Anda di halaman 1dari 5

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan proses kerusakan ginjal selama


rentang waktu lebih dari tiga bulan. Pada kasus tersebut, ginjal kehilangan
kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh
dalam keadaan asupan makanan normal (Muhammad, 2012). Gagal ginjal kronik
secara progresif kehilangan fungsi ginjal nefronnya satu persatu yang secara
bertahap menurunkan keseluruhan fungsi ginjal (Sjamjuhidayat & Jong, 2011).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2012
penderita gagal ginjal baik akut maupun kronik mencapai 50%. The United States
Renal Data System (USRDS) mencatat bahwa jumlah pasien yang dirawat karena
End Stage Renal Disease (ESRD) secara global diperkirakan 3.010.000 pada
tahun 2012 dengan tingkat pertumbuhan 7% dan meningkat 3.200.000 pada tahun
2013 dengan tingkat pertumbuhan 6%.
Seseorang dengan masalah gagal ginjal kronik yang sudah mengalami
gangguan fungsi ginjal biasanya harus menjalani terapi pengganti ginjal atau
hemodialisa. Hemodialisa merupakan terapi jangka panjang yang biasa dilakukan
pada penderita gagal ginjal kronik. Hemodialisa berperan sebagai penyaring untuk
membuang toksin yang ada dalam darah. Pasien gagal ginjal kronik yang
melakukan hemodialisa di dunia diperkirakan berjumlah 1,4 juta orang dengan
insidensi pertumbuhan 8% per tahun (Terry & Weaver, 2012).
Kebutuhan dasar manusia merupakan sesuatu yang harus dipenuhi untuk
meningkatkan derajat kesehatan. Menurut Maslow, tingkat yang paling dasar
dalam kebutuhan dasar manusia meliputi kebutuhan fisiologis seperti udara, air,
makanan, tempat tinggal, eliminasi, seks, istirahat dan tidur (Potter & Perry,
2010). Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang termasuk
kedalam kebutuhan fisiologis, tidur juga hal yang universal karena semua individu
dimanapun berada membutuhkan tidur (Kozier, 2010).

1
2

Sebanyak 50-80% pasien yang menjalani hemodialisa mengalami gangguan


tidur (Sabry dkk, 2010). Penyebab dari gangguan tidur pada pasien hemodialisa
masih belum jelas dimengerti. Namun terdapat beberapa faktor yang diduga
berkontribusi dalam gangguan tidur seperti rasa nyeri yang dirasakan, rasa tidak
nyaman di kaki, sesak nafas, durasi terapi hemodialisis, tingginya kadar urea dan
atau kreatinin, disability, malnutrisi, kram otot, peripheral neuropathy dan
masalah somatik (Stankovic dkk., 2014).
Gangguan tidur sering terjadi pada pasien gagal ginjal kronik bahkan dapat
berlangsung lama, hal ini dapat mempengaruhi kualitas tidur pasien gagal ginjal
kronik baik dari segi tercapainya jumlah atau lamanya tidur yang berdampak pada
aktifitas keseharian individu. Gangguan tidur pada pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani terapi hemodialisa selain menyebabkan kualitas tidur yang buruk,
masalah tidur juga memberikan dampak negatif pada fisik dan mental serta dapat
mengarah pada penurunan penampilan pasien seperti disfungsi kognitif dan
memori, mudah marah, penurunan kewaspadaan serta konsentrasi. Sedangkan
kualitas tidur yang baik dapat memberikan perasaan yang tenang di pagi hari,
perasaan energik dan tidak mengeluh gangguan tidur (Safruddin, 2016).
Terapi yang dapat digunakan untuk mengatasi kualitas tidur terdiri dari
terapi farmakologi dan non farmakologi. Terapi non farmakologi untuk mengatasi
gangguan tidur yaitu terapi pengaturan diri, terapi psikologi dan terapi relaksasi.
Terapi pengaturan diri dilakukan untuk mengatur jadwal tidur penderita mengikuti
irama sikandian tidur normal penderita dan penderita harus disiplin mengatur
jadwal tidurnya. Terapi psikologi ditujukan untuk mengatasi gangguan jiwa atau
stres berat yang menyebabkan penderita sulit tidur. Terapi relaksasi dilakukan
dengan relaksasi nafas dalam, relaksasi otot progresif, latihan pasrah diri, terapi
musik dan aromaterapi.
Penggunaan terapi musik ditentukan oleh intervensi musikal dengan maksud
memulihkan, merelaksasikan, menjaga, memperbaiki emosi, fisik, psikologis,
kesehatan dan kesejahteraan. Musik dapat menurunkan aktifitas sistem saraf
simpatik serta kecemasan, denyut jantung, laju pernafasan dan tekanan darah yang
berkontribusi pada perbaikan kualitas tidur (Harmat dkk., 2011).
3

Penelitian yang dilakukan terkait dengan terapi musik terhadap kualitas


tidur pasien adalah penelitian yang dilakukan oleh Afif (2017) dengan judul
“Pengaruh Terapi Musik Suara Alam Terhadap Kualitas Tidur Pasien Gagal
Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di Ruang Rawat Inap RSD Gunung
Jati” yang dimana pasien diberikan musik suara alam (khususnya suara burung
dan suara air mengalir), hasilnya bahwa musik suara alam menciptakan perasaan
senang/bahagia, menstimulasi saraf simpatis sehingga mempercepat pemulihan
pasien dari stres. Kecemasan yang dirasakan oleh pasien sehingga dapat
meningatkan stimulasi terhadap sistem saraf simpatis, meningkatkan kerja
bernafas, meningkatkan kebutuhan oksigen dan stimulai miokardial.
Hal tersebut dikarenakan musik yang didengar melalui telinga akan
distimulasi ke otak, kemudian musik tersebut akan diterjemahkan menurut jenis
musik dan target yang akan distimulasi. Gelombang suara musik yang dihantakan
ke otak berupa energi listrik melalui jaringan syaraf akan membangkitkan
gelombang otak yang dibedakan atas frekuensi alfa, beta, theta dan delta. Dari
bagian tersebut, otak memerintahkan tubuh untuk merespon musik sebagai
tafsirannya. Jika musik ditafsirkan sebagai penenang, sirkulasi tubuh, detak
jantung, sirkulasi nafas pun menjadi tenang dan akhirnya pasien akan merasa
mengantuk (Stefanus, 2011). Terapi musik akan memberikan efek relaksasi
sehingga akan mengurangi kecemasan dan tingkat depresi, sehingga bisa
digunakan untuk menangani masalah gangguan tidur (Djohan, 2010).
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu


“Bagaimana pengelolaan dan pelayanan asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan sistem urinaria : gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa dengan
pemberian terapi musik terhadap kualitas tidur ?.

1.3 Tujuan PBLK

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum Praktek Belajar Lapangan Komprehensif (PBLK) adalah


dapat mengelola dan memberikan pelayanan asuhan keperawatan pada klien
4

dengan gangguan sistem urinaria : gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa
dengan pemberian terapi musik terhadap kualitas tidur.
1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk melakukan pengkajian pada pasien gagal ginjal kronik yang


menjalani hemodialisa.
b. Untuk menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien gagal ginjal kronik
yang menjalani hemodialisa.
c. Untuk menyusun intervensi keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal
kronik yang menjalani hemodialisa.
d. Untuk implementasi keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal kronik
yang menjalani hemodialisa.
e. Untuk evaluasi keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisa.

1.4 Manfaat PBLK

Praktek Belajar Lapangan Komprehensif ini diharapkan dapat memberikan

manfaat bagi:

1.4.1 Mahasiswa

Menambah wawasan dan pengalaman dalam mengaplikasikan hasil riset

keperawatan khususnya studi kasus tentang pelaksanaan asuhan keperawatan pada

pasien dengan masalah gagal ginjal kronik.

1.4.2 Institusi Pendidikan

Hasil studi kasus ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dan referensi

dalam proses pembelajaran dan pelaksanaan praktek pelayanan keperawatan pada

pasien dengan kasus gagal ginjal kronik.

1.4.3 Lahan Praktik

Studi kasus ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan perawat dalam

memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien dengan kasus gagal ginjal


5

kronik. Selain itu juga menjadi bahan evaluasi bagi perawat dalam memberikan

pelayanan keperawatan/asuhan keperawatan pada pasien.

Anda mungkin juga menyukai