Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini memberikan wawasan umum tentang arah penelitian yang

dilakukan. Uraian pada bab ini meliputi (1) latar belakang, (2) rumusan masalah,

(3) landasan teori dan (4) kegunaan penelitian.

A. LATAR BELAKANG

Indonesia terkenal kaya akan seni budaya yang tersebar di seluruh

wilayah Nusantara. Masing-masing wilayah atau daerah mempunyai

kekhasan seni dan budaya tersendiri yang disebabkan oleh situasi dan kondisi

lingkungan yang berbeda. Seni budaya khususnya yang tradisional

merupakan cerminan seni dan budaya adiluhung yang kaya dengan kaidah-

kaidah dan teori baku atau pakem (Pujiyanto, 2010).

Pada saat mendengar kata batik, kita pasti sudah mengenalinya. Dan

akan langsung merujuk pada jenis kain yang dibuat secara khusus mengikuti

motif-motif tertentu. Benar, seperti itulah pengertian batik secara umum.

Batik adalah sejenis kain tertentu yang dibuat khusus dengan motif-motif

tertentu yang khas secara langsung dikenal masyarakat umum.

Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah

menjadi bagian dari Budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Pola,

motif dan warna dalam batik dahulu mempunyai arti simbolik. Ini disebabkan

dahulu batik merupakan pakaian upacara adat seperti kain panjang, sarung,

selendang, dodot, kemben dan ikat kepala. Adapun pakaian upacara adat

harus mencerminkan suasana upacara yang dapat menambah daya magis,

1
2

oleh karena itu diciptakanlah berbagai pola dan motif batik yang mempunyai

simbolisme yang bisa mendukung atau menambah suasana religius dan magis

dari upacara itu (Susanto, 1980:200).

Dalam bukunya yang berjudul Teknik dan Ragam Hias Batik Yogya

dan Solo, Sadewi Samsi (2011:6) menyatakan bahwa kesenian batik adalah

kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu

kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dahulu. Awalnya batik

dikerjakan hanya terbatas dalam keraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja

dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena itu banyak dari pengikut

raja yang tinggal di luar keraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka

keluar keraton dan dikerjakan di tempatnya masing-masing.

Di Indinesia sendiri banyak sekali daerah pusat kerajinan batik,

antara lain di Cirebon, Pekalongan, Solo, Yogyakarta dan pada umumnya

masyarakat yang sudah percaya akan kualitas batik-batik yang berasal dari

pusat kerajinan tersebut. Sebenarnya masih banyak lagi pusat-pusat kerajinan

penghasil batik yang berkualitas baik meskipun di daerah pelosok, seperti

batik Tuban, batik Madura, batik Banyuwangi, batik Sidoarjo, batik

Tulungagung.

Setiap daerah pembatikan di Indonesai mempunyasi motif dan tata

warna yang berbeda-beda. Hal ini diungkapkan oleh Djoemena (1990:10).

Para pencipta motif pada zaman dahulu tidak sekedar mencipta sesuatu yang

indah dipandang mata saja, tetapi mereka juga memberi makna atau arti yang

erat hubungannya dengan filsafat hidup yang mereka hayati. Mereka

menciptakan sesuatu yang ragam hias dengan pesan dan harapan yang tulus
3

dan luhur semoga akan membawa kebaikan di balik penciptaan motif dan tata

warna tersebut tidak ditentukan secara biasa, tetapi selalu dihubungkan

dengan suatu harapan dan maksud tertentu, yaitu dianggap dapat

menghubungkan manusia dengan Tuhannya, misalnya agar dijauhkan dari

malapetaka, diberi kedamaian dan harapan lainnya.

Setiap daerah mempunyai ciri khas yang berbeda-beda, begitu juga

dengan kota Batu yang merupakan salah satu kota di Jawa Timur yang

terkenal dengan industri pertanian dan pariwisatanya. Kota ini berada di

dataran tinggi yang cukup sejuk, terletak 800 km di atas permukaan air laut.

Kota ini dikaruniai keindahan alam yang memikat. Batu merupakan kota

kecil yang ada di Jawa Timur dan dikenal dengan julukan “kota pariwisata”.

Berdasarkan letak geografisnya maka tidak diragukan lagi bahwa Batu

merupakan salah satu kota di Jawa Timur yang mempunyai ragam budaya,

adat istiadat serta berbagai hasil karya seni dan kerajinan.

Perkembangan produksi batik di Batu dapat dilihat dari munculnya

home industri batik di wilayah kota Batu, seperti Batik Raden Wijaya di Jln

Pandan Rejo kecamatan Bumiaji kota Batu, Batik Olive di kecamatan Batu

kota Batu, Batik Semar di desa Sisir kecamatan Batu kota Batu dan

organisasi ibu PKK kota Batu yang memprogramkan kegiatan dan pelatihan

membatik yang diperkenalkan pada masyarakat luas. Salah satu produksi

kerajinan batik yang berdiri cukup lama adalah Batik Raden Wijaya, yakni

dirintis sejak tahun 1985 hingga sekarang.

Keberadaan “Batik Raden Wijaya” masih kurang populer di

masyarakat kota Batu, akan tetapi di luar Batu, batik ini cukup mendapat
4

sambutan yang baik contohnya seperti di Negara Belanda dan Jepang serta di

wilayah kota besar, terutama Jakarta dan Surabaya, karena promosi produk

batik “Raden Wijaya” diutamakan di wilayah tersebut. “Batik Raden Wijaya”

merupakan salah satu hasil produks kerajinan yang dapat dikembangkan

menjadi hasil budaya khas kota Batu. Oleh karena itu perlu dijaga

kelangsungan dan kelestariannya dalam rangka memperkaya khasanah

kebudayaan nasional.

Kerajinan batik terus mengalami perkembangan sangat pesat, baik

dari segi desain maupun motifnya. Apabila pada zaman dahulu desain dan

motif batik terikat dengan aturan dan kaidah-kaidah atau pakem yang harus

diikuti kini desain dan motif batik lebih bebas. Hal tersebut sejalan dengan

pendapat Moerdiono (2003:9), bahwa perkembangan zaman berperan pula

dalam pola pemikiran pembatik terutama perajin batik tulis. Apabila pada

masa lampau pembatik hidup di lingkungan keraton yang sangat ketat dengan

peraturan, ketertiban, norma-norma yang membatasi kreativitas pembatik,

sehingga motif yang ada pada masa itu cenderung simetris, monoton, rapitan

detail kecil digarap secara luar biasa halus. Sekarang motif batik bergeser

dengan pola yang lebih variatif, motif kecil-kecil dan detail mulai

ditinggalkan karena lebih dianggap sebagai pengisi motif satu dengan yang

lain. Aplikasi desain batik tidak hanya terbatas pada tekstil kain tetapi

berkembang pada kerajinan batik topeng dari bahan kayu, lampion batik dan

lain-lain. Tidak kalah pula jenis motif dan ragam hiasnya, kini motif dan

ragam hias pada batik tulis lebih bebas dan beragam. Para perajin pun

berlomba-lomba menciptakan inovasi untuk mendesain motif batik yang baru.


5

Ada yang mengangkat tema ikon wisata suatu daerah, alam sekitar hingga

figur tokoh pun dijadikan inspirasi motif batik.

“Batik Raden Wijaya” berasal dari desa Pandan Rejo kecamatan

Bumiaji kota Batu. Batik Raden Wijaya dihasilkan tunggal oleh seorang

desainer sekaligus perajin batik wanita bernama Lina Santoso, sejak tahun

1980 an. Wanita ini menekuni batik karena terinspirasi alam sekitar kota Batu

yang dituangkan menjadi sebuah karya batik. Selama menekuni batik, sudah

lebih dari 80 motif batik lahir dari tangan Lina Santoso. Lina Santoso belajar

batik secara otodidak, semua motif hasil rancangan mereka sendiri.

Motif “Batik Raden Wijaya” sangat beragam. Menurut Lina Santoso

sebagai perajin batik menyatakan bahwa motif-motif tersebut diambil dari

lingkungan sekitar tempat tinggal perajin. Kota Batu merupakan wilayah

pegunungan dan perbukitan, sehingga kondisi tanah yang sedemikian

mempengaruhi jenis tumbuhan yang tumbuh di atasnya. Motif yang

dihasilkan adalah motif pengembangan yang terinspirasi dari lingkungan

sekitar. Salah satu contoh motif apel dan strawbery yang terinspirasi dari hasil

industri pertanian yang ada di kota Batu.

Motif batik yang digunakan pada “Batik Raden Wijaya” merupakan

motif batik profan, sedangkan menurut Putri Mulyanti dalam Studi Tentang

Motif Batik Druju Dusun Wonorejo Kabupaten Malang (2012:116)

menjelaskan bahwa “Batik Druju” juga sama-sama batik yang

mengembangkan motif batiknya dari lingkungan tempat tinggal perajin”.

Dari segi motifnya “Batik Druju” lebih banyak mengambil tentang kehidupan

yang ada di pesisir pantai daerah tempat tinggal perajin. Hampir secara
6

keseluruhan motif yang dihasilkan “batik Druju” merupakan kehidupan alam

pantai seperti, motif koral yang menggambarkan tentang ranting pohon,

bentuknya hampir menyerupai rumput laut, motif kerang acak yang

menggambarkan kehidupan di pesisir laut dan semua motif ini terinspirasi

dari kehidupan laut di Sendang Biru dengan mengambil bentuk kerang dan

binatang laut lainnya yang berhabitat di wilayah lokasi tersebut.Selain itu

“Batik Druju” juga menggunakan Motif Pulau Sempu yang hampir sama

dengan motif Kerang Acak, motif ini terinspirasi dari kehidupan Pulau

Sempu.

Sedangkan pada motif “Batik Raden Wijaya” menggambarkan

tentang ciri khas hasil alam dari kota Batu seperti motif apel, strawberry,

anggrek, kentang, wortel dan kobis yang merupakan hasil pertanian khas

Kota Batu.”Batik Raden Wijaya” juga menyajikan unsur hasil budidaya yang

ada di kota Batu seperti ikan koi dan kupu-kupu. Selain itu juga terdapat

motif yang menggambarkan tempat pariwisata yang ada di kota Batu

misalnya museum satwa,wisata petik apel dan bunga serta masih banyak lagi

motif-motif yang menggambarkan keadaan alam serta ciri khas dari kota Batu

Selain memiliki perbedaan dari segi motif, “Batik Druju” dan “Batik

Raden Wijaya” juga memiliki perbedaan dari segi proses dan cara

memproduksinya. “Batik Druju” merupakan industri tempat pembuatan batik

yang dilakukan dengan beragam teknik seperti teknik cap dan tulis,

sedangkan “Batik Raden Wijaya” merupakan sanggar batik tulis tradisional

yang memiliki tujuan melestarikan budaya guna menambah pengetahuan dan

pengalaman yang bermanfaat bagi anak-anak yang putus sekolah, ibu rumah
7

tangga dan masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan agar dapat belajar

membuat batik tulis secara gratis.

“Batik Raden Wijaya” merupakan produksi batik pertama yang

didirikan di wilayah desa Pandan Rejo kecamatan Bumiaji kota Batu.

Kemunculan kerajinan batik di wilayah ini cukup menarik dilihat dari kondisi

lingkungan geografis dan masyarakat yang kesehariannya bergelut pada dunia

agraris dan industri.

Uraian di atas mendorong penulis untuk mengadakan

penelitian mengenai motif-motif yang terdapat pada “Batik Raden Wijaya”

yang diproduksi oleh Lina Santoso. Penelitian ini dimaksudkan untuk

mengenal sekaligus menggali dan mengetahui corak atau karakteristik motif

“Batik Raden Wijaya” sebagai produk kerajinan batik yang terdapat di daerah

Batu.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa saja motif yang terdapat di Batik Raden Wijaya?

2. Bagaimana latar belakang munculnya Batik Raden Wijaya?

C. LANDASAN TEORI

Berikut ini adalah teori-teori yang digunakan untuk mendukung

penelitian ini.

1. Desain

Dalam batik, desain merupakan unsur yang yang penting. Sejak zaman

purba pun telah ditemukan hal-hal yang berkaitan dengan desain dengan
8

pengertian yang beragam. Menurut Sachari (2005: 3) telah ditemukan istilah-

istilah ‘arch’, ‘kunst’, ‘techne’, ‘kagunan’, ‘kabinangkitan’, ‘anggitan’, dan

lain sebagainya, merupakan bukti bahwa terdapat istilah-istilah yang

berkaitan dengan kegiatan desain. Hanya saja penggunaannya belum

bermuatan aspek-aspek modernitas seperti yang dikenal sekarang.

Dalam buku Nirmana yang ditulis oleh Sanyoto (2009:237):

Karya seni/desain harus memiliki keseimbangan, agar enak


dilihat, tenang, tidak berat sebelah, tidak menggelisahkan,
tidak nggelimpang (njomplang, jawa). Seperti halnya jika kita
dekat pohon atau bangunan yang doyong akan roboh yang
bererti dalam keadaan kurang seimbang, perasaan kita tidak
enak, tidak tenang, gelisah, takut kejatuhan. Demikian pula
pada karya seni/desain yang tidak seimbang akan tidak enak
dilihat dan menggelisahkan.

Dalam dunia seni rupa, kata desain sering diartikan sebagai merancang,

merencana, menyusun, melukiskan, menggambarkan dan berbagai kegiatan

yang yang berkaitan dengan proses penciptaan. Sedangkan sebagai kata

benda, desain diartikan sebagai reka bentuk, reka rupa, tata rupa, perupaan,

anggitan, rancangan, rancang bangun, gagas rekayasa, perencanaan,

kerangka, sketsa ide, gambar, hasil ketrampilan, busana, karya kerajinan,

kriya, teknik presentasi, penggayaan, komunikasi rupa, denah, layout, ruang

(interior) benda benda yang bagus, susunan rupa, tata bentuk, tata warna,

motif, ornamen, grafis dan dekorasi (Sachari, 2005:4).

Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa desain

merupakan rumusan dari suatu proses pemikiran. Desain yang diwujudkan

berupa gambar merupakan pengalihan gagasan konkrit dari seorang

perancang kepada orang lain dan benda yang dibuat berdasarkan desain

mengungkapkan wujud nyata dari desain itu sendiri.


9

2. Desain Motif Batik

Desain motif batik atau yang biasanya disebut pola dalam membatik

merupakan salah satu unsur yang penting dalam proses penciptaan batik.

Menurut Gustami (1979), dalam Sunaryo (2009: 3) ornamen adalah

komponen produk seni yang ditambahkan atau sengaja dibuat untuk tujuan

hiasan. Jadi, berdasarkan pengertian tersebut ornamen dapat diartikan sebagai

penerapan hiasan pada suatu produk dan juga dapat disebut bahwa fungsi

ornamen utamanya adalah untuk memperindah benda produk atau barang

yang dihias.Ragam hias merupakan bentuk dasar hiasan yang biasanya

menjadi pola dasar dalam suatu karya seni atau kerajinan. Ragam hias dapat

distilasi hingga menghasilkan bentuk yang bermacam-macam. Dalam

berkarya seni, ragam hias biasanya juga disebut sebagai ornamen. Ornamen

juga berarti sebagai penghias atau hiasan. Sehingga ragam hias sendiri

merupakan hiasan yang biasanya dipakai untuk menghias diri ataupun benda

lain yang akan dihias.

Mistaram (1993:17) menyatakan bahwa:

Bentuk gambar/desain pada batik tulis tidak ada pengulangan


yang jelas, sehingga gambar nampak bisa lebih luwes dengan
ukuran garis motif yang relatif bisa lebih kecil dibandingkan
dengan batik cap. Gambar batik tulis bisa dilihat pada kedua
sisi kain nampak lebih rata (tembus bolak-balik) khusus bagi
batik tulis yang halus. Warna dasar kain biasanya lebih muda
dibandingkan dengan warna pada goresan motif (batik tulis
putihan/tembokan). Setiap potongan gambar (ragam hias) yang
diulang pada lembar kain biasanya tidak akan pernah sama
bentuk dan ukurannya. Berbeda dengan batik cap yang
kemungkinannya bisa sama persis antara gambar yang satu
dengan gambar lainnya.

Motif merupakan unsur pokok sebuah ornamen atau ragam hias

(Sunaryo, 2009: 14). Melalui motif, tema atau ide dasar sebuah ornamen
10

dapat dikenali sebab perwujudan motif umumnya merupakan gubahan atas

bentuk-bentuk di alam misalnya motif gunung, awan, atau pohon. Akan tetapi

ada pula yang bersifat khayalan atau imajinasi seperti motif singa yang

berkepala buroq, karena keduanya hanyalah mahluk hayalan yang yang

bentuknya merupakan hasil rekaan. Adapula motif yang karena tidak dapat

dikenali kembali, gubahan-gubahan suatu motif kemudian disebut bentuk

abstrak, seperti zig-zag, berpilin atau berkait, bidang persegi atau belah

ketupat dapat merupakan motif abstrak dalam suatu ragam hias.

Pada batik, ragam hias batik atau motif batik dibagi menjadi dua, yaitu

ragam hias geometris dan non geometris (Iriaji, 2010: 22). Ragam hias

geometris batik antara lain tumpal, spiral, meander, dan banji. Sedangkan

ragam hias non geometrik biasanya lebih ekspresif tanpa aturan maupun

ukuran. Ragam hias ini antara lain dari jenis flora, fauna, maupun manusia

yang biasanya mengalami stilasi maupun distorsi agar ragam hiasnya lebih

fleksibel dan dinamis.

Dari sumber lain, desain motif batik juga dibedakan menjadi dua, yaitu

motif geometris dan non geometris. Motif geometris diantaranya: motif Bibis

Pista, Bintangan, Cakar Melik, Cakar Wok, Cempaka Mulyo, Gadong

Gandok, Gambir Seketi, Ima-Ima Tatit, Jamblang Juwet, Jayakusuma,

Jayasentana, Jentik Manis, Kanigara, Kawung Beton, Kawung Picis, Kawung

Pijetan, Kembang Blimbing, Kembang Ganggong, Kembang Manggar,

Kembang Manggar, Kembang Pepe, Kembang Sikatan, Kijing Miring,

Limaran, Limar Ketangi, Merang Kecer, Nam Tikar, Nitik Rengganis,

Onengan, Pilih Asih, Ragahina, Rengganis, Riti-Riti, Sekar Kacang, Semu


11

Riris, Sirapan, Sriwedari, Tambal Miring, Tirta Teja, Tunjung Tirta, Ubar

Abir, Uceng Mudik, Udan Liris. Sedangkan motif nongeometris antara lain

motif tumbuh-tumbuhan dan motif hewan yang juga bermacam-macam

namanya. Contoh motif tumbuh-tumbuhan diantaranya Anggur, Cangklet,

Delima Wantah, Duda Brengos, Kirno, dsb. (Hamzuri, 1989: 42-54)

Sewan Susanto (1960) dalam Pujiyanto (2010: 28) menjelaskan bahwa

motif batik terdiri dari dua kerangka ornamen, yaitu:

a. Ornamen motif batik

1) Ornamen utama, adalah suatu gambar yang ditentukan oleh motif itu

sendiri.

2) Ornamen tambahan, adalah gambar yang berfungsi sebagai pengisi

bidang.

b. Isen motif batik

Adalah gambar yang berfungsi sebagai pengisi bidang.

3. Unsur-unsur Desain pada Karya Batik

a. Titik

Titik merupakan awal dari sebuah bentuk yang paling dasar. Titik dapat

berdiri sendiri maupun bergabung dengan unsur lain seperti garis dan warna.

Menurut sanyoto (2009: 84) meskipun berupa bentuk segitiga, bujur

sangkar, elips atau bahkan berbentuk menyerupai pohon, rumah, alat musik,

atau yang lain, asal bentuk tersebut hasil atau cap-capan suatu alat itu juga

bisa disebut sebagai titik.


12

Dalam batik titik bisa kita jumpai sebagai isen-isen motif. Biasanya titik

disusun secara berjajar, dikumpulkan dengan beberapa titik, ataupun

diletakkan acak secara sengaja sebagai isen batik.

b. Garis

Sanyoto (2009:86) menyimpulkan bahwa pengertian garis sebagai

berikut:

1) suatu hasil goresan yang disebut garis nyata atau kaligrafi

2) batas atau limit suatu benda, batas sudut ruang, batas warna, bentuk

massa, rangkaian massa, dan lain-lain yang disebut garis semu atau

maya.

Arah garis hanya ada tiga, yaitu horizontal, diagonal, dan vertikal. Garis

bisa lurus, melengkung, berlengkung-lengkung, atau bergigi, namun arah

geraknya tetap terdiri dari tiga arah tersebut. Dalam batik, garis pun dapat

dilihat pada setiap motifnya, seperti pada motif utama dan isen-isen. Garis

yang nampak dapat berupa garis linier maupun imajiner.

c. Bidang

Bidang merupakan bentukan dari garis yang bertemu antara ujung satu

dengan ujung lainnya dan mempunyai dimensi panjang dan lebar.

Sanyoto (2009:103) menyatakan bahwa:

Jika kita menyentuhkan alat gambar atau alat tulis pada sebuah
tefril akan menghasilkan titik, yaitu suatu bentuk kecil tidak
berdimensi. Jika sentuhan tersebut kite geserkan akan
menghasilkan garis, yaitu bentuk kecil yang berdimensi
memanjang. Jika garis tersebut digerakkan memutar dan
kembali lagi bertemu dengan dirinya pada titik awalnya, akan
menghasilkan bidang yang merupakan bentuk berdimensi
panjang dan lebar serta menutup permukaan. Jika garis yang
kita buat tersebut patah-patah akan menghasilkan segitiga,
13

segiempat, bentuk bintang, dan sebagainya, yang disebut raut


bidang.

Dalam batik juga terdapat bidang. Dapat dilihat dari raut bidang wujud

motif batik itu sendiri. Contohnya pada motif geometris sendiri yang

mempunyai raut yang juga berbentuk geometris. Begitu juga pada motif

batik yang mempunyai motif non-geometris.

d. Warna

Menurut Sanyoto (2009:11), warna dapat didefinisikan secara

objektif/fisik sebagai sifat cahaya yang dipancarkan, atau secara

subjektif/psikologis sebagai bagian dari pengalaman indra penglihatan.

Secara objektif atau fisik, warna warna dapat diberikan oleh panjang

gelombang. Dilihat dari panjang gelombang, cahaya yang tampak oleh mata

merupakan salah satu bentuk pancaran energi yang merupakan bagian yang

sempit dari gelombang elektro magnetik.

Dalam pembatikan, Mistaram (1993:48-49) menjelaskan bahwa:

Warna yang digunakan pada batik dan seni lukis batik


mempunyai banyak jenisnya. Bahan tersebut akan diuraikan
berdasarkan batik tradisi dan modern.Pada tinjauan tradisi, seni
batik menggunakan bahan yang terbuat dari alam. Warna
tersebut adalah warna nila, tebu, kapur (enjet), tajin, soga dan
saren kapur. Nila diambil dari tumbuhan jenis tarum(jawa Tom).
Nila ini digunakan untuk memberi warna pakaian, dan dalam
proses perlu dicampur bahan lain, yaitu: tetes tebu, kapur dan
tajin (air rebusan beras). Sedangkan soga, adalah warna yang
diambil dari tumbuh-tumbuhan pula, yaitu: kayu tegeran
(menghasilkan warna kuning), kayu tinggi (menghasilkan warna
merah), jambal (menghasilkan warna coklat). Warna soga yang
warna akhir dari ketiga jenis bahan warna akan menghasilkan
warna coklat tua, merupakan warna tradisional batik Indonesia
dan Jawa khususnya.
14

4. Pembuatan Batik Tulis

Batik tulis merupakan batik yang masih dibuat secara tradisional, baik

dari segi peralatan maupun cara pembuatannya. Batik tulis merupakan

pembuatan motif hias di atas kain dengan lilin atau malam batik

menggunakan alat tertentu yaitu canting, cap, dan kuas, dengan pewarnaan

tertentu hingga terciptalah sebuah batik. Proses dari penciptaan batik tulis

dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Persiapan alat dan bahan

Dalam membuat batik tulis, sudah pasti membutuhkan alat dan bahan

dalam membuat batik tulis. Menurut Hamzuri (1994: 3) alat yang digunakan

diantaranya:

1) Gawangan

Gawangan ialah perkakas untuk mengangkutkan dan membentangkan

mori sewaktu dibatik. Gawangan harus dibuat sedemikian rupa, sehingga

mudah dipindah-pindah, tetapi harus kuat dan ringan.

2) Bandul

Bandul dibuat dari timah, atau kayu, atau batu yang dikantongi. Fungsi

pokok bandul adalah untuk menahan mori yang baru dibatik agar tidak mudah

ditiup angin, atau tarikan si pembatik secara tidak disengaja. Jadi tanpa

bandul pekerjaan membatik dapat saja terlaksana.

3) Wajan

Wajan adalah perkakas untuk mencairkan malam (lilin untuk membatik).

Wajan dibuat dari logam baja, atau tanah liat. Wajan sebaiknya bertangkai

supaya mudah diangkat dan diturunkan dari perapian tanpa menggunakan alat
15

lain. Oleh karena itu wajan yang dibuat dari tanah liat lebih baik dari pada

logam, karena tangkainya tidak mudah panas. Tapi wajan tanah liat agak

lambat dalam mamanaskan malam.

4) Anglo

Anglo dibuat dari tanah liat, atau bahan lain. Anglo ialah alat perapian

sebagai pemanas malam. Apabila menggunakan anglo, maka bahan untuk

membuat api ialah arang kayu. Jika menggunakan kayu bakar anglo diganti

dengan keren; keren inilah yang banyak dipergunakan oleh orang di desa-

desa. Keren pada prinsipnya sama dengan anglo, tetapi tidak bertingkat.

5) Tepas

Tepas ialah alat untuk membesarkan api menurut kebutuhan; terbuat dari

bambu. Selain tepas, digunakan juga ilir. Tepas dan ilir pada pokoknya sama,

hanya berbeda bentuk. Tepas berbentuk empat persegi panjang dan

meruncing pada salah satu sisi lebarnya dan tangkainya terletak pada bagian

yang runcing itu. Sedangkan ilir berbentuk bujursangkar dan tangkainya

terletak pada salah satu sisi serta memanjang ke samping.

6) Taplak

Taplak ialah lain untuk menutup paha si pembatik supaya tidak kena

tetesan malam panas sewaktu canting ditiup, atau sewaktu membatik. Taplak

biasanya dibuat dari kain bekas.

7) Saringan malam

Saringan ialah alat untuk menyaring malam panas yang banyak

kotorannya. Jika malam disaring, maka kotoran dapat dibuang, sehingga tidak
16

mengganggu jalannya malam pada cucuk canting sewaktu dipergunakan

untuk membatik.

8) Dingklik

Dingklik atau lincak pada prinsipnya sama, yatu tempat duduk si

pembatik. Tetapi pembatik dapat juga duduk di atas tikar.

Bahan yang digunakan dalam membuat batik tulis yaitu:

1) Canting. Canting adalah pokok untuk membatik yang menentukan apakah

hasil pekerjaan itu disebut batik, atau bukan batik. Canting dipergunakan

untuk menulis (melukis cairan malam), membuat motif-motif batik yang

diinginkan. Alat itu terbuat dari tembaga. Tembaga mempunyai sifat

ringan, mudah dilenturkan dan kuat, meski tipis.

2) Kain. Beberapa jenis kain yang dapat digunakan dalam proses membatik

diantaranya, kain mori yang terdapat berbagai jenis yaitu prima, primisima

dan mori biru, kain katun, paris, sutra dll.

3) Lilin Batik. Lilin batik adalah bahan yang dipakai untuk menutup

permukaan kain menurut motif yang dikehendaki. Lilin batik terdiri dari

campuran beberapa bahan pokok lilin yaitu gondorukem, damar, parafin,

gajoh, lilin tawon/lilin lancing dsb.

4) Zat warna batik. Yaitu bahan yang dipergunakan untuk memperoleh

warna pada kain yang sudah diberi malam.

a) Pewarna alam

Zat warna yang didapat dari tumbuh-tumbuhan, di antaranya: Nila

(dari tumbuhan tarum), Tebu (diambil gulanya/tetesnya sebagai


17

campuran), Enjet (kapur sirih, digunakan sebagai campuran), Tajin

(air rebusan beras yang digunakan sebagai campuran), Soga ( nama

tumbuh-tumbuhan dari keluarga Papilionaceae dan mempunyai warna

kuning)

b) Pewarna kimia

Zat warna kimia berasal dari zat-zat kimia yang diramu sebagai

pewarna batik. Zat-zat kimia pewarna batik itu antara lain: Napthol,

Indigosol, Remasol, Indantren, Rapid. Namun masih ada obat peramu

yang digunakan sebagai campuran dari zat pewana tersebut yaitu:

Soda kustik, Soda abu, HCL, Water glass.

b. Proses

1) Persiapan

Yaitu berbagai macam pekerjaan pada mori hingga menjadi kain

yang siap untuk dibatik. Dalam langkah persiapan itu antara lain ;

a) Memotong mori sesuai ukuran yang diinginkan

b) Mencuci ( dikanji jika perlu )

c) Mengeringkan

2) Membuat Batik .

Yaitu berbagai macam pekerjaan dalam membuat batik yang

sebenarnya. Tahap-tahap itu ialah:

a) Membatik kerangka

Membatik kerangka dengan memakai pola disebut mola, sedang

tanpa pola disebut ngrujak. Mori yang sudah dipola seluruhnya berupa

kerangka, baik bekas memakai pola maupun ngrujak disebut batik


18

kosongan atau disebut juga klowongan. Canting yang dipergunakan

ialah canting cucuk atau canting klowongan.

b) Ngisen-ngiseni

Ngisen-iseni berarti member isi atau mengisi. Batikan yang sudah

diberi isen-isen disebut reng-rengan. Oleh karena namanya reng-rengan

maka pengobeng yang membatik sejak permulaan sampai penyelesaian

(akhir) memberi isen disebut ngengreng. Jadi ngengreng merupakan

keseluruhan motif dari keseluruhan yang dikehendaki. Hal itu

merupakan penyelesaian yang pertama.

Terdapat beberapa pola yang biasanya digunakan untuk isen-isen

(Musman, 2011: 22), diantaranya motif cecek, sawut, cecek sawut, sisik

melik, dan sebagainya.

c) Nerusi

Nerusi merupakan penyelesaian yang kedua. Batikan yang berupa

ngengrengan kemudian dibalik permukaannya, dan dibatik kembali

pada permukaan kedua itu mengikuti pola yang ada. Hasil pada tahap

ini masih disebut ngengreng.

d) Nembok

Yaitu menutup sebagian kain yang tidak ingin diberi warna atau

ingin mempertahankan warna yang diinginkan agar tidak terkena warna

yang lain.
19

e) Bliriki

Bliriki yaitu nerusi tembokan agar bagian itu tertutup sungguh-

sungguh. Bliriki menggunakan canting tembokan yang caranya seperti

nemboki.

3) Mbabar. Yaitu proses penyelesaian dari batikan menjadi kain. Proses

mbabar sendiri terbagi dalam beberapa tahap yang harus diselesaikan

secara urut, yaitu:

a) Medel dan mbironi

Medel yaitu pemberian warna nila pada batik yang sudah

direngreng. Kemudian dilanjutkan dengan menutup warna nila yang

akan dipertahankan yang selanjutnya akan dibironi, yaitu pemberian zat

warna biru.

b) Nyoga

Pemberian warna soga terhadap batikan.

c) Nyareni

Yaitu mencelup batikan yang sudah diwarna ke dalam larutan

saren. Nyareni juga juga bertingkat-tingkat sesuai kwalitas saren yang

dipergunakan.

5. Fungsi Batik

Pada zaman penjajahan Belanda, batik dikelompokkan sesuai dengan

tempat batik itu dibuat. Dari perbedaan tempat dan waktu yang dibuat

menyebabkan beragam fungsi dari berbagai jenis batik yang ada. Diantaranya

perbedaan fungsi dari perbedaan tempat pembuatannya yaitu:


20

a. Batik keraton

Merupakan batik keraton Yogyakarta dan Solo saja. Hal ini karena

pada masa itu daerah tersebut merupakan kerajaan. Ragam hiasnya bersifat

simbolis. Menggunakan ragam hias geometrik yang mempunyai pakem

keraton atau aturan-aturan yang rumit yang sudah dipercayai. Motif

batiknya antara lain Kawung, Parang Rusak, Truntum, Semen, Sawat, dsb

(Pujiyanto, 2010: 34-50).

Menurut Pujiyanto(2010: 58) fungsi dari motif batik keraton sendiri

diantaranya sebagai kain Cinde, Semekan, Kampuh, Dodot, Udeng atau

blangkon, dan juga kain panjang atau yang biasanya disebut nyamping.

b. Batik di Masyarakat

Batik di masyarakat sebagian dipengaruhi oleh batik Keraton

seperti motif jenis lereng dan penerapannya. Keluarnya batik Keraton

maupun Kadipaten kapada masyarakat ini disebabkan dari beberapa abdi

dalem yang biasanya mengenakan batik larangan Dalem Ageng untuk

diterapkan di masyarakat. Oleh karena itu batik Keraton keluar dari Dalem

Ageng dan berkembang di masyarakat (Pujiyanto, 2010: 166).

Dari uraian ini bisa disimpulkan bahwa batik akhirnya keluar dari

lingkungan Keraton dan berkembang di masyarakat dan hingga kini

memunculkan desain-desain baru yang melekat di hati masyarakat. Meski

demikian meskipun batik yang diterapkan di masyarakat mengacu pada motif

Dalem Ageng namun bobot dan kualitasnya berbeda. Perbedaannya

diantaranya yaitu; (1) Motif: sangat sederhana, kasar, dan tidak lengkap, (2)

Warna: kurang tajam, tidak cemerlang, dan cepat pudar, (3) Bahan: kusam,
21

harga lebih murah, (4) Teknologi: batik cap dan printing, (5) Penerapan: ada

kalanya kurang sesuai dengan maksud upacara/kegiatan (Pujiyanto, 2010:

167).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan batik yang berkembang di

masyarakat saat ini lebih fleksibel dan dapat diterapkan sesuai dengan

keinginan pemakainya .

6. Komposisi Penyusunan Motif Batik

Dalam lembaran kain batik, motif memiliki keindahan tersendiri.

Dalam penyusunan motif batik, terdapat struktur desain yang digunakan

sebelum pembuatan batik yaitu dibuat pola batik dalam satu kacu. Satu kacu

merupakan satu persegi, yaitu mempunyai panjang dan lebar yang sama yang

biasanya diambil dari ukuran lebar kain mori yang akan dipakai.

Pengelompokan motif batik berdasarkan struktur desain yang mengacu pada

lipatan dalam satu kacu yaitu motif yang mengarah ke vertikal, horizontal,

diagonal, dan sentral (Pujiyanto,2008:40).

Gambar 1.1 Komposisi Penyusunan Motif Batik


(Sumber: Pujiyanto, 2008: 40)

D. KEGUNAAN PENELITIAN

Kegunaan penelitian ini ada dua, yakni kegunaan teoritis dan

kegunaan praktis:
22

1. Secara teoritis kegunaan penelitian ini adalah dapat memberikan

sumbangan terhadap kajian bidang ilmu seni rupa, khususnya seni kriya

guna menambah wawasan mengenai motif dan karakteristik batik tulis

Batu karya Lina Santoso yang terletak di desa Pandan Rejo kecamatan

Bumiaji kota Batu. Selain itu juga memberikan wawasan kepada peserta

didik dalam memahami pembuatan batik yang benar dan tetap

mempertahankan keaslian ciri khas batik tradisional.

2. Secara praktis kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat sebagai sarana untuk

mengaplikasikan teori-teori bidang ilmu seni sebagai salah satu syarat

kelulusan Strata 1 Progam Studi Pendidikan Seni Rupa Universitas

Negeri Malang.

b. Bagi mahasiswa jurusan Seni dan Desain penelitian ini bermanfaat

sebagai hasil penelitian yang dapat dikembangkan bagi peneliti lain

yang ingin mengembangkan penelitian ini pada hal-hal yang belum

terjaring dalam penelitian.

c. Bagi Komunitas perajin batik tulis tradisional Raden Wijaya, untuk

menambah pengetahuan tentang karakteristik batik karya Lina Santoso

yang ada di Desa Pandan Rejo Kecamatan Bumiaji Kota Batu.

d. Bagi Jurusan, guna untuk menambah dokumentasi tentang kerajinan

batik tulis karya Lina Santoso di Desa Pandan Rejo Kecamatan Bumiaji

Kota Batu.

Anda mungkin juga menyukai