DOSEN PEMBIMBING:
Ns. Tinneke Tololiu, M.Kep.
DISUSUN OLEH:
Gabrielle L. A. Raranta
1
TINJAUAN TEORI
A. Definisi Halusinasi
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi, suatu penyerapan
panca indera tanpa ada rangsangan dari luar (Maramis, 2005). Pengertian
yang hampir sama, yaitu menurut Varcarolis (Yosep, 2009), halusinasi
didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak
terdapat stimulus, dan menurut Kusuma (1997), halusinasi adalah persepsi
sensoris yang palsu yang terjadi tanpa adanya stimulus eksternal, dimana
keadaan tersebut dibedakan dari ilusi, yang merupakan kekeliruan persepsi
terhadap stimuli yang nyata.
2
B. Faktor Penyebab Halusinasi
Menurut Stuart dan Laraia (2001), faktor-faktor yang menyebabkan
klien gangguan jiwa mengalami halusinasi adalah sebagai berikut :
a. Faktor Predisposisi
1. Faktor genetis
Secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui kromosom-
kromosom tertentu. Namun demikian, kromosom ke berapa yang
menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam
tahap penelitian. Anak kembar identik memiliki kemungkinan
mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami
skizofrenia, sementara jika dizigote, peluangnya sebesar 15%.
Seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia
berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang
tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35%.
2. Faktor neurobiologis
Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan
fungsi otak yang abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak
normal, khususnya dopamin, serotonin, dan glutamat.
a) Studi neurotransmitter
Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya
ketidakseimbangan neurotransmitter. Dopamin berlebihan,
tidak seimbang dengan kadar serotonin.
b) Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ketiga kehamilan dapat
menjadi faktor predisposisi skizofrenia.
c) Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi
skizofrenia antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang
pencemas, terlalu melindungi, dingin, dan tak berperasaan,
sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.
b. Faktor Presipitasi
3
1. Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima
dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2. Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu.
3. Kondisi kesehatan, meliputi : nutrisi kurang, kurang tidur,
ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obat
sistem syaraf pusat, kurangnya latihan, hambatan untuk
menjangkau pelayanan kesehatan.
4. Lingkungan, meliputi : lingkungan yang memusuhi, krisis masalah
di rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan
kebiasaan hidup, pola aktivitas sehari-hari, kesukaran dalam
hubungan dengan orang lain, isolasi social, kurangnya dukungan
sosial, tekanan kerja, kurang ketrampilan dalam bekerja,
stigmatisasi, kemiskinan, ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
5. Sikap/perilaku, meliputi : merasa tidak mampu, harga diri rendah,
putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, kehilangan kendali diri,
merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang, bertindak tidak
seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya
kernampuan sosialisasi, perilaku agresif, ketidakadekuatan
pengobatan, ketidakadekuatan penanganan gejala.
C. Jenis Halusinasi
Stuart dan Laraia (2001), membagi halusinasi menjadi tujuh jenis,
meliputi: halusinasi pendengaran (auditory), halusinasi penglihatan (visual),
halusinasi penghidu (olfactory), halusinasi pengecapan (gustatory), halusinasi
perabaan (tactile), halusinasi cenesthetic, dan halusinasi kinesthetic.
Karakteristik masing-masing jenis halusinasi adalah sebagai berikut :
a) Halusinasi pendengaran, seperti mendengar suara-suara atau
kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang
kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan
sampai ke percakapan lengkap antara dua orang atau lebih tentang
orang yang mengalarni halusinasi. Pikiran yang terdengar di mana klien
4
mendengar perkataan bahwa pasien disuruh untuk melakukan sesuatu,
kadang-kadang dapat membahayakan.
b) Halusinasi penglihatan, stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya,
gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks.
Bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan seperti melihat
monster.
c) Halusinasi penghidu, klien membaui bau-bauan tertentu seperti bau
darah, urin, atau feses, umumnya bau-bauan yang tidak rnenyenangkan.
Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang atau demensia.
d) Halusinasi pengecapan, klien merasa mengecap rasa seperti rasa darah,
urin atau feses.
e) Halusinasi perabaan, dimana klien mengalami nyeri atau
ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas, seperti rasa tersetrum
listrik yang datang dari tanah, benda mati, atau orang lain.
f) Halusinasi cenesthetic, yaitu merasakan fungsi tubuh seperti aliran
darah di vena atau arteri, pencernaan makanan, atau pembentukan urin.
g) Halusinasi kinesthetic, yaitu merasakan pergerakan sementara berdiri
tanpa bergerak.
D. Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan
keparahannya. Stuart dan Laraia (dalam Stuart dan Sundeen, 2006), membagi
fase halusinasi dalam 4 fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan
kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasi,
klien semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh
halusinasinya.
5
sedang, secara takut serta mencoba untuk menggerakkan bibir
umum, halusinasi berfokus pada penenangan tanpa menimbulkan
bersifat pikiran untuk mengurangi suara, pergerakan
menyenangkan ansietas. Individu mata yang cepat,
mengetahui bahwa pikiran respon verbal yang
dan pengalaman sensori lambat, diam dan
yang dialaminya tersebut dipenuhi oleh sesuatu
dapat dikendalikan jika yang mengasyikkan.
ansietasnya bias diatasi
(Non psikotik)
Fase II : Pengalaman sensori bersifat Peningkatan sistem
Condemning- menjijikkan dan syaraf otonom yang
ansietas tingkat menakutkan, klien mulai menunjukkan
berat, secara lepas kendali dan mungkin ansietas, seperti
umum, halusinasi mencoba untuk peningkatan nadi,
menjadi menjauhkan dirinya dengan pernafasan, dan
menjijikkan sumber yang dipersepsikan. tekanan darah;
Klien mungkin merasa penyempitan
malu karena pengalaman kemampuan
sensorinya dan menarik diri konsentrasi, dipenuhi
dari orang lain. dengan pengalaman
(Psikotik ringan) sensori dan
kehilangan
kemampuan
membedakan antara
halusinasi dengan
realita.
Fase III : Klien berhenti Cenderung
Controlling- menghentikan perlawanan mengikuti petunjuk
ansietas tingkat terhadap halusinasi dan yang diberikan
berat, pengalaman menyerah pada halusinasi halusinasinya
sensori menjadi tersebut. Isi halusinasi daripada
berkuasa menjadi menarik, dapat menolaknya,
berupa permohonan. Klien kesukaran
6
mungkin mengalarni berhubungan dengan
kesepian jika pengalaman orang lain, rentang
sensori tersebut berakhir. perhatian hanya
(Psikotik) beberapa detik atau
menit, adanya tanda-
tanda fisik ansietas
berat : berkeringat,
tremor, tidak mampu
mengikuti petunjuk.
1 2 3
Fase IV: Pengalaman sensori Perilaku menyerang-
Conquering menjadi mengancam dan teror seperti panik,
Panik, umumnya menakutkan jika klien tidak berpotensi kuat
halusinasi mengikuti perintah. melakukan bunuh
menjadi lebih Halusinasi bisa berlangsung diri atau membunuh
rumit, melebur dalam beberapa jam atau orang lain, Aktivitas
dalam hari jika tidak ada fisik yang
halusinasinya intervensi terapeutik. merefleksikan isi
(Psikotik Berat) halusinasi seperti
amuk, agitasi,
menarik diri, atau
katatonia, tidak
mampu berespon
terhadap perintah
yang kompleks, tidak
mampu berespon
terhadap lebih dari
satu orang.
Sumber : Stuart, 2006
E. Penatalaksanaan
Menurut Keliat (2011), tindakan keperawatan untuk membantu klien
mengatasi halusinasinya dimulai dengan membina hubungan saling percaya
dengan klien. Hubungan saling percaya sangat penting dijalin sebelum
7
mengintervensi klien lebih lanjut. Pertama-tama klien harus difasilitasi untuk
merasa nyaman menceritakan pengalaman aneh halusinasinya agar informasi
tentang halusinasi yang dialami oleh klien dapat diceritakan secara
konprehensif. Untuk itu perawat harus memperkenalkan diri, membuat
kontrak asuhan dengan klien bahwa keberadaan perawat adalah betul-betul
untuk membantu klien. Perawat juga harus sabar, memperlihatkan
penerimaan yang tulus, dan aktif mendengar ungkapan klien saat
menceritakan halusinasinya. Hindarkan menyalahkan klien atau
menertawakan klien walaupun pengalaman halusinasi yang diceritakan aneh
dan menggelikan bagi perawat. Perawat harus bisa mengendalikan diri agar
tetap terapeutik.
Menurut Keliat (2011), ada beberapa cara yang bisa dilatihkan kepada
klien untuk mengontrol halusinasi, meliputi :
1. Menghardik halusinasi.
Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya, klien
harus berusaha melawan halusinasi yang dialaminya secara internal juga.
Klien dilatih untuk mengatakan, ”tidak mau dengar...., tidak mau lihat”.
Ini dianjurkan untuk dilakukan bila halusinasi muncul setiap saat. Bantu
8
pasien mengenal halusinasi, jelaskan cara-cara kontrol halusinasi, ajarkan
pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama yaitu menghardik
halusinasi:
2. Berinteraksi dengan orang lain.
Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan sosialnya.
Dengan meningkatkan intensitas interaksi sosialnya, kilen akan dapat
memvalidasi persepsinya pada orang lain. Klien juga mengalami
peningkatan stimulus eksternal jika berhubungan dengan orang lain. Dua
hal ini akan mengurangi fokus perhatian klien terhadap stimulus internal
yang menjadi sumber halusinasinya. Latih pasien mengontrol halusinasi
dengan cara kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain:
3. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian.
Kebanyakan halusinasi muncul akibat banyaknya waktu luang yang tidak
dimanfaatkan dengan baik oleh klien. Klien akhirnya asyik dengan
halusinasinya. Untuk itu, klien perlu dilatih menyusun rencana kegiatan
dari pagi sejak bangun pagi sampai malam menjelang tidur dengan
kegiatan yang bermanfaat. Perawat harus selalu memonitor pelaksanaan
kegiatan tersebut sehingga klien betul-betul tidak ada waktu lagi untuk
melamun tak terarah. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara
ketiga, yaitu melaksanakan aktivitas terjadwal:
4. Menggunakan obat.
Salah satu penyebab munculnya halusinasi adalah akibat
ketidakseimbangan neurotransmiter di syaraf (dopamin, serotonin).
Untuk itu, klien perlu diberi penjelasan bagaimana kerja obat dapat
mengatasi halusinasi, serta bagairnana mengkonsumsi obat secara tepat
sehingga tujuan pengobatan tercapai secara optimal. Pendidikan
kesehatan dapat dilakukan dengan materi yang benar dalam pemberian
obat agar klien patuh untuk menjalankan pengobatan secara tuntas dan
teratur.
Keluarga klien perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan
klien yang mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga.
9
Hal ini penting dilakukan dengan dua alasan. Pertama keluarga adalah
sistem di mana klien berasal. Pengaruh sikap keluarga akan sangat
menentukan kesehatan jiwa klien. Klien mungkin sudah mampu
mengatasi masalahnya, tetapi jika tidak didukung secara kuat, klien bisa
mengalami kegagalan, dan halusinasi bisa kambuh lagi. Alasan kedua,
halusinasi sebagai salah satu gejala psikosis bisa berlangsung lama
(kronis), sekalipun klien pulang ke rumah, mungkin masih mengalarni
halusinasi. Dengan mendidik keluarga tentang cara penanganan
halusinasi, diharapkan keluarga dapat menjadi terapis begitu klien
kembali ke rumah. Latih pasien menggunakan obat secara teratur:
Jenis-jenis obat yang biasa digunakan pada pasien halusinasi adalah:
1. Clorpromazine ( CPZ, Largactile ), Warna : Orange
Indikasi:
Untuk mensupresi gejala – gejala psikosa : agitasi, ansietas,
ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan gejala –
gejala lain yang biasanya terdapat pada penderita skizofrenia, manik
depresi, gangguan personalitas, psikosa involution, psikosa masa
kecil.
Cara pemberian:
Untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral atau suntikan
intramuskuler. Dosis permulaan adalah 25 – 100 mg dan diikuti
peningkatan dosis hingga mencapai 300 mg perhari. Dosis ini
dipertahankan selama satu minggu. Pemberian dapat dilakukan satu
kali pada malam hari atau dapat diberikan tiga kali sehari. Bila gejala
psikosa belum hilang, dosis dapat dinaikkan secara perlahan – lahan
sampai 600 – 900 mg perhari.
Kontra indikasi:
Sebaiknya tidak diberikan kepada klien dengan keadaan koma,
keracunan alkohol, barbiturat, atau narkotika, dan penderita yang
hipersensitif terhadap derifat fenothiazine.
Efek samping:
10
Yang sering terjadi misalnya lesu dan mengantuk, hipotensi
orthostatik, mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi, amenore
pada wanita, hiperpireksia atau hipopireksia, gejala ekstrapiramida.
Intoksikasinya untuk penderita non psikosa dengan dosis yang tinggi
menyebabkan gejala penurunan kesadaran karena depresi susunan
syaraf pusat, hipotensi,ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan
perubahan gambaran irama EKG. Pada penderita psikosa jarang
sekali menimbulkan intoksikasi.
2. Haloperidol ( Haldol, Serenace ), Warna : Putih besar
Indikasi:
Yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilies de la
tourette pada anak – anak dan dewasa maupun pada gangguan
perilaku yang berat pada anak – anak.
Cara pemberian:
Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg sehari yang terbagi menjadi 6 – 15
mg untuk keadaan berat. Dosis parenteral untuk dewasa 2 -5 mg
intramuskuler setiap 1 – 8 jam, tergantung kebutuhan.
Kontra indikasi:
Depresi sistem syaraf pusat atau keadaan koma, penyakit parkinson,
hipersensitif terhadap haloperidol.
Efek samping:
Yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih, gelisah,
gejala ekstrapiramidal atau pseudoparkinson. Efek samping yang
jarang adalah nausea, diare, kostipasi, hipersalivasi, hipotensi, gejala
gangguan otonomik. Efek samping yang sangat jarang yaitu alergi,
reaksi hematologis. Intoksikasinya adalah bila klien memakai dalam
dosis melebihi dosis terapeutik dapat timbul kelemahan otot atau
kekakuan, tremor, hipotensi, sedasi, koma, depresi pernapasan.
3. Trihexiphenidyl ( THP, Artane, Tremin ), Warna: Putih kecil
Indikasi:
11
Untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya gejala
skizofrenia.
Cara pemberian:
Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal sebaiknya rendah ( 12,5
mg ) diberikan tiap 2 minggu. Bila efek samping ringan, dosis
ditingkatkan 25 mg dan interval pemberian diperpanjang 3 – 6 mg
setiap kali suntikan, tergantung dari respon klien. Bila pemberian
melebihi 50 mg sekali suntikan sebaiknya peningkatan perlahan –
lahan.
Kontra indikasi:
Pada depresi susunan syaraf pusat yang hebat, hipersensitif terhadap
fluphenazine atau ada riwayat sensitif terhadap phenotiazine.
Intoksikasi biasanya terjadi gejala – gejala sesuai dengan efek
samping yang hebat. Pengobatan over dosis ; hentikan obat berikan
terapi simtomatis dan suportif, atasi hipotensi dengan levarteronol
hindari menggunakan ephineprine.
(ISO, 2008)
12
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.S
Nama : Ny. S
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 43 th
Suku/bangsa : Ibu Rumah Tangga
Suku/bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Alamat :
Penanggung Jawab
Nama : Tn. K
Umur : 45 th
Pekerjaan : Wiraswasta
Hubungan dengan klien : Suami
Alamat :
pasien merasa mendengar suara atau bisikan yang menyuruh pasien untuk
selalu sholat. Sering melamun dan berbicara sendiri. Pasien sering keluyuran
13
Pasien mengatakan semenjak anaknya meninggal pasien sering
mendengar suara atau bisikan yang menyuruh pasien untuk sholat. Pasien baru
pertama kali dirawat di RSJ, sebelum dirawat di RSJ pasien hanya
mendapatkan obat dari dokter terdekat. Pasien juga mengatakan bahwa
keluarga tidak ada yang mengalami sakit seperti klien.
14
- Inspeksi : Simetris,tidak tampak Ictus Cordis
- Palpasi : Ictus Cordis teraba pada LMCS 1CS ke 5
- Perkusi : Pekak
- Auskultasi : Bunyi jantung S1 lup dan S2 reguler
c. Abdomen
- Inspeksi : Simetris,datar tidak ada lesi
- Auskultasi : Terdengar bising usus 12 xmenit
- Perkusi : Tympani
- Palpasi : Tidak ada massa,tidak ada nyeri tekan
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Keterangan
: Perempuan
: Laki-laki
: Meninggal
: Tinggal serumah
: Pasien Ny S.
a. Pola Asuh
15
Pasien mengatakan dalam mengambil keputusan pasien
selalu dirunding terlebih dahulu dengan suaminya. Pasien juga sering
mendapatkan saran dari suaminya
2. Konsep Diri
a. Citra Diri
16
Pasien mengatakan sebelum anaknya meninggal yaitu orang
terdekatnya adalah kedua dua anaknya karena sering bertemu
dirumah, namun setelah anak yang pertama meninggal pasien hanya
dekat dengan anaknya yang ke 2.
b. Peran Serta dalam Masyarakat
17
Pasien tampak mau melakukan aktivitas sehari-hari di RSJ secara
mandiri, saat berinteraksi tampak pasien mengerak-gerakkan tanganya,
tangannya tampk seperti mengepal.
Masalah Keperawatan : Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
4. Alam Perasaan
18
Perkataan pasien dapat dimengerti dengan baik oleh perawat,
selama interaksi berangsung dapat diketaui bahwa pembicaraan sudah
terarah.
9. Isi Pikir
adalah suaminya
- Jangka saat ini : Pasien masih ingat tadi pagi makan dengan nasi
dan sayur.
12. Tingkat Kosentrasi dan Berhitung
19
Pasien mengatakan menyadari bahwa dirinya sakit dan dibawa ke
RSJ pasien mengatakan pasien sudah sembuh dan segera ingin pulang.
20
Pasien mengatakan di rumah tidak pernah melakukan pekerjaan
rumah.
9. Aktivitas luar Rumah
Pasien mengatakan tidak suka kegiatan diluar rumah.
Mekanisme koping saat ini pasien yaitu adaptif, pasien mampu berbicara
dengan orang lain.
X. ASPEK MEDIS
21
ANALISA DATA
POHON MASALAH
22
Perubahan persepsi sensori : halusinasi
pendengaranm
Isolasi sosial : menarik diri
Penyebab
Diagnosa Keperawatan
Penegakan diagnosa berdasarkan kondisi pasien (Tanda dan gejala
yang ditemui)
Berdasarkan hasil pengkajian data yang ditemukan, maka diagnose
pada Ny. S adalah sebagai berikut :
1. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi Pendengaran (D.0085)
2. Isolasi sosial : Menarik diri (D.0121)
INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan (SDKI) Tujuan & KH (SLKI) Intervensi (SIKI)
23
Subjektif : wilayah,pengekangan
fisik,seklusi)
1. Menyatakan kesal - Diskusikan perasaan
dan respons terhadap
Objektif : halusinasi
- Hindari perdebatan
1. Menyendiri tentang validitas
2. Melamun halusinasi
3. Konsentrasi buruk
4. Disorentasi waktu,tempat, orang 3. Edukasi
atau situasi - Anjurkan memonitor
5. Curiga sendiri situasi
6. Melihat ke satu arah terjadinya halusinasi
7. Mondar-mandir - Anjurkan bicara pada
8. Bicara sendiri orang yang dipercaya
untuk memberi
dukungan dan umpan
balik korektif terhadap
halusinasi
- Anjurkan melakukan
distraksi (mis.
Mendengarkan
musik,melakukan
aktivitas, dan teknik
relaksasi)
- Ajarkan pasien dan
keluarga cara
mengntrol halusinasi
4. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
obat antipsikotik dan
antiansietas, jika perlu.
2. Isolasi sosial : Menarik diri (D.0121) Keterlibatan sosial
Promosi Sosialisasi
Gejala & Tanda Mayor : meningkat (L.13116) (I.13498)
Subjektif : dengan KH : 1. Observasi
- Minat Interaksi yang - Identifikasi
1. Merasa ingin sendirian dalamnya ada kemampuan
2. Merasa tidak aman di tempat umum Verbalisasi tujuan berinteraksi dengan
Objektif : yang jelas dan Minat orang lain
terhadap aktivitas
- Identifikasi hambatan
1. Menarik diri Meningkat dengan melakukan interaksi
2. Tidak berminat/menolak Skor 5 dengan orang lain
berinteraksi dengan orang lain atau - Verbalisasi sosial
lingkungan Meningkat dengan 2. Terapeutik
skor 5 - Motivasi
24
Gejala dan tanda Minor : - Verbalisasi keamanan meningkatkan
Subjektif : ditempat umum keterlibatan dalam
meningkat dengan suatu hubungan
1. Merasa berbeda dengan orang lain skor 5 - Motivasi kesabaran
2. Merasa asyik dengan pikiran - Perilaku menarik diri dalam
sendiri yang didalamnya ada, mengembangkan suatu
3. Merasa tidak mempunyai tujuan Verbalisasi perasaan hubungan
yang jelas berbeda dengan orang - Motivasi
Objektif : lain, Verbalisasi berpasrtisipasi dalam
preokupasi dengan aktivitas baru dan
1. Afek datar pikiran sendiri, Afek kegiatan kelompok
2. Afek sedih murung/Sedih,Perilak - Motivasi berinteraksi
3. Riwayat ditolak u bermusuhan dapat di luar lingkungan
4. Menunjukan permusuhan meningkat dengan (mis.jalan-jalan, ke
5. Tidak mampu memenuhi harapan skor 1 toko buku)
orang lain - Perilaku sesuai dengan - Diskusikan kekuatan
6. Kondisi difabel harapan orang lain dan keterbatasan
7. Tindakan tidak berarti membaik dengan skor dalam berkomunikasi
8. Tidak ada kontak mata 5 dengan orang lain
9. Perkembangan terlambat - Perilaku bertujuan, - Diskusikan
10. Tidak bergairah/lesu kontak mata, dan tugas perencanaan kegiatan
sesuai usia membaik di masa depan
dengan skor 5 - Berikan umpan balik
positif dalam
perawatan diri
- Berikan umpan balik
positif pada setiap
peningkatan
kemampuan
3. Edukasi
- Anjurkan berinteraksi
dengan orang lain
secara bertahap
- Anjurkan ikut serta
kegiatan sosial dan
kemasyarakatan
- Anjurkan berbagi
pengalaman dengan
orang lain
- Anjurkan
meningkatkan
kejujuran diri dan hak
orang lain
- Anjurkan membuat
perencanaan kelompok
25
kecil untuk kegiatan
khusus
- Latih bermain peran
untuk meningkatkan
keterampilan
komunikasi
- Latih mengekspresikan
marah dengan tepat
26
2. Melakukan SP 2 : A= Masalah belum
Bercakap-cakap teratasi
dengan orang lain P= Lanjutkan intervensi
dan lanjut ke SP 3, dan 4
Selasa, 23 Juni 2020 S= -
Jam 08.00 : O = Klien tampak sudah
1. Membina Hubungan sedikit baik
saling percaya A= Masalah belum
2. Melakukan SP 3 : teratasi
P= Lanjutkan intervensi
Melakukan aktivitas
Jam 10.00 :
Melakukan SP 4 :
Mengendalikan
Halusinasi pendengaran
dengan minum obat
Isolasi sosial : Menarik Senin, 22 Juni 2020 S= Klien menanyakan
diri (D.0121) Jam 08.00 : bagaimana cara
dibuktikan dengan : 1. Membina Hubungan bercakap-cakap dengan
DS : saling percaya orang lain, klien banyak
- Klien mengatakan 2. Melakukan SP 1bertanya
dirinya tidak perlu O= Klien SP 1 dan SP 2
dengan cara bercakap-
aktif di masyarakat klien tampak masih pasif
cakap dengan orang tetapi setelah memasuki
karena klien hanya lain SP 3 Klien dapat
ingin fokus pada berbicara dengan lancar
anak-anaknya dan Jam 10.00 : tapi kontak mata masih
takut melukai orang Melakukan SP 2 dengan belum terlalu lama
lain jika ia kambuh cara bercakap-cakap A=Masalah belum
dengan orang lain lebih teratasi
atau marah. dari 1 P=Intervensi dilanjutkan
Jam 15.00 :
DO :
Melakukan SP 3 dengan
- klien tidak sering
cara bercakap-cakap
bersosialisasi keluar dengan orang lain lebih
rumah untuk dari 2
mengikuti arisan Jam 16.00 :
ataupun kegiatan Melakukan SP 4 dengan
PKK karena pernah cara bercakap-cakap
mengamuk saat dengan orang lain lebih
dari 3 ato sekelompok
melakukan kegiatan
orang
di masyarakat.
27
STRATEGI PELAKSANAAN
HALUSINASI PENDENGARAN
B. Diagnosis Keperawatan
Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi
C. Tujuan
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya, dengan criteria
sebagai berikut.
1) Ekspresi wajah bersahabat
2) Menunjukkkan rasa senang
3) Klien bersedia diajak berjabat tangan
4) Klien bersedia menyebutkan nama
5) Ada kontak mata
6) Klien bersedia duduk berdampingan dengan perawat
7) Klien bersedia mengutarakan masalah yang dihadapinya.
b. Membantu klien mengenal halusinasinya
28
c. Mengajarkan klien mengontrol halusinasinya dengan menghardik
halusinasi
D. Intervensi Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapeutik
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Beri perhatian kepada klien dan memperhatikan kebutuhan
dasar klien.
b. Bantu klien mengenal halusinasinya yang meliputi isi, waktu terjadi
halusinasi, frekuensi, situasi pencetus, dan perasaan saat terjadi
halusinasi
c. Latih klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
Tahapan tindakan yang dapat dilakukan meliputi hal-hal sebagai
berikut.
1) Jelaskan cara menghardik halusinasi
2) Peragakan cara menghardik halusinasi
3) Minta klien memperagakan ulang
4) Pantau penerapan cara ini dan beri penguatan pada perilaku
klien yang sesuai
5) Masukkan dalam jadwal kegiatan klien
29
“Selamat pagi, Ibu Boleh Saya kenalan dengan Ibu? Nama Saya
Gabrielle boleh panggil Saya dengan Perawat Gabrielle Saya
Mahasiswa Poltekkes Manado, Saya sedang praktik di sini dari
pukul 07.00 sampai dengan pukul 14.00 siang. Kalau boleh Saya
tahu nama Ibu siapa dan senang dipanggil dengan sebutan apa?”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Bagaimana tidurnya tadi
malam? Ada keluhan tidak?”
c. Kontrak
1) Topik
“Apakah Ibu tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya?
Menurut ibu sebaiknya kita ngobrol apa ya? Bagaimana kalau
kita ngobrol tentang suara dan sesuatu yang selama ini Ibu
dengar dan lihat tetapi tidak tampak wujudnya?”
2) Waktu
“Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Ibu maunya berapa
menit? Bagaimana kalau 10 menit? Bisa?”
3) Tempat
“Di mana kita akan bincang-bincang ??? Mau Ibu dimana?
Apakah di Taman saja?”
2. Kerja
“Apakah Ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya?”
“Apa yang dikatakan suara itu?”
“Apakah Ibu melihat sesuatu atau orang atau bayangan atau mahluk?”
“Seperti apa yang kelihatan?”
“Apakah terus-menerus terlihat dan terdengar, atau hanya sewaktu-
waktu saja?”
“Kapan paling sering Ibu melihat sesuatu atau mendengar suara
tersebut?”
“Berapa kali sehari Ibu mengalaminya?”
“Pada keadaan apa, apakah pada waktu sendiri?”
30
“Apa yang Ibu rasakan pada saat melihat sesuatu?”
“Apa yang Ibu lakukan saat melihat sesuatu?”
“Apa yang Ibu lakukan saat mendengar suara tersebut?”
“Apakah dengan cara itu suara dan bayangan tersebut hilang?”
“Bagaimana kalau kita belajar cara untuk mencegah suara-suara atau
bayangan agar tidak muncul?”
“Ibu ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.”
“Pertama, dengan menghardik suara tersebut.”
“Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.”
“Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal.”
“Keempat, minum obat dengan teratur.”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan
menghardik.”
“Caranya seperti ini:
1) Saat suara-suara itu muncul, langsung Ibu bilang dalam hati,
“Pergi Saya tidak mau dengar … Saya tidak mau dengar. Kamu
suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai suara itu tidak
terdengar lagi. Coba ibu peragakan! Nah begitu…………..
bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.”
2) Saat melihat bayangan itu muncul, langsung Ibu bilang, pergi
Saya tidak mau lihat………………. Saya tidak mau lihat. Kamu
palsu. Begitu diulang-ulang sampai bayangan itu tak terlihat
lagi. Coba Ibu peragakan! Nah begitu……….. bagus! Coba lagi!
Ya bagus Ibu sudah bisa.”
3. Terminasi
a. Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan Ibu dengan obrolan kita tadi? Ibu merasa
senang tidak dengan latihan tadi?”
b. Evaluasi objektif
“Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang coba Ibu
simpulkan pembicaraan kita tadi.”
31
“Coba sebutkan cara untuk mencegah suara itu agar tidak muncul
lagi.”
c. Rencana tindak lanjut
“Kalau suara-suara itu muncul lagi, silakan Ibu coba cara tersebut!
Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja
latihannya?”
(Masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian klien, Jika ibu melakukanya secara mandiri maka
ibu menuliskan M, jika ibu melakukannya dibantu atau diingatkan
oleh keluarga atau teman maka ibu buat ibu, Jika ibu tidak
melakukanya maka ibu tulis T. apakah ibu mengerti?).
d. Kontrak yang akan datang
1) Topik
“Ibu, bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang caranya
berbicara dengan orang lain saat suara-suara itu muncul?”
2) Waktu
“Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam
09.30 Pagi, bisa?”
3) Tempat
“Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok di mana
ya? Sampai jumpa besok.
C. Tujuan
Ajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang
lain.
32
D. Intervensi Keperawatan
Diskusikan dengan klien cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
dengan orang lain.
E. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
a. Fase Orientasi :
Salam terapeutik : ” Selamat pagi, ibu. Bagaimana kabarnya hari ini?
Apakah ibu masih ingat dengan saya? Ibu sudah mandi belum?
Apakah ibu sudah makan?
Evaluasi validasi : ”bagaimana perasaan ibu hari ini? Kemarin kita
sudah berdiskusi tentang halusinasi, apakah ibu bisa menjelaskan
kepada saya tntang isi suara-suara yang ibu dengar dan apakah ibu bisa
mempraktekkan cara mengontrol halusinasi yang pertama yaitu dengan
cara menghardik?”
Kontrak :
Topik :
”sesuai dengan kontrak kita kemarin, kita akan berbincang-bincang di
taman mengenai cara-cara mengontrol suara yang sering ibu dengar
dulu agar suara itu tidak muncul lagi dengan cara yang kedua yaitu
bercakap-cakap dengan orang lain.
Waktu :
Berapa lama kita akan bincang-bincang, bagaimana kalau 10 menit
saja, bagaimana ibu setuju?”
Tempat :
”dimana tempat yang menurut ibu cocok untuk kita berbincang-
bincang? Bagaimana kalau di aula? ibu setuju?”
b. Fase kerja
”kalau ibu mendengar suara yang kata ibu kemarin mengganggu dan
membuat ibu jengkel. Apa yang ibu lakukan pada saat itu? Apa yang
telah saya ajarkan kemarin sudah dilakukan apabila suara-suara itu
muncul?”
”cara yang kedua adalah ibu langsung pergi ke perawat atau keluarga
ibu. Katakan bahwa ibu mendengar suara. Nanti perawat atau keluarga
ibu akan mengajak ibu mengobrol sehingga suara itu hilang dengan
sendirinya.
c. Fase terminasi
33
Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-bincang
lama. Saya senag sekali ibu mau berbincang-bincang denagan saya.
Bagaimana perasaan ibu setelah kita berbincang-bincang?”
Evaluasi obyektif : ”jadi seperti yang ibu katakan tadi, cara yang
ibu pilih untuk mengontrol halusinasinya adalah......
Tindak lanjut : ”nanti kalau suara itu terdengar lagi, ibu terus
praktekkan cara yang telah saya ajarkan agar suara tersebut tidak
menguasai pikiran ibu, yaitu pertama dengan cara menghardik,
Kedua dengan cara berbicara dengan orang lain”
A. Kondisi klien
DO : Klien tenang
DS : Klien mengatakan sudah lebih mendengar suara-suara yang tidak
jelas
B. Diagnosa Keperawatan : Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
C. Tujuan
34
Agar klien dapat memahami tentang cara mengontrol halusinasi dengan
melakukan aktifitas / kegiatan harian.
D. Intervensi Keperawatan
Ajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktifitas
harian klien.
E. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi :
Salam terapeutik : ” Selamat pagi, bu? Masih ingat saya ?
Evaluasi validasi : ”ibu tampak segar hari ini. Bagaimana
perasaannya hari ini ? sudah siap kita berbincang bincang ?
masih ingat dengan kesepakatan kita kemarin, apa itu ? apakah
ibu masih mendengar suara- suara yang kita bicarakan kemarin
Kontrak
Topik :
”Seperti janji kita, bagaimana kalau kita sekarang berbincang-
bincang tentang suara- suara yang sering ibu dengar agar bisa
dikendalikan dengan cara melakukan aktifitas / kegiatan harian.”
Tempat :
”dimana tempat yang menurut ibu cocok untuk kita berbincang-
bincang? Bagaimana kalau di Taman? Ibu setuju?”
Waktu :
”kita nanti akan berbincang kurang lebih 10 menit, bagaimana
ibu setuju?”
2. Fase Kerja
”cara mengontrol halusinasi ada beberapa cara, kita sudah
berdiskusi tentang cara pertama dan kedua, cara lain dalam
mengontrol halusinasi yaitu caar ketiga adalah ibu
menyibukkan diri dengan berbagi kegiatan yang bermanfaat.
Jangan biarkan waktu luang untuk melamun saja.”
”jika ibu mulai mendengar suara-suara, segera menyibukkan
diri dengan kegiatan seperti menyapa, mengepel, atau
menyibukkan dengan kegiatan lain.”
F. Fase Terminasi
Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-
bincang lama, saya senag sekali ibu mau berbincang-bincang
35
dengan saya. Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang-
bincang?”
Evaluasi obyektif : ”coba ibu jelaskan lagi cara mengontrol
halusinasi yang ketiga?
Tindak lanjut : ”tolong nanti ibu praktekkan cara mengontrol
halusinasi seperti yang sudah diajarkan tadi?
Kontrak yang akan datang
Topik:
”bagaimana ibu kalau kita berbincang-bincang lagi tentang cara
mengontrol halusinasi dengan cara yang keempat yaitu dengan
patuh obat.”
Waktu :
”jam berapa ibu bisa ? Bagaimana kalau jam .........? ibu setuju?”
Tempat :
”Besok kita berbincang-bincang di sini atau tempat lain?
Terimakasih ibu sudah mau berbincang-bincang dengan saya.
Sampai ketemu besok pagi.”
A. Kondisi klien
DO : Klien tenang
DS : Klien mengatakan sudah lebih mendengar suara-suara yang tidak
jelas
B. Diagnosa Keperawatan : halusinasi
C. Tujuan: Agar klien dapat mengontrol halusinasi dengan patuh obat.
D. Intervensi Keperawatan
Ajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara patuh obat yaitu
penggunaan obat secara teratur (jenis, dosis, waktu, manfaat, dan efek
samping)
E. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
F. Fase Orientasi :
Salam terapeutik : ” Selamat pagi, ibu S? Masih ingat saya ???
36
Evaluasi validasi : ”Ibu S tampak segar hari ini. Bagaimana
perasaannya hari ini ? sudah siap kita berbincang bincang ? masih ingat
dengan kesepakatan kita kemarin, apa itu ? apakah ibu masih
mendengar suara- suara yang kita bicarakan kemarin.
Kontrak
Topik :
”Seperti janji kita, bagaimana kalau kita sekarang berbincang- bincang
tentang obat-obatan yang ibu minum.”
Tempat :
”dimana tempat yang menurut ibu cocok untuk kita berbincang-
bincang? Bagaimana kalu di taman saja? Ibu setuju?”
Waktu :
”kita nanti akan berbincang kurang lebih ..... menit, bagaimana ibu
setuju?”
2. Fase Kerja
”ini obat yang harus diminum oleh ibu setiap hari. Obat yang warnanya....ini
namanya....dosisnya.....mg dan yang warna.....dosisnya.....mg. kedua obat ini
diminum....sehari siang dan malam, kalau yang warna...minumnya....kali
sehari. Obat yang warnanya....ini berfungsi untuk mengendalikan suara yang
sering mas dengar sedangkan yang warnanya putih agar ibu tidak merasa
gelisah. Kedua obat ini mempunyai efek samping diantaranya mulut kering,
mual, mengantuk, ingin meludah terus, kencing tidak lancar. Sudah jelas ibu?
Tolong nanati ibu sampaikan ke dokter apa yang ibu rasakan setelah minum
obat ini. Obat ini harus diminum terus, mungkin berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun. Kemudian ibu jangan berhenti minum obat tanpa
sepengetahuan dokter, gejala seperti yang ibu alami sekarang akan muncul
lagi, jadi ada lima hal yang harus diperhatikan oleh ibu pada saat minum obat
yaitu benar obat, benar dosis, benar cara, benar waktu dan benar frekuensi.
Ingat ya bu..?!!”
3. Fase Terminasi
Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama,
saya senang sekali ibu mau berbincang-bincang dengan saya. Bagaimana
perasaan ibu setelah berbincang-bincang?”
37
Evaluasi obyektif : ”coba ibu jelaskan lagi obat apa yang diminum tadi?
Kemudian berapa dosisnya?
Tindak lanjut : ”tolong nanti ibu minta obat ke perawat kalau saatnya
minum obat.”
Kontrak yang akan datang
Topik:
”bagaimana ibu kalau kita akan mengikuti kegiatan TAK (Terapi
Aktifitas Kelompok) yaitu menggambar sambil mendengarkan musik.”
Waktu :
”jam berapa ibu bisa? Bagaimana kalau jam .....? ibu setuju?”
Tempat
”Besok kita akan melakukan kegiatan di ruang makan. Terimakasih ibu
sudah mau berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu besok .”
DAFTAR PUSTAKA
38
Stuart, G.W., Laraia, M. T., 2001, Principles and Practice of Psychiatric
Nursing.7th edition. St. Louis : Mosby Year Book.
Fitria, Nita. 2010. Laporan pendahuluan dan strategi pelaksanaan. Jakarta: hak
cipta
Nasution SS. 2003.:Asuhan keperawatan pada pasien dengan perubahans
ensoripersepsi:halusinasi.. Jakarta: Bumi Aksara,
Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, J.I dan Kusnandar., 2008. Iso Farmakoterapi.
ISFI, Jakarta.
39