Bab 2
Bab 2
TINJAUAN TEORI
6
7
Gambar 2.1
Anatomi kandung empedu
Gambar 2.3
Kolesistitis akut yang disebabkan oleh batu empedu
Batu empedu terjadi karena adanya zat tertentu dalam empedu yang hadir dalam
konsentrasi yang mendekati batas kelarutannya. Bila empedu terkonsentrasi di dalam
kandung empedu, larutan akan berubah menjadi jenuh dengan bahan-bahan tersebut,
kemudian endapan dari larutan akan membentuk kristal mikroskopis. Kristal
terperangkap dalam mukosa bilier, akan menghasilkan suatu endapan. Oklusi dari
saluran oleh endapan dan batu menghasilkan komplikasi penyakit batu empedu
(Debas, 2004).
Pada kondisi normal kolesterol tidak mengendap di empedu karena mengandung
garam empedu terkonjugasi dan lesitin dalam jumlah cukup agar kolesterol berada di
dalam larutan misel. Jika rasio konsentrasi kolesterol berbanding garam empedu dan
lesitin meningkat, maka larutan misel menjadi sangat jenuh. Kondisi yang sangat
jenuh ini mungkin karena hati memproduksi kolesterol dalam bentuk konsentrasi
tinggi. Zat ini kemudian mengendap pada lingkungan cairan dalam bentuk kristal
kolesterol (Debas, 2004).
Bilirubin, pigmen kuning yang berasal dari pemecahan heme, secara aktif
disekresi ke dalam empedu oleh hati. Sebagian besar bilirubin di dalam empedu
berada dalam bentuk konjugat glukoronida yang larut dalam air dan stabil, tetapi
sebagian kecil terdiri dari bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi,
seperti lemak, fosfat, karbonat, dan anion lainnya cenderung untuk membentuk
presipitat tak larut dengan kalsium. Kalsium memasuki empedu secara pasif bersama
dengan elektrolit lain. Dalam situasi pergantian heme tinggi, seperti hemolisis kronis
11
atau sirosis, bilirubin tak terkonjugasi mungkin berada dalam empedu pada
konsentrasi yang lebih tinggi dari biasanya. Kalsium bilirubinat mungkin kemudian
mengkristal dari larutan dan akhirnya membentuk batu pigmen hitam (Debas, 2004).
Empedu yang biasanya steril, tetapi dalam beberapa kondisi yang tidak biasa
(misalnya ada striktur bilier), mungkin terkolonisasi dengan bakteri. Bakteri
menghidrolisis bilirubin terkonjugasi dari hasil peningkatan bilirubin tak terkonjugasi
dapat menyebabkan presipitasi terbentuknya kristal kalsium bilirubinat, bakteri
hidrolisis lesitin menyebabkan pelepasan asam lemak yang komplek dengan kalsium
dan endapan dari larutan lain. Konkresi yang dihasilkan memiliki konsistensi disebut
batu pigmen coklat (Debas, 2004).
Batu empedu kolesterol dapat terkoloni dengan bakteri dan dapat menimbulkan
peradangan mukosa kandung empedu. Enzim dari bakteri dan leukosit menghidrolisis
bilirubin konjugasi dan asam lemak. Akibatnya, dari waktu ke waktu, batu kolesterol
bisa mengumpulkan proporsi kalsium bilirubinat dan garam kalsium, lalu
menghasilkan campuran batu empedu (Debas, 2004).
Kondisi batu kandung empedu memberikan berbagai manifestasi keluhan pada
pasien dan menimbulkan berbagai masalah keperawatan. Jika terdapat batu empedu
yang menyumbat duktus sistikus dan biliaris komunis untuk sementara waktu,
tekanan di duktus biliaris akan meningkat dan peningkatan peristaltik di tempat
penyumbatan mengakibatkan nyeri visera di daerah epigastrum, mungkin dengan
penjalaran ke punggung. Respon nyeri, gangguan gastrointestinal dan anoreksia akan
meningkatkan penurunan intake nutrisi. Respon komplikasi akut dengan peradangan
akan memberikan manifestasi peningkatan suhu tubuh. Respon kolik bilier secara
kronis akan meningkatkan kebutuhan metabolisme sehingga pasien cenderung
mengalami kelelahan. Respon adanya batu akan dilakukan intervensi medis
pembedahan, intervensi litotripsi atau intervensi endoskopi (Debas, 2004).
12
.1.5 Pathway
Peradangan dalam,
Pengendapan kolesterol Sekresi kolesterol Sintesis kolesterol
kantong empedu
RESIKO
KEKURANGAN Penurunan peristaltik
Cairan shif ke peritonium
VOLUME CAIRAN
Mual, Muntah
13
empedu dan feses akan berwarna pucat kelabu dan lengket seperti dempul yang
disebut Clay Colored. Selain mengakibatkan peningkatan alkali fosfat serum, eksresi
cairan empedu ke duodenum (saluran cerna) juga mengakibatkan peningkatan
bilirubin serum yang diserap oleh darah dan masuk ke sirkulasi sistem sehingga
terjadi filtrasi oleh ginjal yang menyebabkan bilirubin dieksresikan oleh ginjal
sehingga urin berwarna kuning bahkan kecoklatan.
d. Defisiensi Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga mengganggu absorpsi vitamin A, D, E, dan K yang
larut lemak. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.
.1.7 Pemeriksaan Penunjang Kolelitiasis
a. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik
maupun ekstra hepatik. Pemeriksaan USG juga dapat dilihat dinding kandung
empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan
maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit
dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum
maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada
dengan palpasi biasa.
Gambar 2.4
USG batu empedu
b. CT-Scan
Metode ini juga merupakan pemeriksaan yang akurat untuk menentukan adanya
batu empedu, pelebaran saluran empedu dan koledokolitiasis.
Gambar 2.5
CT scan abdomen
.2.3 Intervensi
Diagnosa Hasil yang Intervensi
No
Keperawatan NANDA Dicapai (NOC) (NIC)
1 Nyeri akut Kontrol Nyeri: Manajemen Nyeri :
Yang berhubungan a. Melaporkan Independen
dengan: nyeri mereda a. Lakukan pengkajian nyeri
Agen biologis – atau
komprehensif.
obstruksi atau spasme terkontrol.
duktus, proses b. Mendemonst b. Observasi ketidaknyamanan
inflamasi, iskemia rasikan
secara nonverbal.
jaringan. penggunaan
keterampilan c. Ajarkan startegi
Definisi : relaksasi dan
nonfarmakologi untuk
Pengalaman sensori dan aktivitas
emosional tidak pengalih mengurangi nyeri.
menyenangkan yang sesuai
d. Kolaborasi pemberian
muncul akibat indikasi
kerusakan jaringan untuk situasi analgetik.
aktual atau potensial individual.
e. Anjurkan pasien untuk
atau yang digambarkan
sebagai kerusakan istirahat/tidur yang adekuat
(International
untuk membantu
Association for the
Study of Pain); awitan menurunkan nyeri.
yang tiba-tiba atau
lambat dari intensitas
ringan hingga berat
dengan akhir yang
dapat diantisipasi atau
diprediksi.
2 Hipertermi Termoregulasi: Pengaturan suhu :
Definisi a. Suhu tubuh a. Monitor minimal tiap 2 jam
suhu tubuh naik diatas dalam b. Rencanakan monitoring
rentang normal Batasan rentang suhu secara kontinyu
karakteristik: kenaikan normal c. Monitor TD, nadi, dan RR
suhu tubuh naik diatas b. Nadi dan RR d. Monitor warna dan suhu
rentang normal, dalam kulit
kenaikan suhu tubuh rentang e. Monitor tanda-tanda
diatas rentang normal, normal hipertermi dan hipotermi
serangan atau konvulsi c. Tidak ada f. Tingkatkan intake cairan
(kejang), kulit sakit kepala dan nutrisi
kemerahan, d. Tidak ada g. Selimuti pasien untuk
19
panas.
e. Dorong istirahat yang cukup.
f. Dorong peningkatan mobilitas
dan latihan.
g. Ajarkan keluarga/klien tentang
tanda dan gejala infeksi.
Gambar 2.7
Pernapasan Diafragma
Gambar 2.8
Pursed lips breathing
b. Tujuan
Batuk efektif merupakan teknik batuk efektif yang menekankan inspirasi
maksimal yang dimulai dari ekspirasi, yang bertujuan untuk sebagai berikut:
(Trabani, 2010)
1) Merangsang terbukanya sistem kolateral. Sistem koleteral adalah suatu jalur
aliran darah baru untuk mengalir suatu jaringan atau organ yang sama. Saluran
kolateral terbentuk bila terjadi sumbatan yang menutup aliran darah utama tubuh
kita. Seperti bila terjadi sumbatan pada arteri koronaria yang mengaliri jantung
kita, maka arteri koroner yang lebih kecil akan mengembangkan jalur pembuluh
darah baru di sekitar sumbatan dengan tujuan agar jantung tetap mendapat supali
darah dan oksigen.
2) Meningkatkan distribusi ventilasi
3) Meningkatkan volume paru
4) Memfasilitasi pembersihan saluran napas untuk mengeluarkan dahak atau
sputum.
5) Mengatur frekuensi dan pola napas sehingga mengurangi air trapping atau gas
trapping yaitu retensi abnormal paru-paru dimana sulit untuk menghembuskan
napas sepenuhnya.
6) Memperbaiki fungsi diafragma
7) Memperbaiki mobilitas sangkar toraks
8) Meningkatkan sekresi dari jalan napas bagain atas dan bawah. Jalan napas atas
merupakan suatu saluran terbuka yang memungkinkan udara atmosfer masuk
melalui hidung, mulut, dan bronkus hingga ke alveoli. Jalan napas atas terditi
dari rongga hidung, rongga mulut, laring, dan trakea. Jalan napas bawah terdiri
dari bronkus dan percabangannya serta paru-paru.
c. Penatalaksanaan
Batuk efektif merupakan satu upaya untuk mengeluarkan dahak dan menjaga
paru-paru agar tetap bersih disamping dengan memberikan tindakan nebulizer dan
postural drainage. Batuk efektif dapat diberikan pada pasien dengan cara diberikan
26
posisi yang sesuai agar pengeluaran dahak dapat lancar. Batuk efektif ini merupakan
bagian tindakan keperawatan untuk pasien dengan gangguan pernapasan akut dan
kronis, termasuk pasien bedrest atau pascaoperasi. Pasien dapat dilatih melakukan
teknik batuk efektif dengan cara sebagai berikut:
1) Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, letakkan satu tangan didada dan
satu tangan diabdomen diatas insisi.
2) Memasang perlak, pengalas di pangkuan pasien dan handuk pada dada.
3) Meminta pasien menarik nafas dalam lewat hidung dan menelan nafas untuk
beberapa detik.
4) Meminta pasien abtuk 2 kali, batu pertama untuk melepaskan mucus dan batuk
kedua untuk mengeluarkan secret. Kemudian tampung lendir dalam sputum pot.
Bila pasien merasakan nyeri dada, pada saat batuk tekan dada dengan bantal.
5) Ulangi lagi sesuai kebutuhan
6) Merapikan pasien.