Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persalinan adalah saat yang sangat dinanti-nantikan pasangan suami istri untuk
dapat marasakan kebahagiaan melihat dan memeluk bayinya. Persalinan
merupakan proses fisiologik dimana uterus mengeluarkan atau berupaya
mengeluarkan janin dan plasenta setelah masa kehamilan 20 minggu atau lebih
dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain dengan bantuan
atau tanpa bantuan. Terdapat dua jenis persalinan, yaitu persalinan normal dan
persalinan abnormal.1

Persalinan normal adalah proses kelahiran janin pada kehamilan cukup bulan
(37-42 minggu), spontan, pada janin letak memanjang, presentasi belakang
kepala yang disusul dengan pengeluaran plasenta dan seluruh proses kelahiran
itu berakhir dalam waktu kurang dari 18-24 jam tanpa tindakan/pertolongan
buatan dan tanpa komplikasi.2 Angka persalinan di Indonesia sangat tinggi. Hasil
data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional menunjukkan
angka kelahiran per hari mencapai 10.000 anak dengan angka pertumbuhan
penduduk Indonesia mencapai 1,49 persen pertahun.3

Pada saat persalinan sebagian besar wanita mengeluh mengalami nyeri yang
sangat hebat. Nyeri yang dirasakan disebabkan oleh kontraksi kuat uterus untuk
membuka jalan lahir, peregangan otot serviks, vagina, perineum, dan penekanan
oleh kepala bayi. Nyeri itu sendiri merupakan bentuk pengalaman sensorik dan
emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan
jaringan.4 Rasa nyeri selama persalinan akan berbeda antara satu wanita dengan
yang lainnya. Banyak faktor yang mempengaruhi persepsi rasa nyeri diantaranya
rasa takut, cemas, jumlah kelahiran sebelumnya, presentasi janin, budaya
melahirkan, posisi saat melahirkan, dukungan keluarga, tingkat beta-endorphin,
kontraksi rahim yang intens selama persalinan dan ambang nyeri alami.2

1
Berbagai upaya dilakukan untuk mengelola nyeri pada persalinan, baik secara
farmakologi maupun nonfarmakologi. Manajemen nyeri secara farmakologi
lebih efektif dibanding dengan metode nonfarmakologi, namun metode
farmakologi lebih mahal, dan berpotensi mempunyai efek samping yang kurang
baik terhadap proses persalinan itu sendiri maupun terhadap janin. Sedangkan
metode nonfarmakologi bersifat murah, simpel, efektif, dan tanpa efek yang
merugikan. Metode nonfarmakologi juga dapat meningkatkan kepuasan selama
persalinan karena pasien dapat mengontrol perasaannya dan kekuatannya.

Pengelolaan nyeri pada persalinan merupakan aspek yang penting untuk


kesehatan wanita. Sayangnya hal ini seringkali diabaikan bahkan tidak jarang
para tenaga kesehatan meremehkan intensitas nyeri yang dirasakan oleh calon
ibu. Padahal pengelolaan nyeri yang tepat dapat meningkatkan kepuasan ibu dan
membantu mempercepat proses persalinan. Untuk dapat mengelola nyeri
persalinan dengan baik, pengukuran nyeri yang akurat serta pengetahuan
mengenai penanganan nyeri yang adekuat dibutuhkan oleh para tenaga
kesehatan sehingga dapat menurunkan angka morbiditas nyeri pada persalinan.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa definisi dari Nyeri?


2. Apa definisi dari Nyeri persalinan?
3. Bagaimana fakto-faktor yang mempengaruhi Nyeri persalinan?
4. Bagaimana penilaian Nyeri pada persalinan?
5. Bagaimana pengangan Nyeri selama proses persalinan?
6. Bagaimana intervensi Non farmakologi?
7. Bagaimana Analgesik sistemik?
8. Bagaimana intervensi farmakologi?

C. TUJUAN

2
1. Mahasiswa dapat mengetahui Apa definisi dari Nyeri?
2. Mahasiswa dapat mengetahui Apa definisi dari Nyeri persalinan?
3. Mahasiswa dapat mengetahui Bagaimana fakto-faktor yang mempengaruhi Nyeri
persalinan?
4. Mahasiswa dapat mengetahui Bagaimana penilaian Nyeri pada persalinan?
5. Mahasiswa dapat mengetahui Bagaimana pengangan Nyeri selama proses
persalinan?
6. Mahasiswa dapat mengetahui Bagaimana intervensi Non farmakologi?
7. Mahasiswa dapat mengetahui Bagaimana Analgesik sistemik?
8. Mahasiswa dapat mengetahui Bagaimana intervensi farmakologi?

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Nyeri
Berdasarkan International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri
didefinisikan sebagai suatubentuk pengalaman sensorik dan emosional yang
tidak menyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan
atau cenderung akan terjadi kerusakan jaringan.4,8

Berdasarkan definisi tersebut nyeri merupakan suatu gabungan dari


komponen objektif yang merupakan aspek fisiologi sensorik nyeri dan
komponen subjektif yang merupakan aspek emosional dan psikologis. Nyeri
timbul akibat adanya rangsangan oleh zat-zat algesik (Prostaglandin,
serotonin dan atau bradikinin) pada reseptor nyeri yang banyak dijumpai pada
lapisan superfisial kulit dan pada beberapa jaringan di dalam tubuh seperti
periosteum, permukaan sendi, otot rangka, dan pulpa gigi.

B. Nyeri Pada Persalinan


Sebagian besar wanita mengalami nyeri yang hebat selama proses
persalinan. Berbeda dengan nyeri pada umumnya, nyeri pada persalinan
merupakan proses fisiologis yang normal. Nyeri pada persalinan terdiri dari
nyeri viseral dan nyeri somatik. Pada tahap pertama disebut nyeri viseral
yang berasal dari bagian bawah abdomen dan menyebar ke daerah lumbar
punggung dan menurun ke paha. Pada tahap kedua terjadi nyeri somatik atau
nyeri perineum akibat peregangan pada perineum. Mekanisme nyeri pada
persalinan melibatkan serat serat saraf yang mempersarafi uterus.

Pada kala satu persalinan, nyeri disebabkan oleh kontraksi miometrium yang
berhubungan dengan dilatasi serviks dan peregangan segmen bawah uterus.
Nyeri juga dapat muncul akibat peregangan dan kompresi struktur pelvis dan
perineum. Sejalan dengan meningkatnya kontraksi rahim yang menyebabkan

4
teregangnya bagian bawah rahim, maka terjadi pembukaan serviks dan
iskemi otot uterus secara progresif, hal ini semakin memicu terjadinya nyeri
pada kala satu.4,10 Nyeri selama persalinan kala satu seluruhnya berupa nyeri
visceral dimana impuls nyeri diantarkan oleh serat saraf aferen visceral
simpatis melalui serabut saraf A-delta dan C.11 Pada fase laten penjalaran
nyeri melibatkan dermatom T11 dan T12, sedangkan ketika memasuki fase
aktif penjalaran nyerinya mengikuti dermatom T10-L1. Serat aferen visceral
berjalan bersama dengan serat saraf simpatik menuju ke fleksus servikal dan
uterine, kemudian melalui fleksus hipogastrik dan aortic, sebelum memasuki
medulla spnalis dengan radiks nervi spinal T10-L1. Pada fase ini pasien akan
merasakan nyeri pada area abdomen bawah, namun dapat juga direferal ke
area lumbosakral, region glutea dan femur saat terjadi kemajuan persalinan.
Peningkatan intensitas nyeri seiring dengan peningkatan kontraksi uterus.
Rasa nyeri pada daerah pelvis terutama pada traktus genitalia interna,
disebabkan oleh proses persarafan melalui susunan saraf simpatik, akibatnya
terjadi kontraksi dan vasokonstriksi. Sebaliknya saraf parasimpatis akan
mencegah kontraksi dan menyebabkan vasodilatasi. Jadi saraf simpatis akan
menjaga tonus uterus sedangkan saraf parasimpatis mencegah tonus uterus,
sehingga terjadilah kontraksi uterus yang intermiten. Rangkaian susunan saraf
simpatis pada daerah serviks meliputi rantai sakralis, fleksus hemoroidalis,
dan fleksus hipogastrika superior.4,10,12

Pada persalinan kala dua terjadi proses pelahiran janin, sehingga struktur
selanjutnya yang terlibat adalah vagina dan pelvis. Pada fase ini terjadi
peregangan dan kompresi struktur pelvis dan perineal serta distensi vagina,
sehingga meningkatkan rasa nyeri. Proses perjalanan nyerinya adalah melalui
serat saraf A-delta dan C yang kemudian melewati serabut saraf parasimpatis
pada nervus pudendalis yang nantinya akan menjalar ke dermatom S2-S4.
Rangsangan nyeri selama proses persalinan akan mempengaruhi susunan
saraf otonom, sistem respirasi, dan kardiovaskuler, dan otot rangka.

5
Selain mekanisme nyeri diatas, yang dibagi atas kala satu dan kala dua, juga
terdapat jalur persarafan nyeri lainnya selama persalinan. Serabut saraf
tersebut antara lain ilioinguinal, genitofemoral, cabang-cabang dari saraf paha
posterior. Nyeri somatik ini dirasakan pada dermatom

Gambar 1. Persarafan nyeri pada persalinan

Nyeri selama proses persalinan akan menimbulkan berbagai respon stress.


Pada sistem respirasi, nyeri persalinan akan menyebabkan hiperventilasi yang
nantinya akan terjadi hipokarbi dan akhirnya mengarah kepada alkalosis
respiratori, namun respon ini dikompensasi oleh asidosis metabolik. Pada
system kardiovaskuler persalinan akan menyebabkan terjadinya peningkatan
denyut jantung dan stroke volume, sehingga cardiac output juga meningkat
dan akhirnya tekanan darah ibu meningkat. Peningkatan cardiac output
terbesar terjadi pada saat persalinan, karena hilangnya penekanan pada vena
cava sehingga venus return akan meningkat. Peningkatan venus return inilah
yang menyebabkan peningkatan cardiac output. Secara hormonal, stimuli
nyeri selama proses persalinan mengakibatkan peningkatan pelepasan
adrenalin dan noradrenalin dari medulla adrenal, akibatnya resistensi perifer
dan cardiac output meningkat. Nyeri juga meningkatkan pelepasan beta-
endorfin dan ACTH dari hipofisis anterior.

6
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri Persalinan
1. Faktor Internal
a. Pengalaman dan pengetahuan tentang nyeri
Pengalaman sebelumnya seperti persalinan terdahulu akan membantu ibu
dalam mengatasi nyeri, karena ibu telah memiliki koping terhadap nyeri. Ibu
multipara dan primipara kemungkinan akan berespon terhadap nyeri berbeda-
beda walaupun menghadapi kondisi yang sama yaitu suatu persalinan. Hal ini
dikarenakan ibu multipara telah memiliki pengalaman pada persalinan
sebelumnya.14

b. Usia
Usia muda cenderung dikaitkan dengan kondosi psikologis yang masih labil,
yang memicu terjadinya kecemasan sehingga nyeri yang dirasakan menjadi
lebih berat. Usia juga dipakai sebagai salah satu faktor dalam menentukan
toleransi terhadap nyeri. Toleransi akan meningkat seiring bertambahnya usia
dan pehaman terhadap nyeri.14

c. Aktifitas Fisik
Aktifitas ringan bermanfaat mengalihkan perhatian dan mengurangi rasa sakit
menjelang persalinan, selama itu tidak melakukan latihan-latihan yang tidak
terlalu keras dan berat, serta menimbulkan keletihan pada wanita karena hal
ini justru akan memicu nyeri yang lebih berat.14

d. Kondisi psikologi
Situasi dan kondisi psikologis yang labil memegang peranan penting dalam
memunculkan nyeri persalinan yang lebih berat. Salah satu mekanisme
pertahanan jiwa terhadap sterss adalah konversi yaitu memunculkan
gangguan secara psikis menjadi gangguan fisik.

2. Faktor Eksternal
a. Agama

7
Semakin kuat kualitas keimanan seseorang maka mekanisme pertahanan
tubuh terhadap nyeri semakin baik karena berkaitan dengan kondisi
psikologis yang relatif stabil.

b. Lingkungan Fisik
Lingkungan yag terlalu ekstrim seperti perubahan cuaca, panas, dingin,
ramai, bising memberikan stimulus terhadap tubuh yang memicu terjadinya
nyeri.

c. Budaya
Budaya tertentu akan mempengaruhi respon seseorang terhadap nyeri, ada
budaya yang mengekspresikan nyeri secara bebas, tapi ada pula yang tidak
perlu di ekspresikan secara berlebihan.

d. Support Sistem
Tersedianya sarana dan support sistem yang baik dari lingkungan dalam
mengatasi nyeri, dukungan keluarga dan orang terdekat sangat membantu
mengurangi rangsang nyeri yang dialami oleh seseorang saat menghadapi
persalinan.

e. Sosial Ekonomi
Tersedianya sarana dan lingkungan yang baik dapat membantu mengatasi
rangsang nyeri yang dialami. Seringkali status ekonomi mengikuti keadaan
nyeri persalinan. Keadaan ekonomi yang kurang, pendidikan yang rendah,
informasi yang minimal dan kurang sarana kesehatan yang memadai akan
menimbulkan ibu kurang mengetahui bagaimana mengatasi nyeri yang
dialami dan masalah ekonomi berkaitan dengan biaya dan persiapan
persalinan sering menimbulkan kecemasan tersendiri dalam menghadapi
persalinan.

D. Penilaian Nyeri pada Persalinan


Penilaian nyeri selama persalinan sangatlah penting, untuk mengetahui
seberapa rasa sakit yang diderita pasien dan juga untuk memonitoring kerja
8
obat analgesia yang diberikan selama persalinan. Agar alat-alat pengkajian
nyeri dapat bermanfaat, alat tersebut harus memenuhi kriteria sebagai
berikut : (1) mudah dimengerti dan digunakan, (2) memiliki sedikit upaya
pada pihak pasien, (3) mudah dinilai, dan (4) sensitif terhadap perubahan
kecil dalam intensitas nyeri. Individu merupakan penilai terbaik dari nyeri
yang dialaminya dan karenanya harus diminta untuk menggambarkan dan
membuat tingkatnya. Penilaian nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan:

a. Verbal Rating Scale (VRS)

Pendeskripsian ini juga disebut Verbal Descriptor Scale (VDS). Skala ini
memberikan pilihan 5 skala deskripsi untuk menggambarkan nyeri yang
dialami pasien. Perawat menunjukkan skala tersebut kepada pasien dan
meminta pasien memilih intensitas nyeri yang ia rasakan. Skala ini
memungkinkan pasien memilih sebuah ketegori untuk mendeskripsikan nyeri
yang dirasakan. Memperluas pilihan kata akan membuat VRS menjadi tidak
efisien dan kompleks bagi pasien. Adapun kekurangan skal ini adalah
kesulitan mengukur perubahan kecil pada nyeri karena interval VRS kurang
sensitif dibandingkan NRS ataupun VAS.

b. Numerical Rating Scale (NRS)

9
Skala penilaian numerik lebih digunakan sebagai pengganti alat
pendeskripsian verbal. Dalam hal ini, pasien menilai nyeri dengan
menggunakan skala 0-10. Skala efektif digunakan saat mengkaji intensitas
nyeri sebelum dan setelah intervensi.

Interpretasi :
0 : Tidak nyeri
1.2 : Nyeri ringan. Secara objektif pasien dapat berkomunikasi
dengan baik.
1.3 : Nyeri sedang. Secara objektif pasien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat
mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
6.7 : Nyeri berat. Secara objektif pasien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tetapi masih respon terhadap tindakan, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak
dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
8-10 : Nyeri sangat berat. Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi.

c. Visual Analog Scale (VAS)

No Pain Worst Possible Pain

VAS adalah merupakan suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri
yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsian verbal pada setiap
ujungnya. Pasien diminta untuk menandai garis tersebut di titik yang
menggambarkan intensitas nyeri yang dialami. Dapat dilakukan dengan

10
mistar plastik/kertas disertai dengan penanda. Adapun variasi dalam
penerapan VAS mencakup penggunaan kata-kata/angka.

E. Penanganan Nyeri Selama Proses Persalinan


Sebagian besar wanita mengalami nyeri yang hebat selama proses persalinan.
Banyak metode yang dapat dipilih untuk mengurangi rasa nyeri pada saat
persalinan sesuai dengan keinginan ibu. Metode tersebut dapat berupa
intervensi non-farmakologi dan intervensi farmakologi.

F. Intervensi Non-farmakologis
Intervensi non-farmakologi banyak digunakan sebelum ditemukannya obat
anestesi dan analgesia untuk mengurangi nyeri saat persalinan. Intervensi
non-farmakologi ini hingga sekarang masih digunakan karena efek samping
yang ditimbulkan pada fetus atau neonatus sedikit, selain itu ibu juga dapat
berpartisipasi dalam proses persalian. Oleh karena itu, teknik ini lebih dipilih
oleh ibu hamil yang ingin mempunyai pengalaman melahirkan secara normal.
Terapi ini merupakan alternatif yang dapat dipilih pada pasien yang tidak
ingin menggunakan obat-obatan atau dapat juga digunakan bersama-sama
sebagai tambahan dari terapi obat-obatan.

Intervensi non-farmakologis dibawah ini dapat digunakan dalam mengelola


nyeri pada persalinan. Penelitian terhadap terapi non-faramakologi
hidroterapi, injeksi air intradermal, pergerakan dan pengaturan posisi ibu saat
persalinan serta dukungan yang kontinu saat persalinan telah terbukti mampu
mengurangi nyeri selama persalinan secara signifikan. Beberapa teknik
seperti akupuntur, pemijatan/masase, Transcutaneous Electrical Nerve
Stimulation (TENS) serta hipnosis memberikan hasil yang menjanjikan
namun masih diperlukan penelitian lebih lanjut. Teknik lainnya seperti teknik
relaksasi dan pernapasan, kompres panas/dingin, accupresure, aromaterapi,

11
serta audioanalgesia dikatakan belum banyak dipelajari ataupun hasil
penelitian terhadap efektivitas yang didapatkan terlalu bervariasi.

a. Hidroterapi
Hidroterapi dapat mengurangi nyeri, ketegangan otot dan kecemasan secara
dramatis pada banyak wanita. Terdapat 2 macam teknik yang digunakan pada
hidroterapi ini yaitu dengan berendam dalam bak mandi dan menggunakan
shower. Suhu air yang digunakan hendaknya dipertahankan dan tidak
melebihi 37-37,5oC. Air yang lebih hangat dapat meningkatkan suhu tubuh
wanita dan mengakibatkan takikardi janin. Selain merangsang pengeluaran
endorphin akibat efek rileks yang diciptakan, air hangat juga mampu
menghambat impuls-impuls saraf yang menghantarkan rasa sakit sehingga
membuat persalinan tidak begitu terasa berat.

Pada penanggulangan nyeri dengan menggunakan shower wanita diminta


berdiri atau duduk disebuah kursi dibawah shower. Metode ini dapat
digunakan di setiap fase dari kala satu dan awal kala dua pada persalinan.
Wanita yang memiliki gangguan keseimbangan atau kemampuan berdiri yang
tidak memadai saat persalinan merupakan kontraindikasi. Sayangnya metode
ini belum banyak dipelajari, namun dari pengalaman klinik menunjukkan
banyak wanita mengalami peningkatan relaksasi dan pengurangan nyeri yang
bermakna.

Metode penanggulangan nyeri persalinan dengan berendam hendaknya


menggunakan bak mandi yang dalam dan memberikan ruang pasangan dan
wanita untuk bergerak. Ketinggian air diatur agar berada diatas pusar baik
saat ibu dalam posisi duduk, jongkok ataupun tiduran. Berendam dapat
dilakukan setelah terjadi proses persalinan aktif. Tujuannya agar kulit vagina
menjadi tipis dan lebih elastis sehingga akan lebih mudah untuk meregang
saat kepala bayi keluar melewati vagina. Berendam sebelum pembukaan 5 cm
dapat memperlambat kontraksi sehingga persalinan berlangsung lebih lama
dan membutuhkan augmentasi oksitosin yang lebih besar. Berendam sebelum
persalinan aktif dapat direkomendasikan untuk menghentikan kontraksi
12
prematur atau memperlambat kontraksi pra persalinan yang melelahkan
sehingga ibu dapat beristirahat.

Adapun keuntungan dari menggunakan terapi ini adalah kemajuan persalian


yang cepat dan peningkatan nyeri yang lebih lambat pada wanita yang
berendam. Persalinan ini berlangsung kurang lebih 1-2 jam setelah
dimualinya fase aktif dimana persalinan biasa membutuhkan waktu hingga 8
jam. Kepuasan terhadap hidroterapi juga tinggi sehingga diperlukan
pemahaman yang memadai terkait teknik terapi ini diperlukan untuk
menemukan metode yang paling aman dan memberikan keuntungan terbesar
bagi penggunanya.

b. Injeksi Air Intradermal


Injeksi air intradermal atau disebut juga intracutaneous sterile water
injection dapat mengurangi rasa nyeri pada punggung selama persalinan
(back pain labor). Insiden nyeri punggung bawah pada wanita selama
bersalin berkisar antara 15%-74% dari seluruh persalinan. Hal ini desebabkan
akibat posisi janin oksiput posterior, persisten ansynclitsime, karakteristic
pelvis ibu serta perjalaran nyeri akibat kontraksi uterus.

Injeksi ini dilakukan dengan menyuntikkan 0,05-0.1 mL air steril ke


intradermal diempat lokasi dengan menggunakan 1 ml spuite injeksi dengan
jarum 25G. Dua injeksi dilakukan diatas masing-masing spina illiaca
posterior, sisanya dilakukan di 3 cm ke bawah dan 1 cm kearah medial dari
lokasi injeksi pertama. Injeksi yang dilakukan menimbulkan rasa nyeri seperti
tersengat selama 20-30 detik. Namun setelah nyeri akut akibat injeksi ini
hilang, biasanya nyeri punggung yang dirasakan pasien juga menghilang dan
bertahan hingga 2 jam tanpa pengulangan. Administrasi dapat dilakukan pada
saat pasien mengalami kontraksi serta dilakukan oleh 2 petugas secara
simultan untuk mengimbangi ketidaknyaman dan mempercepat proses saat
injeksi. Teknik ini dapat diulang sesuai keinginan pasien. Penggunaan normal
salin sebagai pengganti air steril diakatakan kurang efektif dalam
menurunkan nyeri punggung pada persalinan.
13
Metode injeksi air intradermal ini efektif dalam menurunkan nyeri punggung
yang berat pada sebagian besar wanita selama persalinan tanpa efek samping
pada janin serta pada ibu kecuali nyeri akut yang ekstrim namun sementara
pada saat injeksi. Teknik ini merupakan teknik yang murah, sederhana, serta
pilihan bagi wanita yang tidak ingin menggunakan obat-obatan untuk
mengatasi nyeri ataupun ingin menunda penggunaan epidural analgesia atau
pilihan epidural tidak tersedia. Sayangnya, injeksi ini hanya dapat digunakan
untuk mengatasi nyeri punggung saja.

c. Pergerakan dan Pengaturan Posisi Ibu


Posisi persalinan, perubahan posisi dan pergerakan yang tepat akan
membantu meningkatkan kenyamanan/ menurunkan rasa nyeri,
meningkatkan kepuasan akan kebebasan untuk bergerak, dan meningkatkan
kontrol diri ibu. Selain itu, posisi ibu juga dapat mempengaruhi posisi bayi
dan kemajuan persalinan. Perubahan posisi secara adekuat akan dapat
merubah ukuran dan bentuk pelvic outlet sehingga kepala bayi dapat bergerak
pada posisi optimal di kala I, berotasi dan turun pada kala II. Bergerak dan
posisi tegak (upright position) dapat mempengaruhi frekuensi, lama dan
efisiensi kontraksi. Grafitasi membantu bayi bergerak turun lebih cepat.
Perubahan posisi membantu meningkatkan asupan oksigen secara
berkelanjutan pada janin, yang berbeda jika ibu berbaring horizontal karena
dapat menyebabkan terjadinya hipotensi. Berbagai perubahan posisi bisa
dilakukan ibu dengan atau tanpa bantuan pasangan/keluarga atau perawat.

Berbagai studi ilmiah tentang pergerakan dan posisi persalinan pada kala I
dilakukan untuk membandingkan dampak berbagai posisi tegak (upright
position) dengan posisi horizontal (supine) terhadap nyeri dan kemajuan
persalinan. Berdasarkan review yang dilakukan oleh Simkin & Bolding
(2004) terhadap 14 studi intervensi terkait, menunjukkan bahwa: 1) tidak ada
ibu yang menyatakan bahwa posisi horizontal lebih meningkatkan
kenyamanan dibandingkan posisi lainnya, 2) berdiri lebih meningkatkan
kenyamanan dibandingkan berbaring atau duduk, 3) duduk lebih

14
meningkatkan kenyamanan dibandingkan berbaring jika dilatasi serviks
kurang dari 7 cm, 4) posisi tegak-duduk, berdiri atau berjalan- menurunkan
nyeri dan meningkatkan kepuasan ibu, dan 5) posisi tegak tidak
memperpanjang masa persalinan dan tidak menyebabkan cedera pada ibu
yang sehat. Sedangkan review sistematis terhadap sembilan studi intervensi
tentang posisi ibu di kala I persalinan yang dilakukan oleh Souza et al (2006)
menunjukkan bahwa mengadopsi posisi tegak atau ambulasi aman bagi ibu
dan memberikan kepuasan karena adanya kebebasan untuk bergerak. Tetapi
dikarenakan kurangnya bukti yang signifikan dan keterbatasan penelitian-
penelitian yang ada, maka keuntungan poisisi tegak belum dapat
direkomendasikan untuk memperpendek durasi persalinan dan meningkatkan
kenyamanan ibu.

Adapun berbagai perubahan posisi yang dapat dilakukan ibu, antara lain:

a. Berbaring horizontal (supine)


Secara umum posisi ini dirasakan tidak nyaman. Posisi ini dapat
mengakibatkan uterus menekan pembuluh darah vena cava, menurunkan
aliran darah ke plasenta, dan menekan diafragma yang membuat ibu sulit
untuk bernafas. Untuk meningkatkan kenyamanan dan dukungan, letakkan
bantal dibawah lutut dan tekuk lutut sedikit, atau duduk semi fowler dengan
kepala dan bahu terangkat dan tersanggah oleh setumpuk bantal.

b. Berbaring miring (lateral)


Posisi lateral mencegah terjadinya penekanan pada perineum dan mencegah
penekanan pada vena cava sehingga memaksimalkan aliran darah ke uterus
dan janin. Pada saat melahirkan, pasangan dapat membantu menyangga kaki
ibu yang mencegah penekanan terhadap kepala bayi.

c. Pada tangan dan lutut


Posisi ini dapat mengurangi nyeri punggung dan memberikan kesempatan
pada bayi dengan presentasi oksiput posterior untuk berputar serta membantu
bayi yang mengalami distress karena posisi ini memaksimalkan aliran darah

15
ke uterus dan plasenta. Posisi ini akan sulit dilakukan apabila ibu mendapat
epidural anestesi.

d. Posisi tegak (upright)

Posisi ini terbagi atas:


Duduk pada awal persalinan: membuat uterus maju kedepan,
mencegah uterus menekan diafragma, dan memperbaiki aliran darah
pada otot yang berkontraksi. Bisa menggunakan kursi persalinan atau
kursi lainnya atau menggunakan bola.


Berdiri atau berjalan: membantu memperlebar pelvik outlet dan
membiarkan grafitasi bekerja mendorong bayi menekan serviks.
Gunakan diding atau pasangan sebagai penyanggah saat terjadi kontraksi.


Berjongkok (squatting): membuka pelvis lebih lebar sehingga bayi
memiliki cukup ruang untuk bergerak turun ke jalan lahir. Saat
berjongkok, rata-rata pelvik outlet menjadi 28% lebih besar
dibandingkan dengan posisi berbaring. Dilakukan saat kepala bayi telah
engaged. Dapat menggunakan squatting bar atau dua orang yang
mendukung mempertahankan posisi ini. Sebaiknya tidak digunakan pada
persalinan dengan presentasi oksiput posterior. 16


Berlutut saat kelahiran: mempertahankan posisi upright tanpa
menegangkan punggung. Berlutut bisa dilakukan di atas bantal, pada
tempat tidur atau pada dinding. 16
d. Dukungan Kontinu Selama Persalinan
Dukungan kontinu selama perslinan mengacu pada perawatan non-medis
kepada wanita selama persalinan oleh tenaga terlatih. Dukungan yang kontinu
diartikan secara luas oleh beberapa penelitian. Ada yang mendefinisikan
waktu minimal pendampingan persalinan sebesar 80% dari total keseluruhan
waktu selama persalinan bahkan ada yang mendefinisikan dukungan terus-
16
menerus tanpa interupsi kecuali untuk penggunaan toilet. Dukungan yang
diberikan mencakup dukungan emosional, kenyamanan fisik, pemberi
informasi, saran dan penuntun, serta memfasilitasi kebutuhan ibu. Adapun
sumber pendukung persalinan di Indonesia adalah bidan, perawat serta
pasangan pasien.

Pada beberapa penelitian sebagian besar menyatakan bahwa wanita yang


mendapatkan dukungan persalinan secara terus menerus lebih sedikit yang
membutuhkan terapi farmakologi maupun melahirkan dengan metode seksio.
Tingkat kepuasan pasien jauh lebih tinggi dan sedikit yang merasakan
pengalaman buruk saat bersalin. Penelitian lebih lanjut mengenai hal ini
menunjukkan bahwa efektifitas metode ini lebih besar didapatkan apabila
pendukung persalinan berasal bukan merupakan staf di rumah sakit. Hal ini
mungkin terjadi akibat pekerjaan lain yang dimiliki staf di rumah sakit
sehingga mereka tidak fokus untuk memperhatikan ibu selama persalinan.
Selain itu hal ini mungkin disebabkan akibat kurangnya pengetahuan staf
rumah sakit akan peran mereka sebagai pendukung persalinan.

e. Acupressure
Teknik acupressure berlandaskan pada teori akupuntur yang menyatakan

bahwa masalah kesehatan yang spesifik muncul ketika terjadi blokade arus

energi sepanjang meridian tertentu dalam tubuh. Dengan melepaskan blokade

tersebut, keserasian dan fungsi halus dapat dikembalikan. Metode ini dapat

digunakan untuk menginduksi persalinan, meningkatkan frekuensi kontraksi

serta mengurangi nyeri akibat kontraksi uterus yang tidak disertai dengan

kemajuan persalinan yang adekuat. Teknik acupressure dilakukan dengan

melakukan pemijatan atau penekanan pada satu titik tubuh tertentu.

Penekanan dilakukan pada titik hoku/hegu yang berada antara tulang

metacarpal pertama dan kedua pada belakang tangan. Satu siklus penekanan

dilakukan secara kuat selama 10-60 detik dengan menggunakan jari


17
kemudian istirahat dalam waktu yang sama. Siklus diulangi hingga sekitar 6

kali. Metode ini belum pernah dibuktikan dengan evaluasi ilmiah sehingga

efektifitasnya belum dapat dipastikan. Namun, tekniknya sederhana dan

tampaknya bebas dari efek yang merugikan.

f. Pemijatan/Masase
Masase adalah melakukan tekanan tangan pada jaringan lunak, biasanya otot,
tendon atau ligamen, tanpa menyebabkan gerakan atau perubahan posisi
sendi untuk meredakan nyeri, menghasilkan relaksasi, dan atau memperbaiki
sirkulasi. Gerakan-gerakan dasar pada masase meliputi gerakan memutar
yang dilakukan oleh telapak tangan, gerakan menekan dan mendorong
kedepan dan kebelakang menggunakan tenaga, menepuk-nepuk, memotong-
motong, dan meremas-remas.

Masase membantu ibu merasa lebih segar, rileks dan nyaman selama
persalinan. Sebuah penelitian menyebutkan ibu yang dipijat 20 menit setiap
jam selama tahap persalinan akan akan lebih bebas dari rasa nyeri. Hal ini
terjadi akibat pelepasan senyawa endorphin oleh tubuh yang merupakan
pereda nyeri alami. Endorphin juga dapat menciptakan perasaan nyaman pada
pasien. Masase dapat dilakukan di kepala, leher, bahu, punggung dan tungkai.

Beberapa macam metode masase yang dapat dilakukan dalam mengatasi


nyeri pada persalinan diantaranya:
- Metode Effluerage
Metode ini dilakukan dengan posisi pasien setengah duduk lalu letakkan
kedua telapak tangan pada perut dan secara bersamaan digerakkan melingkar
kearah pusat ke simfisis atau dapat juga menggunakan satu telapak tangan
dengan gerakan melingkar atau satu arah. Metode ini dapa dilakukan
langsung oleh pasien.

- Metode Deep Back Masase

18
Metode dilakukan dengan posisi pasien berbaring miring kemudian telapak
tangan menekan pada bagian sakrum dan dilepaskan. Manuver ini dapat
dilakukan secara kontinu saat pasien merasakan nyeri pada saat kontraksi
rahim.

- Firm Counter Pressure


Metode ini memperlakuan pasien dalam kondisi duduk kemudian dilakukan
penekanan pada daerah sakrum secara bergantian dengan tangan yang
dikepalkan secara beraturan.

- Abdominal Lifting
Abdominal lifting memperlakukan pasien dengan cara membaringkan pasien
pada posisi terlentang dengan posisi kepala agak tinggi. Kedua telapak tangan
diletakkan pada pinggang bela kang pasien, kemudian secara bersamaan
lakukan usapan yang berlawanan kearah puncak perut tanpa menekan kearah
dalam, kemudian diulangi lagi.

g. Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS)


TENS adalah metode lain yang dapat digunakan untuk mengurangi nyeri saat
persalinan. Teori gate control tentang nyeri menjelaskan bahwa stimulasi
saraf perifer yang besar dapat menghambat sinyal yang masuk ke jaras nyeri
pusat sehingga menurunkan persepsi seseorang terhadap nyeri. Stimulasi
saraf perifer mengaktifkan transmisi saraf sensori A-Beta yang lebih besar
dan lebih cepat. Proses ini menurunkan transmisi nyeri melalui serabut dan
delta-A berdiameter kecil sehingga mengakibatkan gerbang sinaps menutup
transmisi impuls nyeri. TENS memberikan stimulasi tersebut ditambah
dengan stimulasi elektrik yang juga mengaktifkan pengeluaran endorphin.

Terdapat 2 jenis frekuensi pada TENS yaitu frekuensi rendah (intermitten dan
berdenyut) serta frekuensi tinggi (kontinu). Frekuensi rendah menstimulasi
pelepasan endorphin, sedangkan frekuensi tinggi menutup ambang nyeri.
Kebanyakan mesin dilengkapi tombol pengatur frekuensi yang
memungkinkan ibu untuk menambah ketinggian frekuensi pada saat terjadi

19
kontraksi dan mengembalikan ke frekuensi rendah saat uterus tidak
berkontraksi.

Dua pasang elektroda ditempel di punggung belakang ibu sesuai dengan jalur
saraf T10-L1. Rangsangan listrik intensitas rendah diberikan secara terus
menerus atau diberikan saat ibu tersebut mulai merasakan kontraksi.
Rangsangan listrik tersebut akan memblok serat afferen atau mencegah nyeri
yang berjalan dari sinap medula spinalis dari uterus. Saat persalinan
mengalami kemajuan dan pelvik mulai membuka, maka elektroda
dipindahkan untuk merangsang setinggi S2-4. Pada tingkat ini diperlukan
rangsangan dengan intensitas tinggi untuk mengontrol nyeri. Ibu dapat
melakukan pengaturan tombol selama kontraksi, meningkatkan kekuatan dan
frekuensi denyut sesuai kemajuan persalinan. Belum ada efek samping yang
ditemukan pada ibu dan janin. TENS tidak boleh digunakan pada ibu yang
menggunakan alat pacu jantung, berada didalam air dan di area kulit yang
sensitif (misalnya luka bakar, luka memar, inflamasi dan kulit dibawah tulang
yang fraktur).

h. Hipnosis
Hipnosis membantu merubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif.
Hipnosis yang sering digunakan pada nyeri persalinan merupakan hipnosis-
diri (self-hypnosis) dimana para hipnoterapist mengajarkan wanita untuk
menginduksi dirinya sendiri kedalam kondisi terhipnosis. Teknik hipnosis
yang sering digunakan untuk mengatasi nyeri persalinan antara lain: 16

- Anestesia Sarung Tangan (Glove Anesthesia)


Pada teknik ini ibu membayangkan tangan mereka mati rasa dan dapat
menyebarkan sensasi mati rasa tersebut ke bagian tubuh lain. Penyebaran
sensasi ini dapat dilakukan dengan meletakkan tangan ke bagian tubuh yang
nyeri.

- Distorsi Waktu

20
Teknik ini memungkinkan wanita untuk mempersepsikan rentang waktu
antara kontraksi satu dengan yang lainnya menjadi lebih panjang dengan
durasi tiap kontraksi lebih pendek dibandingkan dengan waktu yang
sebenarnya.

- Transformasi Imaginatif
Dalam teknik ini, nyeri ditransformasikan sebagai sensasi yang lunak dan
dapat diterima sedangkan kontraksi dilihat sebagai lonjakan energi yang
hanya menimbulkan sensasi tekanan ringan.

Hipnosis tidak dapat digunakan pada wanita yang memiliki riwayat psikosis.
Teknik ini menjanjikan dan dapat meningkatkan kepuasan wanita pada saat
persalinan. Tidak ditemukan adanya resiko dalam penggunaan hipnosis untuk
mengatasi nyeri pada persalinan. Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan
untuk mengetahui nilai efektifitas dari metode ini. Selain itu, metode ini
membutuhkan biaya yang mahal untuk pelatihan hipnosis prenatal oleh
hipnoterapist.

i. Teknik Relaksasi dan Pernapasan


Teknik relaksasi pernapasan merupakan tindakan pengendalian nyeri non
farmakologis yang dapat membantu ibu mengendurkan seluruh tubuhnya
ketika rahim berkontraksi. Beberapa jenis pernapasan bisa membantu ibu
dalam menghadapi persalinan tahap 1 (Sebelum diperbolehkan mengedan) : 16

 Menarik napas dalam (untuk membantu ibu rileks)


dilakukan pada awal akhir kontraksi.
 Menarik napas dangkal dan cepat di dada bagian atas,
dilakukan pada saat kontraksi mencapai puncaknya.
 Menarik napas pendek dan cepat diikuti dengan
menghembuskan napas melalui mulut dan dilakukan untuk menahan
keinginan untuk mengedan (sebelum terjadi pembukaan lengkap).

Pada tahap ini, teknik pernapasan dapat memperbaiki relaksasi otot-otot


abdomen dan dengan demikian meningkatkan ukuran rongga abdomen.
21
Keadaaan ini mengurangi friksi (gesekan) dan rasa tidak nyaman antara
rahim dan dinding abdomen karena otot-otot di daerah genitalia juga menjadi
lebih rileks, otot-otot tersebut tidak mengganggu penurunan janin. Pada tahap
II, ibu mulai boleh mengedan dan diselingi dengan manarik napas cepat dan
pendek. Pada tahap ini, pernapasan dipakai untuk menaikkan tekanan
abdomen dan dengan demikian membantu mengeluarkan janin. Keadaan ini
juga dipakai untuk merelaksasikan otot-otot fundamental untuk mencegah
pengeluaran dini kepala janin. 16

j. Kompres Panas/Dingin
o Kompres Panas
Kompres panas dapat meningkatkan suhu kulit lokal, sirkulasi dan
metabolisme jaringan. Selain itu kompres panas dapat mengurangi spasme
otot dan meningkatkan ambang nyeri. Namun, pemberian kompres hangat
dapat meningkatkan aktivitas uterus. Kompres panas digunakan pada wanita
yang mengeluh nyeri pada daerah tertentu, menunjukkan tanda-tanda
kecemasan/ketegangan otot, menggigil, serta pada kasus dimana
membutuhkan peningkatan aktivitas uterus. 16

Kompres panas dilakukan dengan cara meletakkan handuk hangat basah,


bantalan panas, kantong silika yang dipanaskan, kantong beras panas atau
botol air panas di perut bagian bawah, paha, punggung bawah, bahu atau
perineum. Selain itu dapat pula menggunakan selimut yang dihangatkan
untuk membungkus seluruh tubuh wanita. Sumber panas hendaknya
dibungkus dengan satu/dua lapis pelindung untuk memastikan sumber tidak
terlalu panas. Hal ini dapat terjadi karena pada saat persalinan, wanita dapat
mengalami perubahan persepsi terhadap suhu dan tidak bereaksi terhadap
panas yang berlebih walaupun panas tersebut dapat menyebabkan kulit
terbakar. Oleh sebab itu, hindari penggunaan sumber panas yang tidak dapat
dipegang oleh tangan pada kulit wanita. 16

o Kompres Dingin

22
Kompres dingin terutama berguna untuk nyeri muskuloskeletal. Kompres
dingin dapat mengurangi ketegangan otot lebih lama dibandingkan dengan
kompres panas. Kompres dingin akan membuat baal sehingga memperlambat
transmisi nyeri dan impuls-impuls nosiseptor melalui neuron-neuron
sensorik. Kompres dingin juga mengurangi pembengkakan dan menyejukkan
bagi kulit. Kompres dingin biasanya digunakan pada wanita yang mengeluh
nyeri punggung, merasa kepanasan/berkeringat, nyeri hemoroid yang hebat
serta setelah proses kelahiran untuk mengurangi nyeri akibat
pembengkakan/jahitan. 16

Kompres dingin diaplikasikan di punggung bawah atau perineum dengan


menggunakan kantong es, kantong jeli, kantong beras, sarung tangan lateks
yang diisi kepingan es, kain basah yang didinginkan, kaleng minuman ringan
yang dingin, botol palstik air beku ataupun benda-benda dingin lainnya. Kain
dingin yang basah juga dapat digunakan untuk mendinginkan wajah, lengan
atau tangan wanita yang sedang berkeringat. Untuk pasien dengan hemoroid,
kantong jeli beku/botol plastik berisi air beku dapat diletakkan pada anus
untuk mengurangi nyeri pada kala dua. Sama halnya denga kompres panas,
untuk memungkinkan toleransi bertahap terhadap perubahan suhu, sebaiknya
sumber dingin dilapisi oleh satu/dua lapis kain.16

k. Terapi Audioanalgesia
Teknik audioanalgesia menggunakan stimulasi auditori dengan
mendengarkan bunyi-bunyian yang menenangkan seperti musik, white sound
atau suara lingkungan untuk mengurangi persepsi nyeri. Terapi ini bekerja
dengan cara meningkatkan jalur inhibisi descending. Musik dikatakan dapat
menciptakan rasa damai dan tenang selama persalianan. Beberapa penelitian
terhadap audioanalgesia menyatakan bahwa metode ini dapat meningkatkan
teloransi terhadap nyeri, meningkatkan mood, dan mampu memberi tanda
pada wanita untuk bergerak dan bernapas secara ritmis terutama pada wanita
yang telah mengondisikan dirinya sebelum onset persalinan. Penelitian lebih

23
lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar diperlukan untuk membuktikan
manfaat ang sebenarnya dari metode ini. 16

l. Terapi Aromaterapi
Sama dengan terapi musik, terapi aromatik dapat mengurangi ketegangan
pasien sebelum, selama dan setelah persalinan. Aromaterapi yang berasal dari
minyak esensial lavender, mawar dan kamomile telah banyak digunakan
sejak beberapa tahun lalu untuk mengurangi nyeri saat persalinan. Minyak
aromaterapi tersebut dapat digunakan untuk pemijatan, dicampur dalam air
hangat atau secara langsung digosokkan pada dahi ibu yang akan melakukan
persalinan. Belum ada penelitian tentang kerja aromaterapi dalam persalinan
meskipun telah banyak dilaporkan bahwa aromaterapi efektif membuat ibu
merasa lebih nyaman saat persalinan. Efek samping yang harus diperhatikan
adalah reaksi alergi, mual, muntah dan sakit kepala. 16

G. Intervensi Farmakologis
Managemen farmakologi merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk
menghilangkan nyeri dengan menggunakan obat-obatan. Agen farmakologis
yang digunakan dalam penatalaksanaan nyeri selama persalinan dibagi
menjadi dua golongan yaitu analgesik dan anastesia. Berikut klasifikasinya.

Grafik 1 Klasifikasi agen famakologis dalam penatalaksanaan nyeri selama


persalinan

24
H. Analgesik Sistemik
Pemberian analgesia sistemik memberikan beberapa keuntungan, antara lain
administrasi obatnya mudah dan juga cara pemberiannya mudah diterima
oleh pasien. Analgesik jenis ini tidak menyebabkan kehilangan kesadaran dan
biasanya diberikan di awal persalinan. Pemberiannya dapat dilakukan melalui
intravena maupun intramuskular. Namun obat jenis ini memiliki efek
samping berupa mual, mengantuk serta kesulitan berkonsentrasi. Oleh karena
itu pemberian obat ini terkadang dikombinasi dengan obat lain untuk
mengatasi efek samping nya. Penggunaan dosis tinggi dapat menyebabkan
depresi pernapasan pada ibu dan bayi. Oleh karena itu, pemilihan obat,
penentuan dosis yang tepat, waktu pemberian dan metode administrasi obat
harus diperhatikan untuk menghindari adanya depresi baik pada maternal atau
neonatal. Obat yang diberikan secara sistemik selama proses persalinan
antara lain:16,17

a. Opioid
Opioid adalah agent yang banyak digunakan untuk mengurangi nyeri saat
persalinan baik pada saat awal persalinan sebelum dilakukan analgesia
epidural ataupun saat kala 1 dan kala 2 persalinan. Opioid bekerja sangat
cepat dan diberikan secara intravena.18 Opioid sistemik dapat mengurangi
nyeri selama persalinan namun memiliki banyak efek samping yang tidak
diinginkan. Efek samping yang muncul tergantung dari dosis obat yang
diberikan. Efek samping terhadap ibu antara lain hipotensi ortostatik, mual,
muntah, pusing, keterlambatan pengosongan lambung. Opioid melewati
plasenta dan dapat menyebabkan depresi pernapasan pada bayi. Dari suatu
penelitian menunjukkan bahwa ibu yang mendapatkan opioid sebagai
analgesia saat persalinan akan lebih banyak melahirkan bayi dengan nilai
apgar skor yang rendah dan bayi dengan kelainan tingkah laku dibandingkan
dengan yang mendapat placebo. Untuk mengurangi efek depresi dari opioid
dapat diberikan antagonis opioid yaitu naloxon, nalorphine atau levallorphan
saat 10-15 menit sebelum kelahiran. Naloxon dapat membalikkan efek
analgesia maternal pada saat analgesia tersebut sangat dibutuhkan. 19 Beberapa

25
opioid yang dapat digunakan antara lain: morfin, meperidin, alphaprodine
(Nisentil), fentanil dan remifentanil.

- Morfin
Merupakan salah satu penghilang rasa nyeri, namun karena sering
menimbulkan depresi pernapasan pada neonatus agent ini sekarang sudah
jarang digunakan. Morfin diberikan secara intramuskuler dengan dosis 5-10
mg dan efek puncaknya 1-2 jam setelah pemberian IM atau intravena dengan
dosis 2-3 mg dengan efek puncaknya 20 menit setelah pemberian IV.18

- Meperidine
Obat ini paling sering digunakan karena onsetnya cepat. Obat ini dapat
diberikan secara intravena dengan dosis 25-50 mg (efektif dalam 5-10 menit)
maupun intramuskular dengan dosis 50-100 mg (efek puncak dalam 40-50
menit). Meperidin melewati plasenta secara cepat dan mencapai equilibrium
ibu dan fetus dalam waktu 6 menit. Gejala depresi pusat napas pada bayi
yang baru lahir akan terlihat jika bayi dilahirkan 2-3 jam setelah pemberian
meperidin. Gejala tersebut sedikit berkurang jika bayi dilahirkan kurang dari
1 jam setelah pemberian meperidin (sebelum onset kerja meperidin dimulai)
atau bayi dilahirkan 4 jam setelah pemberian meperidin (setelah durasi kerja
meperidin selesai). Yang merugikan dari meperidin adalah meperidin
dimetabolisme menjadi normeperidin pada neonatus sehingga waktu
paruhnya lebih lama.18

- Alphaprodine (Nisentil)
Alphaprodine mempunyai onset kerja yang paling cepat dan durasi kerja yang
pendek sehingga dulu banyak digunakan untuk persalinan. Tetapi sekarang
tidak tersedia lagi karena dapat menyebabkan pola denyut jantung fetus
sinusoid.18

- Fentanyl

26
Fentanyl adalah opioid sintetik yang kerja cepat dan durasi kerjanya pendek.
Fentanil 100 µg ekuipotensi dengan 10 mg morfin dan 100 mg meperidine.
Dosis fentanil 50-100 µg IM dan mencapai efek puncak 7-8 menit setelah
pemberian atau 25-50 µg IV dan mencapai efek puncak 3-5 menit setelah
pemberian. Fentanyl tidak menembus plasenta. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa fentanyl tidak mempengaruhi nilai Apgar skore bayi,
nilai asam basa tali pusat, atau skor neurobehaviour.

- Remifentanil
Merupakan obat analgetik yang bekerja secara agonis pada reseptor opioid.
Obat ini bekerja ultra cepat. Remifentanil dapat menembus plasenta tetapi
secara cepat dimetabolisme oleh neonatus. Remifentanil merupakan pilihan
jika pasien kontraindikasi dengan teknik neuroaxial. Salah satu penulis
mengatakan bahwa remifentanil dengan dosis 0.1-0.2 mcg/kg/min berhasil
untuk mengurangi nyeri pada persalinan.

b. Sedatif dan tranquilizer


Obat sedatif dan tranquilizer berfungsi untuk mengurangi rasa cemas atau
dapat digabung dengan narkotik untuk mengurangi efek mual dan muntah.
Barbiturat sudah jarang digunakan saat ini karena efek samping yang dapat
timbul pada neonatus jika digunakan dengan dosis tinggi. Tranquilizers yang
banyak digunakan adalah phenothiazine dan benzodiazepine. Phenothiazine
yang banyak digunakan untuk kasus obstetrik adalah Hydroxyzine (Vistaril)
dan promethazine (Phenergan). Obat tersebut efektif sebagai anxiolitik dan
antiemetik serta dapat menurunkan variabilitas denyut jantung janin.
Benzodiazepine efektif sebagai anxiolytik, hipnotis, antikonvulsan dan obat
amnestik. Yang banyak digunakan untuk kasus obstetrik adalah diazepam.
Diazepam dengan dosis kecil yaitu 2,5-10 mg tidak akan mempengaruhi nilai
Apgar skor ataupun nilai asam basa neonatus. Diazepam dengan dosis besar
dapat menyebabkan hipotonia, letargi dan hipotermia pada neonatus.

BAB III
27
KESIMPULAN

Menekan rasa nyeri selama proses persalinan merupakan aspek yang esensial
dalam perawatan obstetrik. Prinsip dari teknik anestesi pada persalinan ini
secara ideal ialah dapat mengurangi rasa nyeri selama persalinan, tetapi
pasien tetap dapat berpartisipasi secara aktif dalam proses persalinan.
Penanganan nyeri yang tepat selain dapat meningkatkan kepuasan ibu
terhadap proses persalinan juga mempu memlancarkan proses presalinan itu
sendiri.

Secara garis besar, ada dua teknik mengurangi rasa nyeri pada ibu hamil yaitu
non farmakologis dan farmakologis. Intervensi non-farmakologis yang dapat
digunakan dalam mengelola nyeri pada persalinan diantaranya: hidroterapi,
injeksi air intradermal, pergerakan dan pengaturan posisi ibu saat persalinan,
dukungan yang kontinu saat persalinan, pemijatan/masase, TENS, hipnosis,
teknik relaksasi dan pernapasan, kompres panas/dingin, accupresure,
aromaterapi, terapi musik serta audioanalgesia. Sedangkan untuk terapi
farmakologis, antinyeri dibedakan menjadi 2 kategori yaitu penggunaan
analgesik dan anestesi. Analgesik sistemik yang digunakan dibedakan
menjadi opioid (morfin, mepereidein, alphaprodine, fentanil, remifetanil)
serta sedative dan tranquilizer (phnotiazine dan benzodiasepin). Analgesia
dan anastesi regional diberikan melalui teknik epidural, sinal, kombinasi
spinal dengan epidural, blok para servikal dan blok pudendal.

Berbagai keuntungan, kerugian, efek samping, indikasi dan kontraindikasi


pada berbagai teknik mengatasi nyeri pada persalinan perlu diperhatikan dan
dipertimbangkan penggunaanya terhadap ibu saat persalinan untuk mencegah
hal-hal yang tidak diinginkan kedepannya.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 2006. Pedoman Pelayanan Farmasi Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui,
Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan R I. Available at:
http://125.160.76.194/bidang/yanmed/farmasi/ Pharmaceutical
/IBUHAMIL.pdf. Access: 24 Juni 2014
2. Ery Leksana. Mengatasi Nyeri Persalinan. CDK. 2011;.38 (4);294-298
3. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Penduduk Indonesia
Setiap HariT ambah 10.000 Jiwa. 2011. Available at:
http://www.bkkbn.go.id/berita/Pages/Penduduk-Indonesia-Setiap-Hari-Tambah-
10.000-Jiwa.aspx. Access: 24 Juni 2014.
4. Mangku G,Senapathi TGA. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi.
IndeksJakarta : 2010.
5. Rita Arya, Melissa Whitworth, Tracey A Johnston. Mechanism and management
of normal labour. Elsevier: OBSTETRICS, GYNAECOLOGY AND
REPRODUCTIVE MEDICINE 17:8;227-31.
6. Kenneth L. Byron andLioubov I. Brueggemann. Labour pains: giving birth to
newmechanisms for the regulationof myometrial contractility. J Physiol 587.10
(2009) pp 2109–2110 2109
7. Keman Kusnarman. Fisiologi dan Mekanisme Persalinan Normal. In: Sarwono
Prawirohardjo. Ilmu Kebidanan. 4th Ed. PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta: 2009:296-314
8. Yvonne Cheng, et al. Normal Labor and Delivery. 2012. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/260036-overview#aw2aab6b4. Access:
23 April 2014.
9. Victor M, Ropper AH. Pain. In Principle of Neurology. 7 th ed. Mcgraw-Hill.
2000;44:705-17.)
10. Obstetric anesthesia. In: Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ (eds). Clinical
anesthesiology. McGraw-Hill’s. 4th Ed. 2007
11. J. Edmond Charlton. Pain and Pregnancy and Labor. IASP Press. 2005;36:1-5
12. Santos AC, Gorman DA, Finster M. Obstetric anesthesia. In : Barash PG, Cullen
BF, Stoelting RK (eds). Clinical anesthesia. 4 th ed. Lippincott williams &
wilkins.
13. Althaus JMD. 2005. Analgesia and Anesthesia in Labor. ObstetGynecolClin
Am. 32: 231-244
14. Gupta S, Kumar GSA, Singhal H. Acute Pain – Labour Analgesia. Indian
J.Anaesth. 2006; 50(5):363-369
15. Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal. JNPK-KR. 2007:37-94
16. Philippe Gautier, et al. Obstetric Regional Anesthesia. In AdmirHadzic.
Textbook of Regional Anesthesia and Avute Pain Management. Mc-Graw Hill’s
Companies. 2007:698-707
17. American College of Obstetricians and Gynecologist. Medication for Pain Relief
During Labor and Delivery.2014

29

Anda mungkin juga menyukai