Anda di halaman 1dari 25

Referat

GANGGUAN DISOSIATIF-KONVERSI

Oleh :

MurtiFatiyaFilayati 1930912320119

Pembimbing

dr. Noorsifa,M.Sc, Sp.KJ

BAGIAN/KSM ILMU KEDOKTERAN JIWA

FK ULM-RSJIWA SAMBANG LIHUM

BANJARMASIN

Juli, 2020
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................. i

DAFTAR ISI .............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 3

BAB III PENUTUP ................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 21

ii
Universitas Lambung Mangkurat
BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan disosiatif merupakan kelompok sindrom kompleks karena

berbagai ekspresi dan variasi yang luas yang ditandai dengan adanya gangguan

fungsi kesadaran, ingatan, identitas, representasi tubuh, kontrol motorik, fungsi

sensorik, perilaku, emosi atau persepsi lingkungan yang biasanya terintegrasi. 1,2,3

Gangguan disosiatif dapat terjadi secara tiba-tiba atau bertahap, sementara

ataupun kronis.2Prevalensi terjadinya gangguan disoiatif pada pasien psikiatri

selitar 10% dari total pasien psikiatri baik yang menjalani rawat inap maupun

rawat jalan.3Gejala utama gangguan disosiatif (konversi) adalah adanya

kehilangan (sebagian atau seluruh) dari integrasi normal (dibawah kendali

kesadaran ) antara : ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan penginderaan, dan

kontrol terhadap gerakan tubuh.4

Penyebab gangguan disosiatif sebagian besar disebabkan adanya trauma

psikologis saat masa kanak-kanakseperti pelecehan seksual pada anak (57,1%-

90%), kekerasan fisik (62,9-82,4%), terabaikan saat masa kanak-kanak (62,9%),

emosional (57,1%).3Bentuk–bentuk gangguan disosiasifantara lain yaitu : amnesia

disosiatif, fugue disosiatif, gangguan identitas disosiatif, gangguan

depersonalisasi, stupor disosiatif, gangguan trans dan kesurupan, gangguan

motorik dan disosiatif, konvulsi disosiatif, anestesia dan kehilangan sensorik

disosiatif, gangguan disosiatif (konversi) campuran, gangguan disosiatif konversi

lainnya, gangguan disosiatif (konversi) YTT.4,5Tujuan pengobatan gangguan

1
Universitas Lambung Mangkurat
disosiatif adalah untuk membantu pasien dengan aman mengingat, memproses

memori yang menyakitkan, mengembangkan keterampilan koping,

mengintegrasikan berbagai identitas menjadi satu orang yang fungsional. Obat-

obatan digunakan untuk melawan gejala tambahan yang biasanya terjadi dengan

gangguan disosiatif.6

2
Universitas Lambung Mangkurat
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Amnesia Disosiatif

Gambaran utama amnesia disosiatif adalah adanya amnesia dengan gejala

kuncinya yaitu ketidakmampuan mengingat kembali informasi, biasanya tentang

kejadian penuh stress atau traumatik di dalam hidupnya yang bukan disebabkan

oleh gangguan mental organik dan terlalu luas untuk dijelaskan atas dasar

kelupaan yang umum terjadi atau atas dasar kelelahan.4,5

a. Epidemiologi

Amnesia disosiatif merupakan kelompok yang paling sering terjadi, 2-7%

terjadi pada populasi umum.5,7dengan angka kejadian pada wanita lebih sering

dibandingkan dengan laki-laki dan sering terjadi pada usia dewasa muda

dibandingkan pada usia yang lebih tua.5

b. Etiologi

Dari pendekatan psikoanalitik, gangguan amnesia disosiatif terutama

dipertimbangkan sebagai mekanisme pertahanan diri, kesadaran individu berubah

sebagai cara untuk menyelesaikan konflik emosional atau stress atau stresor dari

luar seperti korban pelecehan seksual, korban kekerasan fisik saat masa kanak-

kanak dan korban bencana alam.5,7

c. Gambaran klinis

3
Universitas Lambung Mangkurat
Episode amnesia disosiatif jarang terjadi secara spontan. Biasanya pada

riwayat penyakit terungkap adanya pencetus yaitu trauma emosional yang

menimbulkan rasa pedih dan konflik psikologik. Awitan amnesia disosiatif sering

mendadak dan pasien biasanya menyadari bahwa dirinya kehilangan ingatan. Pada

pemeriksaan status mental sering didapati adanya depresi dan gangguan cemas.

Bentuk amnesia disosiatif dapat berupa :

- amnesia yang terlokalisir, tipe ini paling sering ditemukan, berupa

kehilangan ingatan untuk suatu peristiwa dalam waktu singkat (beberapa

jam/hari).

- amnesia umum ditandai oleh hilangnya memori dari seluruh periode

amnesia.

- amnesia yang selektif ditandai dengan adanya kegagalan untuk mengingat

beberapa bagian bukan keseluruhan dari peristiwa yang terjadi dalam waktu

singkat.5

d. Kriteria diagnostik menurut DSM-V

1. Ketidakmampuan untuk mengingat informasi penting, biasanya bersifat

traumatik atau stress, yang berbeda dengan lupa yang biasa. Catatan :

amnesia disosiatif paling sering terdiri dari amnesia lokal atau selektif

spesifik untuk perristiwa atau beberapa peristiwa.

2. Gejala tersebut menyebabkan tekanan klinis yang signifikan atau

penurunan fungsi sosial, pekerjaan, ataupun fungsi penting lainnya.

3. Gangguan tersebut tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari suatu

zat(seperti, penyalahgunaan alkohol atau obat, pengobatan) atau neurologis

4
Universitas Lambung Mangkurat
atau kondisi medis yang lain (seperti kejang parsial komplek, amnesia

transien global, gejala sisa dari cedera kepala tertutup atau cedera otak

traumatik, kondisi neurologis lainnya)

4. Gangguan ini tidak termasuk dalam penjelasan pada gangguan disosiatif

identitas, gangguan stress paska trauma, gangguan stress akut, gangguan

gejala somatis, atau gangguan neurokognitif berat ataupun ringan.2

e. Diagnosis banding

1. Amnesia global transien yang disebabkan serangan iskemia sepintas (TIA)

2. Gangguan disosiasi lainnya (fugue disosiatif, gangguan identitas disosiatif).5

f. Tatalaksana

Secara umum tatalaksana untuk amnesia disositif antara lain :

1. Psikofarmakologikal dan somatik treatment

Terapi somatik terdiri dari anti depresan [trisiklik(misalnya amitriptyline dengan

dosis anjuran 75-300mg/h, atau tianeptine dosis anjuran 25-50mg/h) atau selective

serotonin reuptake inhibitors (misalnya fluoxetine dengan dosis anjuran 10-

40mg/h, atau sertraline dosis anjuran 50-150mg/h, atau citalopram dosis anjuran

10-60mg/h )] untuk meningkatkan suasana hati dan untuk mendukung pendekatan

psikoterapi.8,9

2. Intervensi psikoterapi

Pada psikoterapi terdapat psikoterapi konvensional (terapi perilaku kognitif, terapi

psikodinamik, atau Eye Movement Desensitization and Reprocessing) sebagai

upaya untuk menstabilkan kepribadian.8,9

5
Universitas Lambung Mangkurat
Juga perlu dilakukan anamnesis untuk mengetahui adanya trauma psikologik yang

menjadi pencetus gangguan. Hipnoterapi juga dapat dilakukan untuk relaksasi.

g. Perjalanan penyakit dan prognosis

Gejala amnesia disosiatif biasanya hilang mendadak, dan penyembuhan

umumnya terjadi secara komplit dan sedikit kekambuhan.

B. Fugue Disosiatif

Perilaku pasien fugue disosiatif lebih bertujuan untuk dibandingkan dengan

amnesia disosiatif. Pasien dengan fugue disosiatif melakukan perjalanan

meninggalkan rumah atau situasi pekerjaan dan gagal mengingat aspek penting

dari identitasnya (nama,keluarga, pekerjaan). Beberapa pasien sering memakai

identitas dan pekerjaan baru tetapi tidak selalu.

a. Epidemiologi

Fugue disosiatif jarang terjadi. Gangguan ini sering timbul selama perang,

setelah benana alam, dan pada keadaan krisis personal dengan muatankonflik

internal yang tinggi.5 Pada populasi umum sekitar 0,2% memiliki fugue

disosiatif.7

b. Etiologi

Adanya keadaan psikologik sebagai dasar dari fugue disosiatif, walaupun

peminum berat alkohol dapat merupakan predisposisi terjadinyafugue disosiatif.

Predisposisi terjadinya fugue disosiatif yaitu : gangguan mooddan gangguan

kepribadian tertentu (seperti gangguanambang, histrionik, dan schizoid). Faktor

utama timbulnya fugue disosiatif adalah adanya keinginan untuk menarik diri dari

pengalaman emosional yang menyakitkan.

6
Universitas Lambung Mangkurat
c. Gambaran klinis

Pasien biasanya mengalami amnesia komplit tentang kehidupannya yang

lalu dan sesuatu yang berhubungan dengan masa lalu, tetapi pada umumnya

pasien tidak menyadari bahwa mereka lupa tentang sesuatu. Setelah pasien

kembali ke diri aslinya ia dapat mengingat waktu sebelum onset fugue, tetapi

mereka tetap amnesia (lupa) selama periode fuguenya. Pasien dengan fugue

disosiatif tidak berperilaku yang tidak wajar atau memperlihatkan adanya ingatan

tertentu dari kejadian yang traumatik.5

d. Kriteria diagnostik menurut DSM V:

1. Ketidakmampuan untuk mengingat informasi penting, biasanya bersifat

traumatik atau stress, yang berbeda dengan lupa yang biasa. Catatan :

amnesia disosiatif paling sering terdiri dari amnesia lokal atau selektif

spesifik untuk perristiwa atau beberapa peristiwa.

2. Gejala tersebut menyebabkan tekanan klinis yang signifikan atau

penurunan fungsi sosial, pekerjaan, ataupun fungsi penting lainnya.

3. Gangguan tersebut tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari suatu

zat(seperti, penyalahgunaan alkohol atau obat, pengobatan) atau neurologis

atau kondisi medis yang lain (seperti kejang parsial komplek, amnesia

transien global, gejala sisa dari cedera kepala tertutup atau cedera otak

traumatik, kondisi neurologis lainnya)

4. Gangguan ini tidak termasuk dalam gangguan disosiatif identitas,

gangguan stress paska trauma, gangguan stress akut, gangguan gejala

somatis, atau gangguan neurokognitif berat ataupun ringan.

7
Universitas Lambung Mangkurat
5. Melakukan perjalanan yang terlihat seperti memiliki tujuan atau

berkeliaran yang tidak jelas yang berhubungan dengan amnesia mengenai

identitas atau untuk informasi otobiografi penting lainnya.2

e. Diagnosis banding

1. Gambarannya miripdengan demensia atau delirium

2. Epilepsi parsial kompleks.5

f. Tatalaksana

Tujuan dari terapi disosiatif fugue adalah untuk membantu mengatasi stres

atau trauma yang dapat memicu terjadinya fugue.

Psikoterapi:sejenis konseling merupakan pengobatan utama untuk gangguan

disosiatif. Terapi kognitif adalah jenis psikoterapi khusus yang berfokus pada

perubahan pola pikir disfungsional dan perasaan serta perilaku yang dihasilkan.10

Obat:dapat diberikan obat-obatan seperti antidepresan [trisiklik(misalnya

amitriptyline dengan dosis anjuran 75-300mg/h, atau tianeptine dosis anjuran 25-

50mg/h) atau selective serotonin reuptake inhibitors (misalnya fluoxetine dengan

dosis anjuran 10-40mg/h, atau sertraline dosis anjuran 50-150mg/h, atau

citalopram dosis anjuran 10-60mg/h )], anti-ansietas (lorazepam 2-6mg/h, atau

diazepam oral 2,5-40mg/h) atau obat antipsikotik (chlorpromazine dosis 300-

1000mg/h, atau haloperidol 5-20mg/h, atau risperidone dosis 2-8mg/h).9,10

Terapi keluarga: memberi informasi kepada keluarga tentang gangguan dan

penyebabnya, serta membantu anggota keluarga untuk mengenali gejala-gejala

kekambuhan.

8
Universitas Lambung Mangkurat
Terapi kreatif (terapi seni, terapi musik): Terapi ini memungkinkan pasien

untuk mengeksplorasi dan mengekspresikan pikiran dan perasaannya dengan cara

yang aman dan kreatif.

Hipnosis klinis: metode perawatan yang menggunakan relaksasi, konsentrasi, dan

perhatian terfokus yang intens untuk mencapai keadaan sadar, memungkinkan

untuk mengeksplorasi pikiran, perasaan dan ingatan yang mungkin

disembunyikan darii pikiran yang sadar. Penggunaan hipnosis untuk mengobati

gangguan disosiatif masih kontroversial karena risiko menciptakan ingatan yang

salah.10

g. Perjalanan penyakit dan prognosis

Fugue disosiatif terjadi dalam waktu yang pendek , dari beberapa jam

sampai beberapa hari, sangat jarang terjadi dalam beberapa bulan dan melakukan

perjalanan jauh sampai ribuan km dari rumahnya. Perbaikan fugue disosiatif

terjadi spontan, cepat dan jarang terjadi kekambuhan.

C. Gangguan Identitas Disosiatif (Gangguan Kepribadian Multipel)

Gangguan ini sering dikenal dengan gangguan kepribadian ganda/ multipel

juga dipertimbangkan sebagai gangguan disosiasi yang paling serius. Gangguan

identitas disosiatif merupakan gangguan kronik dan penyebabnya khas yaitu

kejadian yang traumatik, biasanya kekerasan fisik atau seksual pada masa kanak.

Individu dengan gangguan ini memiliki dua atau lebih kepribadian yang berbeda,

tetapi salah satu kepribadian dapat lebih dominan dalam waktu tertentu dan hanya

satu yang tampil untuk setiap saatnya.5

a. Epidemiologi

9
Universitas Lambung Mangkurat
Pada populasi umum penderita gangguan identitas disosiatif sekitar 1-3%

dengan prevalensi pada pasien rawat inap sekitar 5% dan rawat jalan sekitar

2%.7,11

b. Etiologi

Penyebab pasti gangguan identitas disosiatif sampai saat ini belum

diketahui, walaupun pada riwayat pasien sering didapatkan adanya kejadian

traumatik, pada masa kanak-kanak, biasanya kekerasan fisik, seksual.Orang-orang

yang telah mengalami pelecehan fisik dan seksual di masa kanak-kanak berisiko

lebih tinggi mengalami gangguan identitas disosiatif. Sebagian besar orang yang

mengalami gangguan disosiatif telah mengalami trauma berulang yang luar biasa

di masa kanak-kanak.5,12

c. Gambaran klinis

Pasien dengan gangguan identitas disosiatif sering dipikirkan memiliki

gangguan kepribadian. Perubahan dari kepribadian yang satu ke kepribadian yang

lain terjadi tiba-tiba dan dramatik. Selama dalam status kepribadian yang satu,

umumnya pasien lupa dengan status kepribadian yang lain.5 Gejala gangguan

identitas disosiatif berhubungan dengan adanya gangguan mood, psikosis,

gangguan kecemasan yang mempengaruhi regulasi dan fungsi kepribadian dengan

presentasi klinis yang khas yaitu adanya gangguan kejiwaan yang sulit

disembuhkan, seperti gangguan mood (suasana hati), atau disertai dengan

beberapa gejala somatik. Pasien gangguan identitas disosiatif biasanya sering

10
Universitas Lambung Mangkurat
menerima beberapa diagnosa psikiatris selama menjalani perawatan bertahun

tahun, seperti gangguan bipolar, PTSD, gangguan kepribadian, atau berbagai

gangguan kecemasan.7,11

d. Kriteria diagnosis menurut DSM-V

1. Gangguan identitas yang ditandai adanya dua atau lebih status kepribadian

yang berbeda, dima dalam beberapa budaya digambarkan sebagai pengalaman

yang pernah dimiliki. Gangguan identitas termasuk melibatkan terputusnya

kesadaran diri dan pikiran, disertai perubahan yang mempengaruhi perilaku,

kesadaran, memori, persepsi, kognisi, dan atau fungsi sensorik-motorik. Tanda

dan gejala ini mungkin di amati oleh orang lain atau disampaikan oleh dirinya

sendiri.

2. Kegagalan mengingat kembali kegiatan sehari-hari, informasi pribadi yang

penting, dan atau peristiwa traumatik yang berbeda dari lupa pada umumnya.

3. Gejalanya menyebabkan tekanan yang signifikan secara klinis pada fungsi

sosial, pekerjaan, atau fungsi penting di bidang lain.

4. Gangguan ini bukan merupakan bagian normal dari praktik budaya atau

agama yang diterima secara luas.

5. Gangguan tersebut tidak disebabkan efek fisiologik langsung penggunaan

zat (hilang kesadaran atau perilaku kacau selama intoksikasi alkohol), atau

kondisi medik umum (kejang parsial kompleks).2

e. Tatalaksana

11
Universitas Lambung Mangkurat
Metode terapi untuk gangguan identitas disosiatif yaitu psikoterapi.

Tahap pertama psikoterapi adalah stabilisasi dan keamanan. Tahap kedua

pasien dengan hati-hati dan bertahap memproses ingatan peristiwa traumatik.

Tahap ketiga pasien menghubungkan kembali diri sendiri dengan orang lain dan

kembali fokus pada tujuan hidup.

Obat-obatan diresepkan untuk pasien dengan gangguan identitas disosiatif

biasanya apabila disertai kondisi gangguan cemah, gangguan mood dapat

diberikan antidepresan seperti selective serotonin reuptake inhibitors (misalnya

fluoxetine dengan dosis anjuran 10-40mg/h, atau sertraline dosis anjuran 50-

150mg/h, atau citalopram dosis anjuran 10-60mg/h ). Antipsikotik

(chlorpromazine dosis 300-1000mg/h, atau haloperidol 5-20mg/h, atau

risperidone dosis 2-8mg/h) dapat diresepkan untuk menstabilkan suasana hati,

kecemasan yang luar biasa, cepat marah dan gejala PTSD yang mengganggu.9,13

f. Perjalanan penyakit dan prognosis

Gangguan identitas disosiatif dapat mulai timbul pada masa kanak, gejala

mirip dengan trance dan disertai dengan gangguan depresi, periodek amnestik,

halusinasi suara perilaku, perubahan dari tingkat kemampuan, perilaku bunuh diri

atau menyakiti diri sendiri.Upaya bunuh diri dan perilaku melukai diri sendiri

sering terjadi pada pasien dengan gangguan identitas disosiatif dengan presentasi

lebih dari 70% pasien rawat jalan dengan gangguan identitas disosiatif telah

mencoba melakukan bunuh diri. Makin awal timbulnya gejala awal prognosisnya

makin buruk. Gangguan identitas disosiatif merupakan gangguan disosiatif yang

paling berat dan kronik, umumnya penyembuhannya juga tidak komplit.5,12

12
Universitas Lambung Mangkurat
D. Gangguan Depersonalisasi/Derealisasi

Karakteristik dari gangguan depersonalisasi adanya gangguan yang persiten

dan berulang dalam pesepsi tentang realitas diri yang hilang dalam waktu tertentu.

Pasien dengan gangguan ini merasa bahwa dirinya robot, ada dalam mimpi, atau

terpisah dari tubuhnya. Pasien menyadari gejala tidak sesuai realita dan bersifat

ego-dystonic. Beberapa klinisi membedakan antara depersonalisasi dan

derealisasi. Depersonalisasi adalah perasaan bahwa tubuh atau dirinya asing atau

tidak nyata. Derealisasi adalah persepsi bahwa obyek/dunia luar aneh dan tidak

nyata.5

a. Epidemiologi

Gangguan depersonalisasi mempengaruhi sekitar 2,8% dari populasi dunia,

sering terjadi dan tidak selalu patologik. Prevalensi pada laki –laki maupun

perempuan sama dan mulai muncul saat remaja usia 16 tahun. Gangguan

depersonalisasi biasanya berlangsung dalam waktu yang lama (kronik).5,14

b. Etiologi

Dapat disebabkan oleh faktor psikologik, neurologik, dan penyakit sistemik

(seperti gangguan endokrin, tiroid, pankreas). Depersonalisasi sering berhubungan

dengan epilepsi, tumor otak, deprivasi sensorik, trauma psikis dan stimulasi

elektrik lobus temporal.5

c. Kriteria diagnosis menurut DSM-V

1. Pengalaman depersonalisasi, derealisasi atau keduanya yang persisten atau

berulang.

13
Universitas Lambung Mangkurat
- Depersonalisasi : pengalaman tidak nyata, pendirian yang teguh, atau berada

di luar pengamat mengenai pikiran, perasaan, sensasi, tubuh, atau perilaku

seseorang (misalnya, perubahan persepsi, perasaan waktu yang menympang,

diri yang nyata atau tidak, mati rasa secara emosional dan atau fisik).

- Derealisasi : pengalaman tidak nyata atau pendiran teguh dengan menghargai

sekitarnya (misalnya, pengalaman individu atau objek yang tidak nyata, seperti

mimpi, berkabut, tidak bernyawa, atau visual yang berubah)

2. Selama depersonalisasi atau derealisasi kemampuan untuk menilai realitas

masih utuh.

3. Pengalaman depersonalisasi menyebabkan distress atau kesulitan dalam

sosial, pekerjaan atau fungsi area penting lainnya.

4. Gejalanya menyebabkan tekanan yang signifikan secara klinis pada fungsi

sosial, pekerjaan, atau fungsi penting di bidang lain.

5. Gangguan tersebut tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari suatu

zat(seperti, penyalahgunaan obat, pengobatan) atau kondisi medis yang lain

(misalnya kejang).

6. Gangguan ini tidak termasuk dalam penjelasan pada gangguan mental,

seperti skizofrenia, gangguan panik, gangguan depresif mayor, gangguan stress

akut, atau gangguan disosiatif lain.2

d. Tata laksana

Terapi yang spesifik dan efektif untuk gangguan depersonalisasi/derealisasi

belum ada, tetapi diusahakan untuk membantu pasien dalam mencapai keamanan

dan stabil dan sebisa mungkin terhindar dari pemicu peristiwa traumatis. Beberapa

14
Universitas Lambung Mangkurat
pasien diberikan selective serotonin reuptake inhibitors (misalnya fluoxetine

dengan dosis anjuran 10-40mg/h, atau sertraline dosis anjuran 50-150mg/h, atau

citalopram dosis anjuran 10-60mg/h ) atau golongan benzodiazepine (lorazepam

2-6mg/h, atau diazepam oral 2,5-40mg/h). 6,9

e. Perjalanan penyakit dan prognosis

Pada sebagian besar pasien, gejala depersonalisasi gejala awalnya muncul

mendadak, hanya pada sebagian kecil pasien yang awalnya timbulnya bertahap.

Awal penyakit berkisar antara umur 15-30 tahun, jarang terjadi setelah umur 30

tahun, hampir tidak pernah timbul pada umur tua. Adanya presipitasi faktor

timbulnya gangguan ini tidak banyak diketahui walaupun sering kali ditemui

permulaan gangguan ini muncul pada saat istirahat dari stres psikologik.5

E. Gangguan Disosiatif (Konversi) Lainnya

Kriteria diagnostik berdasarkan DSM V:

1. Sindrom kronik dan berulang dari gejala disosiatif campuran :kategori ini

termasuk gangguanidentitasyang berhubungan dengan minimal ditandai dengan

terputusnya perasaan diri dan hak pilih atau perubahan identitas arau episode

kepemilikan pada seseorang yang tidak menunjukkan amnesia disosiatif.

2. Gangguan identitas karena persuasi paksaan yang intens dan berkepanjangan :

seseorang telah mengalami paksaan persuasi yang intense (misalnya,

indoktrinisasi, reformasi pemikiran, indoktrinisasi saat ditawan, disiksa,

pemenjaraan politik jangka panjang, perekrutan oleh sekte-sekte atau organisasi

teror) kemungkinan terlihat dengan adanya perubahan berkepanjangan atau

kesadaran pertanyaan yang ada dalam identitas dirinya.

15
Universitas Lambung Mangkurat
3. Reaksi akut disosiatif akibat peristiwayang sangat stressful : kategori ini untuk

kondisi akut, transien yang biasanya terjadi kurang dari satu bulan, dan terkadang

hanya beberapa jam atau hari. Karakter kondisi ini ditandai oleh adanya

penyempitan kesadaran, depersonalisasi, derealisasi, gangguan persepsi (misalnya

waktu melambat, makropsia), amnesia mikro, stupor transien, dan atau perubahan

pada fungsi sensorik-motorik (misalnya,analgesia, paralisis)

4. Trans disosiatif : kondisi ini ditandai dengan segera hilangnya kesadaran

sekitarnya secara akut atau keseluruhan yang bermanifestasi sangat tidak responsif

pada ketidakpekaan stimulus lingkungan. Ketidak responsifannya mungkin diikuti

adanya kebiasaan minor stereotipe (misalnya, menggerakkan jari) yang mana

seseorang tersebut tidak waspada dan atau dia tidak dapat mengontrolnya, serta

kelumpuhan sementara atau kehilangan kesadaran. Trans disosiatif ini bukan

bagian normal dari praktik budaya atau keagamaan yang dapat diterima.2

Menurut PPDGJ III salah satu gangguan disosiatif lainnya yaitu sindrom

ganser dengan ciri khas “jawaban kira-kira” yang biasanya disertai beberapa

gejala disosiatif yang lainnya, seringkali dalam keadaan yang menunjukkan

kemungkinan adanya penyebab yang bersifat psikogenik.5 Sindrom ganser jarang

terjadi. Sindrom ganser lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita serta

sering terjadi disaat usia akhir remaja atau menjelang dewasa. Penyebab sindrom

ganser diyakini sebagai reaksi terhadap stress yang ekstrem. Faktor lainnya adalah

keinginan untuk menghindari tanggung jawab atau situasi yang tidak

menyenangkan. Kebanyakan orang dengan gangguan sindrom ganser memiliki

gangguan kepribadian antisosial yang ditandai dengan perilaku tidak bertanggung

16
Universitas Lambung Mangkurat
jawab dan agresif yang sering mengabaikan orang lain dan ketidakmampuan

untuk mematuhi aturan masyarakat.15

Tatalaksana

Psikoterapi yang berbeda dapat digunakan untuk mengobati episode

disosiatif yang bertujuan untuk mengurangi frekuensi gejala dan meningkatkan

strategi koping untuk pengalaman disosiasi. Beberapa psikoterapi antara lain :

- Terapi perilaku kognitif (CBT) membantu mengubah pemikiran negatif

dan perilaku yang terkait dengan depresi. Tujuan dari terapi ini adalah untuk

mengenali pikiran-pikiran negatif dan untuk mengajarkan strategi koping.

- Terapi perilaku dialektik (DBT) berfokus pada pengajaran keterampilan

koping untuk memerangi dorongan yang merusak, mengatur emosi dan

meningkatkan hubungan sambil menambahkan validasi. Melibatkan pekerjaan

individu dan kelompok, DBT mendorong berlatih teknik perhatian seperti

meditasi, mengatur pernapasan dan menenangkan diri.

- Pemrosesan ulang dan desensitisasi gerakan mata (EMDR) dirancang

untuk mengurangi tekanan yang terkait dengan ingatan traumatis.

Menggabungkan teknik CBT belajar kembali pola pikir dengan latihan stimulasi

visual untuk mengakses memori traumatis dan menggantikan keyakinan negatif

yang terkait dengan hal yang positif.6

F. Gangguan Disosiatif Yang Tidak Tergolongkan

Kategori ini berlaku untuk gangguan disosiatif yang mana karakteristik

gejala yang ditampilkan menyebabkan tekanan yang signifikan atau gangguan

17
Universitas Lambung Mangkurat
pada fungsi sosial, pekerjaan, atau bidang penting lainnya tetapi tidak memenuhi

kriteria untuk setiap gangguan dalam kelas diagnostik gangguan disosiatif.2

G. Stupor Disosiatif

Diagnosis pasti stupor disosiatif harus ada

a. Stupor, sangat berkurangnya atau hilangnya gerakan-gerakan volunter dan

respon normal terhadap rangsangan luar seperti misalnya cahaya, suara, dan

perabaan (sedangkan kesadaran tidak hilang)

b. Tidak ditemukan adanya gasngguan fisik ataupungangguan jiwa lain yang

dapat menjelaskan keadaan stupor tersebut.

c. Adanya problem atau kejadian-kejadian baru yang “stressful” (psychogenic

causation).

Harus dibedakan dari stupor katatonik (pada skizofrenia), dan stupor

depresif atau manik (pada gangguan afektif, berkembang sangat lambat, sudah

jarang ditemukan).

H. Gangguan Trans dan Kesurupan

Adanya kehilangan sementara aspek penghayatan akan identitas diri dan

kesadaran terhadap lingkungannya dalam beberapa kejadian individu tersebut

berperilaku seakan akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan gaib, malaikat,

atau “kekuatan lain”. Hanya gangguan trans yang “involunter”(diluar kemauan

individu) dan bukan merupakan aktivitas yang biasa, dan bukan merupakan

kegiatan keagamaan ataupun budaya, yang boleh dimasukkan dalam pengertian

ini. Tidak ada penyebab organik (misalnya epilepsi lobus temporalis, cedera

18
Universitas Lambung Mangkurat
kepala, intoksikasi zat psikoaktif) dan bukan bagian dari gangguan jiwa tertentu

(misalnya, skizofrenia, ganggua kepriadian multipel)

I. Gangguan Motorik Disosiatif

Adanya ketidakmampuan untuk menggerakkan seluruh atau sebagian dari

anggota gerak (tangan atau kaki).

J. Konvulsi Disosiatif

Konvulsi disosiatif (pseudo seizures) dapat sangat mirip dengan kejang

epileptik dalam hal gerakan-gerakannya, akan tetapi sangat jarang disertai lidah

tergigit, luka serius karena jatuh saat serangan dan mengompol. Juga tidak

dijumpai kehilangan kesadaran atau hal tersebut diganti dengan keadaan seperti

stupor atau trans.

K. Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif

Gejala anestesi pada kulit seringkali mempunyai batas batas yang tegas

(menggambarkan pemikiran pasien mengenai fungsi tubuhnya dan bukan

menggambarkan kondisi klinis sebenarnya). Dapat pula terjadi perbedaan antara

hilangnya perasaan pada berbagai jenis modalitas penginderaan yang tidak

mungkin disebabkan oleh kerusakan nurologis, misalnya hilangnya perasaan

dapat disertai dengan keluhan parestesia. Kehilangan penglihatan jarang bersifat

total, lebih banyak berupa gangguan ketajaman penglihatan, kekaburan atau

“tunnel vision” (area lapang pandangan sama, tidak tergantung pada perubahan

jarak mata dari titik fokus). Meskipun ada gangguan penglihatan, mobilitas

penderita dan kemampuan motoriknya seringkali masih baik. Tuli disosiatif dan

19
Universitas Lambung Mangkurat
anosmia jauh lebih jarang terjadi dibandingkan dengan hilang rasa dan

penglihatan.

L. Gangguan Disosiatif (Konversi) Campuran

Campuran dari gangguan amnesia disosiatif, fugue disosiatif, stupor

disosiatif, gangguan trans dan kesurupan, gangguan motorik disosatif, konulsi

disosiatif, anestesia dan kehilangan sensorik disosiatif.4

BAB III

PENUTUP

Gangguan disosiatif adalah hilangnya fungsi ntegrasi dari memori,

motorik, sensorik, perilaku, emosi atau persepsi lingkungan yang tidak dapat

dijelaskan dengan penyakit fisik. Gangguan disosiatif dapat tiba-tiba dapat

bersifat akut maupun kronis.Gejala utama gangguan disosiatif (konversi) adalah

adanya kehilangan (sebagian atau seluruh) dari integrasi normal (dibawah kendali

kesadaran) antara : ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan penginderaan, dan

kontrol terhadap gerakan tubuh.

Segala bentuk gangguan disosiatif konversi sebagian besar penyebabnya

adalah diketahui adanya riwayat kekerasan seksual maupun fisik terutama pada

20
Universitas Lambung Mangkurat
masa kanak-kanak, trauma akibat bencana maupun kecelakaan yang dialami dapat

menimbulkan stress yang luar biasa. Dalam penanganan gangguan disosiatif

konversi dapat dilakukan psikoterapi dan bila ada gangguan fungsi motorik

mungkin diperlukan adanya rehabilitasi medis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Devillé C, Moeglin C, Sentissi O. Case report dissociative disorders: between

neurosis and psychosis. Hindawi Publishing Corporation. 2014; 2014:1-7.

2. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of

mental disorders, 5.Washington, DC: American Psychiatric Association;

2013.

3. Sar V. Epidemiology of dissociative disorders: an overview. Epidemiology

Research International. 2011; 2011:1-8.

4. Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas dari ppdgj-

III,dsm-5,icd-11. Jakarta: Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2019.

p. 81-83.

21
Universitas Lambung Mangkurat
5. Elvira SD, Hadisukanto G. Buku ajar psikiatri. Edisi kedua. Jakarta: Badan

penerbit FKUI; 2015. p. 304-309.

6. National Alliance on Mental Ilness. Dissociative disorders. 2019. [diambil

2020 Juli 13]. Available from: https://www.nami.org/About-Mental-

Illness/Mental-Health-Conditions/Dissociative-Disorders/Treatment

7. Sharon I. Dissociative disorders. 2018 September 11. [diambil 2020 Juli 08].

Available from: https://emedicine.medscape.com/article/294508-overview.

8. Staniloiu A, Markowitsch HJ. Dissociative amnesia-a challenge to therapy.

International Jurnal of Psychotherapy Pratice and Research. 2018; 1:34-47.

9. Maslim R. Panduan praktis penggunaan klinis obat psikotropik. Jakarta: Ilmu

Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2014. p. 16-45.

10. Goldberg J. Mental health and dissociative fugue. 2018 May 11. [diambil

2020 Juli 13]. Available from: https://www.webmd.com/mental-

health/dissociative-fugue#2-6

11. Dorahy MJ, Sar V, Brand BL, Kruger C. Dissociative identity disorder: an

empirical overview. Australian and New Zealand Journal of Psychiatry. 2014;

48:402-417.

12. Wang P. Dissociative identity disorder. 2018 Agustus. [diambil 2020 Juli 08].

Available from: https://www.psychiatry.org/patients-families/dissociative-

disorders/what-are-dissociative-disorders

13. Tartakovsky, M. (2020). Dissociative Identity Disorder Treatment. [diambil

2020 Juli 13]. Available from:https://psychcentral.com/disorders/dissociative-

identity-disorder/treatment/.

22
Universitas Lambung Mangkurat
14. Madden S. Depersonalization/derealization disorder: a neglected disease in

psychiatry. In: Wood K, Rosen D, Sun A, Munro M, Green K, Wilhem K

editors. The Undergraduate Journal of Psychology at Berkeley. Volume III.

Berkeley: University of California; fall 2014-spring 2015. p. 24-32.

15. Goldberg J. Ganser syndrome. 2019 April 06. [diambil 2020 Juli 08].

Available from: https://www.webmd.com/mental-health/ganser-syndrome#1

23
Universitas Lambung Mangkurat

Anda mungkin juga menyukai