Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan tidur atau kesulitan dalam tidur saat ini cukup banyak diderita
oleh banyak orang. Gangguan ini paling tidak pernah diderita oleh seseorang
paling tidak sekali dalam hidupnya ataupun ada yang menderita hampir sepanjang
hidupnya dan hal yang inilah yang dapat mempengaruhi kwalitas hidup seseorang.
Seseorang yang terganggu dalam tidurnya akan dapat terjadi bermacam-macam
gangguan seperti hilang semangat, kesulitan dalam berkonsentrasi, selalu merasa
mengantuk dan gelisah, mudah marah atau temperamental menjadi tinggi, tekanan
darah menjadi tinggi dari biasanya/normal sampai berujung pada terjadinya
penyakit-penyakit tertentu yang bersifat kronis.
Insomnia atau kesulitan tidur atau gangguan dalam tidur sebenarnya bukan
suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki berbagai penyebab,
seperti kelainan emosional,kelainan fisik dan pemakaian obat-obatan. Sulit tidur
sering terjadi, baik pada usia muda maupun usia lanjut; dan seringkali timbul
bersamaan dengan gangguan emosional, seperti kecemasan, kegelisahan, depresi
atau ketakutan. Kadang seseorang sulit tidur hanya karena badan dan otaknya
tidak lelah. Dengan bertambahnya usia, waktu tidur cenderung berkurang.
Stadium tidur juga berubah, dimana stadium 4 menjadi lebih pendek dan pada
akhirnya menghilang, dan pada semua stadium lebih banyak terjaga. Perubahan
ini, walaupun normal, sering membuat orang tua berfikir bahwa mereka tidak
cukup tidur.
Insomnia atau gangguan tidur terjadi pada hampir 30-50% dari seluruh
populasi didunia. Dari kesemuanya itu sekitar 10% mengalami insomnia kronis,
yaitu gangguan tidur yang terjadi sudah lama pada seseorang selama kurang lebih
3 minggu lebih namun tidak terlalu mempengaruhi keadaan seseorang tersebut.
Insomnia kebanyakkan terjadi pada usia dewasa dan semakin meningkat
frekuensinya seiring bertambahnya usia dan terjadi kebanyakkan pada wanita
dibanding pria. Anak-anakpun dapat terjadi insomnia namun kebanyakkan

LBM IV Aku Terjaga Page 1


insomnia yang terjadi pada anak-anak banyak disebabkan oleh factor organic
ketimbang orang dewasa yang lebih banyak disebabkan oleh factor anorganik.

1.2 Skenario
Dinda, 38 tahun diantar ke UGD RS swasta di kota mataram oleh
temannya karena tidak bisa tidur. Keluhan ini muncul sejak 3 bulan yang lalu
sejak dinda dipecat dari kerjaannya. Dinda sangat tidak menerima hal ini, karena
ia sebagai tulang punggung keluarga yang harus membantu biaya 3 orang adiknya
yang masih bersekolah,sedangkan orang tua dinda sudah sakit-sakitan. Dalam 3
bulan ini dinda biasanya tidur selama 1 jam setiap hari. Selain tidak bisa tidur,
dinda juga lemes tidak bertenaga. Dari hasil pemeriksaaan fisik didapatkan TD:
110/80 mmhg, N:64x/m, RR: 12x/m, T:36 C. Dokter UGD kemudian memberikn
beberapa obat yang dapat membantu dinda untuk untuk tidur, dan menyarankan
agar konsultasi ke psikiater.

1.3 Rumusan Masalah


1.3.1 Bagaimana macam-macam gangguan tidur ?
1.3.2 Apa yang di maksud dengan cemas ?
1.3.3 Bagaimana tahap-tahap tidur normal ?
1.3.4 Bagaimana mekanisme bangun dan tidur normal ?
1.3.5 Bagaimana interpretasi pada skenario ?
1.3.6 Bagai mana diagnosis banding pada skenario ?
1.3.7 Bagaimana diagnosis kerja pada skenario ?

1.4 Tujuan Penulisan


1.4.1 Untuk mengetahui macam-macam gangguan tidur.
1.4.2 Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan cemas.
1.4.3 Untuk mengetahui tahap-tahap tidur normal.
1.4.4 Untuk mengetahui mekanisme bangun dan tidur normal.
1.4.5 Untuk mengetahui interpretasi pada skenario.
1.4.6 Untuk mengetahui diagnosis banding pada skenario.
1.4.7 Untuk mengetahui diagnosis kerja pada skenario.

LBM IV Aku Terjaga Page 2


1.5 Manfaat Penulisan
1.5.1 Manfaat Umum
Makalah yang penulis buat diharapkan memberikan manfaat bagi
pembaca, agar pembaca mengetahui hal-hal yang berkaitan tentang gangguan
tidur.
1.5.2 Manfaat Khusus
Makalah yang penulis buat dapat memberikan pengetahuan kepada
pembaca khususnya mahasiswa kedokteran tentang gangguan tidur yang
merupakan pokok permasalahan pada skenario LBM IV Aku Terjaga pada
modul Masalah Kesehatan Jiwa ini.

LBM IV Aku Terjaga Page 3


BAB II
PEMBAHASAN

1 Macam-Macam Gangguan Tidur


Berikut ini adalah gangguan tidur menurut DSM-IV-TR.
I. Gangguan Tidur Primer
I.1 Dissomnia
I.1.a Insomnia primer
I.1.b Hipersomnia primer
I.1.c Narkolepsi
I.1.d Gangguan tidur berhubungan dengan pernafasan
I.1.e Gangguan tidur irama sirkadian (gangguan jadwal tidur-bangun)
I.1.f Dissomnia yang tidak ditentukan
I.2 Parasomnia
II.2.a Gangguan mimpi buruk
II.2.b Gangguan teror tidur
II.2.c Gangguan tidur berjalan
II.2.d Parasomnia yang tidak ditentukan
II. Gangguan Tidur Yang Berhubungan Dengan Gangguan
Mental Lain
II.1 Insomnia berhubungan dengan gangguan aksis I atau aksis II
II.2 Hipersomnia berhubungan dengan gangguan aksis I atau aksis II
III. Gangguan Tidur Lain
III.1 Gangguan tidur karena kondisi medis umum
III.1.a Kejang epilepsi; asma berhubungan dengan tidur
III.1.b Nyeri kepala kluster & hemikrania paroksismal kronik berhubungan
dengan tidur
III.1 c Sindrom menelan abnormal berhubungan dengan tidur
III.1.d Asma berhubungan dengan tidur
III.1.e Gejala kardiovaskuler berhubungan dengan tidur
III.1.f Refluks gastrointestinal berhubungan dengan tidur
III.1.g Hemolisis berhubungan dengan tidur (Hemoglobinuria Nokturnal

LBM IV Aku Terjaga Page 4


Paroksismal)
III.2 Gangguan tidur akibat zat
III.2.a Pemakaian obat hipnotik jangka panjang
III.2.b Obat antimetabolit
III.2.c Obat kemoterapi kanker
III.2.d Preparat tiroid
III.2.e Anti konvulsan
III.2.f Anti depresan
III.2.g Obat mirip hormon Adenokortikotropik (ACTH); kontrasepsi oral;
alfametil dopa; obat penghambat beta (Kaplan, 2010).

I. Gangguan Tidur Primer


I.1. Dissomnia
Adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesukaran menjadi
jatuh tidur ( failling as sleep), mengalami gangguan selama tidur (difficulty in
staying as sleep), bangun terlalu dini atau kombinasi diantaranya. Gambaran
penting dari dissomnia adalah perubahan dalam jumlah, kualitas atau waktu tidur.
Gangguan ini meliputi insomnia, yang mana terjadi gangguan tidur pada awal
dan pemeliharaannya; hipersomnia, yaitu gangguan dari waktu tidur yang
berlebihan atau sleep attacks; gangguan tidur berhubungan dengan pernafasan;
dan gangguan tidur irama sirkadian, dimana terdapat ketidaksesuaian antara pola
tidur seseorang dengan pola tidur normal lingkungannya.
I.1.a Insomnia Primer
Insomnia adalah ketidakmampuan secara relatif pada seseorang untuk
dapat tidur atau mempertahankan tidur baik pada saat ingin tidur, “keadaan tidur
yang tenang/sedang tidur” ataupun bangun saat pagi sebelum waktunya (hal ini
dikenal sebagai insomnia jenis awal/initial, jenis intermediate dan jenis
terminal/late insomnia) atau jika orang tadi bangun dalam keadaan segar.
Gangguan insomnia biasa terjadi sebelum seseorang berusia 40 tahun
tetapi prevalensi tertinggi dijumpai pada usia di atas 65 tahun. Insomnia dapat
disebabkan oleh gangguan mental lainnya, penyakit organik atau akibat

LBM IV Aku Terjaga Page 5


penggunaan obat tertentu (insomnia sekunder) atau mungkin idiopatik (insomnia
primer).
Insomnia dikelompokan menjadi :
 Insomnia primer, yaitu insomnia menahun dengan sedikit atau sama sekali
tidak berhubungan dengan berbagai stres maupun kejadian.
 Insomnia sekunder, yaitu suatu keadaan yang disebabkan oleh nyeri,
kecemasan obat, depresi, atau stres yang hebat.
Insomnia primer cirinya ditandai dengan adanya kesulitan dalam memulai
atau mempertahankan tidur atau non restoratif atau tidur tidak nyenyak selama 1
bulan dan tidak disebabkan oleh gangguan mental, keadaan medikal umum, dan
penggunaan zat.
Insomnia sering terjadi di masyarakat umum dan lebih sering terjadi pada
pasien yang mengalami gangguan kejiwaan; meskipun hanya sedikit jumlah
orang-orang dengan insomnia yang berkonsultasi ke dokter. Kesulitan tidur lebih
sering terjadi pada orang tua, wanita, individu dengan pendidikan rendah dan
status ekonomi rendah, dan orang-orang dengan masalah medis kronis.
Transient insomnia sering terjadi pada orang yang biasanya tidur normal.
Bentuk insomnia ini terjadi bersamaan dengan adanya stres piskologis akut,
seperti saat kehilangan. Keadaan ini cenderung untuk sembuh sendiri.
Insomnia kronis adalah kesulitan tidur yang dialami hampir setiap malam
selama sebulan atau lebih. Salah satu penyebab kronik insomnia yang paling
umum adalah depresi. Penyebab lainnya adalah arthritis, gangguan ginjal, gagal
jantung, sleep apnea, sindrom restless legs, parkinson, dan hypertyroidism.
Namun demikian, insomnia kronis bisa juga disebabkan oleh faktor perilaku,
termasuk penyalahgunaan kafein, alkohol, dan substansi lain, siklus tidur/bangun
yang disebabkan oleh kerja lembur dan kegiatan malam hari lainnya, dan stres
kronik (Kaplan, 2010).
a. Penyebab
Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang
memiliki berbagai penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik, dan
pemakaian obat-obatan.

LBM IV Aku Terjaga Page 6


Sulit tidur sering terjadi, baik pada usia muda maupun usia lanjut; dan
seringkali timbul bersamaan dengan gangguan emosional, seperti kecemasan,
kegelisahan, depresi, atau ketakutan. Kadang seseorang sulit tidur hanya
karena badan dan otaknya tidak lelah.
Pola terbangun pada dini hari lebih sering ditemukan pada usia lanjut.
Beberapa orang tertidur secara normal tetapi terbangun beberapa jam kemudian
dan sulit untuk tertidur kembali. Kadang mereka tidur dalam keadaan gelisah
dan merasa belum puas tidur. Terbangun pada dini hari, pada usia berapapun,
merupakan pertanda dari depresi.
Orang yang pola tidurnya terganggu dapat mengalami irama tidur yang
terbalik, mereka tertidur bukan pada waktunya tidur dan bangun pada saatnya
tidur. Selain itu, perilaku di bawah ini juga dapat menyebabkan insomnia pada
beberapa orang :
 Higienitas tidur yang kurang secara umum (cuci muka)
 Kekhawatiran tidak dapat tidur
 Menkonsumsi kafein secara berlebihan
 Minum alkohol sebelum tidur
 Merokok sebelum tidur
 Tidur siang/sore yang berlebihan
 Jadwal tidur/bangun yang tidak teratur
b. Gejala
Penderita mengalami kesulitan untuk tertidur atau sering terjaga di malam
hari dan sepanjang hari merasakan kelelahan. Insomnia bisa dialami dengan
berbagai cara :
 Sulit untuk tidur
 Tidak ada masalah untuk tidur namun mengalami kesulitan untuk tetap
tidur (sering bangun)
 Bangun terlalu awal
Kesulitan tidur hanyalah satu dari beberapa gejala insomnia. Gejala yang
dialami waktu siang hari adalah mengantuk, resah, sulit berkonsentrasi, sulit
mengingat, gampang tersinggung.

LBM IV Aku Terjaga Page 7


c. Diagnosis
Untuk mendiagnosa insomnia, dilakukan penilaian terhadap : pola tidur
penderita, pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang, tingkatan stres
psikis, riwayat medis, aktivitas fisik
Insomnia cenderung bertambah kronis jika terjadi stres psikologi
(contohnya : perceraian, kehilangan pekerjaan) dan juga penggunaan
mekanisme pertahanan yang keliru. Gangguan tidur seringkali timbul sebagai
eksaserbasi yang dapat memberi petunjuk apakah berkaitan dengan peristiwa
hidup tertentukah? Atau mungkin disebabkan oleh etiologi lainnya. Demikian
pula riwayat pola tidur maupun siklus harian (rest/activity cycle) sangat
bermanfaat dalam menentukan suatu diagnosis. Insomnia juga dapat menjadi
suatu keluhan dari pasien yang sebenarnya menderita sleep apnea atau
myoclonus-nocturnal.
Pada pasien dengan insomnia primer harus diperiksa riwayat medis dan
psikiatrinya. Riwayat medis harus dinilai secara seksama, mengenai riwayat
penggunaan obat dan pengobatan.
Pengukuran sleep hygiene digunakan untuk memonitor pasien dengan
insomnia kronis. Pengukuran ini meliputi :
- Bangun dan pergi ke tempat tidur pada waktu yang sama setiap hari,
walaupun pada akhir pekan.
- Batasi waktu ditempat tidur setiap harinya.
- Tidak menggunakan tempat tidur sebagai tempat untuk membaca, nonton
TV atau bekerja.
- Meninggalkan tempat tidur dan tidak kembali selama belum mengantuk
- Menghindari tidur siang.
- Latihan minimal tiga atau empat kali tiap minggu (tetapi bukan pada sore
hari, kalau hal ini akan mengganggu tidur).
- Pemutusan atau pengurangan konsumsi alkohol, minuman yang
mengandung kafein, rokok dan obat-obat hipnotik-sedatif.
Banyak aspek dari program yang mungkin akan menyulitkan pasien.
Meskipun demikian, cukup banyak pasien yang termotivasi untuk

LBM IV Aku Terjaga Page 8


meningkatkan fungsinya dengan cara melakukan pengukuran ini (Kaplan,
2010).
Kriteria Diagnostik untuk Insomnia Primer menurut DSM-IV-TR
A. Keluhan yang menonjol adalah kesulitan untuk memulai atau
mempertahankan tidur, atau tidur yang tidak menyegarkan, selama
sekurangnya satu bulan.
B. Gangguan tidur (atau kelelahan siang hari yang menyertai) menyebabkan
penderitaan yang bermakana secara klinis atau gangguan dalam fungsi
sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
C. Gangguan tidur tidak terjadi semata-mata selama perjalanan narkolepsi,
gangguan tidur berhubungan pernafasan, gangguan tidur irama sirkadian,
atau parasomnia.
D. Gangguan tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan mental
lain (misalnya, gangguan depresi berat, gangguan kecemasan umum,
delirium).
E. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya,
obat yang disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi medis umum.

I.1.b Hipersomnia Primer


Hipersomnia primer terdapat pada 5% populasi dewasa, pria dan wanita
mempunyai kemungkinan sakit yang sama.
Yang dimaksud dengan hipersomnia primer adalah tidur yang berlebihan
atau terjadi serangan tidur ataupun perlambatan waktu bangun. Hipersomnia
mungkin merupakan akibat dari penyakit mental, penyakit organik (termasuk
obat-obatan) atau idiopatik. Gangguan ini merupakan kebalikan dari insomnia.
Seringkali penderita dianggap memiliki gangguan jiwa atau malas. Penderita
hipersomnia membutuhkan waktu tidur lebih dari ukuran normal. Pasien biasanya
akan tidur siang sebanyak 1-2 kali per hari, dimana setiap waktu tidurnya
melebihi
1 jam. Meski banyak tidur, mereka selalu merasa letih dan lesu sepanjang hari.
Gangguan ini tidak terlalu serius dan dapat diatasi sendiri oleh penderita dengan
menerapkan prinsip-prinsip manajemen diri.

LBM IV Aku Terjaga Page 9


Polysomnography memperlihatkan penurunan gelombang delta, peningka-
tan kesadaran, dan pengurangan masa laten REM pada pasien dengan hipersomnia
primer.
Pengobatan dari hipersomnia primer meliputi kombinasi antara pengu-
kuran sleep hygiene, obat-obatan stimulan, dan tidur siang untuk beberapa pasien.
Obat-obat stimulan dapat mempertahankan kesadaran; dextroamphetamine dan
methylphenidate keduanya mempunyai masa paruh yang singkat dan di minum
dalam dosis terbagi. Femoline, stimulan kerja lama, dapat juga digunakan.
Modafinil, yang digunakan untuk mengobati narkolepsi, dapat juga digunakan
untuk mengobati hipersomnia primer. Antidepresan trisiklik (seperti protriptyline)
dapat juga digunakan. Karena obat-obatan stimulan dapat menimbulkan
ketergantungan, maka penggunaannya harus benar-benar diawasi.
Kriteria Diagnostik untuk Hipersomnia Primer menurur DSM-IV-TR
A. Keluhan yang menonjol adalah mengantuk berlebihan di siang hari selama
sekurangnya satu bulan (atau lebih singkat jika rekuren) seperti yang
ditunjukkan oleh episode tidur yang memanjang atau episode tidur siang
hari yang terjadi hampir setiap hari.
B. Mengantuk berlebihan di siang hari menyebabkan penderitaan yang
bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau
fungsi penting lain.
C. Mengantuk berlebihan di siang hari tidak dapat diterangkan oleh Insomnia
dan tidak terjadi semata-mata selam perjalan gangguan tidur lain (misalnya,
narkolepsi, gangguan tidur berhubungan pernafasan, gangguan tidur irama
sirkadian, atau parasomnia) dan tidak dapat diterangkan oleh jumlah tidur
yang tidak adekuat.
D. Gangguan tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan lain.
E. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya,
obat yang disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi medis umum.

I.1.c Narkolepsi
Narkolepsi adalah salah satu bentuk hipersomnia yang paling sering
terjadi. Narkolepsi adalah gangguan tidur yang diakibatkan oleh gangguan

LBM IV Aku Terjaga Page 10


psikologis dan hanya bisa disembuhkan melalui bantuan pengobatan dokter ahli
jiwa.
Narkolepsi ditandai dengan bertambahnya waktu tidur yang berhubungan
dengan keinginan tidur yang tidak dapat ditahan sebagai salah satu gejala, atau
kombinasi antara gejala seperti cataplexy, sleep paralysis, atau hypnagogic
hallucinations. Kelainan ini menyerang 1 diantara 2000 orang, jumlah penderita
pria yang sama dengan wanita. Narkolepsi mungkin merupakan penyakit
herediter karena setengah pasien narkolepsi mempunyai keluarga yang sakit
serupa.
Gejala dari narkolepsi adalah ditemukannya serangan tidur yang berakhir
dari beberapa detik hingga 30 menit atau lebih lama. Pasien narkolepsi juga dapat
mengalami serangan tidur pada saat bekerja, selama percakapan atau pada
keadaan normal lainnya. Narkolepsi dijumpai pada pasien yang berusia di bawah
25 tahun (90%). 80% pasien narkolepsi mengalami episode cataplexy, dimana
terjadi kehilangan kontrol otot secara tiba-tiba yang dapat menyebabkan orang
tersebut pingsan tanpa kehilangan kesadaran. Keadaan ini dapat terjadi sebagai
respon terhadap suatu keadaan emosional seperti mengalami kegembiraan atau
kejutan.
Sleep paralysis lebih jarang terjadi dibandingkan dengan cataplexy. Sleep
paralysis akan menyebabkan kehilangan muscle tone yang bersifat sementara
sehingga menimbulkan ketidakmampuan untuk bergerak. Hyponagonic
hallucination merupakan penerimaan halusinasi yang menyenangkan, biasanya
melihat atau mendengar sesuatu yang terjadi ketika orang-orang jatuh tidur
(hypnopompic hallucinations terjadi hanya setelah bangun). Gejala auxillary ini
secara umum akan timbul beberapa tahun setelah gangguan tidur.
Anamnesis mengenai riwayat tidur memegang peranan penting dalam
menegakkan narkolepsi. Polysomnography dengan MSLT digunakan untuk
menegakkan diagnosa narkolepsi dan membantu para dokter untuk menemukan
gangguan tidur lain seperti gangguan pernafasan yang berhubungan dengan
gangguan tidur. Pasien narkolepsi akan mengalami masalah-masalah psikologis,
yang akan mempengaruhi kehidupan keluarganya, lingkungan kerja, dan interaksi
sosial.

LBM IV Aku Terjaga Page 11


Penatalaksanaan dari narkolepsi mencakup pengobatan yang berbeda
untuk serangan tidur dan gejala auxilary. Stimulan adalah obat yang sering
digunakan untuk mengatasi serangan tidur karena mula kerjanya yang singkat dan
sedikitnya efek samping yang ditimbulkan. Sebagai contoh, methylphenidate
sangat tepat untuk mengatasi serangan tidur/sleep attack, digunakan dalam dosis
terbagi dengan dosis awal 5 mg, dosis tersebut dinaikkan secara bertahap hingga
60 mg per hari. Dextroamphetamine dapat digunakan dengan dosis yang serupa.
Pemoline digunakan dengan dosis antara 18,75 sampai 150 mg, dengan dosis
yang terbagi. Modafinil, merupakan obat baru yang disetujui oleh U.S. Food and
Drug Administration sebagai alternatif lain dalam pengobatan narkolepsi. Obat
tersebut toleransinya baik dan efek kardiovaskular-nya sedikit; dosis hariannya
200 sampai 400 mg. Antidepresan trisiklik sering digunakan untuk menangani
cataplexy atau sleep paralysis tetapi mempunyai sedikit efek pada serangan tidur;
dosis yang digunakan untuk mengontrol gejala ini lebih rendah dibandingkan
dengan dosis yang digunakan untuk mengobati depresi (misalnya, imipramin, 10
sampai 75 mg malam hari).
Dokter harus menjelaskan tentang gangguan ini kepada pasien dan
keluarganya. Rekan kerja dan lingkungan sosial harus juga diberikan pengeta-
huan mengenai gejala dari narkolepsi. Kerjasama dan pertolongan dari
lingkungan sosial diperlukan untuk mengurangi kesulitan kerja dan membantu
menurunkan tingkat kebutuhan pasien terhadap obat-obatan stimulan.

I.1.d Gangguan Tidur Berhubungan Dengan Pernapasan


Apnea merupakan gangguan tidur yang cukup serius. Lebih dari 5 juta
penduduk AS mengalaminya. Central apnea timbul sebagai akibat kerusakan
pada pusat pernafasan sehingga tidak dapat memulai usaha respirasi periperal.
Pada orang dewasa gangguan pernafasan yang berkaitan dengan gangguan tidur
dicirikan dengan episode penghentian nafas selama 10 detik atau lebih selama
tidur, dengan frekuensi 10 kali atau lebih tiap jam, dan dengan penurunan
desaturasi oksigen yang signifikan, tanda nocturnal lainnya seperti mendengkur,
nafas yang terengah-engah, gastro-esophageal reflux, ngompol, pergerakan tubuh
yang hebat, berkeringat pada malam hari dan pagi hari, sakit kepala. Gejala pada

LBM IV Aku Terjaga Page 12


siang hari meliputi keinginan untuk tidur yang sangat hebat atau serangan tidur.
Gangguan tersebut mempunyai efek psiklologis yang serius, meliputi proses
berfikir yang lambat, kerusakan ingatan, dan perhatian. Pasien sering merasa
cemas, dysphoric mood, keluhan fisik yang bervariasi. Pasien dengan sleep apnea
biasanya gemuk, usia pertengahan (dapat pula mengenai semua kelompok umur),
dan wanita. Apnea juga disebut penyakit “to fall asleep at the wheel” karena
sering terjadi ketika penderita sedang mengemudi mobil. Apnea terjadi karena
fluktuasi atau irama yang tidak teratur dari denyut jantung dan tekanan darah.
Ketika serangan datang, penderita seketika merasa mengantuk dan jatuh tertidur.
Penderita mengalami kesulitan bernafas, bahkan terheti pada saat tidur (dalam
bahaa Jawa disebut tindihan). Naik-turunnya denyut jantung dan tekanan darah
yang tinggi dapat menyebabkan kematian seketika pada penderita.
Pasien gemuk dianjurkan untuk mengurangi berat badan. Antidepresan
trisiklik (misalnya protriptyline, 10-60 mg malam hari) dapat digunakan untuk
mengatasi gangguan ini, buspirone dan fluoxetine juga bermanfaat untuk
mengatasi gangguan ini. Benzodiazepin sebaiknya tidak digunakan sebab akan
menekan pernafasan bila digunakan dalam dosis tinggi.
Continuous positive air ways pressure (CPAP) secara luas digunakan
untuk merawat pasien tersebut. Cara lain yaitu dengan melakukan
uvulopalatopharingoplasty, yang dilakukan untuk pasien-pasien dengan jaringan
oropharingeal yang berlebihan. Tracheostomy biasanya dilakukan pada pasien
yang tidak memberikan respon terhadap CPAP dan uvulopalatopharingoplasty
(Kaplan, 2010).

I.1.e Gangguan Tidur Irama Sirkadian (Gangguan Jadwal Bangun Tidur)


Gambaran penting gangguan ritmik sirkadian yaitu pola menetap dan
berulang gangguan tidur akibat tidak sinkronnya jam biologik sirkadian internal
seseorang dengan siklus tidur-bangun. Hal ini terjadi karena tidak cocoknya jam
sirkadian dengan tuntutan eksogen mengenai saat dan lama tidur misalnya karena
perjalanan melintasi zona waktu yang berbeda. Penyebab lain dapat berupa
disfungsi ritmik biologik dasar.

LBM IV Aku Terjaga Page 13


Akibat tidak samanya siklus sirkadian, seseorang dengan gangguan ini
dapat mengeluh insomnia pada waktu tertentu (misalnya malam hari) dan tidur
berlebihan pada siang hari sehingga terjadi gangguan fungsi sosial, pekerjaan,
fungsi lainnya atau dapat menyebabkan penderitaan secara subyektif. Diagnosis
ditegakkan bila terjadi gangguan fungsi sosial, pekerjaan, atau penderitaan
subyektif secara signifikan. Kemampuan individu beradaptasi dengan perubahan
sirkadian bervariasi sangat luas. Kebanyakan individu dengan gejala ini tidak
mencari pertolongan karena gejalanya tidak berat.
Bagian-bagian yang berfungsi dalam pengaturan sirkadian antara lain
temperatur badan, plasma darah, urine, fungsi ginjal dan psikologi. Dalam
keadaan normal fungsi irama sirkadian mengatur siklus biologi irama tidur
bangun, dimana sepertiga waktu untuk tidur dan dua pertiga untuk
bangun/aktivitas. Siklus irama sirkadian ini dapat mengalami gangguan, apabila
irama tersebut mengalami peregseran. Menurut beberapa penelitian terjadi
pergeseran irama sirkadian antara onset waktu tidur reguler dengan waktu tidur
yang irreguler (bringing irama sirkadian). Perubahan yang jelas secara organik
yang mengalami gangguan irama sirkadian adalah tumor pineal. Gangguan irama
sirkadian dapat dikategorikan dua bagian:
1. Sementara (acut work shift, Jet lag)
2. Menetap (shift worker)
Keduanya dapat mengganggu irama tidur sirkadian sehingga terjadi perubahan
pemendekan waktu onset tidur dan perubahan pada fase REM. Berbagai macam
gangguan tidur gangguan irama sirkadian adalah sebagai berikut:
1. Tipe fase tidur terlambat (delayed sleep phase type) yaitu ditandai oleh
waktu tidur dan terjaga lebih lambat yang diinginkan. Gangguan ini sering
ditemukan dewasa muda, anak sekolah atau pekerja sosial. Orang-orang
tersebut sering tertidur (kesulitan jatuh tidur) dan mengantuk pada siang hari
(insomnia sekunder).
2. Tipe Jet lag ialah menangantuk dan terjaga pada waktu yang tidak tepat
menurut jam setempat, hal ini terjadi setelah berpergian melewati lebih dari
satu zone waktu. Gambaran tidur menunjukkan sleep laten panjang dengan
tidur yang terputus-putus.

LBM IV Aku Terjaga Page 14


3. Tipe pergeseran kerja (shift work type). Pergeseran kerja terjadi pada
orang tidak secara teratur dan cepat mengubah jadwal kerja sehingga akan
mempengaruhi jadwal tidur. Gejala ini sering timbul bersama-sama dengan
gangguan somatik seperti ulkus peptikum. Gambarannya berupa pola irreguler
atau mungkin pola tidur normal dengan onset tidur fase REM.
4. Tipe fase terlalu cepat tidur (advanced sleep phase syndrome).
Tipe ini sangat jarang, lebih sering ditemukan pada pasien usia
lanjut,dimana onset tidur pada pukul 6-8 malam dan terbangun antara pukul 1-
3 pagi. Walaupun pasien ini merasa cukup ubtuk waktu tidurnya. Gambaran
tidur tampak normal tetapi penempatan jadwal irama tidur sirkadian yang tdk
sesuai.
5. Tipe bangun-tidur beraturan
6. Tipe tidak tidur-bangun dalam 24 jam.
Gangguan tidur timbul sebagai akibat siklus tidur-bangun yang tidak
sinkron dengan jadwal tidur harian seseorang. Sebagai contoh, orang-orang
dengan kerja shift malam hari atau dimana mereka yang shift kerjanya sering
berubah (misalnya perawat, pekerja bangunan) dapat mengalami gangguan tidur
irama sirkadian. Orang-orang yang sering berpergian ke daerah dengan waktu
yang saling bersilangan akan menyebabkan gangguan tidur, dan dikenal dengan
jet lag. Orang-orang dengan gangguan ini tidak pernah dapat merasakan istirahat
penuh. Ketika mereka ingin tidur, mereka justru tidak dapat tidur dan ketika
mereka bangun, mereka justru ingin tidur dan mengantuk. Cara yang paling baik
adalah menghindari kerja shift.
Penatalaksanaan jet lag yaitu meliputi penyesuaian jam tidur dengan
waktu didaerah yang baru. Kebanyakan orang dewasa memerlukan satu hari
untuk menyesuaikan waktu ke arah timur dan sedikit lebih singkat jika perjalanan
tersebut ke arah barat. Para wisatawan dapat meminimalkan kekurangan tidurnya
dengan menggunakan obat-obat hipnotik (seperti : zolpidem, 5-10 mg saat akan
tidur malam) dan menghindari penggunaan alkohol dan zat-zat lain yang dapat
mempengaruhi jet lag.

LBM IV Aku Terjaga Page 15


I.2. Parasomnia
Yaitu merupakan kelompok heterogen yang terdiri dari kejadian-kejadian
episode yang berlangsung pada malam hari pada saat tidur atau pada waktu antara
bangun dan tidur. Kasus ini sering berhubungan dengan gangguan perubahan
tingkah laku dan aksi motorik potensial, sehingga sangat potensial menimbulkan
angka kesakitan dan kematian, Insidensi ini sering ditemukan pada usia anak
berumur 3-5 tahun (15%) dan mengalami perbaikan atau penurunan insidensi
pada usia dewasa (3%).
Ada 3 faktor utama presipitasi terjadinya parasomnia yaitu:
a. Peminum alkohol
b. Kurang tidur (sleep deprivation)
c. Stress psikososial
Kelainan ini terletak pada aurosal yang sering terjadi pada stadium
transmisi antara bangun dan tidur. Gambaran berupa aktivitas otot skeletal dan
perubahan sistem otonom. Gejala khasnya berupa penurunan kesadaran
(konfuosius), dan diikuti aurosal dan amnesia episode tersebut. Seringkali terjadi
pada stadium 3 dan 4.
Parasomnia terdiri dari mimpi buruk, ancaman tidur dan tidur berjalan
(atau somnambulism). Ketiga gangguan tersebut relatif sering terjadi pada anak-
anak. Gangguan ini biasanya akan berkurang pada akhir masa remaja teapi dapat
juga berlanjut ke masa dewasa.

I.2.a Gangguan Mimpi Buruk (Mimpi Cemas)


Gangguan mimpi buruk adalah suatu kegelisahan atau ketakutan yang
amat sangat pada waktu malam, dan mimpi semacam ini akan selalu diingat oleh
pasien sebagai sesuatu yang sangat mencekam. Keadaan ini terjadi pada 5%
manusia dari seluruh penduduk dan akan berlangsung menjadi kronis.
Mimpi buruk cenderung terjadi selama REM tidur. Hal ini dapat terjadi
setiap waktu selama malam hari tetapi lebih sering terjadi pada setengah jam
kedua dari satu periode tidur, dimana siklus REM meningkat dalam frekuensi dan
lamanya. Pada anak-anak, mimpi buruk sering dihubungkan terhadap fase
perkembangan spesifik dan terjadi pada masa usia sebelum sekolah dan awal

LBM IV Aku Terjaga Page 16


sekolah. Pada kelompok usia tersebut, anak-anak mungkin tidak mampu untuk
membedakan kenyataan dari mimpi yang dialami.
Mimpi buruk juga sering dihubungkan dengan penyakit demam dan
delirium, terutama pada usia lanjut dan pada orang-orang yang menderita penyakit
kronis. Gejala putus obat, seperti benzodiazepin, akan juga menyebabkan mimpi
buruk. Peningkatan REM tidur setelah gejala putus obat barbiturat atau alkohol
sering dihubungkan dengan meningkatnya intensitas bermimpi dan mimpi buruk.
Saat ini, penggunaan inhibitor serotonin (seperti : citalopram, fluoxatine,
fluvoxamine, paroxetine, sertraline) dan gejala putus obat dapat dihubungkan
dengan mimpi buruk.
Diagnosis banding utama untuk gangguan mimpi buruk adalah penyakit
psikiatri mayor yang mempunyai kecenderungan untuk mimpi buruk (misalnya
mayor depression), efek pengobatan, dan putus obat atau alkohol.
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Mimpi Buruk menurut DSM-IV-TR
A. Terbangun berulang kali dari periode tidur utama atau tidur sejenak dengan
ingatan yang terinci tentang mimpi yang panjang dan sangat menakutkan,
biasanya berupa ancaman akan kelangsungan hidup, keamanan, atau harga
diri. Terjaga biasanya terjadi pada separuh bagian kedua periode tidur.
B. Saat terjaga dari mimpi menakutkan, orang dengan segera berorientasi dan
sadar (berbeda dengan konfusi dan disorientasi yang terlihat pada gangguan
teror tidur dan beberapa bentuk epilepsi.
C. Pengalaman mimpi, atau gangguan tidur yang menyebabkan terjaga,
menyebabkan penderitaan yang bermakna secara khas atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
D. Mimpi buruk tidak terjadi semata-mata selam perjalanan gangguan mental
lain (misalnya, delirium, gangguan stres pascatraumatik) dan bukan karena
efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan,
medikasi) atau kondisi medis umum.

I.2.b Gangguan Teror Tidur


Episode dari gangguan ini terjadi selama dua pertiga dari masa tidur dan
sering dimulai dengan teriakan yang keras diikuti oleh kecemasan yang hebat

LBM IV Aku Terjaga Page 17


dengan tanda-tanda autonomic hyperousal, seperi takikardia dan nafas yang cepat.
Orang-orang dengan teror tidur tidak sepenuhnya kembali sadar setelah suatu
episode, dan biasanya tidak mempunyai ingatan yang mendetil tentang kejadian
yang terjadi.
Penyebab gangguan ini tidak diketahui dengan pasti, tetapi gangguan ini
sering terjadi bersamaan dengan tidur berjalan. Kedua keadaan dimulai pada
masa anak-anak dan akan berakhir pada masa dewasa. Apabila episode ini terjadi
pada masa remaja dan dewasa, maka biasanya juga disertai gangguan psikiatrik
yang lain.
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Teror Tidur menurut DSM-IV-TR
A. Episode rekuren terjaga tiba-tiba dari tidur, biasanya terjadi selama
sepertiga bagian pertama episode tidur utama dan dimulai dengan teriakan
panik.
B. Rasa takut yang kuat dan tanda rangsangan otonomik, seperti takikardia,
nafas cepat, dan berkeringat, selama tiap episode.
C. Relatif tidak responsif terhadap usaha orang lain untuk menenangkan
penderita tersebut selama episode.
D. Tidak ada mimpi yang diingat dan terdapat amnesia untuk episode.
E. Episode menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
F. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya,
obat yang disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum.
Pada teror tidur yang utama adalah daya ingat pasien tentang mimpi tadi.
Menurut Kandouw, ada perbedaan mimpi buruk dan teror tidur. Ketika
mengalami mimpi buruk, penderita sadar dan bisa berorientasi dengan sekitarnya.
Mimpi buruk terjadi pada separuh akhir tidur. Penderita mampu mengingat dan
menggambarkan kembali mimpinya secara detail dan nyata.
Jika mimpi buruk terjadi pada akhir tidur, teror tidur terjadi di sepertiga
awal tidur. Episode teror ini berulang-ulang, dimana penderita bangun dan
berteriak ketakutan, mengalami kecemasan hebat dan hiperaktif. Namun,
penderita kurang bisa mengingat kejadian yang telah dialami. Penderita juga
mengalami disorientasi.

LBM IV Aku Terjaga Page 18


I.2.c Tidur Berjalan (Somnambulism)
Orang yang tidur berjalan didefinisikan sebagai episode pengulangan dari
tidur dan berjalan. Hal ini biasanya terjadi selama sepertiga waktu tidur. Selama
tidur berjalan, orang biasanya tidak tahu arah, relatif tidak memberikan respon
terhadap komunikasi seseorang, dan hanya dapat dibangunkan dengan usaha
keras. Pada saat sadar, orang tersebut tidak dapat mengingat kejadiannya.
Episode tidur berjalan dan mimpi buruk terjadi dalam waktu tiga jam setelah jatuh
tidur. Rekaman EEG memperlihatkan gelombang lambat dengan amplitudo tinggi
yang mendahului aktivasi otot yang akan memacu timbulnya serangan; tidur
berjalan terjadi selama tahap 3 dan 4 NREM tidur.
Tidur berjalan cirinya terjadi dalam waktu kurang dari 10 menit. Orang-
orang akan berjalan tanpa tujuan, tanpa menghiraukan keadaan lingkungan
sekitarnya. Pasien tidur berjalan dapat melakukan kegiatan-kegiatan ringan
seperti membuka pintu atau jendela sehingga dapat membahayakan jiwanya.
Hal penting dalam mengatasi pasien tidur berjalan adalah melindungi
pasien dari bahaya. Usaha untuk mengintervensi episode serangan akan
membingungkan dan menakutkan pasien. Cara terbaik adalah dengan mengunci
pintu dan memasang alarm, dan menempatkan tempat tidur pasien di lantai satu.
Gangguan lebih sering terjadi pada anak-anak dibandingkan orang dewasa.
Hampir 15% anak-anak pernah mengalami sekurang-kurangnya satu episode dari
tidur berjalan, dan lebih dari 3% disertai dengan gangguan mimpi buruk. Kurang
lebih 5% dari orang dewasa sehat dilaporkan pernah mengalami tidur berjalan.
Orang tua perlu diberitahukan bahwa kelainan yang dialami anaknya mungkin
akan bertambah berat pada akhir masa remaja. Pada orang dewasa, tidur berjalan
sering berhubungan dengan gangguan kejiwaan yang berat seperti depresi.
Obat-obat yang dapat menekan tahap 3 dan 4 seperti benzodiazepin
(misalnya diazepam 5-10 mg tiap malam), dapat diberikan untuk orang dewasa
yang mengalami tidur berjalan dan mimpi buruk. Relaps dapat terjadi ketika
obat-obatan dihentikan atau pada waktu stres. Antidepresan trisiklik (misalnya
impramine, 50-100 mg malam hari) juga bermanfaat dalam mengurangi frekuensi

LBM IV Aku Terjaga Page 19


dari tidur berjalan dan mimpi buruk. Obat-obat juga dapat diberikan untuk anak-
anak meskipun dosis yang digunakannya lebih rendah(Kaplan, 2010).
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Tidur Berjalan menurut DSM-IV-TR
A. Episode berulang bangkit dari tempat tidur saat tidur dan berjalan
berkeliling terjadi selama sepertiga bagian pertama episode tidur utama.
B. Saat berjalan sambil tidur, orang memiliki wajah yang kosong dan menatap,
relatif tidak responsif terhadap usaha orang lain untuk berkomunikasi
dengannya, dan dapat dibangunkan hanya dengan susah payah.
C. Saat terbangun (baik dari episode tidur berjalan atau pagi harinya), pasien
mengalami amnesia untuk episode tersebut.
D. Dalam beberapa menit setelah terjaga dari episode tidur berjalan, tidak
terdapat gangguan aktivitas mental atau perilaku (walaupun awalnya
mungkin terdapat periode konfusi atau disorientasi yang singkat).
E. Tidur berjalan menyebabkan terjaga, menyebabkan penderitaan yang
bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau
fungsi penting lain.
F. Gangguan adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat
(misalnya, obat yang disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum.

II. Gangguan Tidur Yang Berhubungan Dengan Gangguan Mental Lain


Kategori gangguan tidur yang dihubungkan dengan gangguan mental lain
dihubungkan dengan gangguan mental spesifik, termasuk psikotik, mood, dan
gangguan kecemasan. Gangguan tidur juga dapat dihubungkan dengan keadaan
medis umum atau efek fisik langsung dari suatu zat (misalnya penyalahgunaan
obat, pengobatan).

Gambaran Electroencephalogram Gangguan Tidur yang berhubungan


dengan Gangguan Mental Lain
—————————————————————————————————
Diagnosis Penemuan Umum dalam Tidur
—————————————————————————————————
Psikosis

LBM IV Aku Terjaga Page 20


Schizophrenia Tanda yang bervariasi dalam kontinuitas tidur.
Pengurangan REM tidur setelah REM tidur
dihilangkan.
Pengurangan gelombang tidur lambat.
Gangguan afektif Gangguan kontinuitas tidur.
Pengurangan gelombang tidur lambat.
Pergantian REM tidur yang lebih awal pada
malam hari.

Gangguan cemas Kesulitan untuk memulai tidur.


Kesulitan mempertahankan tidur.
Pengurangan waktu total tidur.

Gangguan panik Kesulitan untuk memulai tidur.


Kesulitan mempertahankan tidur.
Pengurangan waktu total tidur.
Serangan panik diwaktu tidur terjadi pada
tahap 2 atau tahap 3 dari tidur.

Penggunaan Alkohol
Penggunaan akut Pengurangan waktu bangun dan REM tidur,
dengan peningkatan gelombang delta tidur
pada setengah jam pertama dimalam hari,
pantulan dari REM tidur dan peningkatan
terbangun pada setengah jam kedua dimalam
hari.

Penggunaan kronis Fragmentasi tidur dengan seringnya waktu


terbangun.

Abstinensi Fragmentasi yang berkelanjutan dan pengu-


rangan gelombang tidur lambat.

LBM IV Aku Terjaga Page 21


Gangguan Kepribadian
Borderline REM tidur mengalami perubahan yang
berhubungan dengan gangguan keadaan hati.

Demensia Kontinuitas tidur terganggu.


Jadwal tidur-bangun yang polifasik
—————————————————————————————————

II.1 Gangguan Psikotik


Gangguan tidur utama pada pasien psikotik adalah insomnia dan
hipersomnia. Pasien schizophrenia, misalnya dapat mengalami gangguan berat
pada tidur mereka selama terjadinya peristiwa psikotik. Perubahannya meliputi
pengurangan waktu tidur, variabilitas dalam waktu REM dan peningkatan densitas
REM. Berkurangnya tahap 4 NREM tidur merupakan bentuk yang paling sering
ditemukan.

II.2 Gangguan Afektif


Insomnia pada depresi digambarkan sebagai bangun sangat pagi sebelum
waktunya (misalnya bangun lebih awal dibanding biasanya dan kemudian tidak
dapat tidur kembali). Hipersomnia kadang-kadang perlu diobservasi, terutama
pada pasien dengan bipolar depresi atau dysthymia. Pasien dengan manic dan
hypomanic dapat tidak tidur dan tidur lebih singkat dibanding orang normal,
karena mereka hanya membutuhkan waktu tidur yang singkat.
Perubahan polysmonographic pada pasien depresi meliputi lamanya masa
tidur, meningkatnya kesadaran di malam hari, dan kesadaran di awal pagi, gelom-
bang tidur (tahap 3 dan 4); perubahan pada REM tidur, meliputi terjadinya REM
tidur lebih awal pada malam hari (Misalnya masa laten REM lebih pendek) dan
peningkatan frekuensi dari pergerakan bola mata selama REM tidur.

II.3 Gangguan Kecemasan


Gangguan cemas sering dihubungkan dengan masalah tidur yang ada.
Gambaran polysomnographic meliputi perubahan nonspesifik pada masa laten

LBM IV Aku Terjaga Page 22


tidur, penurunan efisiensi tidur, peningkatan sejumlah tahap 1 dan 2 tidur,
penurunan gelombang tidur.
Stress pasca trauma berperan penting dalam terjadinya insomnia dan
gangguan tidur, tetapi perubahan polysomnographic nya tidak spesifik. Gangguan
panik dapat dihubungkan dengan terbangun tiba-tiba dari tidur, yang sering
dikeluhkan pasien. Gambaran polysomnographic meliputi peningkatan masa
laten tidur dan penurunan efisiensi tidur.

II.4 Pemakaian Atau Ketergantungan Alkohol


Ketergantungan alkohol dapat berkembang menjadi insomnia atau
hipersomnia. Efek alkohol ini berbeda-beda, pada penggunaan akut akan
menimbulkan rasa ingin tidur dan mengurangi kesadaran selama 3-4 jam pertama
dari tidur, yang kemudian akan meningkatkan kesadaran dan mimpi yang
berhubungan dengan kecemasan pada pertengahan malam. Pada penggunaan
alkohol kronis, tidur menjadi terputus-putus dengan periode singkat dari tidur
dalam yang diselingi oleh periode terbangun singkat. Dengan abstinensi, tidur
pada awalnya akan terganggu; insomnia dan mimpi buruk dapat terjadi, tetapi
kemudian akan mengalami perbaikan bertahap.

II.5 Gangguan Psikiatrik Lainnya


Delirium berperan terhadap terjadinya agitasi selama awal sore atau
malam hari. Secara klinis, tidur akan terputus-putus dengan frekuensi terbangun
yang sering, awal insomnia, atau terbangun di awal pagi hari. Polysomnographic
akan memperlihatkan tidur yang terputus-putus, rendahnya efisiensi tidur,
penurunan tahap 3 dan 4 tidur, penurunan presentasi REM tidur.

III. Gangguan Tidur Lain


III.1 Gangguan Tidur Karena Kondisi Medis Umum
Berbagai keadaan medis dan neurologis memegang peranan terhadap
gangguan tidur. Contohnya meliputi hipertensi atau cardiovascular insuffisiensy,
hipertiroid, rematik, penyakit parkinson, esophageal reflux, asma, trauma kepala,
penyakit pernafasan, penyakit arteri koroner, angina pectoris, dan artritis. Wanita

LBM IV Aku Terjaga Page 23


hamil dapat mengalami kesulitan tidur sebab seringnya kencing, pergerakan janin,
dan masalah yang berkaitan dengan kenyamanan posisi.
Berbagai zat legal dan ilegal, mempunyai kemampuan untuk menimbulkan
gangguan tidur. Sebagai contoh, stimulus yang berlebihan (misalnya kokain)
dapat menyebabkan kesulitan untuk tidur. Pengobatan juga dapat menimbulkan
gangguan tidur; sebagai contoh, pasien kejang yang diberikan karbamazepin
dilaporkan akan tidur berlebihan.
Keadaan Medis dan Neurologis dan Penggunaan Zat yang berhubungan dengan
Gangguan Tidur
—————————————————————————————————
Gangguan Medis dan Neurologis Substansi
—————————————————————————————————
Penyakit Alzheimer Alkohol
Angina Anti Kejang
Asma Anti Depresan
Penyakit Artei Koroner Anti Psikotik
Diabetes Melitus Lithium
Eczema Opioid
Gastrointestinal Reflux Psychostimulants
Hipertensi Hipnotik-sedatif
Hipertiroid
Distrofi Otot
Distrofi Miotonik
Penyakit Paru Obstruktif
Pain Syndromes
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria
Ulkus Peptikum
Kehamilan
Progressive Supranuclear Palsy
Shy-Drager Syndrome
Uremia
—————————————————————————————————

LBM IV Aku Terjaga Page 24


2 Apa Yang Di Maksud Dengan Cemas
Cemas (anxietas) merupakan pengalaman yang bersifat subjektif,
tidak menyenangkan,tidak menentu, menakutkan dan mengkhawatirkan
akan adanya kemungkinanbahaya atauancaman bahaya, dan seringkali disertai
oleh gejala-gejala atau reaksi fisik tertentu akibat peningkatan aktifitas
otonomik. Anxietas adalah perasaan yang difus, yang sangat tidak
menyenangkan, agak  tidak menentu dan  kabur  tentang sesuatu yang  akan terjadi.
Perasaan ini disertai dengan suatu atau beberapa reaksi badaniah yang khas dan
yangakan datang berulang bagi seseorang tertentu. Perasaan ini dapat berupa rasa
kosong di perut,dada sesak, jantung berdebar, keringat berlebihan,sakit kepala
atau rasa mau kencing ataubuang air besar. Perasaan ini disertai dengan rasa ingin
bergerak dan gelisah. Cemas dapat di sebabkan oleh faktor biologis dan faktor
psikososial.
Gejala-gejala cemas pada dasarnya terdiri dari dua komponen yakni,
kesadaran terhadap sensasi fisiologis ( palpitasi atau berkeringat ) dan kesadaran
terhadap rasa gugup atau takut. Selain dari gejala motorik dan viseral, rasa cemas
juga mempengaruhi kemampuan berpikir, persepsi, dan belajar. Umumnya hal
tersebut menyebabkan rasa bingung dan distorsi persepsi. Distorsi ini dapat
menganggu belajar dengan menurunkan kemampuan memusatkan perhatian,
menurunkan daya ingat dan menganggu kemampuan untuk menghubungkan satu
hal dengan lainnya (Maramis, 2009).
Aspek yang penting pada rasa cemas, umumnya orang dengan rasa cemas
akan melakukan seleksi terhadap hal-hal disekitar mereka yang dapat
membenarkan persepsi mereka mengenai suatu hal yang menimbulkan rasa
cemas.

3 Tahap-Tahap Tidur Normal


Aktivitas tersebut dapat direkam dalam alat EEG. Untuk merekam tidur,
cara yang dipakai adalah dengan EEG Polygraphy. Dengan cara ini kita tidak saja
merekam gambaran aktivitas sel otak (EEG), tetapi juga merekam gerak bola mata
(EOG) dan tonus otot (EMG).5 Untuk EEG, elektroda hanya ditempatkan pada

LBM IV Aku Terjaga Page 25


dua daerah saja, yakni daerah frontosentral dan oksipital. Gelombang Alfa paling
jelas terlihat di daerah frontal. dapatkan 4 jenis gelombang, yaitu:
Gelombang Alfa, dengan frekuensi 8 - 12 Hz, dan amplitude gelombang antara
10 - 15 mV. Gambaran gelombang alfa yang terjelas didapat pada daerah oksipital
atau parietal. Pada keadaan mata tertutup dan relaks, gelombang Alfa akan
muncul, dan akan menghilang sesaat kita membuka mata. Pada keadaan
mengantuk (drowsy) didapatkan gambaran yang jelas yaitu kumparan tidur yang
berupa gambaran waxing dan gelombang Alfa.
Gelombang Beta, dengan frekuensi 14 Hz atau lebih, dan amplitude gelombang
kecil, rata-rata 25 mV. Gambaran gelombang Beta yang terjelas didapat pada
daerah frontal. Gelombang ini merupakan gelombang dominan pada keadaan jaga
terutama bila mata terbuka. Pada keadaan tidur REM juga muncul gelombang
Beta.
Gelombang Teta, dengan frekuensi antara 4 - 7 Hz, dengan amplitudo
gelombang bervariasi dan lokalisasi juga bervariasi. Gelombang Teta dengan
amplitudo rendah tampak pada keadaan jaga pada anak-anak sampai usia 25 tahun
dan usia lanjut diatas 60 tahun. Pada keadaan normal orang dewasa, gelombang
teta muncul pada keadaan tidur (stadium 1, 2, 3, 4).
Gelombang Delta, dengan frekuensi antara 0 - 3 Hz, dengan amplitudo serta
lokalisasi bervariasi. Pada keadaan normal, gelombang Delta muncul pada
keadaan tidur (stadium 2, 3, 4). Dengan demikian stadium-stadium tidur
ditentukan oleh persentase dan keempat gelombang ini dalam proporsi tertentu.
Selain itu juga ditunjang oleh gambaran dari EOG dan EMG nya.
Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)
2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)
Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu
diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM
terjadi secara bergantian antara 4-6 kali siklus semalam (Kaplan, 2010).
Tidur NREM yang meliputi 75% dari keseluruhan waktu tidur, dibagi dalam
empat stadium, antara lain:

LBM IV Aku Terjaga Page 26


 Stadium 1, berlangsung selama 5% dari keseluruhan waktu tidur. Stadium
ini dianggap stadium tidur paling ringan. EEG menggambarkan gambaran
kumparan tidur yang khas, bervoltase rendah, dengan frekuensi 3 sampai 7
siklus perdetik, yang disebut gelombang teta.
 Stadium 2, berlangsung paling lama, yaitu 45% dari keseluruhan waktu
tidur. EEG menggambarkan gelombang yang berbentuk pilin (spindle
shaped) yang sering dengan frekuensi 12 sampai 14 siklus perdetik,
lambat, dan trifasik yang dikenal sebagai kompleks K. Pada stadium ini,
orang dapat dibangunkan dengan mudah.
 Stadium 3, berlangsung 12% dari keseluruhan waktu tidur. EEG
menggambarkan gelombang bervoltase tinggi dengan frekuensi 0,5 hingga
2,5 siklus perdetik, yaitu gelombang delta. Orang tidur dengan sangat
nyenyak, sehingga sukar dibangunkan.
 Stadium 4, berlangsung 13% dari keseluruhan waktu tidur. Gambaran
EEG hampir sama dengan stadium 3 dengan perbedaan kuantitatif pada
jumlah gelombang delta. Stadium 3 dan 4 juga dikenal dengan nama tidur
dalam, atau delta sleep, atau Slow Wave Sleep (SWS)
Sedangkan tidur REM meliputi 25% dari keseluruhan waktu tidur. Tidak dibagi-
bagi dalam stadium seperti dalm tidur NREM.
REM ditandai dengan rekaman EEG yang menyerupai tahap pertama, yang
terjadi bersamaan dengan gerak bola mata yang cepat dan penurunan level muscle
tone. Periode REM akan disertai dengan frekuensi pernafasan dan frekuensi
jantung yang berfluktuasi. Periode ini dikenal sebagai desynchronized sleep.

4 Mekanisme Bangun Dan Tidur Normal


Pola siklus tidur dan bangun adalah bangun sepanjang hari saat cahaya
terang dan tidur sepanjang malam saat gelap. Jadi faktor kunci adalah adanya
perubahan gelap dan terang. Stimulasi cahaya terang akan masuk melalui mata
dan mempengaruhi suatu bagian di hipotalamus yang disebut nucleus supra
chiasmatic (NSC). NSC akan mengeluarkan neurotransmiter yang mempengaruhi
pengeluaran berbagai hormon pengatur temperatur badan, kortisol, growth
hormone, dan lain-lain yang memegang peranan untuk bangun tidur. NSC

LBM IV Aku Terjaga Page 27


bekerja seperti jam, meregulasi segala kegiatan bangun tidur. Jika pagi hari
cahaya terang masuk, NSC segera mengeluarkan hormon yang menstimulasi
peningkatan temperatur badan, kortisol dan GH sehingga orang terbangun. Jila
malam tiba, NSC merangsang pengeluaran hormon melatonin sehingga orang
mengantuk dan tidur. Melatonin adalah hormon yang diproduksi oleh glandula
pineal. Saat hari mulai gelap, melatonin dikeluarkan dalam darah dan akan
mempengaruhi terjadinya relaksasi serta penurunan temperatur badan dan
kortisol. Kadar melatonin dalam darah mulai meningkat pada jam 9 malam, terus
meningkat sepanjang malam dan menghilang pada jam 9 pagi (Sudoyo, 2007).

5 Interpretasi Pada Skenario


Di skenario yang sangat berperan untuk timbulnya tanda dan gejala tersebut
adalah neurotransmitter dan hormonal. Salah satu yang terlibat adalah dopamin,
serotonin , dan asetil kolin. Pada skenario terlihat adanya perasaan cemas yang
kemudian dapat menjadi depresi, hal ini di gambarkan dengan Dinda yang di
pecat dari pekerjaannya dapat menjadi stressor, Dinda sebagai tulang punggun
keluarga yang harus membiayai 3 orang adiknya yang masih bersekolah,
sedangkan orang tuanya sakit-sakitan, hal tersebut juga dapat menjadi stressor
sekaligus dapat menimbulkan perasaaan cemas dan perasaan terbebani. Cemas
berhubungan dengan transmisi 5 HidroxyTrptamin yang berlebihan atau
overaktivitas dari stimulasi jalur 5HT (serotonin), tetapi pada seseorang yang
mengalami cemas dan depresi, maka serotonin dapat di tekan sekresinya sehingga
menurunkan kadar serotonin, yang kemudian dapat menyebabkan pengeluaran
dari dopamin dan asetilkolin. Dopamine akan menyebabkan seseorang mengalami
gangguan pola tidur karena menyebabkan terus menerus dalam keadaan terjaga
begitu juga dengan asetilkolin, sehingga pada skenario Dinda biasanya tertidur
selama 1 jam setiap hari, sementara dari pemeriksaan fisik yang terdapat pada
skenario masih dalam batas normal.

6 Diagnosis Banding Pada Skenario


I. Gangguan Tidur Akibat Depresif
a. Definisi

LBM IV Aku Terjaga Page 28


Depresi adalah gangguan mood yang dikarakteristikkan dengan kesedihan
yang intens, berlangsung dalam waktu lama, dan mengganggu kehidupan normal.
Gangguan tidur adalah salah satu gejala depresi yang termuat dalam Diagnostic
and Statistical Manual of Mental Disorders-IV (DSM-IV). Gangguan tidur yang
dialami pada sebagian besar orang adalah insomnia dan 15% adalah hipersomnia.
Gejala ini juga sering mengawali rekurensi depresi (Kaplan, 2010).
b. Etiologi
Gangguan tidur dapat disebabkan oleh banyak hal atau bersifat holistik.
Hal yang mempengaruhi adalah biopsikososial yaitu dari faktor genetik,
psikologis, dan lingkungan. Sehingga bisa dikatakan penyebabnya sangat
kompleks dan memerlukan investigasi yang cermat. Namun pada tulisan ini hanya
akan dibahas salah satu penyebab gangguan tidur yaitu depresi.
Etiologi depresi yang dapat dihubungkan dengan gangguan tidur adalah
terganggunya neurotransmiter serotonin. Serotonin berperan dalam pengontrolan
afek, agresivitas, tidur, dan nafsu makan. Neuron serotoninergik berproyeksi dari
nukleus rafe dorsalis batang otak ke korteks serebri, hipotalamus, ganglia basalis,
septum, dan hipokampus. Proyeksinya ke tempat-tempat ini mendasari
keterlibatannya pada gangguan psikiatrik. Ada sekitar 14 reseptor serotonin,
namun satu transmiter saja dapat memberikan efek ke seluruh otak. Percobaan
yang dilakukan pada tikus menunjukkan
Gangguan tidur pada orang depresi dapat berasal dari fungsi abnormal
region yang berperan untuk memulai dan mempertahankan tahap non-REM.
Selama transisi antara sadar sampai tahap non-REM, aktivitas neuronal
diturunkan pada area yang menyebabkan arousal seperti locus coeruleus, raphe
nuclei, dan tuberomammilary nucleus. Selama tahap itu juga neuron
thalamocortical mengalami hiperpolarisasi. Area yang menyebabkan tidur
terlokalisasi di preoptic hypothalamus menunjukkan peningkatan aktivitas selama
tahap itu. Pada orang sehat, tahap non-REM ditandai dengan penurunan aktivitas
metabolik dan aliran darah ke mesencephalic brainstem, thalamus, dan basal
forebrain. Pada orang depresi gangguan tidur dikarenakan aktivitas abnormal
pada struktur itu.

LBM IV Aku Terjaga Page 29


c. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis depresi dapat dibagi menjadi beberapa garis besar yaitu:
 Gangguan emosi:
Perasaan sedih atau murung, iritabilitas, ansietas, ikatan emosi berkurang,
menarik diri dari hubungan interpersonal, preokupasi dengan kematian.
 Gangguan kognitif
Distorsi kognitif seperti mengeritik diri sendiri, rasa bersalah, persaan tak
berharga, kepercayaan diri turun, pesimis, dan putus asa. Penurunan fungsi
kognitif seperti bingung, konsentrasi buruk, perhatian kurang, daya ingat
menurun, dan sering ragu-ragu.
 Keluhan somatik
Sakit kepala, keluhan saluran pencernaan, keluhan haid, dan lain-lain.
 Gangguan psikomotor
Retardasi psikomotor, gerakan lambat, pembicaraan lambat, malas, dan merasa
tidak bertenaga atau lesu.
 Gangguan vegetatif
Tidak bisa tidur atau terlalu banyak tidur, tidak ada nafsu makan atau terlalu
banyak makan, penurunan berat badan atau penambahan berat badan, gangguan
fungsi seksual.
Gangguan tidur merupakan salah satu gejala depresi. Pengukuran polisomnografi
tidur menunjukan peningkatan sleep-onset latency, peningkatan aktivitas fase
REM, peningkatan aktivitas EEG frekuensi cepat, dan penurunan aktivitas EEG
slow-wave pada tahap non-REM.7

II. Insomnia
a. Definisi
Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal
kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif yang
berlangsung setidaknya satu bulan dan menyebabkan gangguan signifikan atau
gangguan dalam fungsi individu. The International Classification of Diseases
mendefinisikan Insomnia sebagai kesulitan memulai atau mempertahankan tidur
yang terjadi minimal 3 malam/minggu selama minimal satu bulan. Menurut The

LBM IV Aku Terjaga Page 30


International Classification of Sleep Disorders, insomnia adalah kesulitan tidur
yang terjadi hampir setiap malam, disertai rasa tidak nyaman setelah episode tidur
tersebut. Jadi, Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan
berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk
melakukannya. Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala
yang memiliki berbagai penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik dan
pemakaian obat-obatan. Insomnia dapat mempengaruhi tidak hanya tingkat energi
dan suasana hati tetapi juga kesehatan, kinerja dan kualitas hidup (Kaplan, 2010).

b. Etiologi
• Stres. Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga
dapat membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk
tidur. Peristiwa kehidupan yang penuh stres, seperti kematian atau penyakit
dari orang yang dicintai, perceraian atau kehilangan pekerjaan, dapat
menyebabkan insomnia.
• Kecemasan dan depresi. Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan
kimia dalam otak atau karena kekhawatiran yang menyertai depresi.
• Obat-obatan. Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur,
termasuk beberapa antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi,
stimulan (seperti Ritalin) dan kortikosteroid.
• Kafein, nikotin dan alkohol. Kopi, teh, cola dan minuman yang mengandung
kafein adalah stimulan yang terkenal. Nikotin merupakan stimulan yang dapat
menyebabkan insomnia. Alkohol adalah obat penenang yang dapat membantu
seseorang jatuh tertidur, tetapi mencegah tahap lebih dalam tidur dan sering
menyebabkan terbangun di tengah malam.
• Kondisi Medis. Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan
bernapas dan sering buang air kecil, kemungkinan mereka untuk mengalami
insomnia lebih besar dibandingkan mereka yang tanpa gejala tersebut.
Kondisi ini dikaitkan dengan insomnia akibat artritis, kanker, gagal jantung,
penyakit paru-paru, gastroesophageal reflux disease (GERD), stroke, penyakit
Parkinson dan penyakit Alzheimer.

LBM IV Aku Terjaga Page 31


• Perubahan lingkungan atau jadwal kerja. Kelelahan akibat perjalanan jauh
atau pergeseran waktu kerja dapat menyebabkan terganggunya irama
sirkadian tubuh, sehingga sulit untuk tidur. Ritme sirkadian bertindak sebagai
jam internal, mengatur siklus tidur-bangun, metabolisme, dan suhu tubuh.
• 'Belajar' insomnia. Hal ini dapat terjadi ketika Anda khawatir berlebihan
tentang tidak bisa tidur dengan baik dan berusaha terlalu keras untuk jatuh
tertidur. Kebanyakan orang dengan kondisi ini tidur lebih baik ketika mereka
berada jauh dari lingkungan tidur yang biasa atau ketika mereka tidak
mencoba untuk tidur, seperti ketika mereka menonton TV atau membaca.3,10

c. Manifestasi Klinis
 Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari
 Sering terbangun pada malam hari
 Bangun tidur terlalu awal
 Kelelahan atau mengantuk pada siang hari
 Iritabilitas, depresi atau kecemasan
 Konsentrasi dan perhatian berkurang
 Peningkatan kesalahan dan kecelakaan
 Ketegangan dan sakit kepala
 Gejala gastrointestinal (Maslim, 2001).

7 Diagnosis Kerja Pada Skenario


a. Definisi
Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal
kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif yang
berlangsung setidaknya satu bulan dan menyebabkan gangguan signifikan atau
gangguan dalam fungsi individu. The International Classification of Diseases
mendefinisikan Insomnia sebagai kesulitan memulai atau mempertahankan tidur
yang terjadi minimal 3 malam/minggu selama minimal satu bulan. Menurut The
International Classification of Sleep Disorders, insomnia adalah kesulitan tidur
yang terjadi hampir setiap malam, disertai rasa tidak nyaman setelah episode tidur
tersebut. Jadi, Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan

LBM IV Aku Terjaga Page 32


berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk
melakukannya. Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala
yang memiliki berbagai penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik dan
pemakaian obat-obatan. Insomnia dapat mempengaruhi tidak hanya tingkat energi
dan suasana hati tetapi juga kesehatan, kinerja dan kualitas hidup (Kaplan, 2010).

b. Klasifikasi
Insomnia Primer
Insomnia primer ini mempunyai faktor penyebab yang jelas. insomnia atau susah
tidur ini dapat mempengaruhi sekitar 3 dari 10 orang yang menderita insomnia.
Pola tidur, kebiasaan sebelum tidur dan lingkungan tempat tidur seringkali
menjadi penyebab dari jenis insomnia primer ini.
Insomnia Sekunder
Insomnia sekunder biasanya terjadi akibat efek dari hal lain, misalnya kondisi
medis. Masalah psikologi seperti perasaan bersedih, depresi dan dementia dapat
menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini pada 5 dari 10 orang. Selain itu
masalah fisik seperti penyakit arthritis, diabetes dan rasa nyeri juga dapat
menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini dan biasanya mempengaruhi 1
dari 10 orang yang menderita insomnia atau susah tidur. Insomnia sekunder juga
dapat disebabkan oleh efek samping dari obat-obatan yang diminum untuk suatu
penyakit tertentu, penggunaan obat-obatan yang terlarang ataupun
penyalahgunaan alkohol. Faktor ini dapat mempengaruhi 1-2 dari 10 orang yang
menderita insomnia.
Secara internasional insomnia masuk dalam 3 sistem diagnostik yaitu
International code of diagnosis (ICD) 10, Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders (DSM) IV dan International Classification of Sleep Disorders
(ISD).
Dalam ICD 10, insomnia dibagi menjadi 2 yaitu:
 Organik
 Non organik
- Dyssomnias (gangguan pada lama, kualitas dan waktu tidur)

LBM IV Aku Terjaga Page 33


- Parasomnias (ada episode abnormal yang muncul selama tidur seperti
mimpu buruk, berjalan sambil tidur, dll)
Dalam ICD 10 tidak dibedakan antara insomnia primer atau sekunder. Insomnia
disini adalah insomnia kronik yang sudah diderita paling sedikit 1 bulan dan
sudah menyebabkan gangguan fungsi dan sosial.

Dalam DSM IV, gangguan tidur (insomnia) dibagi menjadi 4 tipe yaitu:
1. Gangguan tidur yang berkorelasi dengan gangguan mental lain
2. Gangguan tidur yang disebabkan oleh kondisi medis umum
3. Gangguan tidur yang diinduksi oleh bahan-bahan atau keadaan tertentu
Gangguan tidur primer (gangguan tidur tidak berhubungan sama sekali
dengan kondisi mental, penyakit, ataupun obat-obatan.) Gangguan ini
menetap dan diderita minimal 1 bulan (Kaplan, 2010).
Berdasarkan International Classification of Sleep Disordes yang direvisi,
insomnia diklasifikasikan menjadi:
a. Acute insomnia
b. Psychophysiologic insomnia
c. Paradoxical insomnia (sleep-state misperception)
d. Idiopathic insomnia
e. Insomnia due to mental disorder
f. Inadequate sleep hygiene
g. Behavioral insomnia of childhood
h. Insomnia due to drug or substance
i. Insomnia due to medical condition
j. Insomnia not due to substance or known physiologic condition,
unspecified (nonorganic)
10
k. Physiologic insomnia, unspecified (organic)

c. Etiologi
• Stres. Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga
dapat membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk
tidur. Peristiwa kehidupan yang penuh stres, seperti kematian atau penyakit
dari orang yang dicintai, perceraian atau kehilangan pekerjaan, dapat
menyebabkan insomnia.

LBM IV Aku Terjaga Page 34


• Kecemasan dan depresi. Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan
kimia dalam otak atau karena kekhawatiran yang menyertai depresi.
• Obat-obatan. Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur,
termasuk beberapa antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi,
stimulan (seperti Ritalin) dan kortikosteroid.
• Kafein, nikotin dan alkohol. Kopi, teh, cola dan minuman yang mengandung
kafein adalah stimulan yang terkenal. Nikotin merupakan stimulan yang dapat
menyebabkan insomnia. Alkohol adalah obat penenang yang dapat membantu
seseorang jatuh tertidur, tetapi mencegah tahap lebih dalam tidur dan sering
menyebabkan terbangun di tengah malam.
• Kondisi Medis. Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan
bernapas dan sering buang air kecil, kemungkinan mereka untuk mengalami
insomnia lebih besar dibandingkan mereka yang tanpa gejala tersebut.
Kondisi ini dikaitkan dengan insomnia akibat artritis, kanker, gagal jantung,
penyakit paru-paru, gastroesophageal reflux disease (GERD), stroke, penyakit
Parkinson dan penyakit Alzheimer.
• Perubahan lingkungan atau jadwal kerja. Kelelahan akibat perjalanan jauh
atau pergeseran waktu kerja dapat menyebabkan terganggunya irama
sirkadian tubuh, sehingga sulit untuk tidur. Ritme sirkadian bertindak sebagai
jam internal, mengatur siklus tidur-bangun, metabolisme, dan suhu tubuh.
• 'Belajar' insomnia. Hal ini dapat terjadi ketika Anda khawatir berlebihan
tentang tidak bisa tidur dengan baik dan berusaha terlalu keras untuk jatuh
tertidur. Kebanyakan orang dengan kondisi ini tidur lebih baik ketika mereka
berada jauh dari lingkungan tidur yang biasa atau ketika mereka tidak
mencoba untuk tidur, seperti ketika mereka menonton TV atau membaca.3,10

d. Faktor Resiko
Hampir setiap orang memiliki kesulitan untuk tidur pada malam hari tetapi
resiko insomnia meningkat jika terjadi pada:
 Wanita. Perempuan lebih mungkin mengalami insomnia. Perubahan hormon
selama siklus menstruasi dan menopause mungkin memainkan peran. Selama

LBM IV Aku Terjaga Page 35


menopause, sering berkeringat pada malam hari dan hot flashes sering
mengganggu tidur.
 Usia lebih dari 60 tahun. Karena terjadi perubahan dalam pola tidur, insomnia
meningkat sejalan dengan usia.
 Memiliki gangguan kesehatan mental. Banyak gangguan, termasuk depresi,
kecemasan, gangguan bipolar dan post-traumatic stress disorder, mengganggu
tidur.
 Stres. Stres dapat menyebabkan insomnia sementara, stress jangka panjang
seperti kematian orang yang dikasihi atau perceraian, dapat menyebabkan
insomnia kronis. Menjadi miskin atau pengangguran juga meningkatkan
risiko terjadinya insomnia.
 Perjalanan jauh (Jet lag) dan Perubahan jadwal kerja. Bekerja di malam hari
sering meningkatkan resiko insomnia.1,4

e. Manifestasi Klinis
 Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari
 Sering terbangun pada malam hari
 Bangun tidur terlalu awal
 Kelelahan atau mengantuk pada siang hari
 Iritabilitas, depresi atau kecemasan
 Konsentrasi dan perhatian berkurang
 Peningkatan kesalahan dan kecelakaan
 Ketegangan dan sakit kepala
 Gejala gastrointestinal (Maslim, 2001).

f. Diagnosis
Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:
 Pola tidur penderita.
 Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang.
 Tingkatan stres psikis.

LBM IV Aku Terjaga Page 36


 Riwayat medis.
 Aktivitas fisik
 Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara individual.

Sebagai tambahannya, dokter akan melengkapi kuisioner untuk


menentukan pola tidur dan tingkat kebutuhan tidur selama 1 hari. Jika tidak
dilakukan pengisian kuisioner, untuk mencapai tujuan yang sama Anda bisa
mencatat waktu tidur Anda selama 2 minggu.
Pemeriksaan fisik akan dilakukan untuk menemukan adanya suatu
permasalahan yang bisa menyebabkan insomnia. Ada kalanya pemeriksaan darah
juga dilakukan untuk menemukan masalah pada tyroid atau pada hal lain yang
bisa menyebabkan insomnia.
Jika penyebab dari insomnia tidak ditemukan, akan dilakukan pemantauan
dan pencatatan selama tidur yang mencangkup gelombang otak, pernapasan, nadi,
gerakan mata, dan gerakan tubuh.6

Kriteria Diagnostik Insomnia Non-Organik berdasarkan PPDGJ7


• Hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti:
a. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur,
atau kualitas tidur yang buruk
b. Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal 1
bulan
c. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan
terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari
d. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan
penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial
dan pekerjaan
• Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak
menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan.
• Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan
adanya gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan
yang tidak memenuhi kriteria di atas (seperti pada “transient insomnia”)

LBM IV Aku Terjaga Page 37


tidak didiagnosis di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi stres akut (F43.0)
atau gangguan penyesuaian (F43.2) (Maslim, 2001).

g. Penatalaksanaan
1. Non Farmakoterapi
a. Terapi Tingkah Laku
Terapi tingkah laku bertujuan untuk mengatur pola tidur yang baru dan
mengajarkan cara untuk menyamankan suasana tidur. Terapi tingkah laku ini
umumnya direkomendasikan sebagai terapi tahap pertama untuk penderita
insomnia.
Terapi tingkah laku meliputi
- Edukasi tentang kebiasaan tidur yang baik.
- Teknik Relaksasi.
Meliputi merelaksasikan otot secara progresif, membuat biofeedback,
dan latihan pernapasan. Cara ini dapat membantu mengurangi
kecemasan saat tidur. Strategi ini dapat membantu Anda mengontrol
pernapasan, nadi, tonus otot, dan mood.
- Terapi kognitif.
Meliputi merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak tidur dengan
pemikiran yang positif. Terapi kognitif dapat dilakukan pada konseling
tatap muka atau dalam grup.
- Restriksi Tidur.
Terapi ini dimaksudkan untuk mengurangi waktu yang dihabiskan di
tempat tidur yang dapat membuat lelah pada malam berikutnya.3,6
- Kontrol stimulus
Terapi ini dimaksudkan untuk membatasi waktu yang dihabiskan untuk
beraktivitas.
Instruksi dalam terapi stimulus-kontrol:8
1. Gunakan tempat tidur hanya untuk tidur, tidak untuk membaca,
menonton televisi, makan atau bekerja.
2. Pergi ke tempat tidur hanya bila sudah mengantuk. Bila dalam waktu
20 menit di tempat tidur seseorang tidak juga bisa tidur, tinggalkan

LBM IV Aku Terjaga Page 38


tempat tidur dan pergi ke ruangan lain dan melakukan hal-hal yang
membuat santai. Hindari menonton televisi. Bila sudah merasa
mengantuk kembali ke tempat tidur, namun bila alam 20 menit di
tempat tidur tidak juga dapat tidur, kembali lakukan hal yang
membuat santai, dapat berulang dilakukan sampat seseorang dapat
tidur.
3. Bangun di pagi hari pada jam yang sama tanpa mengindahkan berapa
lama tidur pada malam sebelumnya. Hal ini dapat memperbaiki jadwal
tidur-bangun (kontrol waktu).
4. Tidur siang harus dihindari.

b. Gaya hidup dan pengobatan di rumah


Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia :
 Mengatur jadwal tidur yang konsisten termasuk pada hari libur
 Tidak berada di tempat tidur ketika tidak tidur.
 Tidak memaksakan diri untuk tidur jika tidak bisa.
 Hanya menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.
 Relaksasi sebelum tidur, seperti mandi air hangat, membaca, latihan
pernapasan atau beribadah
 Menghindari atau membatasi tidur siang karena akan menyulitkan
tidur pada malam hari.
 Menyiapkan suasana nyaman pada kamar untuk tidur, seperti
menghindari kebisingan
 Olahraga dan tetap aktif, seperti olahraga selama 20 hingga 30 menit
setiap hari sekitar lima hingga enam jam sebelum tidur.
 Menghindari kafein, alkohol, dan nikoti
 Menghindari makan besar sebelum tidur
 Cek kesehatan secara rutin
 Jika terdapat nyeri dapat digunakan analgesik (Tomb, 2004).

2. Farmakologi

LBM IV Aku Terjaga Page 39


Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan
yaitu benzodiazepine dan non-benzodiazepine.
a. Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam)
b. Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital)
Pemilihan obat, ditinjau dari sifat gangguan tidur :
- Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur)
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep inducing anti-insomnia”
yaitu golongan benzodiazepine (Short Acting)
Misalnya pada gangguan anxietas
- Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk
kembali ke proses tidur selanjutnya)
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Prolong latent phase Anti-
Insomnia”, yaitu golongan heterosiklik antidepresan (Trisiklik dan
Tetrasiklik)
Misalnya pada gangguan depresi
- Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan
terpecah-pecah menjadi beberapa bagian (multiple awakening).
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep Maintining Anti-
Insomnia”, yaitu golongan phenobarbital atau golongan
benzodiazepine (Long acting).
Misalnya pada gangguan stres psikososial.
Pengaturan Dosis
- Pemberian tunggal dosis anjuran 15 sampai 30 menit sebelum pergi
tidur.
- Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan
dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off
(untuk mencegah timbulnya rebound dan toleransi obat)
- Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih
perlahan-lahan, untuk menghindari oversedation dan intoksikasi
- Ada laporan yang menggunakan antidepresan sedatif dosis kecil 2-3
kali seminggu (tidak setiap hari) untuk mengatasi insomnia pada usia
lanjut

LBM IV Aku Terjaga Page 40


Lama Pemberian
- Pemakaian obat antiinsomnia sebaiknya sekitar 1-2 minggu saja, tidak
lebih dari 2 minggu, agar resiko ketergantungan kecil. Penggunaan
lebih dari 2 minggu dapat menimbulkan perubahan “Sleep EEG” yang
menetap sekitar 6 bulan lamanya.
- Kesulitan pemberhetian obat seringkali oleh karena “Psychological
Dependence” (habiatuasi) sebagai akibat rasa nyaman setelah
gangguan tidur dapat ditanggulangi.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

LBM IV Aku Terjaga Page 41


3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pada skenario, kelompok kami menyimpulkan bahwa
diagnosis multiaksial pada skenario adalah, Aksis I; Sindrom Perilaku –
Gangguan Fisiologis/Fisik atau lebih tepatnya F50.1 Insomnia Non Organik,
Aksis II; tidak ada/tidak didapatkan, Aksis III; tidak ada/tidak di dapatkan, Akiss
IV; masalah pekerjaan dan masalah ekonomi, dan Aksis V; 60 – 51 (gejala sedang
(moderate, disabilitas berat).
3.2 Saran
a. Bagi mahasiswa diharapkan makalah ini dapat dijadikan sebagai tolak
ukur dalam penyusunan makalah selanjutnya. Sehingga apabila terdapat
kekurangan dalam penyususnan makalah ini, penulis dapat
mempelajarinya lebih lanjut dan dapat dilakukan penyusunan makalah
yang lebih baik lagi.
b. Bagi mahasiswa diharapkan dapat mempelajari lebih dalam lagi tentang
nuralgia trigeminal.

DAFTAR PUSTAKA

LBM IV Aku Terjaga Page 42


1. Kaplan, H.I, Sadock BJ. 2010. “Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri”.
Tangerang: Bina Rupa Aksara Publisher.

2. Maramis, Willy F. dan Maramis, Albert A. 2009. “Catatan Ilmu


Kedokteran Jiwa. Ed. 2”. Surabaya: Airlangga University Press.

3. Maslim, Rusdi. 2001. “Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan


Ringkas dari PPDGJ-III”. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika
Atmajaya.

4. Maslim, Rusdi. 2001. “Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat


Psikotropik”. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.

5. Sudoyo. 2007. “Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam”. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

6. Tomb, David A. 2004. “Buku Saku Psikiatri. Ed 6”. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

LBM IV Aku Terjaga Page 43

Anda mungkin juga menyukai