Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE HEMORAGIC

Oleh :

NAMA : Melinda
NPM : 1714201110077
KELAS/SEMESTER : B/6
KELOMPOK : 10

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIAH BANJARMASIN
2020
I. KONSEP DASAR PENYAKIT
A. Anatomi dan Fisiologi Integumen
1. OTAK

Gambar 1. Anatomi otak

Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100
triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar),
serebelum (otak kecil), brainsterm (batang otak), dan diensefalon (Satyanegara, 1998).

Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks
serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan
area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan- gerakan voluntar, lobur
parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi
sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik
untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks
penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.

Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater
yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian
posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang
mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan
kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons
dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang
penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan,
pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang
penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan
serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi
aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat
stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.

Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan


hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal
yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi
pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki
atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada
beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan
rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah
dan emosi.

2. NERVUS CRANIALIS

a. Nervus olvaktorius

Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa rangsangan
aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak.

b. Nervus optikus

Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak.

c. Nervus okulomotoris

Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola mata)


menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani otot siliaris
dan otot iris.

d. Nervus troklearis

Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar mata yang


pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.

e. Nervus trigeminus
Bersifat majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga buah cabang.
Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan saraf otak besar,
sarafnya yaitu:

1) Nervus oltamikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian


depan kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan bola mata.

2) Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas,


palatum, batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris.

3) Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan motoris)


mensarafi otot-otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya
mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu.

f. Nervus abdusen

Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf


penggoyang sisi mata.

g. Nervus fasialis

Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut motorisnya mensarafi


otot-otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di dalam saraf ini terdapat
serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala
fungsinya sebagai mimik wajah untuk menghantarkan rasa pengecap.

h. Nervus auditoris

Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan dari


pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf pendengar.

i. Nervus Hipoglosus

Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan lidah,
saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.

j. Nervus vagus

Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf-saraf motorik,


sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru, esofagus, gaster
intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen. Fungsinya
sebagai saraf perasa.

k. Nervus asesorius
Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus trapezium,
fungsinya sebagai saraf tambahan.

l. Nervus hipoglosus

Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf ini
terdapat di dalam sumsum penyambung.

3. SIRKULASI DARAH OTAK

Gambar 2.

Anatomi Pembuluh Darah Otak

Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi


oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh
dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Dalam rongga
kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis,
yaitu sirkulus Willisi (Satyanegara, 1998).

Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis
kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan
bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan
media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti
nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan
bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk
korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk
lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama.
Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan
pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, terus
berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk
sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini
memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian
diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian
diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-
organ vestibular. Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-
venula (yang tidak mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris.
Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial.

B. Definisi

Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak


yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering
ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun
(Smeltzer and Bare, 2002). Menurut Doenges (2000) stroke/penyakit
serebrovaskuler menunjukan adanya beberapa kelainan otak baik
secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan
patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem
pembuluh darah otak.

Menurut Batticaca (2008) stroke adalah suatu keadaan yang timbul


karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan
terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang
menderita kelumpuhan atau kematian. menurut Corwin (2009) ada dua
klasifikasi umum cedera vascular serebral (stroke) yaitu iskemik dan
hemoragik. Stroke iskemik terjadi akibat penyumbatan aliran darah
arteri yang lama kebagian otak. Stroke Hemoragik terjadi akibat
perdarahan dalam otak.

Jadi stroke hemoragik adalah suatu keadaan kehilangan fungsi otak


yang diakibatkan oleh perdarahan dalam otak sehingga mengakibatkan
seseorang menderita kelumpuhan atau kematian.
C. Etiologi
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi

1. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.

2. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah


mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau
elastisitas dinding pembuluh darah. Dinding arteri menjadi lemah dan
terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan.
3. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.

4. Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang mempunyai


bentuk abnormal, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah
arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena, menyebabkan mudah
pecah dan menimbulkan perdarahan otak.
5. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
Faktor resiko pada stroke adalah :

1. Hipertensi

2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif,


fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif)
3. Kolesterol tinggi, obesitas
4. Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral)
5. Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
6. Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan
kadar estrogen tinggi)
7. Penyalahgunaan obat (kokain), rokok dan alkohol
(Smeltzer C. Suzanne, 2002)
D. Patofisiologi

Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran


dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah
tujuh hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan
gangguan di area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini
adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga
menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya
(Silbernagl, 2007).

Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan


penimbunan Na+ dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K +
ekstrasel sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan
penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel.
Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang mempercepat
kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+ (Silbernagl, 2007).

Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan


penyumbatan lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang
mencegah reperfusi, meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah
dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di
tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang
terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut
(Silbernagl, 2007).

Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi


menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit
sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan
postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan
bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia, dan
hemineglect (Silbernagl, 2007).
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan
hemiparesis dan defisit sensorik kontralateral, kesulitan
berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum
anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks
motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri
serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari
sistem limbic (Silbernagl, 2007).

Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan


hemianopsia kontralateral parsial dan kebutaan pada
penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan
memori (Silbernagl, 2007).

Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat


menyebabkan defisit di daerah yang disuplai oleh arteri serebri
media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat,
ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis),
dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan
pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama
akan menyebabkan defisit sensorik (Silbernagl, 2007).

E. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis yang muncul pada klien SH seperti:

1. Pengaruh terhadap status mental:

a. Tidak sadar : 30% - 40%

b. Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar

2. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:

a. Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)

b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)

c. Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)


3. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:

a. hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%)

b. inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang


terkena.

4. Daerah arteri serebri posterior

a. Nyeri spontan pada kepala

b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)

5. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:

a. Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak

b. Hemiplegia alternans atau tetraplegia

c. Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan


menelan, emosi labil)
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:

1. Stroke hemisfer kanan

a. Hemiparese sebelah kiri tubuh

b. Penilaian buruk

c. Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai


kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan
2. Stroke hemisfer kiri

a. Mengalami hemiparese kanan

b. Perilaku lambat dan sangat berhati-hati

c. Kelainan bidang pandang sebelah kanan

d. Disfagia global

e. Afasia

f. Mudah frustasi
F. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :

1. laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit,


kolesterol, dan bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb.
2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark

3. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan


bergesernya struktur otak
4. Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas
mengenai pembuluh darah yang terganggu.
5. Fungsi Lumbal : Menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya
ada trombosis, emboli serabral dan TIA, sedangkan tekanan
meningkat dan cairan yang mengandung darah menujukan adanya
hemoragi suaraknoid intrakranial. Kadar protein meningkat pada
kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses imflamasi.
6. Mengidentifikasi maslah didasarkan pada gelombang otak dan
mungkin adanya daerah lesi yang spesifik.
7. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari masa yang meluas; klasifikasi karptis interna
terdapat pada trombosis serebral.
8. Ultrasonografi Doppler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
(masalah system arteri karotis), aliran darah / muncul plak
(arteriosklerotik).

G. Pengkajian Medis

a. Secepatnya pada terapeutik window (waktu dari serangan hingga


mendapatkan pengobatan maksimal). Therapeutik window ini ada 3
konsensus:
a) Konsensus amerika : 6 jam
b) Konsensus eropa: 1,5 jam

c) Konsensus asia: 12 jam

Prinsip pengobatan pada therapeutic window:

a) Jaringan penubra ada aliran lagi sehingga jaringan penubra tidak


menjadi iskhemik.
b) Meminimalisir jaringan iskhemik yang terjadi.

b. Terapi umum

Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor – faktor kritis sebagai
berikut :

a) Menstabilkan tanda – tanda vital

(1) Mempertahankan saluran nafas (sering melakukan


penghisapan yang dalam , O2, trakeotomi, pasang alat bantu
pernafasan bila batang otak terkena)
(2) Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing –
masing individu ; termasuk usaha untuk memperbaiki
hipotensi maupun hipertensi.

b) Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung

c) Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang


kateter tinggal; cara ini telah diganti dengan kateterisasi “keluar –
masuk” setiap 4 sampai 6 jam.
d) Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin :

(1) penderita harus dibalik setiap jam dan latihangerakan pasif setiap 2
jam

(2) dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif


penuh sebanyak 50 kali per hari; tindakan ini perlu untuk
mencegah tekanan pada daerah tertentu dan untuk mencegah
kontraktur (terutama pada bahu, siku dan mata kaki)
c. Terapi khusus
Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti
agregasi dan neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan
pentoxifilin, tielopidin, low heparin, tPA.

a) Pentoxifilin

Mempunyai 3 cara kerja:

Sebagai anti agregasi → menghancurkan thrombus Meningkatkan


deformalitas eritrosit

Memperbaiki sirkulasi intraselebral

b) Neuroprotektan

(1) Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron, ex: notropil

Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis


glikogen

(2) Nimodipin: gol. Ca blocker yang merintangi masuknya Ca2+


ke dalam sel, ex.nimotup
Cara kerja dengan merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel
dan memperbaiki perfusi jaringan otak

(3) Citicholin: mencegah kerusakan sel otak, ex. Nicholin

Cara kerja dengan menurunkan free faty acid, menurunkan


generasi radikal bebas dan biosintesa lesitin

Ekstrax gingkobiloba, ex ginkan

d. Pengobatan konservatif

Pada percobaan vasodilator mampu meningkatkan aliran


darah otak (ADO), tetapi belum terbukti demikian pada tubuh
manusia. Dilator yang efektif untuk pembuluh di tempat lain ternyata
sedikit sekali efeknya bahkan tidak ada efek sama sekali pada
pembuluh darah serebral, terutama bila diberikan secara oral (asam
nikotinat, tolazolin, papaverin dan sebagainya), berdasarkan uji klinis
ternyata pengobatan berikut ini masih berguna : histamin, aminofilin,
asetazolamid, papaverin intraarteri.

e. Pembedahan

Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran


darah otak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga
menderita beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit
kardiovaskular yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi
umum sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik
dapat dipertahankan.

A. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN STROKE HEMORAGIC


PENGKAJIAN

a. Pengkajian

a) Identitas Klien

Mengcakup nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, No Mr,


pendidikan, status pekawinan, diangnosa medis dll.

b) Riwayat Kesehatan

(1) Riwayat Kesehatan Dahulu

Biasanya pada klien ini mempunyai riwayat hipertensi, diabetes


melitus, penyakit jantung, anemi, riwayat trauma kepala, kontrasepsi
oral yang lama, pengunaan obat-obat antikoagulan, aspirin dan
kegemukan/obesitas.

(2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Biasanya klien sakit kepala, mual muntah bahkan kejang sampai tak
sadarkan diri, kleumpuhan separoh badan dan gangguan fungsi otak.

(3) Riwayat Kesehatan Keluarga


Biasanya ada anggota keluarga yang menderita atau mengalami
penyakit seperti : hipertensi, Diabetes Melitus, penyakit jantung.

(4) Riwayat Psikososial

Biasanya masalah perawatan dan biaya pengobatan dapat membuat


emosi dan pikiran klein dan juga keluarga sehingga baik klien
maupun keluarga sering merasakan sterss dan cemas.

c) Pemeriksaan Fisik

(1) Rambut dan hygiene kepala

(2) Mata:buta,kehilangan daya lihat

(3) Hidung,simetris ki-ka adanya gangguan

(4) Leher,

(5) Dada

I : Simetris ki-ka
P : Premitus
P : Sonor
A : Ronchi

(6) Abdomen

I : Perut acites
P : Hepart dan lien tidak teraba
P : Thympani
A : Bising usus (+)

(7) Genito urinaria :dekontaminasi,anuria

(8) Ekstramitas :kelemahan,kelumpuhan.

d) Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis

(1) Tingkat Kesadaran

i. Kualitatif
Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.

 CMC → dasar akan diri dan punya orientasi penuh

 APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk

 LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk

 DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai pe ↑ abnormal


aktifitas psikomotor → gaduh gelisah
 SAMNOLEN → keadaan pasien yang selalu mw tidur →
diransang bangun lalu tidur kembali
 KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali

ii. Kuantitatif

Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)


 Respon membuka mata ( E = Eye )
o Spontan (4)
o Dengan perintah (3)
o Dengan nyeri (2)
o Tidak berespon (1)
 Respon Verbal ( V= Verbal )
o Berorientasi (5)
o Bicara membingungkan (4)
o Kata-kata tidak tepat (3)
o Suara tidak dapat dimengerti (2)
o Tidak ada respons (1)
 Respon Motorik (M= Motorik )
o Dengan perintah (6)
o Melokalisasi nyeri (5)
o Menarik area yang nyeri (4)
o Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
o Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
o Tidak berespon (1)

(2) Pemeriksaaan Nervus Cranialis

i. Test nervus I (Olfactory)

Fungsi penciuman Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta


klien mencium benda yang baunya mudah dikenal seperti sabun,
tembakau, kopi dan sebagainya. Bandingkan dengan hidung
bagian kiri dan kanan.

ii. Test nervus II ( Optikus)

Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang Test aktifitas visual, tutup
satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di koran, ulangi untuk
satunya.

Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan,


klien memandang hidung pemeriksa yang memegang pena warna
cerah, gerakkan perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien
langsung memberitahu klien melihat benda tersebut.

iii. Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens) Fungsi
koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).

 Test N III Oculomotorius (respon pupil terhadap cahaya),


menyorotkan senter kedalam tiap pupil mulai menyinari
dari arah belakang dari sisi klien dan sinari satu mata
(jangan keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena sinar.
 Test N IV Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan obyek
kurang lebih 60 cm sejajar mid line mata, gerakkan obyek
kearah kanan. Observasi adanya deviasi bola mata,
diplopia, nistagmus.
 Test N VI Abducens, minta klien untuk melihat kearah kiri
dan kanan tanpa menengok.
iv. Test nervus V (Trigeminus)

Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak


mata atas dan bawah.

 Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.


 Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip
kontralateral. Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla
dan mandibula dengan mata klien tertutup. Perhatikan
apakah klien merasakan adanya sentuhan
 Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah,
pemeriksa melakukan palpasi pada otot temporal dan
masseter.

v. Test nervus VII (Facialis)

 Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah,


terhadap asam, manis, asin pahit. Klien tutup mata, usapkan
larutan berasa dengan kapas/teteskan, klien tidak boleh
menarik masuk lidahnya karena akan merangsang pula sisi
yang sehat.
 Otonom, lakrimasi dan salvias
 Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta
klien untuk: tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata
sementara pemeriksa berusaha membukanya.

vi. Test nervus VIII (Acustikus)

Fungsi sensoris :

 Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien,


pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan
jari bergantian kanan-kiri.

 Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta


berjalan lurus, apakah dapat melakukan atau tidak.
vii. Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)

N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi


bagian ini sulit di test demikian pula dengan M.Stylopharingeus. Bagian
parasimpatik N IX mempersarafi M. Salivarius inferior. N X,
mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula, palatum
lunak, sensasi pharynx, tonsil dan palatum lunak.

viii. Test nervus XI (Accessorius)

Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah


Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian palpasi
kekuatannya. Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha
menahan test otot trapezius.

ix. Nervus XII (Hypoglosus)

- Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan

- Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi). Keluarkan lidah


klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat dan minta untuk
menggerakkan ke kiri dan ke kanan.

(3) Menilai Kekuatan Otot

Kaji cara berjalan dan keseimbangan


Observasi cara berjalan, kemudahan berjalan dan koordinasi
gerakan tangan, tubuh – kaki

1. Periksa tonus otot dan kekuatan


Kekualan otot dinyatakan dengan menggunakan angka
dari 0-5

0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot ; Iumpuh


total

1 = terlihat kontraksi tetap ; tidak ada gerakan pada sendi.

2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi


3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan
pemeriksa

4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi


kekuatannya berkurang

5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal

(4) Pemeriksaan reflek

Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien biasanya


dalam posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak memungkinkan.
Evaluasi respon klien dengan menggunakan skala 0 – 4

0 = tidak ada respon

1 = Berkurang (+)

2 = Normal (++)

3 = Lebih dari normal (+++)

4 = Hiperaktif (++++)

i. Reflek Fisiologis
 Reflek Tendon
o Reflek patella
Pasien bebaring terlentang lutut diangkat keatas fleksi kurang lebih
dari 300. tendon patella (ditengah-tengah patela dan Tuberositas
tibiae) dipukul dengan reflek hamer. respon berupa kontraksi otot
guardrisep femoris yaitu ekstensi dari lutut.

o Reflek Bisep
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 supinasi dan
lengan bawah ditopang ada atas (meja periksa) jari periksa
ditempat kan pada tendon m.bisep (diatas lipatan siku) kemudian
dipukul dengan reflek hamer.normal jika ada kontraksi otot biceps,
sedikit meningkat bila ada fleksi sebagian ada pronasi, hiperaktif
maka akan tejadi penyebaran gerakan-gerakan pada jari atau sendi.
o Reflek trisep
Lengan bawah disemifleksikan, tendon bisep dipukul dengan
dengan reflek hamer (tendon bisep berada pada jarak 1-2 cm diatas
olekronon) respon yang normal adalah kontraksi otot trisep,
sedikit meningkat bila ada ekstensi ringan dan hiperaktif bila
ekstensi bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai ke otot
– otot bahu.

o Reflek Achiles
Posisi kaki adalah dorso fleksi untuk memudah kan pemeriksaan
reflek ini kaki yang di[eriksa diletakan/disilangkan diatas tungkai
bawah kontral lateral.tendon achiles dipukul dengan reflek hamer,
respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.

o Reflek Superfisial
 Reflek kulit perut
 Reflek kremeaster
 Reflek kornea
 Reflek bulbokavernosus
 Reflek plantar
 Reflek Patologis

o Babinski
Merupakan reflek yang paling penting ia hanya dijumpai pada
penyakit traktus kortikospital.untuk melakukan tes ini, goreslah
kuat-kuat bagian lateral telapak kaki bagian lateraltelapak kaki dari
tumit ke arah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian
jantung kaki. Respon babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan
dorsofleksi dan jari-jari lain menyebar,klau normalnya adalah
fleksi plantar pada semua jari kaki.

Cara lain untuk membangkitkan rangsangan babinski:


 Cara chaddock
Rangsang diberikan dengan jalan menggores bagian lateral
maleolus hasil positif bila gerakan dorsoekstensi dari ibu jari dan
gerakan abduksi dari jarijari lainnya.

 Cara Gordon
Memencet ( mencubit) otot betis
 Cara Oppenheim
Mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior arah
mengurut kebawah (distal)

 Cara Gonda
Memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian melepaskannya
sekonyong koyong.

e) Rangsangan Meningeal
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis)
dilakukan pemeriksaan :

(1) Kaku kuduk


Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu
tidak dapat menempel pada dada --- Kaku kuduk positif (+)

(2) Tanda Brudzunsky I


(3) Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan tangan lain di
dada klien untuk mencegah badan tidak terangkat.Kemudian kepala klien
di fleksikan kedada secara pasif.Brudzinsky I positif (+)
(4) Tanda Brudzinsky II
(5) Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi panggul secara
pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.
(6) Tanda kerniq
(7) Fleksi tungkai atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada
sendi lutut normal-,bila tungkai membentuk sudut 1350 terhadap tungkai
atas. Kerniq + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit tebila
ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.
(8) Test lasegue
(9) Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri
sepanjang Mischiadicus.
f) Data Penunjang
(1) Laboratorium
 Hematologi
 Kimia klinik
(2) Radiologi
 CT Scan: Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan
adanya infark
 MRI: Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
 Sinar X Tengkorak: Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pineal.
b. Diagnosa keperawatan

1. Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot, kontrol


2. perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan perdarahan otak. Oedem
otak
3. Resiko infeksi b.d penurunan pertahanan primer
4. Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik
5. Resiko kerusakan integritas kulit b.d faktor mekanik
c. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan/KH Intervensi Rasional
1. Kerusakan NOC : NIC :
mobilitas Ambulasi/ROM 1.Terapi latihan Pergerakan aktif/pasif
fisik b.d normal Mobilitas bertujuan untuk
penurunan dipertahankan. sendi mempertahankan
kekuatan Setelah dilakukan o Jelaskan fleksibilitas sendi
otot tindakan keperawatan pada klien&kelg
5x24 jam tujuan latihan
pergerakan sendi.
KH:
o Monitor lokasi dan
o Sendi tidak ketidaknyamanan
kaku selama latihan
o Tidak terjadi o Gunakan
atropi otot pakaian yang
longgar
o Kaji kemampuan
klien
terhadap
pergerakan
o Encourage
ROM aktif
o Ajarkan
ROM aktif/pasif
pada

klien/keluarga. Ketidakmampuan fisik


o Ubah posisi klien dan psikologis klien
tiap 2 jam. dapat menurunkan
o Kaji perawatan diri sehari-
perkembangan/ke
hari dan dapat terpenuhi
ma juan latihan
2. Self care Assistance dengan bantuan agar
o Monitor kebersihan diri klien
kemandirian klien dapat terjaga
o bantu perawatan
diri klien
dalam hal:
makan,mandi,
toileting.
o Ajarkan keluarga
dalam pemenuhan
perawatan diri
klien.
2. Perfusi o NOC: perfusi NIC : Perawatan sirkulasi 1.mengetahui
jaringan jaringan Peningkatan perfusi kecenderungan tk
cerebral tidak cerebral. jaringan otak kesadaran dan
Setelah potensial peningkatan
efektif b.d
dilakukan TIK dan mengetahui
perdarahan Aktifitas :
tindakan lokasi. Luas dan
otak, oedem keperawatan 1. Monitor status kemajuan kerusakan
selama 5 x 24 neurologik SSP
jam perfusi 2. monitor status 2.Ketidakteraturan
jaringan respitasi pernapasan dapat
adekuat dengan 3. monitor bunyi jantung memberikan gambaran
indikator : 4. letakkan kepala lokasi
o Perfusi dengan posisi agak kerusakan/peningkata
jaringan yang ditinggikan dan dalam n TIK
adekuat posisi netral 3.Bradikardi dapat
didasarkan 5. kelola obat sesuai terjadi sebagai akibat
pada tekanan order adanya kerusakan
nadi perifer, 6. berikan Oksigen otak.
kehangatan sesuai indikasi 4.Menurunkan tekanan
kulit, urine arteri dengan
output yang meningkatkan drainase
adekuat dan &
tidak ada meningkatkan
gangguan pada sirkulasi
respirasi 5.Pencegahan/pengobat
an penurunan TIK
6.Menurunkan hipoksia
3. Resiko infeksi NOC : Risk NIC : Cegah infeksi
b.d penurunan Control Setelah 1. Mengobservasi & 1.Onset infeksi dengan
pertahanan dilakukan melaporkan tanda & system imun
gejala infeksi, seperti diaktivasi & tanda
primer tindakan
kemerahan, hangat, infeksi muncul
keperawatan 2.Klien dengan
rabas dan peningkatan
selama 3 x 24 jam suhu badan netropeni tidak
klien tidak 2. mengkaji suhu klien memproduksi cukup
mengalami netropeni setiap 4 jam, respon inflamasi
infeksi melaporkan jika karena itu panas
KH: temperature lebih dari biasanya tanda &
380C sering merupakan satu-
o Klien bebas
3. Menggunakan satunya tanda
dari tanda-
thermometer 3.Nilai suhu memiliki
tanda infeksi
elektronik atau merkuri konsekuensi yang
o Klien mampu
untuk mengkaji suhu penting terhadap
menjelaskan
4. Catat dan laporkan pengobatan yang tepat
tanda&gejala
nilai laboratorium 4.Nilai lab berkorelasi
infeksi
5. Kaji warna kulit, dgn riwayat klien &
kelembaban kulit, pemeriksaan fisik utk
tekstur dan turgor memberikan
lakukan dokumentasi pandangan
yang tepat pada setiap menyeluruh
perubahan 5.Dapat mencegah
6. Dukung untuk kerusakan kulit, kulit
konsumsi diet yang utuh merupakan
seimbang, penekanan pertahanan pertama
pada protein untuk terhadap
pembentukan system mikroorganisme
imun 6.Fungsi imun
dipengaruhi oleh
intake protein
4. Defisit NOC : Self Care NIC : Self Care
perawatan Assistance( 1. Observasi kemampuan 1. Dengan
diri b.d mandi, klien untuk mandi, menggunakan
kelemahan berpakaian, berpakaian dan makan. intervensi langsung
fisik makan, toileting. 2. Bantu klien dalam dapat menentukan
posisi duduk, yakinkan intervensi yang
Setelah dilakukan
kepala dan bahu tegak tepat untuk klien
Tindakan 2. Posisi duduk
selama makan dan 1
keperawatan jam setelah makan membantu proses
selama 5 x 24 jam 3. Hindari kelelahan menelan dan
Klien dapat sebelum makan, mandi mencegah aspirasi
Memenuhi dan berpakaian
Kebutuhan 4. Dorong klien untuk 3. Konservasi energi
perawatan diri tetap makan sedikit meningkatkan
KH: tapi sering toleransi aktivitas
-Klien terbebas dan peningkatan
dari bau, dapat kemampuan
makan sendiri, perawatan diri
4. Untuk meningkatkan
dan berpakaian
nafsu makan
Sendiri

5. Resiko NOC: NIC: Berikan manajemen


kerusakan mempertahankan tekanan 1. Meningkatkan
intagritas integritas kulit 1. Lakukan penggantian kenyamanan dan
kulit b.d Setelah dilakukan alat tenun setiap hari mengurangi resiko
faktor perawatan 5 x 24 dan tempatkan kasur gatal-gatal
yang sesuai 2. Menandakan gejala
mekanik jam integritas
2. Monitor kulit adanya awal  lajutan
kulit tetap kerusakan integritas
area
adekuat dengan kulit
kemerahan/pecah2
indikator : 3. monitor area yang 3. Area yang tertekan
Tidak terjadi tertekan biasanya sirkulasinya
kerusakan kulit 4. berikan masage pada kurang optimal shg
ditandai dengan punggung/daerah yang menjadi pencetus
tidak adanya tertekan serta berikan lecet
kemerahan, luka pelembab pad area 4. Memperlancar
yang pecah2 sirkulasi
Dekubitus
5. monitor status nutrisi 5. Status nutrisi baik
dapat membantu
mencegah keruakan
integritas kulit.
DAFTAR PUSTAKA

Nanda International. 2013.Aplikasi Asuhan Keperawata Berdasarkan Diagnosa


Medis & NANDA NIC- NOC Jilid 1 & 2. Jakarata:
Andra & Yessie. 2013. Kamus Asuhan Keperawatan. Bandung : Sailemba
Amin & Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarata : Percetakan Mediaction
Publishing Jogjakarta

Adib, M. 2009. Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung dan Stroke.
Edisi I. Yogyakarta: CV. Dianloka.

Batticaca, F. B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai