Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN TUGAS KDPK 1

PADA KASUS STRAIN HAMSTRING

OLEH :
DEWI SATRIANI
PO713241181009
DIII FISIOTERAPI TK. 2

POLITEKNIK KEMENTERIAN KESEHATAN MAKASSAR


JURUSAN FISIOTERAPI
2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,


Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, atas berkat rahmat dan karunia-nya sehingga saya
dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI
PADA GANGGUAN STRAIN HAMSTRING”.
Tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada Dosen mata kuliah KDPK I yang
memberikan arahan selama menyusun laporan ini.
Saya berharap hasil laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi Mahasiswa Fisioterapi
khususnya dan seluruh mahasiswa pada umumnya.
.

Penyusun

Dewi Satriani

2|P a g e
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Cedera otot hamstring adalah salah satu dari sekian banyak cedera otot yang umum,
khususnya pada atlet. Otot hamstring terdiri dari tiga yaitu: otot semimembranosa dan
semitendinosa di medial , dan kepala otot bisep femoris yang panjang dan pendek di
lateral. Istilah hamstring datang dari tempat penyembelihan hewan, dimana babi
digantung pada bagian otot tendinosa yang kuat ini saat disembelih.

Cedera otot hamstring merupakan berbagai cedera mulai dari nyeri otot dengan
onset lambat sampai robek parsial sampai ruptur komplit dari unit otot-tendon. Cedera
dapat terjadi karena paksaan langsung ataupun tidak langsung. Yang termasuk langsung
disini adalah luka goresan dan memar. Robekan komplit dari ujung proksimal hamstring
dari ischial tuberosity telah dijelaskan, umumnya terjadi pada atlet ski air. Cedera ini
terjadi ketika adanya fleksi panggul paksa saat lutut masih dalam keadaan ekstensi
komplit. Kebanyakan cedera otot hamstring, akan tetapi, terjadi karena gerakan paksa
tidak langsung dengan penggunaan saat aktivitas dari otot, seperti berlari, sprint, dan lari
rintang. Kebanyakan cedera hamstring terjadi saat pertemuan otot- tendon (myotendinous
junction) selama melakukan gerak berlebihan ketika otot memanjang sembari melakukan
gerakan, umumnya terjadi pada otot lateral hamstring. Bisep femoris memiliki dua
kepala dengan origo dan innervasi yang berbeda dan oleh karena itu disebut sebagai otot
hybrid. Kontraksi dis-sinergik dari otot merupakan salah satu dari sekian banyak
faktor etiologi yang mempredisposisi cederanya otot hamstring. Etiologi lain yang
diajukan termasuk hamstring merupakan otot dengan dua sendi dengan insufisiensi
fleksibilitas. Pemanasan dan peregangan yang tidak cukup sebelum aktivitas,
ketidakseimbangan kekuatan antara hamstring dan quadriceps, ketidakseimbangan antara
otot hamstring kiri dan kanan, adanya cedera otot hamstring sebelumnya, kecepatan lari
yang meningkat, dan kekuatan atau ketahanan dari otot hamstring yang lemah. Cedera

3|P a g e
otot hamstring dapat terjadi pada beragam pasien mulai dari yang berusia muda sampai
tua dan berbagai level atlet, mulai dari yang biasa sampai atlet elite.

Otot hamstring berfungsi diatas dua sendi. Seperti kelompok otot bi- artikular
lainnya, seperti quadriceps femoris, gastrocnemius, dan biceps brachii,hamstring lebih
gampang terkena cedera. Otot hamstring menyebrangi sendi panggul dan lutut (dengan
pengecualian kepala pendek dari bisep femoris). Selama bagian akhir dari ayunan
langkah kaki, hamstring bekerja eksentris untuk meng-ekstensi lutut guna mengurangi
kecepatan, dan saat tumit menyentuh lantai,hamstring bekerja secara konsentris untuk
memanjangkan panggul. Saat berlari, perubahan yang cepat dari fungsi memungkinkan
otot cedera, semakin tinggi kecepatan lari dan angular nya, semakin keras gaya
yang diterima tumit. Ketidakseimbangan apapun yang besar antara quadriceps yang
lebih besar dan kuat, dan hamstring, akan menyebabkan kerugian untuk hamstring. Jika
sinergi antagonis diubah, kontraksi yang kuat dari otot yang lebih lemah dapat
berdampak pada cedera. Faktor lain apapun yang mempengaruhi secara negatif
dari koordinasi neuromuscular selama lari, seperti tidak adanya pemanasan yang tepat,
latihan yang buruk, kelelahanotot, dapat berakibat pada cedera.

B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada gangguan strain hamstring?

C. TUJUAN PENULISAN
Untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada gangguan strain hamstring.

BAB II
TINJAUAN KASUS

A. TINJAUAN TENTANG KASUS


1. Definisi

4|P a g e
Otot-otot hamstring merupakan otot paha bagian belakang. Ada tiga otot
hamstring : semitendinosus, semimembranosus, dan biceps femoris. Strain adalah
kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung (impact) atau tidak langsung
(overloading) akibat teregang melebihi batas normal atau robeknya otot dan tendon
(jaringan ikat/penghubung yang kuat yang menghubungkan otot dengan tulang atau
ekor otot) karena teregang melebihi batas normal. Strain sering terjadi pada bagian
groin muscles (otot pada kunci paha), hamstrings (otot paha bagian bawah), dan otot
quadriceps.

2. Anatomi dan Fisiologi


A. Anatomi Otot Hamstring
Hamstring merupakan suatu grup otot sendi panggul dan lutut yang terletak
pada sisi belakang paha yang berfungsi untuk gerakan fleksi lutut, ekstensi
panggul, dan membantu gerakan eksternal dan internal rotasi panggul. Kelompok
otot ini terdiri atas beberapa otot yaitu : biceps femoris, semitendinosus, dan
semimembranosus (Irfan, 2008).

5|P a g e
a) Otot Biceps femoris Mempunyai dua caput yaitu longum dan caput breve
M.biceps femoris caput longum bekerja pada dua sendi, berasal dari
tuberositas ischiadicum bersama-sama dengan M.semitendinosus. M.biceps
femoris caput breve hanya bekerja pada satu sendi, berasal dari sepertiga
tengah linea aspera labirum lateral dan lateralis terhadap septum
intermusculare. Penyatuan caput membentuk M.biceps femoris yang
berinsertio pada caput fibulae. Diantara otot dan ligamen collateral fibular
sendi lutut terdapat bursa subtendinea musculi bicepitis femoris inferior.
Caput longum biceps femoris menghasilkan gerak ekstensi (retroversi) sendi
panggul M.biceps femoris melakukan fleksi sendi lutut dan rotasi lateralis
tungkai bawah yang fleksi. Hanya terjadi rotasi lateralis pada sendi lutut dan
karena melawan semua otot rotator medialis.
b) Otot Semitenndinosus Berasal dari caput bersama yaitu tuber ischiadicum
dan berjalan ke fascies medialis tibiae bersama-sama dengan M.gracilis dan
M.sartorius untuk bergabung dengan pes anserinus superficialis. Diantara
permukaan tibia dan tempat perlengkatan pada apes anserinus. Otot ini
bekerja pada dua sendi, 12 yaitu ekstensi pada sendi panggul dan fleksi pada
sendi lutut serta rotasi medialis tungkai bawah.
c) Otot Semimebranosus Berasal dari tuberositas ischiadium dan berinsertio
pada condyles medial tibia. Otot ini berhubungan erat dengan
M.semitendinosus. Di bawah ligamentum collateral medial, tendonnya
dibagi menjadi tiga bagian yaitu: 1) Bagian pertama berjalan ke anterior
6|P a g e
terhadap condyles medialis tibiae 2) Bagian kedua masuk ke fascia popliteal
3) Bagian ketiga melanjutkan diri ke dinding posterior capsula ligamentum
popliteal obliqum Pembagian menjadi tiga bagian ini dikenal sebagai pes
anserinus profundus. Otot ini bekerja pada dua sendi dan berfungsi mirip
M.semitendinosus. Otot ini dapat melakukan ekstensi sendi panggul dan
fleksi sendi lutut dengan rotasi medialis pada sendi lutut.

B. Fisiologi Otot Hamstring


Otot hamstring terdiri dari M.semimembranosus, M.semitendinosus dan
M.biceps femoris. Rotasi medialis terjadi karena adanya kontraksi dari otot-otot
rotator medialis yang terdiri dari M.semimembranosus, M.semitendinosus,
M.gracilis, M.sartorius dan M.popliteus. Rotasi lateralis dilakukan oleh M.biceps
femoris, hampir merupakan satu-satunya rotator lateralis paha dan mengimbangi
semua otot yang bekerja sebagai rotator medialis. Bila tungkai pada saat rotasi
tidak menompang beban yang benar maka akan mendapat bantuan yang kurang
dari M.tensor fascia latae. Gerakan fleksi lutut, ekstensi panggul, maupun
gerakan eskternal dan internal rotasi panggul merupakan gerakan dengan
menggunakan beban tubuh, sehingga beban yang dihasilkan sangat besar contoh
13 gerakan seperti : melompat, berjalan, berlari, mengangkat, mendorong dan
menarik.

3. Etiologi
Penyebab utama cedera ini adalah karena otot hamstring meregang melebihi
batasnya saat melakukan aktivitas tertentu, seperti berlari atau melompat. Beberapa
faktor yang bisa meningkatkan risiko cedera hamstring, di antaranya adalah :
a. Olahraga
Aktivitas olahraga, seperti berlari, berisiko menyebabkan cedera hamstring.
b. Riwayat cedera hamstring
Seseorang yang pernah cedera hamstring lebih berisiko untuk mengalaminya lagi.
c. Kelenturan otot yang buruk

7|P a g e
Kondisi ini membuat otot tidak bisa menahan beban atau tekanan saat melakukan
aktivitas.
d. Perkembangan otot yang tidak seimbang
Beberapa ahli berpendapat bahwa cedera hamstring rentan terjadi jika otot paha
bagian depan (quadriceps) lebih kuat daripada otot hamstring.

4. Patofisiologi
Patofisiologi cedera hamstring atau hamstring injury adalah kontraksi otot yang
berlebihan saat aktivitas sehari-hari atau saat olahraga, baik pada saat gerakan lambat
ataupun cepat. Mekanisme cedera hamstring terjadi saat fleksi panggul dan ekstensi
lutut bersamaan. Gerakan ini menimbulkan peregangan maksimal otot hamstring, dan
paling sering menimbulkan cedera pada proximal myotendinous junction otot biceps
femoris.
Otot hamstring terdiri dari beberapa otot yaitu otot semitendinosus (ST), otot
semimembranosus (SM), dan otot biceps femoris. Ketiga otot ini berasal dari
tuberositas iskium dan melewati panggul dan lutut. Otot ST dan SM berperan dalam
gerak fleksi lutut dan rotasi medial bersamaan dengan ekstensi panggul. Di bagian
lateral, otot biceps femoris berperan dalam gerakan ekstensi panggul dan
menstabilkan bagian posterior pelvis.
Ketidaksejajaran tendon proksimal dan distal otot hamstring menjadi
predisposisi terjadinya cedera sedangkan struktur otot semitendinosus dapat menjadi
faktor protektif terhadap cedera. Berdasarkan tingkat keparahannya cedera otot
hamstring ini dapat dibagi menjadi :
 Grade 1 : Peregangan minimal dengan robekan pada beberapa serat otot
 Grade 2 : Peregangan menengah dengan kekuatan otot yang menghilang
 Grade 3 : Robekan total pada otot hamstring

8|P a g e
Cedera otot hamstring ini dapat disertai avulsi tulang di regio iskium yang terjadi
pada gerak fleksi panggul dan ekstensi lutut yang tiba-tiba dengan kekuatan otot yang
besar seperti pada kecelakaan saat olahraga ski air.

5. Manifestasi Klinis

a. Strain ringan ditandai dengan kontraksi otot terhambat karena nyeri dan teraba
pada bagian otot yang mengaku.
b. Strain total didiagnosa sebagai otot yang tidak bisa berkontraksi dan terbentuk
benjolan.
c. Nyeri yang tajam dan mendadak pada daerah otot tertentu. Dan pada cidera strain
rasa sakit adalah nyeri yang menusuk pada saat terjadi cedera, terlebih jika otot
berkontraksi.
d. Nyeri menyebar keluar dengan kejang atau kaku otot.
e. Cidera strain membuat daerah sekitar cedera memar dan membengkak. Setelah
24 jam, pada bagian memar terjadi perubahan warna, ada tanda-tanda perdarahan
pada otot yang sobek, dan otot mengalami kekejangan.
f. Jika pecah parah celah dalam otot dapat dirasakan.
g. Tambahan gejala.
h. Pembengkakan selama beberapa jam pertama setelah cedera .
i. Memar atau perubahan warna dari bagian belakang kaki, di bawah lutut selama
beberapa hari pertama .

9|P a g e
j. Kelemahan dalam hamstring yang dapat bertahan selama beberapa minggu.

B. TINJAUAN KASUS TENTANG ASSESMENT & PENGUKURAN FISIOTERAPI

Dalam memberikan pelayanan kepada pasien, fisioterapi seharusnya selalu memulai


dengan melaksanakan assesment yaitu di mulai dari pengkajian  data (anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan spesifik, dan lain-lain) kemudian dilanjutkan dengan
tujuan terapi, penatalaksanaan fisioterapi serta tindak lanjut dan evaluasi.
1. Pengkajian Data
Dalam pengkajian fisioterapi, proses pemeriksaan untuk menentukan problematika
pasien dimulai dari anamnesa, pemeriksaan, dan dilanjutkan dengan menentukan
diagnose fisioterapi.
2. Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan
mengadakan Tanya jawab kepada pasien secara langsung (auto anamnesis) ataupun
dengan mengadakan Tanya jawab kepada pasien secara langsung (hetero anamnesis)
mengenai kondisi/ keadaan penyakit pasien. Dengan melakukan anamnesis ini akan
diperoleh informasi-informasi penting untuk membuat diagnosis. Anamnesis
dikelompokan menjadi dua yaitu anamnesis umum dan anamnesis khusus.
1) Anamnesis Umum
Identitas pasien
Data identitas pasien yang diperoleh berupa  nama, jenis kelamin, umur, a gama,
pekerjaan, serta alamat pasien.
2) Anamnesis Khusus
a. Keluhan utama
Merupakan satu atau lebih keluhan atau gejala dominan yang mendorong
penderita untuk mencari pertolongan.
b. Kapan terjadi
Merupakan waktu awal terjadinya keluhan pada pasien yang dirasakan hingga
saat diberikan terapi.
c. Riwayat penyakit sekarang

10 | P a g e
Merupakan rincian keluhan dan menggambarkan proses terjadinya riwayat
penyakit secara kronologis dengan secara jelas dan lengkap. Yang isinya
kapan mulai terjadinya, sifatnya seperti apa, manifestasi lain yang menyertai,
penyebab sakit, dan lain-lain.
d. Riwayat penyakit dahulu / penyerta
Pertanyaan diarahkan pada penyakit-penyakit yang pernah dialami yang tidak
berkesinambungan dengan munculnya keluhan sekarang.
e. Riwayat pribadi
Riwayat pribadi adalah hal-hal atau kegiatan sehari-hari yang dilakukan
pasien menyangkut hobi atau kebiasaan.
f. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit keluarga dalah penyakit-penyakit yang bersifat menurun
dari orang tua atau keluarga yang lain .

3. Pemeriksaan Fisioterapi
Pemeriksaan yang dilakukan dibagi menjadi dua, antara lain :
1) Pemeriksaan fisik
a. Tanda – tanda Vital
Pemeriksaan tanda-tanda vital diperoleh data sebagai berikut: (1) tekanan
darah, (2) denyut nadi, (3) pernafasan (4) temperatur.
b. Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan cara melihat dan mengamati. Ada dua
macam yaitu inspeksi statis dan inspeksi dinamis.Inspeksi statis adalah
inspeksi dimana pasien dalam keadaan diam, sedangkan inspeksi dinamis
adalah inspeksi dimana pasien dalam keadaan bergerak.
c. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar
Pemeriksaaan fungsi gerak adalah suatu cara pemeriksaan dengan melakukan
yang terdiri dari pemeriksaan gerak aktif, pasif, dan isometrik melawan
tahanan..
 Pemeriksaan Fungsi Gerak Aktif

11 | P a g e
Pemeriksaan fungsi gerak yang dilakukan secara mandiri oleh pasien
tanpa bantuan dari orang lain atau terapis. Hasil yang didapat dari
pemeriksaan fungsi gerak dasar aktif adalah nyeri dan keterbatasan
gerak.
 Pemeriksaan Fungsi Gerak Pasif
Pemeriksaan fungsi gerak yang dilakukan terapis sementara pasien
dalam keadaan pasif atau rileks. Hasil yang didapat dari pemeriksaan
fungsi gerak dasar pasif adalah nyeri, keterbatasan gerak dan end feel.
 Pemeriksaan Fungsi Gerak Isometrik Melawan Tahanan
Pemeriksaan fungsi gerak yang dilakukan terapis dengan memberikan
tahanan pada pasien saat melakukan gerakan. Hasil yang didapat dari
pemeriksaan fungsi gerak dasar Isometrik Melawan Tahanan adalah
nyeri, dan kualitas otot.

2) Pemeriksaan Spesifik
Palpasi merupakan cara pemeriksaan dengan cara meraba, menekan dan
memegang organ atau bagian tubuh pasien dimana untuk mengetahui adanya nyeri
tekan, spasme otot, suhu local, tonus otot, dan oedema.

4. Pengukuran Fisioterapi
a. Visual Analog Scale (VAS)
Vas digunakan untuk mengukur kwantitas dan kwalitas nyeri yang pasien
rasakan, dengan menampilkan suatu kategorisasi nyeri mulai dari ”tidak nyeri,
ringan, sedang atau berat” . Secara operasional VAS umumnya berupa garis
horizontal atau vertical, panjang 10 cm seperti yang di ilustrasikan pada gambar.
Pasien menandai garis dengan menandai sebuah titik yang mewakili keadaan
nyeri yang di rasakan pasien saat ini.
Kriteria Visiual analog scale (VAS)
 Skala 0, tidak nyeri
 Skala 1, nyeri sangat ringan
 Skala 2, nyeri ringan. Ada sensasi seperti dicubit, namun tidak begitu sakit

12 | P a g e
 Skala 3, nyeri sudah mulai terasa, namun masih bisa ditoleransi
 Skala 4, nyeri cukup mengganggu (contoh: nyeri sakit gigi)
 Skala 5, nyeri benar-benar mengganggu dan tidak bisa didiamkan dalam
waktu lama
 Skala 6, nyeri sudah sampai tahap mengganggu indera, terutama indera
penglihatan
 Skala 7, nyeri sudah membuat Anda tidak bisa melakukan aktivitas
 Skala 8, nyeri mengakibatkan Anda tidak bisa berpikir jernih, bahkan terjadi
perubahan perilaku
 Skala 9, nyeri mengakibatkan Anda menjerit-jerit dan menginginkan cara
apapun untuk menyembuhkan nyeri
 Skala 10, nyeri berada di tahap yang paling parah dan bisa menyebabkan
Anda tak sadarkan diri

C. TINJAUAN TENTANG INTERVENSI FISIOTERAPI


 Coldtherapy (Terapi Dingin)
1. Definisi
Coldtherapy atau terapi dingin adalah pemanfaatan dingin untuk mengobati
nyeri atau gangguan kesehatan lainnya. Istilah cryotherapy digunakan untuk
penggunaan terapi dingin yang sangat ekstrim, biasanya mengunakan cairan
nitrogen, untuk merusak jaringan. Beberapa jenis cryotherapy yang ada antara
lain meliputi: cryosurgery, cryoablation atau targeted cryoablation. Cryotherapy
kadang dipakai untuk penanganan luka di kulit, seperti warts atau beberapa
jenis kanker kulit. Terapi dingin dapat dipakai dengan beberapa cara, seperti
penggunaan es, dan cold baths. Terapi ini dipakai pada saat respon peradangan
masih sangat nyata (keadaan cedera akut).

2. Efek Fisiologis
Pada terapi dingin, digunakan modalitas terapi yang dapat menyerap suhu
jaringan sehingga terjadi penurunan suhu jaringan melewati mekanisme
konduksi. Efek pendinginan yang terjadi tergantung jenis aplikasi terapi dingin,

13 | P a g e
lama terapi dan konduktivitas. Pada dasarnya agar terapi dapat efektif, lokal
cedera harus dapat diturunkan suhunya dalam jangka waktu yang mencukupi.
Inti dari terapi dingin adalah menyerap kalori area lokal cedera sehingga terjadi
penurunan suhu. Berkait dengan hal ini, jenis terapi dengan terapi es basah lebih
efektif menurunkan suhu dibandingkan es dalam kemasan mengingat pada
kondisi ini lebih banyak kalori tubuh yang dipergunakan untuk mencairkan es.
Semakin lama waktu terapi, penetrasi dingin semakin dalam. Pada
umumnya terapi dingin pada suhu 3,5 °C selama 10 menit dapat mempengaruhi
suhu sampai dengan 4 cm dibawah kulit. Jaringan otot dengan kandungan air
yang tinggi merupakan konduktor yang baik sedangkan jaringan lema
merupakan isolator suhu sehingga menghambat penetrasi dingin.

Tabel Efek Fisiologis dan Terapetis Terapi Dingin

Efek Fisiologis Sistemik Efek Fisiologi Lokal Efek Terapetis


Vasokontriksi Vasokontriksi lokal Relaksasi otot
Piloereksi Desensitisasi akhiran Menghambat
saraf bebas pertumbuhan bakteri
Mencegah pembengkakan
Mengurangi nyeri
Menggigil Penurunan refill kapiler Menguraangi perdarahan
Penurunan metabolisme
sel

Terapi dingin dapat dipakai dalam beberapa bentuk, seperti penggunaan es


dan cold baths. Aplikasi dingin dapat mengurangi suhu daerah yang sakit,
membatasi aliran darah dan mencegah cairan masuk ke jaringan di sekitar luka.
Hal ini akan mengurangi nyeri dan pembengkakan. Aplikasi dingin dapat
mengurangi sensitivitas dari akhiran syaraf yang berakibat terjadinya
peningkatan ambang batas rasa nyeri. Aplikasi dingin juga akan mengurangi
kerusakan jaringan dengan jalan mengurangi metabolisme lokal sehingga
kebutuhan oksigen jaringan menurun. Respon neuro-hormonal terhadap terapi
dingin adalah sebagai berikut :
 Pelepasan endorphin

14 | P a g e
 Penurunan transmisi saraf sensoris
 Penurunan aktivitas badan sel saraf
 Penurunan iritan yang merupakan limbah metabolisme sel
 Peningkatan ambang nyeri

Secara fisiologis, pada 15 menit pertama setelah pemberian aplikasi dingin


(suhu 10 °C) terjadi vasokontriksi arteriola dan venula secara lokal.
Vasokontriksi ini disebabkan oleh aksi reflek dari otot polos yang timbul akibat
stimulasi sistem saraf otonom dan pelepasan epinehrin dan norepinephrin.
Walaupun demikian apabila dingin tersebut terus diberikan selama 15 sampai
dengan 30 menit akan timbul fase vasodilatasi yang terjadi intermiten selama 4
sampai 6 menit. Periode ini dikenal sebagai respon hunting. Respon
hunting terjadi untuk mencegah terjadinya kerusakan jaringan akibat dari
jaringan mengalami anoxia jaringan.
Selain menimbulkan vasokontriksi, sensasi dingin juga menurunkan
eksitabilitas akhiran saraf bebas sehingga menurunkan kepekaan terhadap
rangsang nyeri. Aplikasi dingin juga dapat mengurangi tingkat metabolisme sel
sehingga limbah metabolisme menjadi berkurang. Penurunan limbah
metabolisme pada akhirnya dapat menurunkan spasme otot.

Tabel Respon Kulit pada Aplikasi Dingin

Tahap Waktu Pemberian Respon


Aplikasi Dingin
1 0-3 Sensasi dingin
2 2-7 Rasa terbakar, nyeri
3 5-12 Anestesi relatif kulit

Pada umumnya dingin lebih mudah menembus jaringan dibandingkan dengan


panas. Ketika otot sudah mengalami penurunan suhu akibat aplikasi dingin, efek
dingin dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan panas karena
adanya lemak subcutan yang bertindak sebagai insulator. Di sisi lain lemak sub
kutan merupakan barier utama energi dingin untuk menembus otot. Pada

15 | P a g e
individu dengan tebal lemak sub kutan setebal 2 cm, energi dingin dapat
menembus jaringan otot dalam waktu 10 menit.

Tabel Efek Fisiologi Tubuh pada Terapi Dingin

Variabel Efek
Spasme otot Menurun
Persepsi nyeri Menurun
Aliran darah Menurun sampai 10 menit pertama
Kecepatan metabolism Menurun
Elastisitas kolagen Menurun
Kekakuan sendi Meningkat
Permeabilitas kapiler Meningkat
Pembengkakan Dapat mengurangi pembengkakan
lanjut tapi relative tidak
menghentikan pembengkakan yang
sudah terjadi

Untuk cedera akut, terapi dingin sering digunakan bersama-sama dengan


teknik pertolongan pertama pada cedera yang disebut RICE (rest, ice,
compression and elevation). Teknik ini meliputi :
 Mengistirahatkan bagian tubuh yang cedera.
 Memberikan es selama dua hari setelah cedera untuk mencegah
pembengkakan luka.
 Mempergunakan kompresi elastis selama dua hari untuk mencegah
pembengkakan.
 Berusaha agar bagian yang cedera ada di atas letak jantung untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya pembengkakan.
Dalam perawatan nyeri yang disebabkan karena cedera, terapi
dingin dilakukan sampai pembengkakan berkurang. Terapi dingin biasanya
digunakan pada 24 sampai 48 jam setelah terjadinya cedera dan dipakai untuk
mengurangi sakit dan pembengkakan. Panas selanjutnya digunakan dalam fase
rehabilitasi fase kronis (Hubbard et al., 2004:278).

16 | P a g e
3. Indikasi
Beberapa kondisi yang dapat ditangani dengan coldtherapy antara lain :
 Cedera (sprain, strain, dan kontusi)
 Sakit kepala (migrain, tension headache dan cluster headache)
 Gangguan tempomandibular (TMJ disorder)
 Testicular dan scrotal pain
 Nyeri post operasi
 Fase akut arthritis (peradangan pada sendi)
 Tendinitis dan bursitis
 Carpal tunnel syndrome
 Nyeri lutut
 Nyeri sendi
 Nyeri perut

4. Kontraindikasi
Coldtherapy sangat mudah digunakan, cepat, efisien dan ekonomis. Akan tetapi
terdapat beberapa kondisi yang dapat dipicu oleh coldtherapy. Individu dengan
riwayat gangguan tertentu memerlukan pengawasan yang ketat pada terapi
dingin. Beberapa kondisi tersebut diantaranya adalah :
 Raynaud`s syndrom yang merupakan kondisi dimana terdapat hambatan
pada arteri terkecil yang menyalurkan darah ke jari tangan dan kaki ketika
terjadinya dingin atau emosi. Pada keadaan ini timbul sianosis yanga pabila
berlanjut dapat mengakibatkan kerusakan anggota tubuh perifer.
 Vasculitis (peradangan pembuluh darah)
 Gangguan sensasi saraf misal neuropathy akibat diabetes mellitus maupun
leprosy.
 Cryoglobulinemia yang merupakan kondisi berkurangnya protein di
dalam darah yang menyebabkan darah akan berubah menjadi gel bila kena
dingin

17 | P a g e
 Paroxysmal cold hemoglobinuria yang merupakan suatu kejadian
pembentukan antibodi yang merusak sel darah merah bila tubuh dikenai
dingin.

BAB III
PROSES FISIOTERAPI

A. Data Medis Rumah Sakit


Diagnosa medis : Strain Hamstring

B. Identitas Umum Pasien


Nama : Adriansyah
Umur : 35 Tahun

18 | P a g e
Alamat : JL. Pongtiku
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Guru

C. Anamnesis Khusus
Keluhan utama : Nyeri paha bagian belakang sebelah kanan
Sifat keluhan : Nyeri tidak menjalar
RPP : Awalnya pasien mengikuti perlombaan bermain sepak bola
bersama rekan gurunya. Dan setelah selesai lomba, pasien
merasakan nyeri pada bagian paha belakang sebelah kanannya.
Ketika sampai di rumah, pasien meminta untuk di pijat sebelum
akhirnya datang ke fisioterapis.

D. Pemeriksaan Vital Sign


 Tekanan Darah : 110/80 Mmhg
 Denyut Nadi : 60x/menit
 Pernapasan : 18x/menit
 Suhu : 35º C

E. Inspeksi/Observasi
 Statis
 Wajah pasien terlihat menahan nyeri
 Wajah pasien terlihat cemas
 Dinamis
 Pasien berjalan tanpa bantuan namun berjalan agak pincang
 Pada saat berjalan lama berat badan bertumpu pada kaki yang sehat
 Pola langkah kaki yang agak lambat

F. Tes orientasi

19 | P a g e
 Strain Hamstring
Teknik : Fisioterapis menginstruksikan pasien untuk melakukan gerakan
flexi-ekstensi secara aktif.
Hasil : Nyeri tidak menjalar saat gerak flexi-ekstensi
Interpretasi : Ada spasme otot

G. PemeriksaanFungsi Gerak Dasar

GERAKAN AKTIF PASIF TIMT


Fleksi Nyeri, ROM Nyeri, ROM Nyeri,
Terbatas Terbatas, Springy Kualitas
End Feel Saraf
Bagus
Ekstensi Nyeri, ROM Nyeri,
Nyeri, ROM
Terbatas, Springy Kualitas
Terbatas
End Feel Saraf Bagus

H. Pemeriksaan Spesifik
 Palpasi
Teknik : Cara pemeriksaan dengan cara meraba, menekan dan memegang
organ atau bagian tubuh pasien.
Hasil : (+) Positif Tes
Interpretasi : Ada nyeri tekan dan spasme otot pada otot.

I. Pengukuran
 Visual Analog Scale (VAS)
Tujuan : Untuk mengetahui derajat nyeri pasien
Hasil :
- Nyeri diam : 1

20 | P a g e
- Nyeri tekan : 3

- Nyeri gerak : 2

- Nyeri gerak : 2

J. Diagnosa
Gangguan strain hamstring.

21 | P a g e
K. Problematik
 Impairment :
 Nyeri gerak pada gerakan fleksi-ekstensi
 Nyeri tekan dan spasme otot
 Activity Limitation
 Berjalan lama
 Participation Rescriction
 Kesulitan dalam berlari

L. Perencanaan Fisioterapi
 Jangka pendek
- Mengurangi nyeri gerak dan nyeri tekan
- Mengurangi spasme
 Jangka panjang
- Mengembalikan fungsional hamstring

M. Intervensi Fisioterapi
 Coldtherapy
Tujuan : Untuk mengurangi nyeri, pembengkakan, dan spasme otot.
Time : Sekitar 5-10 menit

N. Evaluasi
 Subjektif
- pasien merasa sudah ada perubahan
 Objektif
- Nyeri berkurang
- Spasme berkurang
O.

22 | P a g e
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dalam aktivitas sehari-hari, seperti berdiri dan berjalan, otot-otot hamstring tidak terlalu
banyak digunakan. Namun saat kita menekuk lutut, berlari, melompat, dan memanjat,
maka otot-otot menjadi sangat aktif. Cedera hamstring bisa terjadi secara tiba-tiba akibat
gerakan mendadak atau terlalu eksplosif. Tindakan yang berisiko tinggi terkait kondisi
tersebut misalnya akibat berlari, menerjang, atau melompat.
Cedera pada otot ini juga bisa terjadi secara bertahap atau saat seseorang melakukan
gerakan lambat. Gerakan lambat yang berisiko mengalami cedera hamstring adalah
gerakan peregangan yang terlalu berlebihan. Jika seseorang pernah mengalami cedera ini,
kemungkinan mereka akan mengalaminya lagi di lain hari, khususnya yang memiliki
profesi atlet atau olahragawan. Berdasarkan tingkat keparahan yang dialami, cedera
hamstring terbagi menjadi tiga kategori, yaitu : grade 1, grade 2, grade 3.

B. SARAN
Dalam penulisan laporan ini saya menyadari masih banyak sekali kekurangan dan
kekeliruan dalam membuat laporan ini. Maka dari itu saya mengharapkan kepada para
pembaca untuk kritik dan sarannya yang bersifat membangun. Terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

https://studylibid.com/doc/555165/cedera-hamstring-hamstring-strain

http://eprints.umm.ac.id/43275/3/jiptummpp-gdl-nabil20131-50652-3-babii.pdf

23 | P a g e
https://www.alomedika.com/penyakit/kedokteran-olahraga/cedera-hamstring/etiologi

https://www.halodoc.com/kesehatan/cedera-hamstring

https://studylibid.com/doc/555165/cedera-hamstring-hamstring-strain

https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-terapi-dingin-pada-fisioterapi/12962/2

WebMD. Hamstring Strain.

24 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai