Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

“Leukimia”

Oleh :
Putri Wulan Sari
20901900072

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
TAHUN 2020
A. PENGERTIAN
Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang, yang
menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah putih dengan menyingkirkan jenis sel
lain (Reeves, Charlene J et al, 2001).
Leukemia tampak merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sekelompok sel anak
yang abnormal. Sel-sel ini menghambat semua sel darah lain di sumsum tulang untuk
berkembang secara normal, sehingga mereka tertimbun di sumsum tulang. Karena factor-
faktor ini, leukemia disebut gangguan akumulasi sekaligus gangguan klonal. Paa
akhirnya, sel-sel nonleukemik di dalam darah yang merupakan penyebab berbagai gejala
umum leukemia.
Leukemia adalah penyakit neoplastik yang ditandai oleh proliperasi abnormal dari sel-sel
hemotopeitik (Silvia, 2006).
Leukemia adalah proliperasi sel leukosit yang abnormal, ganas sering disertai bentuk
leukosit yang lain dari normal, jumlahnya berlebihan dapat menyebabkan anemia,
trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian (Suparman, 2005).

Leukimia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sum-sum
tulang menggantikan elemen sum-sum tulang normal (Smeltzer, S C and Bare, B.G,
2002).

Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasio
patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-sum tulang
dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain.
(Arief Mansjoer, dkk, 2002).

B. ETIOLOGI
Etiologi leukimia sampai sekarang belum dapat dijelaskan secara keseluruhan. Banyak
para ahli menduga bahwa faktor infeksi sangat berperan dalam etiologi leukimia. Infeksi
terjadi oleh suatu bahan yang menyebabkan reaksi seperti infeksi oleh suatu virus.
Mereka membuat suatu postulat bahwa kelainan pada leukimia bukan merupakan
penyakit primer akan tetapi merupakan suatu bagian dari respon pertahanan sekunder dari
tubuh terhadap infeksi tersebut. Respon defensif tubuh berbeda pada berbagai tingkat usia
oleh karena itu maka kita lihat bahwa leukimia limfoblastik akut terdapat banyak pada
anak-anak, leukimia mieoblastik akut pada usia dewasa muda, leukimia granulositik
kronik pada dewasa muda dan orang tua dan leukimia limfositik kronik dapat dijumpai
pada semua umur (Supandiman, 1997).
Terjadi peningkatan insiden leukimia pada orang-orang yang terkena radiasi sinar rontgen
(terkena radiasi ledakan bom aom, yang dapat terapi radiologis dan para dokter ahli
radiologis). Diduga peningkatan insiden ini karena akibat radiasi akan merendahkan
resistensi terhadap bahan penyebab leukimia tersebut (Supandiman, 1997). Selain faktor
diatas ada beberapa faktor yang menjadi penyebab leukimia akut yaitu faktor genetika,
lingkungan dan sosial ekonomi, racun, status imunologi, serta kemungkinan paparan
virus keduanya.
Obat yang dapat memicu terjadinya leukimia akut yaitu agen pengalkilasi, epindophy
ilotoxin. Kondisi genetik yang memicu leukimia akut yaitu Down sindrom, bloom
sydrom, fanconi anemia, ataxia telangiectasia. Bahan kimia pemicu leukimia yaitu
benzen. Kebiasaan hidup yang memicu leukimia yaitu merokok, minum alkohol
keduanya (Dipiro, et al, 2005).
Etiologi sampai saat ini belum jelas, diduga kemungkinan besar disebabkan oleh virus
(Virus onkogenik). Namun faktor lain yang turut berperan adalah :
1. Faktor Eksogen
Efek dari penyinaran seperti : sinar X, sinar radioaktif
Hormon, bahan kimia (benzol, arsen, preparat sulfat)
Infeksi (virus dan bakteri)
2. Faktor Endogen
Faktor ras (orang yahudi)
Faktor konstitusi seperti kelainan kromosom (Aberasi kromosom) pada sindrom
down
Herediter : kasus leukimia pada kakak beradik/ kembar satu telur, angka kejadian
pada anak lebih tinggi sesuai dengan usia maternal.
Genetik : virus tertentu mygx perubahan struktur gen (T.cell leukimia-lymphoma
virus/ HTLV).
C. KLASIFIKASI
1. Leukemia limfositik akut (LLA)
Leukemia limfoblastik akut adalah leukemia utama pada masa anak-anak, dan
membentuk hamper semua leukemia pada anak berusia kurang dari 4 tahun, dan lebih
dari separuh leukemia selama masa pubertas. Penyakit ini jarang pada pasien berusia
lebih dari 30 tahun. Walaupun LLA dijumpai pada sekitar 15% leukemia pada orang
dewasa, namun dari kasus ini mungkin sebenarnya adalah gambaran awal dari
transformasi akut LMK. (Ronald A. Sacher, 2004)
Leukemia limfoblastik akut (ALL) adalah keganasan yang paling sering dijumpai
pada populasi anak-anak. Di Amerika Serikat, leukemia limfoblastik akut lebih sering
dijumpai pada pria daripada wanita dan lebih sering pada ras kaukasia daripada
Afrika-Amerika. Puncak usia terjadinya leukemia limfoblastik akut adalah kira-kira 4
tahun, walaupun walaupun penyakit ini dapat mengenai semua usia. Individu-
individu tertentu, seperti penderita Sindrom Down dan ataksia-telangieksis sangat
beresiko mengalami penyakit ini. Penyebabnya tidak di ketahui, walaupun dapat
berkaitan dengan factor genetic, lingkungan, infeksi, dan di pengaruhi imun. Gejala
pada saat pasien datang berobat adalah pucat, fatigue, demam, pendarahan, memar.
Nyeri tulang sering di jumpai, dan anak kecil dapat datang untuk dievaluasi karena
karena pincang atau tidak mau berjalan. Pada pemeriksaaan fisik dijumpai adanya
memar, petekie, limfadenopati dan hepatosplenomegali. Evaluasi laboratorium dapat
menunjukan leukositosis, anemia, dan trombositopenia. Pada kira-kira 50% pasien
pasien di temukan jumlah leukosit melebihi 10.000/mm3 pada saat didiagnosis, dan
pada 20% pasien melebihi 50.000/mm3. Neutopenia (jumlah neutrofil absolute kurang
dari 500/mm3) sering dijumpai. Limfoblas dapat melaporkan di darah perifer, tetapi
pemeriksa yang berpengalaman dapat melaporkan limfoblas tersebut sebagai limfosit
atipik. Diagnosis pasti leukemia di tegakkan dengan melakukan aspirasi sumsum
tulang yang meperlihatkan limfoblas lebih dari 25%. Sebaikmya juga dilakukan
pe,eriksaan imunologik,sitogenik, dan karakter biokimiawi sel. Cairan spinal juga
perlu diperiksa karena sistem saraf pusat merupakan tempat persembunyian penyakit
ekstramedular. Factor-faktor prognostic seperti jumlah leukosit awal dan usia pasien
menetukan pengobatan yang diindikasikan. Pasien-pasien yang berisiko tinggi
memrlukan terapi yang lebih intensif. Kebanyakan rencana-rencana pengobatan
berlangsung selama 2-3 tahun dan dimulai dengan fase induksi remisi yang bertujuan
untuk menurunkan beban leukemik yang berdeteksi menjadi kurang dari 5%. Fase
terapi berikutnya bertujuan untuk menurunkan dan akhirnya menghilangkan semua
sel leukemik dari tubuh. Terapi preventif pada saraf pusat termasuk didalam semjua
protocol terapi. Kemoterapi dengan beberapa obat merupakan terapi utama, walaupun
pada beberapa pasien yang berisiko tinggi dilakukan radiasi pada sistem saraf pusat.
Transplantasi sumsum tulang merupakan pendekatan pengobatan lain yang dilakukan
pada anak yang mengalami relaps sumsum tulang. Tempat relaps lain adalah sistem
saraf pusat dan testis. Prognosis untuk daya tahan tubuh hidup bebas penyakit yang
lain lama adalah kira-kira 75% pada semua kelompok resiko.
Sindrom lisis tumor (trias metabolic hiperurisemia, hiperkalemia, dan hiperfofatemia)
merupakan komplikasi terapi yang terjadi ketika sel leukemia mengalami lisis sebagai
respons terhadap kemoterapi sitotoksik dan pelepasan, kandungan interaselulernya ke
dalam aliran darah. Sindrom ini sering terjadi di dalam sel yang memiliki fraksi
pertumbuhan tinggi (leukemia/limfosema sel T dan limfoma burkitt). Hidrasi,
alkalinisasi, dan pemberian aluporinal secara agresif sebelum memulai kemoterapi
dapat meringankan disfungsi ginjal yang serius. Kedua tidakan pertama membantu
ekskresi fosfat dan asam urat, dan alupurinol mengurangi pembentukan asam urat.
Kalium sebaiknya tidak ditambahkan ke dalam cairan hidrasi. Dengan memantau
konsentrasi elektrolit dan fungsi ginjal secara kilat, seseorang dapat menghindari
berkembangnya gagal ginjal. (M.william schawtz,2005)
2. Leukemia mielositik kronis (CML)
Leukemia mielositik kronis (CML) terhitung kira-kira 3% dari semua kasus leukemia
pada anak-anak. Penyakit ini dapat mengenai semua usia, tetapi sebagian besar kasus
terjadi pada akhir masa kanak-kanak. Penyakit ini relative lebih lambat disbanding
leukima akut. Penyebabnya tidak diketahui. Pasien sering asimtomatik dan dapt
terdapat jumlah leukosit yang tinngi atau splenomegali yang ditemukan pada
pemeriksaan rutin anak yang sehat. Akan tetapi, dapat trejadi gejala seperti demam,
keringat malam, nyeri abdomen atau nyeri tulang. Pemeriksaan fisik menunjukkan
adanya splenomegali nhyata. Hepatomegali dapat juga terjadi. Evaluasi laboratorium
secara tipikal memperlihatkan leukositosis nyata, trombositis, dan anemia ringan.
Sumsum tulang hiperselular tetapi sisertai maturasi myeloid yang normal. Sel blas
tidak banyak dijumpai. Pada kira-kira 90% kasus, tanda sitogenik yang khas pada
leukemia mielositik kronis yang terlihat adalah: kromosom lphiladelphia. Kromosom
ini berkaitan dengan t (9;22) klasik.
Ada tiga tipe leukemia mielositik kronis: fase kronis, fase akselerasi, dan krisis blas.
Fase kronis dapat berlangsung selama bertahun-tahun dan menunjukkan
hiperproliferasi elemen myeloid matur. Pengobatan selama fase ini ditunjukkan pada
sitoreduksi untuk mengurangi resiko berkembangnya leukositosis dan splenomegali
massif. Pemberian hidroksiuria merupakan bagian penting pengobatan sitoredutif.
Dengan berjalannya waktu, semua pasien akan memasuki fase akselerasi dan fase
blas, mengalami leukemia yang nyata. Pada sebagian besar keadaan, secara
morfologis ditemukan mieloblas, tetapi dapat juga terjadi transformasi limfoblas. Saat
dimulai fase blas, prognosis biasanya buruk. Transplantasi sumsum tulang (BMT)
merupakan satu-satunya terapi kuratif dan sebaiknya dilakukan kaetika pasien masih
berada pada fase kronis. ( M.william schawtz,2005)
3. Multiple Myeloma
Multiple myeloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone dari sel
plasma yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum tulang dan
menghasilkan sejumlah besar antibodi yang abnormal, yang terkumpul di dalam
darah atau air kemih. Multiple myeloma (myelomatosis, plasma cell myeloma,
Kahler's disease) merupakan keganasan sel plasma yang ditandai dengan penggantian
sumsum tulang, kerusakan tulang , dan formasi paraprotein. Myeloma menyebabkan
gejala-gejala klinik dan tanda-tanda klinis melalui mekanisme yang bervariasi. Tumor
menghambat sumsum tulang memproduksi cukup sel darah. Hal ini dapat
menyebabkan masalah kesehatan pada ginjal, saraf, jantung, otot dan traktus
digestivus. Meskipun myeloma masih belum bisa diobati, perkembangan terapi yang
terbaru, termasuk penggunaan thalidomide dan obat-obatan lain seperti bortezomib
dan CC-5013 cukup menjanjikan. ( McPhee ,J.Stephen, Maxine A. Papadakis,
Jr.Lawrence M. Tierney, 2008).

D. MANIFESTASI KLINIK
Selain presentasi klinis, laboratorium dan evaluasi patologi diperlukan untuk definitif
diagnosis leukimia. Tes yang paling penting adalah sumsum tulang biopsi dan aspirasinya
yang disampaikan kepada hematopathology untuk berbagai evaluasi. Noda cytochemical
sangat membantu untuk menentukan apakah leukimia akut adalah keturunan myeloid
atau limfoid.
Umum:
Biasanya terjadi 1-3 bulan dengan gejala yang tidak jelas seperti kelelahan, kurangnya
toleransi latihan, nyeri dada dan perasaan yang tidak enak.
Gejala:
Pasien melaporkan penurunan berat badan, malaise, kelelahan, dan palpitasi dan dyspnea
saat beraktivitas. Gajala lain yang dapat muncul yaitu demam, menggigil, dan kerasnya
sugestif infeksi, memar (perdarahan vagina yang berlebihan, epistaksis, ekimosis dan
petechiae), nyeri tulang, kejang, sakit kepala, dan diplopia.
E. PATOFISIOLOGI
Bila virus dianggap sebagai penyebabnya (virus onkogenik yang mempunyai struktur
antigen tertentu), maka virus tersebut dengan mudah akan masuk ke dalam tubuh
manusia jika struktur antigennya sesuai dengan struktur antigen manusia itu (hospes).
Bila struktur antigen virus tidak sesuai dengan struktur antigen individu, maka virus
tersebut akan ditolak, seperti pada penolakan terhadap benda asing lain. Struktur antigen
manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat, terutama kulit dan selaput
lendir yang terletak dipermukaan tubuh (kulit disebut juga antigen jaringan) atau HL-A
(Human Leucocyte Locus A).
Normalnya tulang marrow diganti dengan tumor malignan, imaturnya sel blast. Adanya
proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet terganggu akan menimbulkan anemia
dan trombositopenia. Sistem retikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan
gangguan sistem pertahanan tubuh sehingga mudah mengalami infeksi.
Manifestasi akan tampak pada gambaran gagalnya bone marrow dan infiltrasi organ,
SSP. Gangguan nutrisi dan metabolisme. Depresi sumsum tulang dan berdampak pada
penurunan leukosit, eritrosit, faktor pembekuan dan peningkatan tekanan jaringan.
Adanya infiltrasi pada ekstra medular akan menyebabkan terjadinya pembesaran hati,
limfe dan nodur limfe dan nyeri persedian (Silvia, 2006).
F. PATHWAYS

G. PENATALAKSANAAN
1. Leukimia Limfoblastik Akut (ALL)
a. Pengobatan
Pengobatan khusus dan harus dilakukan di rumah sakit.Berbagai regimen
pengobatannya bervariasi, karena banyak percobaan pengobatan yang masih terus
berlangsung untuk menentukan pengobatan yang optimum.
 Obat-obatan kombinasi lebih baik daripada pengobatan tunggal.
 Jika dimungkinkan, maka pengobatan harus diusahakan dengan berobat jalan.
 Daya tahan tubuh penderita menurun karena sel leukemianya
b. Terapi
Terapi untuk leukemia akut dapat digolongkan menjadi dua yaitu:
a. Kemoterapi
a) Induksi Remisi.
Banyak obat yang dapat membuat remisi pada leukemia limfositik akut.Pada
waktu remisi, penderita bebas dari symptom, darah tepi dan sumsum tulang
normal secara sitologis, dan pembesaran organ menghilang.Remisi dapat
diinduksi dengan obat-obatan yang efeknya hebat tetapi terbatas. Remisi dapat
dipertahankan dengan memberikan obat lain yang mempunyai kapasitas untuk
tetap mempertahankan penderita bebas dari penyakit ini.
Berupa kemoterapi intensif untuk mencapai remisi, yaitu suatu keadaan di
mana gejala klinis menghilang, disertai blast sumsum tulang kurang dari
5%.Dengan pemeriksaan morfolik tidak dapat dijumpai sel leukemia dalam
sumsum tulang dan darah tepi. (Bakta,I Made, 2007)
Biasanya 3 obat atau lebih diberikan pada pemberian secara berurutan yang
tergantung pada regimen atau protocol yang berlaku. Beberapa rencana
induksi meliputi: prednisone, vinkristin (Oncovin),daunorubisin
(Daunomycin), dan L-asparaginase (Elspar). Obat-obatan lain yang mungkin
dimasukan pada pengobatan awal adalah 6-merkaptopurin (Purinethol) dan
Metotreksat (Mexate).Allopurinol diberikan secara oral dalam dengan
gabungan kemoterapi untuk mencegah hiperurisemia dan potensial adanya
kerusakan ginjal.Setelah 4 minggu pengobatan, 85-90% anak-anak dan lebih
dari 50% orang dewasa dengan ALL dalam remisi komplit.Teniposude (VM-
26) dan sitosin arabinosid (Ara-C) mungkin di gunakan untuk menginduksi
remisi juka regimen awal gagal. (Gale, 2000)
b) Fase postremisi
Suatu fase pengobatan untuk mempertahankan remisi selama mungkin yang
pada akhirnya akan menuju kesembuhan. Hal ini dicapai dengan:
(1) Kemoterapi lanjutan, terdiri atas:
Terapi konsolidasi
Terapi pemeliharaan (maintenance)
Late intensification
c) Transplantasi sumsum tulang: merupakan terapi konsolidasi yang memberikan
penyembuhan permanen pada sebagaian penderita, terutama penderita yang
berusia di bawah 40 tahun.
b. Terapi suportif
Terapi suportif pada penderita leukemia tidak kalah pentingnya dengan
kemoterapi karena akan menentukan angka keberhasilan terapi. Kemoterapi
intensif harus ditunjang oleh terapi suportif yang intensif pula, kalau tidak
penderita dapat meninggal karena efek samping obat,.Terapi suportif berfungsi
untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh penyakit leukemia itu
sendiri dan juga untuk mengatasi efek samping obat. Terapi suportif yang
diberikan adalah;
a) Terapi untuk mengatasi anemia
b) Terapi untuk mengatasi infeksi, sama seperti kasus anemia aplastik terdiri atas
Antibiotika adekuat, Transfusi konsentrat granulosit
Perawatan khusus (isolasi) dan Hemopoitic growth factor (G-CSF atau GM-
CSF)
c) Terapi untuk mengatasi perdarahan
d) Terapi untuk mengatasi hal-hal lain seperti pengelolaan leukostasis,
pengelolaan sindrom lisis tumor
2. Leukimia Myeloblastik Akut (CML)
Terapi CML tergantung pada dari fase penyakit, yaitu
2. Fase kronik, obat pilihannya meliputi:
 Busulpan (Myleran), dosis : 0,1 – 0,2 mg/kgBB/hari. Leukosit diperiksa tiap
minggu. Dosis diturunkan setengahnya jika leukosit turun setengahnya. Obat
dihentikan jika leukosit 20.000/mm3. Terapi dimulai jika leukosit naik menjadi
50.000/mm3. Efek samping dapat berupa aplasia sumsum tulang berkepanjangan,
fibrosis paru, bahaya timbulnya leukemia akut (Bakta, 2007).
 Kemoterapi Hydroxiurea bersifat efektif dalam mengendalikan penyakit dan
mempertahankan hitung leukosit yang normal pada fase kronik, tetapi biasanya
perlu diberikan seumur hidup (Hoffbrand, 2005) dan memerlukan pengaturan
dosis lebih sering, tetapi efek samping minimal. Dosis mulai dititrasi dari 500 mg
– 2000 mg. Kemudian diberikan dosis pemeliharaan untuk mencapai leukosit
10.000 – 15.000/mm3. Efek samping lebih sedikit dan bahaya, keganasan
sekunder hampir tidak ada (Bakta, 2007).
 Inhibitor tirosin kinase. Obat ini sekarang sedang diteliti dalam percobaan klinis
dan tampaknya hasilnya menjanjikan. Zat STI 571 adalah suatu inhibitor spesifik
terhadap protein ABL yaitu tirosin kinase dan mampu menghasilkan respons
hematologik yang lengkap pada hampir semua pasien yang berada dalam fase
kronik dengan tingkat konversi sumsum tulang yang tinggi dari Ph+ menjadi Ph-
(Hoffbrand, 2005).
 Interferon alfa biasanya diberikan setelah jumlah leukosit terkontrol oleh
hidroksiurea. Pada CML fase kronik interferon dapat memberikan remisi
hetologik pada 80% kasus, tetapi remisi sitogenetik hanya tercapai pada 5 – 10%
kasus (Bakta, 2007;Hoffbrand, 2005).
3. Terapi fase akselerasi : sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons sangat
rendah.
4. Transplantasi sumsum tulang: memberikan harapan penyembuhan jangka panjang
terutama untuk penderita yang berumur <40 tahun. Sekarang yang umum diberikan
adalah allogeneic peripheral blood stem cell transplantation. Modus terapi ini
merupakan satu – satunya yang dapat memberikan kesembuhan total.
5. Sekarang sedang dikembangkan terapi yang memakai prinsip biologi molekuler
(targeted therapy). Suatu obat baru imatinib mesylate (Gleevec) dapat menduduki
ATP – binding site of abl oncogen sehingga menekan aktifitas tyrosine kinase
sehingga menekan proliferasi seri myeloid (Bakta, 2007).
3. Multiple Myeloma
a. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penggunaan obat yang ampuh untuk membunuh sel-sel
kanker.Kemoterapi merupakan terapi sistemik, artinya beredar melalui aliran darah
dan mempengaruhi hampir seluruh bagian tubuh. Yang umum sebagian besar efek
samping kemoterapi termasuk kelelahan, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi,
mual dan muntah, kehilangan selera makan, rambut rontok , luka di mulut dan saluran
pencernaan, nyeri otot, dan mudah memar atau pendarahan. obat khusus mungkin
berunding lainnya khusus efek samping.
b. Terapi radiasi
 Dalam myeloma, radiasi digunakan terutama untuk mengobati tumor yang lebih
besar, atau untuk mencegah fraktur patologis dalam-dikompromikan tulang
myeloma.
 Pada orang dengan penyakit yang luas, radiasi dapat diterapkan ke area yang lebih
besar untuk membunuh beberapa situs myeloma.
 Radiasi dapat digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dan gejala lain yang
berhubungan dengan area kecil kerusakan parah terutama tulang.
c. Pengobatan ditujukan untuk:
1) Mencegah atau mengurangi gejala dan komplikasi
2) Menghancurkan sel plasma yang abnormal
3) Memperlambat perkembangan penyakit.
d. Penatalaksanaan yang bisa diberikan
1) Obat pereda nyeri (analgetik) yang kuat dan terapi penyinaran pada tulang yang
terkena, bisa mengurangi nyeri tulang.
2) Penderita yang memiliki protein Bence-Jones di dalam air kemihnya harus bayak
minum untuk mengencerkan air kemih dan membantu mencegah dehidrasi, yang
bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal.
3) Penderita harus tetap aktif karena tirah baring yang berkepanjangan bisa
mempercepat terjadinya osteoporosis dan menyebabkan tulang mudah patah.
Tetapi tidak boleh lari atau mengangkat beban berat karena tulang-tulangnya
rapuh.
4) Pada penderita yang memiliki tanda-tanda infeksi (demam, menggigil, daerah
kemerahan di kulit) diberikan antibiotik.
5) Penderita dengan anemia berat bisa menjalani transfusi darah atau mendapatkan
eritropoetin.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Darah tepi
Gejala yang terlihat berdasarkan kelainan sumsum tulang yaitu berupa
pansitopenia, limfositosis yang dapat menyebabkan gambaran darah tepi monoton
dan terdapatnya sel blast. Terdapatnya leukosit yang imatur.
b. Kimia darah
Kolesterol mungkin rendah, asam urat dapat meningkat, hipogamaglobinemia.
c. Sumsum tulang
Hanya terdiri dari sek limfopoetik patologis sedangkan sistem lain terdesak
(aplasia sekunder).
Aspirasi sumsum tulang = hiperseluler terutama banyak terdapat sel mudah.
2. Pemeriksaan lain
a. Biopsi limpa
Memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari jaringan limpa
akan terdesak seperti limfosit normal, RES, granulosit, pulp cell.
b. Lumbal puksi
Untuk mengetahui apakah SSP terinfiltrasi yang dapat dilihat dari peningkatan
jumlah sel patologis dan protein. Kelainan ini dapat terjadi setiap saat pada
perjalanan penyakit baik dalam keadaan remis atau pada keadaan kambuh.
c. Sitogenik
Pemeriksaan pada kromosom baik jumlah maupun morfologisnya (Doenges,
2000).

I. FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN


Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan, pengumpulan data yang akurat
dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien,
mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien serta merumuskan diagnosa keperawatan.
(Budi Anna Keliat, 1994)

Pengkajian pada leukemia meliputi :

a. Riwayat penyakit
b. Kaji adanya tanda-tanda anemia :
1) Pucat
2) Kelemahan
3) Sesak
4) Nafas cepat
c. Kaji adanya tanda-tanda leukopenia
1) Demam
2) Infeksi
d. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia :
1).Ptechiae
2).Purpura
3).Perdarahan membran mukosa

e. Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola :


1).Limfadenopati
2).Hepatomegali
3).Splenomegali

f. Kaji adanya pembesaran testis


g. Kaji adanya :
1) Hematuria
2) Hipertensi
3) Gagal ginjal
4) Inflamasi disekitar rectal
5) Nyeri
(Suriadi,R dan Rita Yuliani,2001)

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
3. Resiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah
trombosit
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
5. Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek
samping agen kemoterapi
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia,
malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
7. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukimia
K. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
No Diagnose keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Resiko infeksi berhubungan Dengan dilakukan 1. Pantau suhu
dengan teliti
dengan menurunnya sistem intervensi
2. Tempatkan anak
pertahanan tubuh keperawatan selama dalam ruangan
khusus
1 x 24 jam
3. Anjurkan semua
diharapkan pasien pengunjung dan
staff rumah sakit
mengalami
untuk
peningkatan system menggunakan
teknik mencuci
pertahanan tubuh
tangan dengan
dengan kriteria baik
4. Evaluasi keadaan
hasil : - Pasien
anak terhadap
tidak mengalami tempat-tempat
munculnya infeksi
gejala-gejala infeksi
seperti tempat
penusukan jarum,
ulserasi mukosa,
dan masalah gigi
5. Inspeksi membran
mukosa mulut.
Bersihkan mulut
dengan baik
6. Berikan periode
istirahat tanpa
gangguan
7. Berikan diet
lengkap nutrisi
sesuai usia
8. Berikan antibiotik
sesuai ketentuan

2 Intoleransi aktivitas berhubungan terjadi peningkatan 1. Evaluasi laporan


dengan kelemahan akibat anemia toleransi aktifitas kelemahan, perhatikan
ketidakmampuan
untuk berpartisipasi
dala aktifitas sehari-
hari
2. Berikan lingkungan
tenang dan perlu
istirahat tanpa
gangguan
3. Kaji kemampuan
untuk berpartisipasi
pada aktifitas yang
diinginkan atau
dibutuhkan
3 Resiko terhadap cedera : klien tidak 1. Gunakan semua
perdarahan yang berhubungan menunjukkan bukti- tindakan untuk
dengan penurunan jumlah bukti perdarahan mencegah perdarahan
trombosit khususnya pada
daerah ekimosis
2. Cegah ulserasi oral
dan rectal
3. Gunakan jarum
yang kecil pada saat
melakukan injeksi
4. Menggunakan sikat
gigi yang lunak dan
lembut
5. Laporkan setiap
tanda-tanda
perdarahan (tekanan
darah menurun,
denyut nadi cepat, dan
pucat)

4 Resiko tinggi kekurangan volume - Tidak terjadi 1. Berikan antiemetik


cairan berhubungan dengan mual kekurangan volume awal sebelum
dan muntah cairan dimulainya
- Pasien tidak kemoterapi
mengalami mual 2. Berikan antiemetik
dan muntah secara teratur pada
waktu dan program
kemoterapi
3. Kaji respon pasien
terhadap anti emetic
4. Hindari
memberikan makanan
yang beraroma
menyengat
5 Perubahan membran mukosa pasien tidak 1.Inspeksi mulut
mulut : stomatitis yang mengalami setiap hari untuk
berhubungan dengan efek samping mukositis oral adanya ulkus oral
agen kemoterapi 2. Hindari mengukur
suhu oral
3. Gunakan sikat gigi
berbulu lembut,
aplikator berujung
kapas, atau jari yang
dibalut kasa

6 Perubahan nutrisi kurang dari pasien mendapat 1.Dorong orang tua


kebutuhan tubuh yang nutrisi yang adekuat untuk tetap rileks pada
berhubungan dengan anoreksia, saat anak makan
malaise, mual dan muntah, efek 2. Izinkan anak
samping kemoterapi dan atau memakan semua
stomatitis makanan yang dapat
ditoleransi,
rencanakan unmtuk
memperbaiki kualitas
gizi pada saat selera
makan anak
meningkat
3. Berikan makanan
yang disertai
suplemen nutrisi gizi,
seperti susu bubuk
atau suplemen yang
dijual bebas
7 Nyeri yang berhubungan dengan pasien tidak 1.Mengkaji tingkat
efek fisiologis dari leukaemia mengalami nyeri nyeri dengan skala 0
atau nyeri menurun sampai 5
sampai tingkat yang 2. Jika mungkin,
dapat diterima anak gunakan prosedur-
prosedur (misal
pemantauan suhu non
invasif, alat akses
vena
3. Evaluasi efektifitas
penghilang nyeri
dengan derajat
kesadaran dan sedasi
4. Lakukan teknik
pengurangan nyeri
non farmakologis
yang tepat
5. Berikan obat-obat
anti nyeri secara
teratur

L. EVALUASI
No Diagnosa Keperawatan Evaluasi
1 Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya Klien tidak menunjukkan
sistem pertahanan tubuh tanda-tanda infeksi
2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Berpartisipasi dalam aktifitas
kelemahan akibat anemia sehari-sehari sesuai tingkat
kemampuan, adanya laporan
peningkatan toleransi aktifitas.
3 Resiko terhadap cedera : perdarahan yang Kilen tidak menunjukkan
berhubungan dengan penurunan jumlah bukti-bukti perdarahan
trombosit
4 Resiko tinggi kekurangan volume cairan Klien menyerap makanan dan
berhubungan dengan mual dan muntah cairan, anak tidak mengalami
mual dan muntah
5 Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis Membran mukosa tetap utuh,
yang berhubungan dengan efek samping agen ulkus menunjukkan tidak
kemoterapi adanya rasa tidak nyaman
6 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Masukan nutrisi adekuat
yang berhubungan dengan anoreksia, malaise,
mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan
atau stomatitis
7 Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis Kien beristirahat dengan
dari leukaemia tenang, tidak melaporkan dan
atau menunjukkan bukti-bukti
ketidaknyamanan, tidak
mengeluhkan perasaan tidak
nyaman.

DAFTAR PUSTAKA

Sunar Trenggana, Dr. Leukemia ; Penuntun bagi orang tua Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK
UNHAS/SMF Anak RS DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

Susan Martin Tucker, Mary M. Canabbio, Eleanor Yang Paquette, Majorie Fife Wells, 1998,
Standar Perawatan Pasien, volume 4, EGC.
Abdoerrachman MH, dkk, 1998, Ilmu Kesehatan Anak, Buku I, penerbit Fakultas
Kedokteran UI, Jakarta.

Anna Budi Keliat, SKp, MSc., 1994, Proses Keperawatan, EGC.

Marilynn E. Doenges, Mary Prances Moorhouse, Alice C. Beissler, 1993, Rencana Asuhan
Keperawatan, EGC.

Rosa M Sacharin, 1996, Prinsip Keperawatan Pediatrik, edisi 2, Jakarta

Soeparman, Sarwono Waspadji, 1998, Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta.

2000.Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta: Media aeskulapius FKUI.


 Ngastiyah. 2005.Perawatan Anak Sakit Edisi 2.Jakarta:EGC
Suriadi & Rita. 2006. Asuhan Keperawatan anak Edisi 2. Jakarta:Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai