DISUSUN OLEH :
WINDI PUJI CAHYANI
20901900096
1
A. Pengertian
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorhagic
fever//DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disetai leucopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan
plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit) atau
penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome)
adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok (Sudoyo Aru, dkk
2009).
Dengue Haemorhagic Fever adalah penyakit yang menyerang anak dan orang
dewasa yang disebabkan oleh virus dengan manifestasi berupa demam akut,
perdarahan, nyeri otot dan sendi. Dengue adalah suatu infeksi Arbovirus (Artropod
Born Virus) yang akut ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegepty atau oleh Aedes
Albopictus (Titik Lestari, 2016).
B. Etiologi
1. Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue
tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat
dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam
genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik
pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia
misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel – sel Arthropoda misalnya
sel aedes Albopictus. (Soedarto, 1990; 36).
2. Vektor Virus
2
Dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk
aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies
lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita;
2000; 420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan
virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes
Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah
pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes
berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana – bejana yang
terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di
lubang – lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air
bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap
darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari.
(Soedarto, 1990 ; 37).
3. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih
mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe
lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah
mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk
kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus
dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari
ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 1990 ; 38).
C. Klasifikasi
Berdasarkan standar WHO, DHF dibagi menjadi empat derajat sebagai berikut:
1. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan uji torniquet (+),
trombositopenia dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau di tempat lain ditambah
dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis,
melena, perdarahan gusi.
3
3. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah
(hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan ujung jari (tanda-tanda dini
renjatan).
4. Derajat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua lebih
manifestasi klinis sebagai berikut :
a. Nyeri kepala
b. Nyeri retro-orbital
c. Mialgia / artralgia
d. Ruam kulit
e. Manifestasi perdarahan(petekie atau uji bending positif)
f. Leucopenia
g. Pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan DD/DBD yang sudah
dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah
ini dipenuhi
a. Demam atau riwayat demam akut 2-7 hari, biasanya bersifat bifasik.
c. Trombositopenia <100.00/ul
- Peningkatan nilai hematokrit ≥20% dari nilai baku sesuai umur dan jenis
kelamin.
- Penurunan nilai hematokrit ≥20% setelah pemberian cairan yang adekuat
Seluruh kriteria DBD diatas ditandai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu:
E. Patofisiologi
Fenomena pathofisiologi yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya
permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan tejadinya perembesan plasma ke
ruang ekstraseluler. Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk ke dalam tubuh
penderita adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala,
mual, nyeri otot, pegal-pegal di seluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit
( petekie ), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran
kelenjar getah bening, pembesaran hati ( hepatomigali ) dan pembesaran limpa
( spenomegali ).
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume
plasma, terjadinya hipotensi, hemokosentrasi, dan hipoproteinemia, serta efusi rejatan
( syok ). Hemokosentrasi ( peningkatan hematokrit lebih besar 20 % ) menunjukan atau
menggambarkan adanya kebocoran ( perembesan ) plasma ( plasma leakage ) sehingga
nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan.
F. Pathway
5
G. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Soegijanto (2002), pemeriksaan diagnostic pada pasien DHF meliputi:
1. Laboratorium
Darah lengkap
a. Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20% atau lebih)
Normal : pria à 40-48 %
b. Trombositopeni (Jumlah trombosit kurang dari 100.000 mm³)
Normal : 150000-400000/ui
c. Perpanjangan masa perdarahan dan berkurangnya tingkat protobin
Asidosis
a. Kimia darah : hiponatremia, hipokalemia, hipoproteinemia
2. Uji tourniquet positif
6
Menurut WHO dan Depkes RI (2000), uji tourniquet dilakukan dengan cara
memompakan manset sampai ketitik antara tekanan sistolik dan diastolik selama
lima menit. Hasil dipastikan positif bila terdapat 10 atau lebih ptekie per 2,5 cm².
Pada DHF biasanya uji tourniquet memberikan hasil positif kuat dengan dijumpai 20
ptekie atau lebih. Uji tourniquet bias saja negatif atau hanya positif ringan selama
masa shok, dan menunjukkan hasil positif bila dilakukan setelah masa pemulihan
fase shok.
3. Radiologi foto thorak: 50% ditemukan efusi fleura, efusi pleura dapat terjadi karena
adanya rembesen plasma.
4. Urine`: albuminuria ringan
5. Sumsum tulang : awal hiposeluler kemudian menjadi hiperseluler pada hari ke 5
dengan gangguan maturasi. Hari ke 10 biasanya normal.
6. Pemeriksan serologi : dilakukan pengukuran titer antibody pasien dengan cara
haemaglutination inhibition tes (HI test)/ dengan uji pengikatan komplemen
(complemen fixation test/ CFT) diambil darah vena 2-5 ml
7. USG : hematomegali-splenomegali
H. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
1. DHF tanpa Renjatan
1. Beri minum banyak ( 1 ½ - 2 Liter / hari )
2. Obat anti piretik, untuk menurunkan panas, dapat juga dilakukan
kompres
3. Jika kejang maka dapat diberi luminal ( antionvulsan ) untuk anak
<1th>1th 75 mg Im. Jika 15 menit kejang belum teratasi , beri lagi
luminal dengan dosis 3mg / kb BB ( anak <1th>1th diberikan 5
mg/ kg BB.
4. Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat
2. DHF dengan Renjatan
1. Pasang infus RL
2. Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan plasma expander
( 20 - 30 ml/ kg BB )
3. Tranfusi jika Hb dan Ht turun
7
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Dalam memberikan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal
yang paling penting dilakukan oleh perawat, baik pada saaat penderita pertama kali
masuk Rumah Sakit (untuk mengetahui riwayat penyakit dan perjalanan penyakit
yang dialami pasien) maupun selama penderita dalam masa perawatan (untuk
mengetahui perkembangan pasien dan kebutuhannya serta mengidentifikasi masalah
yang dihadapinya).
Hasil pengkajian yang dilakukan perawat terkumpul dalam bentuk data.
Adapun metode atau cara pengumpulan data yang dilakukan dalam pengkajian :
a. Wawancara
b. Pemeriksaan fisik
c. Observasi dan pengamatan
d. Catatan atau status pasien
e. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
Dengan data yang ada, perawat dapat menentukan aktivitas keperawatan yang sesuai
dengan kebutuhan atau masalah yang dialami pasien.
1) Data Subyektif
Adalah data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau keluarga pada
pasien DHF, data obyektif yang sering ditemukan menurut (Christianti Effendy,
1995) yaitu :
a) Lemah.
b) Panas atau demam.
c) Sakit kepala.
d) Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.
e) Nyeri ulu hati.
f) Nyeri pada otot dan sendi.
g) Pegal-pegal pada seluruh tubuh.
h) Konstipasi (sembelit)
2) Data obyektif
Adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas kondisi
pasien. Data obyektif yang sering dijumpai pada penderita DHF antara lain :
a) Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan.
8
b) Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor.
c) Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+), epistaksis,
ekimosis, hematoma, hematemesis, melena.
d) Hiperemia pada tenggorokan.
e) Nyeri tekan pada epigastrik.
f) Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa.
g) Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas
dingin,gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.
3. Diagnosa Keperawatan
Penyusunan diagnosa setelah data di dapatkan, kemudian dikelompokkan dan
difokuskan sesuai dengan masalah yang timbul, diagnosa yang mungkin muncul
pada kasus DHF diantaranya:
9
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan
intravaskuler dan ekstravaskuler
b. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
c. Resiko perdarahan berhubungan dengan penurunan faktor pembekuan darah
( trombositopenia )
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun
e. Resiko syok ( hypovolemik ) berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
4. Intervensi
11
i. Tingkatkan sirkulasi
udara
j. Berikan pengobatan
untuk mencegah
terjadinya menggigil
3. Resiko perdarahan NOC NIC
berhubungan a. Blood lose severity Bleeding precaution
dengan penurunan b. Blood coagulation a. Monitor ketat tanda-
faktor pembekuan tanda perdarahan
darah b. Catat nilai Hb dan Ht
( trombositopenia ) sebelum dan sesudah
terjadinya perdarahan
c. Monitor nilai lab
( koagulasi ) yang
meliputi PT, PTT,
Trombosit
d. Pertahankan bedrest
selama perdarahan aktif
e. Kolaborasi dalam
pemberian produk darah
f. Lindungi pasien dari
trauma yang dapat
menyebabkan
perdarahan
g. Hindari mengukur suhu
lewat rektal
h. Hindari pemberian
aspirin dan antikoagulan
i. Hindari terjadinya
konstipasi dengan
menganjurkan untuk
mempertahankan intake
cairan adekuat dan
pelembut feses
4. Ketidakseimbangan NOC NIC
12
nutrisi kurang dari Nutritional status : Nutrition management :
kebutuhan tubuh a. Nutritional status : a. Kaji adanya alergi
berhubungan food and fluid intake makanan
dengan intake b. Nutritiona status : b. Kolaborasi dengan ahli
nutrisi yang tidak nutrien intake gizi untuk menunjukan
adekuat akibat c. Weight control jumlah kalori dan nutrisi
mual dan nafsu Kriteria hasil : yang dibutuhkan pasien
makan yang a. Adanya peningkatan c. Anjurkan pasien untuk
menurun BB sesuai dengan meningkatan protein dan
tujuan vitamin C
b. Berat badan ideal d. Berikan substansi gula
sesuai dengan tinggi e. Yakinkan dia yang
badan dimakan mengandung
c. Mampu tinggi serat untuk
mengidentifikasi mencegah konstipasi
kebutuhan nutrisi f. Berikan makanan yang
d. Tidak ada tanda terpilih ( sudah di
malnutrisi konsultasikan dengan
e. Menunjukan tingkatan ahli gizi )
fungsi pengecapan dan g. Ajarkan pasien
menelan bagaimana membuat
f. Tidak terjadi catatan makanan harian
penurunan berat badan h. Monitor jumlah nutrisi
yang berarti dan jumlah kalori
i. Berikan informasi
tentang kebutuuhan
nutrisi
j. Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan
5. Resiko syok NOC NIC
( hypovolemik ) Syok prevention Syok prevention
berhubungan Syok management a. Monitor tanda in
dengan perdarahan Kriteria hasil : adekuat oksigenasi
13
yang berlebihan, a. Nadi dalam batas yang jaringan
pindahnya cairan di harapkan b. Monitor suhu dan
intravaskuler ke b. Irama jantung dalam pernapasan
ekstravaskuler batas yang diharapkan c. Monitor tanda awal
c. Frekuensi napas dalam syok
batas yang diharapkan d. Ajarkan keluarga dan
d. Irama pernapasan pasien tentang tanda
dalam batas yang dan gejala datangnya
diharapkan syok
e. Ajarkan keluarga dan
pasien dalam mengatasi
gejala syok
Syok management
a. Monitor fungsi renal
b. Monitor tekanan nadi
c. Monitor status cairan
input output
DAFTAR PUSTAKA
Arif, M. (2000). Kapita selekta kedokteran edisi 3, medica auskulpulus. Jakarta : FKUI
Arif, M & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Jakarta: Media Aescula
14
Titik Lestari,( 2016). Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta : Nuha Medika
WHO. 1999.Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorragic Fever. Comprehensive
Guidelines 2000.Climate Change and Human Health. 2004. Panduan Lengkap Pencegahan dan
Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah Dengue.Jakarta:Buku Kedokteran: Jakarta
15