis terhadap metodologi dipertanyakan. RUU ini mendasarkan
dan paradigma RUU Cipta Kerja argumentasi akademisnya dari pendekatan
Isi dari RUU telah dibahas dalam bagian pembangunan yang semata-mata dimaknai
sebelumnya. Bagian ini akan lebih di ranah ekonomi. Tendensi ini adalah
menganalisa apa sesungguhnya raison d’etre kemunduran dari pendekatan pembangunan
dari RUU Cipta Kerja. Argumentasi akademi yang sudah mengarah pada inklusivitas
RUU ini dapat dilihat di dalam Naskah dengan model pembangunan berkelanjutan
Akademik (NA) yang diharapkan dapat (sustainable development).
menjelaskan argumentasi filosofis, sosiologis
maupun yuridis dari RUU tersebut. Dengan cara pandang pembangunan
ekonomi, penanam modal dianggap
Kajian ini menemukan secara akademik sebagai agen utama pembangunan.
pembahasan filosofis, sosiologi dan yuridis Sebagai agen utama, penanam modal
tentang urgensi RUU Cipta Kerja sangat mendapatkan perlakukan istimewa dengan
tidak memadai. Terlebih karena metode kemudahan-kemudahan dan insentif yang
penyusunan dari Naskah Akademis sangat disediakan melalui peraturan (lihat bidang
terbatas pilihan metodologisnya pada kemudahan investasi). Dengan pendekatan
metode penelitian yang bersifat normatif pembangunan ekonomi semata, Negara
bukan empiris. Argumentasi-argumentasi yangcenderung bertugas untuk memastikan
yang disusun relatif berdasarkan data statistik target-target pertumbungan ekonomi
yang masih lemah dan perlu diuji hubungan terpenuhi, akan menjadi abai terhadap
satu dan lainnya. kebutuhan dan aspirasi kelompok sosial
lainnya. Pelaku usaha dipersempit maknanya
Secara metode, penyusunan RUU dengan sebatas pada mereka yang memiliki modal
menggunakan pendekatan omnibus, metode semata, bukan kelompok-kelompok yang
satu untuk semua, perlu dicermati. Di satu sisi mendukung jalannya roda perekonomian
metode ini memiliki beberapa keunggulan (seperti pekerja laki dan perempuan atau
untuk dapat dengan cepat merapihkan dan masyarakat sekitar usaha). Bahkan kontribusi
mengharmonisasikan undang-undang yang kelompok-kelompok ini dipinggirkan dan
tumpang tindih dan tidak beraturan. Di sisi dianggap tidak penting dalam kacamata RUU
lain, metode ini menimbulkan komplikasi jika Cipta Kerja (lihat pembahasan dalam bidang
substansi yang diatur sangat luas. ketenagakerjaan dan izin berusaha).

RUU Cipta Kerja menggabungkan 11 Lebih lanjut, partisipasi masyarakat atau


(sebelas) kluster yang memiliki corak dan kelompok sosial lainnya dalam perencanaan
paradigma hukum yang tak seragam. pembangunan dianggap sebagai
Sebagaimana terlihat dalam pembahasan penghambat investasi, contohnya dalam
per bidang, penggabungan ini menimbulkan proses Amdal. Semestinya, partisipasi
permasalahan yang serius, menganulir masyarakat harus dilihat sebagai proses
pengaturan lainnya atau bahkan tumpang penting untuk memperoleh lisensi sosial
tindih. (social lisence) dari masyarakat terkena
dampak, masyarakat terkena pengaruh,
Selain itu, paradigma RUU ini pun patut dan juga organisasi lingkungan, yang justru
berperan vital bagi keberlanjutan investasinya.

24 |Catatan Kritis dan Rekomendasi terhadap RUU Cipta Kerja - Fakultas Hukum UGM 2020
25

Kuatnya pendekatan ekonomi dalam RUU Secara yuridis keberadaan RUU ini
ini tercermin dari cara pandang peraturan dimaksudkan untuk mengatasi overregulated
perundang-undangan menggunakan and overlapping peraturan-perundang-
pendekatan untung-rugi. Berdasarkan teori undangan. Dalam kenyataan RUU ini
analisa ekonomi atas hukum (economic mensyaratkan adanya sekitar 500 aturan
analysis of law), kualitas hukum di suatu negara turunan yang menjadikannya hyper-regulated
akan dinilai dari sejauh mana hukum tersebut dan semakin menambah kompleksitas
mampu memujudkan efisiensi.31 Hukum permasalahan di tataran normatif.
tidak lagi dinilai dari kemampuannya dalam
memberikan keadilan dan perlindungan IV. Penutup
sosial dan lingkungan sehingga perlindungan Berdasarkan uraian di atas, Tim Fakultas Hukum
ini kemudian diarahkan menggunakan Universitas Gadjah Mada menarik beberapa
pendekatan berbasis risiko. Bersandar pada kesimpulan. Pertama, RUU Cipta Kerja
asumsi Ronald Coase dalam The Problem memiliki permasalahan-permasalahan krusial
of Social Cost, penyusun Naskah Akademik apabila ditinjau dari aspek metodologis,
melihat bahwa jaminan perlindungan atas paradigma dan substansi pengaturan di
kepemilikan investor dan biaya transaksi sosial dalam bidang-bidang kebijakan.
dan lingkungan yang rendah akan membuat
para pihak mengadopsi solusi yang paling Kedua, tim menyadari bahwa menciptakan
efisien dalam mengatasi risiko.32 Ilustrasinya, iklim investasi yang kondusif untuk
apabila pencemaran terjadi maka akan mewujudkan pembangunan memang
diselesaikan antara perusahaan pencemar penting namun seyogyanya upaya ini perlu
dan masyarakat korban pencemaran melalui dibangun dengan tidak mengabaikan prinsip
solusi yang paling murah. Dengan demikian pembangunan berkelanjutan (sustainable
RUU ini secara nafasnya adalah untuk development).
penyediaan kemudahan berivestasi dengan
mengorbankan risiko-risiko yang bersifat Ketiga, terdapat kontradiksi bahwa di satu
jangka panjang. sisi RUU ini dibuat dengan maksud untuk
mengatasi permasalahan over-regulated
Selain itu, demi kemudahan investasi proses- dan over-lapping pengaturan bidang terkait
proses perizinan dipusatkan kembali ke pembangunan dan investasi, namun di
Presiden atau pemerintah pusat. Kewenangan sisi lain, RUU Cipta Kerja mensyaratkan
otonomi daerah dikurangi (lihat pembahasan adanya sekitar 500 aturan turunan sehingga
administrasi pemerintahan). Padahal otonomi berpotensi melahirkan hyper-regulated dan
daerah merupakan upaya untuk mendekatkan pengaturan yang jauh lebih kompleks.
pengambilan keputusan kepada masyarakat
yang terkena dampak sehingga keputusan Keempat, partisipasi merupakan aspek
yang diambil menjadi partisipatif dan penting dalam penyusunan peraturan
demokratis. Hal ini sesuai dengan Asas perundang-undangan yang menyangkut
Subsidiaritas. kepentingan masyarakat luas.
31 Tor Krever ,“Quantifying Law: Legal Indicator Projects and
the Reproduction of Neoliberal Common Sense,” Third World
Quarterly, Vol. 34 (1), 2013, hlm. 142.
32 Ronald Coase, “The Problem of Social Cost,” Law & Economics,
Oleh karena itu, Tim FH UGM
Vol. III, Oktober, 1960, hlm. 1-44.

Catatan Kritis dan Rekomendasi terhadap RUU Cipta Kerja - Fakultas Hukum UGM 2020 | 25
merekomenasikan bahwa RUU Cipta Kerja Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 2009
perlu ditarik kembali oleh pemerintah karena tentang Perlindungan Lahan Pertanian
membutuhkan penyusunan ulang dengan Pangan Berkelanjutan
melibatkan berbagai unsur masyarakat di Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2011
dalamnya. tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman
Referensi; Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2012
Achmad Dirwan, 2011, Laporan Akhir Tim tentang Pengadaan Tanah bagi
Pengkajian Hukum Tentang Pengembangan Pembangunan untuk Kepentingan
Dan Pemanfaatan Industri Strategis Untuk Umum
Pertahanan, Jakarta: Tim Pengkajian Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun
Hukum Badan Pembinaan Hukum Nasional 2014 tentang Panas Bumi
Kementerian Hukum dan HAM RI. Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 2014
BPHN, 2020, Naskah Akademik RUU Cipta tentang Perkebunan
Lapangan Kerja, Jakarta, BPHN. Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun
Ronald Coase, “The Problem of Social Cost,” Law 2019 tentang Sumber Daya Air.
& Economics, Vol. III, Oktober, 1960, hlm. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun
1-44. 2015 tentang Pengupahan.
Tor Krever, “Quantifying Law: Legal Indicator Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016
Projects and the Reproduction of Neoliberal tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup
Common Sense,” Third World Quarterly, dan Bidang Usaha yang Terbuka.
Vol. 34 (1), 2013, hlm. 142.
Internet:
Peraturan Perundang-Undang: EPA, “Risk-based licencing”, https://www.epa.nsw.
Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1960 gov.au/licensing-and-regulation/licensing/
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok environment-protection-licences/risk-based-
Agraria licensing diakses pada 2 Maret 2020.
Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2002 Fabian Januarius Kurado, “Dalam RUU
tentang Bangunan Gedung. Omnibus Law Cipta Kerja, Pemda Tak
Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 Lagi Berwenang Urus Amdal”, Kompas
tentang Ketenagakerjaan Nasional, https://nasional.kompas.com/
Undang-Undang RI Nomor 40 Tahun 2004 read/2020/02/14/12193881/dalam-ruu-
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional omnibus-law-cipta-kerja-pemda-tak-lagi-
Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2007 berwenang-urus-amdal, diakses 10/3/20
tentang Penanaman Modal
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2008
tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2009
tentang Mineral dan BatuBara (UU Minerba)
Undang-Undang RI Nomor 30 Tahun 2009
tentang UU Ketenagalistrikan
Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan

26 |Catatan Kritis dan Rekomendasi terhadap RUU Cipta Kerja - Fakultas Hukum UGM 2020

Anda mungkin juga menyukai