Anda di halaman 1dari 9

NEUROANATOMI

NERVUS OLFAKTORIUS

oleh :
Ray Guardchia Sihombing
1865050011

Pembimbing :
Dr. Agus Yuda Wijaya, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


PERIODE 15 JUNI – 27 JUNI 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
NERVUS OLFAKTORIUS

Jaras olfaktori terdiri dari epitel olfaktori pada hidung, saraf olfaktorius, bulbus dan
traktus olfaktorius, dan juga area kortikal yang terentang dari unkus pada lobus temporal hingga
substansi anterior di permukaan medial dari lobus frontal, dibawah dari genu pada korpus
kalosum.1

Epitel olfaktorius sendiri melingkupi area dengan luas sekitar 2 cm 2 pada atap dari kavum
nasi, sebagian dari konka nasal superior dan septum nasal. Epitel olfaktorius terdiri dari sel
reseptor, sel suportif dan kelenjar Bowman (Bowman’s glands) yang mengsekresikan cairan
serosa, biasa disebut mucus olfaktorius, dimana substansi aromatic akan terlarutkan. Sel sensorik
(sel olfaktorius) adal sel bipolar dimana proses peripheral berakhir di silia olfaktorius pada epitel
olfaktorius.1

Fila olfaktorius dan bulbus olfaktorius

Proses sentral daripada sel olfaktorius bergabung menjadi kesatuan yang berisikan
ratusan serat yang tidak bermyelinisasi dan dikelilingi selubung sel Schwann. Fila olfaktorius ini
yang merupakan nervus olfaktorius (Nervus kranialis 1 terdiri dari serat saraf perifer, tetapi
bukan serat saraf perifer tunggal seperti biasanya). Serabut saraf ini melewati lubang kecil pada
lamina cribosa dan masuk ke bulbus olfaktorius, dimana akan membentuk sinaps pertama dari
jaras olfaktorius. Walaupun secara fisik tidak terletak di korteks serebri, bulbus olfaktorius
merupakan bagian dari telencephalon. Didalamnya, sinaps yang kompleks akan membentuk
dendrit dari sel mitral, tufted cell, dan sel granul. 1 Tufted cell merupakan sel yang terletak di
bulbus olfaktorius superior terhadap glomerulus. Bulbus olfaktorius memiliki ribuan glomerulus,
dan di ujungnya terdapat sekitar 25,000 akson dari sel olfaktorius. Tiap glomerulus yang berbeda
memiliki respon yang berbeda terhadap aroma yang berbeda.2
Gambar 1. Gambaran membrane olfaktorius, bulbus olfaktorius dan koneksinya ke traktus
olfaktorius.2

Jaras olfaktorius

Saraf pertama pada jaras olfaktorius adalah sel olfaktori bipolar; dan yang kedua adalah
sel mitral dan tufted cell daripada bulbus olfaktorius, yang melintang berdekatan dengan dan
dibawah korteks orbitofrontal. Traktus olfaktorius dibagi menjadi 2 yaitu jalur olfaktorius medial
dan lateral didepan dari anterior perforated substance; bagian lain dari berakhir di trigonum
olfaktorius, yang terletak didepan dari anterior perforated substance.1
Gambar 2. Nervus olfaktorius dan jaras olfaktori.1

Pada manusia cabang lateral memiliki peran terpenting. 3 Cabang lateral terentang dari
insulae ke amigdala, girus semilunar, dan girus ambiens (area prepiriformis). Ini merupakan
lokasi dari saraf yang ketiga, yang memproyeksikan ke bagian anterior dari girus
parahippocampal (Area Broadmann 28 yang berisi daerah proyeksi kortikal dan area asosiasi dari
sistem olfaktorius). Rute ini yang mencakup hipotalamus, memungkinkan koordinasi erat antara
bau dan reaksi perilaku yang berkaitan dengan makan, kawin, dan orientasi arah. 4 Dipercaya
bahwa cabang lateral dan banyak koneksi dengan sistem perilaku limbik menyebabkan seseorang
dapat meengembangkan adanya perilaku keengganan terhadap makanan yang dapat
menyebabkan mual dan muntah. Peran penting dari area olfaktori lateral adalah sinyal dari area
ini langsung disampaikan ke paleocortex di bagian anteromedial dari lobus temporal, dimana
area ini adalah satu-satunya area dari korteks serebri dimana sinyal sensorik langsung
disampaikan ke korteks tanpa melewati tmhalamus.2
Gambar 3. Nervus olfaktorius dan jaras olfaktorius terlihat dari bawah.1

Serat dari cabang medial berakhir di nucleus dari area septal dibawah genu dari korpus
kalosum (subcallosal area) dan didepan dari commisura anterior. Secara fisiologik ditemukan
bahwa cabang medial traktus olfaktorius menghantarkan impuls ke inti-inti septal talamik dan
habenula (buku hitam). Cabang medial disebut juga sistem olfaktorius primitif. Peran dari area
olfaktorius medial ini dapat dimengerti setelah dilakukan percobaan dengan menghilangkan area
olfaktorius lateral dan memperhatikan efeknya. Efek yang didapat adalah hilangnya reflex
olfaktorius yang lebih rumit.2

Terdapat juga jaras yang lebih baru yang lewat melalui thalamus, melalui nucleus
thalamus dorsomedial dan ke kuadran lateroposterior daripada korteks orbitofrontal. Pada
percobaan pada kera, didapatkan sistem ini membantu analisa sadar terhadap bau.2

Adanya aroma yang nikmat dapat memicu nafsu makan dan menginduksi reflex salivasi,
sedangkan aroma yang tidak enak dapat memicu mual dan muntah. Proses ini juga melibatkan
emosi, beberapa aroma menimbulkan rasa nyaman ataupun tidak nyaman. Emosi ini
kemungkinan datang dari koneksi antara sistem olfaktorius dengan hipotalamus, thalamus, dan
sistem limbik. Di antara koneksi lainnya, area septum mengirimkan serat saraf ke girus
cingulate.1
Gambar 4. Koneksi afferent utama dari hypothalamus.1

Koneksi utama dari sistem olfaktorius adalah area otonomik dari berkas medial forebrain,
dan striae medullares thalami. Berkas medial forebrain melintasi secara lateral melalui
hipotalamus dan mengeluarkan cabang ke nucleus hipotalamus. Beberapa serat sarafnya
berlanjut ke batang otak dan berakhir di formasi retikulare, nucleus salivatorik, dan nucleus
dorsal dari nervus vagus. Striae medullare thalami berakhir di nucleus habenular; dan jalur ini
akan berlanjut ke nucleus interpeduncular dan formasi retikulare.1

Mekanisme eksitasi sel olfaktorius

Bagian dari sel olfaktorius yang memberikan respon terhadap stimulasi kimia olfaktori
adalah silia olfaktorius. Substansi odor akan kontak dengan permukaan membrane olfaktorius,
berdifusi pada mucus yang menutupi silia dan berikatan dengan protein reseptor pada tiap
membrane dari silia. Odoran akan berikatan dengan bagian dari protein reseptor yang melipat ke
arah luar. Di dalam dari protein berlipat ini akan berikatan terhadap protein G, yang merupakan
kombinasi dari 3 subunit. Akibat adanya eksitasi dari protein reseptor, subunit alfa akan terlepas
dan mengaktivasi adenylyl cyclase yang berikatan dengan bagian dalam dari membrane silia.
Siklase yang teraktivasi akan mengubah banyak molekul intraseluler adenosine triphosphate
(ATP) menjadi cyclic adenosine monophosphate (cAMP), yang akan mengaktivasi protein
membrane lain didekatnya, yaitu gerbang kanal natrium yang akan membuka dan membuat ion
natrium dalam jumlah besar lewat ke dalam sitoplasma sel reseptor. Ion natrium akan
meningkatkan potensial aksi ke arah positif dan mengeksitasi neuron olfaktorius dan transmisi
potensial aksi ke sistem saraf pusat melalui nervus olfaktorius.2

Gambar 5. Mekanisme transduksi sinyal olfaktorius.2

Gangguan dari fungsi penciuman

Gangguan dari fungsi penciuman dapat diklasifikasikan secara kuantitatif ataupun


kualitatif. Gangguan fungsi penciuman kuantitatif adalah hiposmia (berkurangnya bau) dan
anosmia (tidak terdapat bau). Ini dapat disebabkan baik akibat kerusakan perifer pada nervus
olfaktorius (akibat rhinitis, trauma dengan rusaknya serat saraf pada lamina cribrosa, atau efek
samping dari pengobatan), atau kerusakan sentral pada neuron kedua di bulbus olfaktorius
dan/atau traktus olfaktorius.1
Gangguan penciuman secara kualitatif dikenal juga seperti parosmia, yang terdiri dari
cacosmia (bau feses), ataupun hiperosmia (bau abnormal yang intens). Biasanya akibat disfungsi
pada sentral, seperti pada epilepsi lobus temporal.1
DAFTAR PUSTAKA

1. Bähr M, Frotscher M, Duus P. Duus' topical diagnosis in neurology. Stuttgart: Thieme;


2012.
2. Hall J, Guyton A. Guyton and Hall textbook of medical physiology. Philadelphia:
Elsevier; 2016.
3. Mardjono P, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. 15th ed. Jakarta: Dian Rakyat; 2010.
4. Sherwood L. Human Physiology: From Cells to Systems. 6th ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2011.

Anda mungkin juga menyukai