Anda di halaman 1dari 21

Peran Pemeriksaan Ultrasonografi dan Penanda Serum Ibu pada Trimester

Pertama Kehamilan dalam Prediksi Dini Plasenta Akreta


Awad EE, Dayem ATMA, El-Marsafawy AH, El-Agwany AMS, Fekry SI

Abstrak
Latar belakang. Perlekatan plasenta yang terlalu kuat (morbidly adherent
placenta; MAP) merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang berpotensi
mengancam nyawa. Etiologi tepatnya hingga saat ini masih belum diketahui; akan tetapi
perlekatan plasenta yang tidak normal berkaitan dengan faktor-faktor yang
meningkatkan predisposisi seseorang terhadap invasi vili-bili plasenta secara abnormal
ke dalam miometrium. Hal tersebut berkaitan dengan morbiditas yang sangat tinggi
termasuk perdarahan pasca salin dan histerektomi obstetrik. Faktor yang paling penting
yang mempengaruhi keluaran kasus ini adalah diagnosis prenatal. Diagnosis prenatal
memberikan kesempatan untuk membuat suatu perencanaan persalinan yang
kemungkinan dapat mengantisipasi kehilangan darah yang telah diperkirakan dan
komplikasi lain yang dapat timbul saat persalinan. Selain itu, hal tersebut juga
memungkinkan untuk menentukan waktu yang tepat secara elektif untuk melakukan
prosedur sejak pencegahan komplikasi yang idealnya membutuhkan kolaborasi tim
bedah multidisiplin.
Tujuan studi: tujuan dilakukannya studi ini adalah untuk mengevaluasi peran
dari pemeriksaan penanda serum ibu pada trimester pertama dan ultrasonografi dalam
prediksi dini plasenta akreta.
Pasien dan Metode: Selama periode studi, sebanyak 60 ibu hamil dengan
riwayat persalinan sesar dengan plasenta letak rendah di anterior menjalani pemeriksaan
ultrasonografi Doppler dan 2D dan dilakukan pengukuran kadar serum PAPP-A dan B-
hCG ibu pada usia kehamilan 11-14 minggu. Konfirmasi dilakukan berdasarkan
pemeriksaan histologis yang menunjukkan bukti adanya invasi plasenta. Pada analisis
akhir, 3 ibu hamil mengalami plasenta akreta, 57 orang sisanya tidak mengalami
plasenta akreta.
Hasil: Penggunaan ultrasonografi dan pemeriksaan penanda serum ibu pada
trimester pertama dalam deteksi dini kehamilan dengan komplikais berupa plasenta
akreta dinilai memiliki kemampuan prediktif yang tinggi. Hal tersebut mencakup
rongga lakunar, tidak adanya atau ruang vaskular retro-plasenta yang berbentuk
ireguler, penghubung miometrium plasenta yang berbentuk ireguler, dan tergangguna
garis kandung kemih merupakan parameter yang paling signifikan dalam mendiagnosis
adanya perlekatan plasenta yang morbid. Selain itu, peningkatan kadar PAPP-A dan B-
hCG serum ibu memiliki nilai prediktif yang tinggi untuk plasenta akreta.

Kata kunci: leukemia limfoblastik akut, pasien kanker yang bertahan hidup, efek
lanjutan, defisiensi vitamin D, insufisiensi vitamin D

PENDAHULUAN
Plasenta akreta telah berkembang menjadi salah satu masalah serius di bidang
obstetri. Plasenta akreta menggambarkan terjadinya implantasi plasenta yang abnormal.
Invasif, atau plasenta yang melekat erat dan mencakup implantasi plasenta dengan
perlekatannya yang kuat pada miometrium karena hilangnya membran basal desidua
baik parsial maupun total serta perkembangan lapisan fibrinoid atau Nitabuch yang
tidak sempurna. Insidensi plasenta akreta telah mengalami peningkatan yang tajam,
seiring dengan meningkatnya laju persalinan sesar. Insidensi plasenta akreta di El-
Shatby Maternity University Hospital adalah 1/75 persalinan sesar pada tahun 2017.
Dibandingkan dengan literatur yang melaporkan bahwa insidensi plasenta akreta pada
tahun 2016 sebesar 1/210 persalinan.1 Plasenta akreta diklasifiasikan menjadi: Plasenta
akreta (dimana vili korionik berkontak dengan miometrium), Plasenta inkreta (dimana
vili korionik menginvasi miometrium), dan plasenta perkreta (dimana vili korionik
mengalami penetrasi ke lapisan serosa uterus).2 Faktor risiko kelainan ini, antara lain
plasenta previa, persalinan sesar, histerotomi dan trauma apapun yang terjadi pada
miometrium, seperti kuretase.3,4 Plasenta akreta dapat terdiagnosis melalui pemeriksaan
ultrasonografi obstetrik, sementara pasien sendiri tidak menunjukkan gejala apapun.
Namun plasenta akreta juga dapat diketahui secara tidak sengata. Manifestasi klinis
yang pertama kali ditemuakn pada plasenta akreta biasanya berupa perdarahan masif
yang mengancam nyawa yang terjadi pada saat dilakukan manual plasenta pada
persalinan kala tiga. Komplikasi plasenta akreta, meliputi koagulopati intravaskular
diseminata, sindroma distres napas tipe dewasa, gagal ginjal, pembedahan cito, infeksi
intra-abdomen, cedera kandung kemih, cedera uretra dengan pembentukan fistel dan
kematian.5
Karakteristik plasenta akreta yang ditemukan pada pemeriksaan ultrasonografi
(USG), meliputi adanya lakuna plasenta, gangguan atau penonjolan batas kandung
kemih, ketebalan miometrium kurang dari 1 mm dan hilangnya ruang antara
miometrium dan plasenta.6,7
Kriteria USG Doppler yang sugestif ke arah plasenta previa akreta, meliputi hal-
hal berikut: hilangnya sinyal vaskular subplasenta, dilatasi kanal vaskular dengan pola
aliran lakunar difus yang tersebar di seluruh plasenta, adanya jaringan pembuluh darah
abnormal yang mengubungkan plasenta ke vesika urinaria dan lakus vaskular ireguler
dengan pola aliran lakunar turbulen fokal.8
Selain itu, penilaian situs insersi korda dengan kaitannya terhadap uterus
sangatlah penting karena telah dilaporkan bahwa kasus-kasus dengan situs insersi korda
letak rendah, terdapat peningkatan insidensi persalinan sesar gawat darurat, plasenta
previa, plasenta akreta, vasa previa, prolaps korda, dan abnormalitas plasenta.
Pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) jauh lebih malah dibandingkan
dengan pemeriksaan USG dan membutuhkan pengalaman dalam evaluasi adanya invasi
plasenta yang abnormal.
Selain itu, skrining serum ibu pada trimester pertama dan kedua telah digunakan
selama bertahun-tahun sebagai metode untuk mengidentifikasi fetus dengan
peningkatan risiko untuk mengalami defek tabung saraf terbuka dan abnormalitas
kromosom, khususnya trisomi 21 dan trisomi 18. Telah didapatkan bahwa tingginya
kadar PAPP-A berkaitan dengan peningkatan risiko mengalami plasenta akreta dan
terlebih lagi bahwa PAPP-A tidak berkaitan dengan plasenta previa maupun riwayat
persalinan sesar sebelumnya.9
Juga, peningkatan kadar mRNA β-hCG bebas sel pada plasma ibu dengan
plasenta akreta dapat terjadi akibat proses transfer uteroplasenta secara langsung yang
mentransfer molekul mRNA plasenta bebas sel akibat terhubungnya plasenta dengan
sirkulasi maternal. Saat ini, telah didapatkan bahwa pada trimester kedua, terjadi
peningkatan β-hCG yang signifikan pada kasus plasenta akreta dnegan median MoM
sebesar 1,50.10
Penilaian pra-operasi harus dimulai pada saat ditemukannya plasenta akreta saat
perawatan prenatal. Keputusan besar harus memperhatikan institusi yang ideal untuk
melakukan persalinan. Fasilitas yang dibutuhkan yang harus dipertimbangkan, meliputi
pembedahan, anestesi, dan kapabilitas bank darah yang sesuai. Dokter bedah obstetrik
atau ahli ginekologi-onkologi serta konsultan bedah, urologi, dan radiologi intervensi
harus semuanya tersedia dan memberikan rekomendasi untuk persalinan terencana pada
fasilitas pelayanan kesehatan tingkat tersier.11
Terdapat beberapa bukti bahwa perempuan dengan plasenta akreta memiliki
peningkatan risiko untuk mengalami rekurensi, ruptur uterus, histerektomi, dan plasenta
previa.12

Pasien
Studi ini merupakan studi terkontrol acak prospektif yang dilakukan pada 60
perempuan yang direkrut dari klinik pelayanan antenatal di Departemen Obstetri dan
Ginekologi, El-Shabty Maternity Hospital selama satu setengah tahun dari Oktober
2015 hingga Maret 2017.

Kriteria Inklusi
 Plasenta letak rendah anterior
 Usia gestasi 11-14 minggu
 Perempuan berusia kurang dari 40 tahun
 Multigravida
 Riwayat persalinan sesar sebelumnya

Kriteria Eksklusi
 Primigravida
 Riwayat miomektomi
 Riwayat histerektomi sebelum usia 28 minggu
 Fetus dengan Sindrom Down atau kelainan kromosomal lainnya pada
kehamilan saat ini (akibat alterasi biomarker pada kasus-kasus ini).
 Kehamilan ganda (gemeli).
Metode
Seluruh pasien menjalani hal-hal berikut:
Melakukan kunjungan perawatan antenatal yang pertama, pada awal trimester
pertama:
 Anamnesis mendetil, sebagai berikut:
o Data demografik, seperti usia, gravida, dan paritas.
o Riwayat persalinan sesar sebelumnya.
o Riwayat operasi lain sebelumnya, seperti miomektomi dan
histerektomi (sebagai kriteria eksklusi).
 Investigasi: pemeriksaan kadar PAPP-a dan β-hCG serum ibu dilakukan
pada (11-114) minggu di laboratorium El-shabty Maternity University
Hospital.
 Pemeriksaan USG:
1. Kunjungan pertama:
 Pemindaian ultrasonografi dilakukan oleh operator yang
berpengalaman (yang memiliki pengalaman bekerja selama
lima tahun) antara usia gestasi 11 – 14 minggu.
 Pemeriksaan USG transvagina dilakukan pada mereka dengan
tepi plasenta tampak pada atau sekitar 2 cm dari ostium
cervicis internum untuk visualisasi dan akurasi yang lebih
baik.
 Dilaporkan pula jarak antara tepi plasenta dan ostium
internum.
 Pemindaian untuk tanda-tanda perlekatan plasenta morbid
dilakukan:
1. Hubungan permukaan plasenta-miometrium yang ireguler
2. Ruang plasenta anekoik (lakuna)
3. Tidak adanya atau ruang vaskular retroplasenta yang
ireguler.
4. Disrupsi garis vesika urinaria.
 Pemeriksaan USG Doppler digunakan untuk mengidentifikasi anatomi
vaskular pada plasenta akreta, yaitu sebagai berikut:
 Hipervaskularisasi pada area perhubungan antara permukaan
serosa dan vesika urinaria.
 Lakuna plasenta dengan aliran darah turbulen.
 Hilangnya sinyal vaskular subplasenta pada area dengan
penurunan zona subplasenta perifer yang hipoekoik.
 Dilatasi kanal vaskular dengan pola aliran lakunar difus yang
tersebar di seluruh plasenta dan jaringan miometrium atau
serviks di sekitarnya.
 Adanya pembuluh darah abnormal yang menghubungkan
plasenta dengan vesika urinaria dengan aliran darah arteri
diastolik yang tinggi.
 Jarak antara ostium uteri internum dengan fundus uteri dibagi ke dalam
tiga bagian dan insersi korda umbilikalis dengan letak rendah
ditetapkan ketika insersi tersebut berada pada bagian satu per tiga
bawah uterus.
2. Kunjungan kedua:
 Dilakukan pada usia gestasi 24 dan 32 minggu.
 Lokalisasi plasenta dilakukan untuk menilai apakah plasenta
bermigrasi ke atas atau tetap berada pada segmen bawah
uterus sebagaimana yang dilaporkan pada hasil pemeriksaan
pertama kali.
 Pada kasus-kasus dimana plasenta tetap berada pada segmen
bawah uterus, kami berpindah pada pemeriksaan USG
transvagina untuk membandingkan antara lokasi sebelumnya
dan lokasi plasenta saat ini, sehingga jarak antara tepi
plasenta bagian bawah dan ostium internum dapat diukur
kembali untuk mendeteksi adanya migrasi plasenta.
 Pemindaian untuk tanda-tanda perlekatan sekali lagi
dilakukan dengan menggunakan USG grayscale untuk
mendeteksi adanya plasenta akreta sebagaimana yang telah
dijelaskan sebelumnya.
Pemeriksaan histopatologis dilakukan pasca persalinan apabila dilakukan
histerektomi melalui prosedur sesar.

Hasil
Seluruh pasien diikuti hingga persalinan. Pada tiga perempuan, plasenta tidak
dapat dipisahkan dari uterus selama persalinan dan karenanya dilakukan histerektomi
sesar dan dilakukan pemeriksaan histopatologi untuk mengonfirmasi diagnosis plasenta
akreta pada tiga kasus tersebut. Seluruh kasus dikelompokkan ke dalam:
 Kelompok (I): kelompok tanpa plasenta akreta
 Kelompok (II): kelompok dengan plasenta akreta

Tidak didapatkan adanya perbedaan yang bermakna secara statistik antara kedua
kelompok studi terkait usia pasien (P >0,05).
Didapatkan adanya perbedaan yang bermakna secara statistik antara kedua
kelompok studi dalam hal jumlah persalinan sesar yang telah dilakukan sebelumnya (P
<0,05).

Total (n = Plasenta Akreta Signifikans p


60) i uji
Non- Plasenta Plasenta Akreta
Akreta (n = 57) (n = 3)
Jml % Jml % Jml %
Usia (tahun)
20 - 30 43 71.7 41 71.9 2 66.7 c2 = 0.04 0.84
31 - 40 17 28.3 16 28.1 1 33.3
Min. - Max. 20.0 - 37.0 20.0 - 37.0 25.0 - 26.0 t = 0.826 0.311
Rerata ± SD. 28.1 ± 4.4 28.2 ± 4.5 25.5 ± 0.7
Median 27.0 27.0 25.5
Jumlah persalinan
sesar sebelumnya
I 32 53.3 32 56. 0 0.0 25.75 0.001*
II 25 41.7 24 42.1 1 33.3
III 3 5.0 1 1.8 2 66.7
Tabel 1: perbandingan antara kedua kelompok studi berdasarkan usia dan jumlah
persalinan sesar sebelumnya.
X2 dan nilai p untuk uji Chi square untuk membandingkan antara kedua kelompok t,
p: nilai t dan p untuk uji T untuk membandingkan kedua kelompok
Didapatkan adanya perbedaan yang bermakna secara statistik antara kedua
kelompok studi dalam hal lokasi tepi plasenta dari ostium internum (P <0,05) dan
migrasi plasenta (P <0,05).
Insersi korda umbilikalis dengan letak rendah pada plasenta yang dilaporkan
selama trimester pertama memiliki sensitivitas yang sangat tinggi untuk memprediksi
plasenta akreta (100%).

Total (n = Non- Plasenta Plasenta Sensitivita Specifisitas PPV NPV Akurasi


60) Akreta (n = 57) Akreta (n = s
3)
Jml % Jml % Jml %
Lokasi plasenta dari ostium
internum
Kunjungan
pertama
0 - 2 cm 39 65.0 39 68.4 0 0.0 100.0 68.42 14.29 100.0 70.0
Melewati 21 35.0 18 31.6 3 100.0
ostium internum
c2 (FEp) 5.86*(0.015*)
Arah korda
Menjauhi 51 85.0 51 89.5 0 0.0 100.0 89.47 33.33 100.0 90.0
ostium
internum
Mendekati 9 15.0 6 10.5 3 100.0
ostium
internum
χ2 (FEp) 17.89*(0.001*)
Migrasi Plasenta
Tidak bermigrasi 8 13.3 5 8.8 3 100.0 0.0 8.77 0.0 62.50 8.33
Bermigrasi 52 86.7 52 91.2 0 0.0
2FE * *
c p) 20.53 (0.001 )
Tabel 2: Perbandingan antara kedua kelompok studi berdasarkan lokasi plasenta dari
ostium internum, arah korda dan migrasi plasenta.
X2 dan nilai p untuk uji Chi square untuk membandingkan antara kedua kelompok
FE: uji Fisher Exact untuk membandingkan antara kedua kelompok studi
*: bermakna secara statistik, p ≤0,05
Pemindaian Pemindaian
ke-1 ke-2
Kriteria Grayscale
Pertemuan permukaan plasenta-miometrium yang 2 3
ireguler
hilangnya atau adanya ruang vaskular retroplasenta 3 4
yang ireguler
Lakuna Plasenta 3 4
Disrupsi garis vesika urinaria 2 3
Tanda-tanda pada Doppler
Hilangnya sinyal vaskular subplasenta pada area 1 2
dengan penurunan zona subplasenta perifer yang
hipoekoik
Aliran darah turbulen dalam lakuna 3 3
Dilatasi kanal vaskular dengan pola aliran lakunar 2 2
difus yang tersebar di seluruh plasenta
Hipervaskularisasi pada area perhubungan antara 2 3
permukaan serosa dan vesika urinaria
pembuluh darah abnormal yang menghubungkan 1 3
plasenta dengan vesika urinaria
Tabel 3: Distribusi jumlah kasus dalam studi berdasarkan kriteria grayscale dan tanda-
tanda Doppler yang sesuai dengan invasi plasenta abnormal yang dideteksi pada
pemindaian pertama dan kedua (n = 60).

Seluruh kriteria grayscale memiliki kebermaknaan statistik dalam memprediksi


plasenta akreta pada trimester pertama.
Tidak satupun dari kriteria tersebut didapatkan pada kasus-kasus non-plasenta
akreta pada pemindaian pertama.
Tabel di atas menunjukkan bahwa, kriteria grayscale untuk invasi plasenta
abnormal memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi untuk memprediksi plasenta
akreta ketika dilakukan penilaian plasenta akreta selama trimester pertama pada kasus-
kasus dengan riwayat persalinan sesar sebelumnya.
Seluruh kriteria doppler memiliki signifikansi statistik dalam memprediksi
plasenta akreta pada trimester pertama. Kriteria doppler tidak didapatkan pada kasus-
kasus tanpa plasenta akreta.
Plasenta Sensitivita Specifisitas PPV NPV Akurasi
Non-Plasenta Plasenta s
Akreta Akreta
(n = 57) (n = 3)
Jml. % Jml. %
Pertemuan permukaan
plasenta-miometrium
yang ireguler
Negatif 57 100% 1 33.3 66.67 100.0 100. 98.28 98.33
Positif 0 0% 2 66.7
Χ2 (FEp) 39.310* (0.002*)
hilangnya atau adanya
ruang vaskular
retroplasenta yang
ireguler
Negatif 57 100% 0 0.0 100.0 100.0 100. 100.0 100.0
Positif 0 0% 3 100. 0
0
χ2FEp) 60.0* (<0.001*)
Lakuna Plasenta
Negatif 57 100% 0 0.0 100.0 100.0 100. 100.0 100.0
Positif 0 0% 3 100. 0
0
χ2 (FEp) 60.0* (<0.001*)
Disrupsi garis vesika
urinaria
Negatif 57 100% 1 33.3 66.67 100.0 100. 98.28 98.33
Positif 0 0% 2 66.7 0
χ2 (FEp) 39.310* (0.002*)
Tabel 4: Hubungan antara plasenta akreta dan kriteria grayscale yang dilaporkan
selama pemindaian pertama (n=60)
X2: uji Chi square
FE: uji Fisher Exact untuk uji Chi square
*: bermakna secara statistik, p ≤0,05

Kriteria Doppler untuk invasi plasenta abnormal menunjukkan sensitivitas dan


spesifisitas yang tinggi untuk memprediksi plasenta akreta ketika dilakukan penilaian
plasenta akreta selama trimester pertama pada kasus-kasus dengan riwayat persalinan
sesar sebelumnya.

Plasenta Sensitivita Specifisita PPV NPV Akurasi


Non- Plasenta s s
Plasenta Akreta
Akreta (n = 3)
(n = 57)
No. % No. %
Hipervaskularisasi pada area
perhubungan antara
permukaan serosa dan vesika
urinaria
Negatif 57 1oo% 1 33.3 66.67 100.0 100.0 98.28 98.33
Positif 0 0% 2 66.7
* *
χ2 (FEp) 19.322 (0.050 )
Aliran darah turbulen dalam
lakuna
Negatif 57 100% 1 33.3 66.67 100.0 100.0 98.28 98.33
Positif 0 0% 2 66.7
* *
χ2 (FEp) 39.310 (0.002 )
Dilatasi kanal vaskular dengan
pola aliran lakunar difus yang
tersebar di seluruh plasenda
Negatif 57 100% 1 33.3 66.67 100.0 100.0 98.28 98.33
Positif 0 0% 2 66.7
* *
χ2FEp) 39.310 (0.002 )
pembuluh darah abnormal
yang menghubungkan plasenta
dengan vesika urinaria
Negatif 57 100% 2 66.7 33.33 100.0 100.0 96.61 96.67
Positif 0 0% 1 33.3
* *
χ2 (FEp) 19.322 (0.050 )
Hilangnya sinyal vaskular
subplasenta pada area dengan
penurunan zona subplasenta
perifer yang hipoekoik
Negatif 57 100% 2 66.7 33.33 100.0 100.0 96.61 96.67
Positif 0 0% 1 33.3
* *
χ2FEp) 19.322 (0.050 )
Tabel 5: Hubungan antara plasenta akreta dan kriteria Doppler yang dilaporkan selama
pemindaian pertama (n=60)
X2: uji Chi square; FE: uji Fisher Exact untuk uji Chi square; *: bermakna secara
statistik, p ≤0,05

Didapatkan adanya perbedaan yang bermakna secara statistik antara kedua


kelompok studi dalam hal kadar PAPP-A dan β-hCG (P <0,05).

Total (n= Plasenta MW p


60) Non-Plasenta akreta (n Plasenta akreta (n =
= 57) 3)
β-hCG
Min. – 0.3 – 4.1 0.3 – 4.1 2.2 – 2.3 3.26* 0.012*
Max.
Rerata ± 1.1 ± 0.8 1.1 ± 0.8 2.3 ± 0.08
SD.
Median 0.82 0.81 2.25
PAPP-A
Min. – 0.6 – 4.5 0.6 – 3.8 2.2 – 4.49 2.09* 0.031*
Max.
Rerata ± 1.5 ± 0.8 1.4 ± 0.6 3.4 ± 1.6
SD.
Median 1.36 1.31 3.36
Tabel 6: perbandingan antara kedua kelompok studi berdasarkan kadar β-hCG dan
PAPP-A. MW, p: nilai Z dan p untuk uji Mann Whitney untuk membandingkan antara kedua
kelompok. *: bermakna secara statistik, p ≤0,05

PAPP-A dan β-hCG menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi untuk
memprediksi plasenta akreta saat dilakukan penilaian plasenta akreta selama trimester
pertama pada kasus-kasus dengan riwayat persalinan sesar sebelumnya.

Cut off Sensitivit Specificit PPV NPV


y y
β- > 1.77 100.0 91.38 28.6 100.0
hCG
PAPP > 1.97 100.0 82.76 16.7 100.0
-A
Tabel 7: Persetujuan (sensitivitas, spesifisitas) untuk PAPP-A dan β-hCG untuk
memprediksi kasus plasenta akreta.
UC: area di bawah kurva; nilai P: nilai probabilitas; CI: interval kepercayaan; *:
bermakna secara statistik, p ≤0,05

Gambar 1: Kurva ROC untuk β-hCG dalam memprediksi kasus plasenta akreta
Gambar 2: Kurva ROC untuk PAPP-A dalam memprediksi kasus plasenta akreta

Gambar 3: Kasus pada usia 12 minggu 2 hari dengan pertemuan plasenta-miometrium


yang abnormal dan batas vesika yang iregular dapat terlihat

Gambar 4: Menunjukkan lakuna plasenta multipel, permukaan miometrium yang


abnormal dan batas vesika yang ireguler
Gambar 5: TAU pada usia gestasi 32 minggu dengan ruang retroplasenta yang ireguler

Gambar 6: Menunjukkan aliran berwarna pada doppler yang menunjukkan adanya


pembuluh darah jembatan

Gambar 7: A, USG transvagina menunjukkan pertemuan miometrium yang abnormal


dan batas vesika yang ireguler, gambar (b) plasenta previa totalis (P) dapat terlihat
menyertai implantasi letak rendah sakus gestasional. C mengindikasikan serviks.
Gambar 8: A, B menunjukkan gambar pada trimester kedua dari kasus. Plasenta previa
terlihat pada trimester pertama sekali lagi terlihat pada usia 22 minggu, sedangkan
abnormalitas pada pertemuan miometrium tampak meluas ke vesika, membentuk
karakteristik berupa tonjolan, seperti yang terlihat pada gambar di sebelah kanan.

Diskusi
Studi ini merupakan studi terkontrol acak prospektif yang dilakukan pada 60
perempuan yang direkrut dari klinik pelayanan antenatal di Departemen Obstetri dan
Ginekologi, El-Shatby Maternity University Hospital setelah mendapatkan izin dari
komite etik dan memenuhi kriteria inklusi dalam studi. Persetujuan tertulis didapatkan
dari setiap pasien. Studi ini dilakukan dengan periode selama satu setengah tahun.
Seluruh pasien diikuti hingga persalinan. Pada tiga perempuan, plasenta tidak
dapat dipisahkan dari uterus selama persalinan kala tiga dan dilakukan histerektomi
dengan prosedur sesar serta pemeriksaan histopatologis untuk mengonfirmasi diagnosis
pada tiga kasus tersebut. Seluruh kasus dikelompokkan menjadi:
 Kelompok (I): kelompok tanpa plasenta akreta
 Kelompok (II): kelompok dengan plasenta akreta
Pada studi ini, didapatkan adanya perbedaan yang bermakna secara statistik
antara kedua kelompok studi dalam hal jumlah persalinan sesar yang telah dilakukan
sebelumnya (P <0,05).
Dibandingkan dengan studi lain dalam literatur, Oddizal dkk13 melakukan studi
mengenai hubungan antara plasenta akreta dengan jumlah persalinan sesar yang telah
dilakukan sebelumnya. Dari total sampel sebanyak 28.177 perempuan, yang melakukan
persalinan di Rumah Sakit Chojnice, 15 (0,05%) pasien mengalami plasenta akreta, 63
(0,2%) pasien dengan plasenta previa. Di antara pasien dengan plasenta previa,
sebanyak 22 (34,9%) pasien memiliki riwayat persalinan sesar sebelumnya. Dari 15
pasien dengan plasenta akreta, sebanyak 10 (66,7%) pasien mengalami plasenta previa.
Insidensi plasenta akreta per kasus plasenta previa adalah 158,7 per 1000 kasus.
Insidensi plasenta previa akreta mengalami peningkatan yang signifikan pada mereka
dengan parut pasca persalinan sesar sebelumnya. Insidensi ini meningkat seiring
peningkatan jumlah persalinan sesar yang telah dilakukan sebelumnya.

Pada studi kami, terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik antara kedua
kelompok studi dalam hal lokasi plasenta dari ostium internum.
Sesuai dengan studi ini, pada literatur, Hung dkk 14 melakukan studi mengenai
hubungan antara plasenta akreta dan plasenta previa. Perempuan yang mengalami
plasenta previa (odds ratio [OR] 54,2; 95% interval kepercayaan [IK] 17,8 – 165,5),
memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami plasenta akreta.
Dibandingkan dengan studi lain pada literatur, Rac Martha dkk 15 mendapatkan
bahwa jarak dari batas inferior sakus gestasional ke ostium cervicis eksternum, tidak
berbeda bermakna antara kehamilan dengan implantasi plasenta yang normal dan tidak
normal. Perbedaan antara kedua studi mungkin berkaitan dengan desain studinya yang
retrospektif pada studi oleh Rac Martha dkk.
Terkait arah dari korda, terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara
kedua kelompok studi dalam hal arah korda.
Sesuai dengan studi lain dalam literatur, J Hasegawa dkk 16 melakukan studi
mengenai hubungan antara diagnosis situs insersi korda dengan ultrasonografi pada usia
gestasi 9 – 11 minggu dengan berbagai komplikasi maternal-fetal yang ditemukan
kemudian selama kehamilan atau pada saat persalinan dan didapat kan bahwa beberapa
abnormalitas struktural plasenta dan vaskular, seperti plasenta previa, solusio plasenta,
plasenta akreta, plasenta aksesori, atau infark plasenta, dapat berkaitan dengan
perluasan segmen bawah uterus.
Studi kami melaporkan adanya hubungan yang signifikan antara jarak awal
antara tepi plasenta dengan bagian tengah ostium cervicis internum pada usia gestasi 11
– 14 minggu dengan insidensi plasenta akreta.
Berkaitan dengan tanda-tanda yang sesuai dengan kriteri USG, hilangnya atau
adanya ruang vaskular retroplasenta yang ireguler didapatkan pada 3 kasus selama
pemindaian pertama dan pada 4 kasus selama pemindaian kedua. Area pertemua
permukaan plasenta dan miometrium yang ireguler didapatkan pada 2 kasus pada
pemindaian pertama dan 4 kasus pada pemindaian kedua. Terganggunya garis vesika
urinaria didapatkan pada 2 kasus pada pemindaian pertama dan 3 kasus pada
pemindaian kedua. Lakuna plasenta didapatkan pada 3 kasus selama pemindaian
pertama dan 4 kasus selama pemindaian kedua. Hilangnya sinyal vaskular subplasenta
pada area dengan penurunan zona subplasenta perifer yang hipoekoik didapatkan pada 1
kasus pada pemindaian pertama dan 2 kasus pada pemindaian kedua.
Studi ini menunjukkan bahwa, kriteria invasi plasenta abnormal yang dicari pada
trimester pertama memiliki sensitivitas yang sangat tinggi (100%) pada kasus lakuna
plasenta dan hilangnya atau terdapat ruang vaskular retroplasenta yang ireguler, dan
sensitivitas yang relatif lebih rendah (66,6%) untuk kriteria area pertemuan permukaan
plasenta dan miometrium yang ireguler dan gangguan garis vesika urinaria namun
memiliki spesifisitas yang paling tinggi (100%) dari seluruh kriteria.
Berkaitan dengan kriteria Doppler, aliran darah turbulen pada lakuna plasenta
didapatkan pada 3 kasus pada pemindaian pertama dan 3 kasus pada pemindaian kedua.
Hipervaskularisasi pada area pertemuan permukaan serosa dan vesika urinaria
didapatkan pada 2 kasus pada pemindaian pertama dan 3 kasus pada pemindaian kedua.
Dilatasi kanal vaskular dengan pola aliran lakunar difus yang tersebar di seluruh
plasenta didapatkan pada 2 kasus pada pemindaian pertama dan pemindaian kedua.
Adanya pembuluh darah abnormal yang menghubungkan plasenta dengan vesika
urinaria didapatkan pada 1 kasus pada pemindaian pertama namun pada pemindaian
kedua kriteria ini didapatkan pada 3 kasus.
Studi ini menunjukkan bahwa, kriteria invasi plasenta abnormal yang dicari
selama pemeriksaan pada trimester pertama memiliki sensitivitas yang sangat tinggi,
(66,6%) pada kasus aliran darah turbulen pada lakuna plasenta, Dilatasi kanal vaskular
dengan pola aliran lakunar difus yang tersebar di seluruh plasenta, dan Dilatasi kanal
vaskular dengan pola aliran lakunar difus yang tersebar di seluruh plasenta dan relatif
lebih rendah (33,3%) pada kriteria hilangnya sinyal vaskular subplasenta dan hilangnya
sinyal vaskular subplasenta namun memiliki spesifisitas yang paling tinggi dari semua
kriteria (100,0%).
Sesuai dengan studi kami, Carla dkk17, (2014) menunjukkan bahwa, diagnosis
biasanya ditegakkan berdasarkan pemeriksaan ultrasonografi dan karakteristik yang
sugestif untuk plasenta akreta, seperti ruang vaskular di dalam plasenta, penipisan
miometrium yang berada di atas plasenta, hilangnya “ruang kosong” retroplasenta,
penonjolan plasenta ke vesika urinaria, peningkatan vaskularisasi lapisan serosa uterus
dan aliran darah turbulen melalui lakuna pada pemeriksaan ultrasonografi doppler.
Pemeriksaan USG merupakan modalitas lini utama untuk mendiagnosis invasi plasenta.
Finberg dan Williams18,19 menambahkan terganggunya “garis lapisan serosa
uterus – vesika urinaria” sebagai kriteria tambahan untuk plasenta akreta, ketika mereka
melakukan investigasi secara prospektif pada pasien-pasien yang sedang menjalani
kehamilan trimester ketiga yang mengalami baik plasenta previa maupun memiliki
riwayat persalinan sesar sebelumnya. Kurangnya jaringan miometrium dapat berdampak
pada penipisan atau adanya disrupsi interfase vesikouterina, yang telah didapatkan
berkaitan dengan kondisi yang jauh lebih buruk. Membedakan antara iregularitas pada
dinding vesika urinaria dan plasenta akreta dapat menjadi hal yang sulit untuk
dilakukan.
Mohamed Shawky dkk20, mendapatkan bahwa pemeriksaan USG dan Doppler
untuk menilai plasenta memiliki tanda-tanda yang sangat sugestif untuk plasenta akreta
mengingat sensitivitas dan spasifisitasnya yang tinggi dengan lakuna plasenta dari aliran
turbulen dan ketebalan miometrium retroplasenta ≤1 mm memiliki spesifisitas yang
paling tinggi.
Sebaliknya, Rahimi F dkk21 melakukan suatu studi longitudinal pada 323 pasien
berisiko tinggi mengalami plasenta akreta. Perempuan yang memenuhi kriteria diperika
dengan menggunakan USG vagina dan abdomen untuk menilai sakus gestasional dan
lokalisasi plasenta dan pasien-pasien tersebut diikuti hingga akhir kehamilan. Temuan-
temuan pada ultrasonografi dibandingkan dengan pemeriksaan histopatologi sebagai
pemeriksaan baku emas. Sensitivitas dan spesifisitas USG untuk mendeteksi plasenta
akreta pada trimester pertama adalah 41% (95% IK: 16,2 – 62,7) dan 88% (95% IK:
88,2 – 94,6) berturut-turut. Dan sehingga skrining dengan USG untuk mendeteksi
adanya plasenta akreta pada trimester pertama kehamilan tidak dapat mencapai
sensitivitas yang tinggi sebagaimana dilakukan pada kehamilan trimester kedua dan
ketiga.
Pada studi ini, pemeriksaan kadar β-hCG serum menunjukkan sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi untuk memprediksi plasenta akreta ketika diperiksa pada
trimester pertama pada kasus-kasus dengan riwayat persalinan sesar sebelumnya.
Dibandingkan dengan studi-studi sebelumnya, Zhou dkk22 mendapatkan bahwa
konsentrasi β-hCG (MoM, rentang) secara signifikan lebih tinggi pada perempuan
dengan plasenta akreta (3,65, 2,78 – 7,19) dibandingkan pada perempuan dengan
plasenta previa (0,94, 0,00 – 2,97) atau plasentasi normal (1,00, 0,00 – 2,69) (Uji Steel-
Dwass, P <0,01 dan P <0,01, berturut-turut).
Pada studi ini, PAPP-A pada kelompok (I) yang berkisar dari 0,6 – 3,8 dengan
rerata nilai 1,4 ± 0,6 dan kelompok (II) yang berkisar dari 2,2 – 4,49 dengan rerata nilai
3,4 ± 1,6. Terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara kedua kelompok
studi terkait kada pAPP-A (P <0,05).
Pada studi ini, PAPP-A memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi untuk
memprediksi plasenta akreta ketika diperiksa pada trimester pertama pada kasus-kasus
dengan riwayat persalinan sesar sebelumnya.
Desai dkk23, (2014) melakukan studi mengenai hubungan antara kadar PAPP-A
pada trimester pertama dengan plasenta akreta. Data mereka juga menunjukkan bahwa
hubungan ini tidak disebabkan karena adanya plasenta previa atau riwayat persalinan
sesar sebelumnya. Sebagai hasilnya, analisis pada trimester pertama ini memiliki
potensi untuk menyesuaikan risiko mengalami plasenta akreta berdasarkan jumlah
persalinan sesar yang telah dijalani sebelumnya. Lebih dipilih untuk mendiagnosis
plasenta akreta pada periode antenatal sebelum pasien mengalami gejala sehingga
rencana dapat dibuat untuk mencegah perdarahan dan morbiditas terkait.
Sesuai dengan studi kami, Buke dkk 24 mendapatkan bahwa nilai MoM PAPP-A
dan β-hCG serum yang lebih tinggi pada trimester pertama tampaknya berkaitan dengan
plasenta akreta pada perempuan dengan plasenta previa. Studi lebih lanjut dibutuhkan
untuk menggunakan alat tambahan yang menjanjikan untuk deteksi dini plasenta akreta.
Selain itu, Thompson MO dkk25 melakukan studi yang membandingkan
distribusi bebas MoM β-hCG dan PAPP-A ibu pada kehamilan dengan plasentasi
invasif yang abnormal, plasenta previa, dan kontrol normal, setelah mengkoreksi faktor-
faktor perancu pada periode Oktober 2005 – September 2013 dan mendapatkan bahwa
mungkin terdapat perbedaan antara kadar penanda biokimiawi dalam serum ibu pada
trimester pertama antara kehamilan normal dan mereka yang terkomplikasi dengan
plasentasi invasif yang abnormal.

Konklusi
 Skrining trimester pertama untuk plasenta dengan pemeriksaan USG dapat
memprediksi plasenta akreta pada kasus dengan riwayat persalinan sesar
sebelumnya dan plasenta letak rendah.
 Kadar β-hCG dan PAPP-A serum yang diperiksa pada 11 – 14 minggu dan
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi untuk prediksi dini
plasenta akreta dan dapat digunakan dalam kombinasi dengan USG dalam
skrining plasenta akreta pada kasus dengan riwayat persalinan sesar
sebelumnya dan plasenta letak rendah pada trimester pertama.

Anda mungkin juga menyukai