Disusun Oleh :
1
KATA PENGANTAR
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................2
A. Latar Belakang................................................................................................................2
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................3
C. Tujuan.............................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................4
BAB IV PENUTUP.................................................................................................................12
A. Kesimpuulan.................................................................................................................12
B. Saran.............................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
4
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu pengertian Polri dan Tugas serta wewenang nya?
2. Apa itu pengertian Kejaksaan dan Tugas serta wewenang nya?
3. Apa itu pengertian KPK dan Tugas serta wewenang nya?
4. Apa itu pengertian Pengadilan Tipikor dan Tugas serta wewenang nya?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui apa itu Polri dan tugas serta wewenangnya
2. Untuk mengetahui apa itu Kejaksaan dan tugas serta wewenangnya
3. Untuk mengetahui apa itu KPK dan tugas serta wewenangnya
4. Untuk mengetahui apa itu Pengadilan Tipikor dan tugas serta wewenangnya
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
2. Tugas dan Wewenang Polri
7
B. KEJAKSAAN
1. Pengertian Kejaksaan
UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan R.I. juga telah mengatur tugas dan
wewenang Kejaksaan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 30, yaitu:
1) Melakukan penuntutan;
2) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
3) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana
bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan bersyarat;
4) Melaksanakan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu
berdasarkan undang-undang;
8
5) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan
pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam
pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
b. Di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus
dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama
negara atau pemerintah
c. Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, Kejaksaan turut
menyelenggarakan kegiatan:
3. Motto Kejaksaan
a. Satya, yang artinya kesetiaan yang bersumber pada rasa jujur, baik terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, terhadap diri pribadi dan keluarga, maupun kepada
sesama manusia.
b. Adhi, yang artinya kesempurnaan dalam bertugas dan berunsur utama
pemilikan rasa tanggung jawab, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
terhadap keluarga, dan terhadap sesama manusia.
c. Wicaksana, yang artinya bijaksana dalam tutur kata dan tingkah laku,
khususnya dalam pengetrapan kekuasaan dan kewenangan
9
C. KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK)
1. Pengertian KPK
10
2. Tugas dan Wewenang KPK
a. Koordinasi
Dalam menjalankan tugas koordinasi, KPK berkoordinasi dengan
instansi yang terkait dengan tugas pemberantasan dan pencegahan tindak
pidana korupsi. Antara lain: Kejaksaan, Kepolisian, Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),
Inspektorat Jenderal (Itjen), dan Badan Pengawas Daerah (Bawasda).Dalam
melaksanakan tugas koordinasi itu, KPK berwenang:
1) Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
tindak pidana korupsi•Menetapkan sistem pelaporan dalam
kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi;
2) Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak
pidana korupsi kepada instansi terkait;
3) Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi
yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana
korupsi; dan
4) Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak
pidana korupsi.Dalam bidang penindakan, KPK melaksanakan
tugas koordinasi, terutama terhadap penanganan perkara tindak
pidana korupsi oleh Kepolisian dan Kejaksaan. Bentuk kegiatan
yang dilakukan sesuai ketentuan Pasal 50 Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002
5) Menetapkan sistem pelaporan penanganan perkara dari
Kepolisian dan Kejaksaan ke KPK,
6) Meminta/mendapatkan informasi ke/dari Kepolisian dan
Kejaksaan tentang telah dilaksanakannya Penyidik perkara tindak
pidana korupsi dengan media informasi berupa penyampaian
Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke/dari
Kepolisian dan Kejaksaan,
7) Meminta/mendapatkan informasi ke/dari Kepolisian dan
Kejaksaan tentang perkembangan penanganan perkara yang telah
dilakukan Penyidikan
b. Supervisi
Sementara dalam melakukan supervisi, KPK melakukan pengawasan,
penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan
wewenang di bidang pemberantasan tindak pidana korupsi serta instansi yang
melaksanakan pelayanan publik.Berkaitan dengan pelaksanaan tugas
supervisi tersebut, KPK dapat mengambil alih penyidikan atau penuntutan
terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh
Kepolisian atau Kejaksaan. Pengambilalihan tersebut diperbolehkan, dengan
alasan sebagai berikut:
1) Laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak
ditindaklanjuti;
2) Proses penanganan tindak pidana korupsi secara berlarut-larut
atau tertunda-tunda tanpa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan;•Penanganan tindak pidana korupsi
ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi yang
sesungguhnya;
3) Penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi;
11
4) Hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur
tangan dari eksekutif, yudikatif, atau legislatif; atau
5) Keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau
kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan
secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pelaksanaan kegiatan supervisi selama ini dilakukan dengan dua cara,
yaitu supervisi secara umum dan secara khusus.Supervisi secara umum
dilakukan terhadap penanganan kasus/perkara tindak pidana korupsi oleh
Kepolisian dan Kejaksaan.
Supervisi umum tersebut dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan
koordinasi dengan jajaran Kepolisian dan Kejaksaan yang dilakukan per
wilayah provinsi. Pada saat itulah supervisi secara umum bisa diberikan
terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul, baik teknis maupun non
teknis yang dihadapi oleh jajaran Kepolisian dan Kejaksaan dalam
penanganan perkara di wilayahnya.
Supervisi secara khusus bisa dilakukan, baik atas permintaan dari
Kejaksaan/ Kepolisian maupun atas inisiatif KPK, terkait penanganan
perkara-perkara yang sedang ditangani oleh Kepolisian dan Kejaksaan.
Supervisi khusus ini dilakukan, jika Pimpinan KPK memiliki pertimbangan
bahwa perkara tersebut perlu mendapat supervisi secara khusus.
c. Penyelidikan
Penyidikan, dan PenuntutanDi samping melakukan tugas Koordinasi
dan Supervisi (Korsup) terhadap penanganan perkara dugaan tindak pidana
korupsi dengan Kepolisian dan Kejaksaan, KPK juga melaksanakan kegiatan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sendiri.Tetapi, tidak semua tindak
pidana korupsi bisa ditangani KPK. Berdasarkan Pasal 11 UU Nomor 30
Tahun 2002, kriteria korupsi yang bisa ditangani KPK adalah:
1) Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara Negara, dan
orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi
yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara
Negara;
2) Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau
3) Menyangkut kerugian Negara paling sedikit Rp1 miliar.
12
d. Pencegahan
Analog dengan penyakit, memberantas korupsi tidak bisa dilakukan
hanya melalui tindakan kuratif (pengobatan). Tak kalah penting adalah tindakan
preventif, yakni segala upaya yang berkaitan dengan aspek pencegahan.Meski
terkesan kurang “menarik” atau kurang “atraktif”, namun sejatinya pencegahan
merupakan terapi yang cukup ampuh dalam pemberantasan korupsi.
Pemberantasan korupsi melalui pencegahan lebih bersifat “jangka panjang”,
karena antara lain terkait dengan penanaman nilai-nilai antikorupsi dan
pembentukan karakter.
Hal ini berbeda dengan upaya penindakan, yang lebih bersifat shock
therapy dan penumbuhan efek jera.Dalam menjalankan tugas pencegahan
tersebut, KPK berwenang melaksanakan langkah atau upaya pencegahan
sebagai berikut:
1) Melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta
kekayaan penyelenggara Negara;
2) Menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi;
3) Menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada setiap
jenjang pendidikan;
4) Merancang dan mendorong terlaksananya program sosialisasi
pemberantasan tindak pidana korupsi;
5) Melaksanakan kampanye antikorupsi kepada masyarakat umum;
6) Melakukan kerja sama bilateral atau multilateral dalam
pemberantasan tindak pidana korupsi.
Di antara berbagai kewenangan tersebut, pendaftaran dan pemeriksaan
terhadap LHKPN memiliki peran cukup strategis. LHKPN bisa menjadi media
kontrol bagi pejabat dan penyelenggara negara, karena bisa mencerminkan
berapa banyak penambahan kekayaannya pada saat menduduki jabatan publik
dalam rentang waktu tertentu.
13
Khusus untuk Pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak
pidana korupsi yang dilakukan oleh Warga Negara Indonesia di luar wilayah negara
Republik Indonesia.
a. Penegasan pembagian tugas dan wewenang antara ketua dan wakil ketua
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi;
b. Mengenai komposisi majelis Hakim dalam pemeriksaan di sidang pengadilan
baik pada tingkat pertama, banding maupun kasasi;
c. Jangka waktu penyelesaian pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi pada
setiap tingkatan pemeriksaan;
d. Alat bukti yang diajukan di dalam persidangan, termasuk alat bukti yang
diperoleh dari hasil penyadapan harus diperoleh secara sah berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
e. Adanya kepaniteraan khusus untuk Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Saran dari kelompok kami adalah Lembaga-lembaga diatas sebagai lembaga
yang menjalankan tugas sebagai memberantas korupsi di Indonesia yang serasa
sudah akut sehingga harus dikupas tuntas hingga ke akarnya, tapi dalam praktiknya
lembaga tersebut dihadapkan kepada persoalan persoalan yang menyulitkan atau
membuat lembaga-lembaga tersebut menjadi lemah dalam menjalankan tugas dan
wewenang nya .
Tentunya kita sebagai rakyat jangan hanya diam, tetapi kita juga harus aktif
dalam upaya pencegahan maupun ketika ada tindakan korupsi disekeliling kita,
minimal kita dapat menegur ataupun kita bisa melaporkan tindakan tersebut ke
pihak berwajib jikalau dirasa harus.
15
DAFTAR PUSTAKA
KPK. (2016). “Modul Kelembagaan KPK untuk Umum”. Jakarta: Direktorat Pendidikan dan
Pelayanan Masyarakat
https://id.wikipedia.org/wiki/Kejaksaan_Republik_Indonesia
https://pospolisi.wordpress.com/2012/11/03/tugas-dan-wewenang-polri/
Prakoso, Djoko. Polri Sebagai Penyidik Dalam Penegakan Hukum. Jakarta :Bina
Aksara.1987
https://id.wikipedia.org/wiki/Pengadilan_Tindak_Pidana_Korupsi#cite_note-
UU_Nomor_46_Tahun_2009_tentang_Pengadilan_Tindak_Pidana_Korupsi-1
http://masriadimuhammad.blogspot.com/2015/05/peran-dan-wewenang-polri-serta-jaksa.html
16