Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA PADA TN K DENGAN

RHEMATOID ARTHRITIS

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Komunitas II

Dosen Pengampu : Kamsari, S.Kep. Ns., M.kep.

Disusun Oleh :

Nama : Enes Astriani

Nim : R.17.01.021

YAYASAN INDRA HUSADA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) INDRAMAYU

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

Jl. Wirapati Sindang Indramayu Telp.(0234) 272020 Fax. (0234) 272558

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur mari kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
Rahmat dan Hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Lansia pada Tn K dengan Rhematoid
Arthritis” dapat selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini memiliki kekurangan dan jauh
dari kesempurnaan. Untuk itu, diperlukan kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat diharapkan dalam rangka perbaikan dan kesempurnaan.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan makalah ini, tidak lepas dari
dorongan dan bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Drs. H. Turmin, B.Sc, selaku Ketua Pengurus Yayasan Indra Husada
Indramayu.
2. Heri Sugiarto, S.KM.,M.Kes selaku Ketua STIKes Indramayu.
3. M. Saefulloh, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Ketua Prodi Sarjana
Keperawatan STIKes Indramayu.
4. Kamsari S.Kep. Ns. M.Kep. selaku dosen Komunitas II STIKes
Indramayu.
5. Rekan – rekan seperjuangan.
Makalah ini disusun sebagai syarat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Komunita II semester V dengan harapan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
para pembaca sehingga Insya Allah dapat bermanfaat bagi kita semua.

Indramayu, 14 Desember 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................

DAFTAR ISI ........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................

A. Latar Belakang ...........................................................................................


B. Tujuan ........................................................................................................
C. Manfaat .....................................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................................

A. Konsep Lanjut Usia ....................................................................................


1. Pengertian Lansia .................................................................................
2. Batasan Lansia......................................................................................
3. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia ......................................
4. Masalah Keperawatan Pada Lansia .......................................................
5. Terapi Keperawatan Pada Lansia ..........................................................
6. Tipe lansia ............................................................................................
B. Konsep Rhematoid Arthritis .......................................................................
1. Pengertian Rhematoid Arthritis .............................................................
2. Etiologi Rhematoid Arthritis .................................................................
3. Patofisiologi Rhematoid Arthritis ........................................................
4. Pathway Rhematoid Arthritis ...............................................................
5. Manifestasi Klinis Rhematoid Arthritis .................................................
6. Komplikasi Rhematoid Arthritis ...........................................................
7. Pemeriksaan Penunjang ........................................................................
8. Penatalaksanaan Rhematoid Arthritis ....................................................

ii
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA

A. Pengkajian .................................................................................................
B. Analisa Data ...............................................................................................
C. Diagnosa Prioritas ......................................................................................
D. Intervensi dan Implementasi Keperawatan ..................................................
E. Evaluasi ....................................................................................................

BAB IV PENUTUP ..............................................................................................

A. Kesimpulan ................................................................................................
B. Saran ..........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Arthritis rheumatoid adalah penyakit autoimun yang disebabkan karena


adanya peradangan atau inflamasi yang dapat menyebabkan kerusakan sendi dan
nyeri. Nyeri dapat muncul apabila adanya suatu rangsangan yang mengenai
reseptor nyeri. Penyebab arthritis rheumatoid belum diketahui secara pasti,
biasanya hanya kombinasi dari genetic, lingkungan, hormonal,dan faktor system
reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri,
mikroplasma dan virus (Yuliati, et.a., 2013).
Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional telah mewujudkan
hasil positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi,perbaikan
lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi,terutama di bidang
medis atau ilmu kedokteran sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan
penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup manusia, akibatnya jumlah
penduduk yang berusia lanjut meningkat dan bertambah cenderung lebih cepat
(Zakir, 2014).
Jumlah penduduk yang bertambah dan usia harapan hidup lansia akan
menimbulkan berbagai masalah antara lain masalah kesehatan, psikologis, dan
sosial ekonomi. Permasalahan pada lansia sebagian besar adalah masalah
kesehatan akibat proses penuaan, ditambah permasalahan lain seperti masalah
keuangan, kesepian, merasa tidak berguna, dan tidak produktif. Banyaknya
permasalahan yang dihadapi lansia, maka masalah kesehatanlah yang jadi peran
pertama dalam kehidupan lansia seperti munculnya penyakit-penyakit yang sering
terjadi pada lansia (BKKBN, 2012).

1
2

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada lansia dengan
penyakit rhematoid arthritis.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia yang
mengalami nyeri akut.
b. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia
hipertensi yang mengalami gangguan mobilitas fisik
c. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia
rhematoid arthrtis dengan gangguan pola tidur

C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Dapat menjelaskan cara mengatasi penyebab kekambuhan rhematoid
arthritis seperti pola makan sehingga dapat digunakan sebagai kerangka
dalam mengembangkan terapi rhematoid arthritis non farmakologi agar tidak
meningkatkan nyeri pada lansia.
2. Bagi Petugas Kesehatan
Diharapkan laporan asuhan keperawatan ini dapat menjadi tambahan
informasi bagi petugas kesehatan khususnya mengenali nyeri pada lansia
terhadap tingkat kekambuhan pada pasien rhematoid arthritis.
3. Bagi lansia
Mampu mempersiapkan diri untuk meningkatkan manajemen kesehatannya
dengan bantuan keluarga.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Lanjut Usia


1. Pengertian lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13
Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang
yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008).
Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia)
apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun
merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan
penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan.
Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan
ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta
peningkatan kepekaan secara individual (Efendi, 2009).
2. Batasan lansia
Departemen Kesehatan RI (dalam Mubarak et all, 2006) membagi
lansia sebagai berikut:
a. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa vibrilitas
b. Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium
c. Kelompok usia lanjut (65 tahun >) sebagai senium
Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan
umur yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut:
a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1
ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia
60 (enam puluh) tahun ke atas”.
b. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi
empat kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun,

3
c. lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90
tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun.
d. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu :
pertama (fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah
40-55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase
senium) ialah 65 hingga tutup usia. d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato
Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric age): > 65 tahun atau 70 tahun.
Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan
umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan very old ( >
80 tahun) (Efendi, 2009).
3. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia
Menurut Mubarak et all (2006), perubahan yang terjadi pada lansia
meliputi perubahan kondisi fisik, perubahan kondisi mental, perubahan
psikososial, perubahan kognitif dan perubahan spiritual.
a. Perubahan kondisi fisik meliputi perubahan tingkat sel sampai ke semua
organ tubuh, diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan,
kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal,
gastrointestinal, genitourinaria, endokrin dan integumen.
1) Keseluruhan
Berkurangnya tinggi badan dan berat badan, bertambahnya fat-to-
lean body mass ratio dan berkuranya cairan tubuh.
b. Sistem integumen
Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan kurang
elastis karena menurunnya cairan dan hilangnya jaringan adiposa, kulit
pucat dan terdapat bintik-bintik hitam akibat menurunnya aliran darah
ke kulit dan menurunnya sel-sel yang memproduksi pigmen, kuku pada
jari tangan dan kaki menjadi tebal dan rapuh, pada wanita usia > 60
tahun rambut wajah meningkat, rambut menipis atau botak dan warna
rambut kelabu, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.
Fungsi kulit sebagai proteksi sudah menurun

3
4

1) Temperatur tubuh
Temperatur tubuh menurun akibat kecepatan metabolisme yang
menurun, keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat
memproduksi panas yang banyak diakibatkan oleh rendahnya
aktifitas otot.
2) Sistem muskular
Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang,
pengecilan otot akibat menurunnya serabut otot, pada otot polos
tidak begitu terpengaruh.
3) Sistem kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung
memompa darah menurun 1% per tahun. Berkurangnya cardiac
output, berkurangnya heart rate terhadap respon stres, kehilangan
elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meningkat akibat
meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer, bertaTn. Sanjang
dan lekukan, arteria termasuk aorta, intima bertambah tebal,
fibrosis.
4) Sistem perkemihan
Ginjal mengecil, nephron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal
menurun sampai 50 %, filtrasi glomerulus menurun sampai 50%,
fungsi tubulus berkurang akibatnya kurang mampu mempekatkan
urin, BJ urin menurun, proteinuria, BUN meningkat, ambang ginjal
terhadap glukosa meningkat, kapasitas kandung kemih menurun
200 ml karena otot-otot yang melemah, frekuensi berkemih
meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan pada pria akibatnya
retensi urin meningkat, pembesaran prostat (75% usia di atas 65
tahun), bertambahnya glomeruli yang abnormal, berkurangnya renal
blood flow, berat ginjal menurun 39-50% dan jumlah nephron
menurun, kemampuan memekatkan atau mengencerkan oleh ginjal
menurun.
5

5) Sistem pernafasan
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunnya aktifitas cilia, berkurangnya elastisitas paru, alveoli
ukurannya melebar dari biasa dan jumlah berkurang, oksigen arteri
menurun menjadi 75 mmHg, berkurangnya maximal oxygen
uptake, berkurangnya reflek batuk.
6) Sistem gastrointestinal
Kehilangan gigi, indera pengecap menurun, esofagus melebar, rasa
lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan
lambung menurun, peristaltik melemah sehingga dapat
mengakibatkan konstipasi, kemampuan absorbsi menurun, produksi
saliva menurun, produksi HCL dan pepsin menurun pada lambung.
7) Rangka tubuh
Osteoartritis, hilangnya bone substance.
8) Sistem penglihatan
Korne lebih berbentuk sferis, sfingter pupil timbul sklerosis dan
hilangnya respon terhadap sinar, lensa menjadi keruh,
meningkatnya ambang pengamatan sinar (daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat, susah melihat cahaya gelap), berkurangnya
atau hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang
(berkurangnya luas pandangan, berkurangnya sensitivitas terhadap
warna yaitu menurunnya daya membedakan warna hijau atau biru
pada skala dan depth perception).
9) Sistem pendengaran
Presbiakusis atau penurunan pendengaran pada lansia, membran
timpani menjadi atropi menyebabkan otoklerosis, penumpukan
serumen sehingga mengeras karena meningkatnya keratin,
perubahan degeneratif osikel, bertambahnya obstruksi tuba
eustachii, berkurangnya persepsi nada tinggi.
10) Sistem syaraf
6

Berkurangnya berat otak sekitar 10-20%, berkurangnya sel kortikol,


reaksi menjadi lambat, kurang sensitiv terhadap sentuhan,
berkurangnya aktifitas sel T, hantaran neuron motorik melemah,
kemunduran fungsi saraf otonom.
11) Sistem endokrin
Produksi hampir semua hormon menurun, berkurangnya ATCH,
TSH, FSH dan LH, menurunnya aktivitas tiroid akibatnya basal
metabolisme menurun, menurunnya produksi aldosteron,
menurunnya sekresi hormon gonads yaitu progesteron, estrogen dan
aldosteron. Bertambahnya insulin, norefinefrin, parathormon.
12) Sistem reproduksi
Selaput lendir vagina menurun atau kering, menciutnya ovarie dan
uterus, atropi payudara, testis masih dapat memproduksi, meskipun
adanya penurunan berangsur-angsur dan dorongan seks menetap
sampai di atas usia 70 tahun, asal kondisi kesehatan baik,
penghentian produksi ovum pada saat menopause.
13) Daya pengecap dan pembauan
Menurunnya kemampuan untuk melakukan pengecapan dan
pembauan, sensitivitas terhadap empat rasa menurun yaitu gula,
garam, mentega, asam, setelah usia 50 tahun.
c. Perubahan kondisi mental
Pada umumnya usia lanjut mengalami penurunan fungsi kognitif dan
psikomotor. Dari segi mental emosional sering muncul perasaan
pesimis, timbulnya perasaan tidak aman dan cemas, adanya kekacauan
mental akut, merasa terancam akan timbulnya suatu penyakit atau takut
diterlantarkan karena tidak berguna lagi. Faktor yang mempengaruhi
perubahan kondisi mental yaitu:
1) Perubahan fisik, terutama organ perasa
2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan
7

4) Keturunan (hereditas)
5) Lingkungan
6) Gangguan syaraf panca indera
7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan
8) Kehilangan hubungan dengan teman dan famili
9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri.
d. Perubahan psikososial
Pada saat ini orang yang telah menjalani kehidupannya dengan bekerja
mendadak diharapkan untuk menyesuaikan dirinya dengan masa
pensiun. Bila ia cukup beruntung dan bijaksana, mempersiapkan diri
untuk pensiun dengan menciptakan minat untuk memanfaatkan waktu,
sehingga masa pensiun memberikan kesempatan untuk menikmati sisa
hidupnya. Tetapi banyak pekerja pensiun berarti terputus dari
lingkungan dan teman-teman yang akrab dan disingkirkan untuk duduk-
duduk di rumah. Perubahan psikososial yang lain adalah merasakan atau
sadar akan kematian, kesepian akibat pengasingan diri lingkungan
sosial, kehilangan hubungan dengan teman dan keluarga, hilangnya
kekuatan dan ketegangan fisik, perubahan konsep diri dan kematian
pasangan hidup.
e. Perubahan kognitif
Perubahan fungsi kognitif di antaranya adalah:
1) Kemunduran umumnya terjadi pada tugas-tugas yang
membutuhkan kecepatan dan tugas tugas yang memerlukan memori
jangka pendek.
2) Kemampuan intelektual tidak mengalami kemunduran.
3) Kemampuan verbal dalam bidang vokabular (kosakata) akan
menetap bila tidak ada penyakit.
f. Perubahan spiritual
1) Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya.
8

2) Lanjut usia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini


terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari.
Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Fowler:
universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah
berfikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara mencintai
dan keadilan.
4. Masalah Keperawatan Pada Lansia
a. Fisik/Biologis
1) Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh s.d intake yang tidak
adekuat
2) Gangguan pesepsi s.d gangguan pendengaran/penglihatan
3) Kurangnya perawatan diri s.d menurunnya minat dalam merawat diri
4) Resiko cidera fisik (jatuh) s.d penyesuaiaan terhadap penurunan fungsi
tubuh tidak adekuat
5) Perubahan pola eliminasi s.d pola makan yang tidak efektif
6) Gangguan pola tidur s.d kecemasan atau nyeri
7) Gangguan pola nafas s.d penyempitan jalan napas/sumbatan jalan
napas
8) Gangguan mobilisasi s.d kekakuan sendi
b. Psikologis-Sosial
1) Menarik diri dari lingkungan s.d perasaan tidak mampu
2) Isolasi sosial s.d perasaancuriga
3) Depresi s.d isolasi perasaan ditolak
4) Koping yang tidak adekuat s.d ketidak mampuan mengungkapkan
perasaan secara tepat
5) Cemas s.d sumber keuangan yang tidak terbatas
c. Spiritual
1) Reaksi berkabung/berduka s.d ditinggal pasangan
2) Penolakan terhadap proses penuaaan s.d kektidaksiapan menhadapi
kematian
9

3) Marah terhadap Tuhan s.d kegagalan yang dialami


4) Perasaan tidak tenang s.d ketidakmampuan melakukan imadah secara
tepat
5. Terapi Keperawatan Pada Lansia
a. Program Fisioterapi
Dalam penanganan terapi latihan untuk lansia dimulai dari aktivitas
fisik yang paling ringan kemudian bertahap hingga maksimal yang bisa
dicapai oleh individu tersebut, misalnya : Aktivitas di tepat
tidur,Positioning, alih baring, latihan pasif&aktif lingkup gerak
sendi,Latihan bangun sendiri, duduk, transfer dari tempat tidur ke kursi,
berdiri, jalan
b. Program Okupasiterapi
Latihan ditujukan untuk mendukung aktivitas kehidupan sehari-hari,
dengan memberikan latihan dalam bentuk aktivitas, permainan, atau
langsung pada aktiviats yang diinginkan. Misalnya latihan jongkok-berdiri
di WC yang dipunyai adalah harus jongkok, namun bila tidak
memungkinkan maka dibuat modifikasi.
c. Program Ortotik-prostetik
Bila diperlukan alat bantu dalam mendukung aktivitas pada lansia
maka seorang ortotis-prostetis akan membuat alat penopang, atau alat
pengganti bagian tubuh yang memerlukan sesuai dengan kondisi penderita.
Dan untuk lansia hal ini perlu pertimbangan lebih khusus, misalnya
pembuatan alat diusahakan dari bahan yang ringan, model alat yang lebih
sederhana sehingga mudah dipakai, dll.
d. Program Terapi Wicara

Program ini kadang-kadang tidak selalu ditujukan untuk latihan wicara


saja, tetapi perlu diperlukan untuk memberi latihan pada penderita dengan
gangguan fungsi menelan apabila ditemukan adanya kelemahan pada otot-
10

otot sekitar tenggorokan. Hal ini sering terjadi pada penderita stroke,
dimana terjadi kelumpuhan saraf vagus, saraf lidah, dll.
e. Program Sosial-Medik
Petugas sosial-medik memerlukan data pribadi maupun keluarga yang
tinggal bersama lansia, melihat bagaimana struktur/kondisi di rumahnya
yang berkaitan dengan aktivitas yang dibutuhkan penderita, tingkat sosial-
ekonomi. Hal ini sangat penting sebagai masukan untuk mendukung
program lain yang ahrus dilaksanakan, misalnya seorang lansia yang
tinggal dirumahnya banyak trap/anak tangga, bagaimana bisa dibuat landai
atau pindah kamar yang datar dan biasa dekat dengan kamar mandi, dll.
f. Program Psikologi
Dalam menghadapi lansia sering kali harus memperhatikan keadaan
emosionalnya, yang mempunyai ciri-ciri yang khas pada lansia, misalnya
apakah seorang yang tipe agresif, atau konstruktif, dll. Juga untuk
memberikan motivasi agar lansia mau melakukan latihan, mau
berkomunikasi, sosialisasi dan sebgainya. Hal ini diperlukan pula dalam
pelaksanaan program lain sehingga hasilnya bisa lebih baik.
g. Terapi Individual
Terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa dengan
pendekatan hubungan individual antara seorang terapi dengan seorang
klien. Suatu hubungan yang terstruktur yang terjalin antara perawat dan
klien untuk mengubah perilaku klien. Hubungan yang dijalin adalah
hubungan yang disengaja dengan tujuan terapi, dilakukan dengan tahapan
sistematis (terstruktur) sehingga melalui hubungan ini terjadi perubahan
tingkah laku klien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di awal hubungan.

h. Terapi Lingkungan
Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan agar
terjadi perubahan perilaku pada klien dari perilaku maladaptive menjadi
perilaku adaptif. Perawat menggunakan semua lingkungan rumah sakit
11

dalam arti terapeutik. Bentuknya adalah memberi kesempatan klien untuk


tumbuh dan berubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik
dalam aktivitas dan interaksi.
i. Terapi Biologis
Penerapan terapi biologis atau terapi somatic didasarkan pada model
medical di mana gangguan jiwa dipandang sebagai penyakit. Ini berbeda
dengan model konsep yang lain yang memandang bahwa gangguan jiwa
murni adalah gangguan pada jiwa semata, tidak mempertimbangkan
adanya kelaianan patofisiologis. Tekanan model medical adalah pengkajian
spesifik dan pengelompokkasn gejala dalam sindroma spesifik. Perilaku
abnormal dipercaya akibat adanya perubahan biokimiawi tertentu.
j. Terapi Kognitif
Terapi kognitif adalah strategi memodifikasi keyakinan dan sikap yang
mempengaruhi perasaan dan perilaku klien. Proses yang diterapkan adalah
membantu mempertimbangkan stressor dan kemudian dilanjutkan dengan
mengidentifikasi pola berfikir dan keyakinan yang tidak akurat tentang
stressor tersebut. Gangguan perilaku terjadi akibat klien mengalami pola
keyakinan dan berfikir yang tidak akurat. Untuk itu salah satu
memodifikasi perilaku adalah dengan mengubah pola berfikir dan
keyakinan tersebut. Fokus auhan adalah membantu klien untuk reevaluasi
ide, nilai yang diyakini, harapan-harapan, dan kemudian dilanjutkan
dengan menyusun perubahan kognitif.
k. Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota
keluarga sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi keluarga
adalah agar keluarga mampu melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran
utama terapi jenis ini adalah keluarga yang mengalami disfungsi; tidak bisa
melaksanakan fungsi-fungsi yang dituntut oleh anggotanya.
l. Terapi Kelompok
12

Terapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang dibentuk


dalam kelompok, suatu pendekatan perubahan perilaku melalui media
kelompok. Dalam terapi kelompok perawat berinteraksi dengan
sekelompok klien secara teratur. Tujuannya adalah meningkatkan
kesadaran diri klien, meningkatkan hubungan interpersonal, dan mengubah
perilaku maladaptive. Tahapannya meliputi: tahap permulaan, fase kerja,
diakhiri tahap terminasi.
m. Terapi Perilaku
Anggapan dasar dari terapi perilaku adalah kenyataan bahwa perilaku
timbul akibat proses pembelajaran. Perilaku sehat oleh karenanya dapat
dipelajari dan disubstitusi dari perilaku yang tidak sehat
n. Terapi Bermain
Terapi bermain diterapkan karena ada anggapan dasar bahwa anak-
anak akan dapat berkomunikasi dengan baik melalui permainan dari pada
dengan ekspresi verbal. Dengan bermain perawat dapat mengkaji tingkat
perkembangan, status emosional anak, hipotesa diagnostiknya, serta
melakukan intervensi untuk mengatasi masalah anak tersebut.
6. Tipe lansia
Ada beberapa tipe lanjut usia, yang menonjol antara lain :
a. Tipe arif bijaksana
b. Tipe mandiri
c. Tipe tidak puas
d. Tipe pasrah
e. Tipe bingung
13

B. Konsep Rhematoid Arthritis


1. Pengertian Rhematoid Arthritis
Rhematoid arthritis merupakan kelainan autoimun yang menyebabkan
inflamasi sendi yang berlangsung kronik dan mengenai lebih dari lima sendi
(poliartritis) (Pradana, 2012).
Rheumatoid arthritis (RA) merupakan suatu penyakit autoimun
dimana persendian mengalami peradangan sehingga terjadi pembengkakan,
nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi
(ACR, 2012).
Rhematoid arthritis adalah gangguan berupa kekakuan, pembengkakan, nyeri dan
kemerahan pada daerah persendian dan jaringan sekitarnya (Adellia, 2011).
Rheumatoid arthritis adalah peradangan sendi akibat sistem kekebalan
tubuh yang menyerang jaringannya sendiri. Radang sendi ini menimbulkan
keluhan bengkak dan nyeri sendi, serta sendi terasa kaku.
2. Etiologi Rhematoid Arthritis
Penyebab rheumatoid arthritis masih belum diketahui, tetapi terdapat hipotesis
yang dapat dijadikan sebagai petunjuk terjadinya artritis reumatoid, yaitu:

1. Genetik
Terbukti bahwa seorang individu yang menderita artritis reumatoid, memiliki
riwayat keluarga artritis reumatoid, 2-3 kali lebih banyak dari populasi
normal.

2. Kompleks imun (autoimun)


Antibodi yang tidak biasa dg tipe IgM dan atau IgG terbentuk di sinosium dan
jaringan konektif lainnya sehingga berakibat inflamasi lokal dan sistemik

3. Pengaruh hormonal
Lebih banyak terjadi pada wanita daripada laki-laki

4. Perkembangan virus
14

Setelah terjangkit virus, misalnya virus Epstein Barr yang menyebabkan


terjadi autoimun.

3. Patofsiologi Rhematoid Arthritis


a. Reaksi tipe III (kompleks imun) dan tipe IV (cell-mediated)
Destruksi pencernaan oleh produksi protease, kolagenase, dan enzim-enzim
hidrolitiknya yang memecahkan tulang rawan, ligamen, tendon dan tulang
pada sendi yang dilepaskan secara bersama dengan radikal O 2 dan metabolis
asam arakidonat oleh leukosit polimorfonukuler dalam cairan sinovial, yang
diduga sebagai suatu respon autoimun terhadap antigen yang diproduksi
secara lokal.

b. Destruksi jaringan, terdiri dari empat (4) tahap:


i. Sinovitis
Fase awal inflamasi sendi, membran sendi mengeluarkan eksudat
fibrinosa dan membentuk vilus. Lekosit PMN ditemukan banyak pada
cairan sendi, tetapi tidak ditemukan pada membran. Sel radang pada
membran adalah sel limfosit dan sel plasma yang berkelompok nodul dan
sentrum germinal. Jaringan granulasi meluas sampai jaringan ikat
subsinovial sehingga menjadi edema, akan menjadi fibrotik atau jaringan
parut yang menimbulkan kontraktur dan deformitas.

ii. Formasi/pembentukan pannus


Jaringan granulasi yang mencapai permukaan sendi dan pannus
berpengaruh pada nutrisi tulang rawan sendi dan cairan sendi, yang
berakibat tulang-tulang rawan mengalami nekrosis. Bila mengenai tulang
subchondral akan menjadi osteolisis atau kista tulang, sedang tulang yang
tersisa akan mengalami osteoporosis regional.

iii. Ankilosis fibrosa


15

Proses yang berkelanjutan dari bulanan sampai tahunan, akan terjadi


perlekatan dengan permukaan sendi yang berdekatan sehingga terjadi
ankaliosis fibrosa

iv. Ankaliosis tulang


Terjadi bila jaringan fibrosa berubah menjadi jaringan tulang

4. Pathway Rhematoid Arthritis

5. Manifestasi Klinis Rhematoid Arthritis


a. Kaku pada pagi hari (morning stiffness). Pasien merasa kaku pada
persendian dan disekitarnya sejak bangun tidur sampai sekurang-kurangnya
1 jam sebelum perbaikan maksimal.
b. Artritis pada 3 daerah. Terjadi pembengkakan jaringan lunak atau
persendian (soft tissue swelling) atau lebih efusi, bukan pembesaran tulang
(hiperostosis). Terjadi pada sekurang-kurangnya 3 sendi secara bersamaan
dalam observasi seorang dokter. Terdapat 14 belas persendian yang
memenuhi kriteria, yaitu interfalang proksimal, metakarpofalang,
pergelangan tangan, siku, pergelangan kaki, dan metatarsofalang kiri dan
kanan.
16

c. Artritis pada persendian tangan. Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan


satu persendian tangan seperti tertera diatas.
d. Artritis simetris. Maksudnya keterlibatan sendi yang sama (tidak mutlak
bersifat simetris) pada kedua sisi secara serentak (symmetrical polyarthritis
simultaneously).
e. Nodul reumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau
permukaan ektensor atau daerah jukstaartrikular dalam observasi seorang
dokter.
f. Faktor reumatoid serum positif. Terdapat titer abnormal faktor reumatoid
serum yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang
dari 5 % kelompok kontrol.
g. Terdapat perubahan gambaran radiologis yang khas pada pemeriksaan sinar
rontgen tangan posteroanterior atau pergelangan tangan, yang harus
menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokalisasi pada
sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi.

6. Komplikasi Rhematoid Arthritis


Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan
ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat
antiinflamsi non steroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit
(disease modifying antirheumatoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor
penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada artritis reumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas,
sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik.
Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra
servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.
17

7. Penatalaksanaan Rhematoid Arthritis


1. Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan
yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik dan terjamin
ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam jangka waktu yang lama.
2. OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri semdi akibat
inflamasi yang sering dijumpai.
3. DMARD digunakan untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari
proses destruksi akibat artritis reumatoid. Mula khasiatnya baru terlihat
setelah 3-12 bulan kemudian. Setelah 2-5 tahun, maka efektifitasnya
dalam menekan proses reumatoid akan berkurang. Keputusan
penggunaannya tergantung pada pertimbangan resiko manfaat oleh
dokter.
4. Rehabilitasi, bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien. Caranya
antara lain dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat, latihan,
pemanasan, dan sebagainya. Fisioterapi dimulai segera setelah rasa
pada sendi berkurang atau minimal. Bila tidak juga berhasil, mungkin
diperlukan untuk tindakan operatif.

5. Pembedahan
Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta
terdapat alasan yang cukup kuat, dapat dilakukan pengobatan
pembedahan. Jenis pengobatan ini pada pasien artritis reumatoid
umumnya bersifat ortopedik, misalnya sinovektomi, artrodesis, total
hip replacement, memperbaiki deviasi ulnar, dan sebagainya.
18

8. Pemeriksaan Penunjang
1) Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien artritis
reumatoid terutama bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada
pasien lepra, tuberkulosis paru, sirosis hepatis, hepatitis infeksiosa,
lues, endokarditis bakterialis, penyakit kolagen, dan sarkoidosis.
2) Protein C-reaktif biasanya positif
3) LED meningkat
4) Leukosit normal atau meningkat sedikit
5) Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamsi yang kronik
6) Trombosit meningkat
7) Kadar albumin serum turun dan globulin naik
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Lansia merupakan suatu yang dialami oleh setiap individu, yang dimana
individu tersebut mengalami penurunan dalam setiap proses Bio-Psiko-Sosial
Spiritual. Dalam hal ini lansia diberikan asuhan keperawatan sesuai dengan tahap
perkembangan lansia. Lansia kelolaan dengan rhematoid arthritis yang dalam hal
ini saya lakukan asuhan keperawatan didapatkan hasil diagnosa bahwa lansia ini
mengalami nyeri akut berhubungan dengan penurunan fungsi tulang, gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal,gangguan pola
tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan.
B. Saran
a. Untuk Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat
pada lansia sesuai dengan tahap perilaku dan perkembangannya sehingga
mampu meningkatkan kesejahteraan lansia.
b. Untuk Institusi
Diharapkan mampu menyediakan wadah bagi mahasiswa untuk melakukan
penelitian lebih lanjut untuk memberikan asuhan yang tepat pada lansia
c. Untuk Lansia/Masyarakat
Diharapkan mampu menjalani aktivitasnya sesuai kemampuan dengan
asuhan keperawatan yang sudah diberikan.

48
DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Arthur C., Hall, John E., 2007. BUKU AJAR FISIOLOGI KEDOKTERAN
Edisi 11. Alih bahasa : Irawati, et al. Jakarta : EGC

Harris ED Jr., 1993, Etiology and Pathogenesis of Reumatoid Arthritis. Dalam:


Textbook of Rheumatology.Philadhelpia:Saunders Co

Hirmawan, Sutisna., 1973. PATOLOGI. Jakarta : Bagian Patologi Anatomik Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia, pp : 437, 1

Hollmann DB. Arthritis & musculoskeletal disorders. In: Tierney LM, McPhee,
Papadakis MA (Eds): Current Medical Diagnosis & Treatment, 34 th ed., Appleton &
Lange, International Edition, Connecticut 2005, 729-32.

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : EGC. 2002.

Kumar, V., Cotran, R. S., Robbins, S. L., 2007. BUKU AJAR PATOLOGI Edisi 7.
Jakarta : EGC

Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, Wahyu I., Setiowulan, W., 2000. KAPITA
SELEKTA KEDOKTERAN Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta : Media Aesculapius
Nasution..1996.Aspek Genetik Penyakit Reumatik dalam Noer S (Editor) Buku Ajar
Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: Balai penerbit FKUI. Price, SA. Dan Wilson LM.,
1993, Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit bag 2. Jakarta: EGC
LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. Foto-foto saat melakukan pemeriksaan fisik


2. Scanning buku dalam daftar pustaka
3. Scanning Kartu Keluarga (KK)
4. Jurnal mengenai Lansia dengan Hipertensi

Anda mungkin juga menyukai