Kebudayaan Aceh
Kebudayaan Aceh
Kebudayaan Aceh
Geografis
• Gambar peta Aceh pertama dikenal dengan nama Aceh Darussalam
(1511–1959), kemudian Daerah Istimewa Aceh (1959–
2001), Nanggroe Aceh Darussalam (2001–2009), dan
terakhir Aceh (2009–sekarang). Sebelumnya, nama
Aceh biasa ditulis Acheh, Atjeh, dan Achin.
Agama
Penduduk Aceh terdiri dari berbagai ma ca m suku bangsa, yang sampai saat ini masih dapat diidentifikasi dari
ciri-ciri fisik masyarakat di Aceh
Hal ini b e rk ait an d en g an se jarah m asa l al u Ac eh yang merupakan pusat perdagangan di Se l at M al aka d i m ana
b an y ak p ed ag an g - p e d ag an g dari Eropa, Turki, Arab, China, India, Persia, dan wi l a ya h- wi l a yah lainnya di
Nusantara yang melakukan aktivitas perdagangan
Bahasa
• Saat ini Bahasa Aceh menjadi Bahasa Ibu di sebagian besar pedesaan
wilayah Aceh dan terdiri atas beberapa dialek, diantaranya dialek
Peusangan, Banda, Bueng, Daya, Pase, Pidie, Thong, Seunangan,
Matang dan Melaboh
Bahasa PROVINSI Aceh merupakan salah satu daerah yang
memiliki bahasa terbanyak di Pulau Sumatra. Tercatat ada
sepuluh bahasa yang masih digunakan oleh masing-masing
Bahasa yang dipergunakan: etnis pemiliknya, yaitu:
1. bahasa Aceh,
• Bahasa Gayo Alas (Gayo& Alas, penduduk
Aceh Tengah) 2. bahasa Tamiang,
3. bahasa Gayo,
• Bahasa Aneuk Jamee (Aceh Selatan & Aceh
Barat) 4. bahasa Alas,
5. bahasa Singkil,
• Bahasa Tamiang (Perbatasan Aceh)
6. bahasa Kluet,
• Bahasa Aceh (Aceh Timur, Aceh Utara, Pidie & 7. bahasa Jamee,
sebagian Aceh Barat) 8. bahasa Sigulai,
(Koentjaraningrat) 9. bahasa Devayan,
10. bahasa Haloban.
Dari sepuluh bahasa tersebut, ada bahasa yang dituturkan oleh
mayoritas, yaitu bahasa Aceh dan ada pula bahasa yang
dituturkan oleh minoritas, yaitu bahasa Haloban
dan bahasa Kluet
*Dr. Mohd Harun, M.Pd
Kepala Pusat Studi Bahasa Daerah Aceh,Universitas Syiah Kuala
https://aceh.tribunnews.com/2017/12/19/revitalisasi-bahasa-daerah-di-aceh
Bentuk Desa
Rumoh Aceh (Rumah Adat Aceh)/
(Krong Badee), memiliki pengaruh
agama Islam dan alam sekitar,
tampak menyatu mewarnai bentuk
dan ornament ragam hiasnya.
Bertiang selalu genap, beratap
rumbia dan berdinding kayu atau
papan
Sistem Mata Pencaharian
• Aceh memiliki potensi alam yang sangat cocok untuk pertanian, maka
mata pencaharian utama masyarakat adalah sebagai petani padi atau
sebagai petani kedelai, yang merupakan primadona komoditas
pertanian, terutama di daerah Aceh Utara dan Aceh Timur.
• Mata pencaharian kedua setelah pertanian adalah bekerja pada
sektor perkebunan, terutama perkebunan kelapa sawit maupun
kakao. Selanjutnya masyarakatnya berdagang dan usaha informal lain.
Sistem Mata Pencaharian
• Bercocok tanam di sawah Lapangan Pekerjaan Utama
Penduduk berusia 15 tahun ke
• Bercocok tanam di lading atas yang bekerja:
• Peternakan Sapi & Kerbau • Pertanian:
• Berdagang Pertanian, Perkebunan, Perburuan & Perikanan
(Koentjaraningrat) • Industri:
Pertambangan & Penggalian,Industri, Listrik, Gas, Air Minum dan
Konstruksi
• Jasa:
Perdagangan, Rumah Makan, dan Jasa Akomodasi,
Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi, Lembaga
Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan dan Jasa
Perusahaan, Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan
Adat adalah kebiasaan dan tata cara yang dijalankan oleh Poteu
meureuhom (sultan atau penguasa). Poteu meureuhem bukanlah
Sultan Aceh saja, tetapi juga para uleebalang, kepala mukim atau
imeum mukim dan keusyik (kepala gampong).
Sistem Budaya
Adat juga tidak terlepas dengan kebiasaan yang disebut dengan reusam. Reusam
identik dengan tatanan seremonial kegiatan ahli-ahli adat seperti upacara penyambutan
linto baro (pengantin baru), upacara penyambutan tamu ag ung , up acara p erg i ke laut
atau nelayan, b ert ani, b erd ag ang atau berladang.
Qonun adalah perundang-undangan dan adat dari badan legislatif. Qonun mengatur
tata cara kehidupan sehari-hari seperti pesta perkawinan, busana serta kegiatan wanita
lainnya.
Kedudukan wanita Aceh setara dengan kaum prianya. Terdapat banyak wanita yang
mempunyai kedudukan penting, bahkan karena jasanya terhadap negara diberi gelar
pahlawan, misalnya Cut Nya‟ Dien, Cut Mutiah, Laksamana Malahayati yang menjadi
nama kapal perang Republik Indonesia. Sesudah menikah, suami ikut bertempat tinggal
di rumah isteri, yang disebut matrilokal, sampai mereka mempunyai rumah sendiri.
Kesenian
Perkembangan kesenian Aceh dipengaruhi oleh unsur seni Islam yang
lebih menonjol, baik dalam syair-syairnya maupun pakaian yang
dikenakan oleh para penari. Sebagai contoh Hikayat Perang Sabil dan
Hikayat Malem Diwa.
Kesenian Aceh secara umum terbagi dalam seni tari, seni sastra dan
cerita rakyat. Adapun ciri-ciri tari tradisional Aceh adalah sbb:
• bernafaskan Islam, • kombinasi tari,
• ditarikan oleh banyak orang • musik dan sastra,
(massal), • pola lantai yang terbatas,
• pengulangan gerak serupa yang • disajikan dalam kegiatan khusus,
relatif banyak memakan waktu • gerak tubuh terbatas .
penyajian yang relatif panjang,
Kesenian
Kesenian sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai kebudayaan Islam,
• Seni kerajinan perhiasan; motif, ornament dan desain perhiasan tradisional Aceh
merupakan terjemahan dari peradaban Islam.
Ornamen diciptakan dari abstraksi tumbuh-tumbuhan, benda alam seperti awan, bulan,
bintang, bentuk geometris (Biengmeuih, reunekleuek, gigoedaruet, dan boheungkot)
dipakai untuk melengkapi pakaian Adat seperti Keureusang, Patamdhoe, Peuniti, Subang
Aceh, Simplah, dan Taloejeuem.
• Senjata tradisional (Rencong/reuncong) bentuknya menyerupai huruf L, merupakan
kaligrafi tulisan Bismillah, termasuk dalam kategori dagger/belati.
Tingkatan Rencong;
• untuk Raja atau Sultan;
biasanya terbuat dari gading(sarungnya) dan emas murni(bagian belatinya).
• Untuk rencong lainnya;
terbuat dari tanduk kerbau atau pun kayu sebagai sarungnya, dan kuningan atau besi
putih sebagai belatinya.
Referensi
Koentjaraningrat. 2007. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Penerbit Djambatan
Woro Aryandini dkk, 2011, Bahan Ajar Budaya Nusantara PKN STAN