DISUSUN OLEH:
Sela Viana Imas Isnaeni
1911040035
6. Penatalaksanaan
a. Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan;lepaskan
gigi palsu,pertahankan tulang servikal segaris dgn badan dgnmemasang collar
cervikal,pasang guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jikacedera orofasial
mengganggu jalan nafas,maka pasien harus diintubasi.
b. Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jikatidak
beri O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki danatasi
cedera dada berat spt pneumotoraks tensif,hemopneumotoraks.Pasang
oksimeter nadi untuk menjaga saturasi O2minimum 95%. Jika jalan nafas
pasien tidak terlindung bahkan terancan/memperoleh O2 ygadekuat ( Pa
O2>95% dan Pa CO2<40% mmHg serta saturasi O2 >95%)atau muntah maka
pasien harus diintubasi serta diventilasi oleh ahlianestesi.
c. Menilai sirkulasi : otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan semua
perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera
intraabdomen/dada.Ukur dan catat frekuensi denyut jantung dan tekanan darah
pasang EKG.Pasang jalur intravena yg besar.Berikan larutan koloidsedangkan
larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi edema.
d. Obati kejang : Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan
harusdiobati mula-mula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan
dandpt diulangi 2x jika masih kejang. Bila tidak berhasil diberikan
fenitoin15mg/kgBB.
e. Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB6.Pada semua pasien dengan
cedera kepala dan/atau leher,lakukan fototulang belakang servikal ( proyeksi
A-P,lateral dan odontoid ),kolar servikalbaru dilepas setelah dipastikan bahwa
seluruh keservikal C1-C7normal7.Pada semua pasien dg cedera kepala sedang
dan berat :- Pasang infus dgn larutan normal salin ( Nacl 0,9% ) atau RL
cairanisotonis lebih efektif mengganti volume intravaskular daripada
cairanhipotonis dan larutan ini tdk menambah edema cerebri- Lakukan
pemeriksaan : Ht, periksa darah perifer lengkap, trombosit, kimia darah.
7. Komplikasi
a. Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut koma. Pada situasi
ini secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah 16 masa
ini penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainnya memasuki
vegetatife state. Walaupun demikian penderita masih tidak sadar dan tidak
menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita pada vegetatife state lebih dari
satu tahun jarang sembuh.
b. Kejang/Seizure
Penderita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-
kurangnya sekali kejang pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun
demikian, keadaan ini berkembang menjadi epilepsy
c. Infeksi
Fraktur tulang tengkorak atau luka terbuka dapat merobekkan membran
(meningen) sehingga kuman dapat masuk infeksi meningen ini biasanya
berbahaya karena keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke system
saraf yang lain.
d. Hilangnya kemampuan kognitif
Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori
merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala
mengalami masalah kesadaran.
e. Penyakit Alzheimer dan Parkinson
Pada khasus cedera kepala resiko perkembangan terjadinya penyakit
Alzheimer tinggi dan sedikit terjadi Parkinson. Resiko akan semakin tinggi
tergantung frekuensi dan keparahan cedera.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto polos tengkorak (skull X-ray)
b. Angiografi serebral
c. Pemeriksaan MRI
d. CT scan: Indikasi muntah-muntah, penurunan GCS lebih dari 1 point, adanya
laterasi dan bradikardi (nadi<60x/menit), fraktur impresi dengan lateralisasi
tidak sesuai, tidak ada perubahan selama 3 hari perawatan dan luka tembus
benda tajam/peluru.Pemeriksaan diagnostica.
e. Laboratorium GDA untuk menentukan adanya masalah ventilasi atau
oksigenasi dan peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
f. Kimia/elektrolit serum dapat menunjukkan ketidakseimbangan yang
memperberat peningkatan TIK, sedangkan peningkatan laju dari metabolisme
dan diaforesis dapat menyebabkan hipernatremia.
g. Prosedur Diagnostik EEG
9. Diagnosa keperawatan
1) Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
2) Nyeri akut
10. Intervensi keperawatan
1) Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
Identifikasi penyebab TIK
Monitor status pernafasan
Meminimalkan stimulus
Berikan posisi semifowler
Cegah terjadinya kejang
Pertahankan suhu normal
2) Nyeri akut
Observasi nyeri secara komprehensif
Identifikasi reaksi non verbal
Berikan teknik non farmakologi
Kontrol lingkungan
Jelaskan strategi meredakan nyeri
Kolaborasi pemberian analgesik
Daftar Pustaka
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika
Brain Injury Association of America. (2006). Types of Brain Injury.
http://www.biausa.org/pages/type of brain injury. html. [Accessed 13 September
2013].
Ginsberg, Lionel. 2007. Lecture Notes: Neurology. Jakarta: Erlangga
Muttaqin, Arif, 2008. Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Saputra, Lyndon (alih bahasa). 2009. Kapita Selekta Kedokteran Klinik.
Tangerang: Binarupa Aksara Publisher.
Tarwoto, Wartonah, Suryati, 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta: Sagung Seto.