BAB 1
PENDAHULUAN
perhatian utama pada proses tumbuh kembang anak sejak pembuahan sampai
mencapai dewasa. Pada masa tumbuh kembang ini pemenuhan kebutuhan dasar
anak seperti pemenuhan makanan bergizi yang diberikan secara baik dan benar
dapat membentuk SDM yang sehat, cerdas dan produktif (Frisda, 2008).
Sebaliknya kurangnya pemenuhan gizi yang seimbang, dengan cara yang baik dan
benar pada masa tumbuh kembang anak dapat menyebabkan masalah gangguan
gizi bahkan gangguan tumbuh kembang di masa yang akan datang seperti
terjadinya gizi buruk yang sering disebut Kurang Energi Protein (KEP). Lebih
lanjut dari dampak kurangnya pemenuhan gizi adalah terjadinya Stunting atau
WHO Child Growth Standart didasarkan pada indeks panjang badan dibanding
umur (PB/U) atau tinggi badan dibanding umur (TB/U) dengan batas (z-score)
2010 sebesar 35,6%, sebagian besar terjadi pada anak usia 2-3 tahun yaitu 41,4%
2
stunting di Jawa Timur tergolong tinggi yaitu sebesar 26,7% dengan perincian
17% anak pendek dan 16,9% anak sangat pende (Riskesdas, 2010).
Malang untuk angka gizi buruk Balita yaitu sebesar 71 orang (1,57%) dan angka
praktik pengobatan anak, serta praktik kebersihan diri anak (Kosasih, et.al, 2012).
Oleh karena itu upaya perbaikan gizi masyarakat harus dilakukan melalui
keluarga dalam memenuhi kebutuhan gizi serta mengatasi masalah gizi dan
Status ekonomi keluarga dan pendidikan orang tua juga merupakan faktor
risiko kejadian stunting pada balita. Status ekonomi keluarga dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain pekerjaan orang tua, tingkat pendidikan orang tua dan
pendidikan orang tua yang rendah juga disinyalir meningkatkan risiko malnutrisi
3
pada anak. Tingkat pendidikan orang tua akan berpengaruh terhadap pengetahuan
orang tua terkait gizi dan pola pengasuhan anak, dimana pola asuh yang tidak
degeneratif di masa mendatang. Hal ini dikarenakan anak stunting juga cenderung
kualitas belajar di sekolah dan berisiko lebih sering absen. Stunting juga
meningkatkan risiko obesitas, karena orang dengan tubuh pendek berat badan
kelompok masyarakat untuk dapat mengurangi jumlah anak kurang gizi pada saat
dalam suatu masyarakat dapat lebih bertahan dibandingkan dengan solusi dari luar
4
kearifan lokal yang berhasil mengobati dan mencegah kekurangan gizi dan
(“Pelaku PD”) yang mempunyai kebiasaan dan perilaku spesial, atau tidak umum
yang memungkinkan mereka dapat menemukan cara-cara yang lebih baik untuk
Determination for Self-care adalah proses yang berkelanjutan, sangat pribadi, dan
kontemplatif. Ini muncul dari motivasi pasien untuk kesehatan yang optimal dan
apresiasi pola dan kepedulian yang hanya bergerak melampaui pemikiran tiga
dimensi.
otomatis untuk penyelesaian masalah kesehatan klien dan keluarga, apalagi klien
motivasi untuk perawatan diri dapat dinilai kembali oleh perawat untuk
Of Self Care Dan Positive Deviance Terhadap Perilaku Ibu Dalam Pencegahan
Kabupaten Malang”
Kabupaten Malang?
care
stunting